Makalah Anestesi Lokal
Makalah Anestesi Lokal
PENDAHULUAN
1
digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi efek anestesi yang
berlanjut sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dari anestetik lokal itu sendiri yaitu: bahan-bahan kimia yang
mencegah pembangkitan dan penghantaran dari impuls saraf. Anestetik lokal
membentuk penghalang kimia antara sumber impuls (cth: pulpa gigi) dan otak.
3
Impuls itu sendiri, yang tidak mencapai otak, tidak dapat diinterpretasikan sebagai
nyeri oleh pasien.
4
sampai -90 mV di sepanjang membran saraf. Bagian yang negatif adalah
bagian dalam saraf.
2. Sebuah stimulus menghasilkan eksitasi pada saraf yang membawa ke
tahap-tahap selanjutnya.
3. Fase awal dari depolarisasi lambat (slow depolarization) timbul. Tegangan
listrik dalam saraf menjadi kurang negatif.
4. Saat tegangan listrik mencapai level kritis, timbul tahap depolarisasi yang
sangat cepat (rapid depolarization). Tahap ini dinamakan threshold
potential (potensial ambang) atau firing threshold.
5. Fase rapid depolarization menghasilkan reversal (pembalikan) tegangan
listrik pada membran saraf. Tegangan listrik bagian dalam saraf kini
menjadi positif, sebaliknya dengan bagian luar membran. Tegangan listrik
positif itu sebesar 40 mV.
6. Timbul repolarisasi. Tegangan listrik bagian dalam secara berangsur-
angsur kembali menjadi negatif, sampai angka -60 sampai -90 mV pada
resting potential kembali tercapai.
7. Keseluruhan proses (dari tahap 2 sampai 6) membutuhkan 1 milidetik.
Depolarisasi (tahap 2-5) membutuhkan 0,3 milidetik. Repolarisasi (tahap
6) membutuhkan 0,7 milidetik.
5
Klorida tetap berada di luar membrane saraf bukannya bergerak sepanjang
gradient konsentrasinya ke sel saraf karena pengaruh elektrostastis memaksa
keluar migrasi. Hasilnya tidak ada penyebaran klorida pada membrane.
Konsentrasi seperti halnya gradien elektostatis mendukung migrasi ke
dalam dari ion sodium. Hanya kenyataanya bahwa membran saraf istirahat
secara keseluruhan tidak permeable pada sodium mencegah besarnya arus
pada ion.
2. Eksitasi Membran
- Depolarisasi :
Eksitasi dari segmen saraf menyebabkan peningkatan permeabilitas
membrane sel ke ion sodium. Karena cepatnya ion sodium yang masuk ke
sel saraf mengakibatkan depolarisasi dari membrane saraf dari level istirahat
ke ambang pemecatan sekitar -50 sampai -60 mV. Ambang pemecatan
adalah besarnya penurunan pada potensial transmembran yang negatif ke
inisiasi aksi yang potensial. Pemaparan saraf dari anestesi local
meningkatkan ambang pemecatan. Tinggi ambang berarti banyak yang
harus melewati membran agar potensial transmembran negatifnya turun
ketika depolarisasi muncul. Hasil akhirnya tercapai potensial elektrisitas
sebesar 40 mV. Depolarisasi membutuhkan waktu sekitar 0.3 ms.
- Repolasisasi :
Pada akhir depolarisasi permeabilitas dari membrane saraf ke ion
sodium menurun kembali, dan permeabilitas potassium yang tinggi
kembali. Karena potassium dapat bergerak bebas ke dalam sel,
keseimbangan eletrokimia dan potensi instirahat kembali (-60 sampai – 90
mV). Pengembalian kembali potensial membran ke level original (-60 - -90
mV) membutuhkan sedikit sodium berlebih pada sel saraf dan sedikit
berlebih potassium pada ekstraselular. Proses repolarisasi ini membutuhkan
waktu 0,7 ms.
6
periode refraktori mutlak, dan berlangsung sekitar durasi dari potensial aksi.
Periode refraktori mutlak ini diikuti periode refraktori relative, selama
impuls yang baru dapat diinisiasi namun hanya oleh yang lebih besar dari
stimulus normal. Periode refraktori relatif ini berlanjut untuk menurunkan
hingga level normal kembali, atau dengan kata lain saraf terrepolasisasi.
3. Saluran Membran
Membran saraf dilintasi oleh saluran yang berisi (water-filled
channel), yang mempunyai radius sekitar 2Ǻ. Kehadiran saluran ini untuk
membantu membrane permeabilitas atau impermeabilitas untuk ion tertentu.
Ion sodium lebih tipis dari ion potassium dan klorida dan menyebar secara
bebas pada saluran membrane, ke sel saraf, dan menurunkan gradien
konsentrasi. Ini tidak muncul karena ion tersebut bereaksi dengan air
sehingga menjadi hidrasi. Ion sodium terlalu besar untuk melewati saluran
yang sempit sedangkan ion potassium dan klorida dapat melewatinya.
Perambatan Impuls
Inisiasi diikuti stimulus, impuls haru bergerak sepanjang permukaan
akson. Energi dari perambatan impuls ini diperoleh dari energi yang dilepaskan
oleh membran saraf. Stimulus menggangu keseimbangan istirahat dari membrane
saraf; transmembran potensial membalik sementara; bagian dalam dari sel
berubah dari negative ke positif, dan bagian luar sel berubah dari positif ke
negative.
Aliran arus local menyebabkan bagian dalam sel semakin negative dan
bagian luar semakin positif. Akibatnya potensial transmembran menurun dan
terjadi depolarisasi. Kondisi pada segmen yang telah depolarisasi kembali ke
normal diikuti periode refraktori relative dan mutlak. Ini dikarenakan gelombang
depolarisasi hanya dapat menyebar satu arah.
7
Penyebaran Impuls
Impuls yang disebarkan berjalan sepanjang membran saraf ke sistem saraf pusat.
penyebaran impuls ini berbeda, tergantung apakah sarafnya bermyelin.
a. Saraf tidak bermyelin
Serabut saraf yang tak bermyelin dasarnya adalah silinder panjang
dengan membran sel yang resistansi elektriknya tinggi membungkus inti
aksoplasma yang resistansi elektriknya rendah, dan semuanya di basahi oleh
cairan extraselular yang resistansi elektriknya rendah. Membran sel
resistansi tinggi dan media intraselular resistansi rendah menghasilkan
pengurangan kerapatan dari arus dalam jarak yang pendek dari segmen yang
terdepolarisasi. di daerah yang berdampingan dengan segmen ini, aliran arus
lokal dapat mencukupi untuk memulai depolarisasi membran yang istirahat.
b. Saraf bermyelin
Impuls yang tersebar di saraf ini berbeda dengan saraf yang di atas
akibat dari lapisan yang mengisolasi muatan intraselular dan extraselular.
makin jauh muatannya makin sedikit arus yang dibutuhkan untuk memberi
muatan membran. arus lokal dapat berjalan lebih jauh dibandingkan saraf
yang di atas sebelum ia tidak dapat lagi mendepolarisasi membran saraf di
depannya.
Penjalaran impuls di saraf ini terjadi akibat loncatan arus dari titik ke
titik disebut konduksi saltatory. Bentuk penjalaran impuls yang seperti ini
terbukti lebih cepat dan efisien energi dari saraf yang diatas. tebal selaput
myelin bertambah dengan bertambahnya diameter akson. jarak dari nodus
ranvier juga bertambah dengan bertambahnya diameter axon. Karena 2
faktor ini, konduksi saltatory lebih cepat di akson yang lebih tebal.
Konduksi saltatory biasanya berjalan dari nodus ke nodus dengan
sifat yang seperti langkah. namun, dapat di demonstrasikan bahwa aliran
arus di node berikutnya masih melebihi dari kebutuhan untuk mencapai
firing threshold dari membran nodal. apabila penjalaran impuls tertahan di
satu node, arus lokal akan meloncati node itu dan masih cukup untuk
8
menaikkan potensial membran di node berikutnya sampai ke potensial firing
dan menghasilkan depolarisasi.
Riset telah membuktikan bahwa efek primer dari anestesi lokal muncul
saat depolarisasi. Efek – efek ini meliputi pengurangan kecepatan depolarisasi,
khususnya di fase depolarisasi lambat. karena ini, depolarisasi selular tidak cukup
untuk mengurangi potensial membran dari serabut saraf ke firing level. Aksi
potensial yang tersebar tidak muncul. tidak ada perubahan yang mengiringi
repolasisasi.
