Anda di halaman 1dari 40

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hal-hal yang bersangkutan dengan

penelitian, antara lain : konsep motivasi, konsep keluarga, konsep lansia, konsep

posyandu lansia, kerangka konsep dan hipotesa.

2.1 Konsep Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

Motif adalah suatu istilah-istilah psikologis yang berasal dari bahasa Latin

movere.

Hal tersebut sesuai seperti yang dinyatakan oleh Caplin (1993) bahwa motif

adalah suatu keadaan ketegangan didalam individu yang membangkitkan,

memelihara dan mengarahkan tingkahlaku menuju pada tujuan atau sasaran.

Sedangkan motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait

dengan faktor lain yang disebut dengan motivasi. Terlepas dari beberapa definisi

tentang motif di atas tentu kita dapat menarik kesimpulan bahwa motif adalah

suatu dorongan dari dalam diri individu yang mengarahkan pada suatu aktivitas

tertentu dengan tujuan tertentu pula. Sementara itu motivasi didifinisikan oleh Mc.

Donald (Dalam Hamalik, 1992) sebagai perubahan energi didalam pribadi

seseorang yang ditandai dengan afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan

(http://qistoos.multiply.com/journal/item/9/motivasibelajar).

5
6

Pengertian tersebut mengandung tiga elemen penting sebagai berikut :

1. Bahwa motivasi ini mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa energi di

dalam system Neurophysiological yang ada pada organisme manusia, karena

menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu sendiri muncul

dari dalam diri manusia). Penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik

manusia.

2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa atau Feeling afeksi seseorang.

Motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan afeksi dan emosi yang

dapat menentukan tingkah laku manusia.

3. Motivasi akan dirangsang karena ada tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini

sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yaitu tujuan. Motivasi dapat juga

dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,

sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, jadi motivasi ini dapat

dirangsang oleh faktor dari luar, walau motivasi itu sendiri tumbuhnya dari

dalam diri seseorang.

Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu : kebutuhan, dorongan dan

tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa

yang ia miliki dan apa yang ia harapkan, dorongan merupakan kekuatan mental

untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan, sedangkan tujuan

adalah hal yang ingin dicapai oleh seseorang individu, artinya tujuanlah yang

mengarahkan perilaku seseorang itu.

6
7

Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai

keseluruhan daya penggerak didalam diri individu (Siswa) yang menimbulkan

kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang

memberi arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh

subyek belajar itu dapat tercapai.

2.1.2 Asal dan Perkembangan Motivasi

Seorang anak sejak lahir telah membawa motif-motif atau dorongan-

dorongan tertentu. Makin dewasa anak itu makin mengalami perkembangan motif

melalui proses belajar, yang disebut motif-motif yang dipelajari (learnerd motive).

Dorongan yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang sifatnya lebih lestari

dibandingkan dengan motivasi karena pengaruh dari luar. Perilaku karena

dorongan dari dalam dirinya akan lebih terarah dan konsisten dalam mencapai

tujuannya. Sebaliknya perilaku yang terjadi karena pengaruh dari luar, perilaku itu

akan kurang terarah, tidak konsisten dan sering mengalami pasang surut.

Demikian juga aktivitas belajar setiap siswa tidak sama, tergantung pada motivasi

mereka masing-masing.

2.1.3 Kekuatan Motif dan Motivasi

Setelah kita membahas pengertian motif dan motivasi, selanjutnya kita ingin

mengetahui kekuatan dari motivasi itu. Sebagai aspek psikologis, motivasi tidak

dapat diukur secara langsung, melainkan hanya diukur gejala dari motivasi itu

yang dinamakan tingkah laku. Dengan demikian untuk mengetahui kekuatan

motivasi seseorang siswa, juga dengan mengamati perilaku mereka yang berkaitan

dengan aktifitas-aktifitas belajar.

7
8

Telah banyak para ahli mengadakan penyelidikan untuk menemukan cara

mengukur intensitas atau kekuatan motif dan motivasi, di antaranya Skinner

dengan menggunakan metode penghalang atau obstruction methode.

Demikian pula halnya dengan motivasi belajar seseorang siswa, semakin

besar rintangan yang diatasi, berarti semakin kuat juga motivasi belajar yang ia

miliki, atau dengan kata lain semakin besar dan kuat motivasi belajar yang

dimiliki, akan semakin mampu mengatasi hambatan dan masalah yang dihadapi

selama mengikuti pendidikan.

