Anda di halaman 1dari 18

Sebagaimana disebut di awal, bahwa manajemen pada dasarnya

adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan


pengontrolan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.98
Pengembangan dalam bahasa Inggris disebut dengan development
yang mempunyai makna: pertama, pengelolaan frase-frase dan motif-motif
dengan detail terhadap tema atau yang dikemukakan sebelumnya. Kedua,
suatu bagian dari karangan yang memperluas, memperdalam dan
menguatkan argumentasi yang terdapat dalam bagian eksposisi.99
Istilah pengembangan merupakan suatu kegiatan menghasilkan suatu
alat atau cara yang baru, yang selama kegiatan tersebut penilaian dan
96
Syamsul Arifin dan Ahmad Barizi, Paradigma Pendidikan Berbasis Pluralisme dan
Demokrasi, (Malang: UMM Press, 2001), Cet. I, hlm. 147
97
Tayar Yusuf dan Syaeful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 11
98
Sugiyono, Perspektif Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: UNY, 2001), hlm. 6
99
Komaruddin dan Yooke Tjuparman, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2000), hlm. 186

penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut dilakukan. Sedangkan


pengertian yang lainnya adalah suatu kegiatan yang menghasilkan cara baru
setelah diadakannya penilaian serta penyempurnaan seperlunya terhadap
kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan ciri
khas proses pembelajaran yang terjadi setelah usaha tertentu dibuat untuk
mengubah keadaan semula menjadi keadaan yang diharapkan. 100
Pengembangan berarti juga menjadikan sesuatu berkembang maju,
dan sempurna. Oleh Karena itu arah pengembangan pendidikan agama
Islam dimaksudkan untuk dapat mengantar peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Program adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha
yang akan dijalankan.101 Sedangkan menurut Farida Yusuf Tayibnapis arti
program adalah segala sesuatu yang dicoba dilakukan seseorang dengan
harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh.102
Menurut Suharsimi, program memiliki dua makna, pertama, makna
yang sederhana, yaitu program diartikan sebagai rencana atau rancangan

100
A. Tresna Sastra Wijaya, Pengembangan Program Pengajaran, (Bandung: PT.
Rineka Cipta Karya, 1999), hlm.14
101
W.J.S. Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1976), hlm. 769
102
Farid Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 9
kegiatan yang akan dilakukan ke depan.103 Kedua, program yang dikaitkan
dengan evaluasi, yaitu suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses
yang panjang, dan terjadi atau berlaku dalam sebuah organisasi yang
melibatkan banyak orang.104
Adapun program yang penulis maksud adalah rancangan usaha-
usaha yang akan dijalankan seseorang baik itu berbentuk nyata (tangible)
seperti materi atau yang berbentuk abstrak (intangible) seperti prosedur,
jadwal, dan sederetan kegiatan untuk meningkatkan sikap dengan harapan
usaha itu akan mendatangkan hasil atau pengaruh.
Di dalam GBPP Pendidikan Agama Islam sekolah umum,
menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati orang lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.105
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen pengembangan program pendidikan agama Islam adalah
sebagai suatu proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang
pendidikan agama Islam yang meliputi prosedur, perencanaan,

103
Suharsimi Arikunto dan Cepi Syafruddin Abdul Jabbar, Evaluasi Program
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 3
104
Ibid., hlm, 4
105
Muhaimin, Op.Cit., hlm. 75-76
pengorganisasian, pengarahan dan bimbingan, pengkoordinasian,
pengkomunikasian, pengawasan dan evaluasi, dengan menggunakan
fasilitas yang tersedia, baik personal, material ataupun spiritual guna
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

a. Pengertian Tahfizh Alqur’an


Tahfizh Alqur’an terdiri dari dua kata, yaitu Tahfizh dan Alqur’an. Secara Bahasa arab
(ilmu sharaf), tahfizh adalah kata jadian. Dia merupakan isim masdar (kata benda abstrak)
dari wazan (bentuk kata) fa’ala yufa”ilu taf’ilan, yang dalam disiplin ilmu sharaf disebut
ruba’I mazid bi ziyadah al tadh’iif al-ta’diyah alias kata berbasis empat huruf, yang dari akar
katanya telah mendapatkan tambahan huruf berupa tasydid atau penggandaan huruf, dengan
makna transitif. Jadi, kalau tahfidz itu tasrif (di-konjugasi), maka diperoleh deretan kata:
haffazha-yuhaffizhu-tahfiizhan.1
Menurut Istilah Tahfizh yang berarti menghafal. Menghafal dari kata dasar hafal yang
dari bahasa arab hafidza-yahfadzu-hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan
sedikit lupa.2
Selanjutnya, mengenai Alqur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Alqur’an
adalah Mashdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul yaitu maqru = yang dibaca.3 Menurut
istilah alqur’an adalah firman atau perkataan Allah SWT. Yang maha berkuasa yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam
hidup dan kehidupannya, dan kemudian diteruskan kepada kita sekarang secara mutawatir.
Membaca Alqur’an dihitung suatu ibadah, walaupun hanya membaca satu ayat paling pendek
sekalipun4. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut.
    
