Anda di halaman 1dari 89

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan

turunnya janin ke dalam jalan lahir (Manuaba, 2012). Pada saat proses

persalinan terjadi kontraksi uterus, dilatasi serviks dan peregangan segmen

bawah uterus yang menyebabkan rasa nyeri (Maryunani, 2010). Nyeri

persalinan merupakan keadaan fisiologis dalam persalinan yang

menimbulkan rasa tidak nyaman akibat rangsangan pada ujung-ujung saraf

tertentu (Alyensi & Arifin, 2017). Salah satu cara penatalaksanaan nyeri

persalinan yaitu dengan pijat endorphin (W Leny & Machfudloh., 2017).

Pijat endorphin merupakan sebuah terapi pijatan ringan yang dapat

merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin yang merupakan

pereda rasa sakit dan dapat menciptakan perasaan nyaman (Kuswandi,

2011) Selain itu, penanganan nyeri persalinan juga bisa dilakukan dengan

terapi murottal (Trianingsih, 2019). Terapi murottal merupakan salah satu

jenis audioanalgesia yang dapat diberikan kepada ibu bersalin (Alyensi &

Arifin, 2017).

Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat 70% - 80% wanita yang

melahirkan mengharapkan persalinan berlangsung tanpa rasa nyeri. Saat ini

di negara berkembang 20% sampai 50% persalinan di rumah sakit besar

dilakukan dengan sectio caesaria disebabkan ibu bersalin lebih memillih

operasi yang relative tidak mersakan nyeri (Hindriati, Novilda, Bidan, &

Rafida, 2019). Di Indonesia dari data persatuan rumah sakit di seluruh


2

indonesia didapatkan 15% ibu bersalin mengalami komplikasi persalinan,

21% ibu bersalin menyatakan bahwa persalinan yang dialami merupakan

persalinan yang menyakitkan, sedangkan 63% ibu tidak mengetahui tentang

persiapan yang harus dilakukan untuk mengurangi nyeri persalinan

(Mulyani, A, 2017). Di Jawa Timur dari data RISKESDAS tahun 2018

terdapat 76,9% dari ibu bersalin melakukan persalinan dengan persalinan

normal (Kemenkes, 2018). Berdasarkan data yang terlapor di Banyuwangi

pada tahun 2017 terdapat 23.003 total ibu bersalin, 19.595 ibu dengan

persalinan normal (Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, 2017).

Sedangkan data di BPM NY. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik

Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi pada bulan Januari –

Desember tahun 2018 terdapat 486 ibu bersalin dengan rata – rata per bulan

terdapat 40 ibu bersalin (BPM Ny. Nur Laila Hayati, 2018). Dari penelitian

yang telah dilakukan oleh Erika Prawitasari (2018), dari 15 ibu bersalin kala

I di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH, 1 (7%) ibu bersalin

mengalami sangat nyeri, 8 (53%) ibu bersalin mengalami nyeri berat, 6

(40%) ibu bersalin mengalami nyeri sedang (Prawitasari, 2018).

Nyeri pada persalinan kala I dikarenakan kontraksi uterus yang

menyebabkan otot-otot dinding rahim mengkerut, pembuluh darah terjepit

dan merenggangnya vagina dan jaringan lunak disekitarnya (Maryunani,

2010). Nyeri selama persalinan yang tidak teratasi dengan baik dapat

mempengaruhi mekanisme fisiologis sejumlah sistem tubuh. Pada sistem

pernafasan, nyeri persalinan kala I dapat menyebabkan hiperventilasi pada

ibu bersalin sehingga teradi penurunan kadar PaCO2 dalam tubuh. Jika
3

kadar PaCO2 pada ibu mengalami penurunan maka kadar PaCO2 janin juga

mengalami penurunan, hal ini dapat menyebabkan deselarasi lambat denyut

jantung janin. sedangkan pada siistem kardiovaskuler nyeri persakkinan

yang tidak teratasi dapat meningkatkan curah jantung, penigkatan tekanan

darah dan dapat mempengaruhi hormon adrenalin dan kortisol yang akan

menyebabkan penurunan aktivitas uterus, sehingga dapat menyebabkan

komplikasi dalam persalinan dan dapat menjadi salah satu pemyebab

kematian pada ibu dan anak (Husna, 2010). Selain itu nyeri persalinan juga

dapat mempengaruhi psikologis ibu. Nyeri yang tidak tertangani akan

menimbulkan rasa cemas pada ibu, dan sebaliknya rasa cemas yang

berlebihan juga dapat menambah intensitas nyeri yang dirasakan ibu

bersalin (Maryunani, 2010)

Penanganan nyeri persalinan dapat dilakukan dengan farmakologi dan

non-farmakologi (Maryunani, 2010) Terapi non-farmakologi untuk

menangani nyeri persalinan diantaranya hypnobirthing, akupuntur,

akupresur, water birth, massage (pijat) (Maryunani, 2010). Massage (pijat)

yang dapat diberikan kepada ibu hamil salah satunya dengan pijat endorphin

(Irawati, 2018). Pijat endorphin merupakan metode sentuhan ringan yang

digunakan untuk mengelola rasa sakit pada wanita selama proses persalinan

dan meningkatkan relaksasi dengan memicu perasaan nyaman melalui

permukaan kulit. Hal ini disebabkan karena pijatan merangsang tubuh untuk

merangsang senyawa endorphin yang merupakan pereda rasa sakit dan

dapat menciptakan perasaan nyaman (Aprilia, 2010). Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Rr. Catur Leny W & Machfudloh. (2017) menyatakan ada
4

pengaruh pemberian Endorphin Massage terhadap intensitas nyeri kala I

fase aktif persalinan. Hal ini dikarenakan setelah diberikan pijat endorphin

ibu bersalin merasa lebih nyaman dan relaks (W Leny & Machfudloh,

2017). Dalam menangani nyeri persalinan juga diperlukan sesuatu yang

mampu mengatasi dari segi psikologis ibu bersalin, dikarenakan jika rasa

cemas pada ibu tidak tertangani maka dapat menambah intensitas pada nyeri

tersebut (Maryunani, 2010). Sedangkan dalam penelitian yang telah

dilakukan oleh Rr. Catur Leny W dan Machfudloh (2017) ada beberapa

responden yang tidak mengalami perubahan pada intensitas nyeri

persalinan, hal tersebut dikarenakan pijat endorphin belum maksimal dalam

mengatasi psikologis ibu bersalin. Maka dari itu, perlu diberikan intervensi

tambahan yang dapat membantu mengatasi psikologis ibu bersalin (W Leny

& Machfudloh, 2017).

Nyeri persalinan selain dapat diatasi dengan pijat endorphin, juga

dapat diatasi dengan teknik distraksi pendengaran yaitu dengan cara

memberikan atau mendengarkan musik (Purwati & Khayati, 2019). Musik

adalah seni yang mempengaruhi pusat fisik dan jaringan saraf. Beberapa

jenis musik yang digunakan adalah jazz, rock, klasik, dan murottal Al Quran

(Patricia A & Anne G, 2010). Terapi murottal dipercaya dapat

menenangkan fisik dan psikis melalui aspek spiritual sehingga dapat

menurunkan intensitas nyeri persalinan (Diana, 2016). Pemberian terapi Al

Quran terbukti mengaktifkan sel-sel tubuh dengan mengubah getaran suara

menjadi gelombang yang ditangkap oleh tubuh, menurunkan rangsangan

reseptor nyeri sehingga otak mengeluarkan opioid natural endogen. Opioid


5

ini bersifat permanen untuk memblokade noniceptor nyeri (Rilla, dkk.,

2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatiyani Alyensi dan

Hafsah Arifin (2017) bahwasannya ada pengaruh yang signifikan antara

pemberian terapi murottal terhadap intensitas nyeri persalinan. Hal ini

dikarenakan terapi murottal mampu membuat ibu relaksasi, sehingga tubuh

mengeluarkan endorphin yang mampu menghambat pelepasan substansi P

(substancia gelatinosa) pada kornu dorsalis di spinal cord sehingga tidak ada

persepsi nyeri di korteks cerebri. Selain itu endorphin yang dikeluarkan

tubuh dapat berupa neurotransmittera atau neuromedulator yang

menghambat transmisi nyeri, sehingga ibu bersalin akan merasa lebih

tenang (Alyensi & Arifin, 2017). Dari penelitian tersebut membuktikan

bahwasannya terapi murottal mampu mengatasi nyeri persalinan melalui

psikologis ibu bersalin (Alyensi & Arifin, 2017).

Dari uraian diatas, maka perlu diberikan inovasi dalam penanganan

nyeri persalinan dengan terapi kombinasi pijat endorphin dengan audiotori

murottal. Dalam hal ini peneliti menggabungkan terapi dari aspek fisik,

psikis dan spiritual.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti dapat merumuskan

masalah: Bagaimana efektivitas kombinasi pijat endophin dengan auditori

murottal terhadap intensitas nyeri persalinan kala I di BPM Ny. Nur Laila

Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten

Banyuwangi tahun 2019 ?


6

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya efektifitas kombinasi pijat endorphin dengan auditori

murottal terhadap intensitas nyeri persalinan kala I di BPM Ny. Nur Laila

Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten

Banyuwangi tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Teridentifikasinya intensitas nyeri persalinan kala I sebelum

dilakukan terapi kombinasi pijat endorphin dengan auditori

murottal di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik

Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2019

1.3.2.2 Teridentifikasinya intensitas nyeri persalinan kala I sesudah

dilakukan terapi kombinasi pijat endorphin dengan auditori

murottal di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik

Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2019.