2.1.4 Bentuk-bentuk Motivasi

2.1.4.1 Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya

1. Motivasi bawaan

Adalah motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi itu ada tanpa

dipelajari. Motivasi ini seringkali disebut motivasi yang disyaratkan secara

biologis (Physiological Driver), misalnya dorongan untuk makan, dorongan

untuk bekerja dan lain-lain.

2. Motivasi yang dipelajari

Adalah motivasi yang timbul karena dipelajari. Motivasi ini seringkali

disebut motivasi yang disyaratkan secara sosial karena manusia hidup dalam

lingkungan social dengan sesama manusia yang lain (Affialiative Needs),

misalnya : dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan dan lain-

lain.

2.1.4.2 Motivasi Instrinsik dan Ekstrinsik

1. Motivasi Intrinsik

Bentuk motivasi yang di dalamnya aktifitas belajar yang dimulai dan

diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak berhubungan

8
9

dengan aktifitas belajar. Motivasi intrinsik merupakan dorongan belajar yang

timbul dan berasal dari dalam individu sendiri tanpa adanya pengaruh dari

luar. Motivasi ini memberikan dampak yang baik terhadap aktifitas belajar

siswa. Dengan motivasi intrinsik ini siswa akan selalu melakukan aktifitas

belajar yang terarah dalam mempelajari dan memahami suatu pelajaran,

karena motivasi belajar yang tertanam dalam dirinya memang bertujuan untuk

semata-mata mempalajari dan memahami yang dipelajari dengan sebaik-

baiknya.

2. Motivasi Ekstrinsik

Adalah motivasi yang menimbulkan aktifitas belajar yang dimulai dan

diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak mutlak berkaitan dengan

aktifitas belajar. Motivasi ekstrinsik timbul bukan berasal dari dirinya, akan

tetapi terjadi karena adanya pengaruh dari luar. Motivasi ini memberikan

dampak yang kurang baik terhadap aktifitas belajar siswa. Ia belajar bukan

semata ingin memahami suatu pelajaran secara hakiki, akan tetapi ia belajar

karena adanya pengaruh dan rangsangan dari luar dirinya yang sebenarnya

tidak ada kaitannya dengan aktifitas belajar. Rangsangan dari luar itu dapat

berupa penghargaan, pujian, imbalan dan lain sebagainya.

(A.M Sardiman, 2007 : 89).

9
10

2.1.5 Motivasi berdasarkan tingkatan-tingkatan dari bawah sampai ke atas

(Hirarkhi)

2.1.5.1 Motivasi Primer

1. Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus dan lain-lain.

2. Kebutuhan akan keamanan, seperti terlindung, bebas dari ketakutan dan lain-

lain.

2.1.5.2 Motivasi Sekunder, terdiri dari :

1. Kebutuhan akan cinta dan kasih, rasa diterima dan dihargai dalam suatu

kelompok.

2. Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri misalnya mengembangkan bakat

dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan

pribadi.

2.1.6 Ciri-ciri Motivasi

Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah :

1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang

lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

2. Ulet meghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan

dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan

prestasi yang telah dicapainya).

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang

dewasa” (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan,

pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral

dan sebagainya).

10
11

4. Lebih senang bekerja mandiri.

5. Cepat bosan terhadap tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,

berulang-ulangbegitu saja, sehingga kurang kreatif).

6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

(Sardiman A.M, 2007 : 83)

2.1.7 Ciri motivasi rendah :

1. Bersikap apati dan tidak percaya diri.

2. Tidak memiliki tanggung jawab pribadi dalam bekerja.

3. Bekerja tanpa rencana dan tujuan yang jelas.

4. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

5. Setiap tindakan tidak terarah dan menyimpang dari tujuan.

(www.teknologikinerja.wordpress.com/2008)

2.1.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

1. Faktor fisik dan proses mental.

2. Faktor herediter, lingkungan dan kematangan atau usia.

3. Faktor instrinsik seseorang.

4. Fasilitas (sarana dan prasana)

5. Situasi dan kondisi.

6. Program dan aktivitas.

7. Audio Visual Aid (Media)

11
12

2.1.9 Cara meningkat motivasi

1. Dengan tehnik verbal

2. Tehnik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)

3. Tehnik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada.

4. Supervisi (kepercayaan akan suatu cara logis, namun membawa

keberuntungan)

5. Citra atau image yaitu dengan imagenasi atau daya khayal yang tinggi maka

individu termotivasi.

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian keluarga

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul

dan tinggal dalam suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

2.2.2 Fungsi keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga (Effendy N, 1998 : 35)

adalah :

1. Fungsi biologis

a. Untuk meneruskan keturunan.

b. Memelihara dan membesarkan anak.

c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

12
13

1. Fungsi psikologis

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

b. Memberikan perhatian antara anggota keluarga.

