Anda di halaman 1dari 10

Perlu kita ketahui, pengertian Norma 

yaitu kaidah, pedoman, acuan, atau ketentuan


berperilaku dan berinteraksi antar manusia dalam suatu kelompok masyarakat saat
menjalani kehidupan bersama-sama.

Kata norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Norm” yang artinya patokan,
pedoman atau pokok kaidah. Namun beberapa pendapat mengatakan bahwa
istilah norma berasal dari bahasa latin, “Mos” yang artinya kebiasaan, tata
kelakuan, atau adat istiadat.

Norma biasanya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu.


Misalnya dalam suatu etnis atau negara tertentu. Namun, ada juga norma yang
berlaku bagi semua manusia dan sifatnya universal.

Pengertian Norma yaitu aturan berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat.


Baik bagi individu atau pun kelompok yang melanggar norma-norma yang
berlaku di masyarakat tersebut, maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan.
Oleh karena itu, norma memiliki kekuatan dan sifatnya memaksa.
Pengertian Norma Menurut Beberapa Ahli
Untuk memahaminya lebih jelas mari kita lihat pendapat para ahli tentang
definisi norma. Berikut ini adalah pengertian norma menurut beberapa ahli:
1. Isworo Hadi Wiyono

Isworo Hadi Wiyono berpendapat bahwa pengertian norma adalah peraturan


atau petunjuk hidup yang memberi ancar-ancar perbuatan mana yang boleh
dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari untuk mewujudkan
ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat.
2. Soerjono Soekano

Menurut Soerjono Soekano, pengertian norma yaitu suatu perangkat aturan


agar hubungan antar manusia di dalam masyarakat terjalin dengan baik.
3. E. Ultrecht

Sedangkan menurut E. Ultrecht, arti norma adalah petunjuk hidup yang


mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat atau bangsa yang mana
peraturan itu diwajibkan untuk ditaati oleh setiap masyarakat, jika ada yang
melanggar maka akan ada tindakan dari pemerintah.
4. John J. Macionis

John J. Macionis memberikan pengertian bahwa norma adalah aturan-aturan


dan harapan-harapan masyarakat yang memandu sebuah perilaku anggota-
anggotanya.
5. Robert Mz. Lawang

Bagi Robert Mz. Lawang, arti norma yaitu gambaran mengenai apa yang
diinginkan baik dan pantas sehingga sejumlah angggapan yang baik dan perlu
dihargai sebagaimana mestinya.
6. Broom dan Selznic

Broom dan Selzniceng mendefinisikan pengertian norma sebagai rancangan


ideal mengenai perilaku manusia yang mana memberikan batasan untuk
anggota-anggota masyarakat guna mendapatkan tujuan hidupnya.
7. Antony Giddens

Sedangkan  Antony Giddens berpendapat bahwa pengertian norma adalah


suatu prinsip atau aturan yang konkret, yang seharusnya diperhatikan oleh
masyarakat.
8. Craig Calhoun

Dan menurut Craig Calhoun, pengertian norma yaitu pedoman atau aturan
yang menyatakan mengenai bagaimana seseorang supaya bertindak dalam
situasi-situasi tertentu.
Ciri-Ciri Norma
Untuk mengenali norma yang berlaku di masyarakat kita dapat memperhatikan
karakteristiknya. Berikut ini merupakan beberapa ciri-ciri norma:

 Biasanya norma tidak tertulis, kecuali norma hukum.

 Norma mempunyai sifat mengikat dan terdapat sanksi di dalamnya.

 Norma adalah bentuk kesepakan bersama dari anggota masyarakat.

 Seluruh anggota masyarakat wajib menaati norma yang berlaku.

 Anggota masyarakat yang melanggar norma akan dikenakan sanksi.

 Norma dapat mengalami perubahan sesuai perkembangan budaya masyarakat.


Fungsi Norma di Dalam Kehidupan Masyarakat

Fungsi dan peranan norma dalam masyarakat secara umum adalah


sebagai pedoman bagi seluruh masyarakat dalam berperilaku di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah beberapa contoh fungsi norma bagi
masyarakat:

 Norma berfungsi sebagai pedoman dan aturan dalam kehidupan


bermasyarakat.
 Norma menciptakan keteraturan dan stabilitas dalam bermasyarakat.

 Sebagai dasar dalam memberikan sanksi kepada anggota masyarakat yang


melanggar.

