Anda di halaman 1dari 12

Jumal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

STUDI PERUBAHAN KADAR HISTAMIN PADA PINDANG TONGKOL


(Euthyn n us am n i s) SELAMA PENYIMPANAN
Farida Ariyani't, Yulianti"r dan Titiek Martati"'i

ABSTRAK

Untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai kondisi ikan pindang tongkol
yang disimpan dalam kaitannya dengan perkembangan histamin pada produk, maka dilakukan
penelitian mengenai perubahan kadar histamin pada pindang tongkol selama penyimpanan.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol (Euthynnus affinls) segar
yang diperoleh dari TPI Pelabuhan Ratu hasil penangkapan satu hari melaut. lkan tongkol
dibawa ke laboratorium PRPPSE menggunakan jalan darat dalam peti es berinsulasi dan diolah
menjadi pindang 'naya' dengan perebusan dalam air garam 15ok selama 30 menit. Pindang
tongkol yang dihasilkan disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin (chilling) dan pengambilan
sampel dilakukan pada hari ke 0, 2, 4 dan 6 untuk ikan pindang yang disimpan pada suhu kamar,
sedangkan untuk pindang yang disimpan pada suhu dingin dilakukan pengambilan sampel
pada minggu ke 0, 1, 2,3 dan 4. Pengamatan terhadap sampel dilakukan secara organoleptik
(penampakan, bau, rasa, tekstur, dan lendir), kimiawi (histamin dan TVB) maupun mikrobiologi
(umlah bakteri pembentuk histamin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pindang
tongkol pada suhu kamar selama 6 hari menaikkan kadar histamin hingga 32,71 mgl1009,
sedangkan penyimpanan pindang tongkol pada suhu dingin selama 3 minggu atau lebih
menaikkan kadar histamin menjadi 66,36 mg/1009. Terjadi kenaikan juga pada kadar TVB dan
bakteri pembentuk histamin selama penyimpanan meskipun kenaikannya tidak selalu berkorelasi
positif dengan kenaikan kadar histamin. Pindang tongkol yang disimpan pada suhu kamar ditolak
panelis pada hari ke 4 dan pindang tongkol yang disimpan pada suhu dingin ditolak panelis
pada minggu ke 2.

ABSTRACT: Study on histamine content of boiled salted litlletuna (Euthynnus affinis)


during storage. By: Farida Ariyani, Yulianti and Titiek Martati
To inform the consumer about the condition of boiled salted littte tuna duing sforage espe-
cially related to its histamine content, research on histamine changes of boiled salted little tuna
during storage was canied out. Raw mateial used was fresh liftle tuna (Euthynnus affinis)
obtained from Fish Auction Place, Pelabuhan Ratu caught by one day fishing boat. The iced fish
were road transpofted to The Research Center for Marine and f-ishery Product Processing and
Socio Economic laboratorium and processed into "naya" boiled salted fish by cooking in 15%
brine for 30 minutes. Boiled salted fish produced were grouped into twa lots and each lot was kept
at ambient and chilling temperatures respectively. Sampling was conducted on 0, 2, 4 and 6 days
of storage for ambient temperature and on 0, 1, 2, 3, and 4 weeks of storage for chilling tempera-
ture. Obseruations were caried out organoleptically (appearance, odour, taste, texture and slime),
chemically (histamine and TVB) and microbiologically (number af histamine producing bacte-
ria). The results showed that storage of boiled salted tuna at ambient temperature increased
histamine content into 32.71 mg/1009 after 6 days, while that at chilling temperature increased
histamine content into 66.36 mg/1009 after 3 weeks. The increment also occuned on TVB and
number of histamine producing bacteria although there were not always correlated to the incre-
ment of histamine content. Boiled salted tuna kept at ambient temperature was rejected by
panelists on day 4k and that kept at chilling temperature was rejected after 2 week storage.

KEYWORDS: histamine, boiled salted fish, storage, little tuna (Euthynnus affinis).

PENDAHULUAN nesia diolah menjadipindang, sebanyak 17,060/o dari


total produksi olahan, berupa pindang dan menduduki
Pindang merupakan produk olahan ikan tradisional tempat ke 2 setetah ikan asin (Anon., 2003). Selain
yang sangat populer dan banyak disukai masyarakat pindang presto yang pada umumnya dibuat dari ikan
Indonesia. Menurut disposisi pemanfaatannya, bandeng dan dipasarkan di pasar swalayan, terdapat
sebanyak 13,7% hasiltangkapan ikan laut di Indo- pindang naya/cue dan pindang badeng/paso yang

') Peneliti pada Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
") Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta
"') Dosen Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta

35
F. Ariyani, Yuliantidan T. Maftati

dibuat dari ikan tongkol, layang maupun lemuru dan produk yang disukai konsumen. Selain itu, tongkol
dipasarkan di pasar tradisional. Pindang yang dijual iermasuf jenis ikan scombroida yang berpotensi
di pasartradisional biasanya ditempatkan dalam naya menimbulkan keracunan histamin. Informasi tentang
perkembangan histam in akan sangat diperlukan untuk
dan paso dalam keadaan terbuka' sehingga
memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba menghindari kemungkinan terjadinya keracunan'
selama proses penjualan. Apabila dibandingkan Untuk itu, penelitian mengenai perkembangan
dengan pindang paso, pindang naya mempunyaikadar histamin pada ikan pindang tongkol selama
garam yang relatif kecil yakni kurang lebih 6% dan penyimpanan dilakukan.
ladar air ying masih cukup tinggi berkisar 65-66%
(Suparno etal., 1980), sehingga daya tahan pindang BAHAN DAN METODE
naya pada umumnya sangat pendek yaitu berkisar 1-
3 hari(Nasran, 1980) atau 2-7 hari (Gopakumar' 1997) Bahan
tergantung jenis ikannya. Disamping itu' bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
yang digunakan untuk pembuatan pindang bukan
'Oanan
blku yang bermutu prima tetapi bahan baku adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar dengan
yang tidak terlalu segar lagi. Kondisi ini sering panjang 19,8-22 cm dan bobot 102-120 g yang
diperoleh dari TPI Pelabuhan Ratu hasil penangkapan
menyebabkan terjadinya alergi atau keracunan pada
satu hari melaut. lkan tongkol tersebut dibawa dalam
konsumen, karena terbentuknya histamin terutama
pada ikan maupun olahannya yang berasal darifamili es (ikan:es = 2'.1) ke laboratorium Pusat Riset
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi (PRPPSE)
bl<ombroid seperti tuna, tongkol dan sebagainya
(Lehane & OlleY, 1999) dalam peti berinsulasi (coot box) dan langsung diolah
menjadi pindang pada pagi harinya. Bahan lain yang
Histamin dalam ikan dihasilkan karena proses digunakan dalam penelitian ini antara lain garam
dekarboksilasi histidin bebas oleh bakteri seperti Pro- rafyat yang dibeli dari penjual garam yang berlokasi
teus, Morganelta dan Klebsiella pada saat terjadi di sekitar TPI Pelabuhan Ratu.
proses deteriorasi pada ikan, terutama jenis ikan yang
berasal dari famili Scombroida yang jaringan Pemindangan
dagingnya mengandung banyak histidin bebas seperti
tuna, tongkol, mackerel, layang bonito dan lainnya lkan tongkol segar disiangi dengan menghilangkan
(Sally et a/., 1980). Histamin mempunyai peranan isi perut, kemudian dicuci dengan air bersih untuk
penting dalam banyak reaksi alergi, dan keracunan menghilangkan kotoran dan sisa darah yang masih
histamin biasanya terjadi karena "overdosis" (|nfofish' menJmpet pada ikan. lkan tongkolyang sudah bersih
1987). Gejala keracunan yang tampak adalah muntah- disusun dalam naya, di atasnya ditaburi garam
muntah, bibir bengkak, sakit kepala, mual, muka sebanyak 7-8o/o dari bobot ikan kemudian naya yang
kemerahan, gataldan badan lemas (FDA, 1998)' Food berisiiian direbus didalam airgaram mendidih dengan
and Drug Administration menentukan bahwa untuk ikan konsentrasi 15% selama 30 menit' Selesai
tuna, mahi-mahidan ikan sejenis, 5mg histamin/1009 perebusan, naya berisi ikan diangkat dan ditiriskan'
daging ikan merupakan levelyang harus diwaspadai betelah tiris dan dingin naya berisi ikan tersebut dibagi
dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi menjadidua kelompok yang madng masing disimpan
sedangkan 50mg histamin/1009 daging ikan padi suhu kamar (28-32'C) dan suhu dinginlchilling
merupakan level yang membahayakan/menimbulkan (5-10"C).
keracunan (FDA, 1998).
Penelitian mengenai histamin pada ikan atau Pengamatan dan Analisis
penelitian mengenai ikan pindang telah banyak
dilakukan oleh peneliti terdahulu, namun demikian Untuk melihat perubahan mutu pindang selama
penelitian mengenai kandungan histamin pada ikan penyimpanan, dilakukan pengambilan sampel pada
pindang masih sangatterbatas. Nasran, ef a/', (1984) hari ke 0.2.4 dan6 untuk ikan pindang yang disimpan
telah melakukan penelitian mengenai aspek pada suhu kamar, sedangkan untuk pindang yang
pengolahan dan penyimpanan terhadap kadar histamin disimpan pada suhu dingin dilakukan pengambilan
ikan pindang kembung (Rastrelliger neglectus). sampel pada minggu ke 0, 1, 2,3 dan 4. Pengamatan
Beberapa peneliti lain telah melakukan penelitian terhadap sampel dilakukan secara organoleptik
histamin pada produk ikan tradisional, seperti ikan (penampakan, bau, rasa, tekstur, dan lendir)' kimiawi
(histamin dan TVB) dan mikrobiologi (jumlah bakteri
asin, asap dan peda (Yunizal et al. , 1984', Sarnianto
ef a/., 1985; Hanson etal., 1985, Pan '1988, Fletcher pembentuk histamin). Penilaian sifat organoleptik
ef a/. 1998 ). Penelitian histamin pada pindang tongkol
pindang dilakukan secara hedonik menggunakan
masih belum ada, sementara pindang ini termasuk skala 5, sedangkan penilaian kesegaran bahan baku

36
Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

dilakukan dengan menggunakan sistem demerit point Penurunan nilai penampakan disebabkan karena pada
menurut Branch & Vail(1985) (terlampir). hari ke dua penyimpanan, pindang menjadi kurang rapi,
Analisis kadar histamin dilakukan menurut metoda
agak kusam. Teksturtidak lagi padat dan utuh, tetapi
mulai agak retak. Penurunan nilai pada semua pa-
Hardy & Smith (1 976) yang
pembacaan
rameter sensoris terlihat sangat jelas dan nyata
absorbansinya tidak dilakukan pada panjang
gelombang 495 nm tetapi berdasarkan observasi (p<0,05) terjadi setelah 4 hari penyimpanan. Nilai
penampakan menjadirendah karena pada hari ke-4
absorbansi maksimum pada panjang gelombang 426
penyimpanan, jamur telah tumbuh pada permukaan
nm. Analisis kadar TVB dilakukan dengan metoda
pindang, dan lendir telah mulai agak kental pada
Conway mikrodifusi (Siang & Kim, 1992)dan analisis
jumlah bakteri pembentuk histamin dilakukan menurut permukaan pindang. Bau agak asam dan agak basi
juga mulai terdeteksi pada hari ke 4 penyimpanan;
metoda Niven etal. (1981 ). Analisis proksimat (kadar
air, abu, protein, dan lemak)dilakukan pada bahan
sedangkan rasa dinilai hampir tawar dan rasa agak
gatal ikutan (after taste) dapat terdeteksi oleh salah
baku, serta produk pindang sebelum dan sesudah
penyimpanan (AOAC, 1 980). satu panelis.
Secara keseluruhan, penerimaan total pindang
Penelitian dilakukan menggunakan rancangan
tongkolselama 4 haripenyimpanan pada suhu kamar
acak lengkap dengan 3 kali ulangan dan data hasil
penelitian diolah menggunakan program Statistica
sangat rendah dan panelis memutuskan untuk
Rel. 6.0 (StatSoft, Inc.) menolak. Selanjutnya pada perpanjangan
penyimpanan, sampel hanya dianalisis secara kimia
dan tidak dilakukan analisis secara sensoris.
HASIL DAN BAHASAN Penolakan panelis terhadap pindang tongkol setelah
4 hari penyimpanan ini sejalan dengan penelitian
Mutu Organoleptik Heruwati et al. (1985) yang menunjukkan bahwa
pindang ba4deng kudus telah mengalami kemunduran
Hasil penilaian secara organoleptik menunjukkan mutu secara nyata pada hari ke-4 penyimpanan pada
bahwa pindang yang disimpan pada suhu kamar suhu kamar. Menurut Heruwati, et a/. (1985), lendir
mengalami perubahan nilai penerimaan yang meliputi yang timbul pada permukaan pindang disebabkan oleh
penampakan, bau, tekstur, lendir maupun penerimaan proses perkembangan bakteri pada kulit dan daging
total selama proses penyimpanan (Gambar-1). ikan, sedangkan bau agak asam dan agak basi
Setelah 2 hari penyimpanan, penurunan nilaiterlihat disebabkan oleh degradasi senyawa nitrogen maupun
pada rupa dan tekstur, sedangkan untuk bau, rasa senyawa sulfur oleh bakteri pembusuk (Connell, 1980,
dan lendrr penurunan nilai tidak signifikan (p<0,05). Lindsay,1994).