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

d. Memberikan identitas keluarga.

2. Fungsi sosialisasi

a. Mencari sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak.

c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

3. Fungsi ekonomi

a. Mencari sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang

akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan lain

sebagainya.

4. Fungsi pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan.

13
14

Menurut Effendy Nasrul (1998) ahli lain membagi fungsi keluarga sebagai

berikut :

1. Fungsi pendidik

Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk

mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa nanti.

2. Fungsi sosialisasi anak

Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga

mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang lain.

3. Fungsi perlindungan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan

yang tidak baik. Sehingga keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.

4. Fungsi perasaan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah merasakan perasaan dan suasana anak

dan anggota keluarga yang lain dalam komunikasi dan berinteraksi antar

sesama anggota keluarga, sehingga saling perhatian satu sama lain dalam

memberikan keharmonisan dalam keluarga.

5. Fungsi religius

Tugas keluarga dalam hal ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan

anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama dan tugas kepala

keluarga untuk mengubah keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur

kehidupan ini dan kehidupan lain setelah kehidupan ini.

14
15

6. Fungsi ekonomi

Tugas keluarga dalam hal ini adalah untuk mencari sumber-sumber kehidupan

dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain. Kepala keluarga bekerja

untuk memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan tersebut sedemikian

rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi rekreasi

Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak selalu harus pergi ke tempat

rekreasi, yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan

dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan kepribadian masing-

masing anggotanya. Rekreasi dapat dilakukan di rumah dengan cara menonton

televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing dan

sebagainya.

2.2.3 Tugas-tugas keluarga (Effendy. N, 1998 : 37)

Pada dasarnya tugas keluarga ada 8 tugas pokok :

1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3. Pembangunan tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya

masing-masing.

4. Sosialisasi antar anggota keluarga.

5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.

6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

8. Membangkitkan semangat dan dorongan para anggota keluarga.

15
16

2.2.4 Ciri-ciri Keluarga

Menurut Effendy Nasrul (1998) ciri-ciri keluarga ada delapan yaitu :

1. Diikat dalam suatu tali perkawinan.

2. Ada hubungan darah.

3. Ada ikatan batin.

4. Ada tanggung jawab masing-masing anggotanya.

5. Ada pengambilan keputusan.

6. Ada kerjasama diantara anggota keluarga.

7. Komunikasi interaksi antar anggota keluarga.

8. Tinggal dalam satu keluarga.

Dalam peningkatan status kesehatan keluarga merupakan tujuan yang ingin

dicapai dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, pengetahuan di

dalam kesadaran keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga akan

meninggkat pula.

2.3 Konsep Lansia

2.3.1 Definisi lansia

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, teatpi dimuklai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini

berbeda baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho W, 2008 : 11).

16
17

2.3.2 Proses terjadinya penuaan (Ageing proses)

Proses terjadinya penuaan dijelaskan dalam beberapa teori penuaan antara

lain :

1. Teori biologi

a. Teori genetik clock. Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan

bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan

menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah

terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam

inti selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap

spesies memiliki batas usia yang berbeda-beda yang berhenti berputar ia

akan mati.

b. Teori non genetik

1) Teori immunologi slow virus.

Sistem imun menjadi kurang efektif dengan bertambahnya usia dan

masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ

tubuh.

2) Teori autoimun

Produksi antibodi yang meningkat akan menyerang sel-sel tubuh.

3) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radikal theory).

Tidak stabilnya radikal bebas (KLPK Atom) mengakibatkan oksidasi

oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal

ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

17
18

4) Teori rantai silang

Sel-sel yang tua, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,

khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurang elastis,

kekakuan dan hilangnya fungsi.

5) Teori fisiologis.

Teori ini merupakan teori instrinsik dan ekstrinsik. Disini terjadi

kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh telah terpakai

(regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal).

6) Teori stres.

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal.

7) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah

setelah sel-sel tersebut mati.

(Junaiti Sahar, 1997).

2. Teori sosiologis

Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain :

a. Teori interaksi sosial.

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu

tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.

18
19

b. Teori aktivitas atau kegiatan.

Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.

Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang

aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.

c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory).

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut

usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimilikinya.

d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory).

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan

masyarakat dan kemunduran individu lainnya.

(Nugroho Wahyudi, 2008 : 13).

2.3.3 Batasan-batasan Lansia

Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur

(Nugroho, 2008 : 24) :

1. Menurut organisasi kesehatan dunia, meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) : kelompok usia umur antara 45-49 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 tahun sampai 70 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 tahun sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun.

