Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

PROFESIONALISME GURU TERHADAP STANDAR


KOMPETENSI LULUSAN
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Problematika Pembelajaran Fisika
Dosen Pengampu : Dr. Sarwanto, S.Pd., M.Si.)

Disusun oleh :
Muhammad Ridho S
NIM. S081808007

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin
mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Artinya, standar
pendidikan merupakan fondasi dalam membangun pendidikan Indonesia untuk
mencapai mutu pendidikan Indonesia. Dengan kualitas pendidikan yang
dihasilkan maka diharapkan kualitas manusia bangsa Indonesia meningkat.
Kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola pendidikan
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Pasal 4
dalam PP tersebut menyatakan, bahwa standar nasional pendidikan merupakan
sarana untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan. Standar pendidikan meliputi
standar isi, proses, ketenagaan, sarana dan prasarana, pengelolaan, evaluasi,
pembiayaan, dan kompetensi lulusan. Dengan adanya standar nasional tersebut
maka arah peningkatan mutu pendidikan Indonesia menjadi lebih jelas. Bila
setiap satuan pendidikan telah mencapai atau melebihi standar nasional
pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan akan tercapai.
Pembangunan pendidikan yang dilakukan selama ini masih menghadapi
sejumlah tantangan, baik yang terkait dengan kondisi internal sistem pendidikan
nasional, maupun yang bersumber pada perubahan dalam segala aspek
kehidupan, di tingkat lokal, nasional, dan pada tatanan global. Kondisi tersebut
menuntut adanya sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi.
Pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang
memadai. Itulah sebabnya standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan
perlu ditetapkan.
Kualitas lulusan adalah tercapainya standar kompetensi lulusan (SKL) yang
telah ditetapkan oleh menteri pendidikan. Standar kompetensi tersebut terkait
dengan jenjang pendidikan, jenis sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Yang
dimaksud Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah seperangkat Kompetensi
lulusan yang diwujudkan dengan hasil belajar peserta didik. Standar ini harus
diukur dan diamati untuk memudahkan pengambilan keputusan bagi guru, tenaga
kependidikan lain, peserta didik, orang tua, dan penentu kebijaksanaan. Standar
bermanfaat sebagai dasar penilaian dan pemantauan proses kemajuan dan hasil
belajar peserta didik (Muhaimin, 2012: 230). Disebut berkualitas manakala
lulusan dapat mencapai standar yang telah ditentukan. Semakin tinggi dan
melampaui standar semakin berkualitas pula lulusan tersebut. Sebaliknya,
semakin jauh dari standar semakin rendah kualitas yang bersangkutan.
Penguasaan kompetensi tersebut diukur dalam skor nilai sebagai cermin dari hasil
belajar (Zamroni, 2013: 2).
Kriteria kelulusan siswa dirumuskan dalam SKL (Standar kompetensi
Lulusan) merupakan bagian dari komponen Standar Nasional Pendidikan. PP No
19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa kualifikasi kemampuan lulusan mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL menjadi rujukan dalam menyusun
soal Ujian Nasional dengan menyesuaikan kurikulum di sekolah. Mardapi (2009)
menyebutkan langkah penyusunan soal Ujian Nasional adalah sebagai berikut:
(1) Kabupaten/kota memilih guru-guru yang berkualitas untuk diusulkan menjadi
calon penyusun soal Ujian Nasional tingkat provinsi, (2) Guru-guru yang terpilih
tersebut dilatih dalam penyusunan soal Ujian Nasional oleh Puspendik selama
tujuh hari, (3) Soal yang telah tersusun direview oleh tim dengan melibatkan
dosen dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, (4) Soal yang telah
direview dan diperbaiki menjadi master soal Ujian Nasional dan disimpan oleh
dinas pendidikan provinsi.
Soal Ujian Nasional menuntut kemampuan siswa dengan pemahaman tingkat
tinggi atau High Order Thinking (HOT). Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai
salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu satuan pendidikan dasar seleksi
masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan, dan dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, (Hadiana, 2015).
Rofi’uddin dan Zuhdi dalam Halimah (2008) mengungkapkan rendahnya
kemampuan lulusan dalam baca-tulis, hal tersebut didukung oleh hasil penelitian
The International Association for the Evaluation of Educational Achievement
(IEA, 1992) yang menyatakan bahwa kemampuan membaca peserta didik di
Indonesia berada pada urutan ke 26 dari 27 negara yang menjadi sampel
penelitian. Tepatnya kemampuan membaca peserta didik sekolah. Kemampuan
membaca siswa di Indonesia masih rendah. Hal tesebut dapat diukur pada
kemampuan siswa memahami dan menyelesaikan soal Ujian Nasional.
Studi literatur penelitian sebelumnya mengenai penerapan Standar
Kompetensi Lulusan, diantaranya menurut Juniarti dkk. (2014) bahwa pengaruh
kompetensi guru terhadap kinerja guru sebesar 64%, artinya kinerja guru sangat
dominan ditentukan oleh kompetensinya dan kompetensi lulusan (74%)
ditentukan oleh kinerja para gurunya. Kinerja guru dipengaruhi oleh budaya
sekolah, yakni kerja sama antara kepala sekolah, guru dan lingkungan sarana
prasarana yang mendukung pembelajaran. Hal tersebut berpengaruh pada
pengembangan kompetensi guru sebagai pendidik. Dengan budaya yang
kondusif, akan menumbuh kembangkan motif bekerja dengan baik dan produktif.
Soal Ujian Nasional tentunya mengalami pengembangan walaupun berasal
dari materi yang sudah diajarkan, oleh karena itu peserta didik memerlukan
tingkat pemahaman yang lebih baik untuk menyelesaikannya. Hal tersebut
menjadi pertimbangan bagi sekolah dalam menyusun SKL. Setiap tahun SKL
ditentukan melalui rapat antara komite sekolah, guru dan orang tua dengan
mempertimbangan hasil try out sekolah. Penelitian ini difokuskan pada
penerapan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Melalui penelitian ini diperoleh
gambaran mengenai peran dan hambatan yang ditemui guru dalam penyusunan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran kompetensi guru dalam Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) ?
2. Bagaimanakah hambatan guru dalam pelaksanaan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran kompetensi guru dalam Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) ?
2. Untuk mengetahui hambatan guru dalam pelaksanaan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) ?

