Anda di halaman 1dari 15

Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan (SPMP)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi & Manajemen PAI
Dosen pengampu : Dr.Andri Ardiansyah M.Pd

Disusun oleh :
Diego Irfana Diazhady ( 211105010299 )
Nabila Azhary ( 211105010290 )

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP)Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah
Mohon maaf atas kesalahan serta kekhilafan yang kami perbuat baik sengaja maupun
tidak sengaja dan kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami
agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan dan penyusunan makalah ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan
dan dukungan dari Bapak Dr. Andri Ardiansyah M.,Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah
ini serta semua pihak yang membantu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh dengan itu saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua yang membacanya. Semoga Allah SWT. memberikan petunjuk serta
rahmat-Nya kepada kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

2
DAFTAR ISI

BAB 1 ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 4
B. Rumus Masalah............................................................................................................. 4
C.Tujuan Masalah .............................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 5
A. Komponen Standar Nasional Pendidikan....................................................................... 5
B. Permasalahan Dalam Pencapaian SNP .......................................................................... 9
C. Komponen Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan ........................................................ 11
D. Permasalahan Dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan........................................ 12
BAB 3 ................................................................................................................................. 14
PENUTUP .......................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan................................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 15

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta sebagai dasar dan
acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan. SNP ini diharapkan dapat
menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Namun dalam penerapannya hal
ini menghadapi berbagai tantangan, terutama disebabkan kondisi keberagaman di Indonesia,
disparitas dalam kualitas pendidikan berdampak pada pencapaian SNP dan kualitas pendidikan
yang diharapkan.
Pentingnya sistem penjaminan mutu pendidikan terletak pada dua hal utama. Pertama, sistem
ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan menetapkan standar yang jelas dan
memastikan bahwa lembaga pendidikan memenuhi standar tersebut. Standar-standar ini
mencakup berbagai aspek, seperti kurikulum yang relevan, metode pengajaran yang efektif,
sarana dan prasarana yang memadai, dan kualitas tenaga pendidik.
Kedua, sistem penjaminan mutu pendidikan juga penting dalam memastikan akuntabilitas
lembaga pendidikan. Dengan adanya sistem ini, lembaga pendidikan diwajibkan untuk
melakukan evaluasi internal dan eksternal secara teratur guna memantau dan meningkatkan
mutu pendidikan yang mereka berikan. Evaluasi ini mencakup penilaian terhadap proses
pembelajaran, pengukuran pencapaian peserta didik, dan pengelolaan lembaga pendidikan
secara keseluruhan.

B. Rumus Masalah
1. Apa Komponen Standar Nasional Pendiikan ?
2. Apa Permasalahan Dalam Standar Nasional Pendidikan ?
3. Apa Komponen Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan ?
4. Apa Permasalahan Dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan ?

C.Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Komponen Standar Nasional Pendiikan.
2. Untuk Mengetahui Permasalahan Dalam Standar Nasional Pendidikan.
3. Untuk Mengetahui Komponen Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.
4. Untuk Mengetahui Permasalahan Dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komponen Standar Nasional Pendidikan

SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP digunakan sebagai acuan dalam pengembangan
kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan (UU
Sisdiknas Pasal 32 ayat (2)). SNP terdiri dari delapan standar yaitu standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar evaluasi, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana.
Menurut BSNP, delapan standar dikembangkan dan ditetapkan untuk mengukur,
mengevaluasi, menilai mutu pendidikan, yang hasilnya akan menjadi acuan untuk menyusun
program peningkatan mutu pendidikan. Mengingat kondisi pendidikan di Indonesia yang
sangat beragam, SNP dipastikan bukan untuk penyeragaman tetapi justru untuk mengakomodir
keberagaman, agar pendidikan tetap dalam standar mutu sehingga setiap satuan pendidikan
memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan bermutu.
Delapan standar tersebut membentuk sebuah sistem penyelenggaraan pendidikan
melalui rangkaian komponen input yang terdiri dari pengelolaan, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dan pembiayaan. Komponen proses yang terdiri dari isi,
proses, dan penilaian, serta komponen output yaitu kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan
akan memiliki nilai yang tinggi bila input terpenuhi sepenuhnya dan proses berjalan dengan
baik. Kedelapan standar tersebut tertuang dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 yang kemudian
terdapat beberapa perubahan yang tertuang dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 dan PP Nomor 13
Tahun 2015. Komponen-komponen setiap standar tertuang dalam beberapa peraturan menteri.
A. Standar kompetensi lulusan

Standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan luluan yang berkaitan


dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Tujuan dari rumusan dalam standar kompetensi
lulusan adalah sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar
penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Standar kompetensi lulusan merupakan tujuan
akhir dari serangkaian standar dalam SNP lainnya. SKL tentunya harus mengacu pada sumber
daya manusia yang seperti apa yang diharapkan setelah mengikuti pendidikan sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
Standar kompetensi lulusan telah tertuang dalam Peraturan Pemendikbud Nomor 20
Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam
Permendikbud tersebut, standar kompetensi lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan
peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ketercapaianannya dilakukan

5
dengan adanya kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memastikan apakah lulusan pada
tingkat satuan pendidikan telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Kegiatan
monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara berkala yang hasilnya akan menjadi input
dalam penyempurnaan standar kompetensi lulusan berikutnya. Dalam komponen standar
kompetensi lulusan terdapat tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ketiga
dimensi ini membentuk satu kesatuan yang utuh dalam peserta didik.
B. Standar isi

Standar isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan). Pengaturan mengenai standar isi tertuang dalam Permendikbud
Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar isi
disesuaikan dengan substansi tujuan pendidikan nasional yang dijabarkan dalam domain sikap
spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup dan tingkat
kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang dirumuskan pada standar kompetensi
lulusan, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ruang lingkup materi dirumuskan
berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan.
Standar isi dijabarkan sesuai dengan mata pelajaran dengan mengacu pada standar kompetensi
lulusan.
C. Standar proses

Standar proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu


satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Ketentuan mengenai standar proses telah teruang dalam Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam standar proses
dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini sejalan
dengan prinsip pembelajaran aktif, seperti yang dijelaskan Silberman (2009:21) pembelajaran
aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung, dan menarik hati karena setiap
kali peserta didik tidak hanya terpaku pada tempat-duduk tetapi berpindah dan berpikir.
Prinsipnya pembelajaran diarahkan pada siswa karena belajar dan pembelajaran tidak
ditentukan oleh keinginan guru tetapi lebih pada siswa. Sanjaya (2008: 219-222) menjelaskan
bahwa pembelajaran ditunjukan dengan beberapa ciri adanya proses berfikir, memanfaatkan
potensi otak, dan belajar sepanjang hayat
Pada standar proses, prinsip pembelajaran sangat ditekankan. Dan hal tersebut
dituangkan dalam langkah proses pembelajaran mulai dari perencanaan yang mencangkup
penyusunan silabus dan RPP, pelaksanaan proses pembelajaran yang meliputi persyaratan
pelaksanaan proses pembelajaran serta pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran dengan penilaian terhadap proses pembelajaran menggunakan pendekatan

6
penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil
belajar secara utuh, dan pengawasan proses pembelajaran yang meliputi pengawasan proses
pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta
tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan yang dilakukan oleh kepala satuan pendidikan
dan pengawas.
D. Standar penilaian

Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan


instrumen penilaian hasil belajar peserta didik (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang perubahan PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Pengaturan
mengenai standar penilaian diatur dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan. Di dalam Permendikbud tersebut disebutkan bahwa penilaian
pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri atas pertama, penilaian
hasil belajar oleh pendidik yang bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses,
kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Bentuk
penilaian oleh pendidik dapat berupa penilaian hasil belajar dalam bentuk ulangan, penugasan,
dan atau bentuk lain yang hasilnya digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik, memperbaiki proses pembelajaran, serta menyusun laporan kemajuan siswa. Kedua,
penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan yang bertujuan untuk menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran, dilakukan melalui ujian sekolah sebagai
penentuan kelulusan dari satuan pendidikan. Selain itu, penilaian oleh satuan pendidikan
digunakan untuk penjaminan mutu dengan menetapkan kriteria ketuntasan minimal serta
kriteria kenaikan kelas. Ketiga, penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar
oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu berbentuk ujian nasional atau bentuk lain yang hasilnya digunakan
untuk pemetaan mutu, pertimbangan seleksi masuk ke jenjang berikutnya, pembinaan dan
pemberian bantuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
E. Standar pendidik dan tenaga kependidikan

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan


prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan). Pendidik adalah guru sebagai pemegang peran penting dalam kegiatan
pembelajaran, sedangkan tenaga kependidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah
terdiri dari pengawas sekolah, kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga
laboratorium. Standar pendidik dan tenaga kependidikan tertuang dalam berbagai peraturan
diantaranya:
A. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang
berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas
yaitu kompetensi kepribadan, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan,
penelitian dan pengembangan, serta kompetensi sosial.
B. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang
berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah yaitu kompetensi kepribadan, manajerial, kewirausahaan, supervisi, serta sosial.

7
C. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Standar Guru yang berisikan mengenai kualifikasi
serta standar kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional.
D. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/
Madrasah yang berisikan mengenai kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki
oleh tenaga administrasi sekolah yaitu kompetensi kepribadian, sosial, teknis, dan manajerial.
E. Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/
Madrasah yang berisikan kualifikasi serta standar kompetensi yang harus dimiliki tenaga
perpustakaan yaitu kompetensi manajerial, pengelolaan informasi, kependidikan, kepribadian,
sosial, serta pengembagan profesi.
F. Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah
tenaga laboratorium harus memliki kualifikasi akademik yang sesuai serta empat kompetensi
utama yaitu kompetensi kepribadian, sosial, administratif, dan profesional.
F. Standar sarana dan prasarana

Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain,
tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan).
Setiap tingkat satuan pendidikan memiliki kriteria minimum yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan setiap jenjang seperti pengaturan mengenai jumlah minimal yang dapat
dilayani dari tingkat SD minimal enam rombongan belajar sampai tingkat SMP dan SMA
minimal tiga rombongan belajar. Lahan dan bangunan pun harus sesuai dengan standar
termasuk standar keselamatan, kesehatan, aksesibilitas, kenyamanan, keamanan, kekuatan
bangunan yang harus bisa bertahan paling tidak 20 tahun, sesuai dengan izin penggunaan, serta
persyaratan lainnya. Satuan pendidikan setidaknya harus memiliki ruang kelas, perpustakaan,
laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang beribadah, ruang UKS, jamban gudang
ruang sirkulasi, tempat bermain atau berolahraga, ruang konseling, ruang tata usaha, ruang
organisasi kesiswaan, laboratorium biologi, fisika, kimia, komputer, bahasa, ruang praktik
teknis. Masing-masing berbeda
G. Standar pembiayaan

Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pengaturan mengani standar biaya
operasional tertuang dalam Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya
Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas
Luar Biasa (SMALB).

