Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi.


Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi
dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang
buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan
sangat membantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur
operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat
tergantung pada anestesi lokal yang baik.

Menurut istilah, anestesi lokal (anestesi regional) adalah hilangnya rasa


sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran.
Anestesi lokal merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik
tubuh, kebalikan dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak.
Anestesi local memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah
tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik.

Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi lokal diinjeksikan pada


permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan
menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot,
regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis
atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan,
suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat
sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. Anestesi lokal dapat
memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system syaraf
pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi lokal pada permukaan
kulit atau tubuh.

Adapun manfaat dari anestesi lokal diantaranya ; 1) digunakan sebagai


diagnostik, untuk menentukan sumber nyeri, 2) digunakan sebagai terapi, anestesi
local merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi yang sangat nyeri, tujuan
dari terapi anestesi local yaitu menghilangkan nyeri pada pasien meski bersifat
sementara, 3) digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi, 4)

1
digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi efek anestesi yang
berlanjut sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.

Keuntungan dari anestesi lokal diantaranya : tidak diperlukan persiapan


khusus pada pasien, tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks, dan
tidak ada resiko obstruksi pernapasan. Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan
dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan
dalam prosedur operasi. Pasien tetap sadar dan kooperatif selama prosedur
operatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi. Pasien-pasien dengan penyakit
serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir pemberian anestesi
lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan. Tidak dibutuhkan ahli anestesi.

Instrumen anestesi local meliputi syringe, jarum dan catridge. Untuk


mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus
dibidang kedokteran gigi yaitu : anestesi topikal, anestesi infiltrasi, anestesi blok,
anestesi field blok dan anestesi nerve blok.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neurofisiologi Anestesi Lokal


2.1.1 Syarat-Syarat Anestesi Lokal
Anestesi lokal telah didefinisikan sebagai hilangnya sensasi pada area
yang terbatas pada tubuh yang disebabkan oleh penurunan eksitasi pada ujung
saraf atau penghambatan pada proses konduksi di saraf peripheral. Ciri utama
anestesi lokal ini adalah hilangnya sensasi namun tanpa hilang kesadaran.
Ada beberapa cara timbulnya suatu anestesi lokal :
1. Trauma mekanik
2. Temperatur rendah
3. Anoxia
4. Iritan kimia
5. Agen neurolitik seperti alkohol dan phenol
6. Agen kimia seperti anestesi lokal

Berikut adalah syarat-syarat dari anestesi lokal :


1. Tidak mengiritasi jaringan
2. Reversibel.
3. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen pada struktur saraf
4. Toksisitas sistemiknya harus rendah
5. Harus efektif pada injeksi di jaringan maupun aplikasi lokal pada membran
mukosa
6. Waktu onset harus sependek mungkin
7. Duration of action (DOA) harus cukup lama sampai prosedur selesai,
namun tidak cukup lama karena memerlukan proses penyembuhan.

2.1.2 Dasar-Dasar Pembangkitan dan Transmisi Impuls

Konsep dari anestetik lokal itu sendiri yaitu: bahan-bahan kimia yang
mencegah pembangkitan dan penghantaran dari impuls saraf. Anestetik lokal
membentuk penghalang kimia antara sumber impuls (cth: pulpa gigi) dan otak.

3
Impuls itu sendiri, yang tidak mencapai otak, tidak dapat diinterpretasikan sebagai
nyeri oleh pasien.

Anatomi Serabut Saraf :

Fisiologi saraf perifer


Fungsi dari saraf adalah untuk membawa pesan dari satu bagian tubuh ke
bagian lain. Pesan ini, dalam bentuk potensial elektris, disebut dengan impuls.
Impuls diinisiasi oleh stimulus kimia, termal, mekanikal, ataupun elektris.

Ketika impuls diinisiasi oleh stimulus pada serabut saraf tertentu,


amplitudo dan bentuk impuls tetap konstan (selama tidak ada perubahan kualitas
dan kekuatan stimulus). Impuls itu berjalan sepanjang saraf disebabkan energi
yang dikeluarkan oleh serabut saraf itu sendiri.

Tahap-tahap elektrofisiologi dari konduksi saraf


Berikut adalah peristiwa elektris yang timbul dalam saraf selama terjadinya
konduksi dari sebuah impuls.

1. Sebuah saraf memiliki fase resting potential (dalam keadaan istirahat).


Pada resting potential ini terdapat tegangan listrik negatif sebesar -60

4
sampai -90 mV di sepanjang membran saraf. Bagian yang negatif adalah
bagian dalam saraf.
2. Sebuah stimulus menghasilkan eksitasi pada saraf yang membawa ke
tahap-tahap selanjutnya.
3. Fase awal dari depolarisasi lambat (slow depolarization) timbul. Tegangan
listrik dalam saraf menjadi kurang negatif.
4. Saat tegangan listrik mencapai level kritis, timbul tahap depolarisasi yang
sangat cepat (rapid depolarization). Tahap ini dinamakan threshold
potential (potensial ambang) atau firing threshold.
5. Fase rapid depolarization menghasilkan reversal (pembalikan) tegangan
listrik pada membran saraf. Tegangan listrik bagian dalam saraf kini
menjadi positif, sebaliknya dengan bagian luar membran. Tegangan listrik
positif itu sebesar 40 mV.
6. Timbul repolarisasi. Tegangan listrik bagian dalam secara berangsur-
angsur kembali menjadi negatif, sampai angka -60 sampai -90 mV pada
resting potential kembali tercapai.
7. Keseluruhan proses (dari tahap 2 sampai 6) membutuhkan 1 milidetik.
Depolarisasi (tahap 2-5) membutuhkan 0,3 milidetik. Repolarisasi (tahap
6) membutuhkan 0,7 milidetik.

Tahap-Tahap elektrokimia dari konduksi saraf :


Rangkaian peristiwa berikut tergantung pada dua faktor penting yaitu: 1)
konsentrasi elektrolit dalam axoplasma dan cairan extraseluler ; 2) permeabilitas
dari membran saraf terhadap ion sodium dan potassium.
1. Resting state
Pada saat membrane istirahat, membran saraf mengalami :
1. Sedikit permeabel pada sodium (Na+)
2. Bebas Permeabel pada potassium (K+)
3. Bebas Permeabel pada klorida (Cl-)
Potassium yang tersisa di dalam aksoplasma terlepas bebas
permeabilitasnya untuk menyebar ke membran saraf dan gradien
konsentrasinya. Karena muatan negatif dari membrane saraf dikendalikan
ke ion muatan positif oleh atraksi elektrostatis.

5
Klorida tetap berada di luar membrane saraf bukannya bergerak sepanjang
gradient konsentrasinya ke sel saraf karena pengaruh elektrostastis memaksa
keluar migrasi. Hasilnya tidak ada penyebaran klorida pada membrane.
Konsentrasi seperti halnya gradien elektostatis mendukung migrasi ke
dalam dari ion sodium. Hanya kenyataanya bahwa membran saraf istirahat
secara keseluruhan tidak permeable pada sodium mencegah besarnya arus
pada ion.

2. Eksitasi Membran
- Depolarisasi :
Eksitasi dari segmen saraf menyebabkan peningkatan permeabilitas
membrane sel ke ion sodium. Karena cepatnya ion sodium yang masuk ke
sel saraf mengakibatkan depolarisasi dari membrane saraf dari level istirahat
ke ambang pemecatan sekitar -50 sampai -60 mV. Ambang pemecatan
adalah besarnya penurunan pada potensial transmembran yang negatif ke
inisiasi aksi yang potensial. Pemaparan saraf dari anestesi local
meningkatkan ambang pemecatan. Tinggi ambang berarti banyak yang
harus melewati membran agar potensial transmembran negatifnya turun
ketika depolarisasi muncul. Hasil akhirnya tercapai potensial elektrisitas
sebesar 40 mV. Depolarisasi membutuhkan waktu sekitar 0.3 ms.

- Repolasisasi :
Pada akhir depolarisasi permeabilitas dari membrane saraf ke ion
sodium menurun kembali, dan permeabilitas potassium yang tinggi
kembali. Karena potassium dapat bergerak bebas ke dalam sel,
keseimbangan eletrokimia dan potensi instirahat kembali (-60 sampai – 90
mV). Pengembalian kembali potensial membran ke level original (-60 - -90
mV) membutuhkan sedikit sodium berlebih pada sel saraf dan sedikit
berlebih potassium pada ekstraselular. Proses repolarisasi ini membutuhkan
waktu 0,7 ms.

Segera setelah stimulus diinisiasi impuls, saraf tidak dapat merespon


stimulus lain dalam beberapa waktu,terlepas dari kekuatannya. Ini disebut

6
periode refraktori mutlak, dan berlangsung sekitar durasi dari potensial aksi.
Periode refraktori mutlak ini diikuti periode refraktori relative, selama
impuls yang baru dapat diinisiasi namun hanya oleh yang lebih besar dari
stimulus normal. Periode refraktori relatif ini berlanjut untuk menurunkan
hingga level normal kembali, atau dengan kata lain saraf terrepolasisasi.

3. Saluran Membran
Membran saraf dilintasi oleh saluran yang berisi (water-filled
channel), yang mempunyai radius sekitar 2Ǻ. Kehadiran saluran ini untuk
membantu membrane permeabilitas atau impermeabilitas untuk ion tertentu.
Ion sodium lebih tipis dari ion potassium dan klorida dan menyebar secara
bebas pada saluran membrane, ke sel saraf, dan menurunkan gradien
konsentrasi. Ini tidak muncul karena ion tersebut bereaksi dengan air
sehingga menjadi hidrasi. Ion sodium terlalu besar untuk melewati saluran
yang sempit sedangkan ion potassium dan klorida dapat melewatinya.

Selama depolarisasi, ion sodium dapat melewati membrane saraf.


Perubahan pada membrane ini memproduksi pelebaran transien dari saluran
transmembran ke ukuran yang memungkinkan menurunnya konsentrasi
gradient ke aksoplasma.

Perambatan Impuls
Inisiasi diikuti stimulus, impuls haru bergerak sepanjang permukaan
akson. Energi dari perambatan impuls ini diperoleh dari energi yang dilepaskan
oleh membran saraf. Stimulus menggangu keseimbangan istirahat dari membrane
saraf; transmembran potensial membalik sementara; bagian dalam dari sel
berubah dari negative ke positif, dan bagian luar sel berubah dari positif ke
negative.

Aliran arus local menyebabkan bagian dalam sel semakin negative dan
bagian luar semakin positif. Akibatnya potensial transmembran menurun dan
terjadi depolarisasi. Kondisi pada segmen yang telah depolarisasi kembali ke
normal diikuti periode refraktori relative dan mutlak. Ini dikarenakan gelombang
depolarisasi hanya dapat menyebar satu arah.

7
Penyebaran Impuls
Impuls yang disebarkan berjalan sepanjang membran saraf ke sistem saraf pusat.
penyebaran impuls ini berbeda, tergantung apakah sarafnya bermyelin.
a. Saraf tidak bermyelin
Serabut saraf yang tak bermyelin dasarnya adalah silinder panjang
dengan membran sel yang resistansi elektriknya tinggi membungkus inti
aksoplasma yang resistansi elektriknya rendah, dan semuanya di basahi oleh
cairan extraselular yang resistansi elektriknya rendah. Membran sel
resistansi tinggi dan media intraselular resistansi rendah menghasilkan
pengurangan kerapatan dari arus dalam jarak yang pendek dari segmen yang
terdepolarisasi. di daerah yang berdampingan dengan segmen ini, aliran arus
lokal dapat mencukupi untuk memulai depolarisasi membran yang istirahat.

b. Saraf bermyelin
Impuls yang tersebar di saraf ini berbeda dengan saraf yang di atas
akibat dari lapisan yang mengisolasi muatan intraselular dan extraselular.
makin jauh muatannya makin sedikit arus yang dibutuhkan untuk memberi
muatan membran. arus lokal dapat berjalan lebih jauh dibandingkan saraf
yang di atas sebelum ia tidak dapat lagi mendepolarisasi membran saraf di
depannya.

Penjalaran impuls di saraf ini terjadi akibat loncatan arus dari titik ke
titik disebut konduksi saltatory. Bentuk penjalaran impuls yang seperti ini
terbukti lebih cepat dan efisien energi dari saraf yang diatas. tebal selaput
myelin bertambah dengan bertambahnya diameter akson. jarak dari nodus
ranvier juga bertambah dengan bertambahnya diameter axon. Karena 2
faktor ini, konduksi saltatory lebih cepat di akson yang lebih tebal.
Konduksi saltatory biasanya berjalan dari nodus ke nodus dengan
sifat yang seperti langkah. namun, dapat di demonstrasikan bahwa aliran
arus di node berikutnya masih melebihi dari kebutuhan untuk mencapai
firing threshold dari membran nodal. apabila penjalaran impuls tertahan di
satu node, arus lokal akan meloncati node itu dan masih cukup untuk

8
menaikkan potensial membran di node berikutnya sampai ke potensial firing
dan menghasilkan depolarisasi.

2.1.3 Mode and Site of Action of Local Anesthetics


Bagaimana dan dimana local anesthetic agent mengubah proses
pembangkitan impuls dan transmisinya. Mungkin saja bagi agen anestesi lokal
untuk mengganggu proses eksitasi di membran saraf dengan salah satu cara di
bawah :
1. mengubah potensial istirahat dasar dari membran saraf
2. mengubah ambang potensial (firing level)
3. mengurangi kecepatan depolarisasi
4. memperpanjang repolarisasi

Riset telah membuktikan bahwa efek primer dari anestesi lokal muncul
saat depolarisasi. Efek – efek ini meliputi pengurangan kecepatan depolarisasi,
khususnya di fase depolarisasi lambat. karena ini, depolarisasi selular tidak cukup
untuk mengurangi potensial membran dari serabut saraf ke firing level. Aksi
potensial yang tersebar tidak muncul. tidak ada perubahan yang mengiringi
repolasisasi.

Letak obat aestetik lokal bekerja


Obat-obatan anestesi lokal mengeluarkan aksi farmakologinya pada
membran saraf. Beberapa teori yang ada sekarang ini menyatakan bahwa pada
membran saraf dihasilkan blok konduksi, yaitu :

1. Surface Charge Theory


Teori ini menyatakan bahwa anestetik lokal beraksi dengan melekat pada
membran saraf dan mengubah potensial listrik pada permukaannya.
Contohnya saat suatu kation (RNH+) dari molekul obat berada pada
permukaannya, maka ia akan membawa muatan positif dan membuat
permukaan membran menjadi lebih positif, sehingga menurunkan
eksitabilitasnya. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan kemampuan dari
molekul anestetik yang tidak bermuatan untuk memblok impuls saraf
(misalnya benzokain).

9
2. Membrane Expansion Theory
Teori ini menyatakan bahwa molekul anestetik lokal berdifusi ke daerah
hidrofobik pada membran yang excitable, lalu memperluas/memperbesar
daerah kritis pada membran, dan menyebabkan perubahan pada susunan
matriks lipoprotein membran saraf, sehingga mencegah naiknya permeabilitas
Natrium. Jenis-jenis anestetik lokal yang bersifat sangat larut dalam lemak
dapat menembus bagian lemak dari membran sel, dan mengubah susunan
matriksnya. Hal ini mengakibatkan mengecilnya diameter saluran (channels)
natrium, dan akhirnya terjadi penghambatan konduksi Natrium dan eksitasi
neural. Hal ini tentu dapat menjelaskan molekul anestetik lokal seperti
Benzokain yang tak bermuatan.

3. Specific Receptor Hypothesis


Teori ini merupakan teori yang paling diminati sekarang ini, menyatakan
bahwa anestetik lokal beraksi dengan melekatkan dirinya pada reseptor
spesifik pada membran saraf. Aksi obatnya adalah secara langsung, tidak
termediasi akibat perubahan sifat umum membran sel. Sebagai hasil penelitian
terhadap biokimia dan elektrofisiologinya, dikatakan bahwa reseptor anestesi
lokal mungkin berada pada atau dekat dengan saluran Natrium pada membran
sel, atau permukaan eksternal maupun internal dari permukaan axoplasma.
Anestetik lokal lalu diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya untuk
bereaksi terhadap tempat reseptor spesifik di saluran natrium. Dua biotoksin –
Tetrodotoksin dan Saxitoksin – merupakan satu-satunya anestetik lokal yang
memblok saluran Natrium pada tempat reseptor eksternal, sedangkan Lidokain
dan anestetik lokal lainnya efektif pada tempat reseptor internal.

