Anda di halaman 1dari 10

Nama : Marlyani Tamara

Kelas : Alpha 2019


NIM : 04011281924112

LI : Kromosom

1.Pengertian dan Bentuk Kromosom Manusia

Kromosom berasal dari kata chroma yang berarti warna dan soma yang berarti badan.
Kromosom terletak di dalam inti sel dan berfungsi untuk membawa informasi genetika karena
kromosom mengandung gen.

Berdasarkan letak kromosom di dalam tubuh, kromosom dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu kromosom tubuh (autosom) dan kromosom kelamin (kromosom gonosom).Kromosom
Tubuh (Autosom) berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan sifat-sifat tubuh makhluk hidup.
Kromosom ini tidak berperan dalam mengatur jenis kelamin. Autosom terdapat pada individu
jantan dan individu betina dengan jumlah yang sama dan berpasangan (diploid). Gonosom
adalah kromosom kelamin yang dapat menentukan jenis kelamin. Gonosom ini berjumlah satu
pasang dan bersifat haploid. Kromosom gonosom berfungsi untuk menentukan jenis kelamin,
yang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kromosom seks X dan kromosom seks Y.

Menurut WANG, dkk.(2009: 22-31) , kromosom adalah struktur dalam sel yang
mengandung infomasi genetik. Citra kromosom saat sel dalam fase metafase berguna untuk
mendiagnosis kelainan genetik dan mendeteksi kemungkinan timbulnya kanker. Analisa citra
kromosom dilakukan oleh seorang ahli sitogenetik untuk mendeteksi adanya kerusakan
kromosom baik secara jumlah maupun struktur. Kromosom manusia normal terdiri dari 22
pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom gonosom, baik XX maupun XY.

Secara umum, kromosom terdiri dari dua bagian, yakni: sentromer dan kromonema
(lengan). Sentromer merupakan bagian kepala kromosom berbentuk bulat yang merupakan pusat
kromosom dan membagi kromosom menjadi dua lengan. Sentromer disebut juga kinetokor yang
berfusngi sebagai tempat melekatnya benang-benang spindel. Sentromer membagi kromosom
menjadi dua lengan(kromonema) yakni lengan pendek(p-arm) dan lengan panjang(q-arm).
Bagian paling ujung lengan kromosom dinamakan telomere yang berfungsi untuk menjaga
kestabilan benang-benang kromatin agar tidak terurai.

Kromosom terdiri atas benang-benang halus yang disebut dengan kromatin. Kromatin ini
nantinya akan dipilin membentuk kromatid dengan bantuan protein histon. Kromatid yang
terbentuk akan mengganda membentuk kromosom.

Berdasarkan letak sentromernya, kromosom dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk:


a.Telosentrik : Kromosom yang letak sentromernya berada di ujung kromosom sehingga
kromosom hanya mempunyai satu lengan.

b.Akrosentrik : Kromosom yang letak sentromernya mendekati salah satu ujung kromosom;
salah satu lengan kromosom sangat pendek.

c.Submetasentrik : Kromosom yang letak sentromernya mendekati bagian tengah kromosom;


salah satu lengan kromosomnya pendek dan antarkedua lengan tidak sama
panjang.

d.Metasentrik : Kromosom yang letak sentromernya berada di tengah-tengah sehingga bentuk


kromosom tampak seperti huruf V. Kedua lengan kromosom sama panjang.

Dalam buku Internasional System for Human Cytogenetics Nomenclature (ISCN:2009)


kromosom manusia dikelompokan menjadi 7 kelompok utama:

1)Kelompok A (Kromosom 1-3) : Kromosom metasentrik berukuran besar dan mudah dibedakan
dengan yang lain karena ukurannya dan letak sentromernya.

2)Kelompok B (Kromosom 4-5) : 2 Kromosom submetasentrik berukuran besar.

3)Kelompok C (Kromosom 6-12, X) : Kromosom metasentrik dan submetasentrik berukuran


sedang.

4)Kelompok D (Kromosom 13-15) : Kromosom akrosentrik berukuran sedang dan memiliki


satelit.

5)Kelompok E (Kromosom 16-18) : Kromosom metasentrik dan submetasentrik berukuran kecil.

6)Kelompok F (Kromosom 19-20) : Kromosom metasentrik berkuran sangat kecil.

7)Kelompok G (Kromosom 21-22, Y) : Kromosom akrosentrik berukuran sangat kecil dan


memiliki satelit kecuali kromosom Y.

