BAB 6
RESTRUKTURISASI LAINNYA
Oleh Kelompok 4 :
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
A. JOINT VENTURE (JV)
Mahmud, Salim, dan sutrisno, (2008) menyatakan joint venture sebagai kontrak antara dua
perusahaan yang dimaksudkan untuk membentuk suatu perusahaan baru. Perusahaan baru
inilah yang kemudian disebut sebagai perusahaan joint venture. Sedangkan menurut
Rajagukguk, (2007) joint venture merupakan suatu kerja sama antara pemilik modal asing
dengan pemilik modal nasional y1. ang didasarkan pada suatu perjanjian (kontraktual).
Dasar hukum pengaturan joint venture diindonesia adalah:
1. Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing.
2. PP Nomor 17 1992 jo. PP Nomor 7 tahun 1993 tentang pemilik saham perusahaan
penanaman modal asing.
3. PP No 20 tahun 1994 tentang kepemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan
dalam rangka penanaman modal asing.
4. SK menteri negara penggerak dana investasi/ketua badan koordinasi penanaman modal
nomor: 15/SK/1994 tentang ketentuan pelaksanaan pemilikan saham dalam perusahaan
yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing.
Joint venture dapat dikelompok ke dalam dua kategori, yaitu joint venture domestik dan
joint ventureinternasional. Joint venture domestik didirikan oleh perusahaan-perusahaan
yang terdapat dalam negeri, contohnya adalah kombinasi antara dua perusahaan domestik
yang bergerak dibidang produksi hardware computer, yaitu ASUS dan Gigabyte yang
sama-sama beralokasi dan melakukan aktivitas operasinya di Taiwan. Pada tahun 2007,
kedua perusahaan tersebut melakukan kerjasama untuk membuat strategi baru dalam
pembuatan dan proses pemasaran produk motherboard dan graphic card. Produk-produk
hasil kerjasama ini menyandang nama Gigabyte dan menjadi contoh joint venture domestik
yang berhasil di Taiwan.
Lebih lanjut, joint venture internasional adalah perusahaan yang didirikan oleh dua
perusahaan dimana salah satunya merupakan perusahaan asing. Contohnya adalah joint
venture yang dilakukan oleh indofood dan nestle. Kedua produsen diindustri food and
beverage ini memanfaatkan penetrasi pasar diindustri consumer goods. Kedua perusahaan
papan atas yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A (Nestle),
Switzerland membentuk perusahaan patungan di Indonesia. Perusahaan patungan tersebut
adalah PT. Nestle Indofood Citarasa Indonesia. Perusahaan joint venture ini berfokus pada
bisnis kuliner. Menurut vaidya (2010), tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan agar
dapat menjalakan joint venture dilarbelakangi oleh motif dalam model berikut ini.
Gambar 6.1
Motif dilakukannya
joint venture Proses pemilihan Membangun Terbentuknya joint
internaional partner kepercayan venture
iiiinternasi internasional
Menurut pasal 8 ayat (1) SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor:15/SK/1994 tentang ketentuann pelaksanan
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing,
bidang-bidang usaha yang wajib mendirikan perusahaan joint venture adalah:
1. Pelabuhan
2. Produksi, tranmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
3. Telekomunikasi
4. Pelayanan
5. Penerbangan
6. Air minum
7. Kereta api umum
8. Pembangkit tenaga atom
9. Media masa
Faktor yang melatarbelakangi PMA ( Penanaman Modal Asing ) wajib mengadakan usaha
patungan ( joint venture ) dengan perusahaan domestik adalah karna usaha-usaha tersebut
tergolong vital bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan sektor
industri yang dilarang untuk melakukan penanaman modal asing adalah bidang-bidang yang
berkaitan dengan pertahanan negara, seperti produksi senjata, mesiu, alat-alat peledak dan
peralatan perang.
