Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Dispute Board


Dispute Board (DB) atau dewan sengketa adalah dewan professional yang tidak
memihak dan yang dibentuk pada awal proyek yang bertujuan untuk memantau
kemajuan konstruksi, membantu untuk menghindari konflik, dan membantu
menyelesaikan sengketa selama proyek berangsung. Menurut penjelasan UUJK No.
2 Pasal 88 ayat 5,”Yang dimaksud dengan ‘dewan sengketa’ adalah tim yang
dibentuk berdasarkan kesepakatan para pihak sejak pengikatan Jasa Konstruksi
untuk mencegah dan menengahi sengketa yang terjadi di dalam pelaksanaan
Kontrak Kerja Konstruksi.” Tanggung jawab yang dipikul dari penanganan
sengketa dengan Dispute Board adalah untuk mengevaluasi konflik pada saat awal
mula terjadi yang terjadi selama proyek berlangsung dan menghasilkan solusi atau
rekomendasi untuk kedua pihak yang terlibat di dalam proyek (Makmor et al.,
2011).
Dispute Board dibagi menjadi 2 kategori yaitu, Dispute Avoidance dan
Dispute Resolution. Dispute Avoidance dan Dispute Resolution memiliki caranya
masing-masing dalam menangani sengketa sebagai alternatif penyelesaian
sengketa.

2.1.1 Dispute Avoidance


Menururt ICC Dispute Board Rules 2015, “Dewan Sengketa adalah badan hukum
yang dibentuk pada saat menandatangani atau memulai pelaksanaan kontrak jangka
menengah atau jangka panjang, untuk membantu pihak-pihak tersebut menghindari
atau mengatasi sengketa atau sengketa yang timbul selama pelaksanaan kontrak.”
Dispute avoidance memiliki tujuan untuk menghindari terjadinya sengketa,
sehingga beberapa regulasi dilakukan demi mencapai tujuan tersebut. Dewan yang
dipilih untuk menjadi dewan dalam dispute avoidance diwajibkan melakukan
kunjungan proyek secra teratur. Keuntungan dari kunjungan proyek ini adalah
dewan akan mengetahui seluruh proses yang terjadi selama masa kontrak dan

2-1
2-2

mengetahui kondisi proyek secara jelas, sehingga konflik-konflik yang mungkin


timbul dapat secara cepat dan tepat teratasi.

2.1.2 Dispute Resolution


Dispute Resolution berperan sebagai bentuk penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dengan tujuan berupa keberhasilan proses penyelesaiannya. Dispute
resolution mengeluarkan suatu rekomendasi (Hardjomuljadi, 2014). Serupa dengan
dispute avoidance, kunjungan lapangan diperlukan untuk mengumpulkan semua
informasi terbaru mengenai kondisi proyek. Dewan sengketa akan memberikan
keputusan formal tentang konflik atas permintaan salah satu pihak, namun
keputusan tersebut masih bersifat tidak mengikat. Dikarenakan sifatnya yang tidak
mengikat, maka semua pihak dapat megajukan ketidaksepakatan dan rujukan
diajukan dalam benuk tulisan. Semua pihak dan insiyur memilliki salinan bentuk
kesepakatan sehingga kesepakatan diputuskan berdasarkan pendapat dari semua
pihak yang terkait dan tidak boleh merugikan salah satu pihak. Dispute Resolution
dipandang sebagai cara penyelesaian secara kekeluargaan tanpa merusak hubungan
baik antara para pihak yang bermasalah. (Hardjomuljadi, 2014)

2.2 Peran Dispute Board (DB)


Menurut Klausula 20 FIDIC Conditions of Contract 64 dalam Hardjomuljadi,
2016 dijelaskan mengenai peran DB dalam penyelesaian sengketa kontrak
konstruksi sebagai berikut;

Klausula 20.2
Penunjukan Dewan Sengketa
Sengketa harus dirujuk pada suatu Dewan Sengketa untuk mendapatkan keputusan
sesuai dengan Sub-Klausula 20.4
[Memperoleh Keputusan Dewan Sengketa]. Para Pihak harus menunjuk suatu
Dewan Sengketa pada tanggal yang dinyatakan dalam Data Kontrak.
Dewan Sengketa harus terdiri dari, sebagaimana dinyatakan dalam Data Kontrak,
satu atau tiga orang yang memiliki kualifikasi yang sesuai (”anggota”), masing-
masing harus lancar dalam bahasa komunikasi yang ditetapkan dalam Kontrak dan
2-3

harus memiliki pengalaman profesional dalam jenis konstruksi yang termasuk


dalam Pekerjaan dan dalam menginterpretasikan dokumen kontraktual. Jika jumlah
tidak ditentukan dalam Kontrak dan sebaliknya para Pihak tidak menyepakatinya,
Dewan Sengketa harus terdiri dari tiga orang.
Jika para Pihak belum secara bersama-sama menujuk Dewan Sengketa 21 hari
sebelum tanggal yang dinyatakan dalam Data Kontrak dan Dewan Sengketa akan
terdiri dari tiga orang, setiap Pihak harus menominasikan satu anggota untuk
disetujui Pihak lain. Kedua anggota pertama harus merekomendasikan dan para
Pihak harus menyepakati anggota ketiga, yang akan bertindak sebagai ketua.
Akan tetapi, jika suatu daftar anggota yang berpotensi telah disepakati oleh para
Pihak dan dimasukkan dalam Kontrak, anggota-anggota akan dipilih dari mereka
yang ada dalam daftar, dan bukannya seseorang yang tidak mampu atau tidak ingin
menerima penunjukan sebagai Dewan Sengketa.
Perjanjian antara para Pihak dengan anggota tunggal maupun masing-masing dari
ketiga anggota harus menyertakan, dengan referensi Persyaratan Umum Perjanjian
Dewan Sengketa dalam Lampiran Persyaratan Umum ini, perubahan-perubahan
sebagaimana disepakati di antara mereka.
Syarat-syarat pembayaran baik anggota tunggal atau masing-masing dari ketiga
anggota, termasuk pembayaran ahli yang dikonsultasi oleh Dewan Sengketa, harus
disepakati bersama di antara para Pihak pada saat menyepakati syarat-syarat
penunjukan. Setiap Pihak harus bertanggungjawab atas setengah dari pembayaran
yang dilakukan.
Jika kapan saja para Pihak menyepakati, mereka dapat bersamasama merujuk suatu
masalah kepada Dewan Sengketa untuk dimintakan pendapatnya. Tidak ada
satupun Pihak yang boleh berkonsultasi mengenai suatu hal dengan Dewan
Sengketa tanpa kesepakatan Pihak lain. Jika seorang anggota mengalami penurunan
atau tidak mampu bertindak sebagai akibat kematian, ketidakmampuan (cacat),
pengunduran diri atau penghentian penunjukan, suatu penggantian harus dilakukan
dengan cara yang serupa karena sebagai pengganti disyaratkan telah dinominasikan
atau disepakati, sebagaimana dinyatakan dalam Sub-Klausula ini.
Penunjukan anggota dapat dihentikan dengan kesepakatan bersama kedua belah
Pihak, dan bukan oleh Pengguna Jasa atau Kontraktor secara sendiri-sendiri.
2-4

Kecuali disepakati lain oleh kedua belah Pihak, penunjukan Dewan Sengketa
(termasuk setiap anggota) akan berakhir ketika pembebasan berdasarkan Sub-
Klausula 14.12 [Pembebasan dari Kewajiban] telah berlaku efektif.

Setiap terjadi sengketa, maka harus dirujuk pada DB yang sudah harus
dibentuk pada awal kontrak dan/atau pada tanggal yang disepakati dan tercantum
dalam kontrak. DB dalam hal ini dapat single atau three member, tentunya dengan
kualifikasi tertentu yang ada, misalnya dengan merujuk pada Standard and
Procedure dari Dispute Resolution Board Foundation (DBRF) yang berpusat di
Seattle, USA.
Penunjukan DB adalah dengan cara, setiap Pihak harus menominasikan satu
anggota untuk disetujui Pihak lain. Kedua anggota pertama harus
merekomendasikan dan para Pihak harus menyepakati anggota ketiga, yang akan
bertindak sebagai ketua. Jika suatu daftar anggota yang berpotensi telah disepakati
oleh para Pihak dan dimasukan dalam Kontrak, anggota-anggota akan dipilih dari
mereka yang ada dalam daftar.
FIDIC Conditions of Contract ini menyediakan contoh Perjanjian dan
Persyaratan Umum kontrak antara DB dan para pihak. Setiap saat, di mana para
Pihak menyepakati, mereka dapat bersamasama merujuk suatu masalah kepada DB
untuk dimintakan pendapatnya. Tidak ada satupun Pihak yang boleh berkonsultasi
mengenai suatu hal dengan DB tanpa kesepakatan Pihak lain.