9
2. Membrane Expansion Theory
Teori ini menyatakan bahwa molekul anestetik lokal berdifusi ke daerah
hidrofobik pada membran yang excitable, lalu memperluas/memperbesar
daerah kritis pada membran, dan menyebabkan perubahan pada susunan
matriks lipoprotein membran saraf, sehingga mencegah naiknya permeabilitas
Natrium. Jenis-jenis anestetik lokal yang bersifat sangat larut dalam lemak
dapat menembus bagian lemak dari membran sel, dan mengubah susunan
matriksnya. Hal ini mengakibatkan mengecilnya diameter saluran (channels)
natrium, dan akhirnya terjadi penghambatan konduksi Natrium dan eksitasi
neural. Hal ini tentu dapat menjelaskan molekul anestetik lokal seperti
Benzokain yang tak bermuatan.
10
melalui mekanisme fisikokemis
Penggunaan klinis:
Zat kombinasi antara receptor-
Kelas D lidocaine, mepivicaine,
independent dan dependent
dll
11
Berikut ini adalah rangkaian kejadian yang diperkirakan saat mekanisme
aksi obat-obatan amestetik lokal :
1. Perpindahan ion-ion Kalsium dari tempat reseptor saraf
2. Perlekatan molekul anestetik lokal pada tempat tersebut
3. Pemblokan saluran Natrium
4. Menurunkan konduktansi Natrium
5. Menurunkan kadar elektris depolarisasi
6. Gagal dalam mencapai tahap potensial threshold
7. Kurangnya propagasi potensial aksi
8. Blok Konduksi
12
d. Struktur dilengkapi dengan rantai intermediate hidrokarbon yang
mengandung hubungan ester atau amida.
Anestetik lokal amina atau basa sangat sulit untuk larut dalam air dan tidak
stabil dalam udara sehingga nilai klinisnya kecil atau tidak ada, namun jika
direaksikan dengan asam dan terbentuk garam anestetik lokal, maka garam ini
akan cukup larut dalam air dan stabil. Biasanya anestetik lokal yang injeksi
berisikan garam, paling sering garam hidroklorida yang dilarutkan dalam air steril
atau saline.
13
Hal yang perlu diketahui adalah walaupun sebenarnya fungsi normal dari
saraf sangat kecil sekali dipengaruhi oleh bervariasinya pH di ekstraseluler (pH
interseluler cukup stabil), namun pH ekstraseluler tersebut sangat mempengaruhi
kemampuan anestetik untuk memblok impuls saraf.
14
b. pH pada daerah anestesi (misalnya saat terjadi inflamasi atau infeksi)
c. Pengaruh jaringan dan pembuluh darah sekitar
Membran mukosa dan kulit yang terluka ( seperti terbakar atau abrasi)
kurang bersifat melindungi seperti yang dihasilkan oleh kulit normal karena itulah
anestesi lokal mampu untuk berdifusi untuk mencapai free nervus ending.Anestesi
topikal dapat diaplikasikan pada kulit yang cedera dan pada membran mukosa
seperti kornea, gingiva, pharinx, trakea, larynx, esophagus, dan kandung kemih.
Kapasitas buffering membran mukosa sangat rendah, karena itulah aplikasi
anestesi lokal dengan pH antara 5.5 - 6.5 menurunkan pH menjadi di bawah
normal. Difusi obat melewati membran mukosa ke free nerve endings dibatasi ,
sehingga blok nervus menjadi tidak efektif.
15
Untuk membuat anestesi lokal menjadi lebih efektif konsentrasi dalam obat
yang lebih banyak diperlukan secara topikal (5% atau 10 % lidocaine) daripada
yang dipergunakan pada injeksi (2% lidocaine). Walaupun hanya sedikit
persentase yang boleh diberikan pada bentuk dasarnya, namun bertambahnya
konsentrasi dapat menambah jumlah molekul yang berperan dalam proses difusi
dan disosiasi untuk mengaktifkan kation pada free nervus ending. Beberapa
topical anestesi , seperti benzocaine, tidak terionisasi pada larutan, karena itulah
keefektifan anestesi nya tidak dipengaruhi oleh pH.
16
, danbernama epineural sheth, atau nerve sheat. Epineural sheat bukan merupakan
barrier atau penghalang difusi anestsi lokal ke dalam nervus.
Terkait dengan dari volume anestesi lokal pada jaringan lunak di sekitar
syaraf, molekul anestesi lokal berjalan melintang dari satu sisi ke sisi yang lainnya
berdasarkan gradien konsentrasinya. Selama fase induksi ,anestesi lokal bergerak
dari sisi endapan ekstraneural menuju syaraf. Proses ini disebut difusi. Ini adalah
migrasi dari molekul atau ion melalui sebuah medium cair di bawah pengaruh
gradien konsentrasi tanpa adanya faktor-faktor penghalang. Penetrasi dari
penghalang anatomis menuju proses difusi terjadi ketika obat melewati jaringan
yang cenderung membatasi pergerakan molekul bebas. Perineurium merupakan
penghalang penetrasi terkuat.
1. Difusi
Laju difusi diatur oleh beberapa faktor, yang paling signifikan adalah
konsentrasi gradien. Semakin besar konsentrasi awal dari anestesi lokal
maka semakin cepat difusi molekul dan onset. Fasciculi yang terletak di
sekitar permukaaan syaraf disebut mantle bundles. Ini merupakan hal
pertama yang dicapai oleh anestesi lokal dan terpapar oleh konsentrasi yang
lebih tinggi dari anestesi lokal tersebut. Mantle bundle biasanya diblok
penuh sangat singkat setelah injeksi anestesi lokal. Fasciculi yang
ditemukan lebih dekat terhadap pusat syaraf disebut core bundles. Core
bundles berhubungan dengan anestesi lokal hanya setelah banyak
penundaan dan oleh konsenttrasi yang lebih rendah karena semakin beasar
jarak yang harus dilewatilarutan, maka semakin banyak penghalang yang
harus dilewati. Saat anestesi lokal berdifusi menuju syaraf , ia menjadi
mencair oleh cairan pada jaringan. Anestesi lokal diserap oleh pembuluh
kapiler dan limpa
17
dan yang berupa tipe ester akan mengalami hidrolilis secara enzymatic.
Oleh karena itu serabut inti terkena anastesi local yg telah mengalami
penurunan konsentrasi, sebuah fakta yang mungkin dapat menjelaskan
situasi klinis dari anastesi pulpal yg tidak cukup memadai dengan adanya
gejala subjektif dari anastesi yang memadai. Blok konduksi penuh dari
seluruh serabut syaraf dalam syaraf perifer akan membutuhkan volume dan
konsentrasi anastesi local yang cukup untuk didepositkan. Serabut syaraf di
sekitar permukaan syaraf (mantle fibers) cenderung untuk menstimulasi
daerah proximal, dimana serabut syaraf pada core bundles menstimulasi
distribusi syaraf daerah distal.
2. Proses pengeblokan
3. Waktu induksi
18
mengontrol konsentrasi obat dan pH dari cairan anastesi, tetapi mereka tidak
bisa mengontrol difusi konstan dari agen dan penghalang difusi secara
anatomis dari syaraf.
Blok local anastesi muncul mengikuti pola difusi yang sama sebagai induksi,
namun, urutannya terbalik. Konsentrasi di luar syaraf dari local anastesi secara
kontinyu dikosongkan oleh proses difusi, penyebaran, dan pengaplikasian obat,
dimana konsentrasi di dalam syaraf relative stabil. Kemudian, konsentrasi di
dalam syaraf berpindah ke luar syaraf, sehingga larutan anastesi mulai berdifusi
keluar dari syaraf. Local anastesi lebih dulu hilang dari mantle fascicule
dibandingkan dengan core bundles. Proses pemulihan pertama kali terjadi di
daerah proksimal. Serabut syaraf inti perlahan-lahan kehilangan anastesi lokalnya.
Proses pemulihan biasanya terjadi lebih lambat daripada proses induksi karena
local anastesi terikat dengan membrane sel, sehingga lebih sulit dilepaskan
ketimbang saat diserap.
