Anda di halaman 1dari 12

Modul 5 : Non-Destructive Test (NDT) dan Interpretasi Foto

Scanning Electron Microscope (SEM)

Fatmawati, Lulu Intan (12517019)


Program Studi Sarjana Teknik Metalurgi
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung, Indonesia

E-mail : luluintan_fatmawati@students.itb.ac.id

Abstrak. Non-destructive test merupakan teknik pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat fisik suatu material tanpa mengubah atau merusak material. Alat yang digunakan
yaitu Ultrasonic Thickness Gauge (UTG) dan Surface Roughness Test (SRT). Percobaan UTG
dilakukan dengan mengukur ketebalan pelat baja dengan menggunakan UTG dan hasilnya
dibandingkan dengan hasil pengukuran ketebalan dengan menggunakan vernier caliper. Selain
itu, parameter kekasaran permukaan pelat aluminium dengan menempatkannya di detector
SRT dan kemudian nilai-nilai parameter kekasaran tersebut akan ditampilkan pada alat.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ketebalan pelat baja menggunakan Ultrasonic
Thickness Gauge (UTG) dan Vernier Calipers, menentukan parameter kekasaran permukaan
pelat aluminium dengan Surface Roughness Test (SRT) serta menentukan proses-proses yang
pernah dilalui oleh material uji SRT. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan ketebalan
pelat baja dengan UTG adalah 0,5 cm sedangkan dengan menggunakan vernier caliper
ketebalannya adalah 0,46 cm. Adapun parameter kekasaran rata-rata aritmetik (Ra) yang
diperoleh adalah 0,066 µm.

Kata Kunci : non-destructive test, ultrasonic thickness gauge, surface roughness test,
scanning electron microscope

1. Pendahuluan

Sejumlah teknik Non-Destructive Test (NDT) telah dikembangkan yang memungkinkan deteksi dan
pengukuran untuk pengukuran cacat internal dan permukaan[1]. Teknik ini menentukan struktur
komponen yang mengalami kecacatan yang dapat menyebabkan kegagalan premature juga untuk
mengontrol proses manufaktur dan tidak merusak material/struktur yang diuji[1]. Beberapa teknik NDT
yang umumnya digunakan antara lain scanning electron microscope, dye penetrant, ultrasonics,
optical microscopy, visual inspection, acoustic emission, dan radiography[1]. Teknik pengukuran
ketebalan ultrasonic memungkinkan pengukuran yang cepat dan andal tanpa memerlukan akses ke
kedua sisi material[2]. Pengukuran ketebalan dengan pulsa-gema ultrasonic menentukan ketebalan dari
suatu bagian/struktur dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh pulsa ultrasonic pendek yang
dihasilkan oleh transducer yang kemudian dipantulkan ke material dan dikembalikan lagi ke
transducer kemudian waktu tempuh hasil pengukuran tersebut dibagi dua dan dikalikan dengan
kecepatan suara untuk mendapatkan nilai ketebalan dari sampel uji [2]. Roughness didefinisikan sebagai
ketidakhalusan bentuk yang menyertai proses produksi yang disebabkan oleh pengerjaan mesin [3].
Nilai kekasaran dinyatakan dalam Roughness Average (Ra) yang banyak dipakai secara
internasional[3]. Prinsip kerja Surface Roughness Test adalah dengan menggunakan transducer yang
kemudian diolah oleh microprocessor[3]. Pengukuran kekasaran permukaan diperoleh dari sinyal
pergerakan stylus yang berbentuk diamond untuk bergerak sepanjang garis lurus pada permukaan
sebagai alat indicator pengukur kekasaran permukaan benda uji[3]. Pada scanning electron microscope,
permukaan specimen uji di-scan dengan berkas electron kemudian berkas electron yang dipantulkan
akan dikumpulkan dalam sebuah cathode ray tube (CRT) dan akan ditampilkan gambar dari
permukaan specimen uji[1].

