Anda di halaman 1dari 22

RESTRUKTURISASI KEUANGAN

BAB 6

RESTRUKTURISASI LAINNYA

Oleh Kelompok 4 :

SITI SARAH (C1B015036)

JULIAN LESTARI (C1B015047)

DODI SAPUTRA (C1B015058)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BENGKULU

2018
A. JOINT VENTURE (JV)
Mahmud, Salim, dan sutrisno, (2008) menyatakan joint venture sebagai kontrak antara dua
perusahaan yang dimaksudkan untuk membentuk suatu perusahaan baru. Perusahaan baru
inilah yang kemudian disebut sebagai perusahaan joint venture. Sedangkan menurut
Rajagukguk, (2007) joint venture merupakan suatu kerja sama antara pemilik modal asing
dengan pemilik modal nasional y1. ang didasarkan pada suatu perjanjian (kontraktual).
Dasar hukum pengaturan joint venture diindonesia adalah:
1. Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing.
2. PP Nomor 17 1992 jo. PP Nomor 7 tahun 1993 tentang pemilik saham perusahaan
penanaman modal asing.
3. PP No 20 tahun 1994 tentang kepemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan
dalam rangka penanaman modal asing.
4. SK menteri negara penggerak dana investasi/ketua badan koordinasi penanaman modal
nomor: 15/SK/1994 tentang ketentuan pelaksanaan pemilikan saham dalam perusahaan
yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing.

Joint venture dapat dikelompok ke dalam dua kategori, yaitu joint venture domestik dan
joint ventureinternasional. Joint venture domestik didirikan oleh perusahaan-perusahaan
yang terdapat dalam negeri, contohnya adalah kombinasi antara dua perusahaan domestik
yang bergerak dibidang produksi hardware computer, yaitu ASUS dan Gigabyte yang
sama-sama beralokasi dan melakukan aktivitas operasinya di Taiwan. Pada tahun 2007,
kedua perusahaan tersebut melakukan kerjasama untuk membuat strategi baru dalam
pembuatan dan proses pemasaran produk motherboard dan graphic card. Produk-produk
hasil kerjasama ini menyandang nama Gigabyte dan menjadi contoh joint venture domestik
yang berhasil di Taiwan.

Lebih lanjut, joint venture internasional adalah perusahaan yang didirikan oleh dua
perusahaan dimana salah satunya merupakan perusahaan asing. Contohnya adalah joint
venture yang dilakukan oleh indofood dan nestle. Kedua produsen diindustri food and
beverage ini memanfaatkan penetrasi pasar diindustri consumer goods. Kedua perusahaan
papan atas yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A (Nestle),
Switzerland membentuk perusahaan patungan di Indonesia. Perusahaan patungan tersebut
adalah PT. Nestle Indofood Citarasa Indonesia. Perusahaan joint venture ini berfokus pada
bisnis kuliner. Menurut vaidya (2010), tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan agar
dapat menjalakan joint venture dilarbelakangi oleh motif dalam model berikut ini.
Gambar 6.1

Motif pembentukan joint venture internasional

Motif dilakukannya
joint venture Proses pemilihan Membangun Terbentuknya joint
internaional partner kepercayan venture
iiiinternasi internasional

Sumber: Vaidya, (2009)

Menurut pasal 8 ayat (1) SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor:15/SK/1994 tentang ketentuann pelaksanan
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing,
bidang-bidang usaha yang wajib mendirikan perusahaan joint venture adalah:

1. Pelabuhan
2. Produksi, tranmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
3. Telekomunikasi
4. Pelayanan
5. Penerbangan
6. Air minum
7. Kereta api umum
8. Pembangkit tenaga atom
9. Media masa

Faktor yang melatarbelakangi PMA ( Penanaman Modal Asing ) wajib mengadakan usaha
patungan ( joint venture ) dengan perusahaan domestik adalah karna usaha-usaha tersebut
tergolong vital bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan sektor
industri yang dilarang untuk melakukan penanaman modal asing adalah bidang-bidang yang
berkaitan dengan pertahanan negara, seperti produksi senjata, mesiu, alat-alat peledak dan
peralatan perang.

MANAJEMEN DAN TATA KERJA JOINT VENTURE


Dalam PSAK No.12, joint venture yang berlaku di Indonesia diatur dalam tiga jenis, yaitu:
1. Perjanjian kontraktual
Dalam dua bisnis, keberadaan perjanjain kontraktual diperlukan untuk membedakan
joint venture dengan investasi dalam perusahaan yang memiliki pengaruh signifikan.
Perjanjian kontraktual dapat dinyatakan dalam berbagai cara, mislanya dengan suatu
kontrak antara pihak-pihak yang terlibat dalam rapat.
2. Pengendalian operasi bersama
Pada pengendalian operasi bersama, kegiatan perusahaan patungan meliputi
pemanfaatan aset dan sumber daya lainnya dari para pihak joint venture yang terlibat.
3. Pengendalian aset bersama
Para pihak yang terlibat dalam joint venture melakukan pengendalian operasi secara
bersama, dan kepemilikan atas aset juga dimiliki secara bersama-sama. Aset-aset
tersebut digunakan untuk memperlancar joint venture.

MANFAAT JOINT VENTURE


Banyak mamfaat dari dilakukannya kesepakatan joint venture, seperti berbagai risiko,
strategi memasuki pasar yang sulit karena adanya barier yang dibuat oleh pesaing, sebagai
strategi pembiayaan, dan lain sebaginya. Menurut vermeulen, (2003) dan Trafford dan
Froctor, (2006) mamfaat dari kontrak joint venture bagi setiap perusahaan yang terlibat
didalamnya:
1. Mengurangi resiko.
2. Pembiayaan.
3. Menghemat tenaga.
4. Keuntungan.
5. Kemungkinan aptimasi know-how.
6. Mengurangi saling ketergantungan.
7. Komunikasi yang semakin baik.
8. Keterbukaan antara pihak yang terlibat.
9. Perencanaan yang baik.
10. Peningkatan etos kerja.
11. Pencapaian arah strategi yang semakin jelas.