19
Tachyphylaxis
Tachyphylaxis adalah peningkatan toleransi terhadap obat yang diberikan
secara berulang. Durasi, intensitas, dan penyebaran anestesi dengan reinjeksi
dikurangi secara besar-besaran. Walaupun sulit untuk dijelaskan, tachyphylaxis
didapat melalui beberapa atau seluruh factor-faktor berikut: edema, hemorrhage
local, formasi bekuan darah, transudasi, hypernatremia, penurunan pH jaringan.
Empat factor pertama mengisolasi syaraf dari berkontak dengan local anastesi.
Hypernatremia menaikkan gradient ion sodium, oleh karena itu melawan
penurunan konduksi ion sodium yang dilakukan oleh anastesi local. Penurunan
pH jaringan didapat ketika injeksi acidic local anastesi pertama. pH disekitar area
penyuntikan menjadi lebih rendah, sehingga molekul anastesi local yang akan
ditransformasikan kedalam reinjeksi menjadi lebih sedikit.
Durasi anestesi
Saat obat anastesi local dikeluarkan dari syaraf, pemulihan fungsi syaraf
berlangsung dengan cepat, yang kemudian melambat secara perlahan. Pemulihan
syaraf yang diblok oleh anastesi bekerja lebih lambat ketimbang saat proses
pengeblokan syaraf itu sendiri. Hal ini dikarenakan anastesi local tersebut
berikatan dengan membrane syaraf. Anestesi local yang bekerja lebih lama,
seperti bupivacaine dan tetracaine, terikat lebih kuat dengan membrane syaraf
daripada anastesi local yang bekerja lebih cepat, seperti procaine dan lidocaine.
Durasi anestesi ditambahkan pada daerah yang vaskularisasinya berkurang; dan
penambahan vasokonstriksi mengurangi perfusi jaringan pada area local, yang
kemudian menambah lama proses pengeblokan.
Local Anestesi berbeda dari obat-obat lain yang biasa digunakan dalam
kedokteran dan kedokteran gigi. Sebenarnya semua obat, terlepas dari rute mana
yang akan digunakan, akhirnya harus memasuki aliran darah dalam konsentari
yang cukup tinggi sebelum memulai memberikan efek klinis. Local anestesi,
20
bagaimanapun, ketika digunakan untuk mengontral rasa sakit, akan berhenti untuk
menghasilkan kontrol sakit ketika telah diserap dari bagian dimana mereka di
salurkan.
Adanya obat dari local anestesi dalam sirkulasi system berarti bahwa obat
akan dibawa ke setiap sell di tubuh, berpotensi menghasilkan perubahan dalam
fungsi dari sel ini. Berikut ini adalah klasifikasi dari local anesthesia :
Esters Amides
Esters of benzoid acid Bupivacaine
Butacaine Etidocaine
Cocaine Lidocaine
Ethyl aminobenzoate Mepivacaine
Hexylcaine
Tetracaine
Esters of para-amino benzoic acid
Chloroprocaine
Procaine
Propxycaine
21
chloroprcaine, and propxycaine juga memiliki sifat vasodilasi untuk berbagai
tingkatan.
Cocaine adalah merupakan satu-satunya local anesthetic yang secara
teteap menghasilkan vasonkonstriksi. Initial action dari cocaine adalah vasodilasi,
kemudian diikuti oleh vasokonstriksi yang kuat sepanjang durasi. Itu dihasilkan
oleh inhibition uptake dari catecholamine ( terutama norepinehphrine) kedalam
bagian jaringan pengikatan. Sehingga hasil dari berkurangnya inaktivasi dari
sirkulasi norepinehrine, dimana akhirnya menghasilkan vasokonstriksi yang
panjang.
Signifikan clinical efek dari vasodilasi adalah untuk meningkatkan tingkat
dari absorpsi local anesthesia ke dalam aliran darah, sehingga menurunnya durasi
dari kontrol sakit dan meningkatnya level anesthesia blood and berpotensi
terhadap overdosis. Tingkatan dimana local anesthesia diseraph kedalam aliran
darah akan bervariasi bergantung kepada rute administration :
Intravena administration 1 min
Topical administration Approximately 5 min
Intramuscular administration 20-30 min
Subcutaneous administration 30-90 min
Oral Route
Kecuali cocaine, local aneshtesi diserap sangat tidak baik dari gastrointestinal
tract melalui oral administration.
Topical Route
Local aneshtesi yang diserap memiliki tingkatan yang berbeda pada aplikasi
terhadap mucosa membran. Pada tracheal mucoasa uptake hampir secepat
intravena administration; pada pharyngeal mucoasa uptake lebih lambat;
esophangeal atau bladder mucosa uptake lebih lambat daripada dari pharynx.
Injecion
Tingkat dari uptake sesudah subcutaneous. Intramuscular atau intravena ijection
dihubungkan dengan vaskularisasi dari bagian injecetion.
22
Distribusi
Setelah diabsorpsi ke dalam aliran darah, local anesthesia didistribusikan
kedalam seluruh tubuh ke semua selnya. Organ perfused seperti otak, kepala,
liver, ginjal, paru-paru, dan limpa memiliki level anesthetic yang lebih tinggi
daripada non-perfused organ. Otot skeletal, meskipun non-perfused organ, tetapi
memiliki percentasi terbesar dari local anesthesia dari beberapa jaringan atau
organ di tubuh, karena otot skeletal adalah masa terbesar dari jaringan di dalam
tubuh. Level dari obat local anesthetic di dalam darah atau plasma mempunyai
pengaruh yang potential terhadap toxicity. Level ini dipengaruhi oleh beberap
factor :
1. Tingkat dari absropsi kedalam aliran darah
2. Tingkat dari distribusi perantara dari kompartment vascular ke jaringan
(lebih cepat pada pasien yang sehat daripada pasien meddicaly
compromised)
3. Eliminasi dari obat melalui metabolisme dan jalur excretory.
Dua factor terakhir yang disebutkan berperan untuk mengurangi level dari
obat local anesthesia dalam darah. Tingkatan dimana obat local aneshtesi
dihilangkan dari darah digambarkan sebagai half-life dari obat. Half life adalah
waktu yang dibutuhkan untuk 50% pengurangan dalan level aneshtesi.
Drug Half-Life
Etidocaine 56 min
Bupivacaine 76 min
Prilocaine lebih pendek dari lidocaine
Mepivcaine Kira-kira 90 min
Lidocaine 90 min
Metabolism (biontrasnformation)
Perbedaan signifikan antara 2 major klasifikasi dari obat local aneshtesi,
ester dan amides adalah metode dimana mereka mengalami gangguan
metabolisme. Metabolisme dari local aneshtesi sangat penting karena keseluruhan
toxicity tergantung daripada keseimbangan antara tingkat dari absropsi kedalam
23
aliran darah pada bagian injection dan tingkat laju perpindahan dari darah melalui
proses metabolisme dan penyerapan jaringan.
Tingkatan ini memiliki dampak dari durasi local anesthesia dan poensi
toxicity. Chroloprocaine memiliki durasi yang paling pendek dan yang paling
sedikit toxic. Tetracaine memiliki druasi yang panjang dan memiliki toxicity
terbesar. Procaine mengalam hidrolisis untuk para-aminobenzoic acid ( PABA)
dan diethylamino alcohol, dimana pada PABA akan dikeluarkan dalam bentuk
yang tidak berubah dalam urin, sedangkan pada diethylamino alcohol akan
mengalami biontrasnformasi lebih lanjut sebelum ekskresi. Reaksi alergi dapat
terjadi untuk ester-type agent yang biasanya tidak berhubungan dengan senyawa
induknya ( procaine) tetapi lebih ke PABA, yang merupakan produk metabolic
utama dari semua ester-type local anesthetics.
Kira-kira 1 dari 3000 orang memiliki kerusakan dari bentuk
pseudocholinesterase, yang dihasilkan dalama ketidakmampuan untuk
menghidrolisis ester-type local anesthetic dan senyawa kimia lainya yang
berhubunga dengan obat ( succinylcholine). Itu juga akan menyebabkan
perpanjangan dari level tinggi darah dan meningkatnya toxicity.
