Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditas penghasil devisa negara. Pada

tahun 2012, daya hasil karet Indonesia mencapai 3.012.254 ton dengan luas areal

sebesar 3.506.201 ha dan produktivitas sekitar 1 ton/ha/th. Indonesia mengekspor

karet alam sebanyak 2.444.438 ton, sedangkan impor karet alam mencapai 27.124

ton (Badan Pusat Statistik, 2013).

Dengan permintaan karet dunia yang tinggi, para pemulia tanaman karet

berusaha merakit klon unggul baru yang dapat menghasilkan lateks dan kayu

tinggi serta tahan terhadap gangguan penyakit. Sampai saat ini, upaya pemuliaan

tanaman karet dilakukan dengan persilangan antar tetua untuk memperoleh

genotipe unggul baru yang kemudian diuji pada beberapa lingkungan berbeda.

Persilangan buatan (hibridisasi) adalah penyerbukan silang antara dua tetua yang

berbeda susunan genetiknya. Hibridisasi 121 122 berperan penting dalam

pemuliaan tanaman, terutama dalam hal memperluas keragaman genetik.

Keragaman genetik menunjukkan adanya keragaman nilai genotipe antar individu

dalam suatu populasi. Persilangan diikuti dengan serangkaian proses seleksi dan

evaluasi. Seleksi akan efektif apabila populasi yang diseleksi mempunyai

keragaman genetik yang luas (Syukur et al, 2012).

Tingginya keragaman pada tingkat progeni menuntut kegiatan seleksi

harus dapat dilakukan secara efektif agar diperoleh genotipe baru dengan sifat

yang dikehendaki. Tetua yang dipergunakan untuk induk persilangan harus

1
mempunyai sifat unggul dan biasanya memiliki hubungan kekerabatan yang jauh

(Sayurandi, et al, 2011).

Pemilihan tetua yang memenuhi syarat tersebut diharapkan dapat

memunculkan genotipe baru yang mewarisi sifat-sifat unggul dari kedua tetuanya.

Salah satu kendala pelaksanaan pemuliaan konvensional tanaman karet adalah

keberhasilan persilangan yang sangat rendah, yaitu sekitar 2,5%

(Aidi-Daslin et al, 2009).

Namun demikian, beberapa klon unggul karet telah dihasilkan oleh

pemulia karet Indonesia, antara lain GT 1 dan Tjir 1 (klon primer), AVROS 2037

(klon sekunder), serta klon IRR seri 0, 100, 200, dan 300 sebagai klon tersier.

Beberapa persilangan telah dilakukan antara klon PB 260 dengan RRIC 100. Klon

PB 260 merupakan hasil persilangan antara PB 5/51 x PB 49. Klon PB 260

mempunyai sifat metabolisme aktif, berpotensi produksi tinggi pada awal

penyadapan, resisten terhadap penyakit gugur daun, tetapi kurang tahan terhadap

gangguan angin. Klon RRIC 100 merupakan hasil persilangan antara RRIC 52 x

PB 86. Klon RRIC 100 mempunyai pertumbuhan sangat baik selama tanaman

belum menghasilkan (TBM). Klon RRIC 100 resisten terhadap penyakit gugur

daun dan tahan terhadap gangguan angin (Penot, et al, 2004).

Hasil persilangan ini diharapkan mampu menghasilkan lateks yang tinggi

serta tahan terhadap penyakit daun. Beberapa karakter pertumbuhan, anatomi, dan

fisiologi lateks merupakan komponen yang menentukan produksi Pola hubungan

antara produksi dan komponen produksi dapat dilihat melalui analisis korelasi.

Namun analisis korelasi hanya menggambarkan hubungan keterikatan antara dua

2
variabel tanpa memperhatikan adanya pengaruh variabel lain, sedangkan nilai

pengaruh langsung sangat dipengaruhi oleh variabel lain (Wardiana et al, 2009).