2. Metode Percobaan

2.1. Alat dan Bahan

2.1.1. Alat

- Ultrasonic Thickness Gauge

- Surface Roughness Test

2.1.2. Bahan

- Pelat Baja

- Pelat Aluminium

- Couplant

2.2. Prosedur Percobaan Ultrasonic Thickness Gauge

Spesimen uji berupa pelat baja disiapkan. Selanjutnya, digunakan spidol untuk menandai 3 titik
pada pelat yang akan diukur ketebalannya. Kemudian, dilakukan pengukuran ketebalan dari pelat baja
tersebut menggunakan vernier calipersp pada 3 tempat yang telah ditandai. Setelah hasil pengukuran
diperoleh kemudian dilakukan penghitungan rata-rata nilai ketebelan hasil pengukuran vernier
calipers. Setelah pengukuran ketebalan dengan vernier calipers dilakukan, pengukuran ketebalan
dilanjutkan dengan menggunakan UTG. Dilakukan kalibrasi alat UTG terlebih dahulu dengan
menggunakan specimen uji untuk kalibrasi. Couplant dioleskan pada probe agar hasil pengukuran
ketebalan dapat dibaca oleh alat. Selanjutnya, dilakukan pengukuran ketebalan pelat baja dengan
menggunakan probe yang telah diolesi dengan couplant. Pengukuran ketebalan tersebut juga
dilakukan pada 3 tempat yang telah ditandai pada proses sebelumnya. Hasil pengukuran ketebalan
dengan menggunakan UTG tersebut dirata-rata untuk mendapatkan nilai ketebalan pelat baja.
Kemudian, hasil pengukuran ketebalan dari vernier calipers dan UTG dibandingkan.

2.3. Prosedur Percobaan Surface Roughness Test

Percobaan ini diawali dengan melakukan kalibrasi alat SRT dengan menggunakan logam
standar yang merupakan bagian dari set alat. Spesimen uji berupa pelat aluminium disiapkan.
Selanjutnya, specimen diletakkan di bawah dial indicator dan dilakukan setting pada alat untuk
parameter yang ingin ditentukan juga diatur kecepatan bergerak stylud sebesar 0.2 cm/s. Stylus akan
bergerak maju kemudian mundur untuk menentukan parameter kekasaran sampel uji. Pada alat akan
dimunculkan parameter kekasaran hasil pengukuran dengan SRT dan kemudian dilakukan pencetakan
hasil percobaan tersebut.

2.4. Prosedur Percobaan Prepasi Sampel SEM


Pada percobaan ini, sampel uji dibersihkan. Selanjutnya dilakukan pengeringan sampel dengan
vakum jika memungkinkan dengan tujuan agar sampel terbebas dari H 2O. Kemudian, sampel
ditemoatkan pada sample holder sample holder yang memiliki spesifikasi 12 mm atau 25 mm. Sampel
kemudian ditempelkan dengan menggunakan double-sided tape konduktif. Setelah itu, dilakukan
pengamatan terhadap sampel dengan menggunakan perbesaran tertentu. Hasil pengamatan dari SEM
ditampilkan dalam bentuk foto.