 Norma menciptakan keterlibatan dan keadilan dalam bermasyarakat.

 Norma membantu masyarakat dalam mencapai tujuan bersama.

Jenis-Jenis Norma Dalam Masyarakat

C.J.T. Kansil berpendapat bahwa norma dapat dikelompokkan menjadi


beberapa macam. Dan berikut ini penjelasan mengenai macam-macam norma
yang ada di masyarakat:
1. Norma Hukum

Norma hukum adalah peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu


yang memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Peraturan ini bersumber dari perundang-undangan
dan yurisprudensi. Fungsi dari norma hukum ini antara lain:

 Berfungsi sebagai pelengkap norma lain dengan sanksi yang tegas dan nyata.

 Berfungsi mengatur berbagai hal yang belum ada pada norma lain.

 Namun terkadang norma hukum bertentangan dengan norma lain. Misalnya


saja hukuman mati, padahal pada norma lain ada larangan untuk membunuh.
Biasanya sanksi yang diberikan kepada pelanggar norma hukum sifatnya tegas,
memaksa, mengikat terhadap semua orang. Misalnya saja hukuman penjara
atau tahanan, denda, bahkan hukuman mati. Contoh dari Norma Hukum

 Kewajiban untuk membayar pajak.

 Dilarang mencuri dan merampok.

 Dilarang melakukan tindak kekerasan atau membunuh.

 Setiap pengendara wajib memperhatikan dan mengikuti rambu lalu lintas.


2. Norma Agama

Norma agama menjadi pedoman hidup manusia yang sumbernya dipercaya


dari Tuhan yang Maha Esa. Untuk norma ini bersifat pasti, tidak bisa dikurangi
dan tidak bisa ditambah.
Pemeluk agama tertentu meyakini jika norma agama mengatur tentang
peribadatan dan dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan juga
dengan penciptanya.

Dalam norma agama juga terdapat sanksi yaitu berupa hukuman di akhirat.
Dengan kata lain, sanksi norma agama tidak langsung diberikan, namun akan
diberikan setelah manusia meninggal dunia. Contoh dari Norma Agama:

 Tidak diizinkan untuk mencuri.

 Tidak boleh berzina.

 Harus melakukan perintah yang tertulis dalam kitab suci.

 Tidak boleh membunuh.

 Tidak boleh berbuat jahat dan kasar pada orang lain.

 Harus melakukan peribadatan sesuai dengan kepercayaan.


3. Norma Kesusilaan

Norma kesusilaan adalah aturan atau pedoman hidup yang dianggap sebagai
suara dari sanubari manusia yang berhubungan dengan baik-buruknya suatu
perbuatan. Untuk norma kesusilaan biasanya pemberian sanksi bersifat tidak
tegas.

Bentuk sanksi norma kesusilaan biasanya lebih banyak pada rasa malu, rasa
bersalah, penyesalan atas pelanggaran. Contoh dari Norma Kesusilaan:

 Harus jujur pada orang lain untuk membangun kepercayaan.

 Harus berbuat baik pada sesama.

 Tidak boleh mencuri hak milik orang lain.

 Harus berlaku adil pada semua orang.


4. Norma Kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan yang muncul dari hubungan antar


manusia dalam kelompok masyarakat dan dianggap penting dalam pergaulan
masyarakat. Untuk norma ini bersumber dari budaya masyarakat itu sendiri
yang sifatnya relatif dan berbeda-beda di berbagai lingkungan dan waktu.

Sanksi yang diberikan kepada seorang pelanggar norma kesopanan sifatnya


tidak tegas. Bentuk sanksi norma ini umumnya adalah celaan atau ejekan dari
orang lain yang menyebabkan rasa malu, dan dikucilkan dari masyarakat.
Contoh dari Norma Kesopanan:
 Kebiasaan untuk memberikan salam atau menyapa pada orang lain.

 kebiasaan untuk membuang sampah pada tempatnya.

 Harus bertutur kata baik dan tidak kasar.

 Harus menghargai orang yang lebih tua.

5. Norma Kebiasaan

Norma kebiasaan adalah aturan sosial yang terbentuk secara sadar atau pun
tidak sadar, dimana terdapat petunjuk perilaku secara terus menerus yang
akhirnya menjadi kebiasaan.