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lanjutan. Salah satu analisis

lanjutan dari studi korelasi yaitu analisis lintasan (path analysis) yang merupakan

analisis hubungan sebab-akibat (causal-effect), bertujuan untuk mengetahui

pengaruh langsung dan tidak langsung dari suatu variabel terhadap variabel

lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keragaman sifat

pertumbuhan, fisiologi, dan daya hasil progeni karet keturunan persilangan antara

PB 260 dan RRIC 100, serta mengetahui karakter-karakter penting yang

berkorelasi dan berpengaruh langsung terhadap daya hasil pada progeni hasil

persilangan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam penyusunan metode seleksi dini yang efektif

(Akbar et al, 2013).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui Teknik

persilangan tanaman karet (Hevea brassiliensis muell. Arg) terhadap hasil

persilangan antara klon PB 260 & RRIC 100

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan Paper ini adalah sebagai salah satu syarat

untuk memenuhi komponen penilaian praktikum di Laboratorium Dasar

Pemuliaan Tanaban Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, dan Sebagai informasi bagi pihak yang Membutuhkannya.

3
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Karet (Hevea brasilliensis muell.Arg)

Kedudukan tanaman karet dalam kerajaan tanaman tersusun dalam

sistematika sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta, Subdivisi :Angiospermae,

Kelas : Dicotyledonae, Ordo :Euphorbiales, Famili :Euphorbiaceae, Genus Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar

ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Sistem

perakaran yang bercabang pada setiap akar utamanya

(Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Susunan anatomi kulit karet berperan penting dengan produksi lateks dan

produktivitas pohon. Sesuai dengan umur tanaman, kulit karet dibedakan menjadi

kulit perawan yaitu kulit yang belum pernah disadap dan kulit pulihan yaitu kulit

yang sudah disadap. Jaringan kulit karet tersusun dari sel-sel parenchymatis yang

8 diantaranya terdapat jaringan xylem dalam pohon yang keduanya dipisahkan

oleh kambium (PTPN VII, 2003).

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang

tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada

ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya, terdapat tiga anak daun pada sehelai daun

karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, serta

tepinya rata dan gundul (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi

kuning atau merah. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak

daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3 - 20 cm. Panjang tangkai anak daun

4
sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak

daun karet berbentuk elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya

rata dan tidak tajam (Marsono, et al, 2005).

Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3

anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian

anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate,

pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah

agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).

Bunga karet termasuk bunga sempurna yang terdiri dari tiga bagian pokok

yaitu dasar bunga, perhiasan bunga, dan persarian. Benang sari dan putik ini

terdapat dalam satu bunga. Ukuran bunga betina lebih besar sedikit dari yang

jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Bunga jantan mempunyai

sepuluh benang sari yang tersusun menjadi satu tiang (PTPN VII, 2003).

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai

payung yang jarang. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda

bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga

jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan

dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai

sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam

2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain (Marsono, et al, 2005).

Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap

karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang,

sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah

5
bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk

“lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga

jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan

tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang

berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan

tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 2003).

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-masing ruang

berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya ada tiga,kadang-kadang samapi

enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Buah yang sudah masak akan pecah

dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan

tanaman karet secara alami (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Jumlah ruang biasanya

tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah

sudah masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Biji karet terdapat dalam setiap

ruang buah. Jadi, jumlahnya biasanya tiga, kadang enam sesuai dengan jumlah

ruang (Penebar Swadaya, 2006).

Secara fisik cangkang buah karet memiliki ciri sebagai tumbuhan yang

berlignin. Konstruksi cangkang yang keras mengindikasi bahwa cangkang buah

karet ini mengandung senyawa aktif berupa lignin. Selain pemanfaatannya yang

masih kurang optimal, jika dibandingkan dengan bagian buah lainnya, bagian

cangkang termasuk bagian yang mengandung lignin yang cukup banyak, sehingga

bagian ini cukup potensial untuk diolah menjadi produk briket. Hal ini akan

membuat cangkang buah karet menjadi lebih termanfaatkan (Aritonang, 2006).

6
Biji karet dibedakan atas tiga jenis, yaitu biji illegitim, legitim, dan

propalegitim. Biji illegitim merupakan biji yang dihasilkan dari penyerbukan

silang dimana bunga betinanya diketahui dengan pasti, sedangkan bunga jantan

tidak diketahui. Biji legitim merupakan biji yang diperoleh dari penyerbukan

silang yang bunga betina dan jantannya diketahui dengan pasti. Sedangkan biji

propalegitim 9 merupakan biji yang diperoleh dari penyerbukan silang dimana

bunga betinanya diketahui, tetapi bunga jantannya tidak pasti (PTPN VII, 2003).

Biji karet tergolong rekalsitran. Beberapa sifat-sifat biji karet diantaranya

biji tidak pernah kering di pohon tetapi akan jatuh dari pohon setelah masak

dengan kadar air sekitar 35 %. Biji karet tidak tahan terhadap kekeringan dan

tidak mempunyai masa dormansi dan biji karet akan mati bila kadar air dibawah

12 %. Biji karet tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering karena akan

mengalami kerusakan. Daya simpan biji umumnya singkat dan kisaran suhu

penyimpanan biji karet yang baik adalah 7-10 °C, karena pada suhu ini belum

mengalami pembekuan sel (Sembawa, 2009).

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada

tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit

keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai

dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini

mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar(PTPN VII, 2003).

Iklim

Tanaman karet cocok pada daerah tropis dengan zona antara 15º LS dan

15º LU. Curah hujan tahunan tidak kurang dari 2.000 mm. Opimal antara 2.500-

7
4.000 mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Pembagian hujan dan

waktu jatuhnya hujan rata-rata setahunnya dapat mempengaruhi produksi.

Produksi karet akan menurun apabila daerahnya sering mengalami hujan pada

pagi hari. Tanaman karet tumbuh optimal pada ketinggian sampai 200 meter di

atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat maka pertumbuhan karet akan

semakin lambat dan hasilnya lebih rendah (Setyamidjaja, 2003).

Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim

sebagai berikut: suhu rata-rata harian 28º C (dengan kisaran 25-35ºC) dan curah

hujan tahunan rata-rata antara 2.500-4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150

hari pertahun. Pada daerah yang sering hujan pada pagi hari akan mempengaruhi

kegiatan penyadapan bahkan akan mengurangi hasil produktifitasnya. Keadaan

daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian

barat, yaitu Sumatera, Jawa, Dan Kalimatan, sebab iklimnya lebih basah

(Budiman, 2012).

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai

4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun

demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang

(Kampar dalam angka, 2008).

Daerah yang baik bagi pertumbuhan dan pengusahaan tanaman karet

terletak di sekitar ekuator (katulistiwa) antara 10º LS dan 10º LU. Karet masih

tumbuh baik sampai batas 200 garis lintang. Suhu 200 dianggap sebagaibatas

terendahsuhu bagi karet (Maryani, 2007).

8
Suhu harian yang dinginkan tanaman karet rata-rata 15º-30ºC. Apabila

dalam jangka waktu panjang suhu harian rata-rata kurang dari 200C, maka

tanaman karet tidak cocok ditanam didaerah tersebut. Intensitas sinar matahari

adalah hal amat dibutuhkan tanaman karet. Bila terjadi penyimpangan terhadap

faktor ini, maka mengakibatkan turunnya produktivitas (PTPN VII, 2003).

Iklim yang dibutuhkan pada pertumbuhan tanaman karet adalah Tinggi

tempat 0 sampai 200 m dpl.-Curah hujan 1.500 sampai 3.000 mm/th. Bulan kering

kurang dari 3 bulan. Kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan

30km/jam (Kampar dalam angka, 2008).

Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendahdengan ketinggian

200m–400m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu

harian lebihdari 30ºC,akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisatumbuh

dengan baik (Damanik, et al, 2013).

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk

penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yangtumbuh tinggi dan

berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman

biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas

(Kumpar dalam angka, 2008).

Respon klon karet terhadap suhu bervariasi. Hasil penenlitian di India

menunjukkan bahwa pada elevasi tinggi (840 m diatas permukaan laut), klon

RRIM 600 sebesar 10%, sedangkan GT 1, PB 5/51, RRII 105, dan LCB 1320

masing-masing terhambat pertumbuhannya sebesar 37%, 32%, 32%, dan 59%.

Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan dan produksi (Wijaya, 2008).

9
Tanah

Karet sangat toleran terhadap kemasaman tanah tanpa memandang jenis-

jenis tanah, dapat tumbuh antar 3,5-7,0. Untuk pH optimum harus disesuaikan

dengan jenis tanah, misalnya pada red basaltic soil pH 4-6 sangat baik bagi

pertumbuhan karet. Selain jenis tanah, klonpun turut memegang peranan penting

dalam menentukan pH optimum. Sebagai contoh pada red basaltic soil PR 107

dan GT 1 tumbuh baik pada pH 4,5 dan 5,5. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk

tanaman karet adalah sebagai berikut: 1. Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau

lebih, dan tidak terdapat batu-batuan. 2. Aerase dan drainase baik. 3. Remah,

porus dan dapat menahan air. 4. Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir. 5.

Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm 6. Kandungan unsure

hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsure mikro 7. Kemiringan tidak

lebih dari 16% 8. Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Budiman, 2012).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet

baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika

yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan

drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan

haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat

fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah

kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan

bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi

perkebunan karet dengan hasil yang cukup baik (Kampar Dalam Angka, 2007).

Kemiringan tanah kurang dari 10%. Jeluk efektif lebih dari 100 cm.

Tekstur tanah terdiri lempung berpasir dan liat berpasir. Batuan di permukaan

10
maupun di dalam tanah maksimal 15%. pH tanah berkisar antara 4,3 –5,0.

Drainase tanah sedang (Budiman, 2012).

Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah – tanah

yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang

dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan dalam lebih dari 1 m,

permukaan air tanah rendah. Sangat toleran terhadap kemasaman tanah, dapat

tumbuh pada pH 3,8 hingga 8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan

pertumbuhan (Sianturi, 2001).

Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi

cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan

tanah yang terlalu tinggi. Tanaman ini masih bisa tumbuh dengan baik pada

kisaran pH 3,5 – 7,5. Meskipun demikian, tanaman karet akan berproduksi

maksimal pada tanah yang subur dengan pH antara 5 – 6 (Setiawan, 2000).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi (ml lateks/tanaman) pb 260

memiliki kolersasi yang nyata dengan jumlah yang gugur, kadar karet kering

(kkk) dengan curah hujan, sedangkan kolerasi produksi tidak nyata dengan

persentase air tanah, persentase air daun, dan jumlah air yang ditampung.

Penanaman bibit karet klon pb 260 memang mempunyai keunggulan. Pb

260 sendiri merupakan klon karet unggul penghasil getah yang dikeluarkan daeri

hasil penelitin badan penelitian tanaman karet Malaysia. Pb sendiri merupakan

singkatan dari perang besar yang merupakan nama salah satu daerah Malaysia.

Sedangkan RRIC 100 merupakan klon penghasil lateks-kayu.

11
KERAGAMAN SIFAT PERTUMBUHAN, FISIOLOGI, DAN DAYA

HASIL PROGENI, KARET (Hevea brasilliensis muell. Arg) HASIL

PERSILANGAN ANTARA KLON PB 260 & RRIC 100

Pengertian Persilangan Tanaman dan Fungsinya

Persilangan tanaman merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

memperoleh keturunan yang bervariasi. Persilangan tanaman bisa dibedakan

menjadi persilangan sendiri (selfing) dan pembastaran (crossing). Selfing adalah

persilangan yang dilakukan terhadap tanaman itu sendiri. Artinya, tidak ada

perbedaan antara genotipe kedua tanaman yang disilangkan. Sedangkan crossing

atau pembastaran adalah persilangan antara dua individu yang berbeda karakter

atau genotipnya. Tujuan melakukan persilangan adalah untuk menggabungkan

semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetic, dan

menguji potensi tetua (uji turunan) (Debertin, 2001).

Persilangan adalah suatu teknik mengawinkan bunga dengan meletakkan

pollen atau serbuk sari pada stigma (lubang atau rongga yang dangkal berisi

cairan kental agak lengket sebagai tempat meletakkan pollen dan masuknya

tabung pollen ke dalam ovari (bakal buah) pada waktu polinasi/penyerbukan.

Dikenal dua macam persilangan, yaitu perkawinan sendiri (selfing) dan

perkawinan silang (crossing). Perkawinan sendiri (selfing) adalah perkawinan

dengan meletakkan pollen pada stigma yang berasal pada satu bunga, satu

tanaman, tetapi masih dalam satu spesies. Perkawinan silang (crossing) adalah

perkawinan dengan meletakkan pollen pada stigma yang berasal dari dua jenis

bunga yang berbeda pada spesies yang sama baik. Jika persilangan dilakukan

siang hari, putik mengering sehingga tidak akan terjadi pembuahan, kalaupun

12
terjadi pembuahan kualitas buah tidak maksimal. Umur bunga satu atau dua hari

setelah mekar hingga lima minggu setelah mekar (Sandra, 2008).

Kegiatan persilangan diawali dengan pemilihan dan pena-naman tetua

pada petak hibridisasi blok. Setiap ulangan ditanam pada selang waktu 2 minggu

agar waktu pembunga-annya menjadi lebih lama. Tanaman tetua yang digunakan

dalam persilangan ditanam pada petak hibridisasi. Setiap nomor ditanam pada

petakan berukuran 1 m x 2 m. Pertanaman ini dilakukan tiga ulangan waktu tanam

dengan selang waktu 2 minggu setiap ulangan (Harahap 2002).

Identifikasi Tanaman Karet (Hevea brasilliensis muell. Arg)

Nama latin dari karet adalah Havea brassiliensis. Havea brasiliensis yang

berasal dari Negara Brazil. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung

pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Pada suhu normal, karet tidak berbentuk

(amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Jumlah biji biasanya ada tiga

kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.

Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai

dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini

mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Debertin, 2001).

Dengan meningkatnya suhu, karet akan mengembang, searah dengan

sumbu panjangnya. Penurunan suhu akan mengembalikan keadaan mengembang

ini. Inilah alasan mengapa karet bersifat elastic. Syarat pertumbuhan, suhu udara

240C -280C.Curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun, penyinaran matahari antara 5-7

jam/hari,Kelembaban tinggi, kondisi tanah subur, dapat meneruskan air dan tidak

berpadas, tanah ber-pH 5-6 (batas toleransi 3-8), ketinggian lahan 200 m dpl.

13
Panen, penyadapan pada umur + 5 tahun, dan dapat dilakukan selama 25-35

tahun.Penyadapan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 5-6 tahun. Tinggi

bukaan sadap pertama 130 cm dan bukaan sadap kedua 280 cm diatas pertautan

okulasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan antara lain: Pembukaan

bidang sadap dimulai dari kiri atas kekanan bawah, membentuk sudut 300.Tebal

irisan sadap dianjurkan 1,5-2 mm (Debertin, 2001).

Dalamnya irisan sadap 1-1,5 mm. Waktu penyadapan yang baik adalah

jam 5.00-7.30 pagi.Dalam penyadapan dapat dilakukan dengan cara melukai kulit

batangnya sehingga keluar cairan kental yang kemudian ditampung. Cairan ini

keluar akibat tekanan turgor dalam sel yang terbebaskan akibat pelukaan. Aliran

ini akan berhenti apabila semua isi telah habis dan luka tertutup oleh lateks yang

membeku.Hama dan penyakit pada karet adalah. (Daslin, 2008).

Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.

Batang tanaman mengandung getah yang dinamakan lateks. Daun karet berwarna

hijau terdiri dari tangkai daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang

tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan ujungnya bergetah. Biasanya ada tiga anak

daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis,

memanjang dengan ujung meruncing. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah.

Jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Akar

tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar tersebut mampu menopang batang

tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Anwar, 2006).

14
Metode Persialangan Tanaman Karet (Hevea brasilliensis muell. Arg)

Pada program persilangan karet dipilih tetua betina untuk mendapatkan

sifat produksi yang tinggi dan tetua jantan untuk mendapatkan sifat sekunder

seperti ketahanan penyakit. Namun diperlukan bukti secara genetis yang

memperkuat pendapat bahwa sifat yang berkaitan dengan produksi erat

hubungannya dengan tetua betina dan sifat ketahanan terhadap penyakit

berhubungan dengan tetua jantan. Masalah lain yang masih dihadapi para pemulia

karet adalah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan klon unggul baru antara

20- 30 tahun (Syukur, et al, 2012).

Lamanya waktu yang diperlukan pada program pemuliaan secara

konvensional karena penyeleksian potensi tanaman berdasarkan pada karakter

morfologis dan karakter sekunder lainnya. Karakter morfologi baru memberikan

informasi akurat jika tanaman telah berproduksi, yaitu umur 4-5 tahun. Disamping

itu sebelum tanaman dinyatakan sebagai klon yang siap dilepas harus melalui

beberapa tingkat pengujian, yaitu uji pendahuluan, uji lanjutan, juga perlu uji

adaptasi klon di beberapa daerah skala kecil dan skala luas (Ritawati, et al, 2004).

Tiap pengujian memerlukan waktu sedikitnya lima tahun. Untuk

mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu teknik yang dapat mendeteksi sifat-

sifat genotipe hasil persilangan maupun hasil seleksi klon secara cepat dan akurat.

Pendekatan molekuler dapat digunakan untuk mendukung proses seleksi tanaman

karet tahan penyakit SALB melalui pengunaan marka molekuler yang terkait

dengan gen ketahanan penyakit SALB. Pendekatan menggunakan marka

molekuler yang terkait dengan gen ketahanan ini dikenal dengan istilah marker

assisted breeding (pemuliaan berbasis marka) (Syukur, et al, 2012).

15
Tujuan dengan dilakukannya Persilangan pada Penyerbukan Tanaman
Karet (Hevea brasilliesis muell. Arg)
Karet merupakan tanaman berbuah polong yang sewaktu masih muda

buahnya terpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi kulit tipis berwarna

hijau dan didalamnya terdapat kulit tebal yang keras dan berkotak. Tiap kotak

berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung biji. Setelah tua warna kulit buah

berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah

dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tiap buah tersusun atas dua

sampai empat kotak biji. Pada umumnya berisi tiga kotak biji dimana setiap kotak

terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah pada umur lima tahun

dan semakin banyak setiap pertambahan umurnya. (Aritonang, 2003).

Tanaman karet mulai berbuah pada umur 5tahun. Sebelum berbuah tanaman karet

mengalami luruh daun menjelang berakhirnya musim hujan, kemudian bersemi

lagi dan mulai berbunga. Masa luruh daun berbeda-beda tergantung iklim

setempat. Pertumbuhan dari bunga menjadi biji tua berlangsung selama 5,5 – 6

bulan. Di pulau Jawa musim masak biji jatuh pada bulan Maret sedangkan di

Sumatera Utara pada bulan Oktober sampai November (Iskandar,2003).

Setiap pohon diperkirakan dapat menghasilkan 5.000 butir biji pertahun

atau satu hektar lahan dapat menghasilkan 2.253 sampai 3 juta biji pertahun.

Komposisi kimia daging biji karet terdiri dari bahan kering 92,22 % atau sekitar

15 ton biji kering per cangkang atau setara dengan 9 kg bij kering lepas cangkang;

protein kasar 19,20 %; lemak kasar 47,20 %; kadar air 8 %, serat kasar 6,00 %;

abu 3,49 %; BETN 24,11 %; dan HCN 573,72 ppm (Effendi, 2003).