   
  
  
    

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alqur’an yang kami wahyukan kepada
hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alqur’an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang benar.”(QS. Al Baqaroh: 23)

Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa tahfizh Alqur’an merupakan
usaha seseorang untuk menjaga, menekuni dan menghafal Alqur’an agar tidak hilang dari
ingatan dengan cara selalu membacanya, menjaga hafalannya secara terus menerus. 5
b. Metode Tahfizh Alqur’an.
Dalam hal cara atau metode menghafal Alqur’an yang efektif, berlaku keberagaman,
bukan keseragaman. Maksudnya antara satu dan lain orang berlaku metode yang tidak sama,
tergantung pada karakter, daya serap dan daya ingat masing-masing. Saat ini sudah banyak
hafizh yang membukukan pengalaman menghafal mereka berbagai macam metode dalam
rangka mempermudah proses menghafal Alqur’an.6 Metode tersebut diantaranya:

1
A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun ( Jakarta: Transpustaka, 2013) hlm.1
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Pt Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2007), hlm, 107
3
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an &Tafsir, (Jakarta: bulan
Bintang, 2012), hlm. 1
4Muhammad Ahmad Abdullah, Metode Cepat & Efektif Menghafa Al-Qur’an Al-Karim, (Jogjakarta:

Garailmu, 2009), hlm. 137


5
A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun ( Jakarta: Transpustaka, 2013) hlm. 5
6
Ibid , hlm. 55
1) Metode seluruhnya, yaitu membaca satu halaman dari baris pertama sampai baris
terakhir secara berulang-ulang sampai hafal
2) Metode bagian, yaitu orang yang menghafal ayat demi ayat, atau kalimat demi kalimat
yang dirangkaikan sampai satu halaman.
3) Metode campuran, yaitu kombinasi antara metode seluruhnya dengan metode bagian.
Mula-mula dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian diulang
kembali secara keseluruhan.7
Di antara ketiga metode tersebut, yang terakhir tampaknya paling banyak dipakai orang
dalam mengahafal Alqur’an. Inilah, dalam prakteknya, biasanya dilakukan calon penghafal
Alqur’an:
1) Pertama-tama ialah dia membaca seluruh ayat yang hendak dihafalkan dalam satu
halaman dengan cara melihat mushaf (bi al-nazhar). Dia membacanya berulang-ulang
sambil mengamatinya dengan cermat, sehingga memperoleh gambar menyeluruh
tentang lafal maufun urutan ayat-ayat tersebut dengan benar dan cermat, baik huruf,
harakat maupun panjang-pendeknya, supaya yang masuk kedalam memori pada fase
paling awal adalah bacaan yang benar. Mereka dengan benar juga membantu
penghafalan dan pemeliharaan Alqur’an secara lebih mudah.
2) Selanjutnya dia menghafal ayat-ayat tersebut sedikit demi sedikit. Misalnya satu
baris, beberapa kalimat atau sepotong ayat yang pendek. Dia membacanya berulang-
ulang secara hafalan sampai tidak ada keselahan.
3) Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut dapat dihafal dengan lancar,
mulailah dia menambah hafalan dengan merangkaikan baris atau kalimat berikutnya,
sehingga sempurna satu ayat. Kemudian rangkaian ayat tersebut diulang kembali
sampai benar-benar dihafal.
4) Sesudah materi satu ayat dapat dihafal dengan lancar, dia berpindah ke nmateri ayat
berikutnya.
5) Untuk merangkaikan hafalan urutan kalimat dan ayat dengan benar, setiap selesai
menghafal materi atau ayat berikut, dia harus selalu mengulang-ulangi ayat pertama
dirangkaikan dengan ayat kedua dan begitu seterusnya.
6) Setelah ayat-ayat dalam satu halaman selesai dihafal, hendaknya dia membaca
kembali dari awal halaman secara hafalan, dan begitu seterusnya sampai tidak ada
keselahan, baik lafal maupun urutan ayat-ayatnya. Jika dia menemukan lafal-lafal
yang sulit, lafal-lafal yang serupa atau lafal-lafal yang hampir serupa dengan lafal
lain, hendaknya ini mendapat perhatian khusus, begitu pula dengan penutup atau
ujung setiap ayat, perlu diperhatikan secara seksama.
7) Setelah halaman yang ditentukan dapat dihafal dengan baik dan lancar, dilanjutkan
dengan menghafal halaman berikutnya.
8) Dalam hal menyambung halaman, perlu diperhatikan sambungan akhir halaman
tersebut dengan awal halaman berikutnya, sehingga hafalan tersebut sambung
menyambung. Karena itu, setiap selesai satu halaman, perlu juga diulang dengan
dirangkaikan dengan halaman-halaman berikutnya.
9) Dengan hafalan minimal dua halaman itu, hafizh menghadap kepada instruktur untuk
tashih (disimak dan dibetulkan) hafalannya serta mendapatkan pentunjuk-pentunjuk
dan bimbingan.8
Selain itu, ada juga metode menghafalkan Alqur’an adalah sebagai berikut :
1) Metode Kitabah
Metode Kitabah yaitu orang yang menghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang
akan di hafalkan kemudian ayat-ayat itu di baca hingga lancar dan benar bacaannya, lalu
di hafalkan. Dengan metode ini akan sangat membantu dalam mempercepat
terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.9