Dalam joint venture biasanya diatur berbagai hal mengenai kesepakatan dan aturan main
yang mengikuti kedua belah pihak antara lain:
1. Uraian tantang pihak-pihak yang terlibat didalam kontrak.
2. Pertimbangan atau konsideras.
3. Uraian tentang tujuan.
4. Waktu.
5. Ketentuan-ketentuan perselisihan.
6. Organisasi kerja sama.
7. Pembiayaan.
8. Dasar penilaian.
9. Hubungan khusus partner dan perusahan joint venture.
10. Peralihan saham.
11. Bentuk hukum dan pilihan hukum.
12. Pemasukan oleh partner.

Tabel 6.1 Faktor kompensasi & kebutuhan antara venturer


N0 Faktor Kebutuhan Investor Kebutuhan Partner Bisnis
Asing China
1. Kemajuan Promosi teknologi dan Memperkenalkan teknologi
teknologi proteksi hak cipta. baru dan meng-upgrede
peralatan terbaru.
2. Pasar china Mengatasi penghalang Meningkatkan permintaan
pasar dan meningkatkan terhadap pertumbuhan bisnis
pangsa pasar. yang berkelanjutan.
3. Sumber Tenega kerja Menungkatkan jumlah pekerja
tenaga kerja berketelampilan tinggi potensial dan memperbesar
dengan biaya yang murah kesempatan lapangan
dan memiliki etika kerja pekerjaan.
yang baik.
4. Sumber Keberagaman investasi Modal kerja yang lebih besar
modal dan pilihan investasi untuk memfasilitasi proses
dengan tingkat return upgrading teknologi.
yang tinggi.
5. Saluran Mendirikan saluran Kebutuhan terhadap bisnis dan
informasi informasi global. jaringan informasi global.
6. Aliansi Partner baru untuk Inisiasi dan kesiapan
global mengembangkan memasuki globalisasi.
jaringan internasional.
7. Kebujakan Perolehan pemotongan Dukungan dan kebijakan
insentif pajak dan insentif dari insentif dari pemerintah.
pemerintah setempat.
8. Pasar global Mengembangkan pasar Memasuki pasar internasional
baru dan meningkatkan dan berpartisifasi dalam
daya saing. kompetisi global.
9. Minimalisasi Memvariasikan jenis Meningkatkan sistem
risiko investasi dan manajemen dan mengontrol
mendiversifikasi risiko risiko investasi.
potensial.
10. Peningkatan Investasi pada area yang Mengalami pertumbuhan yang
keuntungan sedang berkembang dan cepat dan kebutuhan atas
dapat menghasilkan investasi modal.
keuntungan tinggi.
Sumber: Yang dan Lee (2002).

KOMPARASI KINERJA PERUSAHAAN YANG TERGABUNG DALAM JOINT


VENTURE DAN NON JOINT VENTURE
Jumlah investasi perusahaa yang tergabung dalam aktivitas joint venture selama kurun
waktu 30 tahun terakhir meningkat dengan angka yang sangat dramatis. Pada tahun 1980,
jumlah total uamg yang dinvestasikan ke dalam modal ventura di Amerika serikat adalah
sebesar $160 juta. Peningkatan selanjutnya terjadi pada tahun 1990 sebesar $2,3 milyar,
tahun 1988 total investasi dalam skema modal ventura telah menyentuh angka $20 milyar.
Meskipun dunia dilanda period booming atau krisis pada tahun 1999 dan 2000, jumlah dana
yang ada pada aktivitas joint venture bahkan mencapai angka $100 milyar. Angka ini sangat
besar mengingat banyak perusahaan yang terlibat didalamnya untuk melakukan ekspansi
usaha dengan harapan dapat menekan tingkat persaingan dan mengoptimalkan pendapatan
perusahaan.

Pada tahun 2012 puri dan zarutskie melakukan longitudatinal studi dengan memanfaatkan
data dari tahun 1975 sampai dengan 2005 untuk menginvestasi kinerja perusahaan yang
tergabung dalam joint venture dan non joint venture. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa ada kecendrungan terbentuknya pola daur hidup atau life cycle pada kedua kelompok
perusahaan yan tergabung dalam joint venture dan non joint venture. Perusahaan yang
mencapai tahap dewasa, akan bersiap memasuki proses decline yang mendikasikan mereka
harus keluar dari bisnis tersebut. Temuan Puri dan Zarutskie, (2012) menunjukkan bahwa
perusahaan yang tergabung pola joint venture dapat memiliki prestasi yang lebih baik dan
siklus hidup yang cenderung lebih stabil dibanding perusahaan yang tidak tergabung dalam
joint venture. Beberapa faktor yang menjadi indikator komprasi terdiri atas rata-rata jumlah
pekerjaan yang dijalankan kedua kelompok perusahaan selama periode waktu pengamatan.