16
Keragaman Sifat Hasil Progeni Karet (Hevea brasilliesis muell. Arg)

Hasil analisis menunjukkan adanya keragaman di antara progeni hasil

persilangan seperti terlihat pada nilai koefisien keragaman (KK) dalam. Koefisien

keragaman tertinggi dalam populasi A ditemukan pada daya hasil, diikuti oleh

kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, jumlah pembuluh lateks, kadar tiol, lilit

batang, dan tebal kulit (Akbar, et al., 2013)

Pada populasi B, keragaman tertinggi ditemukan pada pengamatan daya

hasil, diikuti oleh kadar fosfat anorganik, kadar sukrosa, jumlah pembuluh lateks,

lilit batang, kadar tiol, dan tebal kulit. Populasi B mempunyai keragaman lebih

tinggi dibandingkan dengan populasi A pada parameter lilit batang, tebal kulit,

kadar tiol, dan kadar fosfat anorganik. Sebaliknya, populasi A mempunyai

keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi B pada jumlah

pembuluh lateks, kadar sukrosa, dan daya hasil. (Samsuddin, et al, 2005)

Adanya keragaman yang tinggi disebabkan oleh faktor genetik dari

tetuanya. Klon PB 260 dan RRIC 100 termasuk klon yang berasal dari hasil

pemuliaan tanaman introduksi Wickham pada tahun 1876. Kedua klon tersebut

bersifat heterozigot. Tetua heterozigot menghasilkan turunan F1 yang beragam

karena efek heterosis dan segregasi pada masing-masing tetua

(Novalina, et al, 2008).

17
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Karet merupakan salah satu komoditas penghasil devisa negara. Pada tahun 2012,

daya hasil karet Indonesia mencapai 3.012.254 ton dengan luas areal sebesar

3.506.201 ha dan produktivitas sekitar 1 ton/ha/th.

2. Tingginya keragaman pada tingkat progeni menuntut kegiatan seleksi harus dapat

dilakukan secara efektif agar diperoleh genotipe baru dengan sifat yang

dikehendaki.

3. Pemilihan tetua yang memenuhi syarat tersebut diharapkan dapat memunculkan

genotipe baru yang mewarisi sifat-sifat unggul dari kedua tetuanya.

4. Klon PB 260 merupakan hasil persilangan antara PB 5/51 x PB 49. Klon PB 260

mempunyai sifat metabolisme aktif.

5. Klon RRIC 100 merupakan hasil persilangan antara RRIC 52 x PB 86. Klon

RRIC 100 mempunyai pertumbuhan sangat baik selama tanaman belum

menghasilkan (TBM).

6. Susunan anatomi kulit karet berperan penting dengan produksi lateks dan

produktivitas pohon. Sesuai dengan umur tanaman, kulit karet dibedakan menjadi

kulit perawan yaitu kulit yang belum pernah disadap dan kulit pulihan yaitu kulit

yang sudah disadap.

7. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang

tangkai daun utama 3-20 cm.

8. Bunga karet termasuk bunga sempurna yang terdiri dari tiga bagian pokok yaitu

dasar bunga, perhiasan bunga, dan persarian. Benang sari dan putik ini terdapat

dalam satu bunga.

18
9. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-masing ruang berbentuk

setengah bola.

10. Biji karet dibedakan atas tiga jenis, yaitu biji illegitim, legitim, dan propalegitim.

11. Persilangan tanaman merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

memperoleh keturunan yang bervariasi. Persilangan tanaman bisa dibedakan

menjadi persilangan sendiri (selfing) dan pembastaran (crossing).

12. Nama latin dari karet adalah Havea brassiliensis. Havea brasiliensis yang berasal

dari Negara Brazil. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada

lateks beberapa jenis tumbuhan.

13. Pada program persilangan karet dipilih tetua betina untuk mendapatkan sifat

produksi yang tinggi dan tetua jantan untuk mendapatkan sifat sekunder seperti

ketahanan penyakit.

14. Karet merupakan tanaman berbuah polong yang sewaktu masih muda buahnya

terpaut erat dengan rantingnya.Adanya keragaman yang tinggi disebabkan oleh

faktor genetik dari tetuanya. Klon PB 260 dan RRIC 100 termasuk klon yang

berasal dari hasil pemuliaan tanaman introduksi Wickham pada tahun 1876.