7
H. Sa’dulloh, 9 Cara Cepat Menghafal Al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hal.57
8
A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun ( Jakarta: Transpustaka, 2013) hlm.57
9
Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 66
Metode kitabah dalam menghafal Alqur’an sudah menggunakan tiga indera:
 Indera pendengaran
 Indera penghlihatan
 Indera peraba (hafalan tulisan).10
Jika menghafal dengan menggunakan ketiga indera ini, akan sulit untuk lupa. Maha
suci Allah SAW. yang telah mengajarkan manusia dengan qalam, sebagaimana firman-
Nya:
   
   
    

Bacalah, dan Rabbamullah yang maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan
perantara qalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”( QS.Al-
Alaq :3-5).
2) Metode Sama’i
Metode Sama’i yaitu seorang penghafal mendengarkan suatu bacaan untuk di
hafalkannya. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu dengan
mendengarkan dari guru yang membimbingnya dan mendengarkan kaset secara seksama
sambil mengikutinya secara perlahan-lahan.11
3) Metode Jami’
Metode Jami’ yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, ayat-ayat yang
dihafal di baca secara kolektif atau bersama-sama, di pimpin seorang Instruktur. Dimana
Instruktur itu membacakan satu atau beberapa ayat, dan santri menirukan secara
bersama-sama.12
Dan yang terpenting adalah membuat rasa senang dan nyaman anak ketika menghafal.
Untuk itu seorang guru atau ustadz harus pandai-pandai mengembangkannya dalam
rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur’an.
c. Syarat-syarat dalam Menghafal Al-Qur’an
Selain cara-cara yang telah diuraikan diatas, ada beberapa hal yang juga bias membantu
dalam menghafal Alqur’an dan mencapai hasil yang maksimal, baik dalam rangka
menghafal atau menjaga hafalan Alqur’an. hal ini sering disebut degan hal faktor
pendukung dalam menghafal Alqur’an Hal-hal tersebut adalah:
1) Niat (Intention)
Niat yang ikhlas, bulat, dan mantap sangat diperlukan dari calon penghafal sebab
apabila sudah niat yang bulat dan mantap, dus ada hasrat dan kemauan, maka kesulitan
apapun yang merintangi akan diterjang. Sebaliknya, bila orang menghafal al quran
karena terpaksa atau dipaksa orang lain, atau didasari motivasi ingin mendapat fasilitas
dan materi semata, maka umumnya dia tidak berhasil. Maklum, dia menghafal tanpa
suatu kesadaran diri sendiri dan rasa tanggungjawab. Apabila yang memaksa atau yang
menyuruh sudah jenuh, jenuh itu pula dia menhafalnya.13
Untuk melakukan ibadah diperlukan agar senantiasa ikhlas sebagaimanaFirman
Allah :
    
    
“katakanlah sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan ikhlas
(memurnikan) ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama”.(QS. Az Zumar: 11)

Sabda Nabi dalam dalam hadist Qudsi:


“Allah ta’ala berfirman dalam hadist qudsi: “sebaik-baik sekutu, maka barang siapa

10
Yahya Abdul Fattah Az-Zawawi, Revolusi Menghafal Al Qur’an, (Surakarta: Pt Insan Kamil, 2013), hlm. 85
11
Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 66
12
Ibid, hlm. 66
13 A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun ( Jakarta: Transpustaka, 2013), hlm. 41
yang mempersukutukan aku dengan yang lain, biarlah dia bersekutu dengan yang
yang lain. Hai manusia ikhlaskanlah amal kau karena Allah semata, sesungguhnya
Allah SWT tidak akan menerima amal-amal seorang kecuali ikhlas”