3. Hasil Percobaan dan Pembahasan

3.1. Data Hasil Percobaan

Tabel 1. Data Hasil Percobaan UTG

Ketebalan (cm)
No. Sampel Material Rata- Vernier Rata-
UTG
rata Calipers rata

0.49 0.45
Pelat
1 Baja 0.5 0.46
Baja 0.50 0.46
0.51 0.47

Berdasarkan data hasil pengukuran ketebalan dari percobaan yang dilakukan didaptatkan nilai
ketebalan rata-rata untuk pelat baja yang diukur dengan menggunakan UTG adalah 0,46 cm sedangkan
nilai ketebalan rata-rata untuk pelat baja dari hasil pengukuran dengan vernier calipers adalah 0,50
cm. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar 0,04 cm.
Perbedaan hasil pengukuran tersebut dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu sebagai berikut.
Pertama, pengukuran ketebalan dengan UTG menggunakan prinsip pemantulan gelombang ultrasonic
hanya pada suatu jenis logam tertentu saja sehingga apabila dalam specimen uji terdapat mineral
pengotor nya (specimen uji kurang homogen) maka sinyal yang dihasilkan oleh probe tersebut hanya
akan mengukur ketebalan dari logam murni dalam specimen tersebut. Hal ini akan berakibat pada
ketidakakuratan pengukuran ketebalan hasil UTG dengan ketebalan actual dari specimen uji.
Kedua¸pada percobaan juga terdapat kesalahan praktikan karena kurang teliti dalam membaca skala
vernier calipers hasil pengukuran ketebalan dari pelat baja tersebut. Ketiga, kurang meratanya lapisan
couplant yang diberikan sewaktu akan dilakukan pengukuran ketebalan dengan UTG sehingga
menyebabkan gelombang yang dipantulkan oleh material mengalami distorsi yang membuat data yang
diperoleh menjadi kurang akurat. Untuk menghasilkan hasil pengukuran yang akurat maka teknik
coupling harus dilakukan secara konsisten[2]. Keempat, kekasaran permukaan specimen uji yang dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran. Adanya variasi ketebalan tersebut menyebabkan gelombang
gema yang dikembalikan terdistrosi karena adanya keberagaman jarak tempuh yang dideteksi oleh
transducer[2].

3.2. Keunggulan VC dibanding UTG

Vernier Calipers sebagai alat ukur manual memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
Utrasonic Thickness Gauge. Pertama, Vernier caliper dapat digunakan untuk mengukur material yang
memiliki permukaan yang tidak rata sedangkan ultrasonic thickness gauge hanya dapat digunakan
secara akurat jika permukaan specimen uji nya rata. Dengan demikian, vernier calipers dapat
digunakan untuk mengukur ketebalan dari material yang memiliki ketebalan hingga batas minimum
ketebalan yang dapat diukur oleh vernier caliper tersebut. Kedua, proses pengukuran dengan vernier
caliper tidak menggunakan komposisi kimia dari material yang akan diuji karena proses
pengukurannya dilakukan secara manual sedangkan pengukuran dengan ultrasonic thickness gauge
dilakukan dengan memancarakan gelombang dari probe yang selanjutnya dihitung waktu tempuh nya
sampai kembali ke probe yang mana proses pemantulan gelombang ini juga dipengaruhi oleh
komposisi kimia yang dimiliki oleh partikel uji tersebut. Ketiga, vernier calipers tidak memerlukan zat
tambahan untuk melakukan pengukuran sedangkan ultrasonic thickness gauge memerlukan zat
tambahan berupa couplant agar hasil pengukuran dapat terbaca pada alat.

3.3. Prinsip UTG, SRT, dan SEM

3.3.1. Prinsip UTG

Ultrasonic non-destructive testing merupakan suatu metode karakterisasi ketebalan


material atau sifat fisik lainnya dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi [2].
Dalam aplikasi pengukuran ketebalan, teknik ultrasonic memungkinkan perngukuran secara
cepat dan andal tanpa melalui kedua sisi material. Alat ini menentukan ketebalan dari suatu
bagian atau struktur dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh pulsa gelombang ultrasonic
yang dihasilkan oleh transducer dalam menempuh jarak sampai mencapai ketebalan material
kemudian dipantulkan kembali ke permukaan material dan diteruskan kembali ke transducer[2].
Ketebalan dari material diperoleh dengan pembacaan hasil yang tertera di alat dimana nilai
ketebalan tersebut ditentukan dari hasil perkalian antara waktu tempuh transit yang terbaca oleh
alat dibagi dua dan kecepatan rambat gelombang bunyi untuk setiap material uji[2].

3.3.2. Prinsip SRT

Surface roughness test merupakan suatu metode untuk menentukan kekasaran permukaan
dari suatu material dimana kekasaran merupakan ketidakhalusan bentuk yang menyertai proses
produksi yang disebabkan oleh pengerjaan mesin[3]. Pengukuran kekasaran permukaan diperoleh
dari sinyal pergerakan stylus berbentuk diamond untuk bergerak sepanjang garis lurus pada
permukaan sebagai alat indicator pengukur kekasaran permukaan benda uji[3]. Pada saat
pengujian, sensor ditempatkan pada permukaan material dan kemudian stylus akan bergerak
meluncur sepanjang permukaan yang seragam dengan gerakan maju kemudian mundur[3].
Pergerakan stylus yang maju kemudian mundur ini yang digunakan untuk menentukan nilai
kekasaran material karena pada saat stylus bergerak secara horizontal maka stylus tersebut juga
akan mengalami gerak vertikal ke atas dan ke bawah yang disebabkan oleh tekstur kekasaran
dari permukaan material tersebut.