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai referensi ilmiah dalam ilmu pendidikan tentang pelaksanaan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang sesuai dengan standar
pendidikan nasional.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Menambah pemahaman tentang penerapan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL).
b. Bagi peneliti
Menambah wawasan tentang kesulitan yang dihadapi guru dalam
penerapan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Peningkatan Profesionalisme Guru


1. Pengertian Profesionalisme
Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu,
kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya
sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh
seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya. Konsep
profsionalisme, seperti dalam penelitian yang dikembangkan oleh Hall, kata
tersebut banyak digunakan peneliti untuk melihat bagaimana para profesional
memandang profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka.
Berdasarkan defenisi tersebut maka profesionalisme adalah konsepsi yang
mengacu pada sikap seseorang yang berhasil memenuhi unsur-unsur tersebut
secara sempurna. Profesional tersebut memiliki beberapa indikator adalah orang
yang tahu akan keahlian dan keterampilannya., meluangkan seluruh waktunya
untuk pekerjaan atau kegiatannya dan bangga akan pekerjaannya.
Dengan melihat ciri-ciri umum di atas, dapat disimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di
atas ratarata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di
lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka
kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang
kegiatan menerapkan suatu estandar profesional yang tinggi, bisa diharapkan
akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.

2. Profesionalisme Guru
Peran inspirasional dimainkan oleh para guru ketika mereka membangun
fondasi Sistem pendidikan nasional membuat orang menganggap profesi mereka
sebagai yang sangat dihormati dan diinginkan pekerjaan. Guru dianggap sebagai
pembangun bangsa dan pemimpin masyarakat. Guru memiliki andil yang sangat
besar terhadap kebehasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam
membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya
secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh
peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam
kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara
satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan. Guru juga harus bepacu
dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta
didik, agar dapat mengembangkan potensinnya secara optimal.
Dalam hal ini pemerintah dalam membangun profesionalisme guru membuat
program yang tergesa-gesa untuk inisiatif pendidikan universal. Dengan cepat
pemerintah merekrut ratusan ribu guru yang tidak siap. Karena sebagian besar
guru adalah pegawai negeri dan mereka bersindikasi dalam satu-satunya serikat
yang diakui oleh pemerintah, mereka diharuskan untuk mengembangkan
kurikulum nasional. Dengan pertumbuhan ekonomi, profesi lain mulai
mengesampingkan status istimewa guru sebelumnya di masyarakat (Tatang
Suratno, 2014). Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2015
merupakan reformasi komprehensif dari manajemen dalam pengembangan guru.
Menurut Undang-Undang tersebut tentang guru dan dosen minimal memiliki
empat kopetensi yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi
tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif dan efisien serta
mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan guru yang profesional
harus memiliki empat kompetensi, diantaranya:
1. Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
potensi yang dimiliki peserta didik, perencanaan dan pelasanaan
pembelajaran , serta pengevaluasian hasil belajar.
2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, kreatif,
sopan santun, disiplin, jujur, rapi. Serta menjadi usatun hasanah bagi peserta
didik
3. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi baik dengan peserta didik, orang tua peserta didik dan
masyarakat, sesama pendidik/ teman sejawat dan apat bekerja sama dengan
dewan pendidikan/komite sekolah, mampu berperan aktif dalam pelestarian
dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan dalam kegiatan
sosial.
4. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian dibidang pendidikan.