Klausula 20.3
Kegagalan untuk Menyepakati Komposisi Dewan Sengketa
Jika kondisi manapun berikut ini terjadi, yaitu:
a) para Pihak gagal menyepakati penunjukan anggota tunggal Dewan
Sengketa pada tanggal yang dinyatakan dalam paragraph pertama dari Sub
Klausula 20.2 [Penunjukan Dewan Sengketa],
b) salah satu Pihak gagal menominasikan seorang anggota (untuk disetujui
oleh Pihak lain), atau gagal menyetujui seorang anggota yang
dinominasikan Pihak lain, dari suatu Dewan Sengketa yang terdiri dari tiga
orang pada tanggal tersebut,
2-5

c) para Pihak gagal menyepakati penunjukan anggota ketiga (untuk bertindak


sebagai ketua) dari Dewan Sengketa pada tanggal tersebut,
d) para Pihak gagal menyepakati penunjukan seorang pengganti dalam jangka
waktu 42 hari setelah tanggal di mana anggota tunggal atau satu dari tiga
anggota mengalami penurunan kemampuan atau atau tidak mampu
bertindak sebagai akibat kematian, ketidakmampuan (cacat), pengunduran
diri atau penghentian penunjukan. Selanjutnya lembaga atau pejabat
penunjuk yang disebutkan dalam Data Kontrak harus, dengan permintaan
oleh salah satu atau kedua belah Pihak dan setelah berkonsultasi dengan
kedua belah Pihak, menunjuk anggota Dewan Sengketa. Penunjukan ini
harus dianggap final dan menentukan. Setiap Pihak harus
bertanggungjawab membayar setengah dari pembayaran untuk lembaga
atau pejabat penunjuk.

Jika para pihak gagal menunjuk atau menyepakati penunjukan anggota


tunggal Dewan Sengketa atau gagal menyetujui anggota yang dinominasikan pihak
lain, pada tanggal yang dinyatakan atau gagal menunjuk hingga melebihi hingga
melebihi 42 hari, maka penunjukan dapat dilakukan dengan memanfaatkan
lembaga alternatif penyelesaian sengketa, misalnya Dispute Resolution Board
Foundation (DBRF). Menyangkut pembayaran, maka setiap Pihak harus
bertanggungjawab membayar setengah dari pembayaran untuk lembaga atau
pejabat penunjuk.

Klausula 20.4
Memperoleh Keputusan Dewan Sengketa
Jika suatu sengketa (apapun jenisnya) terjadi di antara para Pihak dalam kaitannya
dengan, atau timbul akibat, Kontrak atau pelaksanaan Pekerjaan, termasuk sengketa
mengenai berita acara, penetapan, instruksi, pendapat atau penilaian oleh Enjinir,
salah satu Pihak dapat merujuk sengketa secara tertulis kepada Dewan Sengketa
untuk dimintakan keputusan, dengan salinan kepada Pihak lain dan Enjinir.
Rujukan tersebut harus menyatakan bahwa penyampaiannya dilakukan menurut
Sub-Klausula ini.
2-6

Untuk Dewan Sengketa yang terdiri dari tiga orang, Dewan Sengketa harus
dianggap telah menerima rujukan tersebut pada tanggal referensi tersebut diterima
oleh ketua Dewan Sengketa. Kedua belah Pihak harus segera menyediakan bagi
Dewan Sengketa seluruh informasi tambahan, akses ke Lapangan, dan fasilitas
selayaknya, yang mungkin diperlukan Dewan Sengketa dalam mengambil
keputusan atas sengketa tersebut.
Dewan Sengketa harus dianggap tidak bertindak sebagai arbiter.
Dalam jangka waktu 84 hari setelah menerima rujukan tersebut, atau dalam waktu
yang mungkin diusulkan oleh Dewan Sengketa dan disetujui oleh kedua belah
Pihak, Dewan Sengketa harus memberikan keputusan, yang harus disertai alasan
dan menyatakan bahwa keputusan diberikan menurut Sub-Klausula ini. Keputusan
ini harus mengikat kedua belah Pihak, yang harus segera diberlakukan kecuali dan
hingga direvisi dalam penyelesaian secara musyawarah atau keputusan arbitrase
sebagaimana dinyatakan di bawah ini.
Kecuali bila Kontrak telah ditinggalkan, ditolak atau diputus, Kontraktor harus
melanjutkan Pekerjaan sesuai dengan Kontrak.
Jika salah satu Pihak tidak puas dengan keputusan Dewan Sengketa, salah satu
pihak selanjutnya dapat, dalam jangka waktu 28 hari setelah menerima keputusan,
menyampaikan pemberitahuan kepada Pihak lain mengenai ketidakpuasannya dan
keinginannya untuk memulai arbitrase. Jika Dewan Sengketa gagal memberikan
keputusannya dalam jangka waktu 84 hari (atau sebagaimana disepakati) setelah
menerima rujukan tersebut, salah satu Pihak selanjutnya dapat, dalam jangka waktu
28 hari setelah berakhirnya masa tersebut, menyampaikan pemberitahuan kepada
Pihak lain mengenai ketidakpuasan dan keinginannya untuk memulai arbitrase.
Dalam setiap kejadian, pemberitahuan mengenai ketidakpuasan harus menyatakan
bahwa penyampaiannya dilakukan menurut Sub-Klausula ini, dan harus
menetapkan masalah yang disengketakan dan alasan ketidakpuasan. Kecuali
sebagaimana dinyatakan dalam Sub-Klausula 20.7 [Kegagalan untuk Mematuhi
Keputusan Dewan Sengketa] dan Sub-Klausula 20.8 [Berakhirnya Penunjukan
Dewan Sengketa], tidak ada satu Pihakpun yang berhak memulai arbitrase atas
suatu sengketa kecuali suatu pemberitahuan mengenai ketidakpuasan sudah
disampaikan sesuai dengan Sub-Klausula ini.
2-7

Jika Dewan Sengketa telah memberikan keputusannya atas suatu masalah dalam
sengketa kepada kedua belah Pihak, dan tidak ada pemberitahuan mengenai
ketidakpuasan yang disampaikan oleh kedua belah Pihak dalam jangka waktu 28
hari setelah menerima keputusan Dewan Sengketa, keputusan selanjutnya akan
dianggap final dan mengikat kedua belah Pihak.

Dewan Sengketa (DB) mulai dinyatakan dengan jelas pada rainbow edition
kontrak FIDIC, yaitu pada tahun 1999. Semula pada FIDIC Condition of Contract
hingga edisi ke-4 tahun 1987 yang kemudian diamandemen 1992, maka Enjinir
mempunyai kewajiban untuk membuat keputusan, dengan syarat Enjinir harus tidak
memihak. Namun demikian dalam perjalanannya, Enjinir yang bekerja dipihak
pengguna jasa, ditengarai akan bertindak memihak kepada pengguna jasa, dan
enjinir juga dianggap tidak independen, maka semua tugas enjinir untuk membuat
keoutusan dialihkan kepada Dewan Sengketa, utamanya untuk menghindari ke-
tidak netralan enjinir. Dalam MDB Harminised Edition 2006, peran enjinir dalam
kaitannya dengan suatu klaim yang diajukan oleh penyedia jasa adalah sebatas
pembuatan Enginnering Judgement.
Dewan sengketa yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tidak
hanya saat setelah sengketa terjadi, tetapi jauh sebelum terjadinya sengketa, yaitu
saat kontrak ditandatangani, diharapkan telah diputuskan dan mulai bekerja.
Kendala yang ada ialah, terjadinya suatu pembiayaan sebelum terjadi
permasalahan, dan ini tempaknya menjadi sulit bagi proyek-proyek di Indonesia
yang umumnya masih belum mendapat sosialisasi yang cukup tentang mekanisme
dan fungsi dewan sengketa.
Sebetulnya ada suatu hal yang menunjukan bahwa dengan dewan sengketa
pembiayaannya adalah dapat dimasukan dalam kategori protect cost sebaliknya
arbitrase atau litigasi, akan masuk dalam biaya legal cost, yang prosedurnya akan
menjadi sulit, utamanya bagi proyek-proyek pemerintah selaku pengguna utama
FIDIC Condition of Contract MDB Harmonised Edition 2006.
Jika dispute board ditunjuk sesuai waktu yang ditetapkan dan bekerja secara
besar (gambar 2.1), maka akan terjadi pengurangan timbulnya sengketa yang sekali
terjadi akan mengakibatkan terbangnya biaya yang tidak berhasil guna. Dengan
2-8

adanya dispute board ini, diharapkan semua permasalahan akan dapat diselesaikan
saat baru terjadi bahkan semua potensi sengketa akan dapat diprediksi sejak awal
dan jika memungkinkan akan selesai di lapangan.
Hal lain yang penting dicatat adalah, jika penggunaan dewan sengketa
dimengerti dengan benar, maka semua keputusan yang tentunya dibuat sendiri oleh
para pihak, akan menjadi final dan mengikat, sesuai dengan pasal 1338 KUHPer.
Hampir dapat dipastikan bahwa suatu keputusan yang dibuat secara amicable
hamper tidak mungkin diingkari oleh pihak yang telah mencapai kesepakatan
secara resmi.