1.3.2.3 Teranalisisnya efektifitas kombinasi pijat endorphin dengan

auditori murottal terhadap intensitas nyeri persalinan kala I di BPM

Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan

Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2019.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang perawatan nyeri

persalinan kala I menggunakan terapi non farmakologi, yaitu kombinasi


7

pijat endorphin dengan auditori murottal sehinngga meningkatkan

keterampilan terutama di bidang kesehatan.

1.4.2 Bagi Peneliti Yang Akan Datang

Dengan diadakan penelitian ini penggunaan terapi kombinasi pijat

endorphin dengan auditori murottal dapat diaplikasikan pada persalinan kala

I, karena kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal memiliki

manfaat untuk menurunkan intensitas nyeri persalinan kala I, selain itu juga

dapat digunakan sebagai bahan pembanding intervensi dengan metode lain.

1.4.3 Bagi Responden

Diharapkan terapi kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal

dapat menjadi alternatif pengobatan nyeri pada persalinan kala I yang dapat

dilakukan secara mandiri.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup umur kehamilannya dan dapat hidup di luar

kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau dengan

kekuatan ibu sendiri (Manuaba, 2010). Persalinan adalah proses membuka

dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir (Aprilia, 2011).

Persalinan merupakan proses pergerakan Persalinan normal adalah

pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),

lahir spontan, presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari

18 jam baik bagi ibu maupun janin (Prawirohardjo, 2010). Persalinan

normal adalah proes pengeluaran hasil konsepsi dari dalam uterus pada

umur kehamilan 37-42 minggu dengan ditandai adanya kontraksi uteus yang

menyebabkan terjadinya penipisan dan dilatasi serviks (Indah, dkk., 2019).

2.1.2 Jenis Persalinan

Terdapat beberapa macam persalinan yaitu (Aprilia, 2011):

2.1.2.1 Berdasarkan cara pengeluarannya

1) Persalinan Spontan

Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri

melaui jalan lahir.


9

2) Persalinan Buatan

Persalinan dengan buatan tenaga dari luar misalnya

forcep/vakum/SC

3) Persalinan Anjuran

Persalinan dengan bantuan diberi obat-obatan baik disertai

ataupun tanpa pemecahan ketuban

2.1.2.2 Berdasarkan Usia Kehamilan

1) Abortus

Keluarnya hasil konsepsi (bayi) sebelum dapat hidup pada usia

<20 minggu.

2) Persalinan Imatur

Keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan 20-27 minggu.

3) Persalinan Prematur

Keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan 28-35 minggu.

4) Persalinan Matur atau Aterm

Keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan 36-40 minggu.

5) Persalinan Postmatur atau Serotinus

Keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan >40 minggu.

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Persalinan

Sumarah, dkk (2011) mengatakan bahwasannya ada beberapa faktor

terjadinya persalinan yaitu:


10

2.1.3.1 Teori Keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas

tertentu. Seelah melewati batas tersebut terjadi konntraksi sehingga

persalinan dapat dimulai.

2.1.3.2 Teori Penurunan Progesteron

Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28

minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah

mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron

mengalami penurunan, sehingga otot rahim mulai berkontraksi

setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.

2.1.3.3 Teori Oksitoksin

Oksitoksin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisi pars paterior.

Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat

mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi

braxton hicks. menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya

kehamilan maka oksitoksin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga

persalinan dapat dimulai.

2.1.3.4 Teori Pengaruh Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat pada usia kehamilan 15

minggu yang dikelaurakan oleh desidua. Pemberian prostaglandin

saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil

konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan

pemicu terjadinya persalinan (Rohani & Ahmad, 2011).


11

2.1.3.5 Teori Berkurangnya Nutrisi

Teori berkurangnya nutrisi pertama kali ditemukan oleh

Hipokrates. Bila nutrisi pada janin berkurang, maka hasil konsepsi

akan segera dikeluarkan (Sumarah, 2009).

2.1.3.6 Faktor Lain

Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankerhauser

yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan maka

kontrkasi uterus dapat dibangkitkan (Sumarah, 2009).

2.1.4 Tahapan Persalinan

2.1.4.1 Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangusng antara

pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his,

kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga pasien

masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida

berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam

(Manuaba, 2010). Pada saat kala I dilakukan pengkajian yang

meliputi pemeriksaaan vagina dan pengkajian kontraksi, show,

tanda-tanda vital dan DJJ (Reeder, dkk, 2011).

Kala I persalinan dibagi menjadi dua fase, yaitu:

1) Fase laten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan

penipisan dan pembukaan serviks secara berahap. Belangsung

hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Fase laten pada

umumnya berlangsung 7-8 jam.


12

2) Fase aktif

Terjadi penurunan bagian terbawah janin, frekuensi dan

lama komtraksi terus menngkat (kontrkasi uterus dianggap

adekuat bila terjadi 3 kali atau lebih dalam 10 menit dengan

durasi 40 detik atau lebih). Pada fase aktif dibagi menjadi 3

tahap, yaitu:

(1) Periode akselerasi: berlangsung selama 2 jam, pembukaan

menjadi 4 cm.

(2) Periode dilatai maksimal (steady): berlangsung selama 2

jam, pembukaan berlangsung cepat menjaadi 9 cm.

(3) Periode deselarisasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2

jam, pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).

Langkah-langkah asuhan kala I (Rukiyah, dkk, 2019) :

1) Anamnesis antara lain identifikasi klien, gravida, para, abortus,

anak hidup, haid pertama haid terakhir (HPHT), teentukan

tafsirarn persalinan, riwayat penyakit (sebelum dan selama

kehamilan) termasuk alergi, riwayat pesalinan.

2) Pemerriksaan abdomen memuat mengukur tinggi fundus uteri,

menentukan preesentasi dan letak, menentukan penurunan

bagian terbawah janin, memantau denyut jantung janin,

menilaikontraksi uterus.

3) Pemeriksaan dalam antara lain tentukan konsistensi dan

pendataran servick (termasuk kondisi jalan lahir), mengukur

besarnya pembukaan, menilai selaput ketuban, menentukan


13

presentasi dan seberapa jauh baguan terbawah telah melalui

jalan lahir, menetukan demominator.

2.1.4.2 Kala II

Kala II dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya

bayi. Pada primigravida lamanya 30 menit sampai 3 jam, dan pada

multipara 5 sampai 30 menit. Median lamnya persalinan kala II

pada multipara kurang lebih 20 menit dan pada primipara kurang

lebih 50 menit. Tanda dan gejala yang terjadi pada kala II, yaitu

(Aprilia, 2011):

1) Tanda dan gejalaa kala II

(1) Dorongan meneran (doran).

(2) Tekanan pada anus (teknus).

(3) Perinium menonjol (perjol).

(4) Vulva, vagina dan spingter ani terbuka.

(5) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

2) Tanda pasti kala II

(1) Pembukaan lengkap.

(2) Terlihat kepala di introitus vagina, kepala tampak di

depan vulva dengan diameter 5-6 atau disebut juga

dengan croning.

2.1.4.3 Kala III

Kala III dimulai dari lahirnya bayi hingga pengeluaran

plasenta. Lama kala III pada primipara dan multipara 6-15 menit.
14

1) Mekanisme pelepasan plasenta

Pemisahan plasenta ditimbulkan dari retraksi

miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan

mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta tidak elastis

seperti uterus dan tidak dapat atau beretraksi. Pada area

pemisahan, bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan

darah ini menambah tekanan pada plasenta dan membantu

pemisahan. Kontraksi uterus selanjutnya juga membantu

melepaskan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar

vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan

bekuan darah retroplasenta (Rohani, 2013)

2) Metode pelepasan plasenta

Terdapat dua metode untuk pelepasan plasenta, yaitu

(Rohani, 2013):

(1) Metode schultze

Pelepasan dimulai pada bagian tengah dari plasenta

dan terjadi hematoma retro placentair yang selanjutnya

mengangkat plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan

hematom akan menarik selaput janin. Bagian plasenta

yang nampak dalam vulva ialah permukaan foetal,

sedangkan hematoma sekarang terdapat dalam kantong

yang berputar balik. Maka pada pelepasan sebelum

plasenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas


15

seluruhmya. Baru setelah plasenta terlepas seluruhnya

akan lahir, darah sekonyong-konyongnya mengalir.

(2) Metode matthew duncan

Pada pelepasan secara Ducan perlepasan mulai

pada pimggir plasenta. Darah mengalir keluar antara

selaput janin dan dinding rahim, jadi pendarahan sudah

ada sejak sebagian dari plasenta terlepas dsn uterus

berlangsung sampai seluruh plasenta lepas. Plasenta lahir

dengan pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan plasenta

secara Ducan terutama terjadi pada plasenta letak rendah

(Prawirohardjo, 2010).

3) Teknik memastikan pelepasan plasenta

Rohani (2013) mengatakan untuk memastikan plasenta

sudah lepas dapat dilakukan pemeriksaan dengan 3 teknik,

yaitu:

(1) Kustner

Dengan meletakkan tangan disetai tekanan diatas

simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk

berarti plasenta belum terlepas, apabila diam atau maju

berarti plasenta sudah terlepas.

(2) Klein

Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tapi

pusat kembali berarti plasenta belum terlepas, tetapi bila

plasenta diam atau turun berarti plasennta sudah terlepas.


16

(3) Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila

tali pusat bergerak berarti plasenta belum terlepas, tetapi

apabila tidak bergerak berarti sudah terlepas.