JANGKA WAKTU KONTRAK JOINT VENTURE DAN PENYELESAIAAN


SENGKETA
Jangka waktu kontrak joint venture ditentukan oleh para pihak yang dituangkan dalam
kontrak joint venture. Berdasarkan hasil kajian, jangka waktu yang ditentukan biasanya
adalah selama 20 tahun dan dapat diperjang. Dalam PP Nomor Tahun 1994, penanaman
modal asingn diberikan izin usaha untuk jangka waktu 30 tahun terhitung sejak perushaan
berproduksi secara komersial.Lebih lanjut, aktivitas penanaman Modal Asing (PMA)
diindonesia diatur dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal.
Pasal 1 nomor 3 dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa penanaman modal
asing merupakan kegiatan menanam modal untuk melakukan kegiatan usaha wilayah negara
republik inonesia yang dilakukan oleh para investor atau penanaman modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya atau penanaman modal yang dilakukan dengan
penanaman modal lokal (dalam negeri).

Lebih lanjut, aturan mengenai penyelesaian sengketa juga diatur dalam Bab XV pasal 32
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007. Undang-undang tersebut menguraikan bahwa pada
pasal 32 ayat (1), disebutkan langkah penyelesaian sengketa terlebih dahulu diselesaikan
dengan cara musyawarah mufakat. Apabila langkah tersebut tidak dapat dijalankan dengan
baik, maka berlanjut kepasal 32 ayat (2) diamana peneylasian dilakukan melalui pengadilan
atau arbitrase (alternatif penyelesaian) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Apabila sengketa terjadi antra pemerintah dan penanaman modal dalam negeri,
maka penyelesaian dilakukan melalui pengadilan arbitrase. Sebaliknya bila terjadi sengketa
antara pemerintah dengan dengan pemerintah dengan penanman modal asing, maka
penyelesainya dilakukan melalui arbitrase internasional (Brahmana, Ginting, dan Siregar,
2013). Akan tetapi kesemua prosedur tersebut arus terlebih dahulu dilakukan berdasarkan
kesepakatan antar kedua belah pihak. Ketentuan ini dituangkan dalam pasal 31 (3) dan ayat
(4) Undang-Undang mengenai penanaman modal.

CONTOH PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN JOINT VENTURE


1. ASUS dengan Gigabyte
Meningkatnya persaingan bisnis di bidang perangkat keras (hardware) untuk produk-
produk komputer, mendorong beberapa perusahaan untuk melakukan kerja sama guna
mempertahankan posisinya di antara para pesaingnya. Hal ini juga dilakukan oleh dua
perusahaan besar asal Taiwan, yaitu Gigabyte dan ASUS, yang selama ini berkompetisi
ketat di kategori produk motherboard, graphics card, dan beberapa komponen lain.

Kedua perusahaan tersebut pada tahun 2007 melakukan kerja sama untuk membuat
strategi baru dalam pembuatan dan pemasaran produk motherboard dan graphics card,
dan beberapa komponen lain. Produk-produk hasil kerja sama ini menyandang nama
Gigabyte dan menjadi contoh joint venture domestik yang berhasil di taiwan.

Tak sedikit berbagai diskusi di Internet yang sempat menduga bahwa yang terjadi
sebenarnya adalah proses merger Asus dengan Gigabyte Technology.
Tetapi penjelasan resmi dari pihak Asus - Gigabyte menyatakan bahwa, yang terjadi
adalah kerjasama pembuatan perusahaan baru untuk memperkuat posisi pasar
motherboard besutan mereka berdua.

Terkait proses joint venture ini, target utama Gigabyte seperti detikINET kutip dari
techshout.com, Minggu (20/8/2006), tak hanya demi kelangsungan hidup perusahaan
tapi juga untuk melakukan diversifikasi portofolio produk. Modal pertama yang
digelontorkan untuk membuat perusahaan baru hasil joint venture antara Asus dan
Gigabyte ini senilai US$ 243,3 juta atau kurang lebih sekitar Rp 2,2 triliun (US$ 1 = Rp
9.072 Sumber: detikcom).
Dalam hal ini, Gigabyte akan menguasai 51% kepemilikan saham perusahaan yang baru
tersebut dan berhak menerima posisi chairman serta 3 kursi di dewan direktur.
Sementara Asus akan menguasai 49% kepemilikan saham dan dua kursi di dewan.
Perusahaan baru tersebut nanti akan memproduksi motherboard dengan menggunakan
nama Gigabyte per 1 Januari 2007. Dan pastinya, Asus akan terus memproduksi dan
memasarkan motherboard dan kartu grafis dengan menggunakan mereknya sendiri
2. Telkom Indonesia dengan Telstra
Telkom Indonesia dan Telstra telah merampungkan sebuah kesepakatan perusahaan
patungan (Joint Venture) untuk menyediakan solusi terintegrasi mulai dari jaringan
hingga aplikasi dan layanan di atasnya (Network Application and Services - NAS) bagi
perusahaan Indonesia, perusahaan multi-nasional dan perusahaan Australia yang
beroperasi di Indonesia.

NAS yang akan disediakan oleh Joint Venture ini akan mendukung kelangsungan bisnis,
efisiensi operasional, peningkatan produktifitas serta melindungi informasi bisnis
sehingga memudahkan perusahaan untuk lebih fokus terhadap bisnis serta pelanggan
utamanya. Global Enterprise dan Services Group Executive Telstra, Brendon Riley,
mengatakan bahwa Joint Venture ini menyatukan dua penyedia layanan telekomunikasi
dan layanan enterprise terkemuka di kawasan ini ke dalam sebuah strategic partnership
untuk memberikan NAS bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Joint Venture ini akan dipimpin oleh Phill Sporton yang sebelumnya merupakan
Executive Director Customer Service Delivery Telstra, yang berpengalaman dalam
memimpin tim dengan lebih dari 15.000 anggota di tiga benua.