Klasifikasi Definisi Zat Kimia


Zat yang beraksi pada reseptor Tetrodotoksin,
Kelas A
eksternal permukaan membran saraf Saxitoksin
Zat yang beraksi pada reseptor Quarternary ammonium
Kelas B
internal permukaan membran saraf analogues of Lidocaine
Kelas C Zat yang receptor-independent dan Benzocaine

10
melalui mekanisme fisikokemis
Penggunaan klinis:
Zat kombinasi antara receptor-
Kelas D lidocaine, mepivicaine,
independent dan dependent
dll

Pada tabel telah diklasifikasikan secara biologis anestetik lokal


berdasarkan site of action dan bentuk aktif senyawanya. Pada kelas C
dikhususkan pada anestetik lokal tak bermuatan (RN), sedangkan kelas D ada
yang bermuatan dan tidak (90% blok pada kelas ini melalui reseptor spesifik,
10% reseptor membran).
Berhubungan dengan site of action dari anestetik lokal, maka hal yang
harus dipertimbangkan adalah jika sarafnya bermyelin. Lapisan myelin dapat
mengisolasi (insulates) akson baik secara elektris maupun farmakologis, maka
satu-satunya tempat dimana obat anestetik lokal punya akses menuju membran
saraf adalah melalui Nodus Ranvier. Perubahan ionik yang terjadi saat
konduksi impuls juga hanya berlangsung pada nodus tersebut. Maka untuk
memastikan anestesi efektif, maka paling sedikit dua atau tiga nodus yang
berdekatan dengan tempat anestesi harus terblok agar mencegah loncatan dari
nodus dan berjalannya impuls.

Mekanisme aksi obat anestetik lokal


Hasil utama yang diinginkan anestetik lokal dalam memunculkan blok
konduksi adalah untuk menurunkan permeabilitas membran saraf terhadap ion-ion
Natrium (Na+). Anestetik lokal juga menyebabkan penurunan konduktan Kalium
(K+) yang sangat sedikit melalui membran saraf. Sedangkan ion kalsium (Ca2+),
dalam bentuk melekat/bergabung dengan membran sel, yang biasanya membantu
perpindahan ion Natrium melewati membran saraf (menaikkan permeabilitas)
dengan cara melepaskan dirinya dari membran saraf (pada tahap awal
depolarisasi), diatasi oleh anestetik lokal yang bersifat antagonis kompetitif
dengan ion kalsium.

11
Berikut ini adalah rangkaian kejadian yang diperkirakan saat mekanisme
aksi obat-obatan amestetik lokal :
1. Perpindahan ion-ion Kalsium dari tempat reseptor saraf
2. Perlekatan molekul anestetik lokal pada tempat tersebut
3. Pemblokan saluran Natrium
4. Menurunkan konduktansi Natrium
5. Menurunkan kadar elektris depolarisasi
6. Gagal dalam mencapai tahap potensial threshold
7. Kurangnya propagasi potensial aksi
8. Blok Konduksi

Mekanisme dimana ion Natrium memperoleh pintu masuk menuju interior


sel yang menginisiasi potensial aksi, diubah oleh anestetik lokal. Membran saraf
menjadi tetap dalam keadaan polar karena pergerakan/perpindahan ion tidak
terjadi. Karena potensial elektris membran tidak berubah, maka tidak terjadi arus
lokal dan mekanisme self-perpetuating dari propagasi impuls ditunda. Impuls
yang tiba pada segmen saraf yang diblok terhentikan karena tidak mampu
melepaskan energi untuk melanjutkan propagasi. Blok saraf yang dihasilkan
anestetik lokal disebut blok saraf nondepolarisasi.

2.1.4 Bentuk Aktif Anestetik Lokal

Molekul Anestetik Lokal


Kebanyakan dari anestetik lokal yang dipakai dengan injeksi merupakan
amina tersier. Hanya sedikit, seperti prilokain dan hexylkain, merupakan amina
sekunder. Berikut struktur kimiawi yang terdapat pada anestetik lokal (struktur
dasar ini juga terdapat pada senyawa kimia seperti antihistamin dan antikoligernik
yang menunjukkan efek anestetik yang lemah) :
a. Bagian lipofilik merupakan bagian terbesar dari molekul anestetik lokal
b. Berstruktur aromatik (berasal dari asam benzoat atau anilin)
c. Bagian hidrofilik berupa derivat etil alkohol atau asam asetat (molekul
anestetik lokal tanpa bagian hidrofilik tidak cocok untuk injeksi namun
baik untuk jenis topikal)

12
d. Struktur dilengkapi dengan rantai intermediate hidrokarbon yang
mengandung hubungan ester atau amida.

Anestetik lokal diklasifikasikan menjadi ester atau amida sesuai dengan


ikatan kimiawinya, dan hal ini menentukan sifat-sifat dari anestetik itu sendiri.
Anestetik lokal ester (misalnya prokain) dalam keadaan siap dihidrolisa dalam
senyawa larutan, namun senyawa yang amida biasanya resisten terhadap hidrolisis
(buktinya adalah dosis anestetik amida pada urin jauh lebih tinggi dibanding yang
ester).

Anestetik lokal amina atau basa sangat sulit untuk larut dalam air dan tidak
stabil dalam udara sehingga nilai klinisnya kecil atau tidak ada, namun jika
direaksikan dengan asam dan terbentuk garam anestetik lokal, maka garam ini
akan cukup larut dalam air dan stabil. Biasanya anestetik lokal yang injeksi
berisikan garam, paling sering garam hidroklorida yang dilarutkan dalam air steril
atau saline.

Selain itu, pH senyawa anestetik lokal (juga termasuk pH jaringan yang


diberikan anestesi) adalah penting diketahui karena dapat mempengaruhi aksi blok
saraf.
a. Acidification : (keadaan asam) pada jaringan dapat menurunkan
efektivitas anestetik lokal, seperti misalnya saat
disuntikkan pada daerah yag sedang terinflamasi atau
terinfeksi (pH normal jaringan 7.35, pH terinflamasi 5 –
6). Jika anestetik mengandung epinephrine, biasanya pH
senyawa anestetiknya akan diturunkan untuk mencegah
terjadinya oksidasi epinephrine (oleh sebab itu yang
mengandung epinephrine pH 4 kurang efektif dibanding
yang mengandung epinephrine pH 7).
b. Alkalinization : senyawa anestetik lokal dapat mempercepat onset aksi dan
meningkatkan efektivitas klinisnya, namun biasanya tidak
begitu stabil.

13
Hal yang perlu diketahui adalah walaupun sebenarnya fungsi normal dari
saraf sangat kecil sekali dipengaruhi oleh bervariasinya pH di ekstraseluler (pH
interseluler cukup stabil), namun pH ekstraseluler tersebut sangat mempengaruhi
kemampuan anestetik untuk memblok impuls saraf.

Dissosiasi Anestetik Lokal


Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, anestetik lokal tersedia dlam
bentuk garam, biasanya garam hidroklorida, untuk penggunaan klinis karena stabil
dan larut dalam air. Garam anestetik itu sendiri terdiri dari dua bentuk secara
simultan :
a. Molekul yang tak bermuatan (RN), disebut base
b. Molekul bermuatan positif (RNH+), disebut kation
RNH+ RN + H+

Proporsi relatif dari keduanya tergantung pada pH dari senyawa ataupun


jaringan sekitarnya. Dalam keadaan pH yang rendah (kadar ion hidrogen tinggi),
maka reaksi akan bergeser ke kiri (bentuk kation akan lebih banyak), dan juga
sebaliknya. Namun proporsi relatif juga bergantung kepada pKa, atau konstanta
dissosiasi dari jenis anestetik itu sendiri.

Aksi Anestetik Lokal pada Membran Saraf


Terdapat dua faktor yang terlibat dalam aksi anestetik sebuah anestetik
lokal yaitu difusi zat/agen melewati pembungkus saraf dan perlekatan ke reseptor
site pada membran sel. Bagian bentuk free base (RN) yang larut dalam lemak dan
tak bermuatan, bertanggung jawab dalam proses difusi di atas.
Dapat diringkas bahwa aksi anestetik lokal pada membran saraf
dipengaruhi oleh beberapa hal penting :
1. Base form adalah bagian dari anestetik (satunya lagi kation) yang akan
berdifusi masuk melewati pembungkus saraf, lalu setelah berada di interior sel
saraf, maka ia akan kembali terpisah dalam bentuk kation (nantinya akan
melekat pada reseptor) dan base form lagi.
2. Kadar base form dan kation anestetik dipengaruhi oleh :
a. pKa (konstanta dissosiasi agen tertentu)

14
b. pH pada daerah anestesi (misalnya saat terjadi inflamasi atau infeksi)
c. Pengaruh jaringan dan pembuluh darah sekitar

Maksud dan tujuan penggunaan pH dan local anestetik

Kebanyakan anestesi dengan tanpa efek vasokonstriksi memiliki pH 6 dan 7.


Saat di aplikasikan pada jaringan, kapastas buffering dari caira jaringan meningkat
secara cepat menjadi 7.35. Banyak anestesi lokal yang memiliki efek
vasokonstriksi (sebagai contoh epinephrine). Epinephrine kemungkinan
ditambahkan pada lokal anestesi terlebih dahulu pada saat administrasi tanpa
penambahan antioxidan, namun, jika larutan ini tidak digunakan dalam waktu
yang pendek maka akan teroksidasi, dan menjadi berwarna coklat kemerahan.

Oksidasi yang cepat dapat diperlambat dengan menambahkan antioksidan.


Sodium bisulfate adalah yang paling sering digunakan dengan konsentrasi 0.05%-
0.1%. lidocaine 2 % dengan pH 6.8 dapat diturunkan menjadi 4.2 dengan
penambahan sodium bisulfate. Kapasitas buffering yang besar dari jaringan yang
normal cenderung bisa mempertahankan pH yang normal. Namun, hal ini akan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk larutan pH 4.2 daripada pH
6.8. Selama waktu ini anestesi lokal tidak bisa berfungsi secara maksimal. Ini
menyebabkan onset menurun pada penggunaan anestesi lokal dengan efek
vasokonstriksi. Lokal anestesi sangat efektif pada akson dan free nervus ending.
Free nervus ending berada di bawah kulit yang hanya bisa didapat dengan
suntikan anestesi ke bawah kulit.

Membran mukosa dan kulit yang terluka ( seperti terbakar atau abrasi)
kurang bersifat melindungi seperti yang dihasilkan oleh kulit normal karena itulah
anestesi lokal mampu untuk berdifusi untuk mencapai free nervus ending.Anestesi
topikal dapat diaplikasikan pada kulit yang cedera dan pada membran mukosa
seperti kornea, gingiva, pharinx, trakea, larynx, esophagus, dan kandung kemih.
Kapasitas buffering membran mukosa sangat rendah, karena itulah aplikasi
anestesi lokal dengan pH antara 5.5 - 6.5 menurunkan pH menjadi di bawah
normal. Difusi obat melewati membran mukosa ke free nerve endings dibatasi ,
sehingga blok nervus menjadi tidak efektif.

15
Untuk membuat anestesi lokal menjadi lebih efektif konsentrasi dalam obat
yang lebih banyak diperlukan secara topikal (5% atau 10 % lidocaine) daripada
yang dipergunakan pada injeksi (2% lidocaine). Walaupun hanya sedikit
persentase yang boleh diberikan pada bentuk dasarnya, namun bertambahnya
konsentrasi dapat menambah jumlah molekul yang berperan dalam proses difusi
dan disosiasi untuk mengaktifkan kation pada free nervus ending. Beberapa
topical anestesi , seperti benzocaine, tidak terionisasi pada larutan, karena itulah
keefektifan anestesi nya tidak dipengaruhi oleh pH.

2.1.5 Onset anestesi lokal dan duration of action

Penghalang Larutan (Barrier)


Nervus peripheral mengandung ratusan hingga ribuan akson. Akson ini
melindungi mendukung dan memberikan nutrisi banyak lapisan fibrosa dan
jaringan elastik. Akson dilapisi dan dipisahkan satu sama lain oleh endoneurium.
Serabut nervus ini selanjutnya bergabung menjadi fasciculi oleh perineurium.
Nervus yang berhubungan dengan jari jemari , berlokasi di pergelanan tangan,
meliputi lima hingga sepuluh fasciculi. Setiap fasciculi terdiri dari 500 hingga
1000 serabut nervus. Lima ribu serabut nervus menempati satu kuadrat milimeter
space.

Ketebalan perineurium sangatlah bervariasi dengan diameter yang beragam


dengan fasciculus disekelilingnya. Bertambahnya ketebalan perineurium , akan
menurunkan aktifitas difusi anestesi lokal yang melaluinya. Lapisan paling dalam
dari perineurium adalah perilemma. Lapisan ini dilapisi oleh lapisan mesothelial
yang sangat halus. Perilemma merupakan rintangan / barrier utama proses difusi
ke nervus. Fasciculi mengandung jaringan ikat longgar bernama epineurium.
Epineurium terdiri dari 30% hingga 75% dari total nervus yang melintang.
Anestesi lokal dapat berdifusi melalui epineurium dikarenakan konsistensi nya
yang longgar.Nutrisi untuk pembuluh darah dan lymphatic melewati epineurium.
Pembuluh darah ini menyerap molekul anestesi lokal , melepaskannya dari
nervus. Lapisan luar dari epineurium yang mengelilingi nervus bersifat lebih tebal

16
, danbernama epineural sheth, atau nerve sheat. Epineural sheat bukan merupakan
barrier atau penghalang difusi anestsi lokal ke dalam nervus.

Induksi Anestesi Lokal

Terkait dengan dari volume anestesi lokal pada jaringan lunak di sekitar
syaraf, molekul anestesi lokal berjalan melintang dari satu sisi ke sisi yang lainnya
berdasarkan gradien konsentrasinya. Selama fase induksi ,anestesi lokal bergerak
dari sisi endapan ekstraneural menuju syaraf. Proses ini disebut difusi. Ini adalah
migrasi dari molekul atau ion melalui sebuah medium cair di bawah pengaruh
gradien konsentrasi tanpa adanya faktor-faktor penghalang. Penetrasi dari
penghalang anatomis menuju proses difusi terjadi ketika obat melewati jaringan
yang cenderung membatasi pergerakan molekul bebas. Perineurium merupakan
penghalang penetrasi terkuat.

1. Difusi

Laju difusi diatur oleh beberapa faktor, yang paling signifikan adalah
konsentrasi gradien. Semakin besar konsentrasi awal dari anestesi lokal
maka semakin cepat difusi molekul dan onset. Fasciculi yang terletak di
sekitar permukaaan syaraf disebut mantle bundles. Ini merupakan hal
pertama yang dicapai oleh anestesi lokal dan terpapar oleh konsentrasi yang
lebih tinggi dari anestesi lokal tersebut. Mantle bundle biasanya diblok
penuh sangat singkat setelah injeksi anestesi lokal. Fasciculi yang
ditemukan lebih dekat terhadap pusat syaraf disebut core bundles. Core
bundles berhubungan dengan anestesi lokal hanya setelah banyak
penundaan dan oleh konsenttrasi yang lebih rendah karena semakin beasar
jarak yang harus dilewatilarutan, maka semakin banyak penghalang yang
harus dilewati. Saat anestesi lokal berdifusi menuju syaraf , ia menjadi
mencair oleh cairan pada jaringan. Anestesi lokal diserap oleh pembuluh
kapiler dan limpa

Anastesi local dicairkan secara bertahap oleh cairan jaringan ketika


sedang berdifusi menuju syaraf, lalu diserap oleh pembuluh darah dan limfe,

17
dan yang berupa tipe ester akan mengalami hidrolilis secara enzymatic.
Oleh karena itu serabut inti terkena anastesi local yg telah mengalami
penurunan konsentrasi, sebuah fakta yang mungkin dapat menjelaskan
situasi klinis dari anastesi pulpal yg tidak cukup memadai dengan adanya
gejala subjektif dari anastesi yang memadai. Blok konduksi penuh dari
seluruh serabut syaraf dalam syaraf perifer akan membutuhkan volume dan
konsentrasi anastesi local yang cukup untuk didepositkan. Serabut syaraf di
sekitar permukaan syaraf (mantle fibers) cenderung untuk menstimulasi
daerah proximal, dimana serabut syaraf pada core bundles menstimulasi
distribusi syaraf daerah distal.

2. Proses pengeblokan

Pada endapan yang sedapat mungking berada dekat dengan syaraf,


larutan anastesi local akan berdifusi ke segala arah, berdasarkan gradient
konsentrasi. Bagian dari anastesi yang disuntikan akan berdifusi menuju
syaraf dan masuk ke dalam syaraf. Namun, porsi yg signifikan dari obat
yang disuntikan akan menjauhi syaraf. Dibawah ini adalah reaksi-reaksi
yang kemudian terjadi:
1. Beberapa anastesi diserap oleh jaringan non-syaraf
2. Beberapa anastesi dicairkan oleh cairan interstisial
3. Beberapa anastesi akan dibawa oleh pembuluh darah dan limfe
4. Beberapa anastesi tipe ester akan dihidrolisis

Factor-faktor ini bekerja untuk menurunkan konsentrasi anastesi local


di luar syaraf, dimana konsentrasi anastesi local di dalam syaraf terus naik
sejalan dengan proses difusi. Proses-proses ini berlanjut sampai hasil yang
seimbang antara konsentrasi larutan di dalam dan di luar syaraf.