U)
s) 5'
o
u)
q)
()
p
.q)
p
0-
o ,--4-
o Tekstur/Iexfure :
-l
-Y :

=
a ai 4i
q) I
ll
i

sz 7t

n
Hdmt z)

4
I 4 0 2

Waktu penyimpanan (hari)/Sforage time (days)

Gambar 1. Hasil analisis sensoris ikan pindang tongkol selama penyimpanan pada suhu kamar.
Figure 1 .
Resu/f of sensory assessmenf of boiled salted little tuna during storage at ambient temperature

37
F. Ariyani, Yulianti dan T. Maftati

Pada penyimpanan suhudingin (5-10"C), juga permukaan pindang sangat kering sehingga
terjadi perubahan nilai penerimaan terhadap para- kontaminasi oleh bakteri pembusuk maupun jamur
meter sensoris meskipun perubahan tersebut tidak menjaditerhambat. Disamping itu, suhu yang rendah
secepat perubahan yang terjadi pada penyimpanan juga mempunyai peranan penting dalam menghambat
suhu kamar. Apabila dibandingkan dengan sebelum pertumbuhan jamur, karena pertumbuhan optimum
penyimpanan, hanya pindang yang disimpan selama jamur pada umumnya terjadi pada suhu 20-30"C
satu minggu saja yang nilainya mendekati nilai (Alexopoulos, 1962). Parameter sensoris yang
penerimaan pindang sebelum disimpan baik untuk dominan dalam penentuan penurunan nilai maupun
penampakan, bau, rasa, tekstur, maupun lendir. penolakan oleh panelis terhadap pindang tongkolyang
Setelah penyimpanan berlangsung selama 2 minggu, disimpan pada suhu dingin adalah tekstur yang

lTl

;llit
s r Bautodor

.l il::l illl 4

3
(t
(l)

o
(r>
'o'1
1''
234
' I
01234
p i 5
Teksiur/ fexlule
o
n
3
o
o
L
=
a
0) 1

llffi
J
E
z

t o-1 2 3 1

Waktu penyimpanan ( min gg u )/S torage ti m e (we e ks)

Gambar 2. Hasil analisis sensoris ikan pindang tongkol selama penyimpanan pada suhu dingin (5-10'C).
Figure 2 Resu/f of sensory asses sment of boited salted little tuna during storage at chilled temperature (5
1eq.
penurunan nilai mulai terlihat nyata (p<0,05) pada semakin keras dan liat dengan bertambahnya waktu
semua parameter sensoris, kecuali penilaian terhadap penyimpanan, sementara parameter yang lain masih
lendir yang tidak berubah selama penyimpanan dinilaitinggi. Dengan demikian apabila diambil nilai3
(Gambar-2). Mulai minggu ke 2 penyimpanan, sebagai batas penolakan oleh panelis, maka mulai
penampakan menjadi kurang menarik, dan tidak utuh; minggu ke-2 penyimpanan, pindang tongkol yang
bau agak tengik dan bau asam mulai terdeteksi, rasa disimpan pada suhu dingin sudah ditolak.
menjadi hambar tidak gurih dan tekstur menjadi sangat
keras dan liat. Halinidisebabkan karena penyimpanan Mutu Kimia
pindang pada suhu dingin, langsung dilakukan di
Kadar histamin dan TVB pada pindang tongkol
dalam naya tanpa penutup sehingga terjadidesikasi
mengalami perubahan selama penyimpanan baik pada
yang mengakibatkan hilangnya air pada permukaan
suhu kamar maupun pada suhu dingin (Gambar-3).
pindang yang pada akhirnya mengakibatkan keras
dan liatnya tekstur pindang. Berbeda dengan para- Perkembangan kadar histamin
meter sensoris yang lain, keberadaan lendir pada
permukaan pindang tidak terdeteksi sampai akhir Selama penyimpanan terjadi kenaikan histamin
penyimpanan. Hal ini dapat dimengerti karena pindang tongkol secara signifikan (p<0,05) yang

38
Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 20A4

80 80
suhu ka{nsr/Emb lent te{fP, suhu dingin/refrig temp.
70 70

E OU 60
q)
50

40 40
(!
q JU 30
-F
c 20 20
E 10 10
G
a
I
Waktu Penyimpanan (hari) WaKu Penyimpanan (minggu)
Storage time (days) Storagetime (weeks)

Gambar 3. Perkembangan kadar histamin ikan pindang tongkol selama penyimpanan


Figure 3 Histamine formation of boiled salted little tuna during storage.