Riley menjelaskan “Phill memiliki pengalaman luas dalam technology engineering,


perencanaan jaringan dan desain, teknologi informasi dan manajemen proyek, sehingga
Phill merupakan orang yang tepat untuk memimpin JV ini.”
Joint Venture ini bertujuan untuk melayani solusi NAS bagi pelanggan enterprise di
Indonesia mulai tahun 2015.

3. Nestle dengan Indofood


Memantapkan penetrasi pasar di industri consumer goods, dua perusahaan papan atas
yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A (Nestle),
Switzerland, membentuk perusahaan patungan (joint venture). Perusahaan joint venture
itu adalah PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia.

Perusahaan joint venture itu akan fokus di bisnis kuliner (bumbu penyedap makanan).
Menurut CEO PT Indofood Anthoni Salim, pendirian usaha patungan baru ini, akan
menciptakan peluang memperbesar pangsa pasar. Sebab, dua perusahaan besar ini akan
saling memanfaatkan dan mengembangkan kekuatan yang dimiliki.

Pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim (PT Indofood CBP Sukses Makmur
Tbk) jatuh. Anthoni, pimpinan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk juga harus
menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7
triliun.Namun, mesin uang “Indofood” tidak termasuk yang diserahkan ke Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Hanya sebagian kecil saham Indofood yang
diserahkan ke lembaga penyehatan tersebut. Beberapa tahun pascakrisis, Grup Salim
mulai unjuk gigi. Pada 2004, enam tahun setelah krisis, Anthoni kembali. Dia
mengambilalih kembali tampuk kepemimpinan Indofood yang dipegang oleh Eva
Riyanti Hutapea. Sejak saat itu hingga sekarang, Anthoni menjabat sebagai Presiden
Direktur dan Kepala Eksekutif Korporat (CEO) Indofood.

Selanjutnya Indofood berkembang dengan menyepakati kesepakatan dengan perusahaan


asal Swiss, Nestle S.A, untuk mendirikan perusahaan joint venture yang bergerak di
bidang manufaktur, penjualan, pemasaran, dan distribusi produk kuliner di Indonesia
maupun untuk ekspor di tahun 2005. Kedua perusahaan sama-sama memiliki 50%
saham di perusahaan yang diberi nama PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia.
Baik Indofood maupun Nestle percaya, mereka dapat bersaing secara lebih efektif di
Indonesia melalui penggabungan kekuatan dalam bentuk perusahaan dan tim yang
berdedikasi untuk itu. Menurut Anthoni Salim, Dirut & CEO ISM, pendirian usaha
patungan ini akan menciptakan peluang untuk memanfaatkan dan mengembangkan
kekuatan yang dimiliki kedua perusahaan yang menjalin usaha patungan tersebut.
Masing-masing pemegang saham merupakan perusahaan terkemuka dengan reputasi
tinggi di bidangnya masing-masing. Karena itu, mereka percaya usaha patungan ini akan
memberikan nilai tambah bagi kedua perusahaan dan masyarakat.

Sementara itu, Michael W.O. Garrett, Senior Executive Vice President dan Head of
Nestle zona Afrika, Timur Tengah, Oceania dan Asia, menyebutkan, bagi Nestle,
khususnya di Indonesia, usaha patungan ini merupakan peluang besar untuk
memperluas usahanya. Membawa secara bersama kekuatan yang saling melengkapi ke
dalam suatu usaha patungan dengan orientasi masa depan merupakan penegasan atas
komitmen Nestle kepada Indonesia yang memiliki potensi besar. Dalam kerjasama ini,
Indofood akan memberikan lisensi penggunaan merek-mereknya untuk produk kuliner,
seperti Indofood, Piring Lombok, dan lainnya kepada perusahaan baru ini. Sementara
itu, Nestle memberikan lisensi penggunaan merek Maggi-nya. Perusahaan patungan ini
diharapkan akan memulai operasinya pada 1 April 2005.

Setelah bergabungnya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A
(Nestle) produknya semakin laku di pasaran. Mereka semakin membuka produk produk
baru yaitu:
 Divisi makanan ringan (snack) dengan produk chitato, chiki, jetz, qtela, cheetos,
lays dan trenz.
 Divisi mie instan (noodles) dengan produk indomie, supermi, sarimi, sakura, pop
mie, pop bihun.
 Divisi susu (dairy) dengan produk indomilk, cap enaak, tiga sapi, kremer, crima,
nice yogurt, orchid butter, indoeskrim.
 Divisi penyedap makanan (seasoning) dengan produk bumbu racik, freiss,
sambal indofood, kecap indofood, maggi, piring lombok, bumbu instant
indofood.
 Divisi nutrisi dan susu formula (nutrition) dengan produk promina dan sun.

Pertumbuhan ekonomi domestik dan berbagai potensinya menciptakan situasi yang


penuh peluang sekaligus menantang. Di tengah situasi pasar yang penuh tantangan,
Indofood kembali berhasil meraih kinerja memuaskan. Dalam beberapa dekade ini, PT
Indofood Sukses Makmur Tbk telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total
Food Solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses
produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi
produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran. Kini Indofoods Distribusi
Group memiliki jaringan paling luas di Indonesia, menembus ke hampir setiap sudut
nusantara. Selain produk-produk Indofood sendiri, indofood juga mendistribusikan
produk-produk ke pihak ketiga. Stock poin berlokasi di daerah-daerah dengan kepadatan
tinggi gerai ritel, termasuk pasar tradisional, memungkinkan masing-masing titik saham
untuk melayani wilayah geografis dekat ditetapkan dalam waktu sesingkat mungkin.
Dengan total tenaga kerja sekitar 62 ribu, Indofood percaya bahwa karyawan adalah
salah satu kelompok paling penting dari stakeholder dan unsur penting dalam
keberhasilan. Tak heran, produknya bisa dinikmati hingga Australia, Asia, dan Eropa.