3. Waktu induksi

Waktu induksi didefinisikan sebagai waktu sejak larutan anastesi


mengendap sampai blok penuh secara konduksi. Beberapa factor
mengontrol waktu induksi dari obat yang diberikan. Klinisi dapat

18
mengontrol konsentrasi obat dan pH dari cairan anastesi, tetapi mereka tidak
bisa mengontrol difusi konstan dari agen dan penghalang difusi secara
anatomis dari syaraf.

Proses pemulihan dari blok anastesi local

Blok local anastesi muncul mengikuti pola difusi yang sama sebagai induksi,
namun, urutannya terbalik. Konsentrasi di luar syaraf dari local anastesi secara
kontinyu dikosongkan oleh proses difusi, penyebaran, dan pengaplikasian obat,
dimana konsentrasi di dalam syaraf relative stabil. Kemudian, konsentrasi di
dalam syaraf berpindah ke luar syaraf, sehingga larutan anastesi mulai berdifusi
keluar dari syaraf. Local anastesi lebih dulu hilang dari mantle fascicule
dibandingkan dengan core bundles. Proses pemulihan pertama kali terjadi di
daerah proksimal. Serabut syaraf inti perlahan-lahan kehilangan anastesi lokalnya.
Proses pemulihan biasanya terjadi lebih lambat daripada proses induksi karena
local anastesi terikat dengan membrane sel, sehingga lebih sulit dilepaskan
ketimbang saat diserap.

Reinjeksi local anastesi

Pengulangan injeksi local anastesi diperlukan ketika prosedur penanganan


rasa nyeri berlangsung lebih lama. Biasanya injeksi yang diulang akan segera
memberikan hasil anastesi yang pelik; pada kasus lain klinisi akan menghadapi
kesulitan yang besar dalam mendapatkan kembali anastesi yang memadai.

 Rekurensi Anestesi yang diberikan


Saat konsentrasi anestesi local yang direinjeksi di bawah yang seharusnya
maka serabut syaraf inti akan semakin terletak ke tengah. Sebagian Mantle fibers
mengandung anastesi local, walaupun jumlahnya tidak cukup untuk anastesi
penuh. Setelah local anastesi baru dengan konsentrasi tinggi mengendap di sekitar
syaraf, mantle fibers dipengaruhi oleh gradient anastesi local yang diarahkan
menuju ke dalam syaraf. Kombinasi anestesi residual dengan persediaan yang
baru memberi hasil dalam serbuan sejumlah besar anestesi dengan volume obat
yang lebih sedikit disuntikkan.

19
 Tachyphylaxis
Tachyphylaxis adalah peningkatan toleransi terhadap obat yang diberikan
secara berulang. Durasi, intensitas, dan penyebaran anestesi dengan reinjeksi
dikurangi secara besar-besaran. Walaupun sulit untuk dijelaskan, tachyphylaxis
didapat melalui beberapa atau seluruh factor-faktor berikut: edema, hemorrhage
local, formasi bekuan darah, transudasi, hypernatremia, penurunan pH jaringan.
Empat factor pertama mengisolasi syaraf dari berkontak dengan local anastesi.
Hypernatremia menaikkan gradient ion sodium, oleh karena itu melawan
penurunan konduksi ion sodium yang dilakukan oleh anastesi local. Penurunan
pH jaringan didapat ketika injeksi acidic local anastesi pertama. pH disekitar area
penyuntikan menjadi lebih rendah, sehingga molekul anastesi local yang akan
ditransformasikan kedalam reinjeksi menjadi lebih sedikit.

Durasi anestesi

Saat obat anastesi local dikeluarkan dari syaraf, pemulihan fungsi syaraf
berlangsung dengan cepat, yang kemudian melambat secara perlahan. Pemulihan
syaraf yang diblok oleh anastesi bekerja lebih lambat ketimbang saat proses
pengeblokan syaraf itu sendiri. Hal ini dikarenakan anastesi local tersebut
berikatan dengan membrane syaraf. Anestesi local yang bekerja lebih lama,
seperti bupivacaine dan tetracaine, terikat lebih kuat dengan membrane syaraf
daripada anastesi local yang bekerja lebih cepat, seperti procaine dan lidocaine.
Durasi anestesi ditambahkan pada daerah yang vaskularisasinya berkurang; dan
penambahan vasokonstriksi mengurangi perfusi jaringan pada area local, yang
kemudian menambah lama proses pengeblokan.

2.2 Farmakologi Anestesi Lokal

Local Anestesi berbeda dari obat-obat lain yang biasa digunakan dalam
kedokteran dan kedokteran gigi. Sebenarnya semua obat, terlepas dari rute mana
yang akan digunakan, akhirnya harus memasuki aliran darah dalam konsentari
yang cukup tinggi sebelum memulai memberikan efek klinis. Local anestesi,

20
bagaimanapun, ketika digunakan untuk mengontral rasa sakit, akan berhenti untuk
menghasilkan kontrol sakit ketika telah diserap dari bagian dimana mereka di
salurkan.

Adanya obat dari local anestesi dalam sirkulasi system berarti bahwa obat
akan dibawa ke setiap sell di tubuh, berpotensi menghasilkan perubahan dalam
fungsi dari sel ini. Berikut ini adalah klasifikasi dari local anesthesia :
Esters Amides
Esters of benzoid acid Bupivacaine
Butacaine Etidocaine
Cocaine Lidocaine
Ethyl aminobenzoate Mepivacaine
Hexylcaine
Tetracaine
Esters of para-amino benzoic acid
Chloroprocaine
Procaine
Propxycaine

2.2.1 Farmakokinetik Dari Lokal Anestesi


Uptake
Ketika dideposit kedalam jariangan lunak, local anesthesia memiliki efek
farmakologi di dalam area pembuluh darah. Sebagian besar local anestesi
memiliki sifat vasodilasi untuk beberapa tingkatan. Berikut berhubungan dengan
nilai vasodilasi dari amide-type local anestesi :
Lidocaine 1.0
Prilocaine 0.5
Mepivacaine 0.8
Bupivacaine 2.5
Etidocaine 2.5
Ester-type local anestesi juga memiliki sifat vasodilasi : procaine mungkin
merupakan salah satu yang memiliki sifat vasodilasi yang paling besar, tetracaine,

21
chloroprcaine, and propxycaine juga memiliki sifat vasodilasi untuk berbagai
tingkatan.
Cocaine adalah merupakan satu-satunya local anesthetic yang secara
teteap menghasilkan vasonkonstriksi. Initial action dari cocaine adalah vasodilasi,
kemudian diikuti oleh vasokonstriksi yang kuat sepanjang durasi. Itu dihasilkan
oleh inhibition uptake dari catecholamine ( terutama norepinehphrine) kedalam
bagian jaringan pengikatan. Sehingga hasil dari berkurangnya inaktivasi dari
sirkulasi norepinehrine, dimana akhirnya menghasilkan vasokonstriksi yang
panjang.
Signifikan clinical efek dari vasodilasi adalah untuk meningkatkan tingkat
dari absorpsi local anesthesia ke dalam aliran darah, sehingga menurunnya durasi
dari kontrol sakit dan meningkatnya level anesthesia blood and berpotensi
terhadap overdosis. Tingkatan dimana local anesthesia diseraph kedalam aliran
darah akan bervariasi bergantung kepada rute administration :
Intravena administration 1 min
Topical administration Approximately 5 min
Intramuscular administration 20-30 min
Subcutaneous administration 30-90 min

Oral Route
Kecuali cocaine, local aneshtesi diserap sangat tidak baik dari gastrointestinal
tract melalui oral administration.

Topical Route
Local aneshtesi yang diserap memiliki tingkatan yang berbeda pada aplikasi
terhadap mucosa membran. Pada tracheal mucoasa uptake hampir secepat
intravena administration; pada pharyngeal mucoasa uptake lebih lambat;
esophangeal atau bladder mucosa uptake lebih lambat daripada dari pharynx.

Injecion
Tingkat dari uptake sesudah subcutaneous. Intramuscular atau intravena ijection
dihubungkan dengan vaskularisasi dari bagian injecetion.

22
Distribusi
Setelah diabsorpsi ke dalam aliran darah, local anesthesia didistribusikan
kedalam seluruh tubuh ke semua selnya. Organ perfused seperti otak, kepala,
liver, ginjal, paru-paru, dan limpa memiliki level anesthetic yang lebih tinggi
daripada non-perfused organ. Otot skeletal, meskipun non-perfused organ, tetapi
memiliki percentasi terbesar dari local anesthesia dari beberapa jaringan atau
organ di tubuh, karena otot skeletal adalah masa terbesar dari jaringan di dalam
tubuh. Level dari obat local anesthetic di dalam darah atau plasma mempunyai
pengaruh yang potential terhadap toxicity. Level ini dipengaruhi oleh beberap
factor :
1. Tingkat dari absropsi kedalam aliran darah
2. Tingkat dari distribusi perantara dari kompartment vascular ke jaringan
(lebih cepat pada pasien yang sehat daripada pasien meddicaly
compromised)
3. Eliminasi dari obat melalui metabolisme dan jalur excretory.

Dua factor terakhir yang disebutkan berperan untuk mengurangi level dari
obat local anesthesia dalam darah. Tingkatan dimana obat local aneshtesi
dihilangkan dari darah digambarkan sebagai half-life dari obat. Half life adalah
waktu yang dibutuhkan untuk 50% pengurangan dalan level aneshtesi.
Drug Half-Life
Etidocaine 56 min
Bupivacaine 76 min
Prilocaine lebih pendek dari lidocaine
Mepivcaine Kira-kira 90 min
Lidocaine 90 min

Metabolism (biontrasnformation)
Perbedaan signifikan antara 2 major klasifikasi dari obat local aneshtesi,
ester dan amides adalah metode dimana mereka mengalami gangguan
metabolisme. Metabolisme dari local aneshtesi sangat penting karena keseluruhan
toxicity tergantung daripada keseimbangan antara tingkat dari absropsi kedalam

23
aliran darah pada bagian injection dan tingkat laju perpindahan dari darah melalui
proses metabolisme dan penyerapan jaringan.

Easter-type local anesthetic


Ester-type local aneshtesi dihidrolisis dalam plasma oleh enzyme
pseudocholinesterase. Tingkat dari hidrolisis ester-type local aneshtesi bervariasi
dengan signifikan :
Agent Rate of Hydrolisis (µmoles/ml/hr)
Chloroprocaine 4.7
Procaine 1.1
Tetaracaine 0.3

Tingkatan ini memiliki dampak dari durasi local anesthesia dan poensi
toxicity. Chroloprocaine memiliki durasi yang paling pendek dan yang paling
sedikit toxic. Tetracaine memiliki druasi yang panjang dan memiliki toxicity
terbesar. Procaine mengalam hidrolisis untuk para-aminobenzoic acid ( PABA)
dan diethylamino alcohol, dimana pada PABA akan dikeluarkan dalam bentuk
yang tidak berubah dalam urin, sedangkan pada diethylamino alcohol akan
mengalami biontrasnformasi lebih lanjut sebelum ekskresi. Reaksi alergi dapat
terjadi untuk ester-type agent yang biasanya tidak berhubungan dengan senyawa
induknya ( procaine) tetapi lebih ke PABA, yang merupakan produk metabolic
utama dari semua ester-type local anesthetics.
Kira-kira 1 dari 3000 orang memiliki kerusakan dari bentuk
pseudocholinesterase, yang dihasilkan dalama ketidakmampuan untuk
menghidrolisis ester-type local anesthetic dan senyawa kimia lainya yang
berhubunga dengan obat ( succinylcholine). Itu juga akan menyebabkan
perpanjangan dari level tinggi darah dan meningkatnya toxicity.
Succinylcholine adalah short-acting otot relaxan yang digunakan
seringkali selama fase induksi dari general anesthesia. Ini menghasilkan hilangnya
pernafasan (apnea) selama periode kira-kira 2-3 min. Plasma pseudocholinesterasi
menghidrolisis succinylocholine, blood level fall, dan berlanjutnya respiratori
secara spontan. Sehingga pada kelainan dari pseudocholinesterasi tidak mampu

24
menghidrolisis succinylchokine pada tingkat normal, sehingga durasi dari apnea
menjadi panjang.
Pada pasien dengan kelainan pseudocholinesterase bawaaan dari
keluarganya, harus di evaluasi lebih lanjut saat hendak dilakukan anesthesia
menggunakan ester-type local aneshtesi agent, penggunaanya ester-type local
aneshtesi merupakan kontraindikasi. Tetapi untuk penggunaan dengan dosis kecil
dapat dilakukan, dan mungkin aka terjaid penignkatan sedikit efek merugikan
pada pasien.

Amide-type local anesthetic


Metabolisme dari amide-type local anesthesia lebih complex daripada
estertypes. Bagian utama dari biotrasnformasi amide-type agent adalah hati.
Hampir seluruh metabolisme terjadi di hati untuk lidocaine, mepivacaine,
etidocaine, and bupivacaine. Prilocaine mengalam metabolisme utama dalam hati,
dengan beberapa juga terjadi di ginjal.

Tingkat dari biotransformasi dari lidocaine, mepivacaine, etidocaine, dan


bupivacaine cukup sama. Prilocaine mengalam biotrasnformasi yang lebih cepat
daripada yang lainnya. Fungsi hati pada pasien mempunyai pengaruh signifikan
pada tinga dari biotransformasi dari local anesthetic agent. Kira-kira 70% dari
dosis injenction lidocaine pada pasien dengan hati normal mengalami
biotransformaasi. Pasien dengan aliran darah hati yang lebih rendah atau ganguan
fungsi lever tidak mampu untuk memecah amide-type local anesthetic pada
tingkat normal. Sehingga pada pasien dengan gangguan hati merupakan indikasi
dengan pengguna amide-type local anesthesia agent.

Produk biontrasnformasi dari local anesthetic mampu menghasilkan


masalah yang signifikan bila diizinkan untuk menumpuk dalam darah. Yang
mungkin terlihat ada renal dan cardiac failure atau selama periode pemanjangan
obat adminitration. Contoh kliniknya adalah dihasilknya methemoglobinemia
pada pasien yang menerima dosisi besar dari prilocaine.

25
Excretion
Ginjal merupakan excretory organ utama pada local aneshtesi agent dan
metabolismenya. Persentasi dari dosis local anestesi yang diberikan akan
dikeluarkan tidak berubah dalam urin. Pesentasi ini tergantung terhadap jenisnya,
seperti pada ester tampak konsenstrasi kecil sebagai senyawa induk dalam urine,
karena di hidrolisis hampir sempurna di plasma. Procaine 2% tidak berubah dalam
urine dan 90% para-aminobenzoic acid.

Amides biasanya terdapat diuruine sebaga senyawa induk dalam persentasi


yang lebih besar dari esters, umumnya karena memiliki proses yang kompleks
dari biontrasnformasi. Kurang dari 10% untuk lidocaine, kira-kira 16% dari
bupivacaine, dan untuk mepevacaine 1%-16% dieksreksikan tidak berubah.
Sedangkan untuk cocaine baik dalam esters maupun dalam amide dimana hampir
semua administrasi dosis diexcresikan tidak berubah dalam urine.

Pasien dengan gangguan ginjal mungki tidak dapat menghilangkan


senyawa local aneshtesi dari darah dan metabolismenya. Sehingga akan
meningkatkan level di dalam darah dan menyebabkan toxicity. Sehingga pasein
dengan gangguan ginjal merupakan kontarindikasi pada pemberiaan local
anesthetic agent.

2.2.2 Aksi Sistemik Anestesi Lokal


Obat anesthesia local memiliki clinical action dari penekanan membran
yang dapat dirangsang. Central nervous system (CNS) dan cardiovascular system
(CVS) oleh karenan itu terutama peka terhadap rangsanganya. Sebagian besar dari
systemic action dari local anesthesia dihubungan kepada levelnya dalam darah
dan plasma. Semakin tinggi level, semakin hebat clinical actionnya.

Level darah bergantung dari tingkat pengambilan agent dari administrasi


site nya kedalam sirukulasi system dan evel dari distribusi dalam jarigan dan
biotransformasi, dimana mengihilangkan agent dari darah.

26
1. Central nervous system (system saraf pusat/SSP)

Obat local anesthesia dengan mudah melewati bloodbrain barrier.


Farmakologi action dari local anesthesia pada sel dari CNS adalah menurukan
aktivitasnya. Pada level yg rendah ( non toxic) tidak terhdap adanya action dari
CNS yang berarti. Sedang pada toxic (overdosis level manifisetasi klinik utama
adalah adanya konvulsi tonic-clonic secara umum/generalized.