2. Kelainan Kromosom

Menurut atlasgeneticsoncology 2006, kelainan kromosom akibat mutasi dibedakan


menjadi 2 macam:

a.Kelainan struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang terjadi karena struktur kromosom berubah.
Ketika struktur kromosom diubah, ini dapat mengambil beberapa bentuk:
1)Delesi/Penghapusan : Sebagian kromosom hilang atau dihapus. Gangguan yang diketahui pada
manusia termasuk sindrom Wolf-Hirschhorn , yang disebabkan oleh penghapusan sebagian
lengan pendek kromosom 4; dan sindrom Jacobsen , juga disebut gangguan penghapusan
terminal 11q. Delesi kromosom berakibat fatal.
2)Duplikasi : Sebagian kromosom diduplikasi, menghasilkan materi genetik
tambahan. Gangguan manusia yang diketahui termasuk penyakit Charcot-Marie-Tooth tipe 1A ,
yang dapat disebabkan oleh duplikasi gen pengkode protein myelin perifer protein 22 (PMP22)
pada kromosom 17.Duplikasi berakibat fatal dan bisa menimbulkan penyakit karena kromosom
yang berlebih menimbulkan kebingungan informasi.

3)Translokasi : Sebagian dari satu kromosom ditransfer ke kromosom lain. Ada dua jenis
translokasi utama:
i)Translokasi timbal balik : Segmen dari dua kromosom yang berbeda telah dipertukarkan.
ii)Translokasi Robertsonian : Pada translokasi Robertsonian, kedua lengan pendek kromosom
hilang dan lengan panjangnya membentuk kromosom baru. Translokasi Robertsonian biasanya
terjadi pada kromosom dengan bentuk akrosentrik (kromosom yang letak sentromernya berada
mendekati ujung, salah satu lengan pendeknya sangat pendek sehingga seperti tidak terlihat).
Translokasi Robertsonian pada manusia terjadi pada kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22
Prinsipnya, translokasi ini terjadi akibat pecahnya kromosom /fragmen yang kemudian
bergabung dengan suatu kromosom nonhomolog. Jika translokasi pada kromosom orang tua
terjadi balanced translocation, maka anaknya akan aman(tidak punya kelainan penyakit). Namun
jika terjadi unbalanced translocation pada kromosom orang tuanya, maka akan timbul penyakit
pada anaknya. Contohnya : penyakit leukemia(kelainan pada kromosom nomor 20 dan 4).

4)Inversi : Sebagian kromosom telah putus, terbalik, dan disambungkan kembali, oleh karena itu
materi genetiknya terbalik/tukar posisi. Ada dua jenis yakni: peri inversi yang melibatkan
sentromer di mana materi genetiknya saling bertukar menyeberangi sentromer dan para inversi
yang tidak melibatkan sentromer di mana materi genetiknya hanya bertukar di lengan yang
sama saja,tidak menyeberangi sentromer.

5)Cincin/Ring Kromosom : Sebagian kromosom telah putus dan membentuk lingkaran atau
cincin. Ini bisa terjadi dengan atau tanpa kehilangan materi genetik. Cincin kromosom terjadi
pada laki-laki.

6)Isochromosome : Terjadi saat di mana seharusnya kromosom terpotong secara vertical menjadi
terpotong secara horizontal sehingga lengan p bertemu dengan lengan p dan lengan q bertemu
dengan lengan q. Isochromosome terjadi pada wanita.

b.Kelainan numerik

Kelainan numerik adalah kelainan pada jumlah kromosom yang dibedakan menjadi dua macam
yakni:

1)Aneuploidi : perubahan satu dari beberapa kromosom dalam satu set kromosom.
a)Trisomi (2n+1) = AAA BB CC

b)Monosomi (2n-1) = AA B CC

c)Nulisomi (2n-2) = BB CC
d)Trisomi (2n+1) = AAA B CC

e)Tetrasomi(2n+2) = AA BB CCCC

2)Euploid : perubahan pada seluruh sel kromosom

a)Monoploid = satu set kromosom (n), misal : A B C

b)Triploid = tiga set kromosom (3n), misal : AAA BBB CCC

c)Tetraploid = empat set kromosom (4n), misal : AAAA BBBB CCCC

3. Analisis Kromosom

Analisis kromosom manusia dibedakan menjadi dua metode yakni: metode konvensional
dan metode molekuler.