Dalam joint venture biasanya diatur berbagai hal mengenai kesepakatan dan aturan main
yang mengikuti kedua belah pihak antara lain:
1. Uraian tantang pihak-pihak yang terlibat didalam kontrak.
2. Pertimbangan atau konsideras.
3. Uraian tentang tujuan.
4. Waktu.
5. Ketentuan-ketentuan perselisihan.
6. Organisasi kerja sama.
7. Pembiayaan.
8. Dasar penilaian.
9. Hubungan khusus partner dan perusahan joint venture.
10. Peralihan saham.
11. Bentuk hukum dan pilihan hukum.
12. Pemasukan oleh partner.
Pada tahun 2012 puri dan zarutskie melakukan longitudatinal studi dengan memanfaatkan
data dari tahun 1975 sampai dengan 2005 untuk menginvestasi kinerja perusahaan yang
tergabung dalam joint venture dan non joint venture. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa ada kecendrungan terbentuknya pola daur hidup atau life cycle pada kedua kelompok
perusahaan yan tergabung dalam joint venture dan non joint venture. Perusahaan yang
mencapai tahap dewasa, akan bersiap memasuki proses decline yang mendikasikan mereka
harus keluar dari bisnis tersebut. Temuan Puri dan Zarutskie, (2012) menunjukkan bahwa
perusahaan yang tergabung pola joint venture dapat memiliki prestasi yang lebih baik dan
siklus hidup yang cenderung lebih stabil dibanding perusahaan yang tidak tergabung dalam
joint venture. Beberapa faktor yang menjadi indikator komprasi terdiri atas rata-rata jumlah
pekerjaan yang dijalankan kedua kelompok perusahaan selama periode waktu pengamatan.
Lebih lanjut, aturan mengenai penyelesaian sengketa juga diatur dalam Bab XV pasal 32
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007. Undang-undang tersebut menguraikan bahwa pada
pasal 32 ayat (1), disebutkan langkah penyelesaian sengketa terlebih dahulu diselesaikan
dengan cara musyawarah mufakat. Apabila langkah tersebut tidak dapat dijalankan dengan
baik, maka berlanjut kepasal 32 ayat (2) diamana peneylasian dilakukan melalui pengadilan
atau arbitrase (alternatif penyelesaian) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Apabila sengketa terjadi antra pemerintah dan penanaman modal dalam negeri,
maka penyelesaian dilakukan melalui pengadilan arbitrase. Sebaliknya bila terjadi sengketa
antara pemerintah dengan dengan pemerintah dengan penanman modal asing, maka
penyelesainya dilakukan melalui arbitrase internasional (Brahmana, Ginting, dan Siregar,
2013). Akan tetapi kesemua prosedur tersebut arus terlebih dahulu dilakukan berdasarkan
kesepakatan antar kedua belah pihak. Ketentuan ini dituangkan dalam pasal 31 (3) dan ayat
(4) Undang-Undang mengenai penanaman modal.
Kedua perusahaan tersebut pada tahun 2007 melakukan kerja sama untuk membuat
strategi baru dalam pembuatan dan pemasaran produk motherboard dan graphics card,
dan beberapa komponen lain. Produk-produk hasil kerja sama ini menyandang nama
Gigabyte dan menjadi contoh joint venture domestik yang berhasil di taiwan.
Tak sedikit berbagai diskusi di Internet yang sempat menduga bahwa yang terjadi
sebenarnya adalah proses merger Asus dengan Gigabyte Technology.
Tetapi penjelasan resmi dari pihak Asus - Gigabyte menyatakan bahwa, yang terjadi
adalah kerjasama pembuatan perusahaan baru untuk memperkuat posisi pasar
motherboard besutan mereka berdua.
Terkait proses joint venture ini, target utama Gigabyte seperti detikINET kutip dari
techshout.com, Minggu (20/8/2006), tak hanya demi kelangsungan hidup perusahaan
tapi juga untuk melakukan diversifikasi portofolio produk. Modal pertama yang
digelontorkan untuk membuat perusahaan baru hasil joint venture antara Asus dan
Gigabyte ini senilai US$ 243,3 juta atau kurang lebih sekitar Rp 2,2 triliun (US$ 1 = Rp
9.072 Sumber: detikcom).
Dalam hal ini, Gigabyte akan menguasai 51% kepemilikan saham perusahaan yang baru
tersebut dan berhak menerima posisi chairman serta 3 kursi di dewan direktur.
Sementara Asus akan menguasai 49% kepemilikan saham dan dua kursi di dewan.
