Anda di halaman 1dari 9

Barriers To Entry Dalam Perkembangannya

Saat Ini

Disusun oleh :
Nama :Vira Tsania Azizah
NIM : 165020101111018
Kelas : Ekonomi Industri AC

Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Brawijaya
Malang
2018
Pendahuluan

Ekonomi Industri adalah studi tentang ilmu ekonomi cabang ekonomi mikro yang
merupakan studi tentang analisis keterkaitan antara struktur industri, perilaku industri, dan
kinerja industri. Dengan lebih mendalami materi perkuliahan ekonomi industri kita dapat
menjelaskan lebih lanjut tentang konsep maupun metode yang dikembangkan untuk
menganalisis perusahaan-perusaahaan dalam industri. Industri adalah kumpulan perusahaan
yang memproduksi barang dan jasa. Ekonomi industri dapat menjelaskan tentang
pengorganisasian perusahaan yang dapat mempengaruhi cara kerja pasar. Hal ini dapat
dipelajari dengan analisis SCP yaitu Structure Conduct Perforance .

Dalam persaingan yang diciptakan oleh pasar akan ada perusahaan yang mampu
bertahan dan bukanlah perusahaan yang paling besar ataupun paling kuat. Perusahaan yang
mampu bertahan dalam pasar adaalah perusahaan dengan usaha/produk yang paling ampu
menyesuaikan diri. Persaingan pasar ini merupakan pasar persaingan yang potensial dimana
dapat mendorong adanya potensi masuknya perusahaan pendatang baru dalam industri dan
membuat perusahaan yang telah ada merasa terancam.

Dengan adanya persaingan yang berpotensi masuknya perusahaan pendatang baru


dalam suatu industri/pasar. Perusahaan lama akan terus mempertahankan eksistensinya dan
kualitas perusahaan demi menjaga keuntungannya. Untuk perusahaan baru yang akan
memasuki industri tidak akan bisa masuk dengan mudah karena perusahaan lama telah
menyiapkan berbagai cara agar kondisi pasar tetap berada pada kondisi awal sehingga
muncullah rintangan-rintangan bagi perusahaan baru untuk menyiapkan diri dalam memasuki
industri yang disebut sebagai Barriers To Entry.
Pembahasan dan Pendapat Pribadi

Definisi

Terdapat banyak pengertian barriers to entry yang dikemukakan oleh para ahli ekonom.
Dalam defnisi pertama yang diungkapkan oleh Demsetz 1982 dan Brozen 1975, mereka
mengungkapkan bahwa “Government-based restrictions on entry” ( Demsetz, 1982. Brozen,
1975). Maksud dari definisi diatas adalah adanya campur tangan pemerintah dalam penetapan
harga barang publik di negara yang diperuntukkan oleh seluruh konsumen dan dianggap layak
dan dapat menguntungkaan bagi kedua belah pihak yaitu penyedia/produsen dan konsumen.
Dari definisi diatas dapat dicontohkan sebagai berikut ; tarif taxi yang dihitung
perkilometernya, pengenaan tarif bagi barang ekspor dan impor, adanya pajak pada makanan
di restoran, pengenaan pajak yang dikenakan dalam tarif penyewaan hotel, tarif pada cuka
rokok, low fair airline atau tarif harga tiket pesawat yang ditentukan pemerintah, dan masih
banyak lagi.

Definisi kedua dikemukakan oleh Stigler 1968 yang mengatakan “ Asymmetries in


demand and cost conditions between established firms and potential new entrants.” Maksud
dari definisi ini adalah adanya perbedaan asimetrik yaitu ketidaksamaan kondisi pasar yang
dihadapi oleh perusahaan yang telah ada dan perusahaan pendatang baru. Ketidaksamaan ini
akan menimbulkan perbedaan kondisi keseimbangan pasar dan adanya kesenjangan bagi
perusahaan tertentu.

Definisi ketiga yaitu “Established firms can elevate their selling prices above the
minimal average costs of production and distribution” (Bain, 1968). Pada perusahaan yang
telah mapan atau unggul mereka dapat menentukan harga jual dibawah harga biaya rata-rata
minimal dari distribusi produksi. Bagi perusahaan yang telah unggul mereka dapat memainkan
harga demi meningkatkan profit mereka.

Dalam perkembangannya definisi barriers to entry juga berkembang mengikuti jaman


yang semakin maju ini. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam dunia usaha barriers to entry
pada saat ini didefinisikan sebagai halangan atau rintangan yang dihadapi oleh perusahaa baru
yang akan memasuki suatu industri. Dengan terus berkembangnya jaman, perusahaan yang
telah ada dalam suatu industri tidak menginginkan pesaing-pesaing baru untuk merebut pangsa
pasar yang telah mereka kuasai demi menjaga keuntungan yang diperoleh perusahaan lama.
Oleh karena itu akan muncul rintangan-rintangan yang menyulitkan bagi perusahaan baru
untuk masuk kedalam suatu industri. Hal ini disebut barriers to entry.

Faktor – faktor yang menyebabkan barriers to entry

1. Skala ekonomis
Skala ekonomis merupakan hubungan penurunan biaya untuk memproduksi
satu unit produk dikarenakan bertambahnya jumlah produk yang diproduksi per
periode. Apabila suatu produksi dapat menghasilkan biaya paling efisien maka
disebut Minimum Efficient Scale (MES). Apabila MES telah diketahui, maka dapat
ditentukan seberapa besarnya pangsa pasar yang harus diperoleh oleh perusahaan
yang ingin masuk industri. Sebuah industri dengan MES yang tinggi menghalangi
masuknya perusahaan-perusahaan yang hanya mampu berproduksi dengan tingkat
rendah atau kurang dari MES. Jika sebuah perusahaan yang memiliki skala ekonomi
dibawah MES tetap ingin beroperasi, maka perusahaan tersebut harus memiliki
alasan kuat untuk menjual produknya dengan harga lebih tinggi. Dua alasan yang
bisa digunakan adalah deferensiasi produk dan perusahaan memiliki kekuatan
monopoli.
2. Deferensiasi dan merek produk
Merek produk yang terkenal biasanya milik perusahaan yang telah lama dikenal
oleh masyarakat. Terkenalnya suatu merek produk dapat diperoleh dari hasil
promosi yang telah dilakukan, pelayanan baik kepada konsumen, dan keunikan
produk yang tidak bisa dicari di produk lain yang serupa. Deferensiasi produk
membentuk barrier to entry bagi calon pendatang baru dengan memaksa mereka
mengeluarkan biaya besar untuk mempengaruhi konsumen meninggalkan
loyalitasnya pada produk perusahaan – perusahaan lama. Hal ini bisa menyebabkan
kerugian di awal usaha (start-up loses) karena tidak ada yang bisa menjamin
keberhasilan perusahaan tersebut merebut pangsa pasar perusahaan lama dan
seringkali memerlukan waktu yang relatif lama. Investasi untuk membangun merek
produk beresiko tinggi karena nilainya dapat hilang begitu saja apabila usaha
memasuki industri gagal.
3. Switching costs
Switching cost adalah biaya satu kali (one time costs) yang harus dikeluarkan
konsumen jika ingin berpindah dari produk sebuah perusahaan ke produk sejenis
dari perusahaan lain.Yang termasuk dalam switching costs ini adalah biaya yang
dikeluarkan untuk training ulang, peralatan tambahan yang baru, biaya pengujian
kualitas produk baru, biaya tenaga ahli untuk memastikan produk baru yang dibeli
dapat berfungsi sempurna, desain ulang produk supaya dapat dipastikan sesuai
dengan kebutuhan konsumen, dan biaya – biaya yang dibutuhkan untuk mengatur
fungsi – fungsi SDM baru. Jika biaya – biaya ini besar, perusahaan pendatang baru
harus bisa menawarkan kelebihan – kelebihan produknya baik dari sisi harga
maupun performansinya.

Rintangan untuk pesaing baru


figure 1. Absolute Cost Advantages
Perusahaan yang lebih dahulu menguasai pasar
telah menetapkan harga pada tingkat P 2 dengan
jumlah output sebesar X2. Itu merupakan titik a
yang dapat dicapai dengan tingkat permintaan
sebesar D. Perusahaan baru tidak akan bisa
memasuki industri dengan menetapkan harga
sama dengan perusahaan lama sehingga biaya
yang dikeluarkan harus jauh dari perusahaan
lama. Muncullah P1 dengan jumlah output X2
tetapi tidak bisa mencapai keseimbangan
permintaan.
Figure 2. Economiest of Scale
Kondisi P1 X1 merupakan kondisi skala
ekonomis. Bila sudah mencapai titik ini maka
tidak diprlukan lagi biaya tambahan sehingga
harga tetap pada kondisi tersebut. Bila
perusahaan belum bisa menetapkan harga
yang lebih rendah maka pangsa pasar yang
diperoleh hanya sedikit.

Figure 3. Product Differentiation


Advantages
Pada kondisi harga berada di P2 tingkat
permintaan membutuhkan harga yang lebih
rendah agar mencapai keseimbangan. Maka
terdapat permintaan pasar dan ada perusahaan
yang mencoba menyaingi kondisi tersebut
sehingga perusahaan baru memiliki tingkat
permintaan sendiri.

Argumen Mengenai Kegagalan Barriers To Entry


Seiring berkembangnya jaman perkembangan teknologi di Indonesia juga berkembang
pesat. Hal ini seiring dengan tuntutan manusia untuk selalu memperoleh kemudahan dan
kenyamanan dalam berkomunikasi. Produk yang saat ini cenderung diminati oleh semua
kalangan masyarakat Indonesia adalah telepon seluler atau biasa kita sebut HP (Handphone).
Pemakai HP kini tidak hanya orang dewasa tetapi anak-anak sampai lansia pun membutuhkan
HP untuk alat komunikasinya entah untuk sekedar mengirim pesan, menerima panggilan,
bahkan streaming youtube, dan yang paling sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat
ini menggunakan HP adalah dengan mengunjungi situs media sosial.
Perkembangan penggunaan HP yang pesat ini berdampak terhadap perkembangan kartu
seluler karena kedua produk ini saling terkait satu sama lain. Kartu seluler biasa kita sebut
SIM card atau kartu SIM (Subcriber Identity Module Card) merupakan kartu chip yang bisa
kita pakai untuk mendapatkan jaringan GSM, WCDMA, 4G, LTE dan sebagainya pada HP
kita. Kartu SIM memudahkan pengguna HP untuk beralih ke HP baru hanya dengan
memindahkan kartu SIM karena kartu SIM menyimpan informasi data penggunanya.
Sekarang ini berbagai inovasi kartu SIM sangat banyak sekali, mulai dari kartu yang hanya
dipakai untuk sekali pakai, dan kartu yang digunakan seumur hidup.
Telkomsel dapat dikatakan sebagai jawara nomor satu yang didukung oleh Telkom
Group dalam persaingan operator kartu SIM. Namun operator pendatang baru yang tidak
menyerah dalam bersaing dengan Telkomsel ini adalah XL. Kedua merek ini memang sudah
lama bersaing ketat untuk merebut pasar anak remaja. Telkomsel yang dianggap memiliki
harga tidak bersahabat atau bisa dikatakan mahal dapat menjadi alasan yang tepat bagi XL
untuk menjual dengan harga yang lebih murah. Ketika mereka mulai perang harga, XL tidak
hanya menawarkan harga yang lebih murah tetapi menawarkan SMS atau percakapan gratis
semua operator. Yang dulunya XL merupakan pendatang baru kalah dengan Telkomsel dan
Indosat sekarang XL dapat mengalahkan pasar Indosat dan bersaing ketat dengan pasar
operator nomor satu di Indonesia yaitu Telkomsel.
Persaingan semakin seru ketika XL memproklamirkan harga Rp1/detik dalam telepon
antar sesama. Kemudian, Telkomsel membalas dengan meluncurkan Rp0,5/detik. Menjawab
promo dari Telkomsel tersebut, XL kembali membuat inovasi yang tidak kalah menarik
dengan komunikasi antar operator melalui Rp0,1/detik ke semua operator. Persaingan tidak
hanya dalam perang harga tetapi terjadi persaingan dalam promosi atau iklan dengan
menonjolkan slogan masing-masing. Strategi penjualan XL lebih mengedepankan kepuasan
pelanggan. Kepuasan tidak hanya bersumber dari pelayanan yang baik, tetapi juga harga yang
sangat terjangkau. XL termasuk paling inovatif merumuskan strategi harga. Salah satu yang
cukup fenomenal adalah saat XL meluncurkan program Rp1/detik. Program ini membuat
pesaing kuatnya akhirnya meniru XL.
Persaingan antara Telkomsel dan XL merupakan salah satu contoh gagalnya barrier to
entry. Pada kenyatannya XL dapat merebut pangsa pasar pesaingnya dengan strategi harga
dan strategi penjualan yang direncanakan dengan sangat matang dan sangat inofatif seiring
dengan kebutuhan yang diperlukan masyarakat Indonesia mulai dari anak-anak, remaja,
deassa, hingga lansia. Sehingga Telkomsel kewalahan dalam berperang dengan XL dan
akhirnya mengikuti jejak program yang ditawarkan XL kepada massyarakat.
Kesimpulan