1)Metode konvensional

Contoh metode konvensional adalah dengan kariotyping. Menurut Sampat, M,P., Bovik
dkk.(2005: 1209-1223), proses analisa citra kromosom dilakukan dengan mengklasifikasikan
kromosom berdasarkan panjang dan bentuknya sehingga dihasilkan ideogram. Proses tersebut
dinamakan kariotipe. Kariotipe dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan (aberasi)
kromosom akibat paparan radiasi. Kariotipe umumnya dilakukan dengan cara mengambil citra
sel pada saat metafase sehingga kromosom terlihat jelas terlebih dahulu, kemudian menggunting
setiap citra kromosom dan mengidentifikasi masing-masing kromosom untuk dibuat
ideogramnya.

Pembuatan ideogram secara manual adalah dengan melihat kromosom pada mikroskop
biasa dengan resolusi ≥ 5 Mb dan menyusun kromosom dari yang terbesar hingga terkecil dan
mengolongkannya dalam kelompok A-G. Proses tersebut sangat menyita waktu dan tenaga
sehingga telah banyak dikembangkan perangkat lunak untuk membantu kariotipe kromosom baik
yang otomatis maupun semiotomatis. Perangkat lunak otomatis dapat langsung membuat
ideogram dari citra kromosom, sedangkan semiotomatis tetap membutuhkan operator untuk
membuat ideogram. Secara umum proses kariotipe menggunakan perangkat lunak semi otomatis
memiliki kelebihan karena dapat memisahkan citra kromosom yang tumpang tindih dan
meningkatkan intensitas pita (bands) kromosom pada kromosom hasil teknik G-Banding.
Struktur urutan prosedur (flowchart) pada perangkat lunak semi otomatis dimulai dari proses
normalisasi background citra menjadi putih dan peningkatan intensitas warna gelap pada pita
kromosom sehingga dihasilkan citra kromosom yang lebih baik untuk diurutkan menjadi
ideogram. Urutan prosedur perangkat lunak semiotomatis untuk kariotyping adalah:

1.Citra kromosom sel somatik tunggal pada stasium metaphase


2.Normalisasi background citra dan peningkatan intensitas warna pita
3.Segmentasi kromosom tumpang tindih atau berhimpitan
4.Klasifikasi kromosom sel somatik tunggal

Perangkat lunak semi otomatis memiliki kemampuan cukup baik untuk memisahkan citra
kromosom yang tumpang tindih maupun menormalisasi background menjadi putih. Salah satu
perangkat lunak tersebut adalah Cytovision 3.6(berbayar) SmartType Express(gratis).
Pengklasifikasian kromosom baik pada Cytovision 3.6 maupun Smart Type Express dilakukan
berdasarkan kurva tingkat intensitas warna gelap pada kromosom. Citra kromosom yang
digunakan memiliki pita terang dan gelap pada lengan kromosom. Hal tersebut dikarenakan citra
kromosom yang digunakan dalam penelitian adalah citra kromosom hasil teknik G-banding.

Menurut Suryo(2004), teknik banding atau teknik pembentukan pita/jalur dilakukan


dengan membentuk pita-pita (bands) melintang pada kromosom. Beberapa daerah di kromosom
akan memiliki pita terang sedangkan yang lainnya tampak gelap. Pita terang dan gelap akan
berselang-seling pada kromosom. Masing-masing kromosom memiliki distribusi pita terang dan
gelap yang berbeda-beda. Dengan demikian klasifikasi kromosom dan pendeteksian kerusakan
kromosom akan lebih mudah dilakukan.

Selain menggunakan perbedaan kurva tingkat intensitas warna gelap, pengklasifikasian


kromosom mungkin juga dilakukan berdasarkan nilai indeks sentromer (Centromeric Index) tiap
kromosom(Hamami, L., Abdesslam, H., dan R, Hauron:2005). Indeks sentromer adalah rasio
antara panjang lengan pendek kromosom dengan panjang keseluruhan kromosom(Dwi
Ramadhani,dkk: 2011).

CI = p
p+q

Keterangan:

p : panjang lengan pendek kromosom

q : panjang lengan panjang kromosom

Secara ringkas, pembuatan kariogram dan idiogram menurut Ahmad et al.;1983 adalah
sebagai berikut:
Kariogram : mengatur pasangan-pasangan kromosomberdasarkan urutan dari rasio terkecil
sampai yang terbesar
Idiogram : merata-ratakan panjang lengan setiap pasangan kromosomdan diatur berdasarkan
urutan panjang total kromosom dari terkecil – terbesar/pasangan kromosom ini dikelompokkan
berdasarkan rasionya
1. Rasio 1,0 - <1,7 termasuk kelompok metasentris
2. Rasio 1,7 - <3,0 termasuk kelompok submetasentris
3. Rasio 3,0 - <7,0 termasuk kelompok subtelosentris/akrosentris
4. Rasio > 7,0 termasuk kelompok telosentris