2. Menurut Prof. Ny. Sumiati Ahmad Muhammad

Beliau merupakan guru besar Universitas Gajah Mada pada Fakultas

Kedokteran. Beliau membagi prioritas biologis perkembangan manusia

sebagai berikut :

19
20

a. 0-1 tahun : masa bayi.

b. 1-6 tahun : masa pra sekolah.

c. 6-10 tahun : masa sekolah.

d. 10-20 tahun : masa pubertas.

e. 40-65 tahun : masa setengah umur (pra senium).

f. 65 tahun keatas : masa usia lanjut (senium).

3. Menurut Dra. Ny. Jos Masduni (Psikolog UI).

Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, sedangkan masa dewasa

sendiri dibagi menjadi 4 fase, yaitu :

a. Fase viventus : antara 25-40 tahun.

b. Fase verilitas : antara 40-50 tahun.

c. Fase prasenium : antara 55-65 tahun.

d. Fase senium : 60 tahun hingga tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemoto Setyonegoro

a. Usia dewasa muda (elderly adolhood) yaitu antara 18 atau 20-25 tahun.

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu antara 25-30 tahun

atau 70 tahun.

c. Lanjur usia (geriatri age) atau lebih dari 65 tahun atau 70 tahun atau

umur 70-75 tahun (young old).

5. Menurut DepKes RI

a. Kelompok Lansia dini (55-64 tahun) yakni kelompok yang baru

memasuki Lansia.

b. Kelompok Lansia (65 tahun keatas).

c. Kelompok Lansia risiko tinggi, yakni Lansia yang berusia lebih dari 70

tahun.

20
21

2.3.4 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia (Nugroho, 2008 : 27).

2.3.4.1 Perubahan fisik

1. Sel

a. Lebih sedikit jumlahnya.

b. Lebih besar ukurannya.

c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intra seluler.

d. Menurunkan proposi protein diotak, ginjal darah dan hati.

e. Jumlah sel otak menurun.

f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

2. Sistem persyarafan

a. Berat otak menurun 10-20%.

b. Cepat menurunnya hubungan persyarafan.

c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi.

d. Mengecilkan syaraf panca indera.

e. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem pendengaran

a. Presbiakulis (gangguan pada pendengaran).

b. Membran timpani menjadi otropi.

c. Pendengaran bertambah menurun pada Lansia yang stress.

4. Sistem penglihatan

a. Spenter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

b. Kornea lebih berbentuk sfesis (bola).

c. Susah melihat dalam cahaya gelap.

d. Hilang daya akomodasi.

e. Kekeruhan pada lensa.

21
22

f. Menurunnya lapang pandang dan berkurangnya luas pandangan.

5. Sistem kardiovaskuler

a. Elastisitas dinding aorta menurun.

b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

c. Kehilang elastisitas pembuluh darah.

d. Menurunkan kontruksi dan volume jantung.

6. Sistem pengaturan temperatur tubuh

a. Hipotermi secara fisilogik  350C akibat metabolisme yang menurun.

b. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang

banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem respirasi

a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

b. Paru-paru kehilangan elastisitas.

c. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

d. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.

e. Kemampuan batuk berkurang.

8. Sistem gastrointestinal

a. Kehilangan gigi.

b. Indera pengecap menurun.

c. Osefagus melebar.

d. Lambung : rasa lapar, asam lambung dan aktu mengosongkan menurun.

e. Fungsi absorbsi melemah.

f. Liver makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,

berkurangnya aliran darah.

22
23

g. Sistem reproduksi : menciutnya ovari dan uterus, atrofi payudara

dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun dan selaput lendir

vagina menurun, permukaan menjadi halus dan sekresi menjadi

berkurang.

9. Sistem gentaurinasia

a. Ginjal

1) Nefron menjadi atropi.

2) Fungsi tubulus berkurang.

b. Vesika urinaria

1) Otot-otot menjadi.

2) Vesika urinaria sulit dikosongkan pada pria lansia.

3) Kapasitas vesika urinaria menurun.

c. Pemberian prostat

d. Atropi vulva

e. Vagina

Fungsi seksual intercourse menurun secara bertahap tiap tahun tetapi

kapasitas untuk melakukan dan menikmati terus berjalan sampai tua.

f. Sistem endokrin

g. Produksi dari hampir semua hormon menurun.

h. Fungsi parahnoid dan sekresinya tidak berubah.

i. Menurunya akivitas tiroid BMR (Basal Metabolik Rate) dan daya

pertukaran zat.

j. Menurunnya fungsi aldosteron.