3.3.3. Prinsip SEM

Pengujian dalam skala mikroskop dilakukan dengan perbesaran yang tinggi dan pada
umumnya digunakan scanning electron microscope[1]. Prinsip scanning electron microscope
yaitu seberkas electron ditembakkan oleh electron gun kemudian berkas electron tersebut
dipercepat dengan menggunakan anode[7]. Elektron tersebut kemudian difokuskan ke sampel
dengan menggunakan lensa dan kemudian akan dilakukan scanning terhadap sampel dengan
electron tersebut[7]. Selanjutnya, akan terdapat electron hasil interaksi yang dikenal sebagai
secondary dan backscattered electron yang akan ditangkap oleh detector dan hasil tersebut akan
ditampilkan pada cathode ray tube (CRT) berupa gambar yang merepresentasikan permukaan
dari material tersebut[7].

3.4. Hasil Pengujian SRT dan hubunganya dengan surface finish chart

Tabel 2. Data Hasil Percobaan SRT


Rq Rmax
Sampel Ra (µm) Rt (µm)
(µm) (µm)

Pelat
0.066 0.418 0.079 0.418
Aluminium

Berdasarkan pada hasil percobaan didapatkan bahwa nilai kekasaran rata-rata aritmetik (Ra)
permukaan sebesar 0,066 µm. Berdasarkan pada surface finish chart, karena nilai Ra berada
pada rentang berada pada rentang 0,05 < Ra < 0,1 dapat diperkirakan bahwa pelat aluminum
tersebut merupakan hasil pembentukan logam dengan teknik abrasivitas yaitu lapping dan
superfinishing. Lapping adalah proses yang digunakan untuk menghasilkan permukaan datar
sebagai bentuk penyempurnaan geometri dengan hasil akhir yang sangat halus sedangkan
superfinishing akan menghasilkan produk dengan permukaan seperti kaca dengan kekasaran
aritmetik rata-rata (Ra) yang rendah[6]. Pengaplikasian Surface Roughness Test ini dapat
digunakan untuk mengetahui kekasaran permukaan dari suatu material sehingga dapat diketahui
tekstur dari permukaan material tersebut. Setiap proses manufaktur akan memproduksi tekstur
permukaan tertentu yang dapat mengoptimalkan penggunaan tekstur tersebut untuk berbagai
keperluan. Tekstur permukaan tersebut juga akan mempengaruhi pemanfaatan lanjutan dari
material tersebut.

3.5. Interpretasi Foto SEM

3.5.1. Karakterisitik jenis patahan yang dapat diidentifikasi oleh SEM

Hasil pengamatan jenis patahan yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan Scanning
Electron Microscope secara umum dibagi menjadi 3 bagian, yaitu patah ulet, patah getas, dan
patah yang disebabkan oleh fatigue (kelelahan). Adapun penjelasan tiap bagian tersebut adalah
sebagai berikut.

1. Patah Ulet

Patah ulet biasanya terjadi pada sebagian besar logam dimana terjadi deformasi plastis yang
mengawali crack dan crack tersebut bersifat stabil karena tahan terhadap pembebanan yang
diberikan hingga batas pembebanan maksimum[8]. Secara makroskopis, patah ulet ditandai
dengan karakteristik bentuk permukaan yang dinamakan cup-and-cone fracture sedangkan
area dalam dari permukaan memiliki bentuk tidak beraturan dan keliatan berserat yang
menunjukkan adanya deformasi plastis[1]. Sedangkan jika dilihat secara mikroskopis, patah
ulet ini ditandai dengan munculnya dimples yang membulat jika beban dikenai pembebanan
tarik dalam satu sumbu [1]. Setiap dimples memiliki bentuk setengah lingkaran dan akan
mengalami pemisahan selama proses peretakan[1]. Namun, dimples tersebut akan mengalami
pemanjangan, berbetuk seperti C yang menunjukkan adanya kegagalan geser pada logam
tersebut[1]. Kenampakan patah ulet secara makroskopis yaitu sebagai berikut.
Gambar 3.5.1.1. Cup-and- Cone Fracture pada Aluminium[1]