Perkara niat dalam kehidupan kita sehari-hari terkadang dianggap sebagai hal yang
sepele, hal ini seperti ajakan Nabi Muhammad SAW., kepada kita untuk memulai
segala sesuatu dengan lafal bismillahirrahmanirahim, tetapi terkadang kita lupa
melafalkannya. Dalam perkara menghafal Aqur’an, niat merupakan pintu pembuka
cahaya ilahiah yang akan membimbing seorang penghafal. Oleh karena itu, perbaikan
niat sebelum menghafal perlu diperhatikan oleh calon-calon penghafal, bahkan hal ini
juga berlaku kepada seseorang yang sudah hafal Alqur’an 30 juz.14
Seperti dikatakan ulama’ sufi Ahmad bin Muhammad Iskandar dalam kitab Al
Hikam.
ِ ‫ص ْو ٌر قَا ِئ َمةٌ َوأ َ ْر َوا ُح َها ُو ُج ْودُ ِس ِر‬
ُ َ‫اال ْخال‬
‫ص فِ ْي َها‬ ُ ‫األ َ ْع َما ُل‬
“Amal itu bagaikan jasad, sedangkan ruhnya adalah adanya rahasia keikhlasan
didalamnya.”15

2) Menjauhi Maksiat Dan Perbuatan Dosa


Hati yang gelap karena noda-noda maksiat dan selalu disibukan oleh kesenangan
dunia dapat menyebabkan dia tergelincir dan bergelimang dalam genangan dosa.
Sehingga maksiat tresebut akan menghalanginya untuk menghafal Alqur’an dan tidak
bias menerima cahaya dari Allah.16
 
  
   
    
  

“Syaitan telah mengusai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Allah”(QS. Al-Mujadilah: 19).

3) Menjauhi Sifat-sifat tercela (madzmumah)


Sifat madzmumah alias tercela harus dijauhi oleh setiap muslim, terutama calon
penghafal Alqur’an. Sifat madzmumah sangat besar pengaruhnya terhadap orang-orang
yang menghafal Alqur’an karena Alqur’an adalah kitab suci yang tidak boleh dinodai.
Diantara sifat madzmumah itu adalah ujub, riya, hasud dan lain sebagainya.17
Salah Satunya Ujub atau sombong adalah sikap hati (semangat ge-er alias gede
rasa), yaitu perasaan mengangumi diri sendiri. Misalnya, mengangumi kemampuan
dirinya untuk menghafal Alqur’an, kemampuan membaca kitab suci itu dengan baik
dan dengan suara merdu, atau ketekunan dirinya membaca siang dan malam.
4) Tentukan Target Hafalan Setiap Hari
Anda harus menentukan target hafalan setiap harinya. Sebab, pikiran bawah sadar anda
serta kemampuan otak anda lebih memahami hal-hal yang terperinci dan tidak
menyukai hal-hal yang bersifat umum. Oleh karenanya, sebaiknya anda tidak tidur
malam kecuali setelah anda menyelesaikan target hafalan anda, baik 7 halaman ataupun
7 baris.18

14 Muhammad Makmun Rasyid, Kemukjizatan Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Pt Elex Media


Komputindo, 2015), hlm.42
15
A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun, op. cit., ( Jakarta: Transpustaka, 2013), hlm. 42
16 Tim Penyusun Kurikulum, Panduan Tahfidz Al-Qur’an, (Bogor: Hasmi Islamic School, 2011), hlm. 14
17 A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun, op. cit., hlm. 42
18 Majdi Ubaid Al-hafizh, 9 Langkah Mudah Menghafal Al-Qur’an, (Solo: Pt Aqwam Media Profetika,

2014), hlm. 175


Point yang terpenting adalah menentukan rincian target hafalan setiap harinya. Dan
jangan mengubah jadwal mengubah jadwal harian anda sampai anda bisa
menghafalkannya dengan sempurna.19
َ َ ‫) إِ ْنت‬
5) Kontinuitas ) ‫ظ َم‬
Kontinuitas dan kedisiplinan dalam segala-galanya, termasuk kedisiplinan dalam hal
waktu, tempat dan terhadap materi-materi yang dihafal sangat diperlukan.
Singkronisasi antara pengguna waktu dan materi yang dihafal merupakan keharusan.
Jika penghafal telah menetapkan untuk menggunakan waktu pagi, misalnya pukul
05.00–07.00, guna menghafal materi baru dengan kemampuan menghafal dua halaman,
maka untuk seterusnya waktu itu harus digunakannya setiap hari untuk menambah
materi hafalan dengan jumlah yang sama. Waktunya tidak boleh dikurangi, begitu juga
materi hafalan.20
6) Sanggup Mengulang-ulang Materi yang sudah Dihafal
Menghafal Alqur’an ini ibarat orang berburu binatang dirimba yang banyak
buruannya. Biasanya, pemburu lebih asyik menembak binatang yang ada didepannya
daripada menjaga binatang hasil buruannya. Padahal, jika tidak diikat dengan kuat, hasil
buruan bisa lepas lagi, dan percumalah pemburuan tadi.
Begitu pula halnya orang menghafal Alqur’an. Umumnya mereka lebih senang
menghafal materi yang baru daripada mengulang-ulang materi yang sudah dihafal.
Padahal kunci keberhasilan menghafal Alqur’an adalah mengulang-ulang hafalan yang
telah dihafal, yang disebut “takrir”.
Menghafal Alqur’an memang mudah, jauh lebih mudah daripada menghafal kitab-
kitab lain. Bacaan Alqur’an itu tidak menjemukan, nyaman dihafalkan dan enak
didengar. Itulah keistimewaan Alqur’an yang tidak dipunya kitab-kitab lain. Tetapi bila
orang hanya menambah materi hafalan baru saja tanpa mengikatnya erat-erat di dalam
memori, maka hafalan itu mudah hilang pula. Pagi hari dihafal dengan lancar lalu
ditinggalkan sesaat karena kesibukan lain, disiang hari hilang tanpa bekas.
Hampir semua penghafal Alqur’an memiliki problem demikian. Oleh karena itu,
perlu diadakan pemeliharaan hafalan yang sangat ketat supaya usaha menghafal kita
tidak sia-sia.21
7) Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah keadaan yang dapat dalam diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan aktivitas tertentu guna untuk pencapaian suatu tujuan.22Dalam
menghafal Alqur’an, motivasi menjadi dasar yang amat penting untuk pencapaian
keberhasilan tujuan dan efektivitas kegiatan dalam proses menghafal. Motivasi yang
tinggi dari seorang hafizh membuat ia memiliki keinginan kuat untuk mengikuti dan
menghargai segala kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar.23