kadarnya semakin tinggi dengan bertambahnya waktu sudah terbentuk pada bahan mentah sebelum diolah
penyimpanan (Gambar-3). Pada penyimpanan suhu meskipun bahan mentah yang digunakan relatif masih
kamar, kenaikan kadar histamin tidak terlalu tajam segar. Hal inidisebabkan karena kadar histamin bahan
dan sampai 6 hari penyimpanan kadar histamin baku yang memang tinggi, yakni 21,1 mg/1009.
mencapai 32,71 mgl100g. Mengacu pada standar Namun demikian setelah proses pemindangan
batas histamrn yang dikeluarkan oleh FDA, kenaikan sebelum penyimpanan, kadar histamin tidak setinggi
histamin sampai hari ke-6 sudah melebihi level pada bahan baku yang kemungkinannya telah terjadi
histamin yang harus diwaspadaitetapi masih dibawah pencucian (leaching) selama proses pemindangan.
batas yang membahayakan/menimbulkan keracunan. Berdasarkan pada penilaian kesegaran
Pada penyimpanan suhu dingin, Juga terjadi menggunakan sistem demerit poinf untuk kemunduran
kenaikan kadar histamin secara nyata (p<0,05). mutu (Branch & Varl 1985), bahan baku yang
Meskipun sudah melewati batas kandungan histamin digunakan untuk pemindangan mempunyai nilai 9
yang harus diwaspadai, peningkatan kadar histamin dengan kategori segar (Branch & Vail 1985). Fletcher
sampai penyimpanan 2 minggu masih di bawah et a/., (1996) menegaskan bahwa ikan segar yang
ambang batas yang membahayakan/menimbulkan kandungan histaminnya cukup tinggi kadang secara
keracunan sebagaimana ditentukan FDA, sedangkan sensoris masih diterima panelis.
penyimpanan selama 3 minggu menaikkan kadar Adanya histamin dalam bahan baku kemungkinan
histamin hingga di atas ambang batas yang disebabkan oleh kadar histidin bebas yang terdapat
membahayakan/menimbulkan keracunan, yakni dalam tongkol segar yang cukup tinggi sehingga terladi
51,5'1mg/1009 dan angka ini bertambah tinggi pada autolisis oleh enzim yang terdapat pada ikan tongkol.
penyimpanan 4 minggu. Kemungkinan lain adalah terjadinya kesalahan
Hasil analisis pindang tongkol setelah proses penanganan setelah ikan ditangkap sebelum sampai
pemindangan menunjukkan bahwa kadar histamin di Tempat Pendaratan lkan sehingga mengakibatkan
pindang sebelum disimpan sebesar 18,35 mg/1009, terjadinya kontaminasi oleh bakteri pembentuk
yang berarti sudah melewati batas ketentuan yang histamin.
harus diwaspadai. Mengingat bahwa pada proses Kenaikan kadar htstamin dalam pindang selama
pemindangan digunakan suhu tinggi dalam perebusan, penyimpanan pada suhu kamar maupun pada suhu
maka bakteri pembentuk histamin maupun enzim dingin kemungkinan disebabkan oleh kontaminasi oleh
dekarboksilase sebagai pemecah histidin menjadi bakteri pembentuk hrstamin. Penyimpanan pindang
histamin juga rusak. Meskipun demikian sekali dalam percobaan ini mengacu pada kebiasaan
histamin sudah terbentuk dalam suatu bahan, maka pedagang pindang yang menyimpan pindang langsung
histamin tersebut tidak akan hilang/rusak dengan dalam naya tanpa membungkusnya dengan plastik
perlakuan pembekuan, perebusan, pengasapan, atau bahan pengemas lain. Dengan demikian peluang
penggaraman maupun pengalengan (Otwell, 1989). terjadinya kontaminasi oleh bakteri pembentuk
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa histamin histamin cukup besar. Hal intsejalan dengan Nasran
F. Ariyani, Yulianti dan T. Martati

et a/. (1984) yang menyatakan bahwa meskipun relatif kadar histamrn yang biasanya direfleksikan dengan
kecil, telah terjadi kenaikan kadar histamin pada rasa gatal produk sebagai dasar penolakan panelis,
pindang kembung selama penyimpanan 4 haripada tetapi lebih disebabkan oleh tekstur yang keras dan
suhu kamar dari 13,56 mg/1009 (sebelum disimpan) liat. Meskipun penyimpanan pindang mencapai 4
menjadi 15,76m9/1009. Perbedaan kadar histamin minggu dan kadar histamin sudah melebihi batas yang
pada pindang hasil percobaan Nasran et a/. (1984) mem banaya kan/menim bu lkan keracunan
sebagaimana ditetapkan FDA, hanya 3 dariT panelis
dengan pindang tongkol dalam percobaan ini
kemungkinan karena perbedaan metoda analisis, yang dapat mendeteksi rasa gatal pada produk
perbedaan spesies, mutu, dan asal/sumber bahan i:inalng tersebut. Dari hasil evaluasi secara sensoris
baku yang digunakan. Demikian juga dengan Kose oleh pJnelis terhadap pindang yang disimpan pada
ef a/. (2003), yang menyatakan bahwa pada proses suhu kamar maupun dingin, terlihat bahwa
pembuatan tepung ikan, segera setelah perebusan kemampuan panelis untuk mendeteksi rasa gatal yang
kondisinya higienis secara mikrobiologi, kemudian disebabkan oleh kadar histamin dalam pindang tidak
terjadi kontaminasi kembali oleh bakteri dan terjadi selalu sama. Hal inidisebabkan karena kepekaan
sedikit kenaikan kadar histamin selama penyimpanan. setiap individu terhadap gejala yang ditimbulkan dari
Fletcher ef a/. (1998) memperkuat indikasiterjadinya keracunan histamin berbeda satu sama lain (Motil&
kontaminasi pada produk perikanan oleh bakteri Scrimshaw, 1979; BlakesleY, 1983).
pembentuk histamin selama penyimpanan dengan
mengamati perubahan kadar histamin pada ikan asap Kadar TotalVolatile Base (T\/B)
yang disimpan pada suhu 2OoC selama 2 hari.
Kadar TVB pindang tongkol juga mengalami
Sebanyak 25% dari lumlah sampel yang diambil perubahan selama penyimpanan. Pada penyimpanan
mengalami kenaikan kadar histamin hingga di atas
suhu kamar, kandungan TVB pada pindang terlihat
50 mg/kg bahkan 12,5o/o sampel mengalamikenaikan
naik dengan bertambahnya waktu penyimpanan, tetapi
kadar histamin melebihi 200 mg/kg.
kenaikan secara nyata terjadi setelah 4 hari
Apabila dikaitkan dengan hasil analisis secara penyimpanan (p<0,05), sedangkan penyimpanan 2
sensoris, meskipun kadar histamin pada pindang hari tidak memberikan perubahan nyata pada
tongkol yang disimpan pada suhu kamar selama 4 kandungan TVB (Gambar-4). Halserupa juga terjadi
hari masih di bawah batas yang membahayakan/ pada penyimpanan suhu dingin, yaitu terjadikenaikan
menimbulkan keracunan sebagaimana ditentukan kadar TVB pindang secara nyata dengan
FDA, produk sudah ditolak oleh panelis. Dasar bertambahnya waktu penyimpanan (p<0,05). Hal ini
penolakan yang dilakukan panelis pada percobaan mendukung hasilpenelitian Hanafiah ef a/' (1980)yang
ini lebih disebabkan oleh nilai penampakan yang menunjukkan bahwa kadar TVB pindang paso
sangat rendah sebagai akibat tumbuhnya jamur dan cakalang meningkat selama 40 hari penyimpanan pada
timbulnya lendir pada permukaan pindang, daripada suhu kamar yaitu dari 52,13 mg N/1009 sebelum
rasa gatal yang diakibatkan oleh tingginya kadar disimpan menjadi 98,1V mg N/1009 setelah
histamin, karena hanya 1 dari 5 panelis yang dapat penyimpanan. Perbedaan nilai TVB pindang pada
mendeteksirasa gatal aftertaste pada pindang dengan kedua percobaan tersebut kemungkinan disebabkan
penyimpanan 4 hari. Rasa gatal after taste tersebut oleh perbedaan bahan baku yang digunakan maupun
diawali dengan terdeteksinya rasa getir pada proses pengolahannya. Kenaikan kadar TVB produk
permulaannya kemudian berkembang menjadi rasa perikanan juga dijumpai pada telur tuna kering yang
gatal. Rasa getir yang timbul tersebut kemungkinan disimpan selama 4 minggu pada suhu 30"C
disebabkan karena terjadinya proses oksidasi lemak sebagaimana dinyatakan oleh Periago et a/. (2003).
yang terdapat pada produk; namun pada percobaan Sophanodora (1 992) juga menyatakan bahwa kadar
ini tidak dilakukan analisis deteriorasi lemak; TVB ikan teri asin kering sedikit meningkat pada
sedangkan rasa gatal erat kaitannya dengan kadar minggu pertama penyimpanan pada suhu kamar,
histamin dalam produk. Sedikit berbeda dengan kemudian meningkat tajam pada penyimpanan 3
penyimpanan pada suhu kamar, penyimpanan pindang minggu. Basa menguap merupakan senyawa hasil
pada suhu dingin mengakibatkan lambatnya laju degradasi protein karena aktivitas enzim maupun
kenaikan kadar histamin, hal ini terlihat dari kadar bakteri pembusuk. Pada umumnya TVB merupakan
histamin pindang (37,49m9/1009) yang masih di salah satu indikator terjadinya penurunan mutu/
bawah batas yang membahayakan/menimbulkan pembusukan pada ikan. Pada umumnya nilaibatas
keracunan meskipun telah disimpan selama 2 minggu. penerimaan TVB untuk ikan segar adalah 30 mgN/
Meskipun demikian, panelis telah menolak pindang 1009 (Sikorski et a\.,1990), meskipun demikian nilai
yang disimpan selama 2 minggu pada suhu dingin. inijuga tergantung pada jenis/spesies ikan. Nilaibatas
Hal ini juga membuktikan bahwa bukan tingginya penerimaan TVB untuk ikan dari perairan dingin yang

