Anda di halaman 1dari 6

LANDASAN PSIKOLOGIS

A. Pendahuluan
Di lingkungan pendidikan (Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi) yang menjadi sasaran layanan
bimbingan dan konseling adalah peserta didik (Siswa atau Mahasiswa). Peserta didik merupakan
pribadi-pribadi yang sedang dalam proses berkembang ke arah kematangan. Masing-masing peserta
didik memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual diantara
mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan
penyesuaian diri.
Dalam proses pendidikan, peserta didik pun tidak jarang mengalami masalah stagnasi perkembangan
sehingga menimbulkan masalah-masalah psikologis, seperti terwujud dalam perilaku menyimpang
(delinquency) atau bersifat infantilitas (kekanak-kanakan).
Agar perkembangan peserta didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan terhindar dari munculnya
masalah-masalah psikologis, maka mereka perlu diberikan bantuan yang sifatnya pribadi. Bantuan yang
dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan
bimbingan dan konseling. Bagi konselor, memahami aspek-aspek psikologis pribadi konseli (klien)
merupakan keharusan yang mutlak, karena pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling merupakan
upaya untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis, pribadi atau perilaku klien, sehingga
memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna dan sejahtera.
Berikut akan dibahas beberapa aspek psikologis dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan pribadi yang perlu dipahami oleh konselor atau pembimbing agar dapat memberikan
layanan bimbingan dan konseling yang akurat dan bijaksanan.

B. Uraian Materi
1. Motif
Satu aspek psikis yang penting untuk diketahui adalah motif, karena keberadaannya sangatlah
berperan penting dalam tingkah laku idnividu. Konselor perlu memahami motif klien dalam
bertingkah laku agar dapat, a) mengukur motif (seperti belajar dan mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler) peserta didik; b) mengembangkan motif peserta didik (klien) yang tepat dalam
berbagai aspek kegiatan yang positif seperti belajar, bergaul dengan orang lain, dan mendalami
nilai-nilai agama; dan c) mendeteksi alasan atau latar belakang tingkah laku klien.
a. Pengertian Motif
1) Sartain mengartikan motif sebagai “A complex state within an organism that directs
behavior toward a goal or incentive.” (Suatu keadaan yang komplek dalam organisme
atau individu yang mengarahkan perilakunya kepada satu tujuan atau insentif).
2) J.P Chaplin mengemukakan, bahwa motif itu adalah “A state of tension within the in
which arouses, mantains and direct behavior toward a goal.” (Satu kekuatan dalam
diri individu yang melahirkan, memelihara dan mengarahkan perilaku kepada satu
tujuan).

b. Pengelompokan Motif
Ada beberapa macam pengelompokan yang dikemukakan oleh para ahli. Meskipun nampak
berbeda, namun isinya mempunyai banyak kesamaan antara satu dengan yang lainnya.
Pengelomppkan itu diantaranya yaitu sebagai berikut.
PERTAMA, Motif Primer dan Motif Sekunder.
1) Motif Primer
Motif primer disebut juga motif dasar (basic motive) atau biological drives (karena
berasal dari kebutuhan-kebutuhan biologis). Dengan kata lain, motif ini bersifat
naluriah (instinktif). Motif primer meliputi:
a. Dorongan fisiologis (physiological drive),motif fisiologis ini bersumber pada
kebutuhan organis (organic needs) yang meliputi:
(1) Dorongan untuk makan, minum dan bernapas
(2) Dorongan untuk mengembangkan keturunan (sex drives)
(3) Dorongan untuk beristirahat dan bergerak, dan sebagainya.
b. Dorongan umum dan motif darurat.
Meskipun pada dasarnya motif ini telah ada sejak lahir, namun bentuk-bentuknya
yang sesuai dengan perangsang tertentu berkembang karena dipelajari. Yang
termasuk motif ini diantaranya meliputi:
(1) Perasaan takut
(2) Dorongan kasih sayang
(3) Doronga ingin tahu
(4) Dorongan untuk melarikan diri (escape motive)
(5) Dorongan untuk menyerang (combat motive)
(6) Dorongan untuk berusaha (effort motive)
(7) Dorongan untuk mengejar (pursuit motive)