8
H. Standar pengelolaan

Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan


pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan (Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan). Pengaturan mengenai standar pengelolaan tertuang dalam
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan yang meliputi
perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan
sekolah/madrasah, sistem informasi manajemen, serta penilaian khusus yaitu keberadaan
sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada SNP dapat memperoleh
pengakuan pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP

B. Permasalahan Dalam Pencapaian SNP


Standar yang telah disusun disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pendidikan
serta kebutuhan negara dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Namun setelah dilakukan
evaluasi, masih ditemukan berbagai kendala pencapaian serta temuan-temuan yang menjadikan
SNP belum sepenuhnya dapat dicapai dengan optimal di seluruh wilayan NKRI.
Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan SNP yang disampaikan pemerintah dan BSNP
dalam rapat Panja Evaluasi Pendidikan Dasar dan Menengah Komisi X DPR RI dipaparkan
bahwa permasalahan pencapaian pemenuhan SNP banyak terkendala pada standar kompetensi
lulusan, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan serta pengelolaan (Dokumen
Paparan kementerian Pendiidkan dan Kebudayaan dalam RDP Panja Evaluasi Pendidikan
Dasar dan Menengah Komisi X DPR RI Senin 5 Mei 2017). Persoalan-persoalan tersebut juga
sejalan dengan banyaknya temuan permasalahan di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Raharjo (2014:240-241), terdapat empat standar yang masih sangat
rendah, yaitu standar sarana dan prasarana, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan
standar pendidik dan tenaga kependidikan.
Beberapa permasalahan pencapaian standar kompetensi lulusan, terutama pada
pengalaman pembelajaran. Pada tingkat SD misalnya, pengalaman belajar seni budaya lokal,
komunikasi lisan maupun tulisan, serta keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis
dan berhitung masih rendah. Tidak hanya terjadi di SD, pada tingkat SMK juga mengalami
berbagai kendala. Banyaknya pengangguran pada lulusan SMK padahal mereka seharusnya
untuk memiliki keahlian khusus dan siap bekerja. Kontribusi lulusan SMK terhadap jumlah
pengangguran di Indonesia salah satunya disebabkan oleh lebih rendahnya keahlian khusus
atau soft skill lulusan SMK dibandingkan lulusan SMA. Namun, kasus ini tidak ditemui di
SMK yang kualitas pendidikannya sudah teruji.10 BSNP menganggap bahwa kualitas dan daya
saing tenaga lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih rendah sehingga tidak terpakai
dunia industri.11 Hal tersebut dipengaruhi perbedaan pembelajaran saat magang dengan dunia
kerja. Kondisi seperti ini menjadi kondisi yang sangat disayangkan dan tentunya perlu
diperhatikan.

9
SNP (Standar Nasional Pendidikan) adalah serangkaian standar yang ditetapkan oleh
pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, ada beberapa
permasalahan yang dapat menghambat pencapaian SNP. Berikut beberapa contohnya :
1. Kurangnya sumber daya: Banyak sekolah di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,
masih mengalami keterbatasan sumber daya seperti fasilitas pendukung, buku teks,
laboratorium, dan infrastruktur yang memadai. Keterbatasan ini dapat menghambat
pencapaian SNP, terutama dalam hal pelaksanaan kurikulum yang efektif.
2. Kualifikasi guru yang rendah: Beberapa sekolah di Indonesia masih menghadapi masalah
dalam hal kualifikasi dan kompetensi guru. Banyak guru yang belum memenuhi syarat
pendidikan atau kurang mendapatkan pelatihan yang memadai. Hal ini dapat berdampak
negatif pada kualitas pembelajaran dan pencapaian SNP.
3. Kesenjangan pendidikan antar daerah: Terdapat kesenjangan yang signifikan dalam
pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia. Pendidikan di daerah
pedesaan sering kali mengalami kendala dalam aksesibilitas, kualitas guru, dan kurikulum
yang relevan. Kesenjangan ini dapat mempengaruhi pencapaian SNP secara keseluruhan.
4. Pengukuran yang tidak akurat: Implementasi dan pengukuran SNP yang tidak akurat
dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara target dan pencapaian sebenarnya. Pengukuran
yang buruk dapat mengaburkan gambaran sebenarnya tentang tingkat keberhasilan atau
kegagalan dalam mencapai SNP.
5. Ketidakseimbangan fokus: Terkadang, sekolah cenderung fokus pada pencapaian nilai
ujian nasional atau ujian standar, sehingga mengabaikan aspek penting lainnya dalam
pendidikan, seperti pengembangan keterampilan sosial, kegiatan ekstrakurikuler, dan
pengembangan karakter. Hal ini dapat menghambat pencapaian SNP yang mencakup
dimensi yang lebih luas.
6. Rendahnya partisipasi orang tua: Kurangnya partisipasi orang tua dalam mendukung
pendidikan anak-anak mereka juga dapat menjadi hambatan dalam mencapai SNP. Orang
tua yang tidak terlibat secara aktif dalam pendidikan anak-anak cenderung mengurangi
motivasi dan kualitas belajar siswa.
7. Keterbatasan Anggaran: Salah satu permasalahan utama dalam implementasi SNP adalah
keterbatasan anggaran. Untuk meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh,
dibutuhkan investasi yang signifikan dalam infrastruktur, pelatihan guru, pengembangan
kurikulum, dan sumber daya lainnya. Jika anggaran yang tersedia terbatas, maka akan sulit
untuk mencapai hasil yang diharapkan
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya yang
komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
peningkatan alokasi anggaran pendidikan, peningkatan kualitas guru melalui pelatihan dan
pengembangan profesional, pengembangan infrastruktur pendidikan yang memadai,
peningkatan aksesibilitas pendidikan di daerah pedesaan, perbaikan sistem pengukuran dan
evaluasi, serta peningkatan partisipasi orang tua dalam pendidikan.

10
C. Komponen Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Mutu berasal dari bahasa Latin yaitu qualis yang artinya what kind of. Menurut Deming
mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan
produk. Mutu menurut Crosby ialah kesesuaian dengan yang diisyaratkan. West Burnham
mengatakan mutu adalah ukuran relatif suatu produk atau jasa sesuai dengan standar mutu
desain. Mutu desain meliputi spesifikasi produk atau mutu kesesuaian, yaitu seberapa jauh
suatu produk telah memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang ditetapkan
Mutu merupakan kemampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa yang
dapat memenuhi kebutuhan atau harapan dan kepuasan pelanggan, dalam pendidikan yang
dimaksud dengan pelanggan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu internal customer (siswa
atau mahasiswa sebagai pembelajar sekaligus input) dan eksternal customer (masyarakat dan
dunia industri)
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal ini mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam” proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai
input seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai
kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi sarana prasarana, sumber daya
lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan”
mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap
akhir semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau
hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis (misalnya
tes formatif, sumatif, dan UN). Dapat pula prestasi di bidang lain, seperti prestasi di suatu
cabang olahraga, seni, atau ketrampilan tambahan tertentu, misalnya: komputer, beragama jenis
teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang
(intangible), seperti suasana, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, toleransi,
emosional, dan sebagainya.
Mutu pendidikan adalah hasil belajar, yang menyangkut prestasi belajar mengajar yang
dicapai siswa baik yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap atau prilaku setelah
mempelajari pendidikan agama Islam dalam kurun waktu tertentu/semester yang dinyatakan
dalam bentuk nilai rapotr/semester.
Sistem penjaminan mutu pendidikan melibatkan berbagai komponen yang bekerja
bersama untuk memastikan kualitas pendidikan yang baik. Berikut ini adalah beberapa
komponen penting dalam sistem penjaminan mutu pendidikan:
1. Standar Pendidikan: Standar pendidikan adalah pedoman yang menggambarkan
harapan dan ekspektasi tentang kualitas pendidikan yang diinginkan. Standar ini
mencakup berbagai aspek, termasuk kurikulum, metode pengajaran, fasilitas, dan
penilaian. Standar pendidikan yang jelas dan terukur membantu dalam menentukan
indikator pencapaian kualitas pendidikan.
2. Evaluasi dan Pengukuran: Evaluasi dan pengukuran dilakukan untuk memantau dan
menilai kualitas pendidikan. Ini melibatkan penggunaan instrumen penilaian, seperti
ujian, tugas, dan penilaian formatif, untuk mengukur pencapaian siswa dan efektivitas