4) Tanda pelepasan plasenta

Tanda pelepasan plasaenta yaitu :

(1) Tali pusat bertambah panjang.

(2) Perubahan ukuran dan bentuk uterus dari bentuk diskoid

menjadi globuler dan keras.

(3) Semburan darah secara tiba-tiba.

(4) Fundus uteri naik ke atas, lebih tinggi sedikit diatas pusat.

5) Manajemen aktif kala III

Tujuannya untuk mempersingkat kala II, mengurangi

jumlah kehilangan darah, dan mengurangi kejadian retensio

plasenta dengan pemberian suntikan oksitosin 1 menit pertama

setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali

dan masase fundus uteri (Rohani & Ahmad, 2011)

2.1.4.4 Kala IV

Kala IV adalah pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan

uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya

pendarahan postpartum. Observasi yang dilakukan antara lain:

1) Kesadaran penderita mencerminkan kebahagian telah

melahirkan bayinya.
17

2) Pemeriksaan yang dilakukan:

(1) Tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.

(2) Kontraksi rahim yang keras.

(3) Pendarahan yang mungkin terjadi dari plasenta rest, luka

episiotomi, perlakuan pada serviks.

(4) Kandung kemih dikosongkan, karena dapat mengganggu

kontraksi rahim.

3) Bayi yang telah dibersihkan diletakkan disamping ibunya agar

dapat memulai pemberian ASI.

4) Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval

pemeriksaan setiap jam.

5) Bila keadaan baik, ibu dapat dipindahkan ke ruang inap

bersama-sama dengan bayinya.

2.1.5 Tanda-Tanda Persalinan

Aprilia (2011) mengatakan tanda-tanda persalinan meliputi:

2.1.5.1 Tanda persalinan sudah dekat

1) Terjadi lightening

Yaitu turunnya kepala ke PAP, pada primigravida akan

terjadi lightening menjelang minggu ke 36. Lightening dapat

menyebabkan:

(1) Terasa ringan dibagian atas dan rasa sesaknya berkurang.

(2) Dibagian bawah terasa sesak.

(3) Terjadi kesulitan saat berjalan dan sering miksi.


18

2) Terjadi his permulaan

Sifat his permulaan atau palsu:

(1) Rasa nyeri ringan dibagian bawah.

(2) Datangnya tidak teratur dan durasinya pendek.

(3) Tidak ada perubahan pada serviks dan tidak bertambah

bila beraktivitas.

2.1.5.2 Tanda pasti persalinan

1) Teratur, interval makin pendek, kekuatan makin bertambah jika

beraktifitas dan mempunyai pengaruh pada perubahan serviks.

2) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.

3) Keluar lendir darah serta cairam ketuban.

2.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

Faktor yang berperan didalam sebuah proses persalinan menurut

Sondaks (2013) meliputi:

2.1.6.1 Power (Kekuatan)

Kekuatan atau tenaga yang mendorong janin keluar.

Kekuatan tersebut meliputi kontraksi dan tenaga meneran.

2.1.6.2 Passengger (Penumpang)

Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal-

hal yang perlu diperhatikan mengenai janin adalah ukuran kepala

janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin, sedangkan yang

perlu diperhatikan pada plasenta adalah letak, besar, dan luasnya.


19

2.1.6.3 Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir tebagi atas dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan

lahir lunak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari jalan lahir keras

yaitu ukuran dan bentuk tulang panggul, sedangkan pada jalan lahir

lunak adalah segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks,

otot dasar panggul, vagina dan introitus vagina.

2.1.7 Tanda-Tanda Persalinan

Ada beberapa tanda-tanda bahaya ibu bersalin yang akan

mengancam jiwanya, antara lain: syok pada saat persalinan, pendarahan

pada saat persalinan, nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang atau koma,

tekanan darah tinggi, persalinan lama, gawat janin dalam persalinan, demam

dalam persalinan, nyeri perut hebat, sukar bernafas (Rukiyah, dkk., 2019).

2.1.8 Komplikasi Persalinan

Komplikasi dalam persalinan antara lain (Aspiani, 2017):

2.1.8.1 Distosia atau persalinan yang sulit akibat dari:

1) Kelainan tenaga atau his.

2) Kelainan janin (kelainan dalam letak atau bentuk janin).

3) Kelainan jalan lahir.

2.1.8.2 Pendarahan saat dan setelah melahirkan:

1) Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya

plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi

lahir.

2) Perlukaan vulva, vagina dan seviks.


20

3) Rupture uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim

akibat dilampauinya daya regang miometrium.

4) Emboli air ketuban.

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang dapat dialami oleh

setiap orang. Rasa nyeri dapat menjadi peringatan terhadap adanya ancaman

bersifat aktual maupun potensial. Namun, nyeri bersifat subjektif dan sangat

individual. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor jenis

kelamin, usia, budaya, dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2013).

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik

ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for

Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang

tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial,

atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Kumar & Elavarasi,

2016).

2.2.2 Fisiologi Nyeri

Menurut Bahrudin (2018) mekanisme terjadinya nyeri didasari oleh

proses multipel yaitu noniseptor, sensitisasi perifer, perubahan fenotip,

sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan

penurunan inhibisi. Terdapat empat proses dalam terjadinya nyeri, yaitu

tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.


21

2.2.2.1 Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen

menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam

impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam

proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang

berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius

dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor.

Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nosiseptor, juga terlibat

dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak

bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator

inflamasi.

2.2.2.2 Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju

kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus

sensorik menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim

dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya

berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya

berhubungan dengan banyak neuron spinal.

2.2.2.3 Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain

related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis

medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya.

Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat

ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai

jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area

otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,

selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi


22

desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok)

sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.

2.2.2.4 Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi

merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,

modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri

adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya

terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor

nyeri disebut juga Nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri

(nosiseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak

bermiyelin dari syaraf aferen.

2.2.3 Klasifikasi Nyeri

2.2.3.1 Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi

1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit, atau interval bedah dan memiliki proses yang cepat

dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan

berlangsung untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013).

Nyeri akut berdurasi kurang dari 6 bulan dan akan menghilang

tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali (Potter

& Perry, 2010).


23

2) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung

lama dengan intensitas yang bervariasi dan biasanya

berlangsung lebih dari 6 bulan (Potter & Perry, 2010).

2.2.3.2 Klasifikasi nyeri berdasarkan asal

1) Nyeri nosiseptif

Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh

aktivitas atau sensitivitas nosiseptor perifer yang merupakan

reseptor khusus yang mengantarkan stimulasi naxious. Nyeri

nosiseptor dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai

kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain (Andarmoyo,

2013).

2) Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau

abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun

sentral, nyeri ini lebih sulit diobati (Andarmoyo, 2013).

2.2.3.3 Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi

1) Supervicial atau kutaneus

Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi

kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan

berlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi tajam (Potter

& Perry, 2010).


24

2) Viseral dalam

Nyeri viseral dalam nyeri yang terjadi akibat stimulasi

organ-organ internal. Nyeri ini bersifat difusi dan dapat menyebar

kebeberapa arah (Potter & Perry, 2010).

3) Nyeri alih (Referred pain)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri

viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.

Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari

sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik

(Potter & Perry, 2010).

4) Radiasi nyeri

Radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat

awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Karakteristiknya nyeri

terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang

bagian tubuh (Potter & Perry, 2010).

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Prasetyo (2010) nyeri merupakan hal yang kompleks,

banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri,

yaitu:

2.2.4.1 Usia

Usia adalah variable penting yang mempengaruhi nyeri pada

individu, anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam

memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan


25

nyeri, pada pasien lansia sering kali memiliki sumber nyeri lebih dari

satu (Prasetyo, 2010).

2.2.4.2 Ansietas

Hubungan antara nyeri dan asietas bersifat kompleks,

ansietas yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi

nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas

(Prasetyo, 2010).

2.2.4.3 Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap

nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan

(distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri (Prasetyo,

2010).

2.2.4.4 Makna nyeri

Makna seseorang terhadap nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi dengan nyerinya (Prasetyo,

2010).

2.2.4.5 Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan

dukungan, bantuan, perlindungan, dari anggota keluarga lain dan

orang terdekat, walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien,

kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan

ketakutan (Prasetyo, 2010).


26

2.2.4.6 Kelelahan

Keletihan dan kelelahan yang dirasakan seseorang akan

meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping

individu (Prasetyo, 2010).

2.2.4.7 Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan

mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai

pengalaman sedikit tentang nyeri (Prasetyo, 2010).

2.2.5 Respon Tubuh Terhadap Nyeri

Nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional tentunya

akan menimbulkan respon terhadap tubuh. Respon tubuh terhadap nyeri

merupakan terjadinya reaksi endokrin berupa mobilisasi hormon-hormon

katabolik dan terjadinya reaksi imunologik, yang secara umum disebut

sebagai respon stres (Mangku & Senapathi, 2010).

Rangsang noniseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya

terjadi pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol,

angiotensin II, ADH, ACTH, GH dan glukagon, sebaliknya terjadi

penekanan sekresi hormon anabolik seperti insulin. Hormon katabolik akan

menyebabkan hiperglikeia melalui mekanisme resistensi terhadap insulin

dan proses glukoneogenesis, selanjutnya terjadi katabolisme protein dan

lipolisis. Kejadian ini akan menimbulkan balans nitrogen negatif.

Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan terjadinya retensi NA dan air.

Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah

sehingga terjadilah sirkulus vitrousus (Mangku & Senapathi, 2010).