Succinylcholine adalah short-acting otot relaxan yang digunakan
seringkali selama fase induksi dari general anesthesia. Ini menghasilkan hilangnya
pernafasan (apnea) selama periode kira-kira 2-3 min. Plasma pseudocholinesterasi
menghidrolisis succinylocholine, blood level fall, dan berlanjutnya respiratori
secara spontan. Sehingga pada kelainan dari pseudocholinesterasi tidak mampu
24
menghidrolisis succinylchokine pada tingkat normal, sehingga durasi dari apnea
menjadi panjang.
Pada pasien dengan kelainan pseudocholinesterase bawaaan dari
keluarganya, harus di evaluasi lebih lanjut saat hendak dilakukan anesthesia
menggunakan ester-type local aneshtesi agent, penggunaanya ester-type local
aneshtesi merupakan kontraindikasi. Tetapi untuk penggunaan dengan dosis kecil
dapat dilakukan, dan mungkin aka terjaid penignkatan sedikit efek merugikan
pada pasien.
25
Excretion
Ginjal merupakan excretory organ utama pada local aneshtesi agent dan
metabolismenya. Persentasi dari dosis local anestesi yang diberikan akan
dikeluarkan tidak berubah dalam urin. Pesentasi ini tergantung terhadap jenisnya,
seperti pada ester tampak konsenstrasi kecil sebagai senyawa induk dalam urine,
karena di hidrolisis hampir sempurna di plasma. Procaine 2% tidak berubah dalam
urine dan 90% para-aminobenzoic acid.
26
1. Central nervous system (system saraf pusat/SSP)
AKSI KONVULSIF
a. Anticonvulsive properties
Beberap local anesthesia agent ( procaine, lidocaine, prilocaine) telah
menunjukan anticonvulsant properties. Properties ini terjadi pada level yang
sangat dibawah dimana agent yang sama menghasilkan akitvitas seizure.
Berikut nilai untuk lidocaine :
Anticonvulsive level in blood 0.5-4.0 µg/ml
Preseizure sign and syptoms 4.5-7.0 µg/ml
Tonic-clonic seizure >7.5 µg/ml
27
Signs Symptoms
Berbicara dengan tidak jelas Mati rasa pada lidah dan bagian circumoral
Menggigil Hangat, kemerahan pada kulit
Otot mengejang Seperti mimpi menyenangkan
Tremor pada otot dari muka Generalized light-headness
Pusing
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Mengantuk
Disorientasi
Mati rasa pada lidah dan bagian circumoral bukan disebabkan oleh aksi
CNS dari local anesthesia agent, tetapi efek ini dihasilkan langsung dari action
obat local aneshtesi, dimana kehadiran dalam konsentrasi tinggi pada lokali
dan pada jaringan yang memiliki high vaskularisasi. Obat di transportasikan ke
jaringan oleh CVS. Lidocaine dan procaine berbeda dengan local anesthesia
lainnya,dimana menghasilkan sign dan symptoms dari mild sedation atau
mengantuk. Efek ini lebih umum pada lidocaine.
c. Fase Konvulsif
Elevasi dari level anastesi lokal dalam darah menunjukkan tanda gan
gejala klinis yang konsisten dengen episode konvulsif tonic-clonic umum.
Durasi dari aktifitas kejang tergantung dari level anastesi lokal dalam darah.
Level lidocaine antara 7.5 sampai 10 mikrogram/ml akan selalu terlihat pada
episode konfulsif. Secara umum, aktivitas kejang terbatas, sejak saat aktivitas
jantung tidak berjalan baik dan biotransformasi dari anastesi lokal keluar. Hasil
ini dapat terlihat pada level yang lebih rendah dari anastesi lokal dan
penghentian aktivitas kejang.
28
Mekanisme dari aksi preconvulsant dan convulsant
Telah ditetapkan bahwa anastesi lokal menggunakan aksi depresan pada
membran terluar, dan manifestasi klinis utama dari level anastesi lokal yang
tinggi dalam darah berhubungan dengan berbagai derajat stimulasi dari CNS.
Bagaimanakah depresan CNS dapat bertanggung jawab untuk produksi
berbagasi derajat stimulasi CNS, termasuk aktifitas tonic-clonic seizure?
AKSI ANALGESIA
Ada aksi kedua yaitu hubungan antara lokal anastesi dan CNS. Ketika
tersebar melalui jalur intravena, anastesi local akan meningkatkan reaksi sakit
yang merupakan ambang batas dan juga memproduksi derajak analgesik. Pada
tahun 1940 dan 1950, procaine menyebar melalui jalur intravena untuk
mengatasi sakit kronis dan arthritis. Unit procaine digunakan untuk keperluan
ini, yang konsistensinya 4mg/kg berat badan dalam waktu 20 menit. Teknik ini
tidak efektif untuk infeksi akut. Namun teknik ini tidak dipakai lagi saat ini.
2. Sistem Kardiovaskuler
Obat-obatan anestesi lokal memiliki aksi langsung pada otot jantung
(myocardium) dan vaskularisasi peripheral. Aksi langsung pada hati
(myocardium). Obat-obatan anestesi lokal memodifikasi elektrofisiologis yang
terjadi di myocardium dan sama dengan aksi dari nervus peripheral. Level
anestesi lokal dalam darah meningkat, dan tingkat depolarisasi yang dicapai
menghilang.
29
Obat-obatan anestesi lokal memproduksi depression dari myocardium
dan berhubungan dengan level anestesi dalam darah. Aksi dari obat-obatan
anestesi lokal :
1. Menurunkan kemampuan elektrik dari myocardium
2. Menurunkan tingkat konduksi
3. Menurunkan tekanan kontraksi
3. Sistem Respirasi
Obat anestesi lokal mempunyai efek pada sistem respirasi. Pada level non
oberdosis, memiliki pengaruh langsung terhadap relaksasi otot halus
pernafasan. Secara umum, agen anestesi local tidak dapat mempengaruhi
fungsi respirasi sampai mendekati level overdosis.
30
- Interaksi otot
Secara umum CNS depresan (narkotik, phenothiazine, barbiturat)
ketika bekerja pada hubungan agen anestesi lokal, bergantung potensi
anestesi lokal terhadap aksi cardiorespiratory. Bergabungnya agen
anestesi lokal dan obat mungkin dapat menghasilkan reaksi yang
merugikan. Baik obat anestesi lokal tipe ester dan depolarisasi otot
seperti cinylcholine memerlukan plasma pseudocholinesteral untuk
hidrolisis. Obat yang menginduksi terbentuknya enzim hepatic
microsomal (barbiturat) dapat mengubah rate dimana tipe amid dari
anestesi lokal yang dimetabolisme. Peningkatan induksi enzim hepatic
microsomal akan meningkatkan kecepatan metabolisme obat anestesi
lokal.
- Malignant Hyperthermia
1. Adsorpsi yang cepat agen anastesi local pada pembuluh darah yang akan
mempercepat juga keluarnya anastesi local dari area yang diinginkan
2. Meningkatnya aliran darah akan meningkatkan resiko overdosis anastesi
lokal
31
3. Menurunkan DOA dari agen anastesi local karena agen anastesi local akan
berdifusi keluar dari saraf lebih cepat
4. Meningkatkan resiko terjadinya perdarahan pada area dinjeksikan
Oleh karena semua efek diatas diperlukan suatu agen yang dapat
mengatasi masalah-masalah diatas. Agen vasokonstriktor adalah solusi yang tepat
karena agen vasokontriktor adalah agen yang dapat mengkontriksi pembuluh
darah serta mengontrol perfusi jaringan. Agen vasokonstriktor ini biasa
ditambahkan pada larutan anastesi local untuk mengatasi efek vasodilatasi yang
telah disebutkan diatas. Agen vasokonstriktor sangat penting ditambahkan pada
anastesi local karena :
32
2.3.2 Konsentrasi Vasokonstriksi
1. 1 : 1000 berarti terdapat 1 gram (1000 mg) obat dari 1000 ml larutan
2. 1000 mg pada 1000 ml = 1 mg/ml ; jadi konsentrasi 1 : 1000
mengandung 1 mg/ml larutan
3. Untuk menghasilkan konsentrasi 1 : 10.000, 1 ml dari 1 :1000 larutan
ditambahkan dengan 9 ml pelarut (aquades)
1. EPHINEPHRINE
Ephiephrine adalah obat yang paling banyak dipakai dan memiliki aksi klinis
yang paling baik, sehingga obat ini dipakai sebagai acuan dari obat obat lain
Struktur Kimia : Sebagai asam garam, ephineprine sangat larut dalam air,
relatif stabil apabila terjaga dari udara. Deterorientasi akibat oksidasi dapat
dipercepat dengan suhu tinggi dan logam berat.
