PENDAHULUAN
Meskipun sindrom kompartemen lebih banyak diketahui terjadi pada ekstremitas, tetapi
sebenarnya hal ini juga dapat terjadi pada abdomen, bahkan ruang intrakranial. Sindrom
kompartemen terjadi apabila struktur jaringan tubuh yang ada, menjadi hal yang menyebabkan
Kondisi klinis yang pasti dari sindrom kompartemen abdomen (abdominal compartment
syndrome (ACS)) masih menjadi hal yang diperdebatkan, namun disfungsi organ yang disebabkan
oleh karena hipertensi intra-abdomen (intra abdominal hypertension (IAH)) dipikirkan sebagai
suatu ACS. Disfungsi dapat berupa insufisiensi respirasi sekunder dari penurunan volume tidal,
penurunan urin output akibat penurunan perfusi ginjal, atau disfungsi organ lainnya yang
Pada departemen emergensi dan unit perawatan intensif, ACS dikenali dengan kondisi
kritis seperti asidosis metabolik, penurunan urine output, dan penurunan cardiac output. Kondisi
ini dapat ditangkap secara keliru sebagai sebuah akibat dari hal patologis lainnya seperti
hipovolemia, bila klinisi tidak waspada terhadap morbiditas yang berhubungan dengan sindrom
kompartemen abdomen.1
SEJARAH
Pada tahun 1863, Etienne-Jules Marey mempresentasikan untuk pertama kalinya hubungan
antara peningkatan IAP dan fungsi pernafasan, dalam sebuah buku yang dia terbitkan berjudul
"Physiologie médicale de la circulation du sang", mencatat bahwa efek respirasi pada thoraks
1
berkebalikan dengan abdomen. Kesimpulan Marey diperkuat pada tahun 1870, oleh Paul Bert,
yang menerbitkan sebuah buku berjudul "Leçons sur la physiologie de la respiration" di mana dia
percobaan pada hewan, mengukur tekanan toraks dan perut. Dengan tabung dari trakea dan
rektum, masing-masing.2
Sejauh tentang pengukuran IAP, banyak peneliti bereksperimen dengan cara terbaik untuk
mendapatkannya. Pada tahun 1872, dokter berkebangsaan Jerman Schatz menggunakan tabung
balon yang terhubung ke manometer, mengukur tekanan di dalam uterus, sementara 1 tahun
kemudian, Wendt (juga seorang Jerman) mengukurnya melalui rektum, dan pada tahun 1875,
Pada tahun 1911, H. Emerson bereksperimen pada anjing dan membuktikan bahwa
kontraksi diafragma meningkatkan IAP, sementara anestesi dan paralisis otot menurunkan IAP,
dan peningkatan IAP dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung. Catatan terpentingnya
adalah bahwa kegagalan kardiovaskular yang terkait dengan "distensi perut dengan gas atau cairan,
seperti pada demam tifoid, asites, atau peritonitis" disebabkan oleh "kelebihan beban pada area
splanchnic" dan bahwa "perbaikan kondisi jantung yang bekerja terus-menerus terlihat setelah
dilakukan evakuasi cairan asites". Emerson sebenarnya adalah ilmuwan yang membangun pondasi
Pada tahun 1923, Thorington dan Schmidt menyelidiki efek peningkatan IAP pada fungsi
ginjal oleh pasien dengan asites malignan yang output urinnya membaik setelah paracentesis.
Penelitian mereka pada anjing menunjukkan bahwa oliguria terjadi antara IAP 15 dan 30 mmHg,
dan anuria terjadi dengan tekanan lebih dari 30 mmHg. Pada tahun 1931, Overholt mengklarifikasi
2
Pada tahun 1940, W.H Ogilvie menulis di Lancet sebuah artikel penting tentang open
abdomen pada luka akibat perang. Pada tahun 1948, R.E. Gross mengakui pentingnya menghindari
penutupan abdomen di bawah tekanan yang berlebihan, tapi pada tahun 1951 M.G. Baggot
membawa temuan baru dalam hal pentingnya IAP. Dia mengidentifikasi dehisensi abdomen
sebagai faktor utama yang meningkatkan IAP dan merekomendasikan menghindari penutupan di
Deskripsi pertama ACS dibuat pada tahun 1984 oleh I. Kron, P.K. Harman dan SP Nolan:
"Pengukuran langsung IAP melalui kateter kandung kemih transurethral telah menjadi teknik
diagnostik yang sederhana dan andal. IAPs di bawah 20 mmHg pada pasien pascaoperasi dimana
tidak terdapat kehilangan darah yang cepat atau insufisiensi ginjal adalah indikasi untuk observasi
lanjutan. IAP di atas 25 mmHg pada pasien pasca operasi dengan volume darah yang cukup dan
output urin rendah merupakan indikasi untuk eksplorasi ulang dan dekompresi abdomen." Ada
keyakinan yang keliru bahwa Kron et al. adalah yang pertama kali menggunakan istilah ACS.
Istilahnya, tidak diperkenalkan sampai tahun 1989 oleh Fietsam et al: "Pada empat pasien dengan
rupture aneurisma aorta abdominal mengalami peningkatan IAP yang terjadi setelah dilakukan
tindakan repair (operasi). Hal itu terjadi melalui peningkatan tekanan ventilasi, peningkatan
tekanan vena sentral, dan penurunan output urin yang berhubungan dengan distensi abdomen masif
bukan karena perdarahan. Temuan ini merupakan sindrom kompartemen intra-abdomen yang
DEFINISI
Terdapat beberapa terminologi yang penting untuk diketahui dalam memahami ACS.
3
Tekanan intra-abdomen
Rongga abdomen dapat dianggap sebagai kotak tertutup dengan dinding yang keras (iga,
tulang belakang, dan pelvis) serta dinding yang fleksibel (dinding abdomen dan diafragma).
Elastisitas dari dinding dan karakter dari isinya menentukan tekanan di dalam abdomen pada saat
tertentu. Karena abdomen dan isinya dapat dianggap tidak terlalu menekan dan karakternya yang
berupa atau menyerupai cairan, maka sesuai dengan hukum Pascal, IAP yang diukur pada satu
tempat dapat diasumsikan mewakili IAP dari keseluruhan abdomen. Oleh karenanya, IAP
didefinisikan sebagai tekanan yang tetap, yang berada di dalam cavum abdomen. IAP akan
meningkat saat inspirasi (kontraksi diafragma) dan menurun saat ekspirasi (relaksasi diafragma).
IAP juga secara langsung dipengaruhi oleh volume organ padat atau dari organ berongga (yang
dapat saja kosong atau dipenuhi dengan udara, cairan, atau material feses), adanya asites, darah,
atau space occupying lesions (SOL) (misalnya tumor atau uterus yang mengalami kehamilan), dan
adanya kondisi yang membatasi gerak ekspansi dinding perut (seperti parut luka bakar atau edema
ruang ketiga).4,5
Dianalogikan seperti konsep yang telah diterima dan telah digunakan secara klinis tentang
tekanan perfusi serebral, yang merupakan hasil perhitungan dari mean arterial pressure (MAP)
dikurangi intracranial pressure (ICP), tekanan perfusi abdomen (abdominal perfusion pressure
(APP)) merupakan hasil perhitungan dari MAP dikurangi IAP, dimana konsep ini telah diajukan
sebagai sebuah prediktor perfusi viseral yang lebih akurat dan sebuah parameter potensial untuk
resusitasi. APP yang mempertimbangkan aliran arteri (MAP) dan adanya hambatan aliran vena,
telah dibuktikan secara statistik lebih superior dibandingkan masing-masing parameter tersebut
dalam memprediksi ketahan hidup pasien dari IAH dan ACS. Lebih lanjut, analisis regresi multipel
4
telah mengidentifikasi bahwa APP lebih superior dibandingkan yang lain dalam menentukan acuan
resusitasi seperti pH, defisit basa, laktat arteri, dan urin output per jam. Nilai target APP sekurang-
kurangnya 60 mmHg telah dibuktikan berhubungan dengan peningkatan ketahanan hidup pada
Hipertensi intra-abdomen
Tekanan intra abdomen patologis memiliki range yang beragam mulai dari ringan,
peningkatan asimptomatik IAP hingga pada peningkatan IAP yang bermakna dengan konsekuensi
berat hampir pada semua sistem organ tubuh. Nilai IAP pasti untuk mendefinisikan IAH telah
menjadi hal yang diperdebatkan, tetapi mayoritas penelitian hewan menunjukkan bahwa perfusi
visceral organ mulai menurun pada IAP 10-15 mmHg. Pada level ini perfusi jantung, ginjal, hati,
dan gastrointestinal mulai terkompromi dengan aktivitas metabolisme anaerob yang diikuti dengan
predisposisi berhubungan dengan IAH pada populasi campuran pasien perawatan intensif pada
nilai IAP 12 mmHg atau lebih.6 Sehingga didefinisikan bahwa hipertensi intra-abdomen adalah
Tekanan Intra Abdomen juga dapat dibagi berdasarkan durasi lama terjadinya gejala, ke
5
1. Hiperakut. Berlangsung beberapa detik atau menit, yang terjadi akibat tertawa, batuk,
2. Akut. Berlangsung beberapa jam dan sering terjadi pada pasien-pasien bedah sebagai hasil
3. Subakut. Terjadi beberapa hari dan merupakan hal yang sering dijumpai pada pasien medis.
4. Kronik. Terjadi beberapa bulan (misalnya kehamilan) atau tahun (misalnya tumor intra
Pengertian sederhana ACS adalah kondisi IAH yang signifikan dengan adanya kegagalan
organ onset baru. Kegagalan dalam mengenali dan menangani secara tepat ACS dapat berakibat
fatal sehingga pencegahan dan waktu intervensi berhubungan dengan peningkatan bermakna dari
fungsi organ dan ketahanan pasien. Berbeda dengan IAH, ACS tidak memiliki grading, tetapi lebih
menetap ≥ 20 mmHg (dengan atau tanpa penurunan APP <60 mmHg) yang berhubungan dengan
1. Kondisi patologis yang disebabkan peningkatan akut IAP di atas 20 sampai 25 mmHg
2. Mempengaruhi fungsi organ atau dapat menyebabkan komplikasi luka yang serius
Jika dijumpai ACS tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan dekompresi sesegera
mungkin, agar terhindar terjadinya gangguan fungsi berbagai organ yang dapat menyebabkan
kematian.
6
KLASIFIKASI ACS
1. ACS primer adalah kondisi yang berhubungan dengan cedera atau penyakit pada regio
radiologis secepatnya.7 Kondisi tersebut dapat berupa lesi pada organ berparenkim seperti
limpa atau hati, ruptur aneurisma aorta abdominal, pankreatitis, atau perdarahan
retroperitoneal.8
2. ACS sekunder adalah kondisi yang tidak berasal dari regio abdominopelvic. 7 Jadi
sistemik seperti sepsis, kebocoran plasma, atau luka bakar mayor. Resusitasi cairan masif
3. ACS rekuren adalah kondisi dimana ACS kembali timbul setelah mendapatkan
pembedahan atau penanganan medis dari ACS primer atau sekunder. 7 ACS rekuren juga
INSIDEN
Syndrome (ACS) adalah penyakit-penyakit yang berkaitan dengan penyakit kritis. Dilaporkan
bahwa insiden IAH dan ACS pada populasi campuran yang dirawat pada Intensive Care Unit
(ICU) gabungan masing-masing sekitar 32,1% dan 4,2%. Angka kejadian IAH juga telah
dilaporkan pada pasien-pasien dengan luka bakar berat yaitu 36,7-70%, 2%-50% pada pasien
trauma berat, dan 31,5%-40,7% pada pasien yang menjalani operasi abdominal mayor. ACS terjadi
7
pada 1%-31% pada pasien luka bakar dan 0,5%-36% pada pasien dengan trauma.9 Sementara itu
insiden IAH pada syok sepsis dilaporkan sebanyak 77%-82%, dimana 38% diantaranya terjadi
ACS.10
Satu dari faktor yang paling kritis dalam perkembangan IAH sekunder adalah efek
iatrogenic dari resusitasi cairan massif. 11 Pada satu institusi dengan protokol resusitasi cairan yang
agresif disertai dengan monitoring IAP yang ketat dilaporkan insiden ACS sekunder sebanyak 8%
dan ACS primer sebanyak 6% pada pasien trauma berat yang mengalami syok. Kejadian ACS
sekunder terlihat memiliki hubungan dengan edema visceral, dinding abdomen dan retroperitoneal
dan ascites yang diinduksi oleh resusitasi. Meskipun memiliki rentang yang berbeda dari kondisi
terkait, ACS sekunder memiliki karakter dengan kejadian syok yang membutuhkan resusitasi
8
FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya IAH dan ACS dapat dilihat pada tabel 1. 12
9
PATOFISIOLOGI
Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat menimbulkan
hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti pankreatitis akut atau pecahnya
aneurisma aorta abdominal, obstruksi mekanis usus halus dan pembesaran abdomen bisa
menimbulkan hipertensi intra abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan perdarahan
intra-abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab paling umum dari
dapat meningkatkan tekanan dalam ruang peritoneal. Distensi usus sebagai akibat dari syok
hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan penyebab penting hipertensi intra-
Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh system syaraf simpatik mengakibatkan
kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan saluran pencernaan, hal ini bertujuan untuk
menyuplai jantung dan otak. Redistribusi darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan
usus. Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan kompensasi positif
yang mencirikan pathogenesis hipertensi intra-abdomen dan perkembangannya menjadi ACS :13
1. Pelepasan sitokinin
Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka sitokinin dilepaskan.
mengarah pada terjadinya edema. Setelah seluler mengalami reperfusi, oksigen radikal bebas
dihasilkan. Agen ini memiliki efek toksik pada membran sel yang kondisinya diperparah oleh
adanya sitokinin, yang merangsang pelepasan radikal lebih banyak lagi. Selain itu, kurangnya
10
penghantaran oksigen ke jaringan yang mengalami keterbatasan produksi adenosine triphosphat
dan penurunan persediaan dari adenosine triphosphat ini tergantung pada aktivitas seluler. 13
Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisiensi fungsi pompa sangat
penting untuk peraturan intraseluler elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi kebocoran natrium ke
dalam sel sehingga menarik air. Sel membengkak, selaput kehilangan integritas, isi intraseluler
berubah menjadi edema, sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan di usus semakin
membengkak akibat dari semakin meningkatnya tekanan intra-abdomen. Pada awal tekanan,
perfusi usus terganggu, hipoksia seluler, kematian sel, peradangan, edema terus berlanjut.13
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi jaringan dan akhirnya terjadi edema yang juga dapat
11
Gambar 1. Patofisiologi ACS13
12
MANIFESTASI KLINIS
Suatu peningkatan IAP memiliki konsekuensi patofisiologis baik pada sistem organ dalam
kavum peritoneal (hepar, intestinal, dll) maupun secara sistemik yang dapat mengancam jiwa pada
pasien dengan penyakit kritis. Sistem organ yang dipengaruhi adalah sebagai berikut :8
1. Ginjal
Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik
IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP yang
meningkat. IAP 15±20 mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg
dapat terjadi anuria. Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak faktor. ACS
2. Pulmonal
mengalami reduksi resultan progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu fungsional
dan volume residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi hemidiafragma pada
radiografi dada. Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan
respirasi selanjutnya akibat hipoventilasi dari hasil elevasi progresif IAP. Resistensi
vascular paru meningkat sebagai hasil dari pengurangan tekanan oksigen alveolus dan
peningkatan tekanan intra-torak. Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan
13
3. Jantung
Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah jantung. Ini
ditunjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan curah jantung merupakan hasil dari
penurunan alir balik vena jantung dari kompresi langsung pada vena cava dan vena porta.
superior dan inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus cavum
pengurangan volume akhir diastolik. Selanjutnya akan terjadi kenaikan resistensi vascular
sistemik berasal dari efek gabungan vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat
4. Hepar
Penurunan aliran darah arteri hepatik, vena porta dan sirkulasi mikro berhubungan
dengan IAH. Pada percobaan hewan dengan IAP yang meningkat hingga 20 mmHg,
tekanan arteri rata-rata, aliran arteri hepatik berkurang hingga 55%, aliran vena porta
menurun hingga 35% dan aliran sirkulasi mikro hepatik berkurang hingga 29%
dibandingkan dengan kontrol. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama
juga terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma
kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan
5. Splaknik
Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava inferior, efek
predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi splaknik. Hipoperfusi splaknik
dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan laporan kasus iskemia intestinal yang
14
memerlukan intervensi operasi setelah laparoskopik elektif. Aliran darah arteri
mesenterikum, mukosa usus, dan vena porta menurun dengan peningkatan IAP.
6. Serebral
hubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat. Hal ini diakibatkan oleh mekanisme
peningkatan tekanan intrathorakal yang dihasilkan oleh IAH melalui elevasi diafragma.
Peningkatan tekanan intra-thorak meningkatkan tekanan vena jugular dan selanjutnya ICP.
Selain itu juga terdapat dugaan bahwa sitokin merusak sawar darah otak yang selanjutnya
menyebabkan edema serebral. Pasien dengan ACS secara klinis dan ICP yang meningkat
15
CARA PENGUKURAN TEKANAN INTRA ABDOMEN
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur tekanan intra abdominal (IAP) dan
telah diujikan pada manusia, yaitu terdiri atas cara langsung dan cara tidak langsung. Cara tidak
dihubungkan ke transduser.
memberikan perkiraan kasar tekanan intra abdomen (IAP) yang mudah. Cara
pengukuran dari tekanan intra abdomen (IAP) paling baik diukur pada pasien
terlentang. Titik nol acuan adalah linea midaxilaris dan krista iliaka. Tidak lebih dari
25 ml cairan garam steril disuntikkan ke dalam kandung kemih yang kosong melalui
kateter Foley. Selang drain ke urine bag dijepit/ ditutup dan aliran diarahkan ke selang
16
Gambar 3. Metode Trans Vesika untuk memonitoring tekanan intra abdomen. 8
ujungnya terhubung ke transduser tekanan. Semua udara dievakuasi dari balon dengan
semprotan kaca dan 1 ml udara dimasukkan kembali ke balon. Jarum suntik kaca
bertekanan dan tidak di-flush dengan cairan normal untuk menghindari interaksi udara-
cairan. Transduser itu memusatkan perhatian ke atmosfer dan IAP dibaca akhir
ekspirasi.15,16
17
Gambar 4. Metode Trans Gaster untuk memonitoring tekanan intra abdomen 15
PENATALAKSANAAN
Sejak kemunculan pengetahuan modern tentang ACS sebagai perhatian nyata pada pasien
dengan penyakit kritis, laparatomi dekompresi (DL) telah dianggap sebagai tatalaksana utama.
Awalnya, ketika ACS primer masih menjadi satu-satunya entitas klinis yang dipertimbangkan, DL
bahkan dianggap sebagai satu-satunya pilihan tatalaksana, walaupun hasilnya buruk dalam hal
angka kematian. Beberapa tahun selanjutnya, saat fokus beralih ke tahap IAP awal dan sedang
(kebanyakan IAH sekunder), perhatian lebih banyak dialihkan untuk mencari teknik non-invasif
b. Optimalisasi perfusi sistemik dan fungsi organ pada pasien-pasien dengan kenaikan IAP
c. Menetapkan tindakan medik yang spesifik untuk mengurangi IAP dan mencegah
18
Gambar 5. Algoritme tatalaksana IAH/ ACS
Penatalaksanaan Non-bedah
kurang invasif sebaiknya dioptimalisasikan. Berikut ini adalah kelompok penatalaksanaan medik
untuk ACS:5,7
19
2. Evakuasi konten intralumen usus
Pilihan dari tatalaksana medik tergantung dari kondisi pasien. Tatalaksana tersebut dapat
berupa penggunaaan sedasi dan analgesia untuk rasa sakit dan anxietas pada pasien yang sakit
kritis, penghambat neuromuskular untuk pasien dengan IAH, mempertimbangkan posisi tubuh
pada pasien dengan IAH, dekompresi lambung atau kolon menggunakan selang untuk pasien
dengan dilatasi lambung atau kolon dan IAH dan penggunaan neostigmine pada pasien ileus
20
Gambar 6. Algoritme tatalaksana non-bedah IAH/ ACS7
Penatalaksanaan Pembedahan
Laparatomi dekompresi adalah pengobatan definitif untuk ACS. Tekniknya dapat bersifat
invasif (laparatomi midline) atau minimal invasif (dengan teknik endoskopik yang berbasis pada
fasiotomi subkutaneus anterior abdomen. Intervensi ini menghasilkan kondisi abdomen yang
terbuka, sehingga dengan demikian diperlukan peutupan abdomen sementara (dengan kain kasa
21
basah, handuk (towel clip closure), bogota bag, wittman patch atau zipper, atau dengan vacuum-
assisted closure).
KESIMPULAN
Berbagai macam gangguan fisiologis yang berat dapat disebabkan oleh IAH atau ACS,
baik yang terjadi di dalam atau di luar rongga abdomen, dengan angka mortalitas yang cukup
tinggi. Pengenalan dini terhadap peningkatan IAP merupakan hal terpenting dalam
penatalaksanaan kasus ini. Oleh karena itu, pemantauan IAP baik secara intermiten ataupun
kontinyu sangat perlu dilaksanakan pada semua pasien yang memiliki risiko tinggi untuk
terjadinya ACS. Sebagai tambahan, pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap patofisiologi
IAH/ACS merupakan hal yang sangat penting untuk menerapkan berbagai metode
penatalaksanaan pada pasien. Keputusan untuk melakukan intervensi bedah harus dapat diambil
22
DAFTAR PUSTAKA
3. Burch JM, Moore EE, Moore FA, Franciose R. The abdominal compartment syndrome.
4. Malbrain ML, Cheatham ML, Kirkpatrick A, et al. Results from the International
5. Malbrain ML, De Laet IE, De Waele JJ, Kirkpatrick AW. Intra-abdominal hypertension:
definitions, monitoring, interpretation and management. Best Pract Res Clin Anaesthesiol.
Jun 2013;27(2):249-270.
critically ill patients: a multicentre epidemiological study. Intensive Care Med. May
2004;30(5):822-829.
7. Kirkpatrick AW, Roberts DJ, De Waele J, et al. Intra-abdominal hypertension and the
guidelines from the World Society of the Abdominal Compartment Syndrome. Intensive
23
8. Hecker A, Hecker B, Hecker M, Riedel JG, Weigand MA, Padberg W. Acute abdominal
9. Ball CG, Kirkpatrick AW, McBeth P. The secondary abdominal compartment syndrome:
association with organ dysfunction during early septic shock. J Crit Care. Dec
2008;23(4):461-467.
11. De laet IE DWJ, Malbrain MLNG. Fluid resuscitation and intra-abdominal hypertension.
In: Vincent J-L, editor. Yearbook of intensive care and emergency medicine. Berlin:
12. Cheatham ML, Malbrain ML, Kirkpatrick A, et al. Results from the International
14. De Waele JJ, De Laet I, Malbrain ML. Rational intraabdominal pressure monitoring: how
15. Malbrain ML. Different techniques to measure intra-abdominal pressure (IAP): time for a
16. Turnbull D, Webber S, Hamnegard CH, Mills GH. Intra-abdominal pressure measurement:
May 2007;98(5):628-634.
24
25