3. Peran Guru Professional Dalam Proses Pembelajaran


Tujuan pendidikan dalam mengembangkan karakter bangsa telah disusupi
oleh kepentingan pihak berwenang dalam menggambarkan masyarakat yang
mereka bayangkan. Dalam reformasinya, pemerintah telah melakukan upaya
serius untuk memodernisasi kurikulum terpusat melalui sistematis mempelajari
struktur program dan mata pelajaran inti berdasarkan “pembelajaran aktif” dan
“pendekatan proses” (1975–1994). Upaya ini telah disertai dengan implementasi
Ujian Nasional bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa dan memilih jalur
mereka pendidikan lebih lanjut. Namun, sekolah sebenarnya memiliki tingkat
otoritas dalam menentukan kelulusan siswa.
Di era desentralisasi, pemerintah menciptakan Kurikulum 2004, yang pada
waktu itu diserahkan kepada lembaga independen, Badan Standar Nasional
Pendidikan, untuk merumuskan kompetensi mata pelajaran inti dan
mengembangkan Kurikulum Berbasis Sekolah pada tahun 2006. Ini adalah era di
mana guru memiliki wewenang untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan
gagasan "pembelajaran pengalaman dan kontekstual". Dalam implementasinya,
ada kritik pada pendekatan administrasi untuk penjaminan kualitas kurikulum
sekolah. Banyak guru kewalahan mengembangkan silabus, yang menghambat
mereka dalam meningkatkan silabusnya praktik pengajaran. Ini memotivasi
pemerintah untuk menerapkan Kurikulum 2013, yang menekankan pada
penguasaan kompetensi inti dengan mengedepankan “berbasis proyek dan
pendekatan ilmiah ". Pemerintah menyediakan silabus, buku pelajaran siswa, dan
buku pegangan guru. Namun, inisiatif tersebut telah dikritik oleh guru
independenasosiasi karena persiapan tergesa-gesa dan pendekatan terpusat dan
seragam itu dapat mengurangi wewenang guru. Selain perubahan kurikulum yang
cepat, ada kontroversi tentang pengujian berisiko tinggi dalam hal iniera.
Pemerintah melakukan Ujian Nasional sebagai upaya untuk memetakan kualitas
pendidikan dengan menetapkan standar minimum untuk lulus satu mata pelajaran.
Dalam prakteknya, ia memiliki peran terbesar dalam menentukan kelulusan siswa
(Tatang Suratno, 2014).
Guru yang professional dituntut harus mampu berperan selaku manajer yang
baik yang didalamnya harus mampu melangsungkan seluruh tahap-tahap aktivitas
dan proses pembelajaran dengan manajerial yang baik sehingga tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat diraih dengan hasil yang memuaskan. Peran
guru professional atau tenaga kependidikan adalah :
a) Tenaga kependidikan sebagai pendidik dan pengajar yakni tenaga
kependidikan yang harus memiliki kestabilan emosi, ingin memajukan
peserta didik, bersifat realitis, bersikap jujur dan terbuka, peka terhadap
perkembangan terutama inovasi pendidikan.
b) Tenaga kependidikan sebagai anggota masyarakat, untuk itu harus menguasai
psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia dan
sebagai anggota masyarakat harus memiliki keterampilan membina
kelompok, keterampilan bekerja sama.
c) Tenaga kependidikan perlu memiliki kepribadian menguasai ilmu
kepemimpinan menguasai prinsip hubungan manusia, teknik berkomunikasi
serta menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi yang ada disekolah.
d) Tenaga kependidikan sebagai pengelola proses belajar mengajar yakni tenaga
kependidikan yang harus mampu dan menguasai berbagai metode mengajar
dan harus mampu menguasai situasi belajar mengajar didalam kelas maupun
diluar kelas.
4. Upaya Meningkatkan Guru Profesional
Upaya mewujudkan guru profesional bukan masalah yang sederhana.
Mewujudkan guru profesional terkait dengan banyak faktor yang sangat
kompleks. Upaya mewujudkan guru profesional dapat dilakukan melalui
berbagai upaya, antara lain:
1. Perbaikan sistem pendidikan dan pembinaan guru.
Pendidikan diyakini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kemampuan seseorang. Oleh sebab itu, dalam rangka menwujudkan guru
profesional perlu dikaji sistem pendidikan guru. Menurut Tilaar (2002:384-
388) pendidikan dan pembinaan guru mencakup pendidikan prajabatan guru,
pendidikan dalam jabatan guru, lisesi dan ikatan tugas guru.
2. Perbaikan kesejahteraan guru
Untuk mewujudkan guru profesional dapat ditempuh dengan meningkatkan
kesejahteraan gaji guru. Sementara ini gaji guru di Indonesia dinilai masih
rendah tentu saja kondisi ini sangat menyedihkan. Rendahnya gaji guru
tentunya akan berimplikasi pada kualitas guru. Gaji guru yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan akan mengakibatkan sebagian guru akan mencari
penghasilan lain. Akibatnya guru kurang berkonsentrasi dalam melaksanakan
tugasnya sebagai guru.
3. Peningkatan peran organisasi profesi
Organisasi profesi guru perlu diberikan kekuatan agar mempunyai wibawa.
Pemberian kekuatan yang dimaksud misalnya dengan memberi kewenangan
pada organisasi profesi guru untuk memberikan lesensi atau ijin berkarya bagi
guru.
4. Melaksanakan Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK) Dalam
rangka peningkatan profesi guru, pemerintah telah melaksanakan pendidikan
guru berdasarkan kompetensi. PGBK ini merupakan adopsi dari Amerika
Serikat yang disebut CBTE (Competency Based Teacher Education).
Berdasarkan PGBK, konsep kompetensi tidak sekedar perbuatan yang tampak
dan dapat diamati saja, akan tetapi juga potensi yang menyebabkan
munculnya perbuatan. Dalam perkembangan selanjutnya muncul konsep
PBTE (Performance Based Teacher Education). Dalam konsep PBTE
menghendaki adanya performen guru dapat dilihat secara jelas yang dapat
diamati dari luar.