AKSI KONVULSIF
a. Anticonvulsive properties
Beberap local anesthesia agent ( procaine, lidocaine, prilocaine) telah
menunjukan anticonvulsant properties. Properties ini terjadi pada level yang
sangat dibawah dimana agent yang sama menghasilkan akitvitas seizure.
Berikut nilai untuk lidocaine :
Anticonvulsive level in blood 0.5-4.0 µg/ml
Preseizure sign and syptoms 4.5-7.0 µg/ml
Tonic-clonic seizure >7.5 µg/ml

Procaine dan lidocaine digunakan secara klinis melalui intravena rute


untuk mengakhiri atau untuk menurunkan durasi dari grand mal and petit mal
seizures. Mekanisme dari anticonvulsant properties. Pasien epileptic memiliki
cortical neuron yang sangat peka atau sensitif pada bagian dimana peristiwa
convulsive berasal. Local aneshtesi, oleh depressant action di CNS,
meningkatkan ambang batas seizure dengan membuat neuron pada seizure
kurang peka atau sensitive.

b. Preconvulsive signs and symptoms


Dengan peningkatan lebih lanjut dari level local anesthesia dalam
darah, action CNS yang merugikan mulai terlohat. Dengan lidocaine fase ini
dapat terlihat pada level diantara 4.5 dan 7 µg/ml dalam rata-rata pasien
normal. Tanda awal klinis dan symptoms dari CNS toxicity dikarekateristikan
dengan :

27
Signs Symptoms
Berbicara dengan tidak jelas Mati rasa pada lidah dan bagian circumoral
Menggigil Hangat, kemerahan pada kulit
Otot mengejang Seperti mimpi menyenangkan
Tremor pada otot dari muka Generalized light-headness
Pusing
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Mengantuk
Disorientasi

Mati rasa pada lidah dan bagian circumoral bukan disebabkan oleh aksi
CNS dari local anesthesia agent, tetapi efek ini dihasilkan langsung dari action
obat local aneshtesi, dimana kehadiran dalam konsentrasi tinggi pada lokali
dan pada jaringan yang memiliki high vaskularisasi. Obat di transportasikan ke
jaringan oleh CVS. Lidocaine dan procaine berbeda dengan local anesthesia
lainnya,dimana menghasilkan sign dan symptoms dari mild sedation atau
mengantuk. Efek ini lebih umum pada lidocaine.

c. Fase Konvulsif
Elevasi dari level anastesi lokal dalam darah menunjukkan tanda gan
gejala klinis yang konsisten dengen episode konvulsif tonic-clonic umum.
Durasi dari aktifitas kejang tergantung dari level anastesi lokal dalam darah.
Level lidocaine antara 7.5 sampai 10 mikrogram/ml akan selalu terlihat pada
episode konfulsif. Secara umum, aktivitas kejang terbatas, sejak saat aktivitas
jantung tidak berjalan baik dan biotransformasi dari anastesi lokal keluar. Hasil
ini dapat terlihat pada level yang lebih rendah dari anastesi lokal dan
penghentian aktivitas kejang.

Bagaimanapun juga, mekanisme lainnya bekerja secara simultan yang


tentu saja merupakan prolog dari episode konvulsif. Pada saat ini, terlihat
adanya kenaikan dari aliran darah ke cerebral. Kenaikan alirah darah ke otak
menyebabkan peningkatan

28
Mekanisme dari aksi preconvulsant dan convulsant
Telah ditetapkan bahwa anastesi lokal menggunakan aksi depresan pada
membran terluar, dan manifestasi klinis utama dari level anastesi lokal yang
tinggi dalam darah berhubungan dengan berbagai derajat stimulasi dari CNS.
Bagaimanakah depresan CNS dapat bertanggung jawab untuk produksi
berbagasi derajat stimulasi CNS, termasuk aktifitas tonic-clonic seizure?

Korteks cerebral mempunyai jalur penyebaran neuron yang berfungsi


sebagai penghantar. Dalam kondisi normal, terdapat keseimbangan antara
derajat dari efek yang diberikan dengan jalur neuron. Pada level preconvulsant
tanda dan gejala klinis terlihat karena anastesi lokal diberikan lebih banyak
sehingga aksi depresan lebih terlihat dan memfasilitasi penghantaran neuron.

Pada level convulsive, penghantaran neuron telah hilang, sehingga


memungkinkan memfasilitasi neuron untuk berfungsi melawan.

AKSI ANALGESIA

Ada aksi kedua yaitu hubungan antara lokal anastesi dan CNS. Ketika
tersebar melalui jalur intravena, anastesi local akan meningkatkan reaksi sakit
yang merupakan ambang batas dan juga memproduksi derajak analgesik. Pada
tahun 1940 dan 1950, procaine menyebar melalui jalur intravena untuk
mengatasi sakit kronis dan arthritis. Unit procaine digunakan untuk keperluan
ini, yang konsistensinya 4mg/kg berat badan dalam waktu 20 menit. Teknik ini
tidak efektif untuk infeksi akut. Namun teknik ini tidak dipakai lagi saat ini.

2. Sistem Kardiovaskuler
Obat-obatan anestesi lokal memiliki aksi langsung pada otot jantung
(myocardium) dan vaskularisasi peripheral. Aksi langsung pada hati
(myocardium). Obat-obatan anestesi lokal memodifikasi elektrofisiologis yang
terjadi di myocardium dan sama dengan aksi dari nervus peripheral. Level
anestesi lokal dalam darah meningkat, dan tingkat depolarisasi yang dicapai
menghilang.

29
Obat-obatan anestesi lokal memproduksi depression dari myocardium
dan berhubungan dengan level anestesi dalam darah. Aksi dari obat-obatan
anestesi lokal :
1. Menurunkan kemampuan elektrik dari myocardium
2. Menurunkan tingkat konduksi
3. Menurunkan tekanan kontraksi

Walaupun banyak agen anestesi lokal berpengaruh dalam


antiarrhythmic yang terjadi pada hewan, hanya procaine dan licocaine yang
dapat digunakan pada manusia. Lidocaine adalah obat yang paling sering
dipakai dan dipelajari kegunaannya. Procainamide adalah molekul procaine
dengan rantai amid digantikan dengan rantai ester, sehingga proses hidrolisis
lebih lambat jika dibandingkan dengan procaine. Dosis lidocaine dalam darah
yang normal adalah 0.5 sampai 2 mikrogram/ml. Peningkatan level lidocaine
dalam darah tidak beracun, namun menyebabkan aksi antiarrhythmic. Dosis
yang dapat menyebabkan arrhythmic adalah 1,8 sampai 5 mikrogram/ml.
Lidocaine selalu disebarkan intavena pada bolus dengan dosis 50 sampai
100mg berdasarkan dosis 1,5 mg/kg berat badan. Overdosis dari anestesi lokal
akan terlihat jika mencapai 5mikrogram/ml dalam darah.

3. Sistem Respirasi
Obat anestesi lokal mempunyai efek pada sistem respirasi. Pada level non
oberdosis, memiliki pengaruh langsung terhadap relaksasi otot halus
pernafasan. Secara umum, agen anestesi local tidak dapat mempengaruhi
fungsi respirasi sampai mendekati level overdosis.

Miscellaneous actions (Neuromuscular blockade)


Banyak anestesi lokal yang diterapkan untuk memblok transmisi
neuromuscular pada manusia. Ini merupakan hasil penghambatan difusi
sodium, bergantung pada blokade sodium pada membran sel. Meskipun aksi
bloking neuromuscular dapat bersifat adiktif yang dihasilkan oleh depolirasi
(soccinylcholibe) dan nondepolarisasi (curare) relaksasi otot.

30
- Interaksi otot
Secara umum CNS depresan (narkotik, phenothiazine, barbiturat)
ketika bekerja pada hubungan agen anestesi lokal, bergantung potensi
anestesi lokal terhadap aksi cardiorespiratory. Bergabungnya agen
anestesi lokal dan obat mungkin dapat menghasilkan reaksi yang
merugikan. Baik obat anestesi lokal tipe ester dan depolarisasi otot
seperti cinylcholine memerlukan plasma pseudocholinesteral untuk
hidrolisis. Obat yang menginduksi terbentuknya enzim hepatic
microsomal (barbiturat) dapat mengubah rate dimana tipe amid dari
anestesi lokal yang dimetabolisme. Peningkatan induksi enzim hepatic
microsomal akan meningkatkan kecepatan metabolisme obat anestesi
lokal.

- Malignant Hyperthermia

Malignant hyperthermia adalah gangguan pharmacogenic dimana


variasi genetik. Pada setiap individu mengubah respon terhadap obat.
Manifestasi klinik yang akut pada malignant hyperthermia termasuk
tachycardia, tachypnea, tekanan darah yang tidak stabil, cyanosis,
respirasi dan metabolik acidosis, panas (108 derajat F atau lebih), kadar
otot dan kematian. Level kematian antara 63% sampai 73%

2.3 Farmakologi Vasokonstriktor

Semua anastesi local injectable memiliki derajat potensial vasodilatasi.


Setelah anastesi lokal diinjeksikan ke dalam jaringan, pembuluh darah di sekitar
area penyuntikan berdilatasi sehingga meningkatkan aliran pembuluh darah di
area ini. Vasodilatasi yang diakibatkan oleh agen anastesi local ini akan
mengakibatkan berbagai reaksi diantaranya :

1. Adsorpsi yang cepat agen anastesi local pada pembuluh darah yang akan
mempercepat juga keluarnya anastesi local dari area yang diinginkan
2. Meningkatnya aliran darah akan meningkatkan resiko overdosis anastesi
lokal

31
3. Menurunkan DOA dari agen anastesi local karena agen anastesi local akan
berdifusi keluar dari saraf lebih cepat
4. Meningkatkan resiko terjadinya perdarahan pada area dinjeksikan

Oleh karena semua efek diatas diperlukan suatu agen yang dapat
mengatasi masalah-masalah diatas. Agen vasokonstriktor adalah solusi yang tepat
karena agen vasokontriktor adalah agen yang dapat mengkontriksi pembuluh
darah serta mengontrol perfusi jaringan. Agen vasokonstriktor ini biasa
ditambahkan pada larutan anastesi local untuk mengatasi efek vasodilatasi yang
telah disebutkan diatas. Agen vasokonstriktor sangat penting ditambahkan pada
anastesi local karena :

1. Dengan mengkonstriksi pembuluh darah, aliran darah juga akan berkurang


pada daerah injeksi
2. Penyerapan anastesi local di pembuluh darah menjadi lambat
3. Menurunkan resiko overdosis anastesi lokal
4. Dapat meningkatkan DOA
5. Dapat meminimalisir perdarahan

Vasokonstriksi yang biasa digunakan dengan agen anastesi local serupa


dengan mediator system saraf simpatik yaitu epinephrine dan norephinephrine.
Aksi dari vasokonstriksi ini sangat mempengaruhi respon untuk menstimulasi
nervus adrenergic yang sering diklasifikasikan sebagai symphatomimetic atau
adrenergic.

2.3.1 Struktur Kimia Vasokonstriktor

Klasifikasi dari struktur kimia obat sympathomometic berhubungan


dengan ada atau tidaknya inti catecol. Apabila cathecol ini juga disertai grup
amine yang menempel pada sisi rantai, maka disebut cathecolamine. Epinephrine,
norephinephrine dan dopamine adalah cathecolamine natural cathecolamine,
sedangkan levonoderfin adalah cathecolamine sintesis.

32
2.3.2 Konsentrasi Vasokonstriksi

Konsentrasi vasokonstriksi biasanya ditunjukkan dengan rasio, contoh 1


dari 1000 konsentrasi ditulis 1 : 1000. Berikut ini perlu diperhatikan dalam
pembacaan rasio vasokonstriksi ;

1. 1 : 1000 berarti terdapat 1 gram (1000 mg) obat dari 1000 ml larutan
2. 1000 mg pada 1000 ml = 1 mg/ml ; jadi konsentrasi 1 : 1000
mengandung 1 mg/ml larutan
3. Untuk menghasilkan konsentrasi 1 : 10.000, 1 ml dari 1 :1000 larutan
ditambahkan dengan 9 ml pelarut (aquades)

2.3.3 Farmakologi dari Agen Spesifik :

1. EPHINEPHRINE

Ephiephrine adalah obat yang paling banyak dipakai dan memiliki aksi klinis
yang paling baik, sehingga obat ini dipakai sebagai acuan dari obat obat lain

Nama paten : Adrenalin

Struktur Kimia : Sebagai asam garam, ephineprine sangat larut dalam air,
relatif stabil apabila terjaga dari udara. Deterorientasi akibat oksidasi dapat
dipercepat dengan suhu tinggi dan logam berat.

Sumber : Epinephrine biasanya diperoleh dari kimia sintetis selain itu


epinephrine juga dapat ditemukan dari adrenal medulla hewan.

33
Aksi Sistemik :

1. Miokardium : Cardiac output dan denyut jantung akan meningkat


2. Pacemaker cell : Epineprine mempertinggi kemungkinan terjadinya
arythmia
3. Arteri koroner : Arteri koroner berdilatasi seiring meingkatnya aliran
darah
4. Tekanan darah : Meningkatkan tekanan sistolik, sedangkan tekanan
diastolic menurun apabila dosisnya rendah, dan akan
meningkat apabila dosisnya tinggi
5. Oksigenisasi : Kebutuhan oksigen miokard betambah
6. Vaskularisasi : Epinephrine dapat membuat kontriksi pembuluh
darah kecil
7. Sistem respirasi : Epinephrine adalah bronchodilator yang potent, dan
selain itu dapat digunakan untuk pilihan obat untuk
kekambuhan penyakit asma akut
8. Metabolisme : Epinephrine meningkatkan konsumsi oksigen di
seluruh jaringan

Efek samping dan overdosis :


Overdosis Epinephrine gejalanya berhubungan dengan stimulasi system saraf
pusat yaitu ; meningkatakan rasa takut, gelisah, sakit kepala, kelelahan,
tremor, kesulitan nafas dan palpitasi. Meningkatnya level epinephrine pada
darah dapat mengakibatkan arythmia, vertricular fibrillation, peningkatan
systole dan diastole, hemorragi cerebral juga dapat terjadi.

Aplikasi Klinis :
- Untuk penatalaksanaan reaksi alergi akut
- Untuk penatalaksanaan serangan asma akut
- Untuk penatalaksanaan cardiac arrest
- Sebagai vasokonstriktor hemostasis dan local anastesi
- Untuk membuat mydriasis (dilatasi pupil)

34
Pada bidang kedokteran gigi :
Sebagai vasokontriksi yang paling sering digunakan. Epinephrine ini tersedia
dalam berbagai sediaan yaitu;

Dosis maksimum :
Untuk manajemen nyeri digunakan Lidocaine 1 : 50.000 dan 1 : 100.000,
ketika rasa sakit masih berkepanjangan, direkomendasikan pemberian dengan
lidocain 1 : 100.000. Pasien normal yang sehat : 0,2 mg per pertemuan (20 ml
dari konsentrasi 1 : 100.000) , sedangkan pasien dengan gangguan
kardiovaskular : 0,04 mg per appointment (4 ml dari konsentrasi 1 : 100.000).

Hemostasis :
Epinephrine yang mengandung anastesi local diberikan via infiltrasi local
pada area bedah untuk meminimalisasi perdarahan. Biasanya digunakan
larutan dengan konsentrasi 1 : 50.000.

2. LEVARTERENOL (NOREPINEPHRINE)

Nama paten: levophed, noradrenalin; levarterenol adalah nama dagang


norephinefrine.

Struktur kimia:
levarterenol terdapat dalam bentuk bitartrate pada dental catridge. Sifatnya
relative stabil dalam larutan asam, namun memburuk jika terkena paparan
cahaya dan air. Umur levarterenoil bitartrate dalam kemasan adalah 18
bulan. * Acetone sodium bisulite ditambahkan pada catridge sebagai
pengawet.

35
Sumber :
norepinephrine dapat ditemukan dalam bentuk sintetis dan natural.
Sebanyak 20% norepinephrine diproduksi catecholamine. Cathecholamin
sendiri diproduksi oleh adrenal medulla. Pada pasien dengan
pheochromocytoma (tumor adrenal medulla) sekresi norepinephrine
mencapai 80%. Ini terdiri dari levorotatory dan dextrorotary. Bentuk
levorotatory 4x lebih potensial. Norepinpehrine ini disintetsis dan disimpan
di postganglionic adrenergic nerve terminal.