23
24

10. Sistem kulit

a. Kulit keriput.

b. Permukaan kulit kasar / bersisik.

c. Menurunnya respon terhadap trauma.

d. Pertumbuhan kuku menjadi.

e. Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

2.3.4.2 Perubahan mental

1. Kenangan

a. Kenangan jangka panjang.

b. Berjam-jam sampai berhati-hati yang lalu mencakup berbagai perubahan.

c. Kenangan jangka pendek 0-7 menit, kenangan buruk.

2. I Q (Intelegentia Question)

a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan pendekatan verbal.

b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan.

2.3.4.3 Perkembangan spiritual

1. Agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970).

2. Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat

dalam berpikir dan bertindak sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970).

3. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978)

universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir

dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan

(Nugroho Wahyudi, 2008 : 36).

24
25

2.3.4.4 Perubahan psikososial

1. Pensiun.

2. Sadar akan kematian.

3. Perubahan dalam cara hidup.

4. Penyakit kronik dan ketidakmampuan.

5. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

2.3.5 Penyakit umum pada lanjut usia

Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua

(Stieglitz, 1954), yakni :

1. Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pembuluh darah di otak (koroner), ginjal dan lain-lain.

2. Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus, klimakterium

dan ketidakseimbangan tiroid.

3. Gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis ataupun

penyakit kolagen lainnya.

4. Berbagai macam neoplasma.

Menurut The National Old People’s Welfare Council di Inggris, penyakit

atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam, yakni :

1. Depresi mental

2. Gangguan pendengaran.

3. Bronkitis kronis.

4. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan.

5. Gangguan pada koksa atau sendi panggul.

6. Anemia.

25
26

7. Dimensia.

8. Gangguan penglihatan.

9. Ancietas atau kecemasan.

10. Decompensasi kordis.

11. Diabetes melitus, osteomalasia dan hipotiroidisme.

12. Gangguan defekasi.

(Nugroho W, 2008 : 54).

2.3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan dan ketegangan fisik

1. Herediter.

2. Nutrisi.

3. Status kesehatan.

4. Pengalaman hidup.

5. Lingkungan.

6. Stress.

Upaya yang dapat dilakukakn untuk memperbaiki permasalahan tersebut

adalah dengan memberikan pelatihan dan pembinaan kesehatan pada

lansia melalui penyuluhan kesehatan dan posyandu lansia menjadi

mandiri dengan program-program yang lebih kearah kontinue

(www.fkm.undip.ac.id/data/indeks.php).

2.4 Konsep Posyandu Lansia

2.4.1 Pengertian

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu kepada usia lanjut meliputi

aspek promotif, preventif dan rujukan yang dilaksanakan di tingkat desa (Depkes,

2004 : 13).

26
27

2.4.2 Tujuan Umum

Diperoleh peningkatan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia

untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna bagi kehidupan keluarga dan

masyarakat sesuai dengan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.

2.4.3 Tujuan Khusus

1. Mendeteksi secara dini penurunan kondisi kesehatan lansia secara teratur dan

berkesinambungan.

2. Memberikan latihan fisik (exercise) fisik dan mental secara teratur bagi lansia.

3. Memberi informasi dan memotivasi lansia untuk melaksanakan diet seimbang.

4. Melatih kebersihan perorangan atau pribadi bagi lansia.

5. Sebagai kelompok sosialisasi.

6. Mengarahkan pada lansia untuk menghindari kebiasaan hidup yang tidak baik

seperti merokok, alkohol, kopi, kelelahan fisik dan mental.

7. Menganjurkan lansia untuk menyalurkan hobi secara teratur dan bergairah.

8. Melatih lansia untuk mandiri dalam penanggulangan masalah kesehatannya.

2.4.4 Jenis Kegiatan Pelayanan Kesehatan Di Posyandu Lansia

1. Pemeriksaan aktivitas fisik kegiatan sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar

dalam kehidupan seperti makan atau minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik

turun tempat tidur, buang air dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental.

3. Pemeriksaan status gizi.

4. Pengukuran tekanan darah.

27
28

5. Pemeriksaan laboratorium.

6. Pelaksanaan rujukan di puskesmas bilamana ditemukan adanya kelainan atau

keluhan-keluhan.

7. Penyuluhan yang dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam

rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan

masalah kesehatan yang dihadapi individu atau kelompok lansia.

8. Kunjungan rumah oleh kader disertai tenaga bagi anggota kelompok lansia

yang tidak datang dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.

9. Kegiatan olahraga antara lain senam lansia, gerak jalan santai dan lain-lain

untuk meningkatkan kebugaran.

2.4.5 Kendala pelaksanaan posyandu

Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu

antara lain :

1. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.

Pengatahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari

pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghadiri

kegiatan posyandu lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana

cara hidup sehat mereka. Dengan pengalaman pengetahuan lansia akan

menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat

mendorong minat atau motivasi merekia untuk selalu mengikuti kegiatan

posyandu lansia.

28
29

2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau.

Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau

posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena

penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam

menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau

keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau mudah untuk

menjangkau lokasi tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang

lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk

mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian keamanan ini merupakan

faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.

3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia

untuk datang ke posyandu.

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaaan

lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi

motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk

mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika

lupa jadwal posyandu dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan

bersama lansia.

4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.

Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas

kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan

sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti

29
30

kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena

sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu

objek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan

cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang

menghendaki adanya suatu respon.

(www.google.puskesmas-oke.blogspot.com/2009/04)

30
31

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,

2002 : 43).

Motivasi keluarga :
Keluarga
Motivasi primer
Ayah
Kebutuhan fisiologis
Ibu
Kebutuhan keamanan.
Anak
Motivasi sekunder
Orang lain Kebutuhan cinta dan kasih
Lansia Kebutuhan untuk mewujudkan diri
(kakek/nenek) sendiri

Dilakukan
Perubahan yang terjadi Rutin berkunjung pemeriksaan
pada lansia : kesehatan
Perubahan fisik Mengatahui adanya
Perubahan mental penyakit
perubahan psikososial
Perubahan spiritual Tidak rutin Tidak terdeteksi
berkunjung adanya penyakit

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konsep motivasi keluarga dengan kunjungan lansia ke


posyandu lansia di Desa Ngunut Kecamatan Dander tahun 2009.

31
32

Penjelasan kerangka konsep :

Motivasi yang diberikan oleh keluarga (ayah, ibu dan anak) yang berupa

motivasi primer (kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan) dan motivasi

sekunder (kebutuhan cinta kasih dan kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri)

dapat mempengaruhi rutin atau tidaknya kunjungan lansia ke posyandu lansia.

2.6 Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan

penelitian (Nursalam, 2003 : 57).

H1 : Ada hubungan motivasi keluarga dengan kunjungan lansia ke posyandu

lansia di Desa Ngunut Kecamatan Dander tahun 2009.

32
33

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu

tujuan misalnya untuk mengujuio serangkaian hipotesa dengan menggunakan

teknik serta alat-alat tertentu (Notoatmodjo S, 2002 : 3). Pada bab ini akan

diuraikan tentang desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, sampling,

lokasi dan waktu penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, teknik

pengumpulan data dan analisa data, masalah etika dan keterbatasan penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting yang memungkinkan

pemaksimalan kontra beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil

(Nursalam, 2003 : 77).

Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan

pendekatan observasi cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan

observasi atau pengumpulan data sekaligus suatu saat (point time approach)

(Nursalam, 2003 : 85).

33
34

3.2 Kerangka Kerja

Populasi : Seluruh keluarga yang mempunyai lansia di Desa Ngunut Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 sebanyak 300 orang.

Sampling : simple random sampling

Sampel : Sebagian keluarga yang mempunyai lansia di Desa Ngunut Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak169 orang.
Identifikasi variabel

Variabel Independent : Variabel Dependent :


Motivasi keluarga pada lansia Kunjungan lansia ke posyandu lansia

Pengumpulan data dengan Pengumpulan data dengan


kuesioner observasi data

Pengolahan data dengan cara coding, skoring, tabulating

Analisa data dengan uji korelasi Spearman rho

Penyajian hasil

Kesimpulan

Gambar Kerangka Kerja Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kunjungan


Lansia Ke Posyandu Lansia Di Desa Ngunut Kecamatan Dander
Tahun 2009.

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling

34
35

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Nursalam, 2003 : 93). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia

di Desa Ngunut Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 2009 sebanyak

300 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai subyek

penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003 : 95). Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian lansia di Desa Ngunut Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro

tahun 2009, yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 169 orang.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003 : 86). Kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Keluarga yang mempunyai lansia di Desa Ngunut Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro.