d. Faktor-faktor Penghambat dalam Menghafal Alqur’an


Agar proses menghafal dapat berjalan efektif dan efesien, seorang penghafal Alqur’an
hendaknya mengetahui faktor-faktor penghambat dalam menghafal Alqur’an. Sehingga,
pada saatnya menghafal ia sudah mendapatkan solusi terbaik untuk pemecehannya. 24
Diantara Faktor-faktor yang menghambat seseorang dalam proses menghafal Alqur’an
sering terjadi di antaranya:
1) Malas (Kaslanun)
Malas adalah kesalahan yang jamak dan sering terjadi. Tidak terkecuali dalam
mengahafal Alqur’an. karena setiap hari harus bergelut dengan rutinitas yang sama,

19Ibid, hlm. 175


20A. Muhaimin Zen, Tahfizh Al-Qur’an Metode Lauhun, ( Jakarta: Transpustaka, 2013), hlm.. 46
21Ibid, hlm. 52
22 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1984), hlm.70
23
H. Sa’dulloh, 9 Cara Cepat Menghafal Al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm.80
24
Ibid, hlm.67
tidak aneh jika suatu ketika seseorang dilanda kebosanan. Walaupun Alqur’an kalam
yang tidak menimbulkan kebosanan dalam membaca dan mendengarnya, tetapi bagi
sebagian orang yang belum merasakan nikmatnya Alqur’an, hal ini sering terjadi. Rasa
bosan ini akan menibulkan kemalasan dalam diri untuk menghafal atau murajaah
Alqur’an.25
2) Tidak Menjauhi Perbuatan Dosa
Sebagai penghafal Alqur’an, hendaknya selalu menjaga semua perbuatan-perbuatan
dari yang berbau maksiat. Jika selalu melakukan perbuatan maksiat, maka hal tersebut
akan mengakibatkan hafalan lupa, bahkan hilang. Maksiat juga dapat membuat hati jadi
gelap, keruh, lupa, dan terlena. Melakukan maksiat bias melalui telinga, mata, lisan,
tangan, dan hati.26
3) Bersikap Sombong (Ujub)
Seorang penghafal Alqur’an hendaknya selalu menjaga hati dan pikirannya, terutama
dari sifat yang sombong. Sesungguhnya, orang hafizh harus selalu meneladani sifat
rasulallah SAW. yang tidak pernah menyombongkan diri.
Sifat sombong hanya akan menyebabkan hafalan Alqur’an mudah lupa dan
terbengkalai. Sebab, pikiran orang yang sombong selalu disibukan untuk memikirkan
hal lain, selain hafalan. Misalnya ia hanya memikirkan agar ia selalu dipuji, dan merasa
bahwa dirinya ialah orang paling bias dan berada di atas. Baginya, hanya ia yang hebat
dan bias menghafalkan Alqur’an.27
4) Tak ada rencana atau Target yang jelas
Ketidak mampuan berkosentrasi terkadang disebabkan karena engkau tidak
memberi proyek yang jelas, gambaran serta rencana yang spesifikatif pada akalmu.28
5) Tidak Bisa Mengatur Waktu
Dalam sehari semalam ada 24 jam. Jumlah ini berlaku untuk semua orang. Mau
tidak mau setiap orang harus menjalaninya selama itu. Dalam segala hal, terkhusus jika
kaitannya dengan menghafal Alqur’an, waktu yang telah ditentukan tersebut harus
dioptimalkan. Seorang hafizhul Qur’an dituntut untuk lebih pandai mengatur waktu
dalam mengggunakannya, baik untuk urusan dunia dan terlebih untuk hafalannya.
Jangan sampai dia terlena urusan dunia sehingga lupa kewajibannya dalam mengulang
rekaman Alqur’an yang telah ada di dalam hatinya. Bahkan sebagian orang berpedoman
bahwa dia harus mengutamakan Alqur’an tanpa menafikan kewajiban yang lainnya.
Baginya Alqur’an adalah segalanyanya, yang berakahnya, dia berharap Alqur’an
memberi imbas kebaikan pada urusan yang lainnya. Alqur’an fauqo kulli syai’ adalah
semboyan hidupnya.29
6) Sering Lupa (‫س َيان‬ ْ َ‫ِى – ن‬
ّ ‫)نَس‬
Sebagian orang mengeluh kenapa hafalan yang telah ia hafal begitu cepat hilang.
Ini tidaklah mengherankan karena Rasulallah telah bersabda, “Jagalah Alqur’an, demi
Dzat yang nafsuku di dalam kekuasaan-Nya, Alqur’an itu benar-benar lebih mudah
terlepas daripada unta yang ikat dalam tali pengikatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Karena itu jangan terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Hal yang lebih penting
adalah bagaimana kita terus berusaha menjaga hafalan tersebut. Tidak ad acara lain
kecuali dengan banyak murajaah. Sedikit yang perlu benahi adalah bagaimana cara kita
dalam menghafal. Apakah kita sudah bersungguh-sungguh atau belum? Apakah kita
sudah mencurahkan seluruh kemampuan kita? Introspeksi diri mempunyai peran
penting dalam hal ini.30