Gambar 2.1 Diagram Penanganan Sengketa dengan Dispute Board menurut FIDIC
Condition of Contract, MDB Harmonised 2006
Sumber: Biro Hukum Kementrian Pekerjaan Umum
2-9

2.3 Penunjukan Tim Dispute Board


Penunjukan tim dewan pada saat awal proyek dijelaskan menurut Hardjomuljadi
(2017) tim yang dibentuk dapat dibentuk melalui proses rekomendasi, dilihat dari
reputasi, daftar nasional, ataupun daftar internasional. Tim yang ditunjuk harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut; Mengetahui tentang tipe proyek yang
dilaksanakan dan berpengalaman dibidangnya; Mengetahui tentang kontrak
kerjanya; Pandai berbahasa yang sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi selama proyek tersebut berlangsung; Tim DB harus bersikap adil
dan tidak memihak salah satu pihak; Mengetahui mengenai hukum yang berlaku;
Kesediaan untuk berpergian; Berkomitmen; Mampu dalam membuat keputusan.
(Omoto, 2017)
Metode yang sering digunakan dalam pembentukan tim DB 3 orang;
1. Setiap pihak memilih satu perwakilan untuk tim DB.
2. Penyusunan masing-masing kedudukan dari tim DB yang disetujui oleh
kedua belah pihak.
3. Mencapai keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat selama masih
diperbolehkan.
Penggunaan DB yang menggunakan seorang ahli yang mempunyai keahlian
di bidang konstruksi dan hukum masih sangat jarang terjadi dan sulit ditemui di
Indonesia. Pada umumnya DB menggunakan 3 orang ahli yang berkompeten
dibidang yang diperlukan dan benar-benar tidak memihak pada salah satu pihak.
Penggunaan 3 orang ahli atau 1 orang ahli tergantung dari ukuran dan kompleksitas
proyek tersebut.

2.4 Cara Kerja Dispute Board


Mengutip cara kerja DB di suatu proyek konstruksi dalam situs yang dimiliki oleh
BADAPSKI, “Suatu DB dibentuk pada permulaan suatu proyek dan kepada
anggota DB harus diberikan Dokumen Kontrak seperti Persyaratan Kontrak,
Gambar, Spesifikasi dan Program Kerja sehingga para Anggota menjadi terbiasa
dengan proyek. DB mengunjungi lapangan secara teratur, untuk bertemu dengan
orang lapangan dan mengamati kemajuan dan permasalahan proyek. Di antara
kunjungan-kunjungan lapangan, para pelaku proyek mengirimkan Laporan
2-10

Bulanan Kemajuan Proyek, Pemberitahuan Klaim dan korespondensi penting


lainnya kepada anggota DB agar anggota DB tetap terinformasikan. DB merupakan
bagian dari tim pelaksanaan yang membantu para pihak menghindari sengketa dan
menyelesaikan sengketa melalui negosiasi yang bersifat kekeluargaan. Jika para
pihak gagal menyelesaikan sengketa, sengketa dirujuk ke DB untuk dimintakan
penetapannya. Meskipun penetapan ditolak oleh satu atau kedua pihak, ini akan
menjadi dasar bagi negosiasi selanjutnya dalam suasana kekeluargaan. Oleh karena
itu, manfaat dari DB adalah pencegahan terjadinya sengketa dan penyelesaian
sengketa secara dini tanpa menyimpan sikap permusuhan.”

2.5 Pembiayaan Dispute Board Menurut Hardjomuljadi, 2016


Biaya untuk proses DB terdiri atas 2 bagian, remunerasi dan pengeluaran
sewajarnya (reasonable expenses) dari anggota DB dan biaya ini harus dibagi rata
di antara para pihak. Remunerasi terdiri atas Monthly Retainer (gaji bulanan) dan
Daily Fee (biaya harian).
Berdasarkan Persyaratan Umum Perjanjian DB dari FIDIC Red Book, Retainer Fee
per bulan kalender harus dianggap sebagai pembayaran penuh atas:
a) Kesiapan, berdasarkan pemberitahuan untuk pelaksanaan kunjungan
lapangan dan siding-sidang.
b) Familiar dengan seluruh perkembangan proyek dan
mengamankan/menjaga arsip terkait.
c) Seluruh pengeluaran untuk urusan kantor dan overhead termasuk jasa
sekretaris, fotokopi dan alat-alat kantor yang dibutuhkan sesuai dengan
tugas.
Daily Fee harus dianggap sebagai pembayaran penuh atas:
a) Setiap hari atau bagian dari hari hingga maksimum dua hari waktu
perjalanan untuk setiap arah untuk perjalanan dari tempat tinggal Anggota
dan Lapangan, atau lokasi lain dari rapat-rapat dengan Anggota yang lain;
b) Setiap hari kerja pada saat kunjungan lapangan, siding-sidang atau
penyiapan keputusan;
c) Setiap hari yang dihabiskan untuk membaca gugatan dalam rangka
persiapan siding.
2-11

Kontraktor juga harus menyediakan transportasi lokal dari dan ke Lapangan,


dan jika lokasi Lapangan terpencil, Kontraktor akan menyediakan akomodasi dan
makan bagi DB, yang biayanya dibagi rata dengan Pengguna Jasa. Penggantian
biaya dari Pengguna Jasa diselesaikan dengan memasukkannya dalam tagihan
bulanan berikutnya, atau jika terdapat tahapan pembayaran, dan tagihan terpisah.
Bagian lain adalah biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak.
Kontraktor harus mengeluarkan biaya untuk perjalanan dan akomodasi untuk staf
perusahaan yang ikut serta dalam kunjungan Lapangan. Jika harus melakukan
rujukan dan mengadakan siding, Kontraktor harus membayar seluruh biaya untuk
penyiapan position paper, biaya untuk mendapatkan pendapat ahli, jika perlu, biaya
perjalanan dan akomodasi staf perusahaan dan para ahli yang ikut serta atau
menghadiri sidang atau rapat di Lapangan (biasanya, penasihat hokum tidak ikut
serta dalam siding DB). Pengguna Jasa harus membayar biaya serupa untuk
keikutsertaannya dalam proses, termasuk Enjinir, yang secara tipikal memiliki
keterlibatan yang besar, termasuk membuat konsep gugatan tertulis dari Pengguna
Jasa, mendapatkan pendapat ahli dan membantu dalam setiap sidang.

2.6 Keuntungan dari Dispute Board


Menurut Makmor et al (2011) DB berkewajiban untuk melakukan kunjungan
lapangan secara teratur. Kunjungan lapangan yang teratur akan membantu dewan
untuk lebih mengenal masalah dan kejadian yang sedang terjadi selama masa
kontrak proyek. Akibatnya, DB dapat mendeteksi gejala konflik yang akan terjadi
sebelumnya dan dapat menghindari konflik yang lebih serius. Selain sebagai
menghindari perselisihan, DB mempunyai peran untuk menyelesaikan konflik.
Dewan sengketa memberikan keuntungan lain, misalnya dalam aspek
penghematan biaya dan waktu dalam proses penyelesaian konflik. Penghematan
waktu karena dispute board sudah digunakan dari awal proyek berlangsung yang
memungkinkan para dewan memberi perhatian lebih awal pada konflik dan juga
cara mengatasinya secara bersamaan tanpa melakukan reka ulang kejadian seperti
dalam Arbitrase atau pengadilan. Selain itu, penghematan biaya dikarenakan
perselisihan tersebut dalam proyek konstruksi tanpa harus memperkerjakan pihak
ketiga.
2-12

2.7 Tantangan yang Mungkin Timbul


Menurut penelitian Makmor et al (2011) DB dikenal karena efektif dalam hal
pembiayaan untuk proyek konstruksi skala besar, tetapi biaya untuk
memperkerjakan 3 orang dewan untuk sebuah proyek dalam skala kecil sangat
membutuhkan banyak biaya. Kekurangan pertama dari DB dimana biaya untuk
mendukung sebuah DB dilakukan untuk proyek konstruksi kecil dinilai terlalu
tinggi, yang kemungkinan DB dengan satu dewan adalah pilihannya.
Pada tabel 2.1 dikatakan bahwa saat terjadinya sengketa, biaya yang
dikeluarkan oleh Dispute Board lebih bersahabat dibandingkan dengan sengketa
yang diselesaikan oleh proses litigasi dan arbitrase. Seperti dijelaksan pada tabel,
dalam DB sifat keputusannya menyebabkan suatu kerugian yang muncul, yaitu
dengan sifatnya yang tidak mengikat. Sifat keputusan yang tidak mengikat
menghasilkan tindakan yang tidak konkret untuk melakukan usulan penyelesaian
yang harus disepakati. Contohnya bila salah satu pihak tidak mematuhi keputusan
dewan, satu-satunya upaya untuk memperbaikinya dengan melakukan litigasi atau
arbitrase yang cukup mahal dan dapat memakan waktu yang lebih lama.
Kelemahan yang terakhir adalah biaya penunjukan dewan sengketa
dianggap sebagai biaya yang tidak perlu dimana membutuhkan gaji bulanan
selayaknya biaya harian dari jumlah waktu yang dihabiskan dalam peninjauan
proyek dan penentuan konflik.