11
proses pembelajaran. Evaluasi juga dapat melibatkan pengumpulan data tentang kinerja
sekolah, guru, dan siswa untuk mengidentifikasi kekuatan dan area perbaikan.
3. Akreditasi: Akreditasi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh badan akreditasi
yang independen untuk menentukan apakah lembaga pendidikan memenuhi standar
tertentu. Akreditasi biasanya melibatkan tinjauan menyeluruh terhadap kurikulum,
fasilitas, pengajaran, dan manajemen sekolah. Lembaga pendidikan yang telah
diakreditasi dianggap memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.
4. Pengembangan Profesional Guru: Guru yang berkualitas adalah faktor kunci dalam
penjaminan mutu pendidikan. Oleh karena itu, sistem penjaminan mutu pendidikan
harus mencakup komponen pengembangan profesional bagi guru. Ini dapat melibatkan
pelatihan, workshop, seminar, atau program pengembangan lainnya yang dirancang
untuk meningkatkan keterampilan pedagogis dan pengetahuan subjek guru.
5. Pengawasan dan Supervisi: Pengawasan dan supervisi berperan dalam memastikan
bahwa sekolah dan lembaga pendidikan melaksanakan kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan. Hal ini melibatkan pengawasan oleh pemerintah, otoritas pendidikan,
atau badan pengawas pendidikan yang bertanggung jawab untuk memantau kegiatan
sekolah dan memberikan umpan balik untuk perbaikan.
6. Keterlibatan Masyarakat: Keterlibatan masyarakat juga merupakan komponen penting
dalam sistem penjaminan mutu pendidikan. Melibatkan orang tua, siswa, dan
masyarakat secara luas dalam proses pengambilan keputusan dan evaluasi dapat
membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang responsif dan meningkatkan
akuntabilitas.
7. Sistem Informasi dan Pelaporan: Sistem informasi yang efektif dan pelaporan yang
akurat mendukung sistem penjaminan mutu pendidikan. Data yang terkumpul tentang
kinerja siswa, guru, dan sekolah dapat digunakan untuk menganalisis tren,
mengidentifikasi masalah, dan membuat keputusan cerdas

D. Permasalahan Dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

Sistem penjaminan mutu pendidikan menghadapi beberapa permasalahan yang dapat


mempengaruhi efektivitas dan keberhasilannya. Beberapa permasalahan umum dalam sistem
penjaminan mutu pendidikan meliputi:
1. Standar yang tidak jelas: Standar penjaminan mutu pendidikan yang tidak jelas atau
tidak memadai dapat menyebabkan ketidakpastian dalam proses evaluasi dan penilaian
kualitas pendidikan. Kurangnya kriteria yang jelas dan terukur dapat menghambat
upaya meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
2. Ketidaktersediaan data yang akurat dan dapat diandalkan: Sistem penjaminan mutu
pendidikan membutuhkan data yang akurat dan dapat diandalkan untuk melakukan
evaluasi. Namun, seringkali data yang diperlukan tidak tersedia atau tidak lengkap,
sehingga membuat sulit untuk membuat keputusan yang berdasarkan bukti.

3. Kurangnya partisipasi stakeholder: Melibatkan berbagai pemangku kepentingan


(stakeholder) seperti guru, siswa, orang tua, dan masyarakat umum dalam proses

12
penjaminan mutu pendidikan sangat penting. Namun, seringkali terjadi kurangnya
partisipasi aktif dari stakeholder dalam merancang dan melaksanakan program
penjaminan mutu.

4. Kurangnya sumber daya: Sistem penjaminan mutu pendidikan memerlukan sumber


daya yang memadai, baik dalam hal personel, anggaran, dan infrastruktur. Namun,
seringkali terjadi keterbatasan sumber daya yang menghambat upaya penjaminan
mutu yang efektif.