2. Keluarga yang tinggal satu rumah dengan lansia di Desa Ngunut Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro.

3. Keluarga bersedia diteliti dan menandatangani informed concent di Desa

Ngunut Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang dijadikan sampel (Nursalam,

2001 : 166). Besarnya sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan rumus

sebagai berikut :

35
36

Keterangan :
N : Besarnya populasi
n : Besarnya sampel

: nilai distribusi normal baku(tabel Z) pada  tertentu

P : Harga proporsi dari populasi


d : Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

n = 169 responden.
Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 169 responden.
3.3.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003 : 97).
Pada penelitian ini menggunakan probability sampling dengan cara simple
random sampling yaitu responden yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
dalam penelitian kemudian setiap responden diseleksi secara acak (Nursalam,
2003 : 97).
3.4 Identifikasi variabel
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

36
37

kelompok tersebut (Nursalam&Siti Pariani, 2001 : 41). Pada penelitian ini


menggunakan variabel independent dan variabel dependent.
3.4.1 Variabel independent

Variabel independent adalah variabel bebas atau variabel yang diduga

diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya (pengaruh) dengan variabel lain

(Nursalam&Siti Pariani, 2001 : 41).Variabel independent pada penelitian ini

adalah motivasi keluarga pada lansia.

3.4.2 Variabel dependent

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent

(Nursalam&Siti Pariani, 2001 : 164). Variabel dependent pada penelitian ini

adalah kunjungan lansia ke posyandu lansia.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari suatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003 : 44). Definisi operasional

pada penelitian ini diuraikan dalam tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kunjungan


Lansia Ke Posyandu Lansia Di Desa Ngunut Kecamatan Dander
Bojonegoro 2009.

Definisi Alat
Variabel Indikator Skala Kode/Skore
operasional ukur
Variabel Suatu dorongan Motivasi keluarga : Kuesioner Ordinal Ya : 1
independent : dari keluarga 1. Motivasi primer. Tidak : 0
motivasi untuk a. Kebutuhan
keluarga melakukan fisiologis. Dengan kriteria :
pada lansia. perubahan yang b. Kebutuhan - Tinggi, jika
ditandai dengan keamanan. responden
afektif dan 2. Motivasi menjawab
reaksi untuk sekunder. pertanyaan “ya” 9-
mencapai tujuan a. Kebutuhan 12 soal (75-100%).
tertentu. cinta dan - Sedang, jika
kasih. responden
b. Kebutuhan menjawab

37
38

Definisi Alat
Variabel Indikator Skala Kode/Skore
operasional ukur
untuk pertanyaan “ya” 4-8
mewujudkan soal (46-74%).
diri sendiri. - Rendah, jika
responden
menjawab
pertanyaan “ya” < 4
soal (0-45%).

Kode :
Tinggi : 3
Sedang : 2
Rendah : 1
Variabel Kedatangan Kunjungan lansia Kuesioner Nominal
dependent lansia ke mulai bulan Januari- Dengan kriteria :
Kunjungan posyandu lansia Juni 2009. - Rutin (kode 2), jika
lansia ke untuk dilakukan melakukan
posyandu pemeriksaan kunjungan selama 6
lansia kesehatan. bulan sebanayak 4-6
kali.
- Tidak rutin (kode 1),
jika selama 6 bulan
hanya melakukan
kunjungan 1-3 kali:

3.6 Pengumpulan Data Dan Tehnik Analisa Data

3.6.1 Tehnik Pengumpulan Data

3.6.1.1 Proses pengumpulan data

Setelah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Akademi Kesehatan

Rajekwesi, meminta ijin Kepala Desa Ngunut untuk melakukan penelitian.

Setelah mendapatkan ijin, kemudian pengumpulan data dilakukan dengan

memberikan lembar pertanyaan kepada responden. Jika ada kesulitan dalam

pengumpulan data, peneliti memberikan penjelasan pada responden tentang tujuan

dan manfaat penelitian.

38
39

3.6.1.2 Instrumen penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data

(Notoatmodjo S, 2003 : 48). Jenis instrumen yang digunakan dalam pengumpulan

data dalam penelitian adalah untuk variabel independent dan variabel dependent

menggunakan kuesioner. Adapun yang dimaksud dengan kuesioner adalah daftar

pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang dimana respon tinggi

memberikan jawaban yang memberi tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo,

2002 : 116). Pada penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang sudah

disediakan dua jawaban atau alternatif dan responden hanya memilih satu

diantaranya, biasanya pertanyaan yang menyangkut pendapat, perasaan atau sikap

responden (Notoatmodjo S, 2005 : 124). Kuesioner ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kunjungan lansia ke posyandu

lansia tahun 2009.

3.6.2 Waktu dan tempat penelitian

3.6.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni sampai Agustus 2009.

3.6.2.2 Tempat penelitian

Penelitian di Posyandu Lansia Desa Ngunut Kecamatan Dander Bojonegoro.

3.6.3 Tehnik Analisa Data

3.6.3.1 Editing

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data yang

telah dikumpulkan. Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan data yang

dibutuhkan.