Perusahaan baru tersebut nanti akan memproduksi motherboard dengan menggunakan
nama Gigabyte per 1 Januari 2007. Dan pastinya, Asus akan terus memproduksi dan
memasarkan motherboard dan kartu grafis dengan menggunakan mereknya sendiri
2. Telkom Indonesia dengan Telstra
Telkom Indonesia dan Telstra telah merampungkan sebuah kesepakatan perusahaan
patungan (Joint Venture) untuk menyediakan solusi terintegrasi mulai dari jaringan
hingga aplikasi dan layanan di atasnya (Network Application and Services - NAS) bagi
perusahaan Indonesia, perusahaan multi-nasional dan perusahaan Australia yang
beroperasi di Indonesia.
NAS yang akan disediakan oleh Joint Venture ini akan mendukung kelangsungan bisnis,
efisiensi operasional, peningkatan produktifitas serta melindungi informasi bisnis
sehingga memudahkan perusahaan untuk lebih fokus terhadap bisnis serta pelanggan
utamanya. Global Enterprise dan Services Group Executive Telstra, Brendon Riley,
mengatakan bahwa Joint Venture ini menyatukan dua penyedia layanan telekomunikasi
dan layanan enterprise terkemuka di kawasan ini ke dalam sebuah strategic partnership
untuk memberikan NAS bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Joint Venture ini akan dipimpin oleh Phill Sporton yang sebelumnya merupakan
Executive Director Customer Service Delivery Telstra, yang berpengalaman dalam
memimpin tim dengan lebih dari 15.000 anggota di tiga benua.
Perusahaan joint venture itu akan fokus di bisnis kuliner (bumbu penyedap makanan).
Menurut CEO PT Indofood Anthoni Salim, pendirian usaha patungan baru ini, akan
menciptakan peluang memperbesar pangsa pasar. Sebab, dua perusahaan besar ini akan
saling memanfaatkan dan mengembangkan kekuatan yang dimiliki.
Pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim (PT Indofood CBP Sukses Makmur
Tbk) jatuh. Anthoni, pimpinan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk juga harus
menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7
triliun.Namun, mesin uang “Indofood” tidak termasuk yang diserahkan ke Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Hanya sebagian kecil saham Indofood yang
diserahkan ke lembaga penyehatan tersebut. Beberapa tahun pascakrisis, Grup Salim
mulai unjuk gigi. Pada 2004, enam tahun setelah krisis, Anthoni kembali. Dia
mengambilalih kembali tampuk kepemimpinan Indofood yang dipegang oleh Eva
Riyanti Hutapea. Sejak saat itu hingga sekarang, Anthoni menjabat sebagai Presiden
Direktur dan Kepala Eksekutif Korporat (CEO) Indofood.
Sementara itu, Michael W.O. Garrett, Senior Executive Vice President dan Head of
Nestle zona Afrika, Timur Tengah, Oceania dan Asia, menyebutkan, bagi Nestle,
khususnya di Indonesia, usaha patungan ini merupakan peluang besar untuk
memperluas usahanya. Membawa secara bersama kekuatan yang saling melengkapi ke
dalam suatu usaha patungan dengan orientasi masa depan merupakan penegasan atas
komitmen Nestle kepada Indonesia yang memiliki potensi besar. Dalam kerjasama ini,
Indofood akan memberikan lisensi penggunaan merek-mereknya untuk produk kuliner,
seperti Indofood, Piring Lombok, dan lainnya kepada perusahaan baru ini. Sementara
itu, Nestle memberikan lisensi penggunaan merek Maggi-nya. Perusahaan patungan ini
diharapkan akan memulai operasinya pada 1 April 2005.
Setelah bergabungnya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A
(Nestle) produknya semakin laku di pasaran. Mereka semakin membuka produk produk
baru yaitu:
Divisi makanan ringan (snack) dengan produk chitato, chiki, jetz, qtela, cheetos,
lays dan trenz.
Divisi mie instan (noodles) dengan produk indomie, supermi, sarimi, sakura, pop
mie, pop bihun.
Divisi susu (dairy) dengan produk indomilk, cap enaak, tiga sapi, kremer, crima,
nice yogurt, orchid butter, indoeskrim.
Divisi penyedap makanan (seasoning) dengan produk bumbu racik, freiss,
sambal indofood, kecap indofood, maggi, piring lombok, bumbu instant
indofood.