33
Aksi Sistemik :
Aplikasi Klinis :
- Untuk penatalaksanaan reaksi alergi akut
- Untuk penatalaksanaan serangan asma akut
- Untuk penatalaksanaan cardiac arrest
- Sebagai vasokonstriktor hemostasis dan local anastesi
- Untuk membuat mydriasis (dilatasi pupil)
34
Pada bidang kedokteran gigi :
Sebagai vasokontriksi yang paling sering digunakan. Epinephrine ini tersedia
dalam berbagai sediaan yaitu;
Dosis maksimum :
Untuk manajemen nyeri digunakan Lidocaine 1 : 50.000 dan 1 : 100.000,
ketika rasa sakit masih berkepanjangan, direkomendasikan pemberian dengan
lidocain 1 : 100.000. Pasien normal yang sehat : 0,2 mg per pertemuan (20 ml
dari konsentrasi 1 : 100.000) , sedangkan pasien dengan gangguan
kardiovaskular : 0,04 mg per appointment (4 ml dari konsentrasi 1 : 100.000).
Hemostasis :
Epinephrine yang mengandung anastesi local diberikan via infiltrasi local
pada area bedah untuk meminimalisasi perdarahan. Biasanya digunakan
larutan dengan konsentrasi 1 : 50.000.
2. LEVARTERENOL (NOREPINEPHRINE)
Struktur kimia:
levarterenol terdapat dalam bentuk bitartrate pada dental catridge. Sifatnya
relative stabil dalam larutan asam, namun memburuk jika terkena paparan
cahaya dan air. Umur levarterenoil bitartrate dalam kemasan adalah 18
bulan. * Acetone sodium bisulite ditambahkan pada catridge sebagai
pengawet.
35
Sumber :
norepinephrine dapat ditemukan dalam bentuk sintetis dan natural.
Sebanyak 20% norepinephrine diproduksi catecholamine. Cathecholamin
sendiri diproduksi oleh adrenal medulla. Pada pasien dengan
pheochromocytoma (tumor adrenal medulla) sekresi norepinephrine
mencapai 80%. Ini terdiri dari levorotatory dan dextrorotary. Bentuk
levorotatory 4x lebih potensial. Norepinpehrine ini disintetsis dan disimpan
di postganglionic adrenergic nerve terminal.
Aksi Sistemik :
36
peningkatan ketahanan peripheral dan peningkatan
sistole-diastol.
7. Sistem respirasi : norepinephrine tidak membuat relaksasi otot
bronchial seperti epinephrine. Jadi epinephrine
tidak efektif untuk brochial asthma akut.
8. SSP : seperti epinephrine, norepinephrine tidak
meperlihatikan aksi stimulasi pada CNS jika
diberikan pada dosis yang sesuai. Stimulasi CNS
baru akan timbul jika terjadi overdosis. Ciri-ciri
terjadi stimulasi CNS : sama sperti epinephrine,
namun tidak sesering dan separah epinephrine.
9. Metabolisme : meningkatnya metabolic rate. Pada area yang
diinjeksi, dibutuhkan oksigen lebih banyak.
Norepinephrine meningkatkan kadar gula darah
(sama seperti epinephrine, namun norepinephrine
lebih rendah tingkatannya).
37
dengan peningkatan resiko hemorrhagic “stroke”, pusing, angina, dan
aritmia kardiak.
Dosis maksimum :
norepinephrin hanya digunakan untuk control nyeri saja. Norepinephrin
tersedia dalam konsentrasi 1 : 30.000. Pada pasien normal : 0,34 mg tiap
pemakaian ( 10 ml dalam perbandingan 1 : 30.000). Pada pasien kelainan
jantung : 0,14 mg tiap pemakaian (hampir 4 ml dalam perbandingan 1 :
30.000)
3. LEVONORDEFRIN
Mode of action : bereaksi dengan stimulasi α dan sedikit atau bahkan tidak
ada reaksi β.
38
Aksi sistemik : levonordefrin kurang potensial dibanding epinephrine,
memproduksi kardiak dan stimulasi CNS dalam jumlah yang lebih kecil.
Aksi terminasi dan eliminasi : reaksinya terhenti karena COMT dan MAO.
Efek samping dan overdosis : tidak seluas epinephrine. Dalam dosis tinggi
mungkin saja terjadi tekanan darah tinggi, triangular takikardi, dan angina
pada pasien insufisiensi koroner.
Dosis maksimum :
efektifitas levonordefrin sebagai vasopresor setengah kali epinephrine, oleh
karena itu konsentrasinya lebih besar (1:20.000)
4. PHENYLEPHRINE HYDROCHLORIDE
39
Sumber : phenylephrine adalah sympathomimetic amine sintetik
Aksi sistemik :
- Meningkatkan systole-diastole
- Reflex bradikardi
- Menurunkan cardiac output (menyebabkan peningkatan tekanan
darah dan bradikardi)
- Jarang menyebabkan aritmia
40
efek pada CNS sifatnya minimal. Sakit kepala dan aritmia ventrikular
menandakan terjadinya overdosis. Tachyphylaxis terjadi pada pemakaian
kronis.
Dosis maksimum :
efektifitas levonordefrin sebagai vasopresor seperduabelas kali epinephrine,
oleh karena itu konsentrasinya 1 : 2.500). Pada pasien kelainan jantung : 1,6
mg tiap pemakaian (hampir 4 ml dalam perbandingan 1 : 2.500).
41
2. Kebutuhan durasi hemostasis dan prosedur
Epinephrine efektif dalam mencegah dan meminimalisir perdarahan
dalam bedah dan mencegah perdarahan post-operasi (yang bisa menghambat
penyembuhan). Phenylephine memiliki aksi yang panjang. Namun karena ia
memiliki vasokonstriktor yang tidak sebaik epinephrine, hemostasis selama
prosedur dilaksanakan menjadi tidak efektif, meskipun demikian, ia memiliki
duration action yang panjang dibanding epinephrine dan kehilangan darah yang
minimal setelah operasi. Phenylephine tidak termasuk dalam anestesi dental yang
tersedia dalam kemasan. Norepinephrine tidak bisa direkomendasikan dalam
dunia kedokteran gigi karena kerugiannya lebih banyak dibanding keuntungannya.
Felypressin mengkontraksi sirkulasi vena lebih banyak dari arteriolar,
dan itu sebabnya memiliki nilai hemostasis yang minimum. Vasokonstriktor
digunakan untuk mencapai hemostasis harus tersimpan di area yang mengalami
perdarahan suapaya efektif.
42
Pasien dengan tekanan darah tinggi
Pasien dengan cardiovascular disease yang signifikan
Pasien dengan noncardiovascular diseases (contoh disfungsi thyroid,
diabetes, dan sensitive silfit)
Impuls pada saraf gigi berasal dari tubulus dentin dan plexus
subodontoblas. Saraf lainnya dari ligament periodontal, tolang alveolar, dan
plexus jaringan lunak, yang bergabung pada maksila dan mandibula. Oleh karena
itu, walaupun nyeri berasal dari gigi, tulang, mukosa oral, atau otot, semua saraf ,
nyeri, berakhir dengan melewati ganglion trigeminal.
43
merupakan saraf terminal. Ini akan membentuk plexus subodontoblastik yang
menjadikan ujung saraf masuk ke tubulus dentin. Selain itu, terdapat cabang
menuju ligament periodontal.
Saraf sensori pada jaringan keras dan lunak terdiri dari bagian yang
bermielin dan tidak. Membran saraf terdiri dari banyak lapis. Hal tersebut diatur
oleh potensial listrik dengan mempertahankan ion sodium dan potasium
intraseluler. Ketika impuls saraf lewat akan terpolarisasi.
MANDIBULA :
Ujung saraf sensori dan motorik akan meninggalkan cranial melewati
foramen ovale. Cabang besarnya terdiri atas :
saraf bukal : akan melalui otot pterigoid, lalu ke
prosesus koronoideus, keluar di
permukaan otot bucinator. Hal ini
mensuplai pada bagian kulit dan
membrane mukosa pipi.
