Anda di halaman 1dari 4

EUREKA DI NEGERI SEBERANG; PIJAR-PIJAR

KEBANGKITAN INDONESIA
Ferdiyan Ananta*
“Eureka!” teriak Archimedes ketika ia berhasil menemukan sebuah teory mengenai
daya angkat air. Sebuah penemuan hasil dari kesetiaan pada ketekunan dan ketabahan dalam
menjalani setiap proses. Kelak, teory dan rumus yang ia ciptakan tentang daya angkat air tersebut
akan sangat berguna bagi penemuan-penemuan berikutnya. Tapi Archimedes tidak sendiri. Di
berbagai belahan bumi, manusia-manusia hebat lain juga meneriakan Eureka, walau dengan
bahasa yang berbeda, atas apa yang telah ia capai. Soekarno, BJ. Habibie, Hatta, Tan Malaka,
bahkan Nadiem Makariem juga mungkin meneriakkan hal yang sama. Mereka menyerap
pengetahuan, bergulat dengan pikirannya, lantas menghasilkan karya besar yang menjadi manfaat
bagi orang lain. Patut kita bertanya, apa sesungguhnya yang melatarbelakangi kekuatan mereka
dalam menerjemahkan pikiran-pikirannya yang kemudian menjadi karya yang luar biasa? Siapa
yang mengandung mereka sehingga mereka seolah terlahir dengan kemampuan yang tidak biasa?
Barangkali pertanyaan-pertanyaan inilah mencoba dijawab oleh Indy Hardono dalam bukunya
Eureka di Negeri Seberang.

Kurang dari seminggu yang lalu saya ditelepon oleh Abdul Salam, presiden Rumah
Dunia, yang kemudian meminta saya untuk membedah sebuah buku. “Buku ini sangat cocok buat
dirimu” ucapnya. Saya belum mengerti apa pertimbangan Salam (begitu saya akrab
memanggilnya) sehingga ia mengatakan demikin. Sehari kemudian buku tersebut sampai di tangan
saya. Setelah membacanya, barulah saya mengerti mengapa Salam mengatakan bahwa buku ini
cocok buat saya.

Saya membaca buku berwarna dasar orange itu mungkin sampai dua hingga tiga kali.
Saya mencoba menemukan gagasan dasar dari buku tersebut. Sekilas buku yang ditulis oleh Indy
Hardono ini bercerita tentang berbagai topik pendidikan. Akan tetapi, dalam pandangan saya, buku
tersebut mencoba memberitahu kita, generasi muda khususnya, bagaimana cara menemukan
Eureka dan apa yang bisa kita lakukan setelah kita menemukam Eureka kita masing-masing.
Rahim Para Penemu Eureka

Jika kita membuka kembali lembaran-lembaran sejarah, khususnya sejarah orang-


orang luar biasa yang menjadi pionir dari sebuah karya atau gagasan besar, maka kita akan
menemukan fakta bahwa mereka tidak dilahirkan dari kondisi yang baik-baik saja. Justru tak
jarang mereka muncul dari situasi yang sempit dan berdesakan. Tapi mereka bisa merdeka karena
mereka memiliki senjata yang ampuh; pendidikan! Mereka mendapatkan pelajaran dan
pengajajaran yang baik dari keluarga atau lingkungannya. Kisah Soekarno, Semaun, dan
Kartosuwiryo adalah kisah favorit saya. Mereka bertiga besar di perpustakaan pribadi milik
Cokroaminoto yang menyimpan berbagai macam bacaan yang berbeda-beda. Mereks dibimbing
untuk berdialektika dengan baik, mengadu gagasan dan konsep-konsep kenegaraan. Meskipun
pada akhirnya mereka berlawanan, tapi mereka berhasil menemukan Eureka yang menjadi prinsip
mereka bergerak. Mereka tidak gamang, tidak gampang tumbang diterpa badai.

Oleh sebab itu jendela pertama buku ini berisi keritikan-keritikan yang cukup keras
terhadap system pendidikan Indonesia, yang menurut Indy Hardono, tidak membuat peserta didik
berfikir lebih kreatif dan terbuka. Padahal kita memiliki falsafah pendidikan yang luar biasa dari
bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara. Bagi Ki Hajar Dewantara pengajaran haruslah
memerdekan manusia secara lahiriyah, sedangkan pendidikan mesti membebaskan manusia secara
batiniyah. “Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak bergantung
kepada orang lain, akan tetapi bersandar pada kekuatan sendiri” begitu ucap Ki Hajar Dewantara.
Pertanyaannya, apakah system pendidikan kita sudah demikian? Jika belum berarti kita belum
memiliki rumah yang cukup baik untuk lahirnya generasi Eureka.

Soewardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara sendiri menemukan Eurekanya


mengenai konsep pendidikan dalam pengasingannya di Belanda selama beberapa tahun akibat
tulisannya yang begitu berani, “Andai aku seorang Belanda”. Di Belanda, ia berkutat dalam
diskusi-diskusi panjang mengenai pendidikan yang membawanya pada sebuah konsep pendidikan
yang hari ini kita kenal. Soewardi menemukan Eurekanya dalam kultur pendidikan Belanda yang
sangat dinamis dan terbuka.