27

Sirkulus vitiosus merupakan proses penurunan tekanan O2 di arteri

pulmonalis (PaO2) yang disertai peningkatan tekanan CO2 di arteri

pulmonalis (PCO2) dan penurunan pH akan merangsang sentra pernafasan

sehingga terjadi hiperventilasi (W. Y. Muhammad, dkk., 2010). Selain itu

respon nyeri memberikan efek terhadap organ dan aktifitas, yaitu

(Ryantama, 2017):

2.2.5.1 Efek nyeri terhadap kardiovaskular

Pelepasan katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan

aktifasi Angiostensin II akan mennimbulkan efek pada

kardiovaskular. Hormonhormon ini mempunyai efek langsung pada

miokardium atau pembuluh darah dan meningkatkan retensi Na dan

air. Angiostensin II menimbulkan vasikontriksi. Katekolamin

menimbulkan takikardia, meningkatkan otot jantung dan resistensi

vaskular perifer, sehingga terjadilah hipertensi. Takikardia serta

disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard. Jika retensi Na dan

air bertambah makan akan timbul resiko gagal jantung (Mangku &

Senapathi, 2010).

2.2.5.2 Efek nyeri terhadap respirasi

Bertambahnya cairan ekstra seluler di paru-paru akan

menimbulkan kelainan ventilasi perfusi. Nyeri didaerah dada atau

abdomen akan menimbulkan peningkatan otot tonus di daerah

tersebut sehingga muncul risiko hipoventilasi, kesulitan bernafass

dalam mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah hipoksia

dan atelektasis (Mangku & Senapathi, 2010).


28

2.2.5.3 Efek nyeri terhadap sistem organ lain

Peningkatan aktifitas simpatis akibat nyeri menimbulkan

inhibisi fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi

pada penderita nyeri. Terhadap fungsi immunologik, nyeri akan

menimbulkan limfopenia, dan leukositosis sehingga menyebabkan

resistensi terhadap kuman patogen menurun (Mangku & Senapathi,

2010).

2.2.5.4 Efek nyeri terhadap psikologi

Pasien yang menderita nyeri akut yang berat akan mengalami

gangguan kecemasan, rasa takut dan gangguan tidur. Hal ini

disebabkan karena ketidaknyamanan pasien dengan kondisinya,

dimana pasien menderita dengan rasa nyeri yang dialaminya

kemudian pasien juga tidak dapat beraktivitas. Bertambahnya durasi

dan intensitas nyeri, pasien dapat mengalami gangguan depresi,

kemudian pasien akan frustasi dan mudah marah terhadap orang

sekitar dan dirinya sendiri. Kondisi pasien seperti cemas dan rasa

takut akan membuat pelepasan kortisol dan katekolamin, dimana hal

tersebut akan merugikan pasien karena dapat berdampak pada sistem

organ lainnya, gangguan sistem organ yang terjadi kemudian akan

membuat kondisi pasien bertambah buruk dan psikologi pasien akan

bertambah parah (Butterworth, dkk., 2013).

2.2.5.5 Efek nyeri terhadap mutu kehidupan

Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu

bergerak, susah tidur, tidak enak makan, cemas, gelisah, putus asa
29

tidak mampu bernafas dan batuk dengan tidak baik. Keadaan seperti

ini sangat mengganggu kehidupan pernderita sehari-hari. Mutu

kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk

hidup mandiri layaknya orang sehat. Penatalaksanaan nyeri pada

hakikatnya tidak tertuju pada mengurangi rasa nyeri melainkan

untuk menjangkau peningkatan mutu kehidupan pasien, sehingga

dapat kembali menikmati kehidupannya. Sementara kualitas hidup

pasien menurun karena pasien tidak bisa beristirahat dan beraktivitas

(Butterworth, dkk., 2013).

Nyeri juga dapat mempengaruhi terhadap fisiologis dalam tubuh

(Ryantama, 2017). Berikut ini merupakan respon fisiologis tubuh terhadap

nyeri (Tennant, 2013).

Tabel 2.1 Konsekuensi Fisiologis terhadap Nyeri


Sistem Tubuh Respon terhadap Nyeri Manifestasi Klinis
Endokrin/Metabolik Gangguan sekresi Penurunan berat badan,
hormon ACTH, kortisol, demam, peningkatan laju
katekolamin, insulin pernafasan dan laju jantung
Kardiovaskular Peningkatan laju jantung, Ustable angina, infark
peningkatan resistensi miokardial, DVT
vaskular, peningkatan
tekanan darah
Respirasi Keterbatasan usaha Pneumonia, atelektasis
respirasi
Gastrointestial Panurunan laju Anoreksia, konstipasi
pengosongan lambung,
penurunan motilitas usus
Muskuloskeletal Muscle spasm Imobilitas, lemah
Imun Gangguan fungsi imun Infeksi
Genitourinari Abnormal hormon yang Hipertensi, gangguan
mengatur jumlah urin, elektrolit
volume cairan dan
elektrolit
30

2.2.6 Pengukuran Nyeri

Nyeri dapat diukur dengan Numeric Ratting Scale (NRS), Visual

Analog Scale (VAS), Baker Faces Scale Wong Pain Ratting, dan Verbal

Ratting Scale (VRS) (Potter & Perry, 2010).

2.2.6.1 Numeric Ratting Scale (NRS)

Skala penilaian ini digunakan untuk menggantikan

penilaian dengan deskripsi kata, klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala yang paling efektif digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

terapeutik. Menurut Strong, dkk. (2002) dalam datak (2008), NRS

digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi terpautik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

Gambar 2.1 Numeric Ratting Scale (NRS)

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan

4-6 : Nyeri sedang

7-10 : Nyeri berat

2.2.6.2 Visual Analog Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus, yang mewakili

intensitas nyeri terus-menerus dan mewakili alat pendeskripsi

verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan


31

penuh untuk mengidentifikasikan keparahan nyeri. VAS

merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih senditif karena

klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada memilih satu kata

angkau angka.

Gambar 2.2 Visual Analog Scale (VAS).

2.2.6.3 Baker Faces Scale Wong Pain Ratting

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang

berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena

kesakitan. Skala ini berguna pada psien dengan gangguan

komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan

atau pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar 2.3 Baker Faces Scale Wong Pain Rating

2.2.6.4 Verbal Ratting Scale (VRS)

Pasien ditanyatakan tentang derajat nyeri yang dirasakan

berdasarkan skala lima poin : tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri

sedang, nyeri berat, sangat berat.

Gambar 2.4 Verbal Ratting Scale (VRS)


32

2.3 Konsep Nyeri Persalinan

2.3.1 Defini Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan merupakan suatu proses alamiah, yang terjadi

karena proses pembukaan dan penipisan serviks saat kontraksi (Faujiah,

dkk, 2018). Nyeri persalinan merupakan sebuah pengalaman subjektif yang

disebabkan oleh iskemik otot uteri, penarikan dan traksi ligamen uteri, traksi

ovarium, tiba fallopii dan distensi bagian bawah uteri, otot dasar panggul

dan perinium (Anita, 2017). Nyeri dalam persalinan merupakan hal yang

fisiologis, yang disebabkan karena adanya kontraksi dan peregangan

segmen bawah rahim dan serviks (Mulyani, 2018).

Nyeri persalinan merupakan rangsangan tidak enak yang timbul

karena adanya regangan segmen bawah uterus dan serviks serta adanya

iskemik otot rahim, yang dapat mengakibatkan kekhawatiran, rasa takut saat

persalinan dan stres sehingga menyebabkan pengurangan aliran darah ibu

dan janin (Andamoyo, 2013). Nyeri persalinan dapat menimbulkan stres

yang menyebabkan pelepasan hormon yang berlebihan seperti katekolamin

dan steroid sehingga menyebabkan terjadinya ketegangan otot polos dan

vasokontriksi pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan kontraksi

uterus, penurunan sirkulasi uteroplasenta, pengurangan aliran darah dan

oksigen ke uterus, serta timbulnya iskemia uterus yang membuat implus

nyeri bertambah banyak (Sumarah, 2009).

2.3.2 Fisiologi Nyeri Persalinan

Fisiologis persalinan sebagai berikut (Maryunani, 2010):

2.3.2.1 Fisiologi (alur) terjadinya nyeri dalam persalinan, yaitu:


33

1) Nyeri kala I nyeri bersifat viseral, ditimbulkan oleh kontraksi

uterus dan dilatasi serviksyang dipersarafi oelh serabut aferen

simpatis dan ditransmisikan ke medula spinalis pada segmen

T10 – L1 (thorak 10 – lumbal 1) melalui serabut delta dan

serabut C yang berasal dari dinding lateral dan fundus uteri.

2) Nyeri kala II merupakan nyeri somatik yang ditransmisikan

melalui nervus pudendal yang berasal dari S2 – S4. Pada kala

II ini inensitas nyerinya terasa lebih ringan dan terlokalisir.

2.3.2.2 Fisiologis persalinan secara lebih terperinci dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Kala I

Nyeri kala I dihasilkan oleh dilatasi serviks dan segmen

bawah uterus, serta distensi uterus. Intensitas nyeri kala I

akibat dari kontraksi uterus involunter, nyeri dirasakan dari

pinggang dan menjalar ke perut. Kualitas nyeri kala I

bervariasi. Sensasi implus dari sinaps pada thorakal 10,11,12

dan lumbal ke 1. Mengurangi nyeri pada fase ini dengan

memblok daerah diatas.