B. Hambatan dalam Penerapan Standar Kompetensi Lulusan


1. Kemampuan Siswa Yang Rendah
Kemampuan siswa yang rendah menjadi hambatan dalam melaksanakan try
out dan berdampak pada penyusunan SKL. Kemampuan menjadi dasar dalam
penyusunan SKL. Kemampuan siswa yang rendah mengakibatkan proses
pembelajaran menjadi terhambat. Kemampuan siswa yang rendah disebabkan
oleh latar belakang ekonomi orang tua, lingkungan dan dorongan siswa yang
rendah dalam proses pendidikan di sekolah. Sikap orang tua yang acuh terhadap
pendidikan anak berpengaruh pada kemampuan dan hasil belajar anak ketika di
sekolah. Kemampuan siswa menjadi dasar dalam menentukan SKL Ujian
Nasional. Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Lau dkk. (2011)
bahwa ada hubungan antara keterlibatan orang tua pada persiapan pendidikan
anak. Perkembangan teknologi juga mempengaruhi kehidupan dan masyarakat
penggunanya. Terutama pada generasi muda yang mudah mendapatkan dan
menggunakan teknologi dalam bentuk gadget yaitu HP, Televisi atau media
elektronik lainnya. Siswa lihai dalam menggunakan internet dengan mudah
mengakses segala informasi sewaktu-waktu, oleh karena itu perlu adanya
pengawasan bagi anak dalam menggunakan HP.

2. Kinerja Guru Menurun


Usia yang sudah senja mengakibatkan performa dalam mengajar menjadi
menurun. Faktor usia, kesehatan dan beban kerja dalam mengajar membuat
pengajaran yang dilakukan guru tidak maksimal. Beban mengajar guru yang
terlalu lama menyebabkan guru jenuh sehingga menurunkan kinerja guru. Oleh
karena itu perlu adanya penyegaran bagi guru dalam mengajar dengan melakukan
pergeseran kelas dalam mengajar. Hal tersebut didukug oleh penelitian Awe dkk.
(2014) bahwa terdapat hubungan positif dan signifikn antara motivasi dengan
kinerja guru. Semakin tinggi motivasi kerja maka makin tinggi pula kinerja guru.