40
Jumal Penelitian Peikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

50 50

40 40

o
o 30 30

zo) zv 20
E
d) 10 10

0 0

Waktu Penyimpanan (hari) Waktu Penyimpanan (minggu)


Storage time (days) Storagetime (weeks)

Gambar4. KadarTVB pindang tongkol selama penyimpanan


Figure 4. TVB content of boiled salted liftle tuna during storage

dies berkisar30-40 mgN/1009 (Huss 1988), sedangkan dekomposisi. Hal ini terlihat dari kadar TVB yang
untuk ikan berlemak seperti herring dan mackerel, lebih tinggi dari batas yang ditetapkan sebagai hasil
batas maksimum kadar TVB adalah 20 mgN/1009 dari degradasi protein selama proses kemunduran
(Sikorski ef a/., 1990). mutu. Meskipun demikian tidak selalu terjadikorelasi
positif antara kadar histamin dengan kadar senyawa
Apabila mengacu pada nilai batas penerimaan
amin termasuk TVB (Shakila ef a/., 2003).
WB sebesar 30mgN/1009 bahan, maka penyimpanan
pindang pada suhu kamar selama 6 hari sudah
Bakteri Pembentuk Histamin
melebihi nilai batas yang ditetapkan, sementara pada
suhu dingin, kadar TVB pindang yang melebihi nilai Hasil analisis terhadap bakteri pembentuk histamin
batas penerimaan diperoleh pada pindang yang pada pindang tongkol selama penyimpanan dapat
disimpan selama 3 minggu. Dalam kaitannya dengan dilihat pada Gambar-S. Selama penyimpanan pindang
kadar histamin pindang, penyimpanan selama 6 hari tongkol pada suhu kamar terjadi kenaikan jumlah
pada suhu kamar menghasilkan kadar histamin pada bakteri pembentuk histamin secara nyata (p<0,05),
level di bawah batas yang membahayakan/ dan kenaikannya cukup tajam sampai 4 hari
menimbulkan keracunan tetapi sudah melewati batas penyimpanan, kemudian cenderung konstan sampai
yang harus diwaspadai karena bahan telah mengalami akhir penyimpanan (hari ke 6). Meskipun sedikit

10 10

R
8

O) 6
o o

4 4
o
lz
2
)o
0 0

WaKu Penyimpanan (hari) Waktu Penyimpanan (minggu)


Storage time (days) Sforage time (weeks)

Gambar 5. Jumlah bakteri pembentuk histamin ikan pindang tongkolselama penyimpanan


Figure 5. Number of histamine producing bacteria of boiled salted little tuna during storage

41
F. Ariyani, Yuliantidan T. Maftati

berfluktuasi, pola yang sama juga terjadi pada kenaikan suhu dingin hanya setengah darijumlah kolonibakteri
bakteri pembentuk histamin dari pindang tongkolyang pindang tongkol yang disimpan dengan waktu yang
disimpan pada suhu dingin. Kenaikan cukup tajam sama pada suhu kamar. Hal ini diduga karena jenis
terjadi sampai penyimpanan 2 minggu kemudian bakteri pembentuk histamin yang aktif pada suhu
cenderung konstan sampai akhir penyimpanan (4 kamar berbeda dengan bakteri pembentuk histamin
minggu). Penggunaan suhu tinggi pada saat yang
'Proieusaktif pada suhu dingin. Telah diketahui bahwa
perebusan akan membunuh bakteri pembentuk spp dan Morganella morganii merupakan
histamin, hal ini terlihat dari hasil analisis secara bakteri yang memberikan kontribusi terbanyak dalam
mikrobiologi yang menunjukkan tidak ditemukannya pembentukan histamin pada suhu kamar (Ababouch
bakteri pembentuk histamin pada pindang setelah et at., 1992, Lopez-Sabater et al ' 1996' Kim ef a/ ,