Selain itu ada juga penentuan pasangan kromosom dengan menggunakan diagram pencar
(scatter plot). Menurut Ahmad et al.; 1983
, cara pembuatan diagram pencar atau scatter plot adalah sebagai berikut
a. Mula-mula kromosom dalam satu sel diberi nomor secara acak.

b. Kemudian dengan menggunakan diagram pencar (scatter plot), yaitu dengan menggunakan
sumbu Y sebagai panjang total dan sumbu X sebagai ratio lengan. Setiap titik dalam diagram
pencar diberi nomor sesuai dengan nomor kromosom.

c. Kemudian kromosom dipasang-pasangkan berdasarkan 2 titik yang berdekatan.

d. Apabila terdapat lebih dari 2 titik yang berdekatan, penentuan pasangan dapat dilakukan
dengan melihat tipe kromosom. Tipe kromosom yang sama menunjukkan pasangan kromosom
yang sama.

2)Metode Molekuler

a. FISH (Fluorescent In Situ Hybridization)

FISH adalah teknik sitogenetik molekuler yang mampu mendeteksi kelainan struktur
kromosom yang sangat kecil < 4Mb, dengan menggunakan mikroskop fluoresens (Bishop,
2010). Teknik ini sangat spesifik karena hibridisasi hanya terjadi antara probe dan spesimen yang
akan dianalisis dalam lokus target yang spesifik dari suatu kromosom (Angelovska, et al., 2007),
juga memiliki sensitivitas sangat tinggi hingga 10 kb serta kecepatan tes dari material FISH
dapat berproses dalam 4-24 jam (Bishop, 2010). Sehingga teknik ini dapat menjembatani jarak
antara teknik analisis kromosom metafase konventional dengan analisis molekuler (DNA)
(Angelovska, et al., 2007). Secara umum, teknik ini telah disepakati sebagai alat laboratorium
klinis (Bishop, 2010). Secara konseptual, teknik FISH sangat sederhana yang pada dasarnya
terdiri dari hibridisasi probe (Volpi & Bridger, 2008) dan menjadi teknik pilihan untuk
menentukan lokasi sekuen dari nucleic acid yang spesifik (Jeffrey et al., 2003).
Gambar 1. Prinsip kerja teknik FISH (Bishop, 2010).
Prinsip kerja dari teknik FISH adalah dengan mempersiapkan elemen dasar probe DNA dan
urutan target yang diinginkan (Gambar 1A) dalam hal ini probe yang dipilih harus spesifik,
sensitif dan mudah untuk masuk dalam jaringan (Moter & Gobel, 2000), karena pemilihan probe
sangat penting dalam menganalisis kelainan genetik (Bishop, 2010). Sebelum dilakukan tahap
hibridisasi, probe DNA diberi label secara tidak langsung dengan hapten atau diberi label secara
langsung dengan menggunakan penggabungan fluorophore (gambar 1B) (Bishop, 2010). Cara
yang umum dipakai adalah cara langsung karena tidak memerlukan langkah deteksi lanjut
setelah dihibridisasi sehingga lebih mudah, murah dan cepat (Moter, & Gobel, 2000).
Selanjutnya probe DNA berlabel dan DNA target didenaturasi untuk menghasilkan untaian DNA
tunggal (gambar IC). Kemudian probe DNA dan DNA target digabungkan, memungkinkan
annealing of complementary urutan DNA (gambar 1D) pada probe yang dilabel secara tidak
langsung maka diperlukan langkah tambahan untuk memvisualisasi hapten non-fluoresensi
dengan menggunakan sistem deteksi enzimatik atau imunologi, selanjutnya sinyal dapat
dievaluasi dengan menggunakan mikroskop fluoresens (gambar 1E) (Bishop, 2010).
Gambar 2. Fluoresensi pada FISH, 2 probe kontrol menunjukkan kromosom 22, hilangnya
pendar warna merah menunjukkan mikrodelesi