2) Fase transisi dari kala I sampai kala II

Selama fase transisi ibu biasanya akan merasakan

sensasi nyeri yang amat sangat. Ekspresi tampak tidak berdaya

dan menunjukan kemampuan penurunan mendengar dan

konsentrasi.
34

3) Kala II

Nyeri kala II diakibatkan oleh tekanan kepala janin

pada pelvis. Distensia struktur pelvis dan tekanan pada pleksus

lumbosakralis. Nyeri dirasakan pada:

(1) Regio L 2, bagian bawah punggung, dan juga pada paha

dan tungkai.

(2) Pada area vagina dan perinium.

Sensasinya seperti tarikan, tekanan, rasa terbakar

dan puntiran, serta kram. Ibu biasanya mempunyai

keinginan untuk mengejan. Sensasi implus dibawa dari

perinium ke sacrum 2, 3, 4 oleh saraf pudendal. Untuk

mengurangi nyeri diblok pada reseptor yang lebih bawah.

2.3.2.3 Fisiologis nyeri persalinan berdasarkan tahap persalinan:

1) Kala I

Nyeri pada kala I ditimbulkan oleh stimulus yang

dihantarkan melalui saraf pada leher rahim (serviks) dan

rahim/uterus bagian bawah. Nyeri ini merupakan nyeri viseral

yang berasal dari kontraksi uterus dan aneksa. Intensitas nyeri

kala I berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan

yang ditimbulkan. Nyeri akan bertambah dengan adannya

kontraksi isometrik pada uterus yang melawan hambatan oleh

leher rahim/uterus dan perinium. Pada saat proses persalinan

apabila posisi fetus (janin) abnormal menimbulkan distorsi

mekanik, kontraksi kuat disertai nyeri hebat. Hal ini karena


35

uterus berkontraksi isometrik melawan obstruksi. Kontraksi

uterus yang kuat merupakan sumber nyeri yang kuat.

2) Kala II

Nyeri persalinan kala II berlangsung pada saat serviks

dilatasi penuh. Rasa nyeri ini disebabkan karena dilatasi

serviks sudah menurun. Pada fase ini dapat terjadi peningkatan

nyeri somatik karena adanya peningkatan secara progresif

tekanan oleh fetus terhadap struktur di pelvis, regangan dan

robekan fascia (jaringan pembungkus otot) dan jaringan

subkutan jalan lahir bagian bawah, distensi perinium, dan

tekanan pada otot lurik perinium. Nyeri kala II ditransmsikan

melalui serabut saraf pudendal yaitu suatu serabut saraf

somatik yang keluar melalui S2, S3, S4 segmen bawah sakral.

Nyeri persalina kala II sangat berbeda dengan nyeri

persalinan kala I, nyeri somatik dirasakan selama persalinan

kala II adalah intens dan lokasi jelas.

2.3.3 Etiologi Nyeri Persalinan

Maryunani (2010) menjelaskan etiologi nyeri persalinan dapat

dijabarkan berdasarkan kala persalinananya, yaitu:

2.3.3.1 Nyeri persalinan kala I

Nyeri persalinan kala I bersifat unik, dimana nyeri ini

menyertai proses fisiologis normal. Nyeri persalinan kala I berasal

dari:
36

1) Dilatasi serviks, dimana hal ini merupakan sumber nyeri yang

utama.

2) Peregangan segmen uterus bawah.

3) Tekanan pada struktur – struktur yang berdekatan.

4) Hipoksia pada sel –sel otot uterus selama kontraksi.

5) Area nyeri meliputi dinding abdomen bawah dan area – area

pada bagian lumbal bawah dan sakrum atas.

2.3.3.2 Nyeri persalinan kala II

Nyeri persalinan kala II disebabkan karena:

1) Hipoksia pada sel –sel otot yang berkontraksi.

2) Distensi vagina dan perineum.

3) Tekanan pada struktur – struktur yang berdekatan.

4) Area – area nyeri meningkat.

Pada kala I akhir dan kala II awal, nyeri menyebarkan ke kaki

bagian atas dan perinium. Selama kala II akhir dan pembukaan

lengkap (kelahiran bayi), nyeri hebat terdapat pada perinium.

2.3.3.3 Nyeri persalinan kala III

Nyeri persalinan kala III diakibatkan dari kontraksi uterus,

dilatasi serviks dengan keluarnya plasenta. Kala III merupakan fase

yang pendek, setelah itu diperlukan anestesia terutama untuk

penjaitan episiotomi.

2.3.4 Efek Yang Ditimbulkan Akibat Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan dapat mempengaruhi proses kelahiran itu sendiri,

hal ini terjadi karena terpicunya sistem saraf simpatis dimana terjadi
37

peningkatan kadar plasma dari katekolamin, terutama epineprin. Nyeri

persalinan dapat mempengaruhi aspek psikologis dan beberapa sistem

dalam tubuh, yaitu:

2.3.4.1 Psikologis : Menyebabkan ketakutan dan kecemasan.

2.3.4.2 Kardiovaskular : Peningkatan kardiak output, tekanan darah,

frekuensi nadi, dan resistensi perifer sistemik.

2.3.4.3 Neuroendokrin : Stimulasi sistem simpato-adrenalin,

peningkatan kadar plasma katekolamin, ACTH, kortisol, ADH, ß-

lipoprotein, renin, angiotensin.

2.3.4.4 Metabolik : Peningkatan kebutuhan O2, asidosis laktat,

hiperglikemia, lipolisis.

2.3.4.5 Gastrointestinal : Penurunan pengosongan lambung.

2.3.4.6 Rahim/uterus : Inkoordinasi kontraksi uterus/rahim.

2.3.4.7 Uteroplasenta : Penurunan aliran darah uteroplasenta.

2.3.4.8 Fetus/janin : Asidosis akibat hipoksia pada janin.

(Maryunani, 2010).

2.3.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Nyeri

Nyeri persalinan dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain

(Maryunani, 2010):

2.3.5.1 Faktor fisik

Terdapat dua nyeri persalinan yang disebabkan oleh faktor

fisik yaitu nyeri viseral dan nyeri somatik:

1) Nyeri viseral (visceral dull and aching) bersifat lambat, dalam

yang tidak terlokalisir. Nyeri viseral terjadi pada kala I


38

persalinan yang disebabkan oleh kontraksi uterus dan

pembukaan serviks.

2) Nyeri somatik (somatic-sharp and burning) bersifat lebih

cepat, tajam atau menusuk dan lokasinya jelas. Nyeri somatik

terjadi pada akhir kala I dan selama kala II yang disebabkan

oleh penurunan kepala janin yang menekan jaringan-jaringan

ibu.

2.3.5.2 Faktor persepsi atau toleransi terhadap nyeri

1) Intensitas persalinan

2) Kematangan serviks

3) Posisi janin/kepala

4) Karakteristik panggul

5) Kelelahan

6) Intervensi dari tim kesehatan

2.3.5.3 Faktor psikososial

1) Kecemasan dan ketakutan

Kecemasan sering kali menyertai rasa nyeri yang

dirasakan ibu bersalin. Ancaman dari hal-hal yang belum

diketahui dan ketidakmampuan untuk mengontrol nyeri atau

kejadian-kejadian yang seringkali memperbesar persepsi nyeri.

Hal-hal yang dapat menyebabkan ibu merasa cemas atau takut

antara lain:

(1) Ibu takut pada hal-hal yang belum diketahui.

(2) Ibu berfikir tentang rasa sakit.


39

(3) Ibu melahirkan sendiri, tanpa pendamping.

(4) Ibu stres, cemas, dan tegang selama kontraksi.

(5) Ibu mengasihi diri sendiri.

(6) Kenyataan bahwa kehamilan berisiko.

(7) Ibu tidak siap untuk melahirkan atau persalinan karena

tidak sesuai jadwal yang telah diperkirakan

(emergensi/darurat).

2) Pengalaman nyeri masa lalu

Pengalaman nyeri masa lalu dapat merubah sensitifitas

ibu terhadap nyeri, baik pengalaman nyeri masa lalu yang

dirasakan ibu secara pribadi atau yang telah diceritakan oleh

orang lain.

3) Pelayanan tim kesehatan dan lingkungan tempat bersalin

Lingkungan rumah sakit, dengan kebisingannya,

penerangan dan aktivitas-aktifitasnya dapat memperberat nyeri

yang dirasakan ibu bersalin. Begitu juga dengan tenaga

kesehatan juga dapat mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri

yang ia rasakan.

4) Budaya

Latar belakang etnis dan budaya telah lama diakui

sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi ibu terhadap

nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah

suatu bagian dari proses sosialisasi. Beberapa ibu dalam satu

kultur mungkin biasa dalam mrngungkapkan nyeri yang


40

dirasakan tetapi beberapa ibu dalam kultur yang lain mungkin

lebih terbiasa dalam memendam perasaan atau tidak

mengungkapkan nyeri yang ia rasakan.

5) Persiapan persalinan

Pasangan calon ayah dan ibu yang mendapatkan

pendidikan persiapan persalinan akan lebih siap dalam

menghadapi persalinan baik secara fisik maupun secara psikis.

Pada kelas persiapan persalinan calon ayah dan ibu akan

mendapatkan informasi yang tepat tentang persalinan,

mengurangi rasa takut saat persalinan, meningkatkan

kemampuan untuk menghadapi rasa sakit atau nyeri akibat

persalinan (teknik relaksasi, distraksi, kontrol otot dan

pernafasan) dan menambah kemampuan untuk mengambil

keputusan.