Table 2.1 Perbandingan Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa


Dispute Litigasi Arbitrase Dispute Board
Biaya
Waktu
Kepastian
Hubungan

Sumber: Sarwono Hardjomuljadi, paper dipresentasikan pada FIDIC Contract Users Conference
Kuala Lumpur, Malaysia, 2013.
2-13

2.8 Metode Kualitatif


Metode kualitatif adalah metode yang berkembang terutama dari akar filosofis dan
teori social abad ke-20 (Somantri, 2005). Metode kualitatif ini dipengaruhi oleh
paradigm naturalistic-interpretatif Weberian, perspektif post-positivistik kelompok
teori kritis serta post-modernisme seperti dikembangkan oleh Baudrillard, Lyotard,
dan Derrida (Cresswell, 1994 dalam Somantri, 2005). Penelitian kualitatif biasanya
sangat memperhatikan proses, peristiwa, dan otentisitas. Dalam penelitian kualitatif
kehadiran nilai peneliti bersifat eksplisit dalam situasi yang terbatas, melibatkan
subjek dengan jumlah relatif sedikit. Peneliti kualitatif biasanya terlibat dalam
interaksi dengan realitas yang ditelitinya. Peneliti kualitatif memandang realitas
merupakan hasil rekonstruksi oleh indovidu yang terlibat dalam situasi social.
Peneliti kualitatif menjadlin interaksi secara intens dengan realitas yang ditelitinya.
Penelitian kualitatif memiliki gaya bahasa yang informal dan personal. Sehingga,
penelitian kualitatif bercirikan informasi yang berupa ikatan konteks yang akan
menggiring pada pola-pola atau teori yang akan menjelaskan femomena sosial
(Creswell, 1994, dalam Somantri 2005).
Dalam metode penelitian kualitatif, terdapat lima jenis metode yang banyak
digunakan, yaitu:
1. Observasi terlibat;
2. Analisis percakapan;
3. Analisis wacana;
4. Analisis isi;
5. Pengambilan data ethnografis.
Menurut Moleong (2007) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dimiliki oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, dll., secara holistic, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan metode alamiah. Penelitian kualitatif bertujuan
untuk memperoleh gambaran yang lengkap mengenai suatu persoalan menurut
pandangan manusia yang diteliti (responden). Penelitian kualititif ini berhubungan
dengan pengungkapan ide, pendapat, presepsi orang yang diteliti dan tidak dapat
diukur dalam besaran angka.
2-14

2.9 Teknik Stuctured Interview


Structured Interview adalah sebuah teknik wawancara yang sering disebut dengan
wawancara formal. Teknik ini biasanya digunakan pada saat wawancara lowongan
pekerjaan. Pertanyaan yang ditanyakan sudah dibentuk terlebih dahulu dan
disiapkan daftar pertanyaannya sebelum wawancara berlangsung sehingga
wawancara dapat terarah dengan baik. Menurut Estenberg dalam Sugiyono, 2010,
mengungkapkan bahwa wawancara terstruktur (structured interview) digunakan
sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan
wawancara, pewawancara telah menyiapkan instrument penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden diberi pertanyaan yang sama
dan hasil wawancara tersebut dicatat oleh pengumpul data.

2.10 Analisis Data Kualitatif Model Spradley


Analisis data kualitatif model Spradley adalah sebuah proses yang terdapat di
lapangan dimulai dengan menetapkan narasumber yang terpercaya dan kemudian
menjalin komunikasi untuk mendapatkan ijin terhadap penelitian yang dilakukan.
Setelah mendapatkan ijin, peneliti dapat memulai wawancara kepada narasumber
tersebut yang diakhiri dengan analisa sementara yang peneliti dapat. Hasil analisa
tersebut kemudian difokuskan kempada kepada objek penelitian, yang dapat
kembali mengajukan pertanyaan yang terkait analisa awal yang dapat disanggah
ataupun didukung dengan adanya jawaban serta data selanjutnya di lapangan.
Tahapan analisa data tersebut dapat berupa:
a. Analisis domain: Peneliti melihat gambaran umum dan utuh yang dimiliki
oleh objek penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pemilihan
terhadap fokus-fokus yang ingin diangkat dalam penelitian.
b. Analisis taksonomi: hal yang telah difokuskan dalam tahap sebelumnya
kemudian dijabarkan untuk memahami struktur internalnya yang dapat
dilakukan dengan observasi terfokus.
2-15

c. Analisis komponensial: melakukan pencarian terhadap komponen yang


menjadi inti dari setiap fokus yang telah dipilih dan dilanjutkan dengan
wawancara yang dimiliki pertanyaan untuk mengungkapkan keragaman
yang ada.
d. Analisis tema: mencari hal yang telah dipilih untuk dijadikan fokus utama
dalam analisa yang dilanjutkan dengan mencari keterkaitan dari tiap hal
yang didapat oleh peneliti. Analisis ini bertujuan untuk mencari benang
merah yang meleburkan dari analisis-analisis sebelumnya.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dimulai dengan mengumpulkan studi literatur yang
berkaitan dengan DB dan disatukan menjadi sebuah materi pertanyaan (lampiran
2). Materi pertanyaan tersebut akan dikaji ulang dan akan dipilih yang kemudian
dilanjutkan dengan proses pengumpulan data yang berupa wawancara yang akan
dilakukan dalam dua bagian. Wawancara pertama akan dilakukan kepada ahli
sebagai responden ahli dan narasumber sehingga daftar pertanyaan tersebut dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Wawancara kedua akan dilakukan pada
perwakilan dari 2 perusahaan kontraktor milik pemerintah sebagai responden
praktisi yang sudah sering dalam menangani kasus sengketa konstruksi. Pemilihan
pertanyaan tersebut akan disesuaikan dan diarahkan, sehingga pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat menjawab kedua tujuan penelitian. Hasil wawancara
tersebut akan dikumpulkan dan dijadikan materi dalam pengolahan data. Diagram
alir untuk teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai diagram
alir tahap pertama pada penelitian ini.

3-1
3-2

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahap Pertama

3.1.1 Pembuatan Daftar Pertanyaan


Wawancara akan dilakukan sebanyak 1 kali kepada masing-masing responden.
Pembuatan daftar pertanyaan dilakukan dengan studi literature yang telah
menghasilkan analisis taksonomi agar pertanyaan didasarkan dengan materi
Dispute Board yang tepat sasaran. Pertanyaan yang dibuat disatukan ke dalam
3-3

daftar pertanyaan (lampiran 3), setelah itu dimasukan ke dalam kategori yang
serupa dari pertanyaan-pertanyaan lain. Daftar pertanyaan tersebut dibentuk
kedalam 7 bagian pertanyaan yaitu;
1. Pertanyaan pembuka; yang berisi mengenai pertanyaan seputar sengketa
umum (general)
2. Mengenai metode penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia
3. Mengenai metode alternatif penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia
4. Mengenai karakteristik Dispute Board
5. Mengenai kelebihan & kekurangan Dispute Board
6. Mengenai praktek Dispute Board di lapangan
7. Mengenai hukum yang mengatur Dispute Board di Indonesia

Pertanyaan-pertanyaan yang sudah dimasukan ke dalam kategori tersebut disusun


sehingga menghasilkan alur pertanyaan yang tidak terputus dari satu bagian ke
bagian lainnya di masing-masing akhir bagian pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
yang akan ditanyakan adalah sebagai berikut;

Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan & Faktor pertanyaan dalam wawancara

No. Pertanyaan Eksplorasi Faktor


Pertanyaan Pembuka
Apa perbedaan konflik dan sengketa? Karakteristik konflik & sengketa
Apa saja penyebab munculnya sengketa? Penyebab sengketa
Apa yang dominan dan menjadi akar penyebabnya? Akar penyebab terjadinya sengketa
Dari 19 hal di bawah ini, mana yang merupakan 5 hal
A yang paling penting dalam pengambilan suatu
keputusan penyelesaian sengketa?
Confidentiality, Voluntariness, Privacy, Flexibility,
Tingkat kepentingan
Control, Range of Issues, Formality, Neutrality,
Knowledge, Consolidation, Enforceability,
Consensus, Fairness, Remedy, Creative, Business,
Cost, Speed, Opponent's Cost

Metode penyelesaian sengketa konstruksi di


Indonesia
B
Metode penyelesaian seperti apa yang sering
Metode penyelesaian
digunakan dalam penyelesaian sengketa di Indonesia?
3-4

No Pertanyaan Ekxplorasi Faktor


Penggunaan metode
Mengapa menggunakan metode tersebut?
penyelesaian tersebut
Apa kelebihan dari metode tersebut dalam penyelesaian
B Kelebihan metode tersebut
sengketa?
Apa kekurangan dari metode tersebut dalam
Kekurangan metode tersebut
penyelesaian sengketa?