Mode of action: aksi norepinephrine ekslusif pada resptor α yang berfungsi


menstimulasi β action di jantung

Aksi Sistemik :

1. Myocardium : norepinephrine memiliki action inotopic positif


pada myocardium karena stimulasi β1.
2. Sel perintis : norepinephrine menstimulasi sel perintis dan
meningkatkan iritabilitas, yang berakibat pada
insiden arithmia kardiak (reaksi β1).
3. Arteri koroner : prduksi norpepinephrine menyebabkan
meningkatnya aliran arteri sampai efek
vasodilatasi.
4. Detak jantung : produksi norepinephrine menurunkan detak
jantung dikarenakan aksi reflek pada caroid dan
aortic baroreceptors dan nervus vagus meningkat
pada tekanan systole maupun diastole.
5. Tekanan darah : baik systole maupun diastole meningkat (terutama
systole). Hal ini dikarenakan sitmulasi aksi α
norepinephrine, yang berakibat pada vasokonstriksi
peripheral dan juga peningkatan ketahanan
vascular.
6. Vaskulatur : norepinephrine dengan stimulasi α, memproduksi
vasokonstriktor di pembuluh darah kutan. Hasilnya

36
peningkatan ketahanan peripheral dan peningkatan
sistole-diastol.
7. Sistem respirasi : norepinephrine tidak membuat relaksasi otot
bronchial seperti epinephrine. Jadi epinephrine
tidak efektif untuk brochial asthma akut.
8. SSP : seperti epinephrine, norepinephrine tidak
meperlihatikan aksi stimulasi pada CNS jika
diberikan pada dosis yang sesuai. Stimulasi CNS
baru akan timbul jika terjadi overdosis. Ciri-ciri
terjadi stimulasi CNS : sama sperti epinephrine,
namun tidak sesering dan separah epinephrine.
9. Metabolisme : meningkatnya metabolic rate. Pada area yang
diinjeksi, dibutuhkan oksigen lebih banyak.
Norepinephrine meningkatkan kadar gula darah
(sama seperti epinephrine, namun norepinephrine
lebih rendah tingkatannya).

Aksi norepionephrine pada system kardiovaskular dan jantung :


- Meningkatkan systole
- Meningkatkan diastole
- Menurunkan detak jantung
- Tidak mengubah atau hanya sedikit menurunkan cardiac output
- Meningkatkan volume stroke
- Meningkatkan resistensi total peripheral

Aksi terminasi dan eliminasi :


aksi norepinehrine terhenti ketika terjadi re-uptake adrenergic nerve
terminal dan oksidari oleh MAO. Norepinephrine eksogenus diinaktifkan
oleh COMT.

Efek samping dan overdosis :


reaksinya sama seperti epinephrine, namun lebih jarang dan tidak separah
epinephrine. Overdosis norepinephrine menyebabkan naiknya tekanan darah

37
dengan peningkatan resiko hemorrhagic “stroke”, pusing, angina, dan
aritmia kardiak.

Injeksi ekstravaskular dari norepinephrine ke jaringan dapat menyebabkan


nekrosis karena intensitas stimulasi α. Pada rongga mulut, sering ditemukan
pada palatum. Kelebihan volume dari norepinephrine harus dihindari untuk
keperluan vasokonstirksi (ct: hemostasis). Banyak sumber mengatakan
bahwa norepinephrine tidak boleh lagi digunakan untuk obat anestesi local.

Aplikasi klinis: digunakan sebagai vasokonstriktor dalam anestesi local dan


manajemen hipotensi.

Dalam dunia kedokteran gigi terdapat pada : propoxycaine dengan


procain di dalamnya, konsentrasi 1 : 30.000

Dosis maksimum :
norepinephrin hanya digunakan untuk control nyeri saja. Norepinephrin
tersedia dalam konsentrasi 1 : 30.000. Pada pasien normal : 0,34 mg tiap
pemakaian ( 10 ml dalam perbandingan 1 : 30.000). Pada pasien kelainan
jantung : 0,14 mg tiap pemakaian (hampir 4 ml dalam perbandingan 1 :
30.000)

3. LEVONORDEFRIN

Nama paten : Neo-Cobefrin

Struktur kimia : levonordefrin bisa mencair dalam larutan asam. Sodium


bisulfate ditambahkan pada larutan ini untuk menunda kerusakan. Umur
levonordefrin dalam kemasan adala 18 bulan.

Sumber : levonordefrin adalah vasokonstriktor sintetik, terdapat dalam


nordefrin.

Mode of action : bereaksi dengan stimulasi α dan sedikit atau bahkan tidak
ada reaksi β.

38
Aksi sistemik : levonordefrin kurang potensial dibanding epinephrine,
memproduksi kardiak dan stimulasi CNS dalam jumlah yang lebih kecil.

1. Myocardium, sel perintis, arteri koroner, detak jantung, dan


vaskularisasi sama seperti epinephrine.
2. Sistem pernafasan : terjadi bronkodilatasi, tapi lebih ringan dari
epinephrine
3. CNS dan metabolism sama dengan epinephrine, namun tidak seluas
epinephrine.

Aksi terminasi dan eliminasi : reaksinya terhenti karena COMT dan MAO.

Efek samping dan overdosis : tidak seluas epinephrine. Dalam dosis tinggi
mungkin saja terjadi tekanan darah tinggi, triangular takikardi, dan angina
pada pasien insufisiensi koroner.

Aplikasi klinis : vasokonstirktor dalam anestsi local.

Dalam dunia kedokteran gigi terdapat pada : mepivacaine, atau


propoxycaine dengan procain, konsentrasi 1 : 30.000

Dosis maksimum :
efektifitas levonordefrin sebagai vasopresor setengah kali epinephrine, oleh
karena itu konsentrasinya lebih besar (1:20.000)

Pada pasien normal : 0,5mg tiap pemakaian ( ekivalen dengan 10 ml dalam


perbandingan 1 : 20.000). Aksi levonordefrin dalam konsentrasi tersebut
setara dengan epinephrine 1 : 50.000 atau 1 : 100.000

4. PHENYLEPHRINE HYDROCHLORIDE

Nama dagang : Neo-Synephrine

Struktur kimia : phenylephrine bisa mencair dalam air. Phenylephrine


merupakan vasokonstriktor paling stabil sekaligus paling lemah yang
digunakan dalam dunia kedukteran gigi.

39
Sumber : phenylephrine adalah sympathomimetic amine sintetik

Mode of action : bereaksi langsung dengan reseptor stimulasi α.


Stimulasinya lebih rendah dari epinephrine, namun durasinya lebih panjang.
Hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada reaksi β pada jantung.

Aksi sistemik :

1. Myocardium : sedikit chronotropic atau intropic pada jantung


2. Sel perintis : sedikit efek
3. Arteri koroner : meningkatnya aliran darah karena dilatasi
4. Tekanan darah : reaksi α memproduksi peningkatan systole dan
diastole
5. Detak jantung : bradikardi, jarang sekali terjadi aritmia
meskipun phenylephrine diberikan dalam
jumlah banyak
6. System pernafasan : terjadi bronkodilatasi, tapi lebih ringan dari
epinephrine. Phenylepinephrine tidak efektif
untuk asma akut
7. CNS : sedikit berefek
8. Metabolism : meningkatkan metabolic rate, aksi
metabolisme lainnya sama dengan epinephrine

Aksi phenylephrine pada system kardiovaskular :

- Meningkatkan systole-diastole
- Reflex bradikardi
- Menurunkan cardiac output (menyebabkan peningkatan tekanan
darah dan bradikardi)
- Jarang menyebabkan aritmia

Aksi terminasi dan eliminasi : sama seperti epinephrine

Efek samping dan overdosis :

40
efek pada CNS sifatnya minimal. Sakit kepala dan aritmia ventrikular
menandakan terjadinya overdosis. Tachyphylaxis terjadi pada pemakaian
kronis.

Aplikasi klinis : vasokonstirktor dalam anestsi local, manajemen hipotensi,


sebagai pelega pernafasan.

Dalam dunia kedokteran gigi terdapat pada : procain 4% konsentrasi 1 :


2.500

Dosis maksimum :
efektifitas levonordefrin sebagai vasopresor seperduabelas kali epinephrine,
oleh karena itu konsentrasinya 1 : 2.500). Pada pasien kelainan jantung : 1,6
mg tiap pemakaian (hampir 4 ml dalam perbandingan 1 : 2.500).

2.3.4 Pemilihan Vasokonstriktor

Dalam memilih vasokonstriktor, harus diperhatikan beberapa factor:


1. Durasi prosedur dental
2. Kebutuhan durasi hemostasis dan prosedur
3. Status medis pasien

1. Durasi prosedur dental


Penambahan vasokonstriktor akan memperpanjang waktu anestesi dari
pulpa dan jaringan lunak. Misalnya 2% lidocaine berefek 10 menit, dengan
penambahan epinefrin 1 : 50.000, 1 : 80.000, 1: 100.000, 1 : 200.000 waktu
anestesi diperpanjang hingga 60 menit.

41
2. Kebutuhan durasi hemostasis dan prosedur
Epinephrine efektif dalam mencegah dan meminimalisir perdarahan
dalam bedah dan mencegah perdarahan post-operasi (yang bisa menghambat
penyembuhan). Phenylephine memiliki aksi yang panjang. Namun karena ia
memiliki vasokonstriktor yang tidak sebaik epinephrine, hemostasis selama
prosedur dilaksanakan menjadi tidak efektif, meskipun demikian, ia memiliki
duration action yang panjang dibanding epinephrine dan kehilangan darah yang
minimal setelah operasi. Phenylephine tidak termasuk dalam anestesi dental yang
tersedia dalam kemasan. Norepinephrine tidak bisa direkomendasikan dalam
dunia kedokteran gigi karena kerugiannya lebih banyak dibanding keuntungannya.
Felypressin mengkontraksi sirkulasi vena lebih banyak dari arteriolar,
dan itu sebabnya memiliki nilai hemostasis yang minimum. Vasokonstriktor
digunakan untuk mencapai hemostasis harus tersimpan di area yang mengalami
perdarahan suapaya efektif.

3. Status medis pasien


Ada beberapa kontraindikasi pada administrasi kosentrasi
vasokonstriktor yang ditemukan dalam dental anestesi local. Pasien dengan resiko,
dibagi ke dalam 3 grup yaitu :

42
 Pasien dengan tekanan darah tinggi
 Pasien dengan cardiovascular disease yang signifikan
 Pasien dengan noncardiovascular diseases (contoh disfungsi thyroid,
diabetes, dan sensitive silfit)

Dalam tiap situasi perlu ditentukan derajat keparahan dari kelainan


tersebut, supaya diketahui apakah pemakaian vasokonstriktor dapat digunakan
atau tidak dalam anestesi local. Pasien dengan tekanan darah > 200 mmHg untuk
systole atau > 115 mmHg untuk diastole harus dirawat terlebih dahulu sebelum
mendapat tindakan dental. Pasien dengan cardiovascular disease terlalu beresiko
untuk mendapat terapi dental secara rutin, contoh pasien dengan myocardial
infarction < 6 bulan., pasien dengan unstable angina, pasien dengan kardiak
aritmia.
Epinephrine juga kontraindikasi dari hypertioid. Epinephrinee jangan
digunakan sebagai vasokonstriktor selama anestesi umum ketika pasien mendapat
anestesi halogenated. Vasokonstriktor penting untuk ditambahkan pada anestesi
local. Vasokonstriktor menaikkan kualitas pain control dan durasi sementara itu
menurunkan toksisitas anestesi local. Dalam dunia kedokteran gigi sulit dicapai
pain control yang mencukupi jika tanpa vasokonstriktor.

2.4 Persyarafan Rahang Atas dan Rahang Bawah

2.4.1 Dasar anatomi nyeri

Impuls pada saraf gigi berasal dari tubulus dentin dan plexus
subodontoblas. Saraf lainnya dari ligament periodontal, tolang alveolar, dan
plexus jaringan lunak, yang bergabung pada maksila dan mandibula. Oleh karena
itu, walaupun nyeri berasal dari gigi, tulang, mukosa oral, atau otot, semua saraf ,
nyeri, berakhir dengan melewati ganglion trigeminal.

2.4.2 Jaringan lunak pada daerah dentoalveolar

Cabang terminal dari maksila dan mandibula menuju gigi melalui


foramen apical.Beberapa serabut saraf berselubung myelin, dan sisanya

43
merupakan saraf terminal. Ini akan membentuk plexus subodontoblastik yang
menjadikan ujung saraf masuk ke tubulus dentin. Selain itu, terdapat cabang
menuju ligament periodontal.

2.4.3 Impuls Saraf

Saraf sensori pada jaringan keras dan lunak terdiri dari bagian yang
bermielin dan tidak. Membran saraf terdiri dari banyak lapis. Hal tersebut diatur
oleh potensial listrik dengan mempertahankan ion sodium dan potasium
intraseluler. Ketika impuls saraf lewat akan terpolarisasi.

2.4.4 Distribusi Cabang Nevus Trigeminal

MANDIBULA :
Ujung saraf sensori dan motorik akan meninggalkan cranial melewati
foramen ovale. Cabang besarnya terdiri atas :
 saraf bukal : akan melalui otot pterigoid, lalu ke
prosesus koronoideus, keluar di
permukaan otot bucinator. Hal ini
mensuplai pada bagian kulit dan
membrane mukosa pipi.
 Inferior alveolar nerve : masuk ke otot pterygoid, keluar di depan
arteri dental. Saraf ini masuk ke
mandibula melalui foramen alveolar
inferior. Dari dalam mandibula berjalan
Melalui canal alveolar inferior,

44
memberikan persarafan pada semua gigi
posterior sampai caninus. Pada foramen
mentale bercabang menjadi saraf
incisive dan saraf mentalis.
 Lingual Nerve : terletak di depan saraf gigi inferior. Saraf
ini masuk ke bagian bawah rongga mulut

MAKSILA :

Sarafnya masuk melalui foramen rotundum menuju ke bagian atas dari


fosa pterigo palatine. Lalu, ke anterior menjadi saraf infra orbital. Dari
kanal infra orbital saraf alveolar anterior dan superior meneruskan
melewati canal di bawah foramen infra orbital.

2.4.5 Nevus Trigeminal

Saraf pada maksila dan mandibula yang merupakan cabang dari


trigeminal nerve memiliki badan sel di dalam ganglion trigeminal. Impulsnya
terdiri dari 4 regio, yaitu :
1. Inferior paracentral dari cortex cerebral : menjadikan pasien mengenal
lokasi nyeri.
2. Permukaan orbital frontal lobe ; memberi situasi emosi tidak
menyenangkan, berhubungan dengan nyeri.
3. Temporal lobe cortex ; disinilah tempat memori utama tentang nyeri
disimpan.
4. Hipothalamik dan reticular nuclei ; mempengaruhi perubahan sistem
endokrin.

2.4.6 Proyeksi Reticular Trigeminal Nerve

Sistem retikuler berada di batang otak . Sel yang berada di atas sistem
reticuler menerima secara kolateral dari semua saraf aferen saat melewati otak
menuju ke thalamus. Dengan demikian stimulus nyeri diproyeksikan,beberapa

45
melalui proyeksi ascending reticulocorticol. Sistem ini berlanjut aktif sebagai
pemberi sinyal kepada kortex cerebral. Dari bagian caudal sistem reticular
inhibitor descending reticulo hingga nucleus spinal dari nevus trigeminus, yang
membuat mekanisme nyeri.

2.4.7 Persepsi nyeri


Secara umum nyeri melewati peripheral ke bagian sentral sistem
saraf.Stimulus yang berhubungan dengan nyeri memiliki mekanisme khusus pada
region dorsal dari spinal cord. Bila pintu terbuka, stimulus nyeri akan
ditransmisikan ke otak.Prosesnya ada di substansia Gelatinosa, yang terbentang
di spinal.Injury menghasilkan sinyal yang akan disampaikan oleh serat kecil.Lalu,
memasuki dorsal spinal cord dan mengaktivasi sel T, Yang akan meneruskan ke
otak.Terakhir adalah sistem aksi yang menginisiasi bentuk kompleks nyeri.
Impuls dari sel, diinhibitori oleh serat berukuran besar.

2.5 Instrumen Anestesi Lokal


Pada analgesia topikal hanya membutuhkan tube dari pasta atau
ointmet analgesia local dan cotton roll steril. Jumlah kecil dari pasta analgesia
ditekan diatas cotton roll. Ointment berisi 5 lignocaine, dan juga hyaluronidase,
yang terakhir penetrasi obat ke mukosa. Sedangkan instrumen dari anestesi local
yang menggunakan teknik penyuntikan, meliputi needle (jarum), catridges dan
syringes.

46
1. Needle (jarum suntik)
Tersedia dalam beberapa ukuran, double-ended, dan mempunyai screw-hub
logam atau plastic yang melekat pada akhiran suntikan. Akhiran yang lebih
pendek dari jarum menembus diagframa cartridge analgesic lokal, dan akhiran
yang lebih panjang menembus jaringan untuk mengalirkan larutan analgesic local.