25
Zaki Zamani dan M Syukron maksum, Metode Cepat Menghafal Al-Qur’an, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014),
hlm. 69
26
Wiwi Alawiyah Wahid, Panduan Al-Qur’an Super Kilat Step by Step, (Yogyakarta: DIVA Press, 2015), hlm. 127
27
Ibid, hlm. 129-130
28
Amjad Qosim, Sebulan Hafal Al-Qur’an, (Solo: Zam-zam, 2015), hlm.76
29
Zaki Zamani dan M Syukron maksum, Metode Cepat Menghafal Al-Qur’an, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014),
hlm. 70
30
Ibid, hlm. 70
7) Kurang Perhatian atau Tak Ada Motivasi
Secara sederahana dapat dikatakan, tak ada kosentrasi tanpa keberadaan perhatian.
Ini berarti, bila engkau melakukan satu pekerjaan yang kurang menarik bagi dirimu,
engkau harus berusaha secara acak memunculkan faktor perhatian untuk menghasilkan
motivasi bagi dirimu. Bila tidak, akalmu akan melawan upaya apapun yang ditempuh
untuk berkosentrasi.31

Komponen program adalah bagian-bagian atau unsur-unsur yang


membangun sebuah program yang saling kait mengkait dan merupakan
faktor penentu bagi terlaksananya sebuah program.106 Menurut Suharsimi
Arikunto, komponen program tersebut diantaranya adalah peserta didik,
guru, materi/kurikulum, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan
lingkungan.107
a. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses penetapan dan pemanfaatan sumber


daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-
kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan
efektif dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini, Gaffar menegaskan bahwa
perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai
keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk
mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Banghart dan Trull,
mengemukakan bahwa perencanaan merupakan awal dari semua proses
106
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 9
107
Ibid., hlm. 10

yang rasional dan mengandung sifat optimisme yang didasarkan atas


kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai macam
permasalahan.108
Langkah-langkah dalam membuat perencanaan biasanya merujuk
pada dua hal; Pertama, membuat pertanyaan yang harus dijawab.
Misalnya, apa (tujuan dan kegiatan yang akan dilaksanakan), mengapa
(terkait dengan alasan suatu kegiatan), kapan (masalah waktu dan
penetapan prioitas kegaitan, dimana terkait dengan tempat, dan siapa
terkait dengan siapa pelaksana atau SDM-nya.109
Dalam konteks perencanaan program pendidikan, yang perlu
dijadikan perhatian adalah komponen pada program tersebut, yaitu ;
1) Tujuan

Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu sasaran yang akan


dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang setelah dilakukan
Pendidikan Agama Islam (PAI). Sasaran yang akan dicapai dalam
Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah adanya perubahan yang
diinginkan, yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha
pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan
pada kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada
alam sekitar atau pada proses pendidikan itu sendiri.110

108
Syaiful Syagala, Konsep dan Wawancara Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003),
hlm. 141
109
Ara Hidayat & Imam Machalli, Pengelolaan Pendidikan, (Yogyakarta : Kaukaba,