39
40

3.6.3.2 Coding

Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut responden. Untuk

variabel independent motivasi keluarga pada lansia, jika baik diberi kode 3, cukup

diberi 2 sedangkan jika kurang diberi kode 1. Variabel dependent kunjungan

lansia ke posyandu lansia, jika melakukan kunjungan rutin diberi kode 2 dan yang

melakukan kunjungan tidak rutin diberi kode 1.

3.6.3.3 Scoring

Untuk variabel independent motivasi keluarga pada lansia “ya” diberi skor

1, dan jika “tidak” diberi skor 0, dengan kriteria baik jika responden menjawab

“ya” 13-17 pertanyaan (75-100%), cukup jika responden menjawab “ya” 8-12

pertanyaan (46-74%), kurang jika responden menjawab “ya” < 8 pertanyaan

(0-45%). Setelah data terkumpul melalui kuisioner kemudian diprosentasekan

dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2002 : 215) :

Keterangan :

N = Nilai yang didapat

SP = Jumlah skor yang didapat

SM = Jumlah skor maksimal.

3.6.3.4 Tabulating

Dari pengolahan data yang dilakukan kemudian dimasukkan dalam tabel

distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan narasi kemudian

40
41

dilakukan tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara variabel independent

dan variabel dependent.

Hasil presentasi tersebut dapat diinterpretasikan dengan menggunakan

kriteria kualitatif sebagai berikut :

1. 90%-100% = Mayoritas

2. 70%-89% = Sebagian besar

3. 51%-69% = Lebih dari sebagian

4. 50% = Sebagian

5. < 50% = Kurang dari sebagian (Nursalam, 2003 : 133).

Setelah data terkumpul pada lembar kuesioner kemudian dilakukan analisa

data statistik korelasi Spearman dengan tehnik komputerisasi SPSS-12 dengan

taraf signifikasi 0,05, dimana H1 diterima jika nilai signifikasi lebih kecil dari taraf

nyata ( : 0,05). Jadi jika nilai significant 2. tailed kurang dari  = 0,05 maka H0

ditolak yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel yang diuji.

Sedangkan nilai koefisien korelasi menunjukkan jika nilainya mendekati satu

maka terdapat korelasi yang sempurna atau hubungan erat (Singgih Santoso,

2003 : 244).

Keputusan analisa yang dapat diambil :

1. Jika nilai   0,05 maka H0 diterima.

2. Jika nilai   0,05 maka H0 ditolak.

41
42

Sedangkan untuk indeks korelasi dapat diketahui 4 hal yaitu :

1. Arah korelasi

Dinyatakan dalam tanda + (plus) dan – (minus). Tanda + menunjukkan adanya

korelasi sejajar searah, dan tanda – menunjukkan korelasi sejajar berlawanan

arah.

2. Ada tidaknya korelasi

Dinyatakan pada angka indeks. Betapapun kecilnya indeks korelasi, jika

bukan 0,000, dapat diartikan bahwa kedua variable yang dikorelasikan,

terdapat adanya korelasi.

3. Signifikan tidaknya harga r

Signifikan tidaknya korelasi

4. Interprestasi mengenai tinggi rendahnya korelasi

Tabel 3.2 Interprestasi nilai r

Besarnya nilai r Interprestasi


Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah (tidak berkorelasi)
(Arikunto, 2002 : 245).

42
43

3.7 Masalah Etika

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari

Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro dan lahan yang akan diteliti untuk

mendapat persetujuan, kemudian kuesioner diberikan kepada subjek yang akan

diteliti oleh peneliti dengan menekankan pada masalah etika meliputi :

3.7.1 Informed concent (lembar persetujuan penelitian)

Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden dengan tujuan

subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti

selama pengumpulan data jika subjek bersedia diteliti maka harus mendatangani

persetujuan, jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati haknya.

3.7.2 Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek lembar pengumpulan data kuesioner yang disi oleh

subjek lembar tersebut hanya diberi nomer kode tertentu.

3.7.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan

kepada yang berhubungan dengan penelitian ini.

43
44

3.8 Keterbatasan

Limitasi adalah keterbatasan dalam suatu penelitian dan mungkin

mengurangi kesimpulan secara umum (Nursalam, 2001 : 45). Keterbatasan dalam

penelitian ini adalah :

1. Pengumpulan data pada variabel dependen tidak dilakukan sendiri.

2. Instrumen pengumpulan data yang dirancang tanpa dilakukan uji coba karena

itu validitas dan reabilitasnya masih perlu dilakukan penelitian yang lebih

representatif.

3. Hanya menggunakan kuesioner saja, padahal kuesioner merupakan alat ukur

yang paling sederhana.

44

Anda mungkin juga menyukai