Jarum yang digambarkan adalah hanya untuk penggunaan tunggal dan


sangat steril dalam wadah plastic. Ini terbuat dari 2 bagiam: bagian yang berwarna
yang menutupi bagian panjang dari jarum, dan tutupnya yang menutupi bagian
pendek. Sebelum mematahkan bagian topinya / cap penting untuk melihat “heat
seal” masih utuh; jika seal itu patah- jarum harus dibuang.

2. Cartridges
Larutan anestesi lokal yang digunakan pada prosedur perawatan gigi
biasanya dipasarkan dalam catridge yang sudah disterilkan. Catridge biasanya
terbuat dari kaca alkali-dan bebas pirogen. Namun, kebanyakan larutan analgesik
lokal tersedia dalam cartridge yang berisi 2.2 ml. cartridge biasanya dijual dalam
kemasan tertutup, yang berarti seluruh cartridge tetap steril sampai segera sebelum
digunakan. Penyegel cartridge memiliki berbagai desain, yang paling umum
adalah penutup logam dengan diafragma karet tipis. Rubber plunger di ujung
cartridge dalam bentuk yang solid, atau ada soket runcing untuk memungkinkan
plunger untuk dimasukkan dan memungkinkan untuk aspirasi.

Cartridge analgesik lokal memiliki nama obat tertentu, konsentrasi, dan juga
nama vasokonstriktor, yang tertulis pada bagian luarnya. Informasi penting yang
harus diperiksa sebelum setiap cartridge dimasukkan ke dalam jarum suntik
adalah tanggal kedaluarsa.

47
Gambar : Empat formulasi larutan analgesik lokal yang biasa
digunakan: dari atas, dua persen lignocaine dengan adrenalin
1:80.000; dua persen lignocaine murni, dan tiga persen prilocaine
dengan 0,03 unit internasional felypressing. Yang paling bawah
mempunyai ukuran yang lebih kecil yaitu 1.8ml, mengandung dua
persen lignocaine dengan adrenalin 1:80.000

Gambar : (kiri) logam penyegel bagian atas, dengan diafragma karet


tipis. (kanan) rubber plunger pada ujung bawah cartridge analgesik
lokal

2. Syringes

Merupakan peralatan anestesi local yang paling banyak digunakan pada


praktek kedokteran gigi. Disterilkan menggunakan siklus TST yang sesuai pada
autoklaf setelah penggunaan. Desain dasar dari syringe sudah diperkenalkan sejak
bertahun-tahun lalu, sedang pola alternative ternyata ternyata baru akhir-akhir ini
diperkenalkan. Syringe terdiri dari chromium-plated atau stainless steel metal
barel dengan jendela yang besar untuk memudahkan dokter bedah mulut melihat
isi cartridge analgesik lokal. Bagian bawahnya adalah alur masuk dimana hub of
the needle dikencangkan. Bagian atasnya adalah engsel yang membebaskan
cartridge retainer untuk memutarkan kembali jadi cartridge dapat ditempatkan

48
dalam barrel. Bagian akhiran datar plunger terbungkus dalam silinder yang
menuntun selama pergerakan. Pegangan yang nyaman dibentuk untuk
memungkinkan agar nyaman dengan telapak tangan baik kiri atau kanan tangan
dokter gigi.

2.5.1 Jenis Instrumen anestesi lokal :

Jenis instrument anestesi local yang akan dibahas dalam makalah ini
meliputi alat suntik sekalai pakai (Disposible syringe), non-aspirating, aspirating,
pin-grip intra-ligamental (Cito-Ject) dan pistol-grip intra-ligamental.

1. Disposible syringe

2. Non- aspirating

Ketika komponen diilustrasikan pada gambar, tutup jarum harus


disimpan untuk menutup ketika jarum telah digunakan. Ketika siap
menggunakan jarum suntik, harus menggunakan sarung kuning untuk
mencegah cedera 'jarum suntik'.

Gambar : komponen-komponen dari non-aspirating syringe:


jarum, cartridge analgesik lokal dan syringe

49
3. Aspirating

Ketika disusun, barb ganda pada plunger dipelintir ke karet tabung.


Selubung pelindung juga dibiarkan pada injeksi sampai segera sebelum
digunakan. Ini sangat cocok untuk blok saraf analgesia.
Pada suntikan aspirating mengandung stainless steel atau chromium-
plated barrel yang harus di sterilkan setelah digunakan. Perbedaan utama
dengan yang non aspirating yaitu pola dari plunger: ini terdiri dari barb
ganda (mata kail ganda) yang melibatkan bung karet setelah sedikit tekanan,
sehingga aspirasi terlaksana. Akhiran lain dari plunger mempunyai cincin
besar yang melekat, untuk membiarkan plunger dikeluarkan dan aspirasi
terlaksan. Keuntingan suntikan aspirasi ini yaitu dapat digunakan dengan
cartridge analgesik lokal konvensional.

Gambar : komponen-komponen dari aspirating syringe: jarum,


cartridge analgesik lokal, dan syringe

4. Pistol-grip intra-ligamen

50
Desain pertama intra-ligamental analgesik jarum suntik dimasukkan
ke cengkeraman pistol mirip dengan yang digambarkan yang dibawah.
Tujuan dari cengkeraman ini adalah untuk memungkinkan dokter gigi untuk
menghasilkan tekanan tinggi diperlukan untuk teknik intra-ligamental
analgesik. Di ujung jarum suntik adalah tong baja konvensional dengan
sekrup benang untuk tambahan jarum halus. Pistol grip di bawahnya ke kanan
dan memicu pegas menempel pada ratchet ke kiri. Pembungkus plastik yang
cocok erat di kaca cartridge analgesik lokal dapat dilihat melalui jendela
dalam tong. Jarum suntik ini juga disterilkan dengan siklus TST.

Gambar : komponen-komponen dari pistol-grip intra-ligamental :


syringe, jarum, sekrup, lengan plastik, cartridge analgesik lokal,
dan pistol-grip mekanisme ratchet

5. Cito-Ject (Pin-grip intra-ligamen)

Model yang lebih baru dan desain elegan intra-ligamental jarum


suntik adalah Cito Ject. Di sebelah kiri adalah baja barel. Sekrup thread di
akhir adalah siku untuk mengaktifkan sudut jarum ke ligamentum periodontal
ketika suntik. Lengan pembungkus plastik ditandai dalam gradasi 0.18ml
dapat dilihat melalui jendela di dalam tong. Pendorong dan roda berada di
bagian terpisah dari jarum suntik di sebelah kanan: setelah menggeser
cartridge ke dalam tong, bergabung bersama-sama kurang lebih dua lugs ke
L-shappedcut-out dan memutar bersama-sama. Seluruh pemasangan diadakan

51
dalam genggaman pena. Sterilisasi dicapai oleh pembongkaran, hati-hati
mencuci dan siklus TST yang sesuai.

Gambar : komponen-komponen dari pen-grip intra-ligamental


syringe: sekrup dalam tabung baja dan jarum dibagian atas,
selubung plastik,dan cartridge analgesik lokal

2.5.2 Mengganti sarung plastik menggunakan teknik 'sharpsafe'

Potensi bahaya dari cedera akibat tusukan jarum, hanya dibutuhkan


sejumlah kecil darah dari pasien dengan hepatitis B untuk menularkan infeksi.
Karena itu, ketika mengganti lapisan plastik pada analgesik lokal, dokter gigi dan
asistennya, harus memberi perhatian khusus dan berkonsentrasi pada setiap tahap
dari prosedur:

1. Penyusunan analgesik lokal harus ditempatkan di atas permukaan datar


2. Selubung plastik harus dipindahkan secara perlahan dan hati-hati sampai
dipegang oleh friction grip dari selubung pada plastik atau logam
3. Selubung plastik harus didorong dengan kuat ke pusat dari injeksi

2.5.3 Sterilisasi

Alat yang tersedia untuk persiapan dan penatalaksanaan analgesia lokal


telah dikembangkan untuk dipastikan 100% steril dan kemudahannya untuk
penggunaan sehari-hari. Pada sterilisasi pembedahan. Di praktek gigi biasanya
terdapat steam sterilisasi autoklaf yang sesuai. Modern autoklaf mempunya
beberapa siklus, 115°C untuk 30 menit, 121°C untuk 15 menit, dan 134°C untuk 3
menit; yang paling efesien adalah yang terakhir.

52
Gambar : Kiri: autoclave Kanan:TST strip yang menggambarkan
perubahan yang terjadi dalam sterilisasi

Instrument ditempatkan terbuka dalam baki stainless steel pada 134°C


siklus untuk 3 menit. Penting bagi dokter bedah mulut memastikan autoklaf steril
secara efektif, jadi indikator Time Steam Temperatur strip digunakan untuk siklus
sterilisasi pertama tiap paginya. Beberapa institusi memerlukan dokumentasi yang
terpercaya dari efesiensi siklus TST, dimana catatan tulisan elektronik tertulis di
autoklaf untuk menyediakan penulisan catatan dari siklus.

Gambar : Electronic pen recorder = rekaman pertama yang


menunjukkan siklus untuk instrumen yang tidak dibungkus 3-5
menit pada 134°C

Jika instrument terbungkus dalam paper bags (autoclave papers), penting


untuk mengosongkan ruangan untuk memastikan stem berpenetrasi ke permukaan
instrument. Untuk keadaan sewaktu-waktu (contohnya, jika ada kegagalan mesin)
penting untuk mempunyai 2% larutan glutaraldehid untuk tujuan sterilisasi
emergensi. Beberapa instrument tambahan dapat disimpan dalam larutan ini
sampai waktunya diperlukan; harus dibersihkan melalui air steril sebelum
digunakan, bagaimanapun, glutaraldehid adalah iritan yang ekstrim pada kulit.
Alternatifnya, jika instrument dibungkus oleh kertas yang dapat disimpan sampai
waktu penggunaannya.

53
Gambar : Instrumen yang ditempatkan dalam 2 persen larutan
glutaraldehid sebelum dipakai

2.6 Teknik Penyuntikan Anestesi pada Maxilla

Terdapat tiga tipe utama pada injeksi anestesi lokal yaitu :

a) Local infiltration : infiltrasi local terminal ujung saraf kecil di daerah


operasi akan dibanjiri dengan larutan anestesi local.
Dibuat sayatan ke dalam wilayah yang sama di mana
larutan telah disimpan. Jenis suntikan yang daerah
anestesinya kecil (satu atau dua gigi). Larutan
anestesi disimpan di terminal.
b) Field block : larutan anestesi lokal akan didepositkan di dekat
cabang-cabang saraf terminal besar sehingga daerah
yang dibius dibatasi untuk mencegah perjalanan
impuls dari gigi ke SSP. Insisi dibuat ke suatu
daerah jauh dari tempat suntikan bius lokal solusi.
c) Nerve block : larutan anestesi lokal akan didepositkan di dekat
batang saraf utama yang terletak berjarak di lokasi
operasi intervensi. jenis suntikan yang daerah
anestesi wilayah yang lebih luas. anestesi disetorkan
dekat saraf besar batang

Teknik anestesi pada maksilla dibagi menjadi :

1. Infiltrasi : Injeksi supraperiosteal


2. Field Blok : Injeksi periapikal

54
3. Nerve Block : Posterior Superior Alveolar , Middle Superior Alveolar,
Anterior Superior Alveolar, infraorbital, nasopalatina, dan
maksillary.

1. SUPRAPERIOSTEAL INJECTION

Istilah “Injeksi Supraperiosteal” digunakan untuk menunjukkan


tempat didalam jaringan, dimana anestesikum dideponirkan dalam
hubungannya dengan periosteum bukal dan labial. Anestesikum yang
dideponirkan di atas periosteum setinggi apeks gigi akan mengalir ke dalam
periosteum dan tulang melalui proses difus. Anestesikum akan berpenetrasi
ke dalam serabut saraf yang masuk ke apeks gigi dan menginervasi alveolus
dan membrane periodontal.

Injeksi Supraperiosteal lebih sering disebut infiltrasi lokal, teknik


anestesi lokal untuk memperoleh anestesi pulpa pada gigi maxilla. Nervus
yang teranestesi yaitu cabang-cabang terminal besar. Area yang teranestesi
yaitu pulpa dan akar, buccal periosteum, connective tissue, membran mukosa

Teknik ini di indikasikan untuk anestesi pulpa gigi maxilla


terbatas pada 1 atau 2 gigi. Anestesi jaringan lunak ketika diindikasikan untuk
prosedur bedah pada areanya. Kontraindikasinya pada daerah injeksi yang
inflamasi atau infeksi akut di daerah injeksi. Tulang padat yang menutupi
apikal gigi (lebih sering terjadi pada molar pertama anak anak daripada
dewasa)
Teknik Injeksi Supraperiosteal mempunyai tingkat keberhasilan
tinggi. Secara teknik injeksinya mudah. Biasanya tidak atraumatic dan tidak
cocok untuk area besar karena insersi jarum ganda dan kebutuhannya untuk
volume yang besar pada larutan anestesi lokal.

Teknik supraperiosteal injection :


1. Disarankan jarum ukuran pendek 25 atau 27 gauge
2. Area insersi : tinggi dari muccobucofold diatas gigi
3. Area target : regio apikal

55
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Prosedur :
a. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
b. Orientasi bevel menuju arah tulang
c. Angkat bibir : jaringan tegang
d. lalu suntik sejajar dengan sumbu panjang gigi
e. masukan jarum pada ketinggian muccobucofold di daerah target
gigi
f. naikkan jarum sampai bevel setinggi atau diatas regio apikal gigi
g. aspirasi
h. jika negatif, tambahkan kira-kira 0.5ml (1/3 cartridge) pelan-
pelan selama 30-45 detik
i. pelan pelan tarik suntikan
j. tutup jarumnya
k. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur

Gambar : teknik penyuntikan supraperiosteal

2. POSTERIOR SUPERIOR ALVEOLAR NERVE BLOCK

Teknik yang biasa digunakan untuk anestesi gigi molar pada


maksila. Merupakan teknik yang memiliki kesuksesan yang tinggi, walaupun
sering mengakibatkan hematoma. Dalam ukuran normal orang dewasa, jarum
harus dimasukkan sekitar 16 mm. Kedalaman akan bervariasi sesuai dengan
struktur tulang pasien. Aspirate dua kali, sedangkan deposit beberapa tetes
lokal di daerah yang di injeksi. Depositkan sekitar 1 / 4 dari cartridge dari

56
anestesi dan aspirasi lagi. Ulangi proses ini aspirasi dan injeksi sampai 3 / 4
untuk cartridge penuh dari anestesi telah disimpan tanpa aspirasi positif. PSA
nerve block di beberapa pasien akar yang mesiobuccal molar pertama tidak
teranestesi, jadi anestesi diperlukan injeksi Middle Superior Alveolar Nerve
Block.

Nevus yang teranestesi yaitu nervus posterior superior alveolar.


Sedangkan daerah yang teranestesi pulpa dari molar 1,2,3 dengan
pengecualian akar mesiobukal pada gigi m1 RA. Buccal periodontium dan
tulang gigi atasnya.

Teknik ini biasanya di indikasikan untuk menganestesi dengan 2


atau lebih gigi molar RA. Ketika injeksi supraperiosteal merupakan
kontraindikasi dan tidak efektif. Teknik ini di kontraindikasi memungkinkan
terjadinya hemorhagi yang berlebihan (pasien hemofilia); injeksi
supraperiosteal direkomendasikan. Teknik PSA biasanya injeksi atraumatik.
Tingkat kesuksesan tinggi. Meminimalisasikan injeksi supraperiosteal dan
volume larutan yang dimasukkan dan adapun resiko hematoma. Injeksi kedua
disarankan untuk prosedur molar 1 (akar mesiobukal).

Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh


darah plexus vena pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-
obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan
digunakan.

Teknik :
1. Jarum panjang 25-gauge
2. Area insersi : tinggi muccobuccal fold diatas molar 2 RA
3. Area target : nervus PSA di posterior dan superior pada batas maxilla
posterior
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Prosedur :
a. untuk nervus PSA kiri, dokter duduk di posisi jam 10
b. untuk nervus PSA kanan, dokter duduk di posisi jam 8

57
c. siapkan jaringan di setinggi muccobuccal fold untuk penetrasi :
keringkan dengan kassa steril, aplikasikan antiseptic dan
anestetik topikal
d. orintasi bevel menuju arah tulang
e. buka sebagian mulut pasien : tarik mandibula ke tempat injeksi
f. tarik pipi dengan jari untuk penglihatan
g. tarik kencang jaringan pada tempat injeksi
h. tempatkan jarum setinggi muccobuccal fold diatas molar 2
i. naikkan jarum perlahan lahan arah atas dalam dan belakang
j. pelan-pelan naikkan jarum melalui jaringan lunak
k. lalu pelan-pelan naikkan jarum ke kedalaman yang dianjurkan
l. aspirasi
m. memutar suntikan (needle bevel) ¼; reaspirasi
n. kembalikan suntuikan pada posisi awal dengan bevel mengikuti
arah tulang
o. pelan-pelan tarik suntikan
p. tutup jarum
q. tunggu 3-5 menit sebelum memulai prosedur awal

Gambar : teknik penyuntikan posterior superior alveolar nerve block

3. MIDDLE SUPERIOR ALVEOLAR NERVE BLOCK

Hanya sekitar 20% pasien akan mengalami blok nervus Middle


Superior Alveolar (MSA). Jika blok nervus infraorbital distal dari gigi
caninus tidak teranestesi atau jika PSA tidak tersedia anestesi pada
mesiobuccal akar molar pertama, maka blok MSA harus diberikan.