Sanksi yang diberikan kepada seorang pelanggar norma kebiasaan ini biasanya
berupa kritikan, ejekan, bahkan dikucilkan dari masyarakat. Contoh dari Norma
Kebiasaan:

 Kebiasaan mandi teratur setiap hari.

 Menggosok gigi setiap hari untuk kebersihan mulut.

 Selalu membaca doa sebelum makan dan tidur.

 Kebiasaan membelikan oleh-oleh pada orang tua atau kerabat.


Demikian macam-macam pengertian dan contoh norma yang ada di sekitar
masyarakat. Jadi norma adalah aturan yang dibuat agar seseorang tidak
melakukan hal yang salah dalam pandangan hukum, agama, kesopanan
maupun kebiasaan yang ada pada masyarakat. Semoga informasi yang
diberikan dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

 Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah


sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti
benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian
filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-
pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara
lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang
lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi.Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap
perbuatan manusia.

Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika


memberikan standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Oleh karena
itu, etika terbagi menjadi empat klasifikasi yaitu:

 Etika Deskriptif: Etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa


memberikan penilaian terhadap objek yang diamati.

 Etika Normatif: Etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang


baik dan buruk, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia.

 Etika Individual: Etika yang objeknya manusia sebagai individualis.


Berkaitan dengan makna dan tujuan hidp manusia

 Etika Sosial: Etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai


makhluk sosial dan hubungan interaksinya dengan manusia lain. Baik
dalam lingkup terkecil, keluarga, hingga yang terbesar bernegara.

Klasifikasi diatas menegaskan bahwa etika erat kaitannya dengan penilaian.


Karena pada hakikatnya etika membicarakan sifat manusia sehingga seseorang
bisa dikatakan baik, bijak, jahat, susila atau sebagainya. Secara khusus etika ada
pada prinsip manusia sebagai subjek sekaligus objek, bagaimana manusia
berperilaku atas tujuan untuk dirinya sendiri dan tujuan untuk kepentingan
bersama

Jenis etika

 Etika Filosofis

Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan
dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita
harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua
sifat etika:

1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris


adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat
tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-
olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan
etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual
dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak
boleh dilakukan.

2. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.


Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak
terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”.
Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung
berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia.
Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap
pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan
kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki
kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri
argumentasi yang tahan uji.

 Etika Teologis

Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya
yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah
memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik
tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria
pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen,
misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-
presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan
bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.[butuh
rujukan] Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika
transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang
sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia.[butuh rujukan]
Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa
yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan
kehendak Allah.

Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang
diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara
agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.

 Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis

Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam
ranah etika.[butuh rujukan] Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika
ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di
atas, yaitu:[8]

 Revisionisme

Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika
teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika
filosofis.

 Sintesis

Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang


menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua
jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi
suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang
bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat
khusus.

 Diaparalelisme

Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang


menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang
sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang
sejajar.

Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai


pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak
dihormati setingkat dengan etika teologis.Terhadap pandangan Thomas
Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika
filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis
telah diperkuat.[butuh rujukan] Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher,
diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun
belum ada pertemuan di antara mereka.
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis
antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat
terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.
[butuh rujukan] Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat
dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam
bagaimana ia seharusnya hidup.

 Etika Terapan

Etika Terapan merupakan istilah baru, tapi sebetulnya yang dimaksudkan


dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah Filsafat Moral. Sejak Plato
dan Aristoteles sudah ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis,
artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku
manusia dengan memperlihatkan apa yang harus kita lakukan.

Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerja sama yang erat
antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika Terapan tidak bisa dijalankan dengan baik
tanpa kerja sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang
bidang yang sama sekali di luar perhatiannya.

Terdapat empat unsur dalam metode etika terapan.

1. Sikap Awal

Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah etis


apa pun, selalu ada suatu sikap awal. sikap ini bisa pro atau kontra bisa juga
netral.

2. Informasi

Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah


informasi. hal ini terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Melalui informasi kita dapat mengetahui
bagaimana keadaan obyektif itu.

3. Norma-norma Moral

Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat (jadi, tidak


diciptakan untuk kesempatan ini), tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk
topik atau bidang yang khusus ini.

4. Logika
Etika Terapan harus bersifat logis juga. ini tentu tidak merupakan tuntutan
khusus bagi etika saja. Logika dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan
penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi.

Anda mungkin juga menyukai