selesai perebusan sebelum penyimpanan Meskipun 20 0 3 ) sed an gkan P h oto b acte ri u m ph o sp h ore u m dan
demikian dengan berjalannya waktu penyimpanan baik P hotob acte ri u m h i sta m i num meru pakan bakteri yan g
pada suhu kamar maupun suhu dingin, terjadi aktif membentuk histamin pada suhu dingin (Fujii et
kenaikan jumlah bakteri pemoentuk histamin. a|.,1994,lshimoto ef a/., 1995). Hal ini berarti bahwa
Kontaminasi kembali produk pindang oleh bakteri meskipun jumlahnya tidak sebanyak baktert
pembentuk histamin merupakan kemungkinan yang pembentuk histamin yang aktif pada suhu kamar,
dapat menjelaskan fenomena ini. Menurut Gingerich bakteri pembentuk histamin yang aktif pada suhu
et at. (2001), pada fasilitas yang digunakan ditempat dingin tetap dapat tumbuh dengan kecepatan yang
penanganan dan pengolahan ikan mahi-mahi, tuna dan lebih rendah dibanding dengan kecepatan
mackerel (meja pemotongan, pisau, bahan pengemas, pertumbuhan bakteriyang aktif pada suhu kamar.
lantai, pintu dsb), ditemukan bakteri pembentuk
histamin antara lain K/ebsle/la sp., Vibrio alginolyticus KESIMPULAN
dan Aeromonas sp. Hal yang sama juga dilakukan
oleh Subburaletal. dalam Lehane & Olley (1999)yang Dari hasil penelitian terhadap perkembangan kadar
menemukan beberapa bakteri pembentuk histamin histamin dan pengamatan mutu ikan pindang tongkol
antara lain Morganella spp pada peralatan dan selama penyimpanan, diperoleh beberapa informasi
lingkungan di pasar ikan (wadah untuk membawa ikan, sebagaiberikut:
es, lantai dan air untuk membasahi ikan) di Mangalor - Kadar histamin ikan pindang tongkol sebelum
India. Mengingat bahwa bakteri pembentuk histamtn disimpan sudah cukup tinggi yakni pada level
pada umumnya tumbuh dengan cepat pada suhu yang harus diwaspadai dan terjadi peningkatan
32,2'C (FDA, 1998), maka kontaminasi kembali cukup nyata dengan bertambahnya waktu
pindang selama penyimpanan pada suhu kamar penylmpanan.
sangat mungkin terjadi. Kontaminasi pindang tongkol - Penyimpanan pindang tongkol pada suhu kamar
selama penyimpanan suhu dingin oleh bakteri selama 6 hari menaikkan kadar histamin hingga
pembentuk histamin kemungkinan juga terjadi karena 32,71 mgl100g, namun masih di bawah level
beberapa bakteri seperti Photobacterium yang membahayakan/menimbulkan keracunan;
phosphoreum juga memproduksi histamin pada suhu sedangkan penyimpanan pindang tongkol pada
rendah (lshimoto ef a/., 1995). suhu dingin selama 3 minggu atau lebih
Meskipun kadar histamin dan jumlah bakteri menaikkan kadar histamin menjadi 66,36m9/
pembentuk histamin pada percobaan ini cenderung 1009 hingga melewati batas Yang
naik, namun nampaknya terjadi sedikit perbedaan membahayakan/menimbulkan keracunan.
pada laju kenaikannya, karena kadar histamin - Meskipun tidak selalu terjadi korelasi posistif,
cenderung naik sampai akhir penyimpanan, terdapat kecenderungan kenaikan kadar
sedangkan lumlah bakteri naik pada awal histamin, kadar TVB dan jumlah bakteri
pepyimpanan kemudian cenderung konstan di akhir pembentuk histamin selama penyimpanan.
penyimpanan. Fletcher et al. (1998), menyatakan - Dad aspek sensoris, panelis menolak pindang
bahwa tidak terdapat hubungan yang konsisten antara tongkolyang disimpan selama 4 hari pada suhu
jumlah bakteri pembentuk histamin dan kadar histamin kamar, sedangkan pindang tongkol yang
yang diperoleh pada beberapa sampel ikan asap di disimpan pada suhu dingin sudah ditolak panelis
pasar ikan Auckland. Fenomena ini juga didukung pada minggu ke 2 tetapi bukan karena rasa gatal.
oleh Fujir ef a/. (1 994) yang menyatakan bahwa pada - Penelitian lebih lanjut mengenai jenis bakteri
suhu rendah pembentukan histamin dapat terjadi pembentuk histamin yang bertanggung jawab
meskipun jumlah bakteri pembentuk histamin rendah. pada produk olahan selama proses maupun
Jumlah koloni bakteri pembentuk histamin pada selama penyimpanan diharapkan dapat
pindang tongkolyang disimpan selama 1 minggu pada digunakan untuk merakit paket penanganan,

42
Jumal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2N4

pengolahan dan penyimpanan produk melalui Hanson, S.W., Knowels, M.J. andAl-Kasadi, A.S. 1985.
pengontrolan bakteri yang bertanggung jawab. Histamine in Southeast Asian cured fish and
changes in histamine levels during salting and dry-
ing. ln Reilly, A. (ed.) Spoilage of Tropical Fish and
DAFTARPUSTAKA
Product Development. P/oc. of the @ Session of fhe
Ababough, L.,Afilal, M.E., Rhafiri, S. and Busta, F.F. 1992. I ndoPacific FisDenes Commi ssion Working Party on

