Sutan Mahmud Syah dan Baginda Sulaiman adalah tetangga dan teman kelas yang masih remaja.
Mereka mulai jatuh cinta, tetapi hanya bisa mengakui hal tersebut setelah Samsu mengaku bahwa dia
hendak ke kota Batavia (sekarang Jakarta) untuk melanjutkan pendidikannya.
Samsul : Maaf siti, sepertinya kita tidak bisa bersama lagi, sebab aku harus meraih cita2ku menjadi
seorang sastrawan dengan melanjutkan pendidika ke tanah jawa.
Siti : Kenapa jauh sekali? Apakah tidak ada sekolah di kota minang ini?
Samsul : Aku berjanji siti, setelah kembali dari sana aku akan menikahimu.
Siti : baiklah uda kalau itu sudah keputusan mu aku tidak bisa menolak nya
Samsul : siti kau jangan bersedih aku akan membacakan sebuah puisi untuk ucapan selamat tinggal dari
uda.
Siti : baiklah aku tidak akan bersedih lagi, aku siap mendengarnya uda
Siti : aaaa uda aku terharu sekali mendengar nya, terima kasih bunga dan puisi nya, jaga baik-baik diri
uda ya.
Samsul : aku akan menjaga diri dan segera menyelesaikan sekolah aku ini.
Siti : aku akan selalu mendoakan mu uda.
Dua hari kemudian, tibalah saatnya samsul untuk berlayar ke Tanah jawa. Siti pun ikut mengantar
kepergian samsul. Hari berganti hari. Siti nurbaya melalui hari2nya dengan membantu Ibunya berniaga,
Usaha Ibunya makin hari makin sukses. Kesuksesan itu membuat seorang saudagar kaya bersama istrinya
namun kikir bernama Datuk Maringgih merasa iri. Ia pun menyusun rencana agar bisnis Siti dan Ibunya
gagal.
-Datuk : Sialan! Makin hari bisnis Ibunya Siti Nurbaya makin sukses saja.
Istri : Uda, aku ada ide. Bagaimana kalau kita hancurkan bisnis mereka.
Istri : Kita bakar saja toko buku mereka dengan suruh salah satu pengawal.
Datuk : Hmm, ide bagus. Ya sudah,aku panggil pengawal yang akan ku suruh. Pengawal .. Pengawal
(teriaknya)
Datuk : sudah tiada ada tapi tapian lagi, kalau kau berhasil mengerjakan nya akan dapat imbalan dari aku
Pengawal : baik tuan saya akan melaksanakan perintah tuan (berjalan meninggalkan datuk)
Lalu, pengawal melaksanakan tugas yang sudah diberikan datuk maringgih. Tiba-tiba datuk maringgih
datang ke toko ibu siti nurbaya untuk melihat pekerjaan si pengawal.
Pengawal : hahahahaha
Malam harinya, Datuk Maringgih dan istrinya pergi ke toko Siti dan ibunya. Mereka berdua
membakar habis toko. Siti dan Ibunya sangat terpukul atas kejadian tersebut. Mereka pun jatuh miskin.
Lalu, Ibunya Siti Nurbaya yang sama sekali tak berprasangka mengenai siapa yang telah tega membakar
tokonya-berniat meminjam dana kepada Datuk Maringgih untuk membangun bisnis kembali.
Datuk : wa'alaikumsalam oh silahkan masuk (sambil berjabat tangan) silahkan duduk, ada perlu apa nih
ibu sulaiman?
Ibu : terima kasih datuk (duduk), hmm anu datuk hm anu saya (sambil elus dengkul)
Ibu : hm iyaa datuk saya ingin minjam uang sebesar 5 juta untuk membuat usaha baru
Datuk : Dengan satu syarat, coba sebutkan pandangan Damono terhadap peran karya sastra dalam
masyarakat. Jika dapat menjawab maka akan kuberikan, namun jika tidak, jangan harap aku
meminjamkanmu.
Ibu : (Nampak berpikir, kemudian menjawab) Damono berpendapat bahwa karya sastra adalah benda
budaya; ia tidak jatuh dari langit, tetapi diciptakan manusia yang merupakan individu sekaligus bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakatnya.
Datuk : Bagus.. baiklah, aku akan meminjamkanmu. Namun kamu harus mengembalikan tiga kali lipat
dari yang aku pinjamkan.
Tiga bulan kemudian, Datuk Maringgi datang ke rumah Siti Sulaiman untuk menagih hutangnya
yang telah jatuh tempo. Siti sulaiman yang jatuh miskin, bisnisnya kini hancur ditambah hutang yang tak
terlunasi. Bunga yang diajukan Datuk Maringgih sangat tinggi dan beliau tak sanggup.
Datuk Maringgih dapat menjawab pertanyaan dengan sempurna. Dengan terpaksa siti nurbaya
mengabulkan keinginan datuk meringgih untuk mempersuntingnya. Bahkan ibunya jatuh sakit karena
keputusan yg berat itu hingga meninggal dunia. Akhirnya siti mengirim surat kepada samsul bahwa
mereka tidak bisa bersama. Setelah itu siti menjalani kehidupannya bersama datuk maringgih.