4. PT. Samsonite dengan PT. Mitra Adhiperkasa,Tbk (MAP)


Grup Samsonite, merek kenamaan yang menyediakan berbagai pilihan tas dan koper
dengan kualitas tinggi, pada tanggal 02 maret 2009, mengumumkan telah
ditandatanganinya perjanjian Joint Venture dengan PT Mitra Adiperkasa Tbk
(MAP). MAP merupakan sebuah perusahaan ritel kenamaan dan juga distributor yang
membawahi banyak merek internasional yang sudah terkenal di dunia.Ramesh
Tainwala, President Samsonite Asia yang berkesempatan hadir langsung dalam acara
penandatanganan mengungkapkan kegembiraannya. "Kami sangat gembira dengan
kerjasama ini, mengingat PT. Mitra Adiperkasa merupakan salah satu perusahaan ritel
dengan pertumbuhan pesat di Indonesia. Joint venture ini merupakan sebuah langkah
penting bagi kami," ujarnya.Salah satu di antaranya menjadi tonggak untuk menandai
dan mengukuhkan kembali posisi perusahaan di Indonesia dan negara sekitarnya,
sebagai perusahaan kelas dunia yang menyediakan berbagai keperluan seperti tas dan
koper untuk mendukung kebutuhan travelling dari para konsumennya. "Dengan joint
venture ini, Samsonite berkomitmen terus membangun, mempromosikan dan
memperkuat posisinya di pasar sebagai landasan untuk kemajuan di masa yang akan
datang," tukasnya.

Alan Thomson, Direktur MAP juga tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya


dalam menyambut kerjasama joint venture ini. "Kami sangat gembira dan bangga dapat
menjadi bagian dari sebuah perusahaan besar dan ternama seperti Samsonite. Hal ini
juga merupakan sebuah bukti nyata dan penghargaan bagi kami yang selama ini selalu
berusaha untuk memberikan kualitas terbaik bagi konsumen kami," tukasnya.Alan
Thomson juga menambahkan bahwa dengan kerjasama ini, diharapkan MAP dapat
semakin berkembang lebih cepat dan menjadi pemimpin pasar. "Kami berharap dengan
joint venture ini, MAP dapat semakin mengembangkan sayapnya sebagai salah satu
perusahaan ritel terkemuka. Melalui kerjasama ini, kami berharap akan dapat
memantapkan posisi, tidak hanya sebagai pemimpin pasar, tetapi juga dalam
memberikan pelayanan yang terbaik bagi setiap konsumen kami," pungkas Alan.Seiring
dengan kerjasama joint venture ini, sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri
kepada pelanggan, empat buah toko Samsonite sudah di buka di Jakarta dan Surabaya.
Tas dan koper Samsonite dapat dengan mudah diperoleh di Senayan City, Kelapa
Gading Mall, Plaza Indonesia dan Tunjungan Plaza Surabaya. [cms]

5. PT Bakrie & Brothers Tbk dan Northstar Pacific


PT Bakrie & Brothers Tbk dan Northstar Pacific akhirnya menuntaskan pembentukan
perusahaan patungan (joint venture) sebagai kesepakatan pengambilihan utang Bakrie
oleh Northstar.

Dalam perusahaan patungan itu, kedua pihak sepakat dengan porsi 70:30 yang akan
menguasai 21,4% saham PT Bumi Resources Tbk.

Sebelumnya, BNBR menandatangani kesepakatan jual beli dengan Northstar. Northstar


sepakat mengambil alih US$ 575 juta utang BNBR ke Oddickson Finance.

Perjanjian ini juga melibatkan BNBR sebagai holding yang memiliki perusahaan atas:
 PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP): 42,6%
 PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL): 48,3%
 PT Bakrieland Development Tbk (ELTY): 14,8%
 PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG): 43,2%
 PT Bumi Resources Tbk (BUMI) : 70% dari 21,4% di perusahaan patungan.

BNBR juga memiliki opsi untuk membeli kembali saham sebesar 7,8% di ELTY dari
Avenue Capital dan 4,2% saham BUMI dari Ancora Group.

BNBR juga akan merestrukturisasi utang dalam dolar AS sekitar US$ 197 juta dan
dalam rupiah senilai Rp 425 miliar menjadi obligasi konversi atau convertible
bond (CB) senilai Rp 4,26 triliun.

Utang CB itu dapat ditukarkan menjadi saham paling lambat satu tahun kemudian.
BNBR menilai ini adalah upaya rasionalisasi portofolio yang cukup berhasil karena bisa
mengurangi secara sigfikan utang grup BNBR yang ketika diumumkan mencapai US$
1,2 miliar.
Harga obligasi konversi (CB) yang bisa ditukarkan itu sekitar Rp 100-110 per saham
yang nantinya juga akan mengikuti aturan dan persetujuan dari regulator. Utang dalam
dolar AS sendiri memiliki jatuh tempo 3 tahun.

6. PT. Huawei Technology dengan Symantec


Symantec Corp dan Huawei Technologies Co Ltd sepakat melakukan joint
venture untuk membentuk perusahaan baru yang khusus mengembangkan dan
mendistribusikan peralatan keamanan dan penyimpanan data untuk para penyedia jasa
telekomunikasi global dan berbagai perusahaan lainnya. Siaran pers yang diterima
ANTARA News di Jakarta, menyebutkan, di perusahaan baru yang akan berpusat di
Chengdu (Cina) itu, Huawei memiliki saham 51 persen dan Symantec sebesar 49
persen. "Huawei dan Symantec sepakat bahwa kami perlu melakukan inovasi terus-
menerus dan mengembangkan solusi baru untuk mengantisipasi resiko yang terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan ketersediaan yang dihadapi oleh
penyedia layanan dan konsumen perusahaan," kata Direktur dan CEO Symantec Corp,
John W. Thompson.