Dalam perkembangannya definisi barriers to entry juga berkembang mengikuti jaman


yang semakin maju ini. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam dunia usaha barriers to entry
pada saat ini didefinisikan sebagai halangan atau rintangan yang dihadapi oleh perusahaa baru
yang akan memasuki suatu industri. Dengan terus berkembangnya jaman, perusahaan yang
telah ada dalam suatu industri tidak menginginkan pesaing-pesaing baru untuk merebut
pangsa pasar yang telah mereka kuasai demi menjaga keuntungan yang diperoleh perusahaan
lama. Oleh karena itu akan muncul rintangan-rintangan yang menyulitkan bagi perusahaan
baru untuk masuk kedalam suatu industri. Hal ini disebut barriers to entry.

Faktor yang dapat menyebabkan barriers to entry adalah skala ekonomis, diferensiasi
produk dan keunggulan merek, serta switching cost. Tetapi tidak semua barriers to entry dapat
berhasil pada perusahaan yang memiliki kemampuan bersaing yang tinggi. Dapat dilihat
bahwa perusahaan operator dapat bersaing secara harga dan penjualan maupun promosi
dengan perusahaan baru dan perusahaan barupun tidak merasakan kerugian dari persaingan
tersebut. Sebaliknya perusahaan baru bisa menyesuaikan diri dengan kemampuan daya saing
yang sangat bagus sehingga bisa mencapai skala ekonomis maksimum.

Perusahaan yang mampu menguasai pasar adalah perusahaan yang memiliki inovasi
sesuai dengan kebutuhan permintaan pasar dan mampu membaca kondisi minat konsumen
dalam suatu produk. Dengan kemampuan tersebut perusahaan barupun dapat dengan mudah
menembus industri yang ingin ia masuki dan bersaing dengan perusahaan yang telah dahulu
berada pada industri itu sebelumnya. Bahkan perusahaan terbesarpun dapat dikalahkan
apabila dia tidak bisa membaca permintaan masyarakat dan hanya mementingkan profit
perusahaan. Maka perusahaan yang memiliki kemampuan daya saing yang tinggilah yang
dapat memenangkan pasar.
Daftar Pustaka
Clarke, Roger. Barriers To Entry
Widiyanto, Ibnu. 1998. Barriers to Entry: Previous and Resent Issues. Halifax, NS: Dalhousie
Univesity
Purnomo, Dwi. 2009. Barrier to Entry. Agroindustrial Development

Anda mungkin juga menyukai