Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yag selalu berinteraksi dengan individu lain.
Unyuk menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan yang akan
terwujud dalam hukum dan norma. Setiap masyarakat memiliki seperangkat hukum dan
norma yang berbeda sesuai dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Hukum dan
norma tersebut akan dijunjung tinggi, diakui dan digunakan sebagai dasar dalam
melakukan interaksi dan tindakan sosialnya.
Hukum merupakan peraturan-peraturan hidup di dalam masyarakat yang dapat
memaksa orang supaya menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sangsi
yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.
Sedangkan norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan
untuk mendorong bahkan menekan orang perorangan, kelompok, atau masyarakat secara
keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial.
Bagi bangsa Indonesia, kedua hal tersebut merupakan suatu dasar penulisan
peraturan bahkan perundang-undangan. Makalah ini akan menguraikan mengenai
pengertian norma, jenis-jenis norma yang berlaku dalam suatu masyarakat, pengertian
hukum, dan peraturan hukum di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian norma?
2. Apa saja jenis-jenis norma yang berlaku dalam masyarakat?
3. Apa itu hukum?
4. Bagaimana peraturan hukum di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian norma
2. Untuk mengetahui jenis-jenis norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat
3. Untuk mengetahui pengertian hukum
4. Untuk mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Norma
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, norma ialah aturan atau ketentuan yang
mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan
pengendalian tingkah laku yang sesuai dan diterima. Norma juga merupakan suatu yang
mengikat masyarakat atau disebut juga norma sosial.
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai
sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima apabila norma tidak dilakukan
(Widjaja, 1985: 168). Pada kehidupan bermasyarakat terdapat bentuk-bentuk norma
sebagai peraturan yang diberlakukan oleh setiap manusia menuju perilaku baik, seperti
norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat, dan norma hukum.
B. Macam-Macam Norma
Dalam kehidupan umat manusia terdapat bermacam-macam norma, yaitu norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma hukum dan lain-lain. Norma agama,
norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum digolongkan sebagai norma
umum. Selain itu dikenal juga adanya norma khusus, seperti aturan permainan, tata tertib
sekolah, tata tertib pengunjung tempat bersejarah dan lain-lain.
1. Norma Agama
Norma agama adalah aturan-aturan hidup yang berupa perintah-perintah dan
larangan-larangan, yang oleh pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha
Esa. Aturan-aturan itu tidak saja mengatur hubungan vertikal, antara manusia dengan
Tuhan (ibadah), tapi juga hubungan horisontal, antara manusia dengan sesama
manusia. Pada umumnya setiap pemeluk agama menyakini bawa barang siapa yang
mematuhi perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan akan
memperoleh pahala. Sebaliknya barang siapa yang melanggarnya akan berdosa dan
sebagai sanksinya, ia akan memperoleh siksa. Sikap dan perbuatan yang menunjukkan
kepatuhan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya tersebut
disebut taqwa.
2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan
buruk, yang berupa “bisikan-bisikan” atau suara batin yang berasal dari hati nurani
manusia. Berdasar kodrat kemanusiaannya, hati nurani setiap manusia “menyimpan”
2
potensi nilai-nilai kesusilaan. Hal ini analog dengan hak-hak asasi manusia yang
dimiliki oleh setiap pribadi manusia karena kodrat kemanusiaannya, sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena potensi nilai-nilai kesusilaan itu tersimpan pada
hati nurani setiap manusia (yang berbudi), maka hati nurani manusia dapat disebut
sebagai sumber norma kesusilaan.
Ini sejalan dengan pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan etika,
yang membicarakan tata susila dan tata sopan santun. Tata susila mendorong untuk
berbuat baik, karena hati kecilnya menganggap baik, atau bersumber dari hati
nuraninya, lepas dari hubungan dan pengaruh orang lain (Widjaja, 1985: 154). Tidak
jarang ketentuan-ketentuan norma agama juga menjadi ketentuan-ketentuan norma
kesusilaan, sebab pada hakikatnya nilai-nilai keagamaan dan kesusilaan itu berasal
dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian pula karena sifatnya yang melekat pada diri
setiap manusia, maka nilai-nilai kesusilaan itu bersifat universal. Dengan kata lain,
nilai-nilai kesusilaan yang universal tersebut bebas dari dimensi ruang dan waktu,
yang berarti berlaku di manapun dan kapanpun juga.