58
Nervus yang teranestesi yaitu nervus middle superior alveolar.
Teknik ini menganestesi pulpa premolar 1 dan 2 RA dan akar mesibukal
molar 1 RA. Jaringan periodontal bukal dan tulang diatas giginya. MSA
biasanya di indikasikan ketika blok nervus infraorbital gagal meng anestesi
distal kaninus. Prosedur dental yang hanya melibatkan premolar dan tidak
boleh dilakukan jika tidak adanya nervus MSA. Infeksi atau inflamasi di
daerah injeksi. MSA ini biasanya dapat meminimalisasi jumlah injeksi dan
voleme larutan.
Teknik :

1. Jarum panjang atau pendek 25-gauge


2. Area insersi : tinggi muccobuccal fold diatas premolar 2 RA
3. Area target : tulang maksila superior sampai apex premolar 2 maksila
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Prosedur :
a. untuk nervus MSA kiri, wajah dokter langsung menghadap
pasien
b. untuk nervus MSA kanan, wajah dokter dalam arah yang sama
dengan pasien
c. siapkan jaringan di setinggi muccobuccal fold untuk penetrasi :
keringkan dengan kassa steril, aplikasikan antiseptic dan
anestetik topikal
d. tarik bibir atas untuk membuat jaringan terlihat
e. tempatkan jarum setinggi muccobuccal fold diatas premolar 2
dengan bevel langsung ke arah tulang
f. penetrasi membran mukosa dan pelan pelan naikkan jarum
diatas apex premolar 2
g. pelan pelan deposit kan larutan 1-1.25 ml
h. pelan-pelan tarik suntikan dan tutup jarum
i. tunggu 2-3 menit sebelum memulai prosedur awal

59
4. BLOK NERVUS ALVEOLARIS SUPERRIOR ANTERIOR

Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi
kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke
atas apeks akar gigi tersebut.

Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa


menganastesi keenam gigi anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior
biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah,
diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus atau foramen
incisivum.

5. INFRAORBITAL NERVE BLOCK

Injeksi ini diindikasikan apabila suatu inflamasi atau infeksi


merupakan kontraindikasi untuk dilakukan injeksi supraperiosteal (infiltrasi),
misalnya pada operasi untuk membuka antrum , atau ekstrasi beberapa gigi

60
sekaligus. Injeksi ini juga dapat digunakan untuk alveolektomi, pengangkatan
gigi impaksi atau kista.

Nervus yang teranastesi : nervus ASA, MSA, inferior palpebral,


lateral nasal superior labial. Area yang teranestesi : anestesi pulpa dari
incisivus central sampai gigi kaninus. Anestesi pulpa premolar dan akar
mesiobukal molar 1. Bucal periodontium dan tulang di gigi yang sama.
Kelopak mata bawah, aspek lateral hidung, dan bibir atas.

Indikasi : dental prosedur yang melibatkan 2 atau lebih gigi maxila


dan jaringan bukalnya. Inflamasi atau infeksi. Ketika injeksi supraperiosteal
tidak efektif karena ada tulang kortikal.Kontraindikasi : perawatan area yang
tersendiri. Hemostastis pada area yang terlokalisasi. Keuntungan : tekniknya
simple dan aman. Kerugian : psikis dokter yang takut kalau melukai mata
pasien, dan psikis pasien yang tidak nyaman karena ekstraoral. Secara
anatomi susah menentukan batasannya.

Teknik :
1. Disarankan jarum ukuran panjang 25 gauge
2. Area insersi : tinggi dari muccobucofold diatas premolar 2
3. Area target : foramen infraorbital yang berada di bawah infraorbital
notch
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang selama injeksi
5. Kedalaman jarum yang di injeksi sedalam 5 mm keluar dari
permukaan bukal
6. Prosedur :
a. Posisi dokter untuk nervus kiri dan kanan, duduk di posisi jam
10
b. Posisi pasien telentang atau semi telentang, pasien diminta
menaikkan leher sedikit.
c. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
d. Tempatkan foramen infraorbital

61
e. Simpan jari di foramen atau beri tanda
f. Angkat bibir : jaringan tegang dan terlihat
g. masukan jarum pada ketinggian muccobucofold di daerah target
gigi dengan bevel
h. berorientasi ke arah jarum suntik penanda foramen orbital
i. jarum harus paralel sepanjang sumbu gigi dan dinaikkan untuk
menghindari kontak prematur tulang
j. naikkan suntikan perlahan lahan sampai tulang berkontak
k. posisikan ujung jarum dengan bevel menghadap foramen
infraorbital dan ujung jarum mengenai atap foramen infraorbital
l. aspirasi
m. tambahkan larutan anestesi lokal kira-kira 1-1.25 ml (1/2 sampai
2/3 cartridge
n. pelan pelan tarik suntikan
o. tutup jarumnya
p. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur

6. GREATER PALATINE NERVE BLOCK

Nervus yang teranestesi yaitu nervus anterior palatine. Area yang


teranestesi pada bagian posterior dari palatum keras dari anterior ke premolar
1. Teknik ini biasanya diindikasikan untuk terapi restoratif untuk lebih dari 2
gigi. Untuk kontrol nyeri pada periodontal atau bedah mulut yang termasuk
palatum lunak dan keras. Jangan digunakan pada daerah injeksi yang
mengalami inflamasi atau infeksi. Area yang kecil. Teknik ini dapat
meminimalisir penetrasi jarum dan volume larutan.

62
Pertama-tama pada teknik ini kita harus meraba palatum mulut
hingga depresi dari foramen dirasakan (biasanya di medial molar kedua).
Kering jaringan, dan menerapkan antiseptik dan anestesi topikal selama 2
menit. Beri tekanan dengan kapas selama 30 detik. Lanjutkan tekanan dengan
kapas sampai injeksi selesai. Menyuntikkan beberapa tetes obat bius.
Lepaskan tekanan jarum dan memajukan ujung jarum ke jaringan sedikit.
Lanjutkan dengan menerapkan prosedur ini tekanan ke bevel dan deposito
beberapa tetes anestesi, kemudian insersikan, sampai jarum kontak dengan
palatal tulang. Deposito kurang dari keempat untuk sepertiga kartrid dari
aspirasi anestesi setelah terbukti negatif.

Teknik :
1. Disarankan jarum ukuran pendek 27 gauge
2. Area insersi : jaringan lunak anterior ke foramen palatina besar
3. Area target : nervus anterior palatina
4. Jalan insersi : meninggikan suntikan dari bagian yang berlawanan di
sudut yang tepat ke area target
5. Orientasi bevel : harus menuju arah palatal jaringan lunak
6. Prosedur :
a. Pasien pada posisi telentang pasien diminta membuka mulut
lebar, menaikkan leher, arahkan kepala ke kiri atau kanan agar
mempermudah penglihatan
b. Menentukan foramen palatina
c. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
d. Setelah 2 menit anestesi topikal bersihkan bagian posterior jadi
secara langsung itu adalah foramen palatina anterior
e. Suntik langsung kedalam mulut dari bagian berlawanan dengan
jarum mendekati daerah injeksi pada sudut yang benar
f. Tempatkan bevel terhadap tempat yang pucat sebelumnya pada
tempat injeksi jaringan lunak
g. Dengan bevel telusuri seluruh jaringan
h. Jarum luruskan dan biarkan bevel penetrasi ke mukosa

63
i. Buang cotton secepat mungkin ketika blanching terjadi
j. Dengan pelan naikkan jarum sampai tulang palatal berkontak
k. Aspirasi
l. Deposit larutan anestesi lokal tidak lebih dari 1/3 cartridge
m. pelan pelan tarik suntikan
n. tutup jarumnya
o. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur

7. NASOPALATINE NERVE BLOCK

Teknik ini sama halnya dengan teknik Greater Palatine Nerve


Block, tetapi tempat injeksi hanya pada posterior papilla incisivum. Dapat
juga menganestesi di daerah anterior tepatnya di mucobuccal dekat frenulum,
jarum di insersikan pada papilla antara gigi incisivum sentral. Kelemahan
teknik nasopalatine dilakukan di anterior adalah lebih banyak digunakan
anestesi local , tetapi injeksi labial juga sering dibutuhkan.

Nervus yang teranestesi yaitu nervus kiri dan kanan nasopalatina.


Area yang teranestesi pada bagian anterior dari palatum keras; jaringan keras
dan lunak premolar 1 sampai premolar 1 lainnya. Teknik ini biasanya
diindikasikan untuk terapi restrorativ yang lebih dari 2 gigi. Untuk kontrol
nyeri. Kontraindikasi pada teknik ini adalah inflamasi atau infeksi. Area yang
sempit. Teknik ini biasanya meminimalisasikan penetrasi jarum dan volume

64
larutan dan tidak ada hemostasis dan berpotensial sebagai injeksi intraoral
yang traumatik

Teknik :

1. Disarankan jarum ukuran pendek 27 gauge


2. Area insersi : mukosa palatal lateral
3. Area target : foramen incisivum
4. Jalan insersi : jarum mendekati tempat injeksi di sudut 45 derajat ke
arah papila incisivum
5. Orientasi bevel : harus menuju arah palatal jaringan lunak
6. Prosedur :
a. Pasien pada posisi telentang pasien diminta membuka mulut
lebar, menaikkan leher, arahkan kepala ke kiri atau kanan agar
mempermudah penglihatan
b. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
c. Setelah 2 menit anestesi topikal bersihkan bagian posterior jadi
secara langsung itu adalah papila incisivum
d. Tempatkan bevel terhadap tempat yang pucat sebelumnya pada
tempat injeksi jaringan lunak
e. Dengan bevel telusuri seluruh jaringan
f. Jarum luruskan dan biarkan bevel penetrasi ke mukosa
g. Buang cotton secepat mungkin ketika blanching terjadi
h. Dengan pelan naikkan jarum sampai tulang palatal berkontak
i. Aspirasi
j. Deposit larutan anestesi lokal tidak lebih dari 1/4 cartridge
k. pelan pelan tarik suntikan
l. tutup jarumnya
m. tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur

65
8. MAXILLARY NERVE BLOCK

Teknik ini biasanya diberikan pada pasien dewasa. Biasanya teknik


ini digunakan oleh operator yang sudah berpengalaman.

Nervus yang teranestesi yaitu divisi maxilla pada sisi blok nervus.
Area yang teranestesi pada pulpa gigi maxilla di sisi blok nervus, buccal
periodontium dan tulangnya, jaringan lunak dan tulang pada palatum keras
dan bagian palatum lunak hingga midline. Kulit pada kelopak mata bawah,
sisi hidung, pipi dan bibir atas. Indikasikan untuk kontrol nyeri. Inflamasi
atau infeksi jaringan menghindari penggunaan regional blok nervus.
Kontraindikasi pada dokter yang tidak berpengalaman. Pasien anak-anak.
Pasien yang tidak kooperative. Inflamasi dan infeksi di daerah injeksi. Resiko
hemorhagi yang tinggi. Dekat ke canal palatine. Keuntungan teknik ini
atraumatic. Tingktak sukses tinggi. Minimalisir penetrasi jarum dan volume
larutan anestesi lokal. Teknik ini dapat menyebabkan resiko hematoma tinggi,
tekniknya semaunya, kekurangan hemostasis, potensial traumatic

Teknik :

1. Disarankan jarum ukuran panjang 25 gauge


2. Area insersi : setinggi muccobuccal fold diatas aspek distal molar 2
RA
3. Area target : nervus maksila. PSA dan MSA nervus blok
4. Orientasi bevel : harus menuju arah tulang
5. Insersikan jarum kurang lebih 30 mm ke fosa pterygopalatine
6. Prosedur :
a. Tandai ¼ inch dari bevel pada jarum panjang 25 gauge

66
b. Posisi dokter untuk injeksi tuberositas kanan di posisi jam 8,
injeksi tuberositas kiri posisi jam 10
c. Posisi pasien terlentang
d. Siapkan jaringan pada tempat injeksi : sterilkan, aplikasikan
antiseptik topikal dan anestetik topikal
e. orintasi bevel menuju arah tulang
f. buka sebagian mulut pasien : tarik mandibula ke tempat injeksi
g. tarik pipi dengan jari untuk penglihatan
h. tarik kencang jaringan pada tempat injeksi
i. tempatkan jarum setinggi muccobuccal fold diatas molar 2
j. naikkan jarum perlahan lahan arah atas dalam dan belakang
k. pelan-pelan naikkan jarum melalui jaringan lunak
l. lalu pelan-pelan naikkan jarum ke kedalaman yang dianjurkan
m. aspirasi
n. memutar suntikan (needle bevel) ¼; reaspirasi
o. kembalikan suntuikan pada posisi awal dengan bevel mengikuti
arah tulang
p. pelan-pelan tarik suntikan
q. tutup jarum
r. tunggu 3-5 menit sebelum memulai prosedur awal

2.7 Teknik Penyuntikan Anestesi pada Mandibula

Teknik anestesi pada mandibula dibagi menjadi enam, yaitu inferior


alveolar nerve block, long buccal nerve block, mentale nerve block, teknik Gow
gates, teknik akinosis dan teknik fisher.

67
1. INFERIOR ALVEOLAR NERVE BLOCK

Blok nervus alveolar inferior biasanya digunakan untuk injeksi


anestesi madibula. Menganestesi pada gigi madibula dari garis midline
diinjeksikan pada body (corpus) mandibula, mukosa buccal dan tulang pada
gigi anterior ke molar pertama mandibular, dua pertiga anterior lidah dan
dasar mulut , dan mukosa dan tulang daerah lingual ke gigi mandibular di sisi
injeksi. Gunakan jarum 25 gauge panjang. A 27 atau 30 gauge jarum
cenderung dibelokkan atau dibengkokkan oleh jaringan dan mungkin obat
bius menempati target.

Jaringan harus menembus pada batas medial ramus mandibular di


puncak coronoid notch di pterygomandibular raphe. Titik suntikan harus
sekitar 1,5 cm di atas garis occlusal mandibula dengan bersudut kearah tulang
tulang. Barrel jarum harus sejajar dengan bidang occlusal molar mandibula,
dan tiba di premolar kuadran yang berlawanan. Titik suntik jarum ada di garis
coronoid takik dan sekitar tiga-perempat jarak dari the ramal border. Jarum
harus maju pelan-pelan, menaruh beberapa tetes anestesi dan aspirating,
sampai tulang. Biasanya pada pasien orang dewasa, jarum akan dimasukkan
20-25 mm (sekitar 2 / 3 panjang jarum).

Pemberian anestesi akan dikirimkan tepat di atas foramen mandibular.


Jika tulang dihubungkan di 1 / 2 jarum kedalaman atau kurang, mundur sedikit
dan reposisi laras jarum di atas caninus atau gigi seri lateral kuadran yang
berlawanan. Jika tulang tidak dihubungkan jarum terlalu jauh posterior dan
laras harus direposisi atas molar pertama dari kuadran yang berlawanan.
Setelah tulang telah dihubungkan, menarik jarum 1 mm dan aspirasi. Jika
negatif, perlahan-lahan deposit 1 / 4 cartridge dan reaspirate. Jika masih
negatif, melanjutkan proses deposisi dan aspirasi lambat sampai 1,5 ml pada
daerah yang telah di anestesi. Menarik jarum untuk sekitar 1 / 2 dari panjang
maupun reaspirate. Jika negatif, memberikan sisa anestesi dalam cartridge
untuk bahasa saraf.