6) Pengertian nyeri

Beberapa ibu mungkin menerima nyeri lebih siap

daripada yang lainnya, tergantung pada keadaan dan

interpretasi ibu terhadap kepentingannya. Seorang ibu yang

menghadapi nyeri dengan cara positif akan menemukan bahwa

nyeri merupakan suatu yang menakjubkan. Dimana dengan

merasakan nyeri persalinan ibu mendapatkan hadiah bayi yang

ditelah dinantikan. Kondisi ini akan terjadi kebalikannya jika

bayi yang akan dilahirkan merupakan bayi yang tidak

dinantikan.
41

7) Sistem pendukung

Kehadiran keluarga atau pendukung pada saat

persalinan dapat menjadi pendukung penting bagi ibu bersalin

dalam keadaan nyeri persalinan. Karena, kehadiran

pendamping persalinan sangat besar artinya bagi ibu bersalin.

Keluarga atau pendukung dapat membantu menciptakan rasa

nyaman pada ibu dalam ruang bersalin, membantu ibu

mengatasi rasa tidak nyaman fisik, memberi dorongan dan

keyakinan pada ibu selama persalinan, membantu menghitung

kontraksi sehingga ibu mengetahui kemajuan persalinan,

membantu mengawasi pintu dan melindungi privasi ibu,

melaporkan gejala-gejala atau sakit/nyeri yang dirasakan ibu

kepada petugas kesehatan (bidan, perawat, atau dokter).

2.3.6 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan dapat dilakukan dengan cara farmakologis dan non-

farmakologis (Maryunani, 2010):

2.3.6.1 Farmakologis

Secara farmakologis terdapat dua cara yang dapat

dilakukan, yaitu analgetik dan anestasia (Maryunani, 2010).

Analgetik adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa

mengurangi kesadaran (Tjay & Rahardja, 2015). Sedangkan

anestesia yaitu suatu cara untuk menghilangkan nyeri, sensasi atau

rasa dengan memberikan berbagai obat-obatan, baik secara regional

maupun umum (Maryunani, 2010).


42

2.3.6.2 Non-farmakologis

Terapi non-farmakologi yang dapat digunakan untuk

mengatasi nyeri persalinan antara lain terapi massage, musik,

aromaterapi, kompres hangat, latihan nafas (breath exercise), dan

latihan birthball (Solehati et al., 2018).

1) Massage

Massage adalah melakukan tekanan tangan pada

jaringan lunak, biasanya otot, atau ligamentum, tanpa

menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk

meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan memperbaiki

sirkulasi (Maryunani, 2010). Terdapat beberapa teknik

massage yang dapat dilakukan untuk nyeri persalinan, yaitu

efflurage massage, counterpressure, pijat punggung,

hokupointice massage (Solehati et al., 2018). Selain itu, teknik

massage untuk persalinan juga dapat dilakukan dengan pijat

endorphin (Dewi, et al., 2018).

Massage dapat merangsang tubuh untuk melepaskan

endorphin, yang merupakan bahan penghilang rasa sakit alami

dan merangsang produksi hormon oksitosin, menurunkan

hormon stres, dan rangsangan neurologis (Chauhan, Rani, &

Bansal, 2016). Terapi pijat mempengaruhi permukaan kulit,

jaringan lunak, otot, tendon, ligamen, dan fasia secara manual.

Pelepasan endorphin, mengendalikan nerve gate dan

menstimulasi saraf simpatis, sehingga dapat menimbulkan


43

perasaan tenang, pengurangan intensitas nyeri, dan relaksasi

otot (Solehati et al., 2018).

2) Musik

Musik merupakan audioanalgesia yang dapat

membantu menurunkan persepsi seseorang terhadap nyeri

(Alyensi & Arifin, 2017). Pada saat seseorang mendengarkan

musik ketika nyeri, maka otak akan menerima dua persepsi.

Implus musik akan dipersepsikan terlebih dahulu oleh otak

daripada implus nyeri, sehingga musik dapat memberikan

distraksi atau pengalihan atau pengurangan konsentrasi

terhadap nyeri (Solehati et al., 2018). Macam – macam musik

antara lain, jazz, rock, klasik, dan murottal Al Quran (Potter &

Perry, 2010). Menurut Solehati et al. (2018) terapi musik yang

dapat digunakan untuk ibu bersalin yaitu musik klasik, musik

Acemasiran, musik piano, musik instrumentalia, dan murottal

Al Quran.

3) Aromaterapi

Hasnah, Kb, & Muaningsih (2018) menjelaskan

bahwasannya wangi yang dihasilkan aromaterapi akan

menstimulus talamus untuk mengeluarkan enkefalin yang

berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami. Enfekalin

merupakan neuromodulator yang berfungsi untuk menghambat

nyeri secara fisiologis.


44

4) Kompres hangat

Kompres hangat dapat membuat vasodilatasi pada

pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah, sehingga

memperlancar sirkulasi oksigenasi, mencegah terjadinya

spasme otot, membuat otot rileks, dan menurunkan intensitas

nyeri (Potter & Perry, 2010). Kompres hangat pada ibu

bersalin bekerja untuk mempertahankan komponen pembuluh

darah dalam keadaan vasodilatasi, sehingga sirkulasi darah ke

otot panggul mengalami homeostasis, nyeri akan berkurang

dan ibu akan merasa nyaman (Solehati et al., 2018).

5) Latihan nafas (breath exercise)

Breath exerise selama persalinan dapat

mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam

keadaan homeostasis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai

darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan dan ibu dapat

beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan selama proses

persalinan (Hasnah et al., 2018).

6) Latihan birtball

Teknik birtball dapat membantu menurunkan skala

nyeri yang dirasakan ibu, dengan teknik ini ibu akan lebih

rileks dan santai sehingga akan mengurangi ketegangan karena

adanya pengeluaran hormon endorphin yang dapat mengurangi

skala nyeri yang dirasakan ibu bersalin (Kurniawati, Dasuki, &

Kartini, 2017).
45

2.3.7 Intensitas Nyeri Persalinan dan Pengukuran Skala Nyeri

Indikator adanya dan intensitas nyeri yang paling utama adalah

laporan dari ibu tentang nyeri yang ia rasakan. Tetapi, intensitas nyeri dapat

ditentukan dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan menanyakan

kepada ibu mengenai nyeri yang ia rasakan atau meminta ibu

menggambarkan tentang beratnya nyeri/ketidak nyamanan yang ia rasakan

dengan menggunakan skala (Maryunani, 2010).

Pengukuran skala nyeri dapat dilakukan dengan metode sebagai

berikut (Potter & Perry, 2010):

2.3.7.1 Numeric Ratting Scale (NSR)

Pengukuran skala nyeri dengan metode ini yaitu pasien

diminta mendeskripsikan nyeri menggunakan skala 0 – 10.

Numeric Ratting Scale (NSR) merupakan metode yang paling

efektif untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi terapeutik, selain itu metode ini juga mudah untuk

digunakan dan didokumentasikan.

Gambar 2.5 Numeric Ratting Scale (NRS)


Keterangan:

1 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan

4- 6 : Nyeri sedang

7-10 : Nyeri berat


46

2.3.7.2 Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus

yang mewakili intensitas nyeri terus menerus dan mewakili alat

pendeskripsikan verbal pada setiap ujungnya. Pada metode ini

pasien mempunyai kebebasan penuh untuk mengidentifikasikan

keparahan nyeri yang dirasakan.

Gambar 2.6 Visual Analog Scale (VAS)

2.3.7.3 Baker Faces Scale Wong Pain Ratting

Mengukur skala nyeri dengan ekspresi wajah pasien,

dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan.

Gambar 2.7 Baker Faces Scale Wong Pain Ratting

2.3.7.4 Verbal Ratting Scale (VRS)

Menanyakan kepada pasien tentang nyeri yang ia rasakan

berdasarkan skala 5 point yaitu tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri

sedang, nyeri berat dan sangat nyeri.

Gambar 2.8 Verbal Ratting Scale (VRS)


47

2.4 Konsep Auditori Murottal

2.4.1 Definisi murottal

Al-Quran adalah kalam Allah SWT. yang merupakan mu’jizat yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan Alyensi & Arifin

(2017) dalam membaca Al-Quran terdapat 7 macam lagu yang dapat

disuarakan, yaitu bayyati, shoba, nahawand, hijaz, rost, sika dan jiharka.

Membaca Al-Quran dengan murottal merupakan cara yang sering ditemui

dan hampir dipelajari oleh semua muslim di dunia. Murottal adalah

membaca Al-Quran yang memfokuskan pada dua hal, yaitu kebenaran

bacaan dan lagu Al-Quran. Murottal adalah lantunan ayat-ayat Al-Quran

yang dilagunakan oleh seorang qori direkam serta diperdengarkan dengan

tempo yang lambat serta harmonis. Bacaan Al-Quran sebagai penyembuh

penyakit jasmani seta rohani melalui suara, intonasi, makna ayat-ayat yang

ditimbulkan baik perubahan terhadap sel-sel tubuh, perubahan pada denyut

jantung, pergerakan sel-sel pada kulit pada pasien yang mengalami nyeri

persalinan kala I fase aktif (Handayani, Fajar, Asih, & Rohmah, 2014).

Murottal Al-Quran adalah satu jenis audioanalgesia yang dapat

diberikan kepada ibu bersalin (Alyensi & Arifin, 2017). Murottal Al-Quran

merupakan salah satu musik yang dapat menurunkan hormon-hormn stres,

mengaktifkan hormon endophin alami, mengaktifkan perasaan rileks, dan

mengalihkan perasaan takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia

tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan,

detak jantung, denyut nadi, dan aktifitas gelombang otak (S. Muhammad,

2012).
48

2.4.2 Manfaat Auditori Murottal

Al-Quran merupakan obat yang komplit untuk segala jenis penyakit,

baik penyakit hati maupun penyakit fisik, baik penyakit dunia maupun

penyakit akhirat (Diana, 2016).