31
Amjad Qosim, Sebulan Hafal Al-Qur’an, op. cit., (Solo: Zam-zam, 2015), hlm.75
2012), hlm. 22
110
Omar El-Toumi Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemah Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, t.th), hlm. 339
Di dalam GBPP PAI dijelaskan bahwa tujuan pendidikan agama
Islam adalah untuk meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
2) Peserta Didik

Menurut UUSPN No. 20 tahun 2003, Pasal 1 menyebutkan


sebagai berikut: Peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.111
Anak didik ialah orang yang menerima pengetahuan, bimbingan,
petunjuk dalam mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Anak didik
dalam istilah lain disebut juga murid, siswa, Tholib, santri dan lain-
lain. Menurut Langeveld, anak manusia itu memerlukan pendidikan
karena dilahirkan dalam keadaan lemah tidak berdaya.112
Menurut Omar El-Toumi Al-Syaibani memandang bahwa
manusia secara kodrati mempunyai dua sifat yaitu sifat baik dan sifat
jelek. Manusia ialah makhluk yang mempunyai akal, badan dan ruh,
mempunyai motivasi dan kebutuhan. Dari situlah, maka manusia
memerlukan pendidikan agama Islam, guna membimbing dan

111
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional PT Kloang Klede Putra Timur, Tahun 2003
112
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi
Offset, 1995), hlm. 98
mengarahkan perkembangan sifat dan perilakunya agar tidak
menyimpang dari ajaran Islam.113
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari
orang dewasa. Dasar kodrati dapat dimengerti dari kebutuhan-
kebutuhan dasar yang dimiliki setiap manusia yang hidup di dunia.
Dalam Islam, manusia dipandang sebagai obyek sekaligus subyek
dalam pendidikan, dan ia diperintahkan untuk tetap melakukan
kegiatan pendidikan seumur hidupnya.
Sehubungan dengan penyusunan perencanaan program, yang
perlu diperhatikan:114 Karakteristik dan kemampuan awal siswa,
sehingga akan diketahui bakat, minat, dan kemampuan dasar pada
bidang agama Islam.

13
Omar El-Toumi Al-Syaibani, Op.Cit., hlm. 75
114
Ibid., hlm. 165
3) Guru

Pendidik agama Islam adalah orang yang memberikan bimbingan


pengajaran dan memberikan petunjuk tentang ilmu-ilmu keislaman
kepada para peserta didik. Sinonim dari kata pendidik ialah kata guru,
mudaris, ustadz, kyai, dan lain-lain. Athiyyah Al- Abrasyi
mengklasifikasikan pendidik ke dalam tiga kelompok yaitu :
a) Pendidik kuttab, ialah pendidik yang pada umumnya mengajarkan
kepada anak-anak didiknya di kuttab.
b) Pendidik umum, ialah pendidik pada umumnya yang mengajar di
lembaga-lembaga pendidikan dan mengelola atau melaksanakan
Pendidikan Agama Islam (PAI), seperti pada madrasah, pondok
pesantren, pendidik di masjid/ surau.
c) Pendidik khusus (muaddib) ialah pendidik yang memberikan
pelajaran khusus kepada seseorang atau lebih dari seorang anak
pembesar, pemimpin dan lainnya yang biasanya dilaksanakan di
rumah-rumah.115
Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh para pendidik
agama Islam adalah sangat berat, karena ia bertanggung jawab dalam
membentuk pribadi manusia agar sesuai dengan ajaran Islam. Selain
itu ia juga harus bertanggung jawab dihadapan Allah SWT.
Sesuai dengan beratnya tugas yang harus diemban oleh seorang
guru Pendidikan Agama Islam (PAI) maka diperlukan beberapa

115
Ibid., hlm. 75
syarat, agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam hal
ini Direktorat Jenderal pembinaan Agama Islam menetapkan syarat-
syarat yang harus dimiliki sebagai seorang guru agama ialah:
1) Memiliki pribadi yang mukmin, muslim dan muhsin.
2) Taat menjalankan agama (menjalankan syari’at Islam, dapat
memberi contoh tauladan yang baik bagi anak didiknya).
3) Memiliki jiwa pendidik dan memiliki rasa kasih sayang kepada
anak didiknya dan ikhlas jiwanya.
4) Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan,
terutama didaktik dan metodik.
5) Menguasai ilmu pengetahuan agama (Islam).
6) Tidak mempunyai cacat rohaniah dan cacat jasmaniah.116

4) Materi

Dalam GBPP PAI dijelaskan bahwa ruang lingkup materi PAI


meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara :
1). Hubungan manusia dengan Allah SWT

2). Hubungan manusia dengan sesama manusia


3). Hubungan manusia dengan dirinya
4). Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan

5) Metode/Media/Sarana/Alat Pendidikan

Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam


usaha mencapai tujuan pendidikan, khususnya pendidikan agama
Islam. Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam
diperlukan beberapa macam alat maupun peraga. Adapun jenis alat
atau peraga dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

116
Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), Cet. III.hlm.35
a) Alat pengajaran agama dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: a)
Alat peraga klasikal, yaitu alat yang dipergunakan oleh guru
bersama murid seperti papan tulis, kapur, tempat shalat buku- buku
dan sebagainya. b) Alat pengajar individual, ialah alat yang
dimiliki oleh masing-masing guru dan murid, sebagai contohnya
yaitu buku-buku pelajaran, alat-alat tulis, dan lainnya. c) Alat
peraga, ialah alat yang berfungsi untuk memperjelas ataupun
pemberian gambaran konkrit terhadap materi yang diajarkannya.
Alat peraga itu dapat berupa alat peraga langsung pada bendanya
(objeknya) atau tak langsung ada bendanya, misalnya demontrasi
dalam wudhu, shalat, gambar orang shalat dan lainya. d) Alat-alat
pendidikan modern, yaitu alat-alat peraga atau media pendidikan
yang diciptakan dalam dunia modern.117
b) Alat pendidikan langsung. Alat pendidikan langsung ialah
menanamkan pengaruh yang positif kepada murid dengan
memberikan contoh, teladan, nasehat-nasehat, dan perintah berbuat
amal shaleh, melatih, dan membiasakan suatu amalan yang baik,
dan sebagainya.118
c) Alat pendidikan tak langsung. Alat pendidikan tak langsung ialah
alat yang bersifat kuratif agar dengan demikian anak menyadari

117
Ibid., hlm. 52-53
118
Ibid., hlm. 53
perbuatannya yang salah, dan berusaha memperbaikinya serta
tidak mengulanginya.119
Metode ini dapat dilakukan dengan cara memberikan hadiah dan
hukuman kepada anak didik setelah melihat hasil kerjanya atau
perbuatannya.
6) Lingkungan

Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam, selain dipengaruhi


oleh beberapa faktor di atas juga ditentukan oleh lingkungan di mana
Pendidikan Agama Islam (PAI) itu dilaksanakan, lingkungan tempat
memberi pengaruh kepada seseorang, baik yang bersifat positif
maupun negatif. Pengaruh ini merasuk atau mewarnai ke dalam
perkembangan jiwa, akhlak, sikap dan perasaan agama seseorang.
Suatu lingkungan dikatakan positif apabila dapat memberi
rangsangan dan motivasi pada anak untuk dapat berbuat yang sesuai
dengan ajaran Islam. Sedangkan lingkungan dikatakan negatif apabila
dalam lingkungan tersebut tidak dapat dilaksanakan ajaran- ajaran
Islam, atau dengan kata lain lingkungan memberikan pengaruh yang
jelek sehingga dapat merusak moralitas, akhlak, dan sikap seseorang
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.120
b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pembagian kerja yang direncanakan


untuk diselesaikan oleh anggota kesatuan pekerjaan, penetapan
119
Ibid., hlm. 54
120
Ibid., hlm. 55-56
hubungan antar pekerjaan yang efektif di antara mereka, dan pemberian
lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang wajar sehingga mereka bekerja
secara efektif.121 Artinya bahwa dalam pengorganisasian perlu adanya
fasilitas pekerjaan yang sesuai sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan baik dan pencapaian tujuan organisasi dapat direalisasikan.
Dalam konteks ini, yang perlu dikelola adalah bagaimana
pengelolaan peserta didik, guru, materi/kurikulum, sarana dan prasarana,
dan lingkungan.
c. Pelaksanaan

Pelaksanaan program pendidikan merupakan proses


berlangsungnya pendidikan agama Islam di sekolah. Terutama pada
pelaksanaan di kelas yang merupakan inti dari kegiatan di sekolah.
Sementara pelaksanaan pengajaran merupakan interaksi guru dengan
murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan
untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dalam proses pelaksanaan program pengembangan pendidikan
agama Islam ini, yang menjadi perhatian adalah bagaimana pelaksanaan
oleh peserta didik dan guru, materi/kurikulum, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan lingkungan.
d. Pengendalian/Pengawasan

Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian


adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan koreksi

121
B. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 22
sehingga apa yang sedang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan
yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan
semula.122
Pengawasan pendidikan dalam hal ini adalah suatu proses
pengamatan yang bertujuan mengawasi pelaksanaan suatu program
pendidikan. Baik kegiatannya maupun hasilnya sejak permulaan hingga
penutup dengan jalan mengumpulkan data-data secara terus menerus.
Sehingga diperoleh suatu bahan yang cocok untuk dijadikan dasar bagi
proses evaluasi dan perbaikan prioritas, kelak bilamana diperlukan.123

Anda mungkin juga menyukai