Metode alternatif penyelesaian sengketa konstruksi

Apakah ada alternatif penyelesaian sengketa lainnya? Jenis penyelesaian alternatif


C
Apa pengertian Dispute Board? Pengertian Dispute Board
Perbedaan karakteristik dispute
Apa yang menjadi pembeda Dispute Board dengan
board dengan metode alternatif
alternatif penyelesaian lainnya?
lainnya
Karakteristik Dispute Board
Apa sifat-sifat dari Dispute Board? Karakteristik Dispute Board
Bagaimana penanganan Dispute Board dari pertama kali Proses penanganan Dispute
munculnya dispute? Board
Bagaimana cara menunjuk dewan yang bertanggung
Penunjukan dewan sengketa
jawab dalam sebuah proyek?

Bagaimana caranya mengetahui dewan tersebut tidak


Keberpihakan dewan sengketa
memihak kepada salah satu pihak?

D Siapa yang layak untuk dipilih sebagai menjadi dewan? Keahlian dewan sengketa

Dengan memperkerjakan dewan sengketa, apakah


Tipe proyek untuk Dispute
berarti Dispute Board hanya cocok bagi mega proyek
Board
saja?
Dari tipe Dispute Board, Dispute Board dapat dibagi
menjadi 2 (avoidance dan resolution) apa yang Perbedaan DAB dan DRB
membedakannya?

Berdasarkan pengalaman di Indonesia, manakah yang


Rekomendasi DRB/DAB
lebih baik untuk digunakan? (DAB/DRB)
3-5

No Eksplorasi Pertanyaan Faktor


Kelebihan & Kekurangan Dispute Board
Menurut Bapak/Ibu, apa saja keuntungan yang dapat
Keuntungan dilakukan Dispute
diambil dengan pengaplikasian Dispute Board dalam
Board
suatu proyek konstruksi?
Dari sebuah workshop disebutkan bahwa,"Dispute
Karakteristik proaktif dari
Board itu proaktif." Apa kira-kira yang dimaksud
Dispute Board
dengan proaktif?
Dari sifat Dispute Board, akan dilakukan site visit, dari
site visit tersebut apakah akan mengganggu Manfaat site visit Dispute Board
perkembangan proyek?
Sebaiknya dalam tempo waktu berapa lama site visit
E Tempo dilakukannya site visit
dilakukan?
Di lapangan, apakah Dispute Board bisa save-cost & Cost & time pada Dispute
save time dibandingkan penyelesaian sengketa lainnya? Board
Bila dalam suatu proyek tersebut tidak terjadi dispute
Biaya perekrutan dewan
sama sekali, apakah biaya dalam perekrutan dewan
sengketa
menjadi biaya yang sia-sia?
Setelah suatu putusan diputuskan, bagaimana hubungan Hubungan pengguna jasa &
diantara kedua belah pihak yang bersengketa (pengguna penyedia jasa pasca putusan
jasa & penyedia jasa)? sengketa
Apakah dari Dispute Board yang pernah dilakukan di
dunia, ada yang mengalami kegagalan? Bagaimana Kegagalan dispute board
pendapat Bapak/Ibu mengenai kegagalan tersebut?
Praktek Dispute Board di lapangan
Apakah semua permasalahan sengketa konstruksi dapat Permasalahan sengketa dengan
diselesaikan dengan Dispute Board? Dispute Board
Adakah kemungkinan Dispute Board memiliki titik-titik
Kesulitan menggunakan
kesulitan untuk dilakukan untuk suatu penyelesaian
Dispute Board
F dispute?
Tingkat kepuasan pihak yang
Bagaimana tingkat kepuasan pihak yang bersengketa bersengketa bila dispute
bila suatu dispute diselesaikan dengan Dispute Board? diselesaikan dengan Dispute
Board
Apakah ada saran dalam proyek konstruksi melakukan Saran menggunakan Dispute
Dispute Board di dalamnya? Board di lapangan

Hukum yang mengatur Dispute Board di Indonesia

G Apakah Dispute Board bersifat final-binding? Sifat final-binding


Apakah dimungkinkan adanya arbitrase atau jalur Penyelesaian lanjutan setelah
litigasi lanjutan setelah Dispute Board dilakukan? Dispute Board dilakukan
3-6

No Pertanyaan Eksplorasi Faktor

Pengetahuan orang-orang
Menurut Bapak/Ibu, bagaimana tingkat pengetahuan orang-
yang bekerja dalam
orang yang bekerja dalam bidang konstruksi mengenai
bidang konstruksi
Dispute Board? Dalam lingkup Indonesia
mengenai Dispute Board

Selama ini, Dispute Board hanya dilakukan di negara-


negara seperti Amerika, Inggris,.. yang memiliki sistem
Sistem hukum yang cocok
hukum Common Law. Bagaimana bila ini diterapkan di
untuk Dispute Board
negara yang memiliki sistem hukum civil law seperti
Indonesia? Apa alasannya?
G
Di Indonesia, kita memiliki UUJK yang baru No. 2 Tahun
Regulasi UUJK No. 2
2017. Dalam pasal 88 disebutkan mengenai dewan
Tahun 2017 mengenai
sengketa, kira-kira secara praktiknya apakah hal tersebut
Dispute Board
cukup untuk mengatur sebuah Dispute Board?

Bila UUJK yang baru No. 2 Tahun 2017 tidak cukup


mengatur dalam praktiknya Dispute Board, bagaimana Saran regulasi Dispute
saran Bapak/Ibu terhadap regulasi/peraturan yang ada? Board yang seharusnya
Misalnya membuat peraturan menteri/ PP yang mengatur diterapkan
peraturan Dispute Board?

3.2 Teknik Pengolahan Data


Setelah dilakukan pengumpulan data pada tahap pertama, maka dilakukan
pengolahan data. Teknik pengolahan data akan dilakukan secara kualitatif. Analisis
yang digunakan adalah metode analisis Spradley yang membagi analisis dalam 4
tahap yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis
tema. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 3.2
3-7

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Kedua


3-8

3.2.1 Analisis Domain


Analisis domain pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang
umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian.
Data diperoleh dari studi literature yang memiliki hasil berupa gambaran umum
tentang obyek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam
analisis ini menemukan domain-domain sebagai berikut.

Tabel 3.2 Resume Analisis Domain

No. Rincian Domain Hubungan Domain


1 Alternatif Adalah jenis dari Penyelesaian sengketa
Litigasi
2 Perbedaan presepsi Adalah penyebab dari Munculnya sengketa
Perubahan pekerjaan
Perubahan desain
Penjaminan pekerjaan
3 Penunjukan Ahli Melalui prosedur Pemeriksaan Sengketa
Penyampaian Tuntutan
Pemeriksaan di persidangan
Pembuktian
Penjatuhan Hukuman
3 Pengguna Jasa Merupakan Pihak yang bersengketa
Penyedia Jasa

3.2.2 Analisis Taksonomi


Berdasarkan domain di atas, maka dipilihlah Penyelesaian Sengketa sebagai
domain yang akan dilakukan analisis taksonomi. Setelah memilih domain yang
akan diteliti, selanjutnya ditetapkan sebagai fokus penelitian yang perlu diperdalam
lagi melalui pengumpulan data yang lebih terfokus. Analisis Taksonomi disajikan
dalam bentuk diagram garis dan simpul (lines and node diagram) dibawah ini;
3-9

Gambar 3.3 Analisis Taksonomi

Hasil analisis taksonomi menjelaskan bahwa untuk domain Penyelesaian


Sengketa dapat dibagi menjadi 2 penyelesaian yaitu penyelesaian jalur Alternatif
dan jalur penyelesaian Litigasi (Pengadilan). Dalam penyelesaian Alternatif
didapatkan beberapa metode yaitu;
1. Mediasi; berupa penyelesaian yang menggunakan intervensi pihak ketiga
yang bertujuan untuk mengarah kepada negosiasi.
2. Negosiasi; berupa penyelesaian yang dilakukan secara berdialog secara
langsung oleh pihak yang bersengketa.
3. Konsiliasi; berupa penyelesaian yang serupa dengan metode mediasi yaitu
adanya intervensi pihak ketiga namun yang membedakannya pihak ketiga
tersebut berupa suatu komisi yang dibentuk oleh para pihak.
4. Arbitrase; metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan di
Indonesia. Sifatnya serupa dengan pengadilan tetapi lebih flexible karena
pihak yang menentukan (arbiter) merupakan orang yang ahli dalam dunia
konstruksi dan dapat membuat suatu keputusan yang tepat.
5. Dispute Board, disebut juga dewan sengketa yang telah ditentukan dan
dijalankan selama masa proyek berlangsung.
Hasil Analisis Taksonomi tersebut, diambil fokus utama yang nanti dilanjutkan ke
Tahap Analisis Komponensial. Fokus yang diambil yaitu Dispute Board.
BAB 4
ANALISIS DATA