ldentification of histamine-producing bacteria iso- Fish Technology and Mafteting. RMIT, Melbourne,
faled from sardine (Sardina ptlchardus) stored in ice Australia, 23-26 October 1984. p. 386-392.
and at ambient temperature (25 degree Cl. Food Hardy, R. and Smith, J.G.M. 1976. The storage of mack-
Microbiol. 8(2): 127 -131t. erel (Scornber scombrus). Development of histamine
Afexopoulos, C.J. 1962. lntroductory Mycology.2nd. New and rancidity. J. Sci. Food Agric.27:295-299.
York. John Wley & Sons, Inc.p8 Heruwati, E.S., Kamarijani dan Soedarsono, J. 1985.
Anonim. 2003. Sfatistik Perikanan Tangkap lndonesia. Pindang bandeng Kudus. ll. Perubahan mutu yang
Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal terjadi selama penyimpanan. Lap. Penel. Teknol.
Perikanan Tangkap. Jakarta: p. 7O-71 Perik. (41):'15-20.
AOAC 1980. Official Methods of Analysis, 1 3th ed. Method Huss, H.H. 1988. Fresh Fish - Quality and Quality
no. 24.046. Association of Official Analytical Chem- Changes. ATraining Manual.FAO of the UNO, Rome,
ists. Washington, D.C. 134 pp.
Blakesley, M.L. 1983. Scombroid poisoning: Prompl reso- fnfofish, 1987. Histamine poisoning. INFOFISH Mar-
fution of symptoms with citimedine. Annal of Emer- keting Digesf. 2/87: 38-39.
gency Medicine 12: 104 lshimoto, R., Kasama, K. and Morii, H. 1995. Histamine
Branch, A.C. and Vail, A.M.A. 1985. Bringing fish inspec- formation and bacterial flora in mackerel stored in
tion into the computer age. Food Technol. Aust.37 ice and at temperature of ice. Nippon Suisan
(8): 352-355 Gakkaishi 60(6): 763-772.
Connell, J.J. 1980. Control of Fish Quality. 4. Quality Kim, S.H., Banos-Velazquez, J., Ben-Gigrey, B., Eun, J.B.,
Deteioration and Defects in Products. England. Fish- Jun, S.H., Wei, C.l. andAn, H.J.2003. ldentification of
ing New Books Ltd. p. 56-105. the main bacteria contributing to histamine forma-
FDA, 1998. Compendium of Fish and Fishery Product, tion in seafood to ensure product safety. Food Scl.
Processes, Hazards and Controls th ed. Chemical Biotechnol. 1 2(4): 451-460.
Hazards and Controls. Department of Health and Kose, S., Quantick, P and Hall, G. 2003. Changes in the
Human Services, Public Health Service, Food and levels of histamine during processing and storage
Drug Administration, Center for Food Safety and Ap- of fish meal. Anim. Feed Sci. Technol.107(1-4): 161-
plied Nutrition, Office of Seafood, Washington, D.C.p. 172.
27.1-27.7. Lehane, L. and Olley, J. 1999. Hlslamine (Scombroid)
Fletcher, G.C., Summers, G., Winchester, R.V and Wong, Fish Poisoning. A Reviev,t in a Risk-Assessrnenf
R.J. 1996. Histamine and histidin in New Zealand Framework. National Office of Animal and Plant
marine fish and shellfish species, particularly Health, Canberra. 52 pp
kahawai (Anipis trutta). J. Aqua. Food Prod. Technol. Lindsay, R.C. 1994. Flavour of fish. /n Shahidi, F. and
a(2j:53-74. Botta, J.R. (eds.). Seafoods: Chemistry, Processing
Fletcher, G.C., Summers, G. and van Veghel, P.W.C. 1998. Technology and Quality. London. Chapman & Hall.
Levels of histamine and histamine-producing bacte- p75-84.
ria in smoked fish from New Zealand markets. J. Lopez-Sabater, E.1., Rodriguez-Jerez, J.J., Hernandez-
Food Prot. 61 (8); 106a-1070. Herrero, M. and Mora-Ventura, M.T. 1996. Incidence
Fujii, T., Kurihara, K. and Okuzumi, M. 1994. Viability and of histamine-forming baderia and histamine content
hisitidine decarboxylase activity of halophilic hista- in scombroid fish species from retail markets in the
mine-forming bacteria during frozen storage. J. Food Barcefona area. lnt. J. Faod Microbiol. 28(3\: 411-
Prot. 57 (7): 611 -61 3 .
418.
Gingerich, T.M., Lorca, T., Flick, G.J. Jr., McNair, H.M. and Motil, K.J. and Scrimshaw, N.S. 1979. The role of exo-
Pierson, M.D. 2001. lsolation of histamine-produc- genous histamine in scombroid poisoning. Toxicol-
ing bacteria from fish-processing facilities and fish- ogy Lefters 3:219-223.
ing vessels. J. Aqua. Food Prod. Technol. l0(3): 61- Nasran, S. 1980. Present status dalam usaha
66. pemindangan /n. llyas, S dan Nasran, S. (eds.)
Gopakumar, K. 1997. Tropical Fishery Products; Some Teknologi Pengol ah an Pindang. Jakarta. Lembaga
Traditional Dried and Smoke Cured Products. New Penelitian Teknologi Perikanan, badan Litbang
Hampshire. Sci. Publ., Inc. p.14-67. Pertanian, Departemen Pertanian. p. 1-17.
Hanafiah, T.A.R., Hendarti, T.S. dan Rahayu, S. 1980. Nasran, S., Setyaningsih, I, Anggawati, A.M. and Putro, S.
Beberapa macam perubahan mutu pindang-garam 1984. Histamine formation in boiled salted
cakalang selama penyimpanan pada suhu kamar. ("pindang") mackerel. Lap. Penel. Teknol. Penk. Q7}
Bull. Penel. Penk. 1(1): 89-99. 1-9.

43
F Arivani, Yulianti dan T Martati

Niven, C.F., Jr., Jeffrey, M.8., and Corlett, D'A'Jr' 1981'