(a) (b)

Gambar 3.5.1.2. (a) Spherical Dimples[1] (b) Parabolic Shapes Dimples[1]

2. Patah Getas

Patah getas terjadi tanpa adanya deformasi plastis yang cukup besar dan terjadi perambatan
retak secara cepat sehingga arah retakan yang dihasilkan cenderung tegak lurus terhadap
tegangan utama dengan permukaan patahan yang rata [1].

Gambar 3.5.1.3. Patah Getas pada Mild Steel[1]

Patah getas dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Transgranular Fracture
Perambatan retak terjadi dengan pemutusan ikatan atom di dalam butiran yang terjadi
secara berturut-turut dan berulang yang disebut sebagai cleavage[1]. Secara
makroskopis, patahan jenis ini menghasilkan tekstur yang kasar sebagai akibar dari
perubahan arah orientasi dari bidang belahan dari satu butir ke butir yang lain [1].
Adapun bentuk dari patahan ini yaitu sebagai berikut.

Gambar 3.5.1.4. (a) Skematik Transgranular Fracture[1] (b) Kenampakan Transgranular Fracture
pada Ductile Cast Iron[1]

b. Intergranular Fracture

Perambatan patahan jenis ini terjadi di batas butiran yang dihasilkan dari suatu proses
yang melemahkan energy dari batas butir sehingga memungkinkan terjadinya patah
getas intergranular[1].

Gambar 3.5.1.2. (a) Skematik Intergranular Fracture[1] (b) Kenampakan permukaan Intergranular
Fracture dari Scanning Electron Fractograph[1]
3. Patah Fatigue (Kelelahan)

Patah jenis ini disebabkan oleh adanya beban dinamik (pembebanan yang dilakukan secara
berulang-ulang atau berubah-ubah). Karakteristik makrosokopis dari fatigue yaitu tidak
adanya deformasi plastis secara makro, terdapat tanda beachmarks/clam sheel/arrest marks,
terdapat rachet marks[1]. Sedangkan karakterisitik mikroskopis dari fatigue yaitu pada
permukaan patahan terdapat striasi dan permukaan patahan yang memperlihatkan jenis
patah transgranular (memotong batas butir) tidak seperti yang terjadi pada kasus stree
corrosion cracking atau creep[1].

3.5.2. Perbandingan patah ulet dan patah getas

Patah adalah pemisahan sebuah benda menjadi beberpaa bagian yang disebabkan oleh
adanya tegangan pada temperature dibawah titik leleh yang dilakukan dengan adanya
pembentukan crack dan perambatan crack[8]. Bergantung pada kemampuan suatu material untuk
terdeformasi plastis sebelum patah terdapat dua jenis patahan, yaitu patah ulet dan patah getas.
Perbedaan dari patah getas dan ulet yaitu pada patah ulet terjadi deformasi plastis yang besar
serta energi yang diserap oleh material (luas daerah dibawah kurva uji-tarik) lebih besar hingga
sebelum patah sedangkan patah getas mengalami deformasi plastis sedikit dan energi yang
diserap sebelum patah lebih rendah[8].

3.6. Kegunaan NDT di Industri dan contoh industri yang menggunakan NDT

Salah satu contoh penggunaan NDT di bidang industri yaitu pendeteksian retak dan
kebocoran dalam dinding saluran pipa minyak dalam dalam area yang jauh seperti di Alaska.
Analisis ultrasonic digunakan dengan mengkombinasikannya dengan “robotic analyzer” yang
dapat menjelajahi saluran pipa untuk mendeteksi gejala keretakan dan kebocoran [1]. Industri
yang menggunakan uji NDT adalah PT. Testindo yang menyediakan jasa pengujian NDT [9].
Industri lainnya yang juga menggunakan uji NDT adalah PT. Terra Samudra Eng[10].

4. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan
1. Berdasaran hasil pengukuran, ketebalan pelat baja hasil pengukuran dengan vernier calipers dan
UTG secara berturut-turut adalah 0,46 cm dan 0,5 cm.
2. Berdasarkan hasil pengukuran Surface Roughness Testing, nilai kekasaran rata-rata aritmetik
(Ra) untuk pelat aluminium adalah 0,066 µm.
3. Dengan membandingkan nilai kekasaran rata-rata aritmetik (Ra) didapat bahwa pelat aluminium
yang digunakan pada uji SRT telah melewati proses lapping dan superfinishing.

4.2. Saran
1. Percobaan Ultrasonic Thickness Gauge hendaknya sampel uji ditambah dan juga dilakukan
pengukuran berulang oleh pengamat yang berbeda agar hasil pengukuran lebih objektif.
2. Pada percobaan Surface Roughness Testing perlu diberikan tambahan alas di bawah specimen uji
untuk memastikan stylus dapat menyentuh semua permukaan yang akan dilintasi oleh stylus pada
saat pengukuran kekasaran permukaan.
3. Pada percobaan Surface Roughness Testing juga perlu ditambahkan specimen uji lain sehingga
dapat dibandingkan nilai kekasaran permukaan dari specimen-spesimen uji tersebut.
5. Daftar Pustaka

[1] Callister, W. D., Retwisch, D. G. 2012. Fundamentals of Materials Science and Engineering :
An Intergrated Approach. Wiley.
[2] Fowler, K. A., G. M. Elfbaum, T. J., Kohser, R. A. Theory and Application of Precision
Ultrasonic Thickness Gaging. Olympus Corporation.
[3] Informasi dari https://www.alatuji.com/index.php?/kategori/113/roughness-tester diakses pada
28 Maret 2019.
[4] Surface Chart Diagram dari https://www.cnccookbook.com/surface-finish-chart-symbols-
measure-calculators/ diakses pada 28 Maret 2019.
[5] Informasi dari https://nptel.ac.in/courses/112105127/pdf/LM-30.pdf diakses pada 27 Maret
2019.
[6] Informasi dari
https://www.globalspec.com/learnmore/manufacturing_process_equipment/abrasives_grindin
g_finishing/grinding_machines_finishing_equipment/honing_lapping_super_finishing_machi
nes diakses pada 28 Maret 2019.
[7] Informasi dari https://www.nanoscience.com/techniques/scanning-electron-microscopy/ diakses
pada 28 Maret 2019.
[8] Informasi dari http://people.virginia.edu/~lz2n/mse209/Chapter8.pdf diakses pada 28 Maret
2019.
[9] Informasi dari http://terra-samudra.com/ diakses pada 4 April 2019.
[10] Informasi dari http://www.testindo.com/article/267/jenis-ndt-non-destructive-test diakses pada 4
April 2019.

6. Lampiran

6.1. Foto Percobaan


6.1.1. Pengukuran Ketebalan dengan Vernier Calipers

Gambar 6.1.1 Pengukuran Ketebalan dengan Vernier Calipers


6.1.2. Pengolesan Couplant

Gambar 6.1.2. Pengolesan Couplant

6.1.3. Pengukuran Ketebalan dengan UTG

Gambar 6.1.3. Pengukuran Ketebalan dengan UTG

6.1.4. Alat SRT

Gambar 6.1.4. Alat SRT

6.1.5. Pengukuran Parameter Kekasaran dengan SRT


Gambar 6.1.5. Pengukuran Parameter Kekasaran dengan SRT

6.1.6. Hasil SRT

Gambar 6.1.6. Hasil SRT

6.2. Surface Finish Chart


Berikut ini adalah surface finish chart yang digunakan.
Gambar 6.1.7. Surface Finish Chart[4]

Anda mungkin juga menyukai