4.1 Data Responden


Pengumpulan data dilakukan terhadap 3 responden ahli dan 2 responden praktisi.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur (structure
interview). Data diri responden tersebut sebagai berikut;

4.1.1 Responden Ahli


1. Wawancara pertama dilakukan di Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat
pada tanggal 4 November 2017.
Nama : Muhammad Amry
Organiasasi : Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Jabatan : Sekretaris Jendral IAI
Pengalaman kerja : 18 Tahun
2. Wawancara kedua dilakukan di Kantor Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Jakarta Selatan pada tanggal 7 November 2017.
Nama : Sarwono Hardjomuljadi
Organisasi : DBRF / BADAPSKI
Jabatan : Country Representative / Sekretaris
Pengalaman Kerja : 6 tahun / 2 tahun
3. Wawancara ketiga dilakukan dengan e-mail dikarenakan responden yang
bersangkutan sedang melakukan studinya di Australia yang tidak
memungkinkan untuk bertemu.
Nama : Seng Hansen
Organisasi : Agung Podomoro University
Jabatan : Dosen
Pengalaman Kerja : 6 tahun praktisi, 3 tahun dosen

4-1
4-2

4.1.2 Responden Praktisi


1. Wawancara pertama dilakukan di Kantor Pusat PT Wijaya Karya, Jakarta
Timur pada tanggal 28 November 2017
Nama : Dona Alisyah Siregar
Perusahaan : PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
Jabatan : General Manager Legal Department
Pengalaman Kerja : 12 tahun
2. Wawancara kedua dilakukan di Kantor Pusat PT Waskita Karya, Jakarta
Timur pada tanggal 28 November 2017
Nama : Faradina
Perusahaan : PT Waskita Karya (Persero) Tbk
Jabatan : Staff Administrasi Kontrak dan Tender
Pengalaman Kerja : 6 tahun

4.2 Analisis Komponensial


Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada responden yang terdapat dalam
lampiran 3 dan diringkas ke dalam lampiran 4, menghasilkan suatu kesimpulan
dalam analisis konseptual yang dilihat dari segi penyebab latar belakangnya,
pengertian DB secara umum, karakteristik DB, keuntungan, kerugian,
regulasi/peraturan yang mengatur DB dan juga kesiapan DB untuk diaplikasikan di
Indonesia. Hasil tersebut dikumpulkan dan diringkas ke dalam dua sudut pandang
yaitu;

4.2.1 Analisis Komponensial Menurut Ahli


Meringkas dari hasil wawancara yang didapat dari para ahli, bahwa yang menjadi
salah satu masalah dalam terjadinya sengketa, responden pertama dan ketiga
memiliki satu pendapat yaitu perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat ini
dikarenakan bedanya pemahaman dan maksud dari yang disampaikan salah satu
pihak dengan penerimaan maksud oleh pihak lain, sehingga menghasilkan tahap
persiapan yang buruk (responden ketiga). Pendapat dari responden kedua yang
menjadi pokok utama dalam penyebab utama timbulnya sengketa adalah Chance
and Desire atau dalam Bahasa Indonesia berarti kesempatan dan keinginan. Chance
4-3

yang dimaksud adalah ketika perbedaan pendapat terjadi, maka ada “kesempatan“
yang tepat untuk mengajukan klaim. Desire yang dimaksud adalah “keinginan” dari
para pihak untuk mendapatkan keuntungan dari klaim yang diajukan. Perbedaan
pendapat dari pihak-pihak yang terlibat ini menjadi serius ketika pada tahap
perencanaan saja sudah terjadi. Perbedaan pendapat ini sering terjadi akibat salah
presepsi yang tidak dibicarakan, sehingga progress pekerjaan dan scheduling
pekerjaan proyek akan banyak terganggu.
Hasil keputusan dari metode yang paling sering digunakan sebagai
penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia, semua berpendapat adalah
Arbitrsase dan litigasi, khususnya Arbitrase. Keuntungan dari arbitrse menurut
responden pertama dan kedua adalah jenis keputusannya yang dapat disepakati oleh
kedua belah pihak dan flexible. Responden ketiga berpendapat bahwa kelebihan
dari arbitrase yaitu waktu penyelesaiannya yang tergolong cepat dibandingkan yang
lain, namun dari seluruh metode penyelesaian sengketa konstruksi, menurut
reponden kedua tidak ada metode yang paling baik dikarenakan berdasarkan
penelitian terdahulu, diketahui bahwa waktu penyelesaian sudah bukan menjadi
faktor dominan yang menentukan jenis penyelesaian sengketa.
Dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2017 mengenai Jasa Konstruksi,
disebutkan dalam pasal 88 ayat kedua tentang dewan sengketa (dispute board) yang
telah diketahui oleh para ahli sebelumnya. Mereka berpendapat bahwa Dispute
Board adalah suatu lembaga penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan
kesepakatan dan muali disepakati pada awal mula proyek yang digunakan sebagai
metode penyelesaian sengketa konstruksi dengan mencegah muncul dan
berkembangnya suatu sengketa dalam suatu proyek. Dispute Board juga dapat
menengahi bila adanya sengketa dalam suatu kontrak kerja konstruksi.
Salah satu karakteristik dari dispute board yang disebut oleh semua
responden yaitu impartial. Selain karakterstik impartial, independen juga disebut
sebagai karakteristik lainnya dari Dispute Board oleh responden pertama.
Parameter independen tersebut sulit untuk diketahui dan ditentukan bahwa dewan
tersebut independen atau tidak. Hal ini dijelaskan dalam pendapat responden kedua
yaitu “yang paling penting dan menjadi tolak ukurnya yaitu impartial karena
4-4

independen tidak dapat dibuktikan secara tepat meskipun dilihat dari rekam jejak
dan kesediaannya untuk menjadi independen.”
Keuntungan dari Dispute Board adalah sengketa tersebut diselesaikan di
luar pengadilan dan dari dispute board yang mengatur segala macamnya keputusan
sementara bila terjadinya sengketa selama proyek, maka progress pekerjaan dapat
terus berlangsung dan tidak mengakibatkan keterlambatan yang berarti. Dengan
kata lain, dengan metode dispute board ini selama pelaksanaan proyek konstruksi
akan menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan metode alternatif
penyelesaian sengketa konstruksi lainnya. Dikatakan oleh responden kedua dan
ketiga, bahwa dispute board tidak mungkin ada kegagalan dalam memberikan suatu
keputusan dan responden ketiga berpendapat bahwa dispute board justru akan
menjadi tren dalam metode penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia.
Menururt responden pertama dan ketiga kerugian mungkin timbul dalam hal
pengaplikasian dispute board di lapangan. Seperti disebutkan oleh responden
pertama yaitu dalam hal teknis pembayaran, bila dilihat dari segi bisnis maka sulit
untuk menggunakannya yaitu harus membayar dewan sengketa tersebut dan apabila
hasil keputusannya tidak mencapai kata sepakat dari kedua belah pihak dan ingin
diselesaikan dengan penggunaan arbitrase atau litigasi yang harus membayar juga.
Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak menjadi semakin
besar. Responden ketiga berpendapat bahwa kesulitan yang mungkin timbul bila
DB diaplikasikan di lapangan adalah kurang pahamnya para praktisi di lapangan
sehingga terjadinya salah tafsir dalam mengaplikasikan DB. Hal tersebut bukanlah
suatu hal kerugian yang berarti mengingat dari keuntungan yang didapatkan dari
pengaplikasian DB dalam suatu proyek konstruksi. Biaya yang akan dikeluarkan
Dalam hal landasan hukum bagi proyek pengguna DB, responden pertama
dan ketiga berpendapat bahwa aturan yang ada dalam UUJK No. 2 Tahun 2017
(pasal 88) masih belum dapat mengatur jalannya DB dengan baik dan masih
memerlukan tambahan-tambahan peraturan yang mengatur mengenai segala
macam regulasi yang berjalan selama DB tersebut dijalankan dalam suatu proyek.
Sedangkan menurut reponden kedua, UUJK No. 2 Tahun 2017 (pasal 88) hanya
sebuah landasan yang mendasari alur DB saja sedangkan untuk regulasi yang
berjalan dalam pelaksanaan DB sudah ada di dalam suatu organisasi penyelesaian
4-5