hydrochloric acid). /n K. Miwa, and L'S' Ji'' (eds )
Differential plating medium for quantitative detection Liboratory Manua! on Analytical Methods and Pro-
Fish'
of histamine'producing bacteria. Appl' Environ' cedures for Fish and Fish Products' 2'd' Marine
Res, Dep., SEAFDEC, Singapore' p' B-8'1-B-8 5
Microbiol. 41 (1)'. 321 -322.
Otwefl. W.S . 1989. Scombroid Poisoning' An Advisory Sikorski, 2.E., Kolakowska, A and Burt, J'R' 1990'
Nofe. University of Florida' p. 1-5 Postharvest biochemical and microbial changes' /n
Sikorski, Z.E. (ed.) Seafood; Resources, Nutritional
Pan, B.S. 1988. Formation of histamine toxicity Unde-
Composition and Preseruation' CRC Press Inc'' Boca
sirable factors in dried fish products' ln Burt, J'R'
Raton, FL. P 55-75.
(ed.) Flsh Smoking and Drying: The Effect of Smok'
ing'and Drying on the Nutitional Propefties of Fish' Shakila, R.J., Vijayalakshmi, K. and Jeyasekaran' G'
London: Elsev. APPI. Sci. P.85-90 ZoOi. Cnangei in nistamine and volatile amines in
six commerCially important species of fish of the
Periago, M.J., Rodrigo, J., Ros, G., Rodriguez-Jerez, J'J'
Thoothukkudi coast of Tamil Nadu, lndia stored at
ani Hernandez-Herrero, M. 2003. Monitoring volatile
ambient temperature. Food Chem' 82(3): 347'352'
and nonvolatile amines in dried and salted roes of
lurra (Thunnus thynnus) during manufacture and stor- Sophanodora, P. 1992. Quality evaluation and storage
age J. Food Prot.66(2): 335-3a0. stability of boiled dried anchovies' Indo Pacific Fish-
ery Commission. Paper presented at the EJghf Ses-
Saliy, H.A., Price, R.S. and Brown, W. 1980' Histamine
sion of the lndo'Paciftc Fishery Commission Work'
formation by bacteria isolated from skipjack tuna' Bul-
letin of the Japanese Sociefy of Scientific Fishencs
ing Party on Fish Technology and Marketing'
Vogyafaria, 24-27 September 1991' Rome' FAO p'
46:991-995.
314-31L
Sarnianto, P., lrianto, H.E. and Putro, S. 1985' Studies
Suparno, Bustaman, S., dan Hanafiah' TAR' 1980'
on the histamine content of fermented fishery prod-
Mengamati berbagai aspek s€lama proses
ucts. /n Reilly, A. (ed.) Spoilage of Tropical Fish and
pemiidangan-air-garam (cue)' Dalam llyas' S dan
Product Developmenl. Proc. of the dh Session of the
lndo-Pacific Flshenes Commission Wo*ing Party on
itl".r"n, 5. ("0t.)' Prosiding Seminar Teknologi
Pengolahan Pindang, Jakafta 1'2 Desember 1980'
Fish Technology and Marketing. RMIT' Melbourne'
Australia, 23-26 October 1984. p. 382-385'
lemiaga Penelitian Teknologi Perikanan Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian' 1-18'
Siang, N C. and Kim. L.L. lgg2 Determination of trt-
Yunizal,Anggawati A.M. and Putro, S 1984' Histamine
nietfrytarnine oxide (TMAO-N), trimethylamine (TMA-
formation in dry-salted mackerel' Lap' Penel' Teknol'
N), total volatile basic nitrogen (TVB-N) by Conway's
Perik. (37).33-45.
microdiffusion method. (1% boric acid and 0 02N
Jumal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

LAMPIRAN lIAPPENDIX 1

Lembar Penilaian Organoleptik lkan Pindang/Score Sheetfor SensoryAssessment of Boiled Salted Fish

Faktor yang dinilai/ Kode sampel/


Diskri psi/D esc ri pti o n
Factors to be assessed Sample code
Penampakan/ 5- utuh, bersih, rapi, menariklvvhole, clean, bnght,
Appearance attractive
4- utuh, kurang rapi, bersih, menariklvvho/e, /ess bright,
clean, attractive
3- ada bagian yang pecahlsome parts broken
2- aoak kotorlsliohtlv dirtv
1- kotorldirtv
BaulOdor 5- harum, segar lodoriferous, freshly cooked
4- kurang segar/ fresh odours decrease
3-agak bau asam, agak tengiklslightly sour, slightly
rancid.
2- tengik, basilrancid, stale
1- tengik dan busuk/rancid and spoiled

Rasa/Iasfe 5- enak, gurih, tidak gatalldelicious,. tasty, not itchy


4- enak, kurang gurih, tidak gatalldelicious, /ess tasfy,
not itchv
3- hampir tawar, agak gatal/ nearly plain, slightly itchy
2.ndak enak, rasa basi, gatal/not delicious, stale, itchy
1- busuk, gatal sekalilspoiled, very itchy

Tekstur/ fexfure 5- utuh, padat, kompak/wfiole, solid, compact


4- retak-retak, padat, kompak/cracking, solid, compact
g- agef Oerair, tonggar, rapuh (agak keras, agak liat)/ s/.
moist, /oose, fragile (sl. hard, sl. tough)
2- basah, berair (keras ,liat)lwet, moist (had, tough)
1- lengket, basah, mudah terurai (sangat keras, sangat
liat)lsticky, wet, easily decompose (very hard, very tough)

Lendir/S/lme 5- tidak berlendir/no s/ime


4- lendir tipis, tidak jelas, tidak berbau/s/ime thin, not
transparant, not smelly
3- lendir agak kentallslime slightly vlscous
2- lendir basi/s/ime sfa/e
1- lendir busuk/s/ime spoiled

Penerimaan lolall Total 5- sangat sukalvery like


acceptance 4- sukallike
3- agak sukalslightlY like
2- tidak suka/dls/rke
1- sangat tidak suka/dislike very much

45
F. Ariyani, Yulianti dan T. Madati

LAMPIRAN 2IAPPEND'X 2.

Lembar Penilaian Organoleptik lkan segar menurut skema TFRlJtScore Sheet forAssessment of fresh fish
according to TF RU scheme

Sample code =

OBSERVAT'ON SCORE OBSERVATION SCORE MARKING


PPEAR:ANCE GILLS; very fresh = 0
very bright 0 colour very spoiled = 39
bright 1 characteristic 0
slightly dull 2 slightly datu, slightly faded I

dull 3 very datu, very faded 2

SK'N mucus
firm 0 absent 0
sofl 1 moderate 1

excessive 2
SCALES
firm 0 smell
slightly loose 1 fresh oily, metallic, seaweed 0
,l
/oose 2 fishy
sta/e z
SLIME sporTf J
absenf n
slightly slimy 1 BELLY:
slimy 2 discoloration
very slimy absent 0
detectable 1

srrFF rEss moderate 2


pre-ngor 0 excessive
igor I

post-ngor z firmness
firm 0
EYES; soft 1

Clarity burst
clear 0
slightly cloudy 1 VENT:
cloudy 2 condition
normal U
Shape slightly break, exudes 1

normal 0 excessive, opening 2


slightly sunken ,

sunken 2 smell
tresh
lrish neutral 1

visible 0 fishy z
not visible 1 spoilt J

Blood BELLY CAVITY:


no blood 0 stalns
slightly bloody 1 opalescent 0
very bloody z greyish I
,
yellow-brown 2
blood
red 0
dark red t

46

Anda mungkin juga menyukai