Perusahaan baru itu akan mempunyai akses terhadap lisensi HAKI (Hak atas Kekayaan
Intelektual) Huawei yang merupakan perusahaan penyedia solusi jaringan
telekomunikasi. Sedangkan Symantec merupakan perusahaan penyedia infrastruktur
piranti lunak yang berkantor pusat di Cupertino, California, AS. Dalam kerjasama itu
Symantec akan akan mengkontribusikan 150 juta dolar AS untuk pengembangan dan
ekspansi joint venture tersebut. Joint venture itu sendiri diharapkan akan selesai pada
akhir tahun, karena masih menunggu persyaratan yang dibutuhkan dan persetujuan dari
pemerintah. Menurut data IDC, pasar peralatan keamanan dan penyimpanan global saat
ini mencapai 23 miliar dolar AS dan di Cina pasar peralatan dan keamanan TI
diperkirakan akan 1,1 miliar dolar AS.

B. GO PRIVATE
Tindakan Go Private merupakan aksi korporasi yang merupakan kebalikan dari tindakan Go
Public. Pada Go public, suatu perusahaan menjual saham nya kepada public sehingga
menjadi perusahaan yang terbuka. Sebaliknya, pada tindakan go private perusahaan terbuka
berubah statusnya menjadi perusahan tertutup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Foley & Lardner LLP, (2004) alasan suatu perusahaan terbuka melakukan go private adalah
karena perusahaan merasa terbebani oleh biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan
kewajiban-kewajibannya sebagai perusahaan terbuka.

Adapun biaya dan kewajiban tersebut antara lain seperti tingginya biaya konsultan hokum
dan akuntansi, tingginya biaya penyelenggaraan RUPS, biaya yang diperlukan untuk
memenuhi kewajiban peraturan pasar modal, kesibukan melayani analis surat berharga, dan
keterbatasan untuk malakukan transaksi dengan pihak afiliasi.

Studi oleh foley dan lardner LLP (2004) juga mengungkapkan bahwa jumlah perusahaan
yang melakukan go private di pasar modal Amerika pada tahun 1993/1994 mencapai 70
perusahaan. Di indonesia, tindakan go private pertama kali dilakukan pada tahun 1996,
yaitu pada PT. Praxair indonesia Tbk mengambil keputusan untuk melakukan tindakan go
private. Setelah PT. Praxair indonesia Tbk, beberapa perusahaan terbuka lain yang
melakukan go private lain PT. Prizer Indonesai Tbk.(2002), PT. Miwon Indonesia
Tbk.(2003), PT. Singer Industries Indonesia Tbk.(2003), PT Indocopper Invesma
Tbk.(2002), PT. Central Proteinaprima Tbk.(2004), PT. Surya Hidup Satwa Tbk. (2004), PT
Indosiar Visual Mandiri Tbk.(2004), PT. Multi Agro Persada Tbk. (2005), dan PT. Komatsu
Indonesia Tbk (2005). Sebagaimna aksi korporasi lainnya , perhatian Bapepam (sekarang
Otoritas Jasa Keuangan ) dalam go private terletak pada perlindungan kepentingan
pemegang saham publik. Pada proses go private , disamping berusaha untuk memastikan
bahwa tidak terdapat infromasi yang disembunyikan perusahaan, Bapepam (OJK) juga
mempersyaratkan adanya persetujuan pemegang saham indenpenden, dan dilakukanya
penawaran tender atas saham yang dimiliki pemegang saham publik.

PERATURAN MENGENAI GO PRIVATE


1. Peraturan tentang benturan kepentingan
Peraturan Bapepam (OJK) mengenai benturan kepentingan mewajibkan suatu transaksi
yang mengandung benturan kepentigan mendapat persetujuan pemegang saham
indenpen. Meskipun tindakan tindakan go private tidak mengandung benturan
kepentingan, kebijakan Bapepam (OJK) mewajibkan perusahaan untuk mengacu kepada
peraturan tersebut. Dengan kebijakan ini, meskipun tidak memiliki suara mayoritas,
pemegang saham indenpenden yang tidak setuju dengan proses go private dapat
mengahalangi proses go private.
2. Peraturan tentang penawaran tender
Tata cara dan prosedur penawaran tender diatur dalam peraturan Bapepam No. IX.F.1
tentang penawaran tender, peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang pengambilalihan
prosedur terbuka, dan peraturan terbaru yaitu Kep-259/BL/2008 tentang
pengambilalihan perusahaan terbuka (Assegaf dan Mark, 2008).

Prosedur Go Private
1. Memperoleh persetujuan RUPS pemegang saham indenpenden.
2. Melakukan penawaran tender
3. Pasca penawaran tender, apabila setelah penawaran tender masih terdapat pemegang
saham yang tidak setuju dengan proses go private perusahaan, maka sebagaimana
diisyaratkan dalam Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas pasal 55
angka 1, perusahaan wajib mengusahakan untuk membeli saham yang dimiliki
pemegang saham tersebut.