Murottal Al-Quran mempunyai beberapa manfaat, yaitu:

2.4.2.1 Mendengarkan Al-Quran akan memberikan stimulasi kepada indra

pendengaran sehingga ibu akan terfokus kepada suara yang

didengarkan dan membuat ibu mampu merelaksasikan diri. Hal ini

memberikan efek hypnosis yang akan membantu memudahkan ibu

dalam menghadapi persalinan (Alyensi & Arifin, 2017).

2.4.2.2 Terapi murottal Al-Quran merupakan terapi berupa suara yang

dapat mengatur hormon – hormon yang berhubungan dengan stres

antara lain ACTH, prolaktin, dan hormon pertumbuhan serta dapat

meningkatkan kadar endorphin sehigga dapat mengurangi nyeri

(Hasnah et al., 2018).

2.4.2.3 Terapi murottal Al-Quran dapat meningkatkan kemampuan

konsentrasi, menciptakan kedamaian, menyembuhkan ketegangan

saraf, menyembuhkan kegelisahan, serta mengurangi rasa takut dan

ragu – ragu (Masrifah, Z., 2014 dalam Alyensi & Arifin, 2017).

2.4.2.4 Terapi murottal Al-Quran dapat memperbaiki sistem kimia tubuh

sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang

otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lambat tersebut sangat
49

baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang

lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik (Diana, 2016).

2.4.2.5 Terapi murottal Al-Quran dapat mengaktifkan sel-sel tubuh dengan

mengubah getaran suara menjadi gelombang gelombang yang

ditangkap oleh tubuh, menurunkan stimulasi reseptor nyeri dan

otak terangsang mengeluarkan analgesik opioid natural endogen.

Opioid ini bersifat permanen untuk memblokade noniceptor nyeri.

Bacaan Al-Quran juga memberikan efek distraksi dan relaksasi

pada pasien nyeri persalinan kala I fase aktif sebagimana terapi

musik (Handayani, dkk., 2014).

2.4.3 Mekanisme Murottal Al-Quran Sebagai Terapi

Suara bacaan Al-Quran yang diterima oleh daun telinga akan

disalurkan ke lubang telinga dan menganai membrane timpani, sehingga

membuat bergetar. Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang

pendengaran yang bertautan yang satu dengan lainnya. Getaran suara

tersebut akan disalurkan ke saraf N VII (vestibule cokhlearis) menuju ke

otak tepatnya dibagian pendengaran . Dari bagian ini sinyal bacaan Al-

Quran diteruskan ke bagian posterotemporalis lobus temporalis otak yang

dikenal dengan area wemicke (Rochmawati, 2018). Kemudian otak akan

memproduksi zat kimia yang disebutkan zat neuropeoptide. Molekul ini

akan menyangkut kedalam reseptor – reseptor dan memberikan umpan balik

berupa kenikmatan dan kenyamanan (Febriani, 2019).

Murottal juga mampu memacu sistem saraf parasimpatis yang

mempunyai efek berlawanan dengan sistem syaraf simpatis. Sehingga


50

terjadi keseimbangan pada kedua sistem syaraf autonom tersebut. Hal ini

yang menjadi prinsip dasar dari timbulnya respon relaksasi, yakni terjadi

keseimbangan antara sistem syaraf simpatis dan parasimpatis. Kondisi yang

rileks akan mencegah vasopasme pembuluh darah akibat perangsangan

simpatis pada kondisi stres sehingga dapat meningkatkan perfusi darah

(Febriani, 2019).

2.4.4 SOP Auditori Murottal

Tabel 2.1 SOP Auditori Murottal


SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSSEDUR):
AUDITORI MUROTTAL
1) Definisi Murottal Al-Quran adalah seni membaca Al-Quran yang
memfokuskan pada kebenaran bacaan dan lagu, yang
merupakan salah satu jenis audionalgesia yang dapat
diberikan kepada ibu bersalin (Alyensi & Arifin, 2017).
2) Tujuan a) Mengatur hormon – hormon yang berhubungan dengan
stres (ACTH, prolaktin)
b) Meningkatkan hormon endorphin
(Hasnah et al., 2018).
3) Manfaat a) Merelaksasikan ibu bersalin
b) Menenangkan ibu bersalin
c) Mengurangi intensitas nyeri pada ibu bersalin
(Hasnah et al., 2018).
4) Persiapan a) Persiapan Pasien
(a) Identifikasi pasien yang akan dilakukan intervensi
(b) Pasien dan keluarga pasien diberi penjelasan
tentang intervensi yang akan dilakukan serta tujuan
dan manfaat dari intervensi yang akan dilakukan.
b) Persiapan Alat
(a) Bolpen
(b) Lembar observasi nyeri
(c) SOP auditori murottal
(d) Handseat
(e) Handphone/MP3
(Rochmawati, 2018).
c) Persiapan Lingkungan
(a) Jaga privasi pasien
(b) Atur ventilasi dan pencahayaan
5) Konsep Kerja a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Menanyakan perasaan pasien hari ini
c) Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien
d) Memberi kesempatan pasien untuk beratanya sebelum
prosedur dilakukan
51

e) Menjaga privasi pasien selama intervensi dilakukan


f) Mencuci tangan 6 langkah
g) Mendekatkan alat ke dekat pasien
h) Memposisikan pasien senyaman mungkin
i) Mengukur intensitas nyeri pasien
j) Meminta pasien untuk tetap tenang selama tindakan
dilakukan
k) Memastikan pasien dalam posisi nyaman dan rileks
l) Menghubungkan earphone/headset dengan
handphone/MP3 yang berisikan murottal Al-Quran
m) Memasang earphone/headset di telinga kanan dan kiri
pasien
n) Memutar murottal selama 15 menit
o) Setelah 15 menit mendengarkan murottal Al-Quran,
lepaskan earphone/headset
p) Mengukur kembali intensitas nyeri pasien
(Rochmawati, 2018).
6) Evaluasi a) Evaluasi respon pasien
b) Menyimpulkan hasil kegiatan
c) Memberikan reinforcement positif
d) Menganjurkan pasien untuk menggunakan terapi
murottal Al-Quran apabila pasien mengalami nyeri
e) Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik
f) Mencuci tangan
(Rochmawati, 2018).
7) Dokumentasi a) Mencatat kegiatan yang sudah dilakukan
b) Mencatat respon pasien terhadap tindakan yang
dilakukan
c) Mendokumentasikan evaluasi tindakan SOP
d) Mencatat nama pasien, nama perawat dan paraf
perawat.
(Rochmawati, 2018).

2.5 Konsep Pijat Endorphin

2.5.1 Definisi Pijat Endorphin

Pijat endorphin merupakan sebuh terapi sentuhan/pijatan ringan yang

cukup penting diberikan pada ibu hamil, diwaktu menjelang hingga saat

persalinan (W Leny & Machfudloh, 2017). Pijat endorphin merupakan

sentuhan ringan yang dapat merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa

endorphin yang merupakan pereda rasa sakit dan dapat menciptakan

perasaan nyaman, selama ini endorphin sudah dikenal sebagai zat yang
52

banyak manfaatnya (Kuswandi, 2011). Pijat endorphin adalah teknik pijatan

lembut yang dapat melepaskan senyawa endorphin sebagai pereda rasa sakit

alami dari dalam tubuh (Kartikasari & Nuryanti, 2016). Pijat endorphin

adalah teknik sentuhan ringan yang dapat menormalkan detak jantung,

tekanan darah, dan mrningkatkan relaksasi dalam tubuh wanita hamil

dengan menginduksi perasaan nyaman melalui permukaan kulit (Dewi et al.,

2018). Pijat endorphin adalah teknik sentuhan dan pemijatan ringan yang

bertujuan untuk membantu memberikan rasa nyaman dan tenang, baik saat

menjelang persalinan maupun saat proses persalinan berlangsung (Wahyuni,

et al., 2019)

2.5.2 Manfaat Pijat Endorphin

Pijat endorphin merangsang tubuh untuk mengeluarkan senyawa

endorphin (Kuswandi, 2011). Beta-endorphin adalah salah satu hormon

endorphin yang dikeluarkan oleh otak pada saat stres atau sakit, dan

merupakan obat penghilang rasa sakit alami yang setara seperti pethiadine.

Selama proses persalinan, beta-endorphin membantu untuk menghilangkan

rasa sakit dan berkontribusi terhadap euforia yang dialami ibu selama proses

persalinana(Aprilia, 2019). Pijat endorphin dapat menurunkan hormon

kortisol dan mempengaruhi otak untuk mengurangi rasa sakit, memberikan

dukungan psikologis, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan produksi

oksitosin dan hormon endorphin. Endorphin opioid memberi peran penting

dalam menghasilkan perasaan positif dan mengurangi rasa sakit,

mengurangi stres dan memberi ketenangan (Dewi et al., 2018).