Kemampuan penting dari teknik FISH adalah dengan menentukan multicolor probe secara
bersamaan. Hal — ini sangat berguna untuk mendeteksi kelainan struktur yang melibatkan
daerah kromosom yang berbeda dan mendeteksi kelainan jumlah secara paralel (Bishop, 2010,
Volpi & Bridger, 2008).
FISH berperan pada diagnostik genetik. Pada kelainan kromosom seperti sindroma
mikrodelesi dan mikroduplikasi di mana kelainan struktur kromosom yang sangat kecil < 4Mb
atau mendekati limit resolusi analisis kromosom rutin, maka analisis metafase konvensional
tidak mampu mendeteksi kelainan kromosom tersebut (Angelovska, et al., 2007, Moore & Best,
2001), namun analisis genetik dengan menggunakan teknik analisis molekuler (DNA)
membutuhkan waktu yang sangat lama dan membutuhkan biaya yang mahal. Oleh karena itu,
teknik FISH sangat berperan untuk mendeteksi secara cepat berbagai kasus yang dicurigai
sebagai suatu sindroma mikrodelesi dan mikroduplikasi (Halder, et al., 2013).
Sindroma mikrodelesi dan mikroduplikasi sering juga disebut sebagai sindroma gen yang
berdekatan — karena melibatkan hilangnya serangkaian kromosom yang terkait dengan gen,
dengan variasi ukuran delesi yang berbeda-beda (Moore & Best, 2001). Segmen kromosom yang
hilang terjadi tumpang tindih sehingga menimbulkan beberapa ciri-ciri klinis yang sama (Moore
& Best, 2001). Sindroma mikrodelesi terjadi secara spontan dan dilaporkan terjadi sekitar 5
persen dari angka retardasi mental yang tidak dapat dijelaskan (Halder, et al., 2013) dan
sindroma mikroduplikasi angka kejadiannya lebih langka dari pada sindroma mikrodelesi
(Moore & Best, 2001).
Namun, FISH masih memiliki kelemahanya itu hanya dapat mendeteksi kelainan genetik
yang dikenal dan sesuai dengan probe yang tersedia atau dengan kata lain probe untuk kelainan
genetik yang telah diketahui sebelumnya harus hibridisasi dengan spesimen yang menjadi target
sehingga teknik FISH dapat menunjukkan kelainan genetik tertentu saja (Bishop, 2010).
b. CGH(Comparative Genomic Hybridization)
Menurut Kallioniemi A:1992, CGH( Comparative Genomic Hybridization ) adalah suatu
metode sitogenetika molekuler untuk menganalisis CNV (Copy Number Variation) dengan
membandingkan sampel DNA dari dua sumber yang berbeda pada tingkat ploidi tanpa kultur sel.
Teknik ini sering digunakan untuk mengevaluasi perbedaan komplemen kromosom kanker dan
komplemen kromosom normal. Teknik ini memiliki resolusi hingga 6-10 megabases sehingga
lebih detail daripada giemsa banding atau FISH (Fluorescence In Situ Hybridization) yang
resolusinya hanya terbatas sampai tingkat mikroskop. Namun, CGH mempunyai kekurangan
yakni: hanya bisa mendeteksi kelainan kromosom berupa duplikasi dan delesi.
DAFTAR PUSTAKA

HAMAMI, L., ABDESSLAM, H., dan R, HAURON. 2005. Chromosomal Automatic


Classification System. LMACS I 7th World Congress Scientific Computation, Applied
Mathematics and Simulation. Paris, France.

atlasgeneticsoncology.org . Diakses tanggal 9 Mei 2018 .

Anonim. 2007. Giemsa Staining Methods. Characteristics of chromosome groups: Karyotyping.


http://www.rerf.or.jp/dept/genetics/giemsa_4_ e.html, diakses tanggal 23 September 2019.

SAMPAT, M,P., BOVIK, A,C., AGGARWAL, J ,K., dan K,R, CASTLEMAN. 2005.
Supervised parametric and nonparametric classification of chromosome images. Pattern
Recognition 38: 1209-1223.

SURYO. 1994. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

WANG, X., ZHENG, B., LI, S., MULVIHILL, J,J., WOOD, M,C., dan HONG, L. 2009;
Automated classification of metaphase chromosomes: Optimization of an adaptive computerized
scheme. Journal of Biomedical Informatics 42: 22-31.

Jauhari, Jaidan. 2005. “Perangkat Lunak Pembangkit Geometri Fraktal Berbasis Fungsi
Polinomial”. Jurnal Ilmiah Forum MIPA FKIP Unsri. 38(3), 30-46

Ramadhani, dkk. 2011. “Semi Otomatisasi Kariotipe Untuk Deteksi Aberasi Kromosom Akibat
Paparan Radiasi”. Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir VII BATAN: 153-158.

Departemen Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.2015.Majalah


Biomorfologi.Surabaya:Universitas Airlangga.

Bintarti, Tri Wahyuni. 2015. Pemeriksaan array-CGH(Comparative Genomic Hybridization)


pada Kanker Payudara. Program Studi S2 Ilmu Kedokteran Dasar Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai