Anda di halaman 1dari 25

SINDROM KOMPARTEMEN ABDOMEN

M. Tasrif Mansur, Satriawan Abadi*

*)Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

PENDAHULUAN

Meskipun sindrom kompartemen lebih banyak diketahui terjadi pada ekstremitas, tetapi

sebenarnya hal ini juga dapat terjadi pada abdomen, bahkan ruang intrakranial. Sindrom

kompartemen terjadi apabila struktur jaringan tubuh yang ada, menjadi hal yang menyebabkan

peningkatan tekanan yang berakibat iskemik dan disfungsi organ. 1

Kondisi klinis yang pasti dari sindrom kompartemen abdomen (abdominal compartment

syndrome (ACS)) masih menjadi hal yang diperdebatkan, namun disfungsi organ yang disebabkan

oleh karena hipertensi intra-abdomen (intra abdominal hypertension (IAH)) dipikirkan sebagai

suatu ACS. Disfungsi dapat berupa insufisiensi respirasi sekunder dari penurunan volume tidal,

penurunan urin output akibat penurunan perfusi ginjal, atau disfungsi organ lainnya yang

disebabkan oleh peningkatan tekanan kompartemen abdomen.1

Pada departemen emergensi dan unit perawatan intensif, ACS dikenali dengan kondisi

kritis seperti asidosis metabolik, penurunan urine output, dan penurunan cardiac output. Kondisi

ini dapat ditangkap secara keliru sebagai sebuah akibat dari hal patologis lainnya seperti

hipovolemia, bila klinisi tidak waspada terhadap morbiditas yang berhubungan dengan sindrom

kompartemen abdomen.1

SEJARAH

Pada tahun 1863, Etienne-Jules Marey mempresentasikan untuk pertama kalinya hubungan

antara peningkatan IAP dan fungsi pernafasan, dalam sebuah buku yang dia terbitkan berjudul

"Physiologie médicale de la circulation du sang", mencatat bahwa efek respirasi pada thoraks

1
berkebalikan dengan abdomen. Kesimpulan Marey diperkuat pada tahun 1870, oleh Paul Bert,

yang menerbitkan sebuah buku berjudul "Leçons sur la physiologie de la respiration" di mana dia

menggambarkan peningkatan IAP pada inspirasi dan penurunan diafragma, berdasarkan

percobaan pada hewan, mengukur tekanan toraks dan perut. Dengan tabung dari trakea dan

rektum, masing-masing.2

Sejauh tentang pengukuran IAP, banyak peneliti bereksperimen dengan cara terbaik untuk

mendapatkannya. Pada tahun 1872, dokter berkebangsaan Jerman Schatz menggunakan tabung

balon yang terhubung ke manometer, mengukur tekanan di dalam uterus, sementara 1 tahun

kemudian, Wendt (juga seorang Jerman) mengukurnya melalui rektum, dan pada tahun 1875,

Oderbrecht mengukurnya di dalam kandung kemih. 2

Pada tahun 1911, H. Emerson bereksperimen pada anjing dan membuktikan bahwa

kontraksi diafragma meningkatkan IAP, sementara anestesi dan paralisis otot menurunkan IAP,

dan peningkatan IAP dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung. Catatan terpentingnya

adalah bahwa kegagalan kardiovaskular yang terkait dengan "distensi perut dengan gas atau cairan,

seperti pada demam tifoid, asites, atau peritonitis" disebabkan oleh "kelebihan beban pada area

splanchnic" dan bahwa "perbaikan kondisi jantung yang bekerja terus-menerus terlihat setelah

dilakukan evakuasi cairan asites". Emerson sebenarnya adalah ilmuwan yang membangun pondasi

penelitian klinis dan eksperimental tentang IAP di abad ke-20.2

Pada tahun 1923, Thorington dan Schmidt menyelidiki efek peningkatan IAP pada fungsi

ginjal oleh pasien dengan asites malignan yang output urinnya membaik setelah paracentesis.

Penelitian mereka pada anjing menunjukkan bahwa oliguria terjadi antara IAP 15 dan 30 mmHg,

dan anuria terjadi dengan tekanan lebih dari 30 mmHg. Pada tahun 1931, Overholt mengklarifikasi

pengukuran IAP dengan menggunakan kateter fenestrasi dan transduser baru. 3

2
Pada tahun 1940, W.H Ogilvie menulis di Lancet sebuah artikel penting tentang open

abdomen pada luka akibat perang. Pada tahun 1948, R.E. Gross mengakui pentingnya menghindari

penutupan abdomen di bawah tekanan yang berlebihan, tapi pada tahun 1951 M.G. Baggot

membawa temuan baru dalam hal pentingnya IAP. Dia mengidentifikasi dehisensi abdomen

sebagai faktor utama yang meningkatkan IAP dan merekomendasikan menghindari penutupan di

bawah tekanan dan membiarkan abdomen terbuka. 2

Deskripsi pertama ACS dibuat pada tahun 1984 oleh I. Kron, P.K. Harman dan SP Nolan:

"Pengukuran langsung IAP melalui kateter kandung kemih transurethral telah menjadi teknik

diagnostik yang sederhana dan andal. IAPs di bawah 20 mmHg pada pasien pascaoperasi dimana

tidak terdapat kehilangan darah yang cepat atau insufisiensi ginjal adalah indikasi untuk observasi

lanjutan. IAP di atas 25 mmHg pada pasien pasca operasi dengan volume darah yang cukup dan

output urin rendah merupakan indikasi untuk eksplorasi ulang dan dekompresi abdomen." Ada

keyakinan yang keliru bahwa Kron et al. adalah yang pertama kali menggunakan istilah ACS.

Istilahnya, tidak diperkenalkan sampai tahun 1989 oleh Fietsam et al: "Pada empat pasien dengan

rupture aneurisma aorta abdominal mengalami peningkatan IAP yang terjadi setelah dilakukan

tindakan repair (operasi). Hal itu terjadi melalui peningkatan tekanan ventilasi, peningkatan

tekanan vena sentral, dan penurunan output urin yang berhubungan dengan distensi abdomen masif

bukan karena perdarahan. Temuan ini merupakan sindrom kompartemen intra-abdomen yang

disebabkan oleh pembengkakan massif interstisial dan retroperitoneal.” 2

DEFINISI

Terdapat beberapa terminologi yang penting untuk diketahui dalam memahami ACS.

3
Tekanan intra-abdomen

Rongga abdomen dapat dianggap sebagai kotak tertutup dengan dinding yang keras (iga,

tulang belakang, dan pelvis) serta dinding yang fleksibel (dinding abdomen dan diafragma).

Elastisitas dari dinding dan karakter dari isinya menentukan tekanan di dalam abdomen pada saat

tertentu. Karena abdomen dan isinya dapat dianggap tidak terlalu menekan dan karakternya yang

berupa atau menyerupai cairan, maka sesuai dengan hukum Pascal, IAP yang diukur pada satu

tempat dapat diasumsikan mewakili IAP dari keseluruhan abdomen. Oleh karenanya, IAP

didefinisikan sebagai tekanan yang tetap, yang berada di dalam cavum abdomen. IAP akan

meningkat saat inspirasi (kontraksi diafragma) dan menurun saat ekspirasi (relaksasi diafragma).

IAP juga secara langsung dipengaruhi oleh volume organ padat atau dari organ berongga (yang

dapat saja kosong atau dipenuhi dengan udara, cairan, atau material feses), adanya asites, darah,

atau space occupying lesions (SOL) (misalnya tumor atau uterus yang mengalami kehamilan), dan

adanya kondisi yang membatasi gerak ekspansi dinding perut (seperti parut luka bakar atau edema

ruang ketiga).4,5

Tekanan perfusi abdomen

Dianalogikan seperti konsep yang telah diterima dan telah digunakan secara klinis tentang

tekanan perfusi serebral, yang merupakan hasil perhitungan dari mean arterial pressure (MAP)

dikurangi intracranial pressure (ICP), tekanan perfusi abdomen (abdominal perfusion pressure

(APP)) merupakan hasil perhitungan dari MAP dikurangi IAP, dimana konsep ini telah diajukan

sebagai sebuah prediktor perfusi viseral yang lebih akurat dan sebuah parameter potensial untuk

resusitasi. APP yang mempertimbangkan aliran arteri (MAP) dan adanya hambatan aliran vena,

telah dibuktikan secara statistik lebih superior dibandingkan masing-masing parameter tersebut

dalam memprediksi ketahan hidup pasien dari IAH dan ACS. Lebih lanjut, analisis regresi multipel

4
telah mengidentifikasi bahwa APP lebih superior dibandingkan yang lain dalam menentukan acuan

resusitasi seperti pH, defisit basa, laktat arteri, dan urin output per jam. Nilai target APP sekurang-

kurangnya 60 mmHg telah dibuktikan berhubungan dengan peningkatan ketahanan hidup pada

IAH dan ACS.4,5

Hipertensi intra-abdomen

Tekanan intra abdomen patologis memiliki range yang beragam mulai dari ringan,

peningkatan asimptomatik IAP hingga pada peningkatan IAP yang bermakna dengan konsekuensi

berat hampir pada semua sistem organ tubuh. Nilai IAP pasti untuk mendefinisikan IAH telah

menjadi hal yang diperdebatkan, tetapi mayoritas penelitian hewan menunjukkan bahwa perfusi

visceral organ mulai menurun pada IAP 10-15 mmHg. Pada level ini perfusi jantung, ginjal, hati,

dan gastrointestinal mulai terkompromi dengan aktivitas metabolisme anaerob yang diikuti dengan

disfungsi dan kegagalan organ.5

Sebuah penelitian multicenter menunjukkan bahwa prevalensi, penyebab, dan faktor-faktor

predisposisi berhubungan dengan IAH pada populasi campuran pasien perawatan intensif pada

nilai IAP 12 mmHg atau lebih.6 Sehingga didefinisikan bahwa hipertensi intra-abdomen adalah

peningkatan tekanan intra-abdomen patologis yang menetap atau berulang ≥ 12 mmHg. 5

Hipertensi intra-abdomen dapat dibagi berdasarkan derajat peningkatan tekanannya : 7

1. Grade I, IAP 12–15 mmHg

2. Grade II, IAP 16–20 mmHg

3. Grade III, IAP 21–25 mmHg

4. Grade IV, IAP ≥25 mmHg

Tekanan Intra Abdomen juga dapat dibagi berdasarkan durasi lama terjadinya gejala, ke

dalam empat grup, yaitu :4

5
1. Hiperakut. Berlangsung beberapa detik atau menit, yang terjadi akibat tertawa, batuk,

bersin, defekasi atau aktivitas fisik.

2. Akut. Berlangsung beberapa jam dan sering terjadi pada pasien-pasien bedah sebagai hasil

dari trauma atau perdarahan intra abdomen.

3. Subakut. Terjadi beberapa hari dan merupakan hal yang sering dijumpai pada pasien medis.

4. Kronik. Terjadi beberapa bulan (misalnya kehamilan) atau tahun (misalnya tumor intra

abdomen, dialisis peritoneal, asites kronik atau sirosis).

Sindrom Kompartemen Abdomen

Pengertian sederhana ACS adalah kondisi IAH yang signifikan dengan adanya kegagalan

organ onset baru. Kegagalan dalam mengenali dan menangani secara tepat ACS dapat berakibat

fatal sehingga pencegahan dan waktu intervensi berhubungan dengan peningkatan bermakna dari

fungsi organ dan ketahanan pasien. Berbeda dengan IAH, ACS tidak memiliki grading, tetapi lebih

dipertimbangkan pada fenomena “all or nothing”.5

Sindrom kompartemen abdomen adalah kondisi peningkatan tekanan intra-abdomen

menetap ≥ 20 mmHg (dengan atau tanpa penurunan APP <60 mmHg) yang berhubungan dengan

disfungsi atau kegagalan organ.5 Triad ACS terdiri dari:4

1. Kondisi patologis yang disebabkan peningkatan akut IAP di atas 20 sampai 25 mmHg

2. Mempengaruhi fungsi organ atau dapat menyebabkan komplikasi luka yang serius

3. Dekompresi abdomen memberikan efek yang bermanfaat

Jika dijumpai ACS tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan dekompresi sesegera

mungkin, agar terhindar terjadinya gangguan fungsi berbagai organ yang dapat menyebabkan

kematian.

6
KLASIFIKASI ACS

Berdasarkan patogenesisnya, ACS diklasifikasikan menjadi : ACS primer, ACS sekunder,

dan ACS rekuren.

1. ACS primer adalah kondisi yang berhubungan dengan cedera atau penyakit pada regio

abdominopelvic yang selalu membutuhkan pembedahan atau tindakan intervensi

radiologis secepatnya.7 Kondisi tersebut dapat berupa lesi pada organ berparenkim seperti

limpa atau hati, ruptur aneurisma aorta abdominal, pankreatitis, atau perdarahan

retroperitoneal.8

2. ACS sekunder adalah kondisi yang tidak berasal dari regio abdominopelvic. 7 Jadi

peningkatan tekanan intra-abdomen disebabkan oleh kondisi patologis ektraperitoneal atau

sistemik seperti sepsis, kebocoran plasma, atau luka bakar mayor. Resusitasi cairan masif

dalam menangani kondisi mengancam jiwa tersebut dapat menyebabkan edema

generalisata, khususnya edema usus yang dapat menyebabkan IAH.8

3. ACS rekuren adalah kondisi dimana ACS kembali timbul setelah mendapatkan

pembedahan atau penanganan medis dari ACS primer atau sekunder. 7 ACS rekuren juga

dapat disebut dengan ACS tersier.8

INSIDEN

Insiden dan penyebab Intra-abdominal Hypertension (IAH) dan Abdominal Compartment

Syndrome (ACS) adalah penyakit-penyakit yang berkaitan dengan penyakit kritis. Dilaporkan

bahwa insiden IAH dan ACS pada populasi campuran yang dirawat pada Intensive Care Unit

(ICU) gabungan masing-masing sekitar 32,1% dan 4,2%. Angka kejadian IAH juga telah

dilaporkan pada pasien-pasien dengan luka bakar berat yaitu 36,7-70%, 2%-50% pada pasien

trauma berat, dan 31,5%-40,7% pada pasien yang menjalani operasi abdominal mayor. ACS terjadi

7
pada 1%-31% pada pasien luka bakar dan 0,5%-36% pada pasien dengan trauma.9 Sementara itu

insiden IAH pada syok sepsis dilaporkan sebanyak 77%-82%, dimana 38% diantaranya terjadi

ACS.10

Satu dari faktor yang paling kritis dalam perkembangan IAH sekunder adalah efek

iatrogenic dari resusitasi cairan massif. 11 Pada satu institusi dengan protokol resusitasi cairan yang

agresif disertai dengan monitoring IAP yang ketat dilaporkan insiden ACS sekunder sebanyak 8%

dan ACS primer sebanyak 6% pada pasien trauma berat yang mengalami syok. Kejadian ACS

sekunder terlihat memiliki hubungan dengan edema visceral, dinding abdomen dan retroperitoneal

dan ascites yang diinduksi oleh resusitasi. Meskipun memiliki rentang yang berbeda dari kondisi

terkait, ACS sekunder memiliki karakter dengan kejadian syok yang membutuhkan resusitasi

cairan yang agresif.9

8
FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya IAH dan ACS dapat dilihat pada tabel 1. 12

Tabel 1. Fakto resiko terjadinya IAH/ACS

Faktor Risiko Terjadinya IAH/ACS


1. Berkurangnya compliance dinding abdomen
- Gagal nafas akut, terutama bila disertai kenaikan tekanan intra
torakal
- Pembedahan pada abdomen dengan penutupan primer fasia
- Trauma hebat atau luka bakar mayor
- Posisi prone
2. Peningkatan konten intraluminal usus
- Gastroparesis
- Ileus
- Pseudo obstruksi pada kolon
3. Peningkatan konten intra abdomen
- Hemoperitoneum
- Pneumoperitoneum
- Asites
- disfungsi hati
4. Kebocoran kapiler/resusitasi cairan
- Pankreatitis
- Asidosis (pH< 7,2)
- Hipotensi
- Hipotermi (temperatur inti < 33oC)
- Politransfusi ( > 10 Unit darah per 24 jam)
- Koagulopati (jumlah platelet < 55000/mm3 atau aPTT > 2 kali
normal atau PTT < 50% atau INR > 1,5)
- Resusitasi cairan yang masif ( > 5L/24 jam)
- Oliguria
- Sepsis
- Trauma berat atau luka bakar mayor
- Laparatomi damage control

9
PATOFISIOLOGI

Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat menimbulkan

hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti pankreatitis akut atau pecahnya

aneurisma aorta abdominal, obstruksi mekanis usus halus dan pembesaran abdomen bisa

menimbulkan hipertensi intra abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan perdarahan

intra-abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab paling umum dari

hipertensi intra-abdomen.pembedahan perut dengan tujuan untuk mengendalikan pendarahan juga

dapat meningkatkan tekanan dalam ruang peritoneal. Distensi usus sebagai akibat dari syok

hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan penyebab penting hipertensi intra-

abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan ACS pada pasien trauma. 13

Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh system syaraf simpatik mengakibatkan

kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan saluran pencernaan, hal ini bertujuan untuk

menyuplai jantung dan otak. Redistribusi darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan

usus. Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan kompensasi positif

yang mencirikan pathogenesis hipertensi intra-abdomen dan perkembangannya menjadi ACS :13

1. Pelepasan sitokinin

2. Pembentukan oksigen radikal bebas

3. Penurunan produksi adenosine trifosfat pada sel

Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka sitokinin dilepaskan.

Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang

mengarah pada terjadinya edema. Setelah seluler mengalami reperfusi, oksigen radikal bebas

dihasilkan. Agen ini memiliki efek toksik pada membran sel yang kondisinya diperparah oleh

adanya sitokinin, yang merangsang pelepasan radikal lebih banyak lagi. Selain itu, kurangnya

10
penghantaran oksigen ke jaringan yang mengalami keterbatasan produksi adenosine triphosphat

dan penurunan persediaan dari adenosine triphosphat ini tergantung pada aktivitas seluler. 13

Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisiensi fungsi pompa sangat

penting untuk peraturan intraseluler elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi kebocoran natrium ke

dalam sel sehingga menarik air. Sel membengkak, selaput kehilangan integritas, isi intraseluler

keluar ke ekstraseluler dan mengakibatkan inflamasi (peradangan). Inflamasi dengan cepat

berubah menjadi edema, sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan di usus semakin

membengkak akibat dari semakin meningkatnya tekanan intra-abdomen. Pada awal tekanan,

perfusi usus terganggu, hipoksia seluler, kematian sel, peradangan, edema terus berlanjut.13

Jadi, pada hipertensi intra-abdomen dapat menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi

peningkatan tekanan intra-abdomen. Apabila tekanan intra-abdomen terus meningkat, dapat

menyebabkan terjadinya penurunan perfusi jaringan dan akhirnya terjadi edema yang juga dapat

memperparah peningkatan tekanan intra-abdomen. Meningkatnya tekanan intra-abdomen inilah

yang akhirnya menyebabkan kompartement sindrom abdominal. 13

11
Gambar 1. Patofisiologi ACS13

12
MANIFESTASI KLINIS

Suatu peningkatan IAP memiliki konsekuensi patofisiologis baik pada sistem organ dalam

kavum peritoneal (hepar, intestinal, dll) maupun secara sistemik yang dapat mengancam jiwa pada

pasien dengan penyakit kritis. Sistem organ yang dipengaruhi adalah sebagai berikut :8

1. Ginjal

Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik

IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP yang

meningkat. IAP 15±20 mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg

dapat terjadi anuria. Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak faktor. ACS

membuat gangguan pada kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung sehingga

menurunkan aliran arteri ginjal, meningkatkan resistensi vaskular ginjal, menurunkan

filtrasi glomerulus dan kompresi vena ginjal.

2. Pulmonal

Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians paru

mengalami reduksi resultan progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu fungsional

dan volume residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi hemidiafragma pada

radiografi dada. Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan

respirasi selanjutnya akibat hipoventilasi dari hasil elevasi progresif IAP. Resistensi

vascular paru meningkat sebagai hasil dari pengurangan tekanan oksigen alveolus dan

peningkatan tekanan intra-torak. Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan

keadaan hipoksia, hiperkapnia dan peningkatan tekanan ventilasi

13
3. Jantung

Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah jantung. Ini

ditunjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan curah jantung merupakan hasil dari

penurunan alir balik vena jantung dari kompresi langsung pada vena cava dan vena porta.

Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat penurunan aliran vena cava

superior dan inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus cavum

diafragma. Peningkatan tekanan intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan

pengurangan volume akhir diastolik. Selanjutnya akan terjadi kenaikan resistensi vascular

sistemik berasal dari efek gabungan vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat

4. Hepar

Penurunan aliran darah arteri hepatik, vena porta dan sirkulasi mikro berhubungan

dengan IAH. Pada percobaan hewan dengan IAP yang meningkat hingga 20 mmHg,

tekanan arteri rata-rata, aliran arteri hepatik berkurang hingga 55%, aliran vena porta

menurun hingga 35% dan aliran sirkulasi mikro hepatik berkurang hingga 29%

dibandingkan dengan kontrol. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama

juga terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma

kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan

visceral yang terjadi selama syok.

5. Splaknik

Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava inferior, efek

predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi splaknik. Hipoperfusi splaknik

dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan laporan kasus iskemia intestinal yang

14
memerlukan intervensi operasi setelah laparoskopik elektif. Aliran darah arteri

mesenterikum, mukosa usus, dan vena porta menurun dengan peningkatan IAP.

6. Serebral

Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan sistem saraf pusat, terdapat

hubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat. Hal ini diakibatkan oleh mekanisme

peningkatan tekanan intrathorakal yang dihasilkan oleh IAH melalui elevasi diafragma.

Peningkatan tekanan intra-thorak meningkatkan tekanan vena jugular dan selanjutnya ICP.

Selain itu juga terdapat dugaan bahwa sitokin merusak sawar darah otak yang selanjutnya

menyebabkan edema serebral. Pasien dengan ACS secara klinis dan ICP yang meningkat

mengalami perbaikan ICP setelah melalui laparotomi dekompresi.

Gambar 2. Dampak klinis ACS pada berbagai organ8

15
CARA PENGUKURAN TEKANAN INTRA ABDOMEN

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur tekanan intra abdominal (IAP) dan

telah diujikan pada manusia, yaitu terdiri atas cara langsung dan cara tidak langsung. Cara tidak

langsung terdiri dari pengukuran trans vesica dan trans gaster.14

1. Cara Langsung (Direct Methods)15

a. Dengan menggunakan kateter yang dihubungkan langsung ke intra peritoneal yang

dihubungkan ke transduser.

b. Pada prosedur laparoskopi sebuah insufflator elektronik memantau secara kontinyu

tekanan intra abdomen.

2. Cara tidak langsung (Indirect Methods)

a. Tekanan Trans Vesika

Metode ini sederhana, minimal invasif dapat dengan mudah dilakukan di

samping tempat tidur. Disamping sederhana cara pengukuran tersebut juga

memberikan perkiraan kasar tekanan intra abdomen (IAP) yang mudah. Cara

pengukuran dari tekanan intra abdomen (IAP) paling baik diukur pada pasien

terlentang. Titik nol acuan adalah linea midaxilaris dan krista iliaka. Tidak lebih dari

25 ml cairan garam steril disuntikkan ke dalam kandung kemih yang kosong melalui

kateter Foley. Selang drain ke urine bag dijepit/ ditutup dan aliran diarahkan ke selang

yang terhubung ke manometer air atau transduser tekanan.15

16
Gambar 3. Metode Trans Vesika untuk memonitoring tekanan intra abdomen. 8

b. Tekanan Trans Gaster

Stopcock tiga arah standar terhubung ke selang nasogastrik; Salah satu

ujungnya terhubung ke transduser tekanan. Semua udara dievakuasi dari balon dengan

semprotan kaca dan 1 ml udara dimasukkan kembali ke balon. Jarum suntik kaca

dianjurkan untuk meminimalkan risiko menarik tekanan negatif di dalam kateter

sebelum mengenalkan kembali 1 ml udara. Balon dihubungkan melalui sistem "kering"

ke transduser, transduser itu sendiri tidak terhubung secara klasik ke kantong

bertekanan dan tidak di-flush dengan cairan normal untuk menghindari interaksi udara-

cairan. Transduser itu memusatkan perhatian ke atmosfer dan IAP dibaca akhir

ekspirasi.15,16

17
Gambar 4. Metode Trans Gaster untuk memonitoring tekanan intra abdomen 15

PENATALAKSANAAN

Sejak kemunculan pengetahuan modern tentang ACS sebagai perhatian nyata pada pasien

dengan penyakit kritis, laparatomi dekompresi (DL) telah dianggap sebagai tatalaksana utama.

Awalnya, ketika ACS primer masih menjadi satu-satunya entitas klinis yang dipertimbangkan, DL

bahkan dianggap sebagai satu-satunya pilihan tatalaksana, walaupun hasilnya buruk dalam hal

angka kematian. Beberapa tahun selanjutnya, saat fokus beralih ke tahap IAP awal dan sedang

(kebanyakan IAH sekunder), perhatian lebih banyak dialihkan untuk mencari teknik non-invasif

untuk mengurangi IAP.5

Penatalaksanaan IAH dan ACS didasarkan pada 4 prinsip (Gambar 5):5,7

a. Monitoring serial terhadap IAP

b. Optimalisasi perfusi sistemik dan fungsi organ pada pasien-pasien dengan kenaikan IAP

c. Menetapkan tindakan medik yang spesifik untuk mengurangi IAP dan mencegah

disfungsi end-organ akibat IAH atau ACS

d. Menganjurkan tindakan pembedahan dekompresi untuk IAH yang refrakter

18
Gambar 5. Algoritme tatalaksana IAH/ ACS

Penatalaksanaan Non-bedah

Sebelum diputuskan untuk tindakan pembedahan dekompresi, pengobatan medik yang

kurang invasif sebaiknya dioptimalisasikan. Berikut ini adalah kelompok penatalaksanaan medik

untuk ACS:5,7

1. Memperbaiki compliance dinding abdomen

19
2. Evakuasi konten intralumen usus

3. Evakuasi cairan peri-intestinal dan abdominal

4. Koreksi kebocoran cairan

5. Koreksi balans cairan yang positif

Pilihan dari tatalaksana medik tergantung dari kondisi pasien. Tatalaksana tersebut dapat

berupa penggunaaan sedasi dan analgesia untuk rasa sakit dan anxietas pada pasien yang sakit

kritis, penghambat neuromuskular untuk pasien dengan IAH, mempertimbangkan posisi tubuh

pada pasien dengan IAH, dekompresi lambung atau kolon menggunakan selang untuk pasien

dengan dilatasi lambung atau kolon dan IAH dan penggunaan neostigmine pada pasien ileus

refrakter dengan IAH (Gambar 6).5,7

20
Gambar 6. Algoritme tatalaksana non-bedah IAH/ ACS7

Penatalaksanaan Pembedahan

Laparatomi dekompresi adalah pengobatan definitif untuk ACS. Tekniknya dapat bersifat

invasif (laparatomi midline) atau minimal invasif (dengan teknik endoskopik yang berbasis pada

fasiotomi subkutaneus anterior abdomen. Intervensi ini menghasilkan kondisi abdomen yang

terbuka, sehingga dengan demikian diperlukan peutupan abdomen sementara (dengan kain kasa

21
basah, handuk (towel clip closure), bogota bag, wittman patch atau zipper, atau dengan vacuum-

assisted closure).

KESIMPULAN

Berbagai macam gangguan fisiologis yang berat dapat disebabkan oleh IAH atau ACS,

baik yang terjadi di dalam atau di luar rongga abdomen, dengan angka mortalitas yang cukup

tinggi. Pengenalan dini terhadap peningkatan IAP merupakan hal terpenting dalam

penatalaksanaan kasus ini. Oleh karena itu, pemantauan IAP baik secara intermiten ataupun

kontinyu sangat perlu dilaksanakan pada semua pasien yang memiliki risiko tinggi untuk

terjadinya ACS. Sebagai tambahan, pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap patofisiologi

IAH/ACS merupakan hal yang sangat penting untuk menerapkan berbagai metode

penatalaksanaan pada pasien. Keputusan untuk melakukan intervensi bedah harus dapat diambil

secara rasional tanpa harus menunggu munculnya tanda-tanda ACS.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Paula R. Abdominal Compartement Syndrome. Emergency Medicine 2016;

http://emedicine.medscape.com/article/829008-overview. Accessed 1 April, 2017.

2. Papavramidis TS, Marinis AD, Pliakos I, Kesisoglou I, Papavramidou N. Abdominal

compartment syndrome – Intra-abdominal hypertension: Defining, diagnosing, and

managing. J Emerg Trauma Shock. Apr-Jun 2011;4(2):279-291.

3. Burch JM, Moore EE, Moore FA, Franciose R. The abdominal compartment syndrome.

Surg Clin North Am. Aug 1996;76(4):833-842.

4. Malbrain ML, Cheatham ML, Kirkpatrick A, et al. Results from the International

Conference of Experts on Intra-abdominal Hypertension and Abdominal Compartment

Syndrome. I. Definitions. Intensive Care Med. Nov 2006;32(11):1722-1732.

5. Malbrain ML, De Laet IE, De Waele JJ, Kirkpatrick AW. Intra-abdominal hypertension:

definitions, monitoring, interpretation and management. Best Pract Res Clin Anaesthesiol.

Jun 2013;27(2):249-270.

6. Malbrain ML, Chiumello D, Pelosi P, et al. Prevalence of intra-abdominal hypertension in

critically ill patients: a multicentre epidemiological study. Intensive Care Med. May

2004;30(5):822-829.

7. Kirkpatrick AW, Roberts DJ, De Waele J, et al. Intra-abdominal hypertension and the

abdominal compartment syndrome: updated consensus definitions and clinical practice

guidelines from the World Society of the Abdominal Compartment Syndrome. Intensive

Care Med. Jul 2013;39(7):1190-1206.

23
8. Hecker A, Hecker B, Hecker M, Riedel JG, Weigand MA, Padberg W. Acute abdominal

compartment syndrome: current diagnostic and therapeutic options. Langenbecks Arch

Surg. Feb 2016;401(1):15-24.

9. Ball CG, Kirkpatrick AW, McBeth P. The secondary abdominal compartment syndrome:

not just another post-traumatic complication. Can J Surg. Oct 2008;51(5):399-405.

10. Regueira T, Bruhn A, Hasbun P, et al. Intra-abdominal hypertension: incidence and

association with organ dysfunction during early septic shock. J Crit Care. Dec

2008;23(4):461-467.

11. De laet IE DWJ, Malbrain MLNG. Fluid resuscitation and intra-abdominal hypertension.

In: Vincent J-L, editor. Yearbook of intensive care and emergency medicine. Berlin:

Springer-Verlag; 2008. p. 536–48.

12. Cheatham ML, Malbrain ML, Kirkpatrick A, et al. Results from the International

Conference of Experts on Intra-abdominal Hypertension and Abdominal Compartment

Syndrome. II. Recommendations. Intensive Care Med. Jun 2007;33(6):951-962.

13. Walker J, Criddle LM. Pathophysiology and management of abdominal compartment

syndrome. Am J Crit Care. Jul 2003;12(4):367-371; quiz 372-363.

14. De Waele JJ, De Laet I, Malbrain ML. Rational intraabdominal pressure monitoring: how

to do it? Acta Clin Belg. 2007;62 Suppl 1:16-25.

15. Malbrain ML. Different techniques to measure intra-abdominal pressure (IAP): time for a

critical re-appraisal. Intensive Care Med. Mar 2004;30(3):357-371.

16. Turnbull D, Webber S, Hamnegard CH, Mills GH. Intra-abdominal pressure measurement:

validation of intragastric pressure as a measure of intra-abdominal pressure. Br J Anaesth.

May 2007;98(5):628-634.

24
25

Anda mungkin juga menyukai