5. Kurangnya kesadaran dan komitmen: Kesadaran dan komitmen yang rendah dari
semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat
umum, dapat mengurangi efektivitas sistem penjaminan mutu pendidikan. Tanpa
dukungan dan komitmen yang kuat, implementasi perubahan dan upaya peningkatan
kualitas pendidikan dapat terhambat.

6. Kurangnya mekanisme umpan balik: Sistem penjaminan mutu pendidikan yang efektif
memerlukan mekanisme umpan balik yang baik antara lembaga pendidikan dan
pemangku kepentingan lainnya. Kurangnya mekanisme umpan balik yang efektif dapat
menghambat perbaikan dan pengembangan yang berkelanjutan dalam kualitas
pendidikan.
Dalam mengatasi permasalahan-permasalahan ini, penting untuk melibatkan semua pemangku
kepentingan terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sistem penjaminan mutu
pendidikan. Perbaikan dan pembaruan sistem penjaminan mutu pendidikan juga perlu
didukung oleh alokasi sumber daya yang memadai dan komitmen yang kuat dari semua pihak
terkait.

13
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah sebagai berikut:
1. Pentingnya kualitas pendidikan: SNP menekankan pentingnya meningkatkan kualitas
pendidikan di semua tingkatan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa setiap peserta didik menerima
pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka.
2. Konsistensi dan keseragaman: SNP membantu menciptakan konsistensi dan
keseragaman dalam sistem pendidikan di seluruh negara. Standar yang jelas dan jelas
membantu memastikan bahwa konten kurikulum, metode pengajaran, penilaian, dan
pengelolaan sekolah dilakukan secara konsisten di berbagai wilayah.
3. Pengembangan kompetensi: SNP menetapkan standar kompetensi yang harus dicapai
oleh peserta didik pada setiap tingkatan pendidikan. Hal ini membantu memastikan
bahwa pendidikan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja,
serta mempersiapkan peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat.
4. Pengawasan dan akuntabilitas: SNP juga berfungsi sebagai alat untuk mengawasi dan
memantau kualitas pendidikan. Dengan adanya standar yang jelas, lembaga pendidikan
dapat dievaluasi dan diawasi secara objektif. Ini juga memungkinkan adanya
akuntabilitas bagi pihak-pihak terkait, termasuk guru, kepala sekolah, dan pemerintah.
5. Pengembangan sistem pendidikan: SNP mendorong pengembangan dan pembaruan
sistem pendidikan secara berkelanjutan. Standar ini dapat diperbarui dari waktu ke
waktu sesuai dengan perkembangan dalam pendidikan dan tuntutan masyarakat.
Dengan demikian, SNP membantu memastikan bahwa sistem pendidikan terus
berkembang dan relevan dengan kebutuhan masa depan.
Kesimpulan ini menggarisbawahi pentingnya SNP dalam memastikan kualitas, keseragaman,
dan akuntabilitas pendidikan, serta pengembangan sistem pendidikan yang berkelanjutan. SNP
merupakan alat yang penting dalam upaya meningkatkan pendidikan di suatu negara.

B. Saran
Makalah yang kami buat ini belumlah sempurna, untuk itu, saran dankritikan dari pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah yang kami buat ini. Semoga makalah ini
bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita.

14
DAFTAR PUSTAKA

Husaini Usman, Manajemen Teori praktik & Riset Pendidikan


Nanang Fatah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.
Edward Sallis, Total Quality Managemen in Education: Managemen Mutu Pendidikan
Husaini Usman, Manajemen Teori praktik & Riset Pendidikan
UmbuTagela Ibi Leba & Sumardjono Pandmomartono. Profesi Pendidikan.
Choirun Fuad Yusuf, Budaya Sekoalh & Mutu Pendidikan

https://chat.openai.com/?model=text-davinci-002-render-sha

15

Anda mungkin juga menyukai