C. STOCK REPURCHASE
Pembelian kembali saham atau stock repurchse merupakan perjanjian bahwa perusahaan
dapat membeli kembali saham yang telah diterbitkanya. Pembelian kembali saham yang
telah dijual hanya dilakukan apabila perusahaan membutuhkannya, atau ada alasan yang
menterbelakangi perusahaan untuk membeli kembali saham yang beredar. Perjanjian ini
dapat menjadi intensif bagi karyawan kontrak karena dengan demikian mereka dapat
menjual kembali sahamnya pada saat masa kontrak kerjanya berakhir.
1. Emiten atau perusahaan publik dapat membeli kembali sahamnya sesuai ketentuan pasal
30, pasal 31 dan pasal 32 undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan
terbatas tanpa melanggar ketentuan pasal 91, pasal 92, pasal 95 dan pasal 96 undang-
undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal, sepanjang tetap memenhi ketentuan
peraturan ini.
2. RUPS dilarang mendelegasikan kewenangan untuk membeli kembali saham kepada
direksi atau komisaris dalam jangka waktu lebih 18(delapan belas) bulan.
3. Emiten atau perusahaan publik wajib mengungkapkan rencana pembelian kembali
saham kepada seluruh pemegang saham sekurang-kurang 28 (dua puluh delapan) hari
sebelum RUPS.
Menurut keputusan ketua badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan Nomor:
Kep-105/BI/2010 tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh Emiten atau
perusahaan publik, rencana pembelian kembali saham (stock repurchase) wajib memuat
beberapa hal sebagai berikut :
1. Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
2. Perusahaan harus memperirakan jadwal, memperkirakan biaya pembelian kembali
saham, dan melakukan estimasi terhadap jumlah nilai nominal seluruh saham yanga
akan dibeli kembali.
3. Perusahaan harus memiliki penjelasan, pertimbangan, dan alasan terkait dilakukannya
kegiatan pembelian kembali saham perusahaan.
4. Perusahaan harus memperkirakan menurunnya pendapatan perusahaan sebagai akibat
pelaksanaan pembelian kembali saham, dan dampak atas biaya pembiayaan perusahaan.
5. Performa laba persaham perusahaan setelah rencana pembelian kembali saham
dilaksanakan, harus direncanakan dengan mempertimbangkan menurunnya pendapatan.
6. Perusahaan harus melakukan pembatasan harga saham untuk dapat melakukan
pembelian atas saham-saham beredar.
7. Perusahaan memiliki pembatasan jangka waktu pembelian kembali saham.
8. Perusahaan sudah harus menetapkan metode yang akan digunakan untuk melakukan
pembelian kembali saham.
9. Perusahaan melakukan analisis dan pembahasan manajemen mengenai pengaruh
pembelian kembali saham terhadap kegiatan usaha dan pertumbuhan perusahaan dimasa
mendatang.
10. Pelaksanaan pembelian kembali saham wajib diselesaikan paling lama 18(delapan belas)
bulan setelah tanggal persetujuan RUPS.
11. Pembelian kembali saham dapat dilakukan melalui Bursa Efek maupun diluar Bursa
Efek.

Pembelian kembali saham merupakan cara alternative untuk mengadakan payout kepada
pemegang saham. Penawaran tender kas untuk membeli kembali saham cenderung dinilai
akan menghasilkan hasil pengembalian abnormal positif yang signifikan kepada pemegang
saham dengan besaran sekitar 13% sampai 15%.
Pada perusahaan yang memilki kelebihan kas namun berada dalam kondisi investasi yang
sangat terbatas, dapat meningkatkan performanya dengan melakukan pembelian saham
kembali (stock repurchase). Hal ini akan mengakibatkan jumlah saham yang beredar
menjadi lebih sedikit. Secara teoritis, kondisi ini akan mendorong harga saham untuk
meningkat kelevel yang lebih tinggi. Sebaliknya, keuntungan modal yang berasal dan
pembelian kemabali paling tidak harus sama dengan besarnya dividen yang mungkin
muncul pada saat perusahaan memutuskan untuk tidak melakuk pembelian kembali.
Beberapa tujuan manajerial yang ditempuh oleh perusahaan untuk melakukan stock
repurchase, yaitu:
1. Menyediakan kesempatan investasi internal.
2. Melakukan pendekatan untuk memodifikasi struktur modal.
3. Penigkatan Earning Per Share (EPS).
4. Eliminasi sekelompok kepemilkaan minoritas dan komposisi stockholder.
5. Minimilasi diluusi di dalam EPS dengan melakukan merger.
6. Mengurangi biaya perusahaan yang diakaitkan dengan pelayanan terhadap stockholder.

D. PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI SISTEM PENGATURAN


DAN PENGAWASAN DALAM SEKTOR JASA KEUANGAN
Otoritas jasa keuangan ( OJK) muncul sebagai lembaga yang berperan aktif dalam proses
pengaturan, pengawasan dan perizinan industri keuangan indonesia. Namun sekarang, telah
dirancang sebuah lembaga indenpenden baru yang sangat dalam proses pengawasan
lembaga keuangan diindonesia seperti sektor perbankan, perusahaan sekuritas, perusahaan
asuransi, dana pensiun, pengadain, perusahaan multifinace, dan lembaga-lembaga lainya
yang beroperasi diksektor keuangan. Dalam konteks ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
adalah lembaga yang sudah direncanakan untuk dirikan dan tercantum dalam undang-
undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia pasal 34. Dalam pasal tersebut tertulis
bahwa:
1. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keaungan
yang indenpenden, dan dibentuk dengan undang-undang.
2. Pembetukan lembaga pengawasan sebagai sebagai dimaksud pada ayat 1 akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.
Berdasarkan Undang-Undang No 21 tahun 2011 tentangb Otoritas Jasa Keuangan, pada
pasal 1 disebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur
tangan pihak lain, dengan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyedikam sebagaiman dimaksud dalam undang-undang No. 21 tahun
2011. Oleh sebab itu, badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK)
selanjutnya dilebur menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dalam pasal 4 Undang-
undang No. 21 tahun 2011 dibentuk dengan tujuan :
1. OJK diibentuk dengan tujuan agar sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel.
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
3. Mampu mellindungi kepetingan konsumen dan masyarakat.