68
Prosedur :
1. posisi dokter apabila akan memblok nervus inferior alveolar sebelah
kanan, maka posisinya di arah jam 8, apabila sebelah kiri diarah jam 10.
2. Posisikan pasien : terlentang atau semi terlentang. Lalu instruksikan
pasien untuk membuka mulut agar penglihatan jelas pada daerah yang
akan diinjeksi
3. Tempatkan jari telunjuk atau jempol kiri di coromoid notch
a. garis yang ditarik secara langsung posterior dari coronoid notch
hingga pterygomandibular raphe akan menunjukkan ketinggian
injeksi
b. jari menarik jaringan secara lateral, regangkan jaringan disekitar
daerah injeksi
c. jarum dimasukkan diantara 2/3 dan ¾ jarak antero-posterior
sepanjang garis dari coronoid notch
d. batas posterior dari ramus mandibula kira kira secara intra oral
dengan menggunakan pterygomandibular raphe dan mengarah ke
superior ke arah maxilla
e. metode alternatif dengan memperkirakan dimensi antero-posterior
pda ramus dengan menempatkan jempol pada coronoid notch dan
telunjuk (secara extra oral) di batas posterior ramus dan
memperkirakan jarak antara 2 jari
4. Siapkan jaringan tempat daerah injeksi dengan keringkan menggunakan
kasa steril, antiseptik dan anestetik topical
5. Tempatkan suntikan di sudut mulut pada sisi contralateral (kirakira di
daerah premolar)
6. Penetrasi jarum terjadi ketika persimpangan 2 poin
a. Poin 1 garis yang ditarik dari coronoid notch, paralel dengan
occlusal plane pada gigi mandibula melewati pterygomandybular
raphe; penentuan tinggi injeksi
b. Poin 2 adalah garis vertikal yang ditarik melewati poin 1
setidaknya 2/3 , tapi tidak lebih dari ¾ jalan kembai dari batas
anterior ramus; penentuan daerah injeksi anterior-posterior

69
7. Pelan pelan naikan jarum melewati jaringan hingga tulang berkontak
dengan lembutnya
8. Tarik jarum kira-kira 1 mm
9. Aspirasi
10. Tunggu kira-kira 3- 5 menit sebelum memulai prosedur dental

2. TEKNIK INJEKSI N.BUCCALIS

Nervus buccal tidak dapat dianestesi dengan menggunakan teknik


anaestesi blok nervus alveolaris inferior. Nervus buccal menginervasi
jaringan dan buccal periosteum sampai ke molar, jadi jika jaringan halus
tersebut diberikan perawatan, maka harus dilakukan injeksi nervus buccal.

Injeksi tambahan tidak perlu dilakukan ketika melakukan pengobatan


untuk satu gigi. Injeksi ini menganestesi jaringan bukal pada area molar
bawah. Bersama dengan injeksi lingual, jika diindikasikan, dapat melengkapi
blok n.alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi.
In jeksi ini tidak selalu diindikasikan dalam pembuatan preparasi kavitas
kecuali jika kavitas bukal dibuat sampai di bawah tepi gingival.

Prosedur:
1. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan
gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan
corpus mandibulae, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik

70
sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-la
menggunakan jarum panjang 25-gauge
2. Posisi dokter
a. Untuk buccal nerve block kanan dokter duduk berada di posisi
jam 8.
b. Untuk buccal nerve block kiri dokter berada di posisi jam 10.
3. Posisikan pasien : terlentang atau semi terlentang
4. Siapkan jaringan tempat daerah injeksi dengan keringkan
menggunakan kasa steril, antiseptik dan anestetik topikal
5. simpan telunjuk kiri di muccobucofold kanan dan tarik bibir bawah
dan buccal soft tissue sacara lateral untuk memperjelas penglihatan
dan menjadikan penetrasi yang atraumatik dengan jaringan yang
tegang
6. suntik langsung kearah daerah injeksi dengan bevel menghadap
kebawah ke arah tulang dan suntik lurus paralel ke occlusal plane
pada sisi injeksi
7. penetrasi membran mukosa pada tempat injeksi, distal dan bukal ke
molar terakhir
8. tinggikan jarum pelan-pelan hingga mucoperiosteum berkontak
a. untuk menghindari nyeri ketika jarum berkontak
mucoperiosteum, deposit sedikit larutan anestetik lokal tepat
sebelum kontak sebanyak ¾ cartridge
b. kedalaman penetrasi jarang melebihi 2-4mm.
9. aspirasi
10. tarik jarum suntik dan segera tutup jarum
11. tunggu kira-kira 1-2 menit sebelum memulai dental prosedur

71
3. TEKNIK ANESTESI BLOK N.MENTALIS

Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen


biasanya terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar tersebut.

Ketika blok nervus maxilaris atau alveolaris inferior sukses, maka


tidak perlu dilakukan injeksi. Jarum pendek yang berukuran 25 gauge
dimasukkan (setelah jaringan yang akan dipreparasi diberikan antiseptik)
dalam mucobuccal fold di dekat foramen mentale dengan bevel di arahkan
ke tulang. Foramen dapat diraba atau dapat terlihat dengan menggunakan
sinar x dan biasanya berada di antara gigi premolar. Pasien mungkin saja
merasakan sakit ketika nervus telah teraba pada foramen. Teknik ini
menyebabkan efek anestesi pada jaringan buccal bagian anterior di depan
foramen, bibir bagian bawah, dan dagu.

Prosedur:
1. posisi dokter apabila akan memblok nervus mental sebelah kanan,
maka posisi nya di arah jam 8 atau 10, apabila sebelah kiri di arah
jam 8 atau 10.
2. Posisikan pasien : terlentang atau semi terlentang. Lalu
instruksikan pasien untuk menutup mulut agar penglihatan jelas
pada daerah yang akan diinjeksi
3. Menentukan lokasi foramen mental
a. Tempatkan jari atau cotton di muccobuccal fold, tekan body
mandibula di area molar 1
b. Pindahkan jari atau cotton pelan-pelan ke arah anterior ke
foramen mental, hngga tulang bawah jari , menjadi irregular
dan cembung, Tulang distal dan anterior foramen mentale
terasa lembut, Foramen mental biasanya terletak di antara 2
apex premolar, Pasien akan mengomentari tekanan pada area
ini menghasilkan rasa sakit.
c. Jika ada radiografi tersedia, foramen mentale dapat gampang
terlokasi

72
4. Siapkan jaringan tempat daerah injeksi dengan keringkan
menggunakan kasa steril, antiseptik dan anestetik topikal
5. Dengan telunjuk kiri tarik bibir bawah dan jaringan bukal secara
lateral
6. Orientasi bevel langsung ke arah tulang
7. Penetrasi membran mukosa pada daerah injeksi, secara langsung
ke arah anterior foramen mentalis
8. Pelan pelan naikan jarum melewati jaringan hingga tulang
berkontak dengan lembutnya; kedalaman penetrasi kira-kira 5-
6mm
9. Aspirasi
10. Cabut suntikan perlahan lahan dan secepatnya
11. Tunggu kira-kira 2-3 menit sebelum memulai prosedur dental

4. TEKNIK GOW-GATES

Saraf yang dituju pada anestesi blok teknik Gow-Gates adalah N.


Mandibularis. Dengan teknik Gow-Gates daerah yang teranestesi adalah :
Gigi mandibula setengah quadran,mukoperiosteum bukal dan membrane
mukosa pada daerah penyuntikan , dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut,
jaringan lunak lingual dan periosteum, korpus mandibula dan bagian bawah
ramus serta kulit diatas zigoma , bagian posterior pipi dan region temporal.

Prosedur :
1. Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher

73
3. Posisi operator :
a. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam
8 menghadap pasien.
b. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada posisi jam 10
menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.
4. Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut
Daerah sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah
insersi otot pterygoideus eksternus.
5. Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic
notch ke sudut mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat
ketinggian penyuntikan secara ekstra oral dengan meletakkan tutup
jarum atau jari telunjuk.
6. Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu
meregangkan jaringan .
7. Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra
oral berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan
mesiopalatinal M2 maksila.
8. Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9. Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi
berlawanan, dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum
diinsersikan kedalam jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila .
10. Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut
ke intertragic notch pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan
dengan sudut telinga kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P
pada sisi yang berlawanan, posisi tersebut dapat berubah dari M
sampai I bergantung pada derajat divergensi ramus mandibula dari
telingan ke sisi wajah.
11. Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang
leher kondilus, sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum
belum berkontak dengan tulang, maka jarum ditarik kembali per-
lahan2 dan arahnya diulangi sampai berkontak dengan tulang.

74
Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak dengan
tulang.
12. Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan
anestetikum sebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
13. Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .
14. Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh
dilakukan.

5. ANESTESI BLOK TEKNIK AKINOSI :

Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik


digunakan pada pasien yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut.

Prosedur :

1. Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang


2. Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan
berhadapan dengan pasien.
3. Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid,
menunjukkan jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal
ini membantu menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi trauma
selama injeksi jarum.
4. Gambaran anatomi :
 Mucogingival junction dari molar kedua dan molar ketiga maksila
 Tuberositas maksila
5. Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.

75
6. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan
rileks.
7. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum
diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction
molar kedua dan ketiga maksila.
8. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum
dibelokkan mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N.
Alveolaris inferior.
9. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8 ml
secara
perlahan-lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali.

Kelumpuhan saraf motoris akan terjadi lebih cepat daripada saraf


sensoris. Pasien dengan trismus mulai meningkat kemampuannya untuk
membuka mulut.

6. TEKNIK FISHER :
Prosedur :
1. Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic
didaerah trigonum retromolar.
2. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser
kelateral untuk meraba linea oblique eksterna.,
3. Kemudian telunjuk digeser kemedian untuk mencari lineaoblique interna,
ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna dan permukaan
samping jari berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.

76
Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari
sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar
dengan bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5
mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan
anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N.
Lingualis.
Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum
ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-
kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan
anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N.
Alveolaris inferior.Setelah selesai spuit ditarik kembali.

77
BAB III
HASIL DISKUSI

Daftar Pertayaan :

1. Muhammad seiz
Pertanyaan : Mengapa ada kejadian pasien tidak bisa menerima obat
anestesi tersebut, penyebabnya apa?
Jawab : Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang
yang tidak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan
(resisten terhadap obat bius). Beberapa kondisi yang bisa
menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di
antaranya: Pecandu alcohol, Pengguna obat psikotropika
seperti morfin, ekstasi dan lainnya, Pengguna obat anelgesik.
Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang
rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan
yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya.

2. Adlina Hasna (160110070011)


Pertanyaan : Apakah perbedaan "rasa baal" pada klasifikasi tempat kerja
anestesi lokal ? misal untuk obt A co/ anestesi topikal,dsb?
Jawab : Tidak ada perbedaan rasa baal untuk setiap area anestesi
local. Yang membedakan adalah luas daerah baalnya yang
tergantung pada jenis teknik anestesi local yang digunakan
dan berhubungan dengan banyaknya saraf yang teranestesi.

3. Anisa Oktafiana (160110070068)


Pertanyaan : Bagaimana mekanisme obat anestesi memblok gigi RA/RB
dengan topikal anestesi? apa farmakologinya sama dengan
anestesi lokal infiltrasi atau tidak? Bagaimana kerja obat
anestesi lokal bisa sampai membius daerah yang akan di
injeksi?

78
Jawab : Anestesi topical diperoleh melalui aplikasi (pengolesan) agen
anestesi tertentu pada daerah kulit atau membrane mukosa
yang digunakan untuk membaalkan ujung-ujung syaraf
superficial dan hanya membaalkan mukosa sebelum
dilakukan penyuntikan. Jadi tidak digunakan untuk memblok
gigi. Jadi pada prinsipnya teknik anestesi semua sama, karena
tetap ada difusi dari obat anestesi local ke ujung sel-sel saraf.
Farmakologi obat anestesi local tergantung pada masing-
masing obat yang digunakan.
Mekanisme kerja obat anestesi local : obat bekerja pada
reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel syaraf terhadap ion
natrium dan kalium, sehing aterjadi depolarisasi pada selaput
syaraf dan hasilnya tidak terjadi kunduksi saraf. Aksi
utamanya adalah memblokade ‘voltage-gated sodium
channels).

4. Afina Nuradisti
Pertanyaan : Bagaimana seandainya pada saat pemberian anestesi lokal
terjadi baal permanen? apa yang menyebabkannya?
Jawab : Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab baal
permanen, di antaranya komplikasi pada saat anestesi.
Kerusakan nervus dapat terjadi secara sementara atau
permanen, bergantung pada derajat kerusakan syaraf. Bisa
saja kerusakannya ringan, dan rasa baal dapat hilang meski
terkadang tidak dapat kembali seperti semula. Karena proses
regenerasi sel-sel syaraf tidak secepat jaringan lain (misalnya
sel kulit yang cepat memperbarui diri), pemulihan biasanya
membutuhkan waktu cukup lama, berkisar 6 bulan-1tahun.
Pasien dapat diberikan obat-obatan/vitamin syaraf untuk
mempercepat penyembuhan.Namun kerusakan juga dapat
terjadi secara permanen, dimana serabut syaraf benar-benar

79
putus. Jika ini terjadi maka pasien akan merasa baal untuk
seterusnya. Berkonsultasilah dengan dokter spesialis syaraf/
neurolog untuk memastikannya.

5. Yuni Yustri (160110070088)


Pertanyaan : Apabila terjadi kegagalan pada saat teknik infraorbital nerve
block maka apa yg sebaiknya operator lakukan? mengapa
teknik ini dikatakan sebagai teknik yang paling sering di
gunakan?
Jawab : Teknik infraorbital memang paling sering digunakan sebab
teknik ini diindikasikan untuk kontrol nyeri, inflamasi atau
infeksi jaringan, menghindari penggunaan regional blok
nervus. Apabila teknik ini gagal, maka operator dapat
melakukan teknik Maxillary nerve block, karena indikasinya
sesuai dengan teknik infraorbital nerve block.

6. Fathimah Azzahra (160110070006)


Pertanyaan : Pasien hypertensi merupakan kontraindikasi pemberian
vasokonstriktor, Bagaimana cara meningkatkan duration of
action anestesi local jika tidak boleh menggunakan
vasokonstriktor?
Jawab : Jadi yang dimaksud dengan pasien dengan hypertensi atau
tekanan darah tinggi disini yaitu pasien yang mempunyai
tekanan darah > 200 mmHg untuk systole atau > 115 mmHg.
Selama pasien ini masih memiliki tekanan darah yang tinggi
maka kontraindikasi diberikan vasokonstriktor, oleh karena
itu pasien harus dirawat terlebih dahulu sebelum mendapat
tindakan dental (anestesi local).
Vasokonstriktor sangat penting ditambahkan pada anestesi
local karena dapat meningkatkan kualitas pain control dan
durasi serta menurunkan toksisitas anestesi lokal. Dalam
dunia kedokteran gigi sulit dicapai pain control yang

80
mencukupi jika tanpa vasokonstriktor. Sehingga sangat tidak
dianjurkan anestesi local diberikan tanpa vasokonstrikor. Jadi
cara yang tepat pada penderita hypertensi yaitu dengan
melakukan perawatan dan pemberian obat yang dapat
menurunkan tekanan darahnya terlebih dahulu sebelum
diberikan anestesi lokal.

7. Rizky Kartika (160110070067)


Pertanyaan : Tiap obat anestesi punya waktu kerja atau durasi masing-
masing . menapa ada kejadian pasien baal sampai beberapa
jam bahkan bisa 1 hari?

Jawaban : walaupun tiap obat punya durasi kerja masing-masing, tetap


saja ada dosis tertentu yang tidak boleh dilanggar oleh klinisi.
Jika dosis ini berlebih, walau hanya sedikit, maka kebaalan
akan terjadi melebihi waktu yang diharapkan. Penyebab
lainnya yaitu jika operator melakukan anestesi dengan cara
yang kurang benar. Teknik anestesi yang kurang benar bias
mengakibatkan cedera pada sel saraf dan menyebabkan
kelainan neurologis, salah satu contohnya yaitu kebaalan
berlebih ini.

81
BAB IV
KESIMPULAN

Anestesi local adalah obat yang menghambat hantaran syaraf bila


digunakan secara local pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anestesi
local bekerja pada tiap bagian susunan syaraf dengan cara merintangi ecara bolak-
balik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurasi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau
rasa dingin.
Anestesi local mencegah pembentukan dan kunduksi impuls saraf.
Tempat kerjanya terutama di selaput lender. Di samping itu anestesi local
mengganggu semua fungsi organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa
impuls. Artinya anestesi local mempunyai efek yang penting terhadap SSP,
ganglia otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua jaringan otot.
Anestesi local dibagi menjadi anestesi topical (regional), anestesi
infiltrasi, anestesi field block dan anestesi nerve block. Terdapat beberapa teknik
penyuntikan pad rahang atas maupun rahang bawah. Masing-masing teknik
mempunyai fungsi dan daerah baal yang berbeda-beda tergantung pada indikasi
dan kebutuhan prosedur pembedahan yang dilakukan.

82
DAFTAR PUSTAKA

Gustainis,JF., and Peterson, 1981: An Alternatif method of mandibular nerve


block.

Howe,L. Geoffrey. 1992. Anestesi Lokal (Local Anaesthesia in Dentistry), edisi 3.


Jakarta :EGC.

Mallamed SF. 1980. Handbook of Local Anesthesia. the C.V Mosby Company. St
Louis

Purwanto, drg. 1993. Petunjuk praktis anestesi local. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta: EGC

Roberts, GJ. Rosenbaum, NL. A colour atlas of dental analgesia & sedation. 1991

83

Anda mungkin juga menyukai