2. Motif Sekunder
Motif ini seringkali disebut juga motif sosial. Motif sekunder (sosial) ini merupakan
motif yang dipelajari (learned motive), atau dalam arti lain motif ini berkembang karena
adanya pengalaman. Dalam perkembangannya, motif ini dipengaruhi oleh tingkat
peradaban, adat istiadat, dan nilai- nilai yang berlaku dalam masyarakat tempat individu
itu berada. Yang termasuk motif sekunder diantaranya meliputi:
a. Dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan
b. Dorongan untuk mengejar suatu kedudukan (status)
c. Dorongan untuk dapat berprestasi (achievement motive)
d. Motif-motif objektif (eksplorasi, manipulasi dan menaruh minat)
e. Dorongan ingin diterima, dihargai, persetujuan, merasa aman
f. Dorongan untuk dikenal dan sebagainya.

KEDUA, pengelompokan motif menurut Woodwort dan Marquis. Motif tersebut dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.
a. Motif atau kebutuhan organis, seperti kebutuhan untuk makan, minum, bernapas,
seksual, beristirahat dan bergerak.
b. Motif darurat, seperti: motif untuk menyelamatkan diri, membalas, memburu
(mengejar), berusaha dan menyerang.
c. Motif objektif meliputi beberapa bagian yaitu:
1) Motif untuk melakukan eksplorasi atau untuk menyelidiki. Tujuan motif ini adalah
untuk mendapatkan sesuatu kebenaran yang lebih akurat dan objektif.
2) Motif manipulasi, yaitu dorongan untuk untuk memanfaatkan sesuatu yang ada
dilingkungan sekitarnya, sehingga dapat berguna bagi dirinya dalam memelihara
kelangsungan hidupnya.
3) Motif interest (minat), yaitu dorongan untuk memusatkan kegiatan dan perhatian
terhadap suatu objek yang berkaitan dengan diri individu. Misalnya yang
berhubungan dengan olahraga, kesenian dan keteremapilan tertentu.
KETIGA, pengelompokan motif berdasarkan atas jalarannya. Pengelompokan ini dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Motif intrinsik, yaitu motif yang tidak perlu dirangsang dari luar karena pada dasarnya
dorongan tersebut telah ada dalam diri individu itu sendiri. Misalnya, rajin membaca
dan belajar. Bukan semata-mata karena akan dianggap malas, tapi karena itu memang
sudah kebutuhan dan juga kegemarannya. Contoh lain misalnya, seseorang beribadah
kepada Allah bukan semata-mata takut kepada orang tua atau malu terhadap teman-
temannya apabila tidak mengerjakannya. Melainkan karena niat dan keikhlasan yang
telah tumbuh dalam dirinya.
2) Motif ekstrinsik, ekstrinsik adalah kebalikan dari intrinsik. Ekstrinsik adalah motif
yang timbul karena adanya pengaruh rangsangan dari luar. Misalnya, mahasiswa rajin
belajar, karena seminggu lagi akan ujian.

KEEMPAT, pengelompokan motif berdasarkan isi atau persangkutpautannya, yaitu


sebagai berikut.
1) Motif jasmaniah, seperti: refleks, instink dan sebaginya
2) Motif rohaniah, yaitu kemauan