Moh. Hatta juga mengalami hal yang sama. Tidak kurang dari sebelas tahun ia
melakukan tapa brata di negeri kincir angin. Berkutat dengan buku-buku yang kemudian
menghantarkannya pada sebuah kesimpulan bahwa ia mesti bergerak, kedaulatan politik dan
ekonomi harus berjalan beriringan. Ia jugam memimpin pergerakan intelektual mahasswa-
mahasiswa belanda hingga akhirnya ia pun ditaham. Selama masa penahannya itulah dia menulis
pledoi panjang yang tidak hanya menggetarkan masyarakat Indonesia yang membacanya, tapi juga
menggetarkan orang-orang Belanda.

Pada akhirnya, kita bisa menarik kesimpulan bahwa Rahim daripada orang-orang
penemu Eureka bukanlah sebuah tempat nyaman yang penuh susu dan anggur. Tapi ia adalah buah
dari pergulatan, keteguhan dan keyakinan. Saya dan anda semua barangkali sepakat dengan apa
yang disampaikan oleh Indy Hardono bahwa keluar dari zona nyaman adalah langkah utama yang
harus dilakukan untuk mendapatkan Eureka. Bukankah Soekarno, BJ. Habibie, Hatta, Tan Malaka,
Sjahrir, Agus Salim, dan tokoh-tokoh besar Indonesia lainnya mampu menemukan Eureka-nya
ketika mereka justru sedang berada jauh dari negerinya, mereka keluar dari rumah nyaman mereka
dan menjelajah dunia.

Menyalakan Pijar Cahaya Kebangkitan

Saya merasa bersyukur bisa membaca dan membedah buku Eureka di Negeri Seberang
ini. Kisah-kisah dari tokoh bangsa yang memberikan kontribusi besar terhadap tanah air setelah
menemukan Eurekanya membuat saya, yang tahun depan juga akan melakukan tapa brata di Eropa
ini, merasa semakin semangat untuk menemukan Eureka dan memberikan kontribusi nyata untuk
negeri ini. BJ. Habibie merupakan salah satu guru bangsa yang juga menemukan Eurekanya.
Ditengah berbagai konflik yang sedang melanda Indonesia, Habibie muda berani mencetuskan
gagasan mengenai industry strategies dalam bidang teknologi. Meski mendapatkan penolakan dari
kawan-kawannya di Germany, Habibie muda tetap memiliki keyakinan yang terukur bahwa
industry tersebut kelak akan melambungkan nama Indonesia di pentas dunia. Walaupun sempat
terjegal oleh beberapa situasi politik, Habibie pada akhirnya mampu, untuk yang pertamakalinya,
menerbangkan pesawat buah tangan anak-anak Indonesia. BJ. Habibie mungkin sudah tidak
berada ditengah-tengah kita lagi, tapi dia telah menjadi symbol kecerdasan bangsa ini. Dia telah
menjadi nasihat yang terus hidup untuk generasi muda hingga kapan pun. “Sekolah yang rajin,
biar pintar seperti Habibie” ucap kedua orang tua saya, dan mungkin orang tua anda semua.

Indy Hardono menggambarkan bahwa orang-orang yang telah menemukan Eurekanya


selalu menjadi cahaya di sekelilingnya. Ia tidak hanya cerah, tapi juga mencerahkan. Setiap
ucapannya tidak sia-sia, gerakannya selalu menjadi panutan, keputusannya selalu menjadi solusi.
Hal itulah yang diajarkan oleh bapak-bapak bangsa kita.

Di tengah kondisi bangsa yang terus didera konflik berkepanjangan seperti saat ini,
Saya dan mungkin anda semua sangat merindukan sosok-sosok bapak bangsa tersebut. Jika Hatta
hari ini masih hidup, pastilah dia akan memberikan solusi-solusi terbaik untuk menyelesaikna
permasalahan-permasalahan ekonomi yang dialami bangsa kita hari ini. Begitupun juga dengan
tokoh-tokoh lain. Tan Malaka mungkin tak akan pernah membiarkan aset-aset bangsa kita hilang
dikuasai asing. Kita merindukan orang-orang semacam meraka.

Akan tetapi kita tidak sedang kehilangan harapan sama sekali. Hari ini jutaan
mahasiswa Indonesia sedang menempuh pendidikan tinggi dengan berbaagai macam konsentrasi.
Sebagian dari mereka tersebar ke berbagai penjuru dunia dan menempati kampus-kampus ternama
dunia. Sejak menjadi awardee LPDP, saya meyaksikan sendiri bagaimana pemuda dan pemudi
Indonesia berjuang menemukan Eurekanya. Bahkam tidak sedikit di antara mereka yang telah
memberikan kontribusi yang besar untuk Indonesia. Mereka adalah pijar-pijar cahaya yang kelak
semakin menyala menjadi terang dan menerangi Indonesia. Saya dan anda semua yang turut
berdiskusi dalam bedah buku ini adalah harapan bagi bangsa ini. Salam Eureka!

*Pecinta segala jenis buku

Pegiat Literasi di KOmunitas Literasi Damar26.

Candidate Master of MA Religion, Politics, and Society at University of Leeds.

Anda mungkin juga menyukai