Inferior alveolar nerve : masuk ke otot pterygoid, keluar di depan
arteri dental. Saraf ini masuk ke
mandibula melalui foramen alveolar
inferior. Dari dalam mandibula berjalan
Melalui canal alveolar inferior,
44
memberikan persarafan pada semua gigi
posterior sampai caninus. Pada foramen
mentale bercabang menjadi saraf
incisive dan saraf mentalis.
Lingual Nerve : terletak di depan saraf gigi inferior. Saraf
ini masuk ke bagian bawah rongga mulut
MAKSILA :
Sistem retikuler berada di batang otak . Sel yang berada di atas sistem
reticuler menerima secara kolateral dari semua saraf aferen saat melewati otak
menuju ke thalamus. Dengan demikian stimulus nyeri diproyeksikan,beberapa
45
melalui proyeksi ascending reticulocorticol. Sistem ini berlanjut aktif sebagai
pemberi sinyal kepada kortex cerebral. Dari bagian caudal sistem reticular
inhibitor descending reticulo hingga nucleus spinal dari nevus trigeminus, yang
membuat mekanisme nyeri.
46
1. Needle (jarum suntik)
Tersedia dalam beberapa ukuran, double-ended, dan mempunyai screw-hub
logam atau plastic yang melekat pada akhiran suntikan. Akhiran yang lebih
pendek dari jarum menembus diagframa cartridge analgesic lokal, dan akhiran
yang lebih panjang menembus jaringan untuk mengalirkan larutan analgesic local.
2. Cartridges
Larutan anestesi lokal yang digunakan pada prosedur perawatan gigi
biasanya dipasarkan dalam catridge yang sudah disterilkan. Catridge biasanya
terbuat dari kaca alkali-dan bebas pirogen. Namun, kebanyakan larutan analgesik
lokal tersedia dalam cartridge yang berisi 2.2 ml. cartridge biasanya dijual dalam
kemasan tertutup, yang berarti seluruh cartridge tetap steril sampai segera sebelum
digunakan. Penyegel cartridge memiliki berbagai desain, yang paling umum
adalah penutup logam dengan diafragma karet tipis. Rubber plunger di ujung
cartridge dalam bentuk yang solid, atau ada soket runcing untuk memungkinkan
plunger untuk dimasukkan dan memungkinkan untuk aspirasi.
Cartridge analgesik lokal memiliki nama obat tertentu, konsentrasi, dan juga
nama vasokonstriktor, yang tertulis pada bagian luarnya. Informasi penting yang
harus diperiksa sebelum setiap cartridge dimasukkan ke dalam jarum suntik
adalah tanggal kedaluarsa.
47
Gambar : Empat formulasi larutan analgesik lokal yang biasa
digunakan: dari atas, dua persen lignocaine dengan adrenalin
1:80.000; dua persen lignocaine murni, dan tiga persen prilocaine
dengan 0,03 unit internasional felypressing. Yang paling bawah
mempunyai ukuran yang lebih kecil yaitu 1.8ml, mengandung dua
persen lignocaine dengan adrenalin 1:80.000
2. Syringes
48
dalam barrel. Bagian akhiran datar plunger terbungkus dalam silinder yang
menuntun selama pergerakan. Pegangan yang nyaman dibentuk untuk
memungkinkan agar nyaman dengan telapak tangan baik kiri atau kanan tangan
dokter gigi.
Jenis instrument anestesi local yang akan dibahas dalam makalah ini
meliputi alat suntik sekalai pakai (Disposible syringe), non-aspirating, aspirating,
pin-grip intra-ligamental (Cito-Ject) dan pistol-grip intra-ligamental.
1. Disposible syringe
2. Non- aspirating
49
3. Aspirating
4. Pistol-grip intra-ligamen
50
Desain pertama intra-ligamental analgesik jarum suntik dimasukkan
ke cengkeraman pistol mirip dengan yang digambarkan yang dibawah.
Tujuan dari cengkeraman ini adalah untuk memungkinkan dokter gigi untuk
menghasilkan tekanan tinggi diperlukan untuk teknik intra-ligamental
analgesik. Di ujung jarum suntik adalah tong baja konvensional dengan
sekrup benang untuk tambahan jarum halus. Pistol grip di bawahnya ke kanan
dan memicu pegas menempel pada ratchet ke kiri. Pembungkus plastik yang
cocok erat di kaca cartridge analgesik lokal dapat dilihat melalui jendela
dalam tong. Jarum suntik ini juga disterilkan dengan siklus TST.
51
dalam genggaman pena. Sterilisasi dicapai oleh pembongkaran, hati-hati
mencuci dan siklus TST yang sesuai.
2.5.3 Sterilisasi
52
Gambar : Kiri: autoclave Kanan:TST strip yang menggambarkan
perubahan yang terjadi dalam sterilisasi
53
Gambar : Instrumen yang ditempatkan dalam 2 persen larutan
glutaraldehid sebelum dipakai
54
3. Nerve Block : Posterior Superior Alveolar , Middle Superior Alveolar,
Anterior Superior Alveolar, infraorbital, nasopalatina, dan
maksillary.
1. SUPRAPERIOSTEAL INJECTION
55
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Prosedur :
a. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
b. Orientasi bevel menuju arah tulang
c. Angkat bibir : jaringan tegang
d. lalu suntik sejajar dengan sumbu panjang gigi
e. masukan jarum pada ketinggian muccobucofold di daerah target
gigi
f. naikkan jarum sampai bevel setinggi atau diatas regio apikal gigi
g. aspirasi
h. jika negatif, tambahkan kira-kira 0.5ml (1/3 cartridge) pelan-
pelan selama 30-45 detik
i. pelan pelan tarik suntikan
j. tutup jarumnya
k. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur
56
anestesi dan aspirasi lagi. Ulangi proses ini aspirasi dan injeksi sampai 3 / 4
untuk cartridge penuh dari anestesi telah disimpan tanpa aspirasi positif. PSA
nerve block di beberapa pasien akar yang mesiobuccal molar pertama tidak
teranestesi, jadi anestesi diperlukan injeksi Middle Superior Alveolar Nerve
Block.
Teknik :
1. Jarum panjang 25-gauge
2. Area insersi : tinggi muccobuccal fold diatas molar 2 RA
3. Area target : nervus PSA di posterior dan superior pada batas maxilla
posterior
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Prosedur :
a. untuk nervus PSA kiri, dokter duduk di posisi jam 10
b. untuk nervus PSA kanan, dokter duduk di posisi jam 8
57
c. siapkan jaringan di setinggi muccobuccal fold untuk penetrasi :
keringkan dengan kassa steril, aplikasikan antiseptic dan
anestetik topikal
d. orintasi bevel menuju arah tulang
e. buka sebagian mulut pasien : tarik mandibula ke tempat injeksi
f. tarik pipi dengan jari untuk penglihatan
g. tarik kencang jaringan pada tempat injeksi
h. tempatkan jarum setinggi muccobuccal fold diatas molar 2
i. naikkan jarum perlahan lahan arah atas dalam dan belakang
j. pelan-pelan naikkan jarum melalui jaringan lunak
k. lalu pelan-pelan naikkan jarum ke kedalaman yang dianjurkan
l. aspirasi
m. memutar suntikan (needle bevel) ¼; reaspirasi
n. kembalikan suntuikan pada posisi awal dengan bevel mengikuti
arah tulang
o. pelan-pelan tarik suntikan
p. tutup jarum
q. tunggu 3-5 menit sebelum memulai prosedur awal
58
Nervus yang teranestesi yaitu nervus middle superior alveolar.
Teknik ini menganestesi pulpa premolar 1 dan 2 RA dan akar mesibukal
molar 1 RA. Jaringan periodontal bukal dan tulang diatas giginya. MSA
biasanya di indikasikan ketika blok nervus infraorbital gagal meng anestesi
distal kaninus. Prosedur dental yang hanya melibatkan premolar dan tidak
boleh dilakukan jika tidak adanya nervus MSA. Infeksi atau inflamasi di
daerah injeksi. MSA ini biasanya dapat meminimalisasi jumlah injeksi dan
voleme larutan.
Teknik :
59
4. BLOK NERVUS ALVEOLARIS SUPERRIOR ANTERIOR
Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi
kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke
atas apeks akar gigi tersebut.
60
sekaligus. Injeksi ini juga dapat digunakan untuk alveolektomi, pengangkatan
gigi impaksi atau kista.