KELIMA. Menurut Abraham H. Maslow, motif-motif itu mempunyai hubungan


berjenjang. Artinya, suatu motif itu timbul karena motif yang mempunyai jenjang yang
paling rendah telah terpenuhi.
Pengelompokan motif dari jenjang yang paling rendah ke jenjang yang paling tinggi adalah
sebagai berikut.
1) Kebutuhan biologis (physiological needs)
2) Kebutuhan rasa aman (safety security needs)
3) Kebutuhan sosial/afiliasi (sosial affiliation needs)
4) Kebutuhan akan pemuasan harga diri (self esteem)
5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization)

c. Pengukuran Motif
Motif bukan merupakan benda yang dapat diamati secara langsung, melainkan motif
merupakan suatu kekuatan yang ada dalam diri setiap individu yang bersifat abstrak. Oleh
karena itu, dalam mengukurnya diperlukan untuk mengidentifikasi bebrapa indikator, yaitu
sebagai berikut.
1) Durasi kegiatannya ( berapa lama kemampuan menggunakan waktunya untuk melakukan
kegiatan).
2) Frekuensi kegiatannya (sering tidaknya kegiatan itu dilakukan dalam suatu periode
waktu tertentu).
3) Persitensinya (ketetapan atau kelekatannya) pada tujuan kegiatan yang dilakukan.
4) Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan jiwanya) utnuk
mencapai tujuan.
5) Ketabahan, keuletan, dan kemauannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk
mencapai tujuan.
6) Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-citanya) yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang telah dilakukan.
7) Tingkat kualifikasi dan prestasi, produk atau output yang dicapai dari kegiatannya
(berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak).
8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatannya (like or dislike, positif atau negatif).

d. Beberapa Usaha Untuk Membangkitkan atau Memperkuat Motif


1) Menciptakan situasi komepetisi yang sehat. Kompetisi atau persaingan itu bisa dengan
diri sendiri ataupun orang lain.
2) Adanya pacemaking, yaitu usaha untuk merinci tujuan jangka panjang menjadi tujuan
jangka pendek.
3) Memberikan insentif dalam hal tertentu. Misalnya memberikan hadiah dalam bentuk
penghargaan atas prestasi yang telah diraih. Agar peserta didik lebih semangat dalam
mengembangkan minat dan bakatnya.
4) Memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk sukses. Agar motif disetiap individu
tetap besar, maka sebaiknya individu tersebut diberikan kesempatan untuk sukses, atau
diberitahu tentang keberhasilkan (kesuksesan) yang telah diraihnya.

2. Konflik dan Frustrasi


a. Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut.
1) Konflik mendekat-mendekat, yaitu keadaan psikis yang dialami oleh individu dalam
menghadapi dua motif positif yang sama sama kuat. Motif positif ini maksudnya adalah
motif yang sama sama disenangi atau diinginkan oleh individu.
2) Konflik menjauh-menjauh, yaitu keadaan psikis yang dialami oleh individu dalam
menghadapi dua motif negatif yang sama sama kuat.motif negatif ini maksudnya adalah
motif yang sama sama tidak disenangi oleh individu.
3) Konflik mendekat dan menjauh, yaitu keadaan psikis individu dalam menghadapi dua
motif yang berbeda. Yaitu motif positif dan juga motif negatif yang sifatnya sama sama
kuat.
4) Konflik ganda (double approach-avoidance conflict), konflik ini hampir sama dengan
konflik mendekat menjauh. Maksudnya adalah konflik psikis yang dialami oleh individu
dalam menghadapi dua situasi atau lebih yang masing-masing mengandung motif positif
dan motif negatif sekaligus dan sam kuat.

b. Frustrasi
Apa itu frustrasi? Frustrasi dapat diartikan sebagai kekecewaan yang mendalam dalam
diri seorang individu dikarenakan tidak tercapainya seseuatu hal yang diinginkannya.
Adapun sumber yang menyebabkan terjadinya frustrasi mungkin berwujud manusia,
benda, peristiwa, keadaan alam dan sebagainya. Sarlito Wirawan Sarwono
mengelompokkan frustasi kedalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut.
1) Frustrasi Lingkungan, yaitu frustrasi yang disebabkan oleh rintangan yang terdapat
di lingkungannya.
2) Frustrasi Pribadi, yaitu frustrasi yang terjadi kerena adanya ketidakmampuan orang
itu untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain, frustrasi tersebut timbul karena
adanya perbedaan antara keinginan dan tingkat kemampuannya.
3) Frustrasi Konflik, yaitu frustrasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif
dalam diri seseorang. Dengan adanya motif motif yang saling bertentangan, maka
pemuasan diri dari salah satunya akan menyebabkan frustrasi bagi yang lain.