Tugas Utama OJK


Pasal 5,6,7, dan 8 dalam Undang-undang NO. 21 Tahun 2011 mengindikasikan OJK
sebagai lembaga indenpen yang dibentuk denngan tujuan melindungi rakyat indonesia dari
berbagai pihak yang memilki keinginan tidak baik dalam penyelenggara sektor jasa
keuangan. Dalan kondisi ini, banyak ditemukan penyimpanan yang terjadi dalam
penyelenggara sektor jasa keuangan, baik dalam pasar keuangan, maupun pasar modal.
Oleh sebab itu pasal 5 Undang-undang No 21 tahun 2011 Manurung, (2013) menyebutkan
bahwa:

Pasal 5
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.

Pasal 6
OJK melaksanakan tugas pengaturab dan pengawasan terhadap:
1. Kegiatan jasa keuangan disektor perbankan.
2. Kegiatan jasa keuangan disektor pasal modal.
3. Kegiatan pembiayaan, dan lemabaga jasa keuangan lainnya.

Pasal 7
Untuk melakasanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor perbankan sebagaiamana
dimaksud dalam pasal 6 huruf a, OJK memiliki wewenang:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. Perizinan untuk mendirikan bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi bank, dan akuisisi bank, serta pencabutan
izin usaha bank.
2. Kegiatan usaha bank, antara lian sumber dana, penyedia dana, produk
hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa.

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:


1. Likuiditas, rentabiltas, solvabiitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencdangan bank.
2. Laporan bank terkait dengan kesehatan kinerja bank.
3. Sistem informasi debitur.
4. Pengjian kredit (credit testing).
5. Standar akuntasi bank.

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank yang


meliputi:
1. Manajemen risiko.
2. Tata kelola bank.
3. Prinsip mengenai nasabah dan anti pencucianuang.
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan.
5. Pemeriksaan bank.

Pasal 8
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam 6, OJK mempunyai
wewenang:
a. Menetapkan peraturan pelaksanakan undang-undang ini.
b. Menetapkan peraturan perundang-undang disektor jasa keuangan.
c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan disektor jasa keuangan.
e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertuis terhadap
lembagajasa keuangan dan pihak tertentu.
g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuta pada
lembaga jasa keuangan.
h. Menetapkan strukur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara,
dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban.
i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undang disektor jasa keuangan.

Implementasi Kebijakan OJK Terkait Isu Pengungkapan Informasi Pada Proses


Rektruturisasi
Kewajiban melakukan pelaporan informasi yang diwujudkan dalam bentuk laporan tahunan
diatur oleh PP No. 24 1998 tentang informasi keuangan tahunan perusahaan. Informasi
pasal 2 menyatakan bahwa semua petusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan
tahunan yang dialporkan menjadi laporan keuangan tahunan kepada menteri. Selanjutnya
pada pasal 3 disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan yang dilaporkan dibagi menjadi:
1. Neraca perusahaan.
2. Laporan laba/rugi perusahaan.
3. Laporan arus kas.
4. Hutang-piutang termasuk kredit bank.
5. Daftar penyertaan modal.

Laporan-laporan diatas adalah laporan yang diterbitkan dan diaudit oleh kantor akuntan
publik. Laporan ini juga diperlukan oleh para pemegang saham sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan-keputusan strategis pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pengungkapan informasi keuangan pada para stakeholder ini dimaksud agar stakeholder
tidak merasa dirugikan, karena isi dari laporan keuangan tersebut menjadi fakta material
untuk kepentingan stakeholder.

Menurut Nasution (2001) dalam Manurung (2013), ada 3 periode keterbukaan yang harus
dipenuhi perusahaan terbuka dimana ketiga periode tersebut harus dilalui apabila
perusahaan ingin menempuh langkah pengembangan strategis.
Periode pertama disebut dengan periode sebelum pernyataan pendaftaran menjadi efektfif.
Pada periode ini perusahaan harus melakukan keterbukaan informasi perusahaan dimana
perusahaan diharuskan untuk menyampaikan pendaftaran terbuka ke Babepam-LK
(sekarang OJK).

Periode kedua yaitu masa dimana terjadi pengungkapan informasi dipasar perdana. Periode
ini adalah waktu saat suatu perusahaan dinyatakan telah secara efektif melakukan
penawaran saham ke public sampai sehari sebelum saham dari perusahaan tersebut
diperdagangkan di bursa efek.

Periode ketiga yaitu periode keterbukaan informasi dipasar sekunder.


Dalam periode ketiga ini, informasi yang disampaikan haruslah nyata atau berupa fakta
materila. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal pasal 1 ayat (7)
disebutkan bahwa informasi atau fakta material adalah materi penting dan relevan mengenai
peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga earau pembafek pada bursa
efek, dan/atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut. Dalam penjelasannya juga disebutkan bahwa informasi atau
fakta material tersebut adalah informasi yang berkaitan dengan:
1. Penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition), peleburan usaha
(konsolidasi), atau pembentukan usaha patungan (joint venture).
2. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham (stock dividen).
3. Informasi tentang pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya.
4. Informasi terkait peristiwa perolehan atau kehilangan kontrak penting.
5. Informasi mengenai produk atau penemuan baru yang penting.
6. Infomasi tentang perubahan tahun bukuk perusahaan.
7. Informasi mengenai perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam
manajemen, terutama sepanjang informasi tersebut dapat mempengaruhi harga efek dan
keputusan modal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi
atau fakta tersebut.

Anda mungkin juga menyukai