Divisi nutrisi dan susu formula (nutrition) dengan produk promina dan sun.
Dalam perusahaan patungan itu, kedua pihak sepakat dengan porsi 70:30 yang akan
menguasai 21,4% saham PT Bumi Resources Tbk.
Perjanjian ini juga melibatkan BNBR sebagai holding yang memiliki perusahaan atas:
PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP): 42,6%
PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL): 48,3%
PT Bakrieland Development Tbk (ELTY): 14,8%
PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG): 43,2%
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) : 70% dari 21,4% di perusahaan patungan.
BNBR juga memiliki opsi untuk membeli kembali saham sebesar 7,8% di ELTY dari
Avenue Capital dan 4,2% saham BUMI dari Ancora Group.
BNBR juga akan merestrukturisasi utang dalam dolar AS sekitar US$ 197 juta dan
dalam rupiah senilai Rp 425 miliar menjadi obligasi konversi atau convertible
bond (CB) senilai Rp 4,26 triliun.
Utang CB itu dapat ditukarkan menjadi saham paling lambat satu tahun kemudian.
BNBR menilai ini adalah upaya rasionalisasi portofolio yang cukup berhasil karena bisa
mengurangi secara sigfikan utang grup BNBR yang ketika diumumkan mencapai US$
1,2 miliar.
Harga obligasi konversi (CB) yang bisa ditukarkan itu sekitar Rp 100-110 per saham
yang nantinya juga akan mengikuti aturan dan persetujuan dari regulator. Utang dalam
dolar AS sendiri memiliki jatuh tempo 3 tahun.
Perusahaan baru itu akan mempunyai akses terhadap lisensi HAKI (Hak atas Kekayaan
Intelektual) Huawei yang merupakan perusahaan penyedia solusi jaringan
telekomunikasi. Sedangkan Symantec merupakan perusahaan penyedia infrastruktur
piranti lunak yang berkantor pusat di Cupertino, California, AS. Dalam kerjasama itu
Symantec akan akan mengkontribusikan 150 juta dolar AS untuk pengembangan dan
ekspansi joint venture tersebut. Joint venture itu sendiri diharapkan akan selesai pada
akhir tahun, karena masih menunggu persyaratan yang dibutuhkan dan persetujuan dari
pemerintah. Menurut data IDC, pasar peralatan keamanan dan penyimpanan global saat
ini mencapai 23 miliar dolar AS dan di Cina pasar peralatan dan keamanan TI
diperkirakan akan 1,1 miliar dolar AS.
B. GO PRIVATE
Tindakan Go Private merupakan aksi korporasi yang merupakan kebalikan dari tindakan Go
Public. Pada Go public, suatu perusahaan menjual saham nya kepada public sehingga
menjadi perusahaan yang terbuka. Sebaliknya, pada tindakan go private perusahaan terbuka
berubah statusnya menjadi perusahan tertutup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Foley & Lardner LLP, (2004) alasan suatu perusahaan terbuka melakukan go private adalah
karena perusahaan merasa terbebani oleh biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan
kewajiban-kewajibannya sebagai perusahaan terbuka.
Adapun biaya dan kewajiban tersebut antara lain seperti tingginya biaya konsultan hokum
dan akuntansi, tingginya biaya penyelenggaraan RUPS, biaya yang diperlukan untuk
memenuhi kewajiban peraturan pasar modal, kesibukan melayani analis surat berharga, dan
keterbatasan untuk malakukan transaksi dengan pihak afiliasi.
Studi oleh foley dan lardner LLP (2004) juga mengungkapkan bahwa jumlah perusahaan
yang melakukan go private di pasar modal Amerika pada tahun 1993/1994 mencapai 70
perusahaan. Di indonesia, tindakan go private pertama kali dilakukan pada tahun 1996,
yaitu pada PT. Praxair indonesia Tbk mengambil keputusan untuk melakukan tindakan go
private. Setelah PT. Praxair indonesia Tbk, beberapa perusahaan terbuka lain yang
melakukan go private lain PT. Prizer Indonesai Tbk.(2002), PT. Miwon Indonesia
Tbk.(2003), PT. Singer Industries Indonesia Tbk.(2003), PT Indocopper Invesma
Tbk.(2002), PT. Central Proteinaprima Tbk.(2004), PT. Surya Hidup Satwa Tbk. (2004), PT
Indosiar Visual Mandiri Tbk.(2004), PT. Multi Agro Persada Tbk. (2005), dan PT. Komatsu
Indonesia Tbk (2005). Sebagaimna aksi korporasi lainnya , perhatian Bapepam (sekarang
Otoritas Jasa Keuangan ) dalam go private terletak pada perlindungan kepentingan
pemegang saham publik. Pada proses go private , disamping berusaha untuk memastikan
bahwa tidak terdapat infromasi yang disembunyikan perusahaan, Bapepam (OJK) juga
mempersyaratkan adanya persetujuan pemegang saham indenpenden, dan dilakukanya
penawaran tender atas saham yang dimiliki pemegang saham publik.
Prosedur Go Private
1. Memperoleh persetujuan RUPS pemegang saham indenpenden.
2. Melakukan penawaran tender
3. Pasca penawaran tender, apabila setelah penawaran tender masih terdapat pemegang
saham yang tidak setuju dengan proses go private perusahaan, maka sebagaimana
diisyaratkan dalam Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas pasal 55
angka 1, perusahaan wajib mengusahakan untuk membeli saham yang dimiliki
pemegang saham tersebut.
C. STOCK REPURCHASE
Pembelian kembali saham atau stock repurchse merupakan perjanjian bahwa perusahaan
dapat membeli kembali saham yang telah diterbitkanya. Pembelian kembali saham yang
telah dijual hanya dilakukan apabila perusahaan membutuhkannya, atau ada alasan yang
menterbelakangi perusahaan untuk membeli kembali saham yang beredar. Perjanjian ini
dapat menjadi intensif bagi karyawan kontrak karena dengan demikian mereka dapat
menjual kembali sahamnya pada saat masa kontrak kerjanya berakhir.
1. Emiten atau perusahaan publik dapat membeli kembali sahamnya sesuai ketentuan pasal
30, pasal 31 dan pasal 32 undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan
terbatas tanpa melanggar ketentuan pasal 91, pasal 92, pasal 95 dan pasal 96 undang-
undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal, sepanjang tetap memenhi ketentuan
peraturan ini.
2. RUPS dilarang mendelegasikan kewenangan untuk membeli kembali saham kepada
direksi atau komisaris dalam jangka waktu lebih 18(delapan belas) bulan.
3. Emiten atau perusahaan publik wajib mengungkapkan rencana pembelian kembali
saham kepada seluruh pemegang saham sekurang-kurang 28 (dua puluh delapan) hari
sebelum RUPS.
Menurut keputusan ketua badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan Nomor:
Kep-105/BI/2010 tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh Emiten atau
perusahaan publik, rencana pembelian kembali saham (stock repurchase) wajib memuat
beberapa hal sebagai berikut :
1. Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
2. Perusahaan harus memperirakan jadwal, memperkirakan biaya pembelian kembali
saham, dan melakukan estimasi terhadap jumlah nilai nominal seluruh saham yanga
akan dibeli kembali.
3. Perusahaan harus memiliki penjelasan, pertimbangan, dan alasan terkait dilakukannya
kegiatan pembelian kembali saham perusahaan.
4. Perusahaan harus memperkirakan menurunnya pendapatan perusahaan sebagai akibat
pelaksanaan pembelian kembali saham, dan dampak atas biaya pembiayaan perusahaan.
5. Performa laba persaham perusahaan setelah rencana pembelian kembali saham
dilaksanakan, harus direncanakan dengan mempertimbangkan menurunnya pendapatan.
6. Perusahaan harus melakukan pembatasan harga saham untuk dapat melakukan
pembelian atas saham-saham beredar.
7. Perusahaan memiliki pembatasan jangka waktu pembelian kembali saham.
8. Perusahaan sudah harus menetapkan metode yang akan digunakan untuk melakukan
pembelian kembali saham.
9. Perusahaan melakukan analisis dan pembahasan manajemen mengenai pengaruh
pembelian kembali saham terhadap kegiatan usaha dan pertumbuhan perusahaan dimasa
mendatang.