3. Pelaksanaan Tambahan Jam yang Belum Sesuai dengan Jadwal


Tambahan jam merupakan strategi yang digunakan keempat SD dalam
menghadapi try out dan pelaksanaan Ujian Nasional. Pelaksanaan tambahan jam
mengalami kendala sehingga belum berjalan dengan maksimal. Kendala dari
pihak siswa yang masih terlambat datang ke sekolah dan kendala kegiatan lain
yang mengganggu pelaksanaan tambahan jam. Djokosantoso dalam Murtedjo
(2014) menyebutkan bahwa budaya organisasi sering dipadankan dengan budaya
korporasi. Karakteristik budaya korporasi seperti inovasi, keberanian mengambil
resiko, apabila dijadikan dasar dalam setiap melaksanakan pekerjaanya, akan
menjadikan nilai-nilai yang terdapat Di dalam inovasi dan keberanian mengambil
resiko tersebut sebagai kepribadian organisasi.

4. Musyawarah Penentuan Standar Kompetensi Lulusan Belum Optimal


Pelaksanaan musyawarah penentuan SKL oleh stakeholder pendidikan yaitu
kepala sekolah, guru, orang tua dan komite sekolah. Pelaksanaan musyawarah
tersebut dilaksanakan setelah try out. Musyawarah dalam bentuk rapat dengan
konsep nilai SKL yang sudah dirapatkan oleh pihak sekolah. penetapan SKL
ditemui dilema yang terjadi antara pihak sekolah dengan orang tua. Peningkatan
mutu sekolah dan kemampuan siswa dalam mencapai batas SKL yang sudah
disusun menjadi masalah dalam proses penetapan SKL tersebut. Melalui
musyawarah dan komunikasi yang baik antara pihak sekolah, orang tua dan
komite diharapkan mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua pihak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Figel dalam Rahadian (2016) bahwa
para guru memainkan perannya yang sangat vital bagi masyarakat dan terus
berupaya memperluas perannya untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat,
termasuk perannya dalam aspek budaya dan ekonomi.
5. Pembelajaran yang Belum Optimal
Pembelajaran yang belum optimal ditinjau dari perencanaan dan proses
pembelajaran di kelas. Observasi dilakukan untuk mengetahui persiapan dan
pembelajaran. Persiapan pembelajaran mencakup kelengkapan silabus dan RPP.
(Maris dkk. 2016) bahwa ketika siswa masuk di lembaga pendidikan (sekolah),
maka siswa tersebut akan menerima pembelajaran dari seorang guru. Proses
pembelajaran ini sagat dominan dilaksanakan oleh seorang guru yang memiliki
latar belakang pendidikan dan memiliki kelayakan untuk bertugas sebagai guru.
Proses belajar mengajar guru memiliki peranan yang sangat penting, untuk itu guru
harus memiliki kemampuan berpikir yang kreatif.
DAFTAR PUSTAKA

Asrivi ,Queen Elvina Sevtivia, Fathur Rokhman & Sri Maryati Deliana,
Penerapan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar. Journal of Primary Education, 6 (3) ISSN: 257 – 266,
2017.
Halimah, L. 2008. Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar dalam
Upaya Meningkatkan Kompetensi Berbahasa Indonesia Siswa Kelas 4 SD
Laboratorium UPI Kampus Cibiru. Jurnal Pendidikan Dasar, 10: 1–7.
Murniati, A. R., Bahrun, & Irawati, C. A. 2016. Kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru pada Sekolah Dasar
Negeri 17. Jurnal Administrasi Pendidikan, 4(2), 51–60.
Mardapi, Dj.Desain dan Penilaian Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan
dalam Lokakarya Sistem Jaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19
Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2013.
Raharjo, Sabar Budi. Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap
Pencapaian Prestasi Belajar., Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20,
Nomor 4, Desember 2014.
Suratno, Tatang. The education system in Indonesia at a time of significant
changes, Centre international d'études Pédagogiques, ISSN: 1254-4590,
Mei 2014.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003)
Putu, Subawa. Standarisasi Dunia Pendidikan, Jurnal Penjaminan Mutu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentangguru Dan
Dosen

Anda mungkin juga menyukai