Teknik :
1. Disarankan jarum ukuran panjang 25 gauge
2. Area insersi : tinggi dari muccobucofold diatas premolar 2
3. Area target : foramen infraorbital yang berada di bawah infraorbital
notch
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Kedalaman jarum yang di injeksi sedalam 5 mm keluar dari
permukaan bukal
6. Prosedur :
a. Posisi dokter untuk nervus kiri dan kanan, duduk di posisi jam
10
b. Posisi pasien telentang atau semi telentang, pasien diminta
menaikkan leher sedikit.
c. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
d. Tempatkan foramen infraorbital
61
e. Simpan jari di foramen atau beri tanda
f. Angkat bibir : jaringan tegang dan terlihat
g. masukan jarum pada ketinggian muccobucofold di daerah target
gigi dengan bevel
h. berorientasi ke arah jarum suntik penanda foramen orbital
i. jarum harus paralel sepanjang sumbu gigi dan dinaikkan untuk
menghindari kontak prematur tulang
j. naikkan suntikan perlahan lahan sampai tulang berkontak
k. posisikan ujung jarum dengan bevel menghadap foramen
infraorbital dan ujung jarum mengenai atap foramen infraorbital
l. aspirasi
m. tambahkan larutan anestesi lokal kira-kira 1-1.25 ml (1/2 sampai
2/3 cartridge
n. pelan pelan tarik suntikan
o. tutup jarumnya
p. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur
62
Pertama-tama pada teknik ini kita harus meraba palatum mulut
hingga depresi dari foramen dirasakan (biasanya di medial molar kedua).
Kering jaringan, dan menerapkan antiseptik dan anestesi topikal selama 2
menit. Beri tekanan dengan kapas selama 30 detik. Lanjutkan tekanan dengan
kapas sampai injeksi selesai. Menyuntikkan beberapa tetes obat bius.
Lepaskan tekanan jarum dan memajukan ujung jarum ke jaringan sedikit.
Lanjutkan dengan menerapkan prosedur ini tekanan ke bevel dan deposito
beberapa tetes anestesi, kemudian insersikan, sampai jarum kontak dengan
palatal tulang. Deposito kurang dari keempat untuk sepertiga kartrid dari
aspirasi anestesi setelah terbukti negatif.
Teknik :
1. Disarankan jarum ukuran pendek 27 gauge
2. Area insersi : jaringan lunak anterior ke foramen palatina besar
3. Area target : nervus anterior palatina
4. Jalan insersi : meninggikan suntikan dari bagian yang berlawanan di
sudut yang tepat ke area target
5. Orientasi bevel : harus menuju arah palatal jaringan lunak
6. Prosedur :
a. Pasien pada posisi telentang pasien diminta membuka mulut
lebar, menaikkan leher, arahkan kepala ke kiri atau kanan agar
mempermudah penglihatan
b. Menentukan foramen palatina
c. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
d. Setelah 2 menit anestesi topikal bersihkan bagian posterior jadi
secara langsung itu adalah foramen palatina anterior
e. Suntik langsung kedalam mulut dari bagian berlawanan dengan
jarum mendekati daerah injeksi pada sudut yang benar
f. Tempatkan bevel terhadap tempat yang pucat sebelumnya pada
tempat injeksi jaringan lunak
g. Dengan bevel telusuri seluruh jaringan
h. Jarum luruskan dan biarkan bevel penetrasi ke mukosa
63
i. Buang cotton secepat mungkin ketika blanching terjadi
j. Dengan pelan naikkan jarum sampai tulang palatal berkontak
k. Aspirasi
l. Deposit larutan anestesi lokal tidak lebih dari 1/3 cartridge
m. pelan pelan tarik suntikan
n. tutup jarumnya
o. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur
64
larutan dan tidak ada hemostasis dan berpotensial sebagai injeksi intraoral
yang traumatik
Teknik :
65
8. MAXILLARY NERVE BLOCK
Nervus yang teranestesi yaitu divisi maxilla pada sisi blok nervus.
Area yang teranestesi pada pulpa gigi maxilla di sisi blok nervus, buccal
periodontium dan tulangnya, jaringan lunak dan tulang pada palatum keras
dan bagian palatum lunak hingga midline. Kulit pada kelopak mata bawah,
sisi hidung, pipi dan bibir atas. Indikasikan untuk kontrol nyeri. Inflamasi
atau infeksi jaringan menghindari penggunaan regional blok nervus.
Kontraindikasi pada dokter yang tidak berpengalaman. Pasien anak-anak.
Pasien yang tidak kooperative. Inflamasi dan infeksi di daerah injeksi. Resiko
hemorhagi yang tinggi. Dekat ke canal palatine. Keuntungan teknik ini
atraumatic. Tingktak sukses tinggi. Minimalisir penetrasi jarum dan volume
larutan anestesi lokal. Teknik ini dapat menyebabkan resiko hematoma tinggi,
tekniknya semaunya, kekurangan hemostasis, potensial traumatic
Teknik :
66
b. Posisi dokter untuk injeksi tuberositas kanan di posisi jam 8,
injeksi tuberositas kiri posisi jam 10
c. Posisi pasien terlentang
d. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
e. orintasi bevel menuju arah tulang
f. buka sebagian mulut pasien : tarik mandibula ke tempat injeksi
g. tarik pipi dengan jari untuk penglihatan
h. tarik kencang jaringan pada tempat injeksi
i. tempatkan jarum setinggi muccobuccal fold diatas molar 2
j. naikkan jarum perlahan lahan arah atas dalam dan belakang
k. pelan-pelan naikkan jarum melalui jaringan lunak
l. lalu pelan-pelan naikkan jarum ke kedalaman yang dianjurkan
m. aspirasi
n. memutar suntikan (needle bevel) ¼; reaspirasi
o. kembalikan suntuikan pada posisi awal dengan bevel mengikuti
arah tulang
p. pelan-pelan tarik suntikan
q. tutup jarum
r. tunggu 3-5 menit sebelum memulai prosedur awal
67
1. INFERIOR ALVEOLAR NERVE BLOCK
68
Prosedur :
1. posisi dokter apabila akan memblok nervus inferior alveolar sebelah
kanan, maka posisinya di arah jam 8, apabila sebelah kiri diarah jam 10.
2. Posisikan pasien : terlentang atau semi terlentang. Lalu instruksikan
pasien untuk membuka mulut agar penglihatan jelas pada daerah yang
akan diinjeksi
3. Tempatkan jari telunjuk atau jempol kiri di coromoid notch
a. garis yang ditarik secara langsung posterior dari coronoid notch
hingga pterygomandibular raphe akan menunjukkan ketinggian
injeksi
b. jari menarik jaringan secara lateral, regangkan jaringan disekitar
daerah injeksi
c. jarum dimasukkan diantara 2/3 dan ¾ jarak antero-posterior
sepanjang garis dari coronoid notch
d. batas posterior dari ramus mandibula kira kira secara intra oral
dengan menggunakan pterygomandibular raphe dan mengarah ke
superior ke arah maxilla
e. metode alternatif dengan memperkirakan dimensi antero-posterior
pda ramus dengan menempatkan jempol pada coronoid notch dan
telunjuk (secara extra oral) di batas posterior ramus dan
memperkirakan jarak antara 2 jari
4. Siapkan jaringan tempat daerah injeksi dengan keringkan menggunakan
kasa steril, antiseptik dan anestetik topical
5. Tempatkan suntikan di sudut mulut pada sisi contralateral (kirakira di
daerah premolar)
6. Penetrasi jarum terjadi ketika persimpangan 2 poin
a. Poin 1 garis yang ditarik dari coronoid notch, paralel dengan
occlusal plane pada gigi mandibula melewati pterygomandybular
raphe; penentuan tinggi injeksi
b. Poin 2 adalah garis vertikal yang ditarik melewati poin 1
setidaknya 2/3 , tapi tidak lebih dari ¾ jalan kembai dari batas
anterior ramus; penentuan daerah injeksi anterior-posterior
69
7. Pelan pelan naikan jarum melewati jaringan hingga tulang berkontak
dengan lembutnya
8. Tarik jarum kira-kira 1 mm
9. Aspirasi
10. Tunggu kira-kira 3- 5 menit sebelum memulai prosedur dental
Prosedur:
1. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan
gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan
corpus mandibulae, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik
70
sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-la
menggunakan jarum panjang 25-gauge
2. Posisi dokter
a. Untuk buccal nerve block kanan dokter duduk berada di posisi
jam 8.
b. Untuk buccal nerve block kiri dokter berada di posisi jam 10.