10. Pelaksanaan pembelian kembali saham wajib diselesaikan paling lama 18(delapan belas)
bulan setelah tanggal persetujuan RUPS.
11. Pembelian kembali saham dapat dilakukan melalui Bursa Efek maupun diluar Bursa
Efek.
Pembelian kembali saham merupakan cara alternative untuk mengadakan payout kepada
pemegang saham. Penawaran tender kas untuk membeli kembali saham cenderung dinilai
akan menghasilkan hasil pengembalian abnormal positif yang signifikan kepada pemegang
saham dengan besaran sekitar 13% sampai 15%.
Pada perusahaan yang memilki kelebihan kas namun berada dalam kondisi investasi yang
sangat terbatas, dapat meningkatkan performanya dengan melakukan pembelian saham
kembali (stock repurchase). Hal ini akan mengakibatkan jumlah saham yang beredar
menjadi lebih sedikit. Secara teoritis, kondisi ini akan mendorong harga saham untuk
meningkat kelevel yang lebih tinggi. Sebaliknya, keuntungan modal yang berasal dan
pembelian kemabali paling tidak harus sama dengan besarnya dividen yang mungkin
muncul pada saat perusahaan memutuskan untuk tidak melakuk pembelian kembali.
Beberapa tujuan manajerial yang ditempuh oleh perusahaan untuk melakukan stock
repurchase, yaitu:
1. Menyediakan kesempatan investasi internal.
2. Melakukan pendekatan untuk memodifikasi struktur modal.
3. Penigkatan Earning Per Share (EPS).
4. Eliminasi sekelompok kepemilkaan minoritas dan komposisi stockholder.
5. Minimilasi diluusi di dalam EPS dengan melakukan merger.
6. Mengurangi biaya perusahaan yang diakaitkan dengan pelayanan terhadap stockholder.
Pasal 5
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.
Pasal 6
OJK melaksanakan tugas pengaturab dan pengawasan terhadap:
1. Kegiatan jasa keuangan disektor perbankan.
2. Kegiatan jasa keuangan disektor pasal modal.
3. Kegiatan pembiayaan, dan lemabaga jasa keuangan lainnya.
Pasal 7
Untuk melakasanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor perbankan sebagaiamana
dimaksud dalam pasal 6 huruf a, OJK memiliki wewenang:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. Perizinan untuk mendirikan bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi bank, dan akuisisi bank, serta pencabutan
izin usaha bank.
2. Kegiatan usaha bank, antara lian sumber dana, penyedia dana, produk
hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa.
Pasal 8
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam 6, OJK mempunyai
wewenang:
a. Menetapkan peraturan pelaksanakan undang-undang ini.
b. Menetapkan peraturan perundang-undang disektor jasa keuangan.
c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan disektor jasa keuangan.
e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertuis terhadap
lembagajasa keuangan dan pihak tertentu.
g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuta pada
lembaga jasa keuangan.
h. Menetapkan strukur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara,
dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban.
i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undang disektor jasa keuangan.
Laporan-laporan diatas adalah laporan yang diterbitkan dan diaudit oleh kantor akuntan
publik. Laporan ini juga diperlukan oleh para pemegang saham sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan-keputusan strategis pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pengungkapan informasi keuangan pada para stakeholder ini dimaksud agar stakeholder
tidak merasa dirugikan, karena isi dari laporan keuangan tersebut menjadi fakta material
untuk kepentingan stakeholder.
Menurut Nasution (2001) dalam Manurung (2013), ada 3 periode keterbukaan yang harus
dipenuhi perusahaan terbuka dimana ketiga periode tersebut harus dilalui apabila
perusahaan ingin menempuh langkah pengembangan strategis.
Periode pertama disebut dengan periode sebelum pernyataan pendaftaran menjadi efektfif.
Pada periode ini perusahaan harus melakukan keterbukaan informasi perusahaan dimana
perusahaan diharuskan untuk menyampaikan pendaftaran terbuka ke Babepam-LK
(sekarang OJK).
Periode kedua yaitu masa dimana terjadi pengungkapan informasi dipasar perdana. Periode
ini adalah waktu saat suatu perusahaan dinyatakan telah secara efektif melakukan
penawaran saham ke public sampai sehari sebelum saham dari perusahaan tersebut
diperdagangkan di bursa efek.