Saran
1 .Sebaiknya penulis lebih memperhatikan penulisan paper

2 .Sebaiknya penulis menuliskan paper dengan bahasa yang ilmiah

19
DAFTAR PUSTAKA

Aidi-Daslin, et al. 2009. Kemajuan pemuliaan dan seleksi dalam menghasilkan


kultivar karet unggul. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan Tanaman Karet 2005
Akbar, et al, 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Karet Perkebunan
Rakyat studi kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang
Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Anwar, C., 2006. Manajemen dan teknologi budidaya karet. Pusat Penelitian karet
Badan Pusat Statistik, 2013. Produksi sayuran di Indonsia 2007-2009 (20
April 2014).
Budiman, A dan I. Boerhendhy. 2006. Penanggulangan gejala kering alur sadap
dan penyakit lapuk cabang dan batang pada tanaman karet dengan formula
Antico F-96. Pros. Lok. Nas. Budidaya Tanaman Karet 2006, 286-301.

Kampar dalam angka, 2008. Kebijaksanaan nasional produksi karet alam


Indonesia. Pros. Konf. Agrib. Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu
2003, 7-20.

Maryani, 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cokelat di


Kabupaten Dairi [Tesis]. Medan : Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Sumatera Utara.

Novalina, M. Jusuf, G. A. Wattimena, Suharsono, Sumarmadji, dan Aidi-Daslin.


2008 . Keragmaan dan Hubungan Berbagai Komponen Hasil Tanaman
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) pada Dua Populasi Hasil
Persilangan PB 260 dengan PN. Bul.Agron 36 (2): 153-160.

Penot, E and R. Aswar, 2004. Rubber Clone Index in Indonesia. Indonesian


Rubber Research Institute, Bogor.Rachmawan, A dan Sumarmadji. 2007.
Kajian Karakter Fisiologi dan Sifat Karet Klon PB 260 Menjelang Buka
Sadap. Jurnal Penelitian Karet 25 (2): 59-70.

PTPN VII, 2003. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Teh di PTPN VII Parakan
Salak [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ritwati, et al, 2004. Karakteristik sifat lateks dan kayu klon-klon karet IRR seri
100. Pros. Lok. Nas. Budidaya Tanaman Karet 2006, 359-367.

Samsuddin, Z., H.Tan, and P.K.Yoon. 2005. Variations, Heritabilities, and


Correlations of Photosynthetic Rates, Yield, and Vigour in Young Hevea
Seedling Progenis. Proceedings of International Rubber Conference.
Kuala Lumpur, 21-25 October. RRIM.: 1-17
Sandra, P. 2008. Panduan Lengkap Karet. Depok : Penebar Swadaya

20
Sayurandi dan Aidi-Daslin. 2006. Pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan
terhadap pertumbuhan dan produksi klon IRR seri 100 pada uji lanjutan.
Jurnal Penelitian Karet, 2006, 24(2):91-100
Setyamidjaja, THS Siregar, dan Karyudi. 2003. Sistem eksploitasi yang lebih
sesuai untuk menunjang produktivitas karet yang optimal. Pros. Konf.
Agrib. Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu. 124 – 139.
Starburgers, 2004. Tiols of Low Molecular Weight in Hevea brasiliensis Latex.
Biochem. Biophys. Acta 41: 152-154.
Syukur. M, et al, 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman Bagian Genetika Hortikultura
IPB : Bogor.

Tim Karya Tani Mandiri, 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidoponik. Nuansa
Aulia bandung. 160 hlm.
Wijaya, et al, 2008. Adaptabilitas dan stabilitas beberapa klon karet di daerah
beriklim kering. Pros. Lok. Nas. Budidaya Tanaman Karet 2006, 62-70.

Woelan, S., 2008. Potensi keunggulan klon karet


generasi IV seri IRR. Pros. Lok. Nas. Budidaya Tanaman Karet 2006, 33 .

Woelan, S., Aidi-Daslin, R. Azwar, dan I. Suhendry. 2000. Evaluasi keragaan


klon karet unggul harapan IRR seri 100. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan Karet
2001, 173-187.

Woelan, S., Pasaribu. S., I. Suhendry, dan M. Lasminingsih. 2005. Evaluasi


keragaan klon karet IRR seri 100 dan 200. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan
Tanaman Karet 2005; 38- 61.

21

Anda mungkin juga menyukai