3. Posisikan pasien : terlentang atau semi terlentang
4. Siapkan jaringan tempat daerah injeksi dengan keringkan
menggunakan kasa steril, antiseptik dan anestetik topikal
5. simpan telunjuk kiri di muccobucofold kanan dan tarik bibir bawah
dan buccal soft tissue sacara lateral untuk memperjelas penglihatan
dan menjadikan penetrasi yang atraumatik dengan jaringan yang
tegang
6. suntik langsung kearah daerah injeksi dengan bevel menghadap
kebawah ke arah tulang dan suntik lurus paralel ke occlusal plane
pada sisi injeksi
7. penetrasi membran mukosa pada tempat injeksi, distal dan bukal ke
molar terakhir
8. tinggikan jarum pelan-pelan hingga mucoperiosteum berkontak
a. untuk menghindari nyeri ketika jarum berkontak
mucoperiosteum, deposit sedikit larutan anestetik lokal tepat
sebelum kontak sebanyak ¾ cartridge
b. kedalaman penetrasi jarang melebihi 2-4mm.
9. aspirasi
10. tarik jarum suntik dan segera tutup jarum
11. tunggu kira-kira 1-2 menit sebelum memulai dental prosedur
71
3. TEKNIK ANESTESI BLOK N.MENTALIS
Prosedur:
1. posisi dokter apabila akan memblok nervus mental sebelah kanan,
maka posisi nya di arah jam 8 atau 10, apabila sebelah kiri di arah
jam 8 atau 10.
2. Posisikan pasien : terlentang atau semi terlentang. Lalu
instruksikan pasien untuk menutup mulut agar penglihatan jelas
pada daerah yang akan diinjeksi
3. Menentukan lokasi foramen mental
a. Tempatkan jari atau cotton di muccobuccal fold, tekan body
mandibula di area molar 1
b. Pindahkan jari atau cotton pelan-pelan ke arah anterior ke
foramen mental, hngga tulang bawah jari , menjadi irregular
dan cembung, Tulang distal dan anterior foramen mentale
terasa lembut, Foramen mental biasanya terletak di antara 2
apex premolar, Pasien akan mengomentari tekanan pada area
ini menghasilkan rasa sakit.
c. Jika ada radiografi tersedia, foramen mentale dapat gampang
terlokasi
72
4. Siapkan jaringan tempat daerah injeksi dengan keringkan
menggunakan kasa steril, antiseptik dan anestetik topikal
5. Dengan telunjuk kiri tarik bibir bawah dan jaringan bukal secara
lateral
6. Orientasi bevel langsung ke arah tulang
7. Penetrasi membran mukosa pada daerah injeksi, secara langsung
ke arah anterior foramen mentalis
8. Pelan pelan naikan jarum melewati jaringan hingga tulang
berkontak dengan lembutnya; kedalaman penetrasi kira-kira 5-
6mm
9. Aspirasi
10. Cabut suntikan perlahan lahan dan secepatnya
11. Tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur dental
4. TEKNIK GOW-GATES
Prosedur :
1. Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
73
3. Posisi operator :
a. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam
8 menghadap pasien.
b. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada posisi jam 10
menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.
4. Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut
Daerah sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah
insersi otot pterygoideus eksternus.
5. Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic
notch ke sudut mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat
ketinggian penyuntikan secara ekstra oral dengan meletakkan tutup
jarum atau jari telunjuk.
6. Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu
meregangkan jaringan .
7. Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra
oral berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan
mesiopalatinal M2 maksila.
8. Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9. Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi
berlawanan, dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum
diinsersikan kedalam jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila .
10. Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut
ke intertragic notch pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan
dengan sudut telinga kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P
pada sisi yang berlawanan, posisi tersebut dapat berubah dari M
sampai I bergantung pada derajat divergensi ramus mandibula dari
telingan ke sisi wajah.
11. Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang
leher kondilus, sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum
belum berkontak dengan tulang, maka jarum ditarik kembali per-
lahan2 dan arahnya diulangi sampai berkontak dengan tulang.
74
Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak dengan
tulang.
12. Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan
anestetikum sebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
13. Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .
14. Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh
dilakukan.
Prosedur :
75
6. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan
rileks.
7. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum
diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction
molar kedua dan ketiga maksila.
8. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum
dibelokkan mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N.
Alveolaris inferior.
9. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8 ml
secara
perlahan-lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali.
6. TEKNIK FISHER :
Prosedur :
1. Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic
didaerah trigonum retromolar.
2. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser
kelateral untuk meraba linea oblique eksterna.,
3. Kemudian telunjuk digeser kemedian untuk mencari lineaoblique interna,
ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna dan permukaan
samping jari berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.
76
Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari
sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar
dengan bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5
mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan
anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N.
Lingualis.
Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum
ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-
kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan
anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N.
Alveolaris inferior.Setelah selesai spuit ditarik kembali.
77
BAB III
HASIL DISKUSI
Daftar Pertayaan :
1. Muhammad seiz
Pertanyaan : Mengapa ada kejadian pasien tidak bisa menerima obat
anestesi tersebut, penyebabnya apa?
Jawab : Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang
yang tidak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan
(resisten terhadap obat bius). Beberapa kondisi yang bisa
menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di
antaranya: Pecandu alcohol, Pengguna obat psikotropika
seperti morfin, ekstasi dan lainnya, Pengguna obat anelgesik.
Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang
rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan
yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya.
78
Jawab : Anestesi topical diperoleh melalui aplikasi (pengolesan) agen
anestesi tertentu pada daerah kulit atau membrane mukosa
yang digunakan untuk membaalkan ujung-ujung syaraf
superficial dan hanya membaalkan mukosa sebelum
dilakukan penyuntikan. Jadi tidak digunakan untuk memblok
gigi. Jadi pada prinsipnya teknik anestesi semua sama, karena
tetap ada difusi dari obat anestesi local ke ujung sel-sel saraf.
Farmakologi obat anestesi local tergantung pada masing-
masing obat yang digunakan.
Mekanisme kerja obat anestesi local : obat bekerja pada
reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel syaraf terhadap ion
natrium dan kalium, sehing aterjadi depolarisasi pada selaput
syaraf dan hasilnya tidak terjadi kunduksi saraf. Aksi
utamanya adalah memblokade ‘voltage-gated sodium
channels).
4. Afina Nuradisti
Pertanyaan : Bagaimana seandainya pada saat pemberian anestesi lokal
terjadi baal permanen? apa yang menyebabkannya?
Jawab : Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab baal
permanen, di antaranya komplikasi pada saat anestesi.
Kerusakan nervus dapat terjadi secara sementara atau
permanen, bergantung pada derajat kerusakan syaraf. Bisa
saja kerusakannya ringan, dan rasa baal dapat hilang meski
terkadang tidak dapat kembali seperti semula. Karena proses
regenerasi sel-sel syaraf tidak secepat jaringan lain (misalnya
sel kulit yang cepat memperbarui diri), pemulihan biasanya
membutuhkan waktu cukup lama, berkisar 6 bulan-1tahun.
Pasien dapat diberikan obat-obatan/vitamin syaraf untuk
mempercepat penyembuhan.Namun kerusakan juga dapat
terjadi secara permanen, dimana serabut syaraf benar-benar
79
putus. Jika ini terjadi maka pasien akan merasa baal untuk
seterusnya. Berkonsultasilah dengan dokter spesialis syaraf/
neurolog untuk memastikannya.
80
mencukupi jika tanpa vasokonstriktor. Sehingga sangat tidak
dianjurkan anestesi local diberikan tanpa vasokonstrikor. Jadi
cara yang tepat pada penderita hypertensi yaitu dengan
melakukan perawatan dan pemberian obat yang dapat
menurunkan tekanan darahnya terlebih dahulu sebelum
diberikan anestesi lokal.
81
BAB IV
KESIMPULAN
82
DAFTAR PUSTAKA
Mallamed SF. 1980. Handbook of Local Anesthesia. the C.V Mosby Company. St
Louis
Purwanto, drg. 1993. Petunjuk praktis anestesi local. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta: EGC
Roberts, GJ. Rosenbaum, NL. A colour atlas of dental analgesia & sedation. 1991
83