konstruksi yaitu BADAPSKI. Responden ketiga berpendapat, sebaiknya


pemerintah mulai dari sekarang membentuk tim ahli perumus kebijakan yang akan
mengatur PP terkait DB. Di dalamnya juga perlu diatur asosiasi yang berhak
mengatur & mensertifikasi tenaga ahli yang nantinya berhak menjadi seorang DB.
Menurut berbagai keterangan dari hasil wawancara di atas yang dirangkum
pada Tabel 4.1, maka semua responden ahli pun sangat setuju bahwa DB
merupakan metode penyelesaian sengketa konstruksi yang masih baru di Indonesia.
Dalam pengetahuan mengenai berjalannya DB pada setiap lapisan pekerja yang
bergerak di bidang konstruksi masih sedikit, dikarenakan kurangnya ahli-ahli yang
tersertifikasi dalam mengaplikasikan DB di suatu proyek dan kurangnya
penyuluhan yang diberikan kepada seluruh tenaga ahli teknik sipil. Dari kesimpulan
tersebut, bahwa DB dapat diaplikasikan sebagai metode penyelesaian sengketa
konstruksi di Indonesia, namun mengingat masih banyaknya kurangnya
pengetahuan yang dimiliki para pekerja dalam bidang konstruksi mengenai DB
mengakibatkan sulitnya penerapan DB di Indonesia dalam waktu dekat ini. Dapat
dikatakan juga, masih perlunya pembinaan dan penyamarataan informasi mengenai
regulasi, peraturan, dan peran DB dalam suatu proyek konstruksi yang menyeluruh
kepada semua instansi dan para pekerja konstruksi.

Tabel 4.1 Resume Pendapat Ahli mengenai Dispute Board


Kategori Responden 1 Responden 2 Responden 3
Penyebab Sengketa Perbedaan Chance and Desire Perbedaan
pendapat pendapat & Tahap
persiapan yang
buruk
Metode yang sering Arbitrase & Arbitrase Arbitrase &
dipakai dalam Litigasi Litigasi
pengambilan keputusan
4-6

Kategori Responden 1 Responden 2 Responden 3


Pengertian Dispute Dispute Board yaitu suatu lembaga penyelesaian sengketa yang
Board dibentuk berdasarkan kesepakatan dan mulai disepakati pada
awal mula proyek yang digunakan sebagai metode penyelesaian
sengketa konstruksi dengan mencegah muncul dan
berkembangnya suatu sengketa dalam suatu proyek. Dispute
Board juga dapat menengahi bila adanya sengketa dalam suatu
kontrak kerja konstruksi.
Karakteristik Dispute Impartial, Murah, cepat, aktif, Project specific,
Board mandiri, mempunyai trust & impartial,
indepeden, respectable, keputusannya
berintegrasi, impartial mengikat para
pihak
Kelebihan Dispute
Save-time & Save-Cost
Board
Kesulitan Dispute Board Teknis Tidak ada, karena Anggota DB tidak
pembiayaan, adanya organisasi dapat menjaga
besaran yang membantu profesionalisme
pengeluaran, aspek (BADAPSKI) dan integritasnya
bisnis bila hasil
keputusan tidak
sepakat/kalah.
Hukum yang mengatur Belum cukup, Ada peraturan lain Masih kurang,
UUJK No. 2 Tahun masih dibutuhkan dari organisasi masih dibutuhkan
2017 (pasal 88) regulasi lain yang PP
(PP/PM/Kemen) menyelesaikan
sengketa
(BADAPSKI)
4-7

Kategori Responden 1 Responden 2 Responden 3


Kesimpulan Penyebab munculnya sengketa paling besar adalah perbedaan
pendapat yang dapat mengakibatkan kesempatan (chance) dalam
mengajukan klaim sehingga salah satu pihak akan merugi dan
masing-masing pihak akan berlomba-lomba untuk mendapatkan
keuntungan (desire).
Saat ini metode yang paling sering digunakan adalah Arbitrase.
DB adalah metode baru yang diharapkan dapat diaplikasikan di
Indonesia sebagai metode penyelesaian sengketa konstruksi
yang dibentuk agar dapat menghindari terjadinya sengketa.
DB itu sendiri harus bersifat impartial (tidak memihak) agar
dapat dipandang berintegrasi dan memiliki trust & respectable.
Dikarenakan DB dibentuk pada awal proyek (standing) maka
akan menghemat waktu dan biaya karena tidak banyak waktu
dan biaya yang terbuang secara Cuma-Cuma hanya untuk
menyelesaikan sengketa. Mengingat masih kurangnya
pengetahuan yang dimiliki para pekerja dalam bidang konstruksi
mengenai DB mengakibatkan biaya yang keluar akan besar dan
sulit menjaga sikap profesionalitasnya.
Hukum yang mengaturnya bila mengandalkan UUJK No. 2
Tahun 2017 saja sulit untuk mengatur berjalannya DB karena
masih belum adanya regulasi lain yang mengatur dan sifat
putusannya DB yang tidak final-binding di mata hukum.

4.2.2 Analisis Komponensial Menurut Praktisi


Meringkas dari hasil wawancara yang didapat dari para praktisi, bahwa yang
menjadi salah satu masalah dalam terjadinya sengketa, responden pertama
menyatakan ketidak jelasan dokumen kontrak dan ketidak lengkapan yang akan
menyebabkan suatu sengketa terjadi. Responden kedua menyatakan termin akan
membuat suatu sengketa muncul. Termin yang dimaksud adalah berita acara
pengakuan proses pekerjaan yang lama diakui, dimana cash flow tidak dibayarkan
sehingga dibutuhkan keputusan inkracht (keputusan hukum tetap).
4-8

Metode penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia dalam beberapa


tahun terakhir, kedua responden tersebut sepakat bahwa arbitrase merupakan
metode yang paling sering digunakan dikarenakan arbitrase mempunyai kekuatan
hukum yang jelas dan cepat. Responden kedua berpendapat bahwa arbitrase yang
sering perusahaannya (PT. Waskita) gunakan merupakan metode arbitrase yang
diselesaikan melalui BANI. Dikarenakan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang
jelas dan diselesaikan dengan cepat, arbitrase tersebut memiliki biaya yang lumayan
mahal untuk satu sengketa konstruksi yang diselesaikan.
Dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2017 mengenai Jasa Konstruksi,
disebutkan dalam pasal 88 ayat kedua tentang dewan sengketa (dispute board) yang
telah diketahui oleh para praktisi sebelumnya. Mereka berpendapat bahwa Dispute
Board adalah suatu panel orang yang berjumlah ganjil yang sifatnya independen
dan ditunjuk untuk memeberi keputusan, membantu, atau merekomendasikan
mengenai sengketa yang sedang terjadi. Dijelaskan oleh responden pertama bahwa
yang menjadi pembeda Dispute Board dengan alternatif penyelesaian sengketa
lainnnya adalah dispute board akan mengeluarkan sesuatu putusan yang bersifat
remedy atau perbaikan, sementara metode alternatif lainnya seperti penilaian ahli
bersifat teknis. Dikarenakan dispute board adalah suatu panel, maka bisa saja
penilai ahli tersebut masuk kedalam tim dispute board sendiri. Dikatakan oleh
responden kedua, dispute board tersebut melitigasi dalam tingkat musyawarah yang
sifatnya suatu tindakan preventif.
Salah satu karakteristik dari dispute board yang disebut oleh responden
pertama yaitu fairness, impartial, competent, knowledgeable, bijak, dan fleksibel.
Dikatakan oleh responden kedua bahwa karakteristik Dispute Board itu sendiri
tergantung dari kesepakatan para pihak terkait, tetapi untuk mengetahui keterikatan
dewan yang terpilih dengan salah satu pihak bisa dilihat dari track record dewan
tersebut dalam pembuatan suatu keputusan karena pemilihan dewan tersebut
dilakukan dari rekomendasi berbagai pihak.
Keuntungan dari Dispute Board dari pendapat responden pertama yaitu
lebih cepat, prosedurnya fleksibel, tidak perlu ada biaya adiminstrasi, dapat
dikerjakan dimanapun, dan memiliki sifat avoidance. Didukung dari pendapat
responden kedua, keuntungannya yaitu dapat diselesaikan tidak sampai ketingkat
4-9

litigasi dan sifatnya preventif. Sehingga kedua responden tersebut sepakat bahwa
keuntungannya adalah tidak diselesaikan di jalur pengadilan yang memiliki banyak
kekurangan dari hal kerahasiaan, waktu yang panjang dan biaya yang tidak perlu.
Dengan adanya site visit tersebut, proyek dapat dikawal dari masalah-masalah yang
mungkin timbul sehingga diperlukannya tempo visiting tergantung dari tingkat
kompleksitas proyek tersebut. Dijelaskan oleh responden pertama, bahwa biaya
yang digunakan oleh kontraktor BUMN melalui APBD yang keluar untuk
penerapan DB sudah menjadi bagian dari nilai kontrak sebagai provisional sum.
Provicional Sum adalah istilah yang digunakan untuk item pekerjaan yang belum
pasti quantity ataupun volume pekerjaannya, maka dalam kontrak yang mengikat
adalah harga satuannya saja. Volume yang dituliskan pada nilai kontrak
diasumsikan terlebih dahulu, bila nilai tersebut lebih rendah atau lebih tinggi dari
yang tertulis di nilai kontrak maka akan menjadi pekerjaan tambah kurang.
Pengaturan biaya tersebut membuat biaya yang dikeluarkan bila terjadi sengketa
terjadi lebih terkontrol dan terprediksi dibandingkan metode penyelesaian lainnya
yang memerlukan biaya administrasi. Progress biaya yang dilakukan oleh masing-
masing pihak terhadap DB dilakukan sesuai dengan mengacu kepada studi literatur
yang telah digunakan. Disebutkan seluruh praktisi setuju bahwa penggunaan biaya
untuk DB yang dikeluarkan sangat berguna karena sifatnya ‘risk transfer’ sehingga
bila terjadi sengketa bukan dianggap biaya yang sia-sia.
Kerugian yang mungkin timbul dikatakan oleh responden pertama bahwa
masalah-masalah yang memiliki arah tindakan hukum (tindak pidana) tidak bisa
diselesaikan dengan dispute board serta sikap para pihak yang berbeda-beda akan
timbul selama menggunakan dispute board, selain itu juga hampir semua proyek
yang menggunakan Dispute Board menolak keputusan yang telah dibuat karena
sifatnya yang bukan final-binding. Sementara itu dikarenakan perusahaan
responden kedua (PT Waskita) belum pernah menggunakan dispute board maka
tidak diketahui apa pendapat yang mungkin akan timbul. Dapat dikatakan bahwa
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda dari setiap pihak yang bergerak di
bidang konstruksi maka akan menyulitkan pihak-pihak tersebut menggunakan
dispute board, sebagai pemecahan masalah yang timbul selama proyek
berlangsung, dengan baik dan benar.
4-10

Dalam hal landasan hukum bagi proyek pengguna Dispute Board, kedua
responden berpendapat masih perlu dilakukan pembenahan hukum yang mengatur
sehingga dapat terlengkapi sampai peraturan menteri yang paling mendetail dalam
mengatur secara teknisnya. Undang-Undang jasa konstruksi nomor 2 tahun 2017
tergolong masih baru, sehingga responden kedua masih belum mengetahui secara
detail seperti apa undang-undang tersebut. Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini
kontraktor BUMN di Indonesia masih belum dapat menerapkan metode DB secara
menyeluruh karena masih perlu adanya penyuluhan tentang undang-undang
tersebut keseluruh bagian di bidang konstruksi agar DB dapat segera diterapkan.
Menurut berbagai keterangan dari hasil wawancara di atas yang dirangkum
pada tabel 4.2, bahwa Dispute Board merupakan metode penyelesaian sengketa
konstruksi yang masih baru di Indonesia sehingga diperlukan adanya penyuluhan
dan pengajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara tersebut, responden pertama memang mempelajari mengenai dispute
board pada studinya dahulu sehigga beliau menguasai dan mengetahui tentang
dispute board, sedangkan responden kedua hanya mengetahui sedikit mengenai
dispute board yang dikatakan selama wawancara dan lebih menguasai metode
arbitrase karena sengketa proyek pada umumnya diselesesaikan dengan metode
tersebut.

Tabel 4.2 Resume Pendapat Responden Praktisi


Kategori Responden 1 Responden 2
Penyebab Sengketa Dokumen Termin
Metode yang sering dipakai Arbitrase (beberapa tahun Arbitrase (BANI)
dalam pengambilan terakhir)
keputusan
Pengertian Dispute Board Dispute Board adalah suatu panel orang yang berjumlah
ganjil yang sifatnya independen dan ditunjuk untuk
memberi keputusan, membantu, atau
merekomendasikan mengenai sengketa yang sedang
terjadi.
4-11

Kategori Responden 1 Responden 2


Karakteristik Dispute fairness, impartial, tergantung dari
Board competent, kesepakatan para pihak
knowledgeable, bijak, dan terkait
fleksibel
Kelebihan Dispute Board lebih cepat, prosedurnya dapat diselesaikan tidak
fleksibel, tidak perlu ada sampai ketingkat litigasi
biaya adiminstrasi, dapat dan sifatnya preventif.
dikerjakan dimanapun,
dan memiliki sifat
avoidance.
Kesulitan Dispute Board Masalah yang memiliki
relevansei pada pidana tidak
dapat diselesaikan, attitude
Tidak tahu
para pihak berbeda, hampir
semua menolak keputusan
Dispute Board.
Hukum yang mengatur
UUJK No. 2 Tahun 2017 Belum cukup
(pasal 88)
Kesimpulan Adanya perbedaan pengetahuan mengenai Dispute Board,
sehingga perlu adanya pelatihan-pelatihan yang membahas
mengenai Dispute Board di Indonesia yang disesuaikan
dengan hukum yang ada di Indonesia. Namun, hukum yang
mengatur sekarang masih dirasa belum cukup untuk mengatur
sebuah penyelesaian sengketa menggunakan Dispute Board.
Oleh karena itu, sulit untuk mengaplikasikan Dispute Board di
Indonesia dalam waktu dekat ini.

4.3 Analisis Tema


Dari kedua analisis komponensial (menurut ahli dan praktisi) tersebut didapat
bahwa Dispute Board adalah suatu metode alternatif penyelesaian sengketa yang
baru-baru ini ada di Indonesia. Untuk di Asia Tenggara sendiri beberapa negara
(Malaysia, Singapura, dll.) telah menggunakan Dispute Board sebagai upaya
4-12

penyelesaian sengketa dalam proyek konstruksi. Hampir semua permasalahan yang


terjadi dapat diselesaikan dengan metode alternatif ini, namun masih memerlukan
beberapa pengalaman yang menjangkau seluruh bagian proyek dikarenakan perlu
adanya pengalaman yang membuat metode penyelesaian alternatif ini sukses untuk
dilakukan.
Adanya metode alternatif penyelesaian tersebut maka proses penyelesaian
sengketa dapat dilakukan lebih cepat, lebih rahasia (privacy), dan proyek dapat
terkontrol dengan baik dengan adanya site-visit. Sesuatu yang mengganjal dan
menjadi titik kelemahan bila Dispute Board dilakukan adalah sulitnya mengatur
keinginan dan kepuasan bagi seluruh pihak yang bersengketa karena sifatnya yang
tidak mengharuskan disepakati dan dapat melakukan jalur arbitrase lanjutan atau
litigasi sehingga riskan dipandang sebagai biaya yang sia-sia bila sudah
menggunakan dispute board.
Kesamaan tingkat pengetahuan kedua responden mengenai Dispute Board
masih berbeda disertai landasan hukum yang menjadi pendukung utama metode
penyelesaian ini masih dipandang kurang memadai untuk menjadi acuan dalam
sebuah kontrak, sehingga hal tersebut menjadi halangan utama yang sangat
mengganggu untuk menerapkan Dispute Board dalam suatu proyek di Indonesia
dalam waktu dekat ini.
Saat ini, diketahui bahwa di lapangan sebenarnya faktor waktu penyelesaian
sengketa merupakan salah satu faktor penting dalam pemilihan jenis penyelesaian
sengketa, tetapi dari jawaban para ahli dan studi terdahulu menyatakan bahwa
faktor tersebut bukanlah faktor yang paling dominan. Secara umum penyelesaian
sengketa melalui Dispute Board menawarkan waktu penyelesaian sengketa yang
lebih cepat. Bila memang faktor tersebut merupakan faktor yang dominan maka
kemungkinan besar Dispute Board akan dipilih sebagai metode penyelesaian
sengketa, sehingga diperlukan analisis yang lebih mendalam mengenai hal tersebut.
Selain itu, kepastian hukum sangat penting dalam membuat suatu keputusan
penyelesaian sengketa, karena pada saat di lapangan banyak yang menolak
keputusan DB kerena putusannya yang tidak final & binding.
Oleh karena itu, hal pembeda mengenai Dispute Board dalam
pengaplikasiannya di Indonesia bagi ahli dan kedua responden praktisi di Indonesia
4-13

adalah pada ahli, Dispute Board sangat popular dan sangat diharapkan untuk
digunakan dalam setiap proyek di Indonesia dikarenakan sifatnya yang
menghindari terjadinya sengketa. Tidak dapat dipungkiri bahwa menurut responden
praktisi di lapangan sengketa terjadi sulit untuk membuat kedua belah pihak setuju
dengan keputusan dewan yang merekomendasikan penyelesaiannya.

Anda mungkin juga menyukai