2.5.3 Mekanisme Pijat Endorphin Sebagai Terapi


53

Pijat merupakan salah satu metode yang dapat merangsang analgesik

endogen (endorphin), sehingga mengganggu tranmisi nyeri dengan cara

meningkatkan sirkulasi neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh

tubuh pada sinaps neural dijalur sistem saraf pusat. Endorphin berkaitan

dengan membran prasinaptik, menghambat pelepasan substansi P yang

dapat menghambat tranmisi nyeri, sehingga nyeri berkurang. Ketika

sentuhan dan nyeri dirangsang bersama, sensasi sentuhan berjalan ke otak

sementara sistem kontrol desenden merangsang thalamus untuk mensekresi

endorphin yang menutup pintu gerbang hantaran nyeri di medulla spinalis

dan mempengaruhi sistem saraf simpatis, sehingga menyebabkan sistem

saraf simpatis mengalami penurunan. Penurunan sistem saraf simpatis dapat

mempengaruhi penurunan ketegangan otot, penurunan kecemasan dan

penurunan nyeri (Wahyuni, dkk., 2019).

2.5.4 SOP Pijat Endorphin

Teknik pijat endorphin ada 2 cara, yaitu (Aprilia, 2010):

Cara 1

1) Ambil posisi senyaman mungkin, bisa dilakukan dengan duduk, atau

berbaring miring. Sementara pendamping persalinan berada didekat ibu

(duduk di samping atau di belakang ibu).

2) Tarik napas yang dalam lalu keluarkan dengan lembut sambil

memejamkan mata. Sementara itu pasangan atau suami atau

pendampingan persalinan mengelus permukaan luar lengan ibu, mulai

dari tangan sampai lengan bawah. Mintalah suami atau pendamping


54

untuk membelainya dengan sangat lembut yang dilakukan dengan

menggunakan jari-jemari atau hanya ujung-ujung jari saja.

3) Setelah kurang lebih 5 menit, mintalah pasangan untuk berpindah ke

lengan/tangan yang lain.

4) Meski sentuhan ringan ini hanya dilakukan di kedua lengan, namun

dampaknya luar biasa. Ibu akan merasa bahwa seluruh tubuh menjadi

rileks dan tenang.

Gambar 2.9 Pijat Endorphin Cara I


Cara 2

1) Posisikan ibu berbaring miring atau duduk.

2) Minta suami atau pendamping ibu bersalin untuk melakukan pijatan

lembut dan ringan dari arah leher membentuk huruf V terbalik, ke arah

luar menuju sisi tulang rusuk.

3) Terus lakukan pijatan-pijatan ringan ini hingga ke tubuh ibu bagian

bawah belakang.

4) Suami atau pendamping ibu bersalin dapat memperkuat efek pijatan

lembut dan ringan ini dengan kata-kata yang menentramkan ibu

bersalin. Misalnya, sambil memijat lembut, suami bisa mengatakan,

“saat aku membelai lenganmu, biarkan tubuhmu menjadi lemas dan


55

santai” atau “saat kamu merasakan setiap belaianku, bayangkan

endorphin-endorphin yang menghilangkan rasa sakit dilepaskan dan

mengalir ke seluruh tubuhmu”. Bisa juga dengan mengungkapkaan kata-

kata cinta atau kalimat yang menenangkan lainnya.

5) Setelah melakukan pijat endorphin, pasangan dapat langsung memeluk

istrinya, untuk menciptakan suasana yang benar-benar menenangkan.

Gambar 2.10 Pijat Endophin Cara 2

2.6 Efektifitas Pijat Endorphin Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan

Rasa nyeri atau perasaan kurang nyaman yang dirasakan ibu bersalin

dapat diatasi dengan pijat endorphin (Aprilia, 2019). Pernyataan ini

dibuktikan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rr. Catur Leny

W (2017) di BPM Wilayah Puskesmas Demak didapatkan dari 20 responden

yang dilakukan pijat endorphin dengan uji analisis Rank Spearman

didapatkan ada pengaruh pemberian terapi pijat endorphin terhadap intensitas

nyeri persalinan kala I fase aktif dengan hasil p<0,05 yaitu p=0,004, dalam

penelitian tersebut responden merasa lebih nyaman dan relaks, walaupun

tidak menurunkan nyeri secara signifikan (W Leny & Machfudloh, 2017).


56

Dewi, dkk. ( 2018) dalam penelitiannya di Puskesmas Candimulyo

Kabupaten Magelang menjelaskan dari 30 responden, 15 responden

dilakukan pijat endorphin selama kurang lebih 10 menit dan 15 responden

lainnya dilakukan kompres dingin selama kurang lebih 5 menit dengan uji

analisis Mann-Whitney. Dalam penelitian tersebut peneliti membandingkan

efektifitas dari pijat endorphin dan kompres dingin, dihasilkan bahwasannya

pijat endorphin lebih efektif dalam mengatasi nyeri persalinan kala I (18,50

(pijat endorphin) : 12,50 (kompres dingin)) dengan taraf signifikan p<0,005,

hal ini dikarenakan pijat endorphin lebih efektif dalam memblokade reseptor

nyeri (Dewi, dkk., 2018).

Efektifitas pijat endorphin juga dibuktikan dari penelitian yang telah

dilakukan oleh Wahyuni, dkk. (2019) di BPM kota Pematangsiantar juga

dijelaskan bahwasannya dari 20 responden yang diberikan terapi pijat

endorphin dengan uji analisis Mann-Whitney didapat hasil 3,35 (95% CI=

2,15-4,55) p < 0,001 artinya ada perbedaan yang bermakna skor nyeri

persalinan sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat endorphin, hal ini

dikarenakan pijat endorphin mampu membuat responden nyaman dan tenang

(Wahyuni, dkk., 2019).

2.7 Efektifitas Auditori Murottal Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan

Murottal Al-Quran merupakan audioanalgesia yang dapat diberikan

kepada ibu bersalin (Alyensi & Arifin, 2017). Efektifitas terapi murottal Al-

Quran terhadap nyeri persalinan terjadi karena terapi murottal Al-Quran

mampu menenangkan pendengarnya dan melepaskan endorphin dalam tubuh

(Hasnah, dkk., 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
57

Handayani, dkk. (2014) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerjo

dari 42 ibu bersalin yang diberikan terapi murottal selama 15 menit dengan

menggunakan uji analisis Paired T-Test menunjukkan bahwasannya ada

perbedaan rerata penurunan intensitas nyeri persalinan kala I sebelum dan

sesudash dilakukan terapi murottal dengan p value<α (0,000<0,05),

dikarenakan setelah responden diberikan terapi murottal, responden

mengalami beberapa perubahan fisiologis yang menunjukkan tingkat

ketegangan urat syaraf (relaksasi pada ketegangan syaraf). Ketegangan urat

syaraf berpotensi mengurangi daya tahan tubuh yang disebabkan

terganggunya keseimbangan fungsi organ dalam tubuh untuk melawan sakit

atau membantu proses penyembuhan (Handayani, dkk., 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alyensi & Arifin (2017) di

BPM Ernita juga menjelaskan dari 20 responden yang diberikan terapi

murottal selama 30 menit menggunakan uji analisis T-test dependent dengan

derajat kepercayaan 95% (α=5%) didapatkan bahwasannya ada perbedaan

intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif sebelum dan sesudah diberikan

terapi murottal dengan rata-rata penurunan nyeri sebesar 1,95 (p

value=0,000), hal ini dikarenakan terapi murottal Al-Quran memberikan

kenyamanan dan menurunkan kecemasan ibu, sehingga dapat menurunkan

nyeri yang dirasakan ibu, selain itu juga memberikan efek positif terhadap

tanda – tanda vital ibu serta janin sehingga persalinan dapat berjalan dengan

lancar (Alyensi & Arifin, 2017).

Efektifitas terapi murottal Al-Quran terhadap nyeri persalinan juga

telah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Wahida, dkk. (2015)
58

dari 30 responden yang diberikan terapi murottal Al-Quran selama 25 menit

dengan uji analisis paired t-test didapatkan hasil terdapat perbedaan yang

signifikan (p<0,001) rerata intensitas nyeri persalinan sebelum dilakukan

terapi murottal (6,80±1,52) dan pengamatan sesudah diberikan terapi murottal

(3,37±1,79) (Wahida, dkk., 2015).

2.8 Efektifitas Kombinasi Pijat Endorphin dengan Auditori Murottal

Pijat endorphin Auditori murottal

Sentuhan halus pada Getaran suara sampai ke otak


permukaan kulit merangsang
thalamus mensekresi hormon
endorphin Memberikan pesan positif, hati tentram
dan tenang

Pengeluaran hormon endorphin

Pintu gerbang hantaran nyeri di medulla spinalis tertutup

Mempengaruhi sistem syaraf simpatis dan memacu sistem syaraf parasimpatis

Keseimbangan sistem syaraf simpatis dan parasimpatis

Penurunan ketegangan otot, penurunan kecemasan, dan penurunan nyeri

Bagan 2.1 Efektifitas Kombinasi Pijat Endorphin dengan Auditori Murottal


Terhadap Inensitas Nyeri Persalinan Kala I (Wahyuni, dkk., 2019)
(Febriani, 2019) (Rochmawati, 2018).
2.9 Tabulasi Sitasi Efektifitas Kombinasi Pijat Endorphin dengan Auditori Murottal Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I

Tabel 2.2 Tabulasi Sitasi Efektivitas Kombinasi Pijat Endorphin dengan Auditori Murottal Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I
Desain Penelitian
No. Penulis Analisa Data Variabel dan Alat Ukur Hasil Kesimpulan
dan Sampel
1 Rr. Catur Lenny 1) Desain Uji rank spearman 1) Variabel 1) Sebelum dilakukan Terapi endorphin
W dan penelitian yang independen: endorphin massage massage mampu
Machfudloh digunakan Endorphin massage terdapat 6 orang menurunkan
yaitu quasi 