Reaksi individu terhadap frustrasi yang dialaminya itu berbeda-beda. Perbedaan reaksi
individu terhadap frustrasi itu dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukannya. Ada yang
menghadapinya secara rasional, tetapi ada juga yang reaksinya terlalu emosional, yang
terwujud dalam bentuk-bentuk tingkah laku yang salah. Adapun wujud dari cara-cara
individu dalam mereaksi frustrasi itu diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Agresi Marah (angry agression)
Akibat tujuan yang akan dicapainya mengalami kegagalan, individu menjadi agresif,
marah-marah, dan merusak. Agresi ini bisa berwujud verbal (marah-marah), ataupun
non-verbal (seperti membanting pintu, memecahkan barang-barang, dan memukul).
2) Bertindak Secara Eksplosif
Yaitu dengna cara melakukan perbuatan yang eksplosif, baik dengan perbuatan
jasmaniah ataupun hanya dengan ucapan-ucapan. Setelah mengeluarkan segala unek-
uneknya, biasanya individu itu akan merasa ketegangan yang ada dalam dirinya itu
berkurang atau menghilang (katarcis = tention reducation) dan merasa lega.
3) Dengan Cara Introversi
Yaitu dengan cara menarik diri dari dunia nyata, dan masuk kedalam dunia khayal.
Didalam dunia khayal tersebut, dia membayangkan bahwa seolah-olah tujuannya telah
tercapai. Istilah lain dari reaksi ini adalah melamun (day dreaming).
4) Perasaan Tidak Berdaya
Reaksi ini menunjukkan sikap tak berdaya, patah hati, pasif, dan mungkin juga
menderita sakit. Reaksi ini berlawanan dengan agresi marah.
5) Kemunduran (regression)
Reaksi frustasi ini menunjukkan kemunduran dalam tingkah laku, yaitu tingkah laku
yang kekanak-kanakan, seperti mengompol dan mengisap ibu jari.
6) Fiksasi (fixation)
Yaitu mengulang kembali sesuatu yang menyenangkan. Dapat juga diartikan sebagai
kemandegan dalam perkembangan berikutnya. Contohnya ada seorang mahasiswa yang
senantiasa mempertahankan dirinya dalam posisi sebagai mahasiswa (mahasiswa abadi)
dia merasa betah sebagai mahasiswa. Dia tidak mau cepat-cepat ikut ujian akhir, karena
dia merasa cemas untuk menghadapi resiko yang tidak menyenangkan apabila dia telah
lulus.
7) Penekanan (repression)
Yaitu reaksi frustasi dengan cara menekan pengalaman, tarumatis, keinginan,
kekesalan, atau ketidaksenangan ke alam tidak sadar.
8) Rasioanalisasi
Yaitu usaha-usaha untuk mencari-cari dalih pada orang lain untuk menutupi
kesalahan (kegagalan diri sendiri). Contohnya saja, seorang mahasiswa mendapatkan
nilai jelek dalam ujian akhirnya, namun dia berbicara kepada temannya bahwa hal itu
terjadi karena dia sakit (padahal sebenranya diriya sendiri tidaklah sakit).
9) Proyeksi
Dalam hal ini, individu melemparkan sebab kegagalannya kepada orang lain atau
sesuatu diluar dirinya.
10) Kompensasi
11) Sublimasi
Yaitu mengalihkan tujuan kepada tujuan lainnya yang mempunyai niai sosial atau
etika yang lebih tinggi. Contoh: senang berkelahi menjadi petinju, putus dari pacar
menjadi perawat.

Anda mungkin juga menyukai