Sebagai contoh, tindak pemerkosaan dipandang sebagai tindakan yang melanggar
kesusilaan, di belahan dunia manapun dan pada masa kapanpun juga. Kepatuhan
terhadap norma kesusilaan akan menimbulkan rasa bahagia, sebab yang bersangkutan
merasa tidak mengingkari hati nuraninya. Sebaliknya, pelanggaran terhadap norma
kesusilaan pada hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap hati nuraninya sendiri,
sehingga sebagaimana dikemukakan dalam sebuah mutiara hikmah, pengingkaran
terhadap hati nurani itu akan menimbulkan penyesalan atau bahkan penderitaan batin.
Inilah bentuk sanksi terhadap pelanggaran norma kesusilaan.
3. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang
baik dan tidak baik baik, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu
lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya bersumber dari
adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. Ini sejalan dengan pendapat Widjaja
tentang moral dihubungkan dengan teika, yang membicarakan tentang tata susila dan
tata sopan santun. Tata sopan santun mendorong berbuat baik, sekedar lahiriah saja,
tidak bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai menghargai orang lain
dalam pergaulan (Widjaja, 1985: 154). Dengan demikian norma kesopanan itu
bersifat kultural, kontekstual, nasional atau bahkan lokal. Berbeda dengan norma
kesusilaan, norma kesopanan itu tidak bersifat universal. Suatu perbuatan yang
3
dianggap sopan oleh sekelompok masyarakat mungkin saja dianggap tidak sopan bagi
sekelompok masyarakat yang lain.
Sejalan dengan sifat masyarakat yang dinamis dan berubah, maka norma
kesopanan dalam suatu komunitas tertentu juga dapat berubah dari masa ke masa.
Suatu perbuatan yang pada masa dahulu dianggap tidak sopan oleh suatu komunitas
tertentu mungkin saja kemudian dianggap sebagai perbuatan biasa yang tidak
melanggar kesopanan oleh komunitas yang sama. Dengan demikian secara singkat
dapat dikatakan bahwa norma kesopanan itu tergantung pada dimensi ruang dan
waktu.
Sanksi terhadap pelanggaran norma kesopanan adalah berupa celaan, cemoohan,
atau diasingkan oleh masyarakat. Akan tetapi sesuai dengan sifatnya yang
“tergantung” (relatif), maka tidak jarang norma kesopanan ditafsirkan secara
subyektif, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi tentang sopan atau tidak
sopannya perbuatan tertentu. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu ketika seorang
pejabat di Jawa Timur sedang didengar kesaksiannya di pengadilan dan ketika
seorang terdakwa di ibu kota sedang diadili telah ditegur oleh hakim ketua, karena
keduanya dianggap tidak sopan dengan sikap duduknya yang “jegang” (menyilangkan
kaki). Kasus ini menimbulkan tanggapan pro dan kontra dari berbagai kalangan dan
menjadi diskusi yang hangat tentang ukuran kesopanan yang digunakan. Demikian
pula halnya ketika advokat kenamaan di ibu kota berkecak pinggang di depan majelis
hakim, yang oleh majelis hakim perbuatan itu bukan hanya dinilai tidak sopan, tapi
lebih dari itu dinilai sebagai contempt of court (penghinaan terhadap pengadilan),
sehingga tentu saja mempunyai implikasi hukum.
4. Norma Hukum
Norma hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang
berwenang, yang mengikat dan bersifat memaksa, demi terwujudnya ketertiban
masyarakat. Sifat “memaksa” dengan sanksinya yang tegas dan nyata inilah yang
merupakan kelebihan norma hukum dibanding dengan ketiga norma yang lain.
Negara berkuasa untuk memaksakan aturan-aturan hukum guna dipatuhi dan terhadap
orang-orang yang bertindak melawan hukum diancam hukuman. Ancaman hukuman
itu dapat berupa hukuman bandan atau hukuman benda. Hukuman bandan dapat
berupa hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara
sementara. Di samping itu masih dimungkinkan pula dijatuhkannya hukuman

4
tambahan, yakni pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu,
dan pengumuman keputusan pengadilan.
Demi tegaknya hukum, negara memiliki aparat-aparat penegak hukum, seperti
polisi, jaksa, dan hakim. Sanksi yang tegas dan nyata, dengan berbagai bentuk
hukuman seperti yang telah dikemukakan itu, tidak dimiliki oleh ketiga norma yang
lain. Sumber hukum dalam arti materiil dapat berasal dari falsafah, pandangan hidup,
ajaran agama, nilai-nilai kesusilaam,adat istiadat, budaya, sejarah dan lain-lain.
Dengan demikian dapat saja suatu ketentuan norma hukum juga menjadi
ketentuan norma-norma yang lain. Sebagai contoh, perbuatan mencuri adalah
perbuatan melawan hukum (tindak pidana, dalam hal ini : kejahatan), yang juga
merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan (a susila),
maupun kesopanan (a sosial).
Jadi, diantara norma-norma tersebut mungkin saja terdapat kesamaan obyek
materinya, akan tetapi yang tidak sama adalah sanksinya. Akan tetapi, sebagai contoh
lagi, seorang yang mengendari kendaraan bermotor tanpa memiliki SIM, meskipun
tidak melanggar norma agama, akan tetapi melanggar norma hukum.
C. Pengertian Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum merupakan :
1. Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh
penguasa, pemerintah atau otoritas.
2. Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
3. Patokan (kaidah, ketentuan).
4. Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis.
Pengertian Hukum menurut Utrecht adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah, dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus
ditaati oleh masyarakat itu. Oleh karena itu, pelanggaran hukum dapat menimbulkan
tindakan hukum yang akan dilakukan oleh pemerintah/penguasa. Hukum diciptakan
untuk masyarakat, sehingga hukum harus sesuai dengan perkembangan yang ada di
masyarakat. Hukum memiliki sifat mengikat dan memaksa, sehingga masyarakat
memiliki kewajiban untuk menaati dan mematuhi peraturan/hukum tersebut.
Pengertian lain mengenai hukum, disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo, yang
mengartikan hukum sebagai kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam
suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku
5
dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa
yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta
bagaimana cara melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-kaedah.
D. Peraturan Hukum di Indonesia
Di Indonesia, istilah hukum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk
menunjukkan norma yang berlaku di Indonesia. Hukum Indonesia adalah suatu sistem
norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Sistem aturan tersebut diwujudkan
dalam perundang-undangan.
Di dalam pasal 7 UU No. 10 tahun 2004 tentang tata urutan perundang-undangan,
jenis dan hierarki perundang-undangan menyebutkan bahwa hierarki prundang-undangan
di Indonesia meliputi :
1. Undang-Undang Dasar 1945
Merupakan peraturan negara atau sumber hukum tertinggi dan menjadi
sumber bagi peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
Merupakan kewenangan penyusunan undang-undang berada pada DPR
dengan persetujuan bersama dengan presiden. Undang-undang memiliki
kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan
hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan
dalam bentuk Negara. Dalam kepentingan yang memaksa presiden bisa
mengeluarkan Perpu.
3. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah adalah peraturan perundangundangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Yang
berhak menetapkan peraturan pemerintah adalah presiden. Dalam hal ini presiden
melakukan sendiri tanpa persetujuan dari DPR.
4. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

6
5. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur.
6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/Walikota.
Pembahasan di atas telah menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat dekat
antara hukum dan norma. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum Indonesia juga dianggap
sebagai sistem norma yang berlaku di Indonesia yang mengatur kehidupan masyarakat
dalam berbangsa dan bernegara.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan, di antaranya :
1. Norma merupakan aturan atau ketentuan yang bertujuan untuk menjadikan warga
baik dalam bermasyarakat.
2. Baik hukum maupun norma berperan dalam mengatur kehidupan manusia atau
individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Hukum Indonesia adalah suatu sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di
Indonesia.
4. Sistem norma atau sistem aturan tersebut diwujudkan dalam perundang-undangan
yang sifatnya layaknya norma hukum.
B. Saran
Makalah ini tentunya masih terdapat kesalahan penulisan maupun dalam
penyusunan. Kami berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran untuk
penyusunan makalah kami kedepannya agar lebih baik. Terimakasih atas pertisipasinya
dan kami memohon maaf atas kesalahan dalam penulisan makalah ini, karena tidak ada
yang sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanya milih Allah swt.

8
DAFTAR PUSTAKA
www.http://staff.uny.ac.id diakses pada tanggal 31 Oktober 2019
http://eprints.umm.ac.id/28122/2/jiptummpp-gdl-ikawahyuni-31562-2-babi.pdf diakses pada
tanggal 10 November 2019
https://www.scribd.com/doc/127929136/Makalah-PKN-Norma diakses pada tanggal 10
November 2019
http://etheses.uin-malang.ac.id/176/6/11220049%20BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 10
November 2019
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU-12-Tahun-2011.pdf diakses
pada tanggal 10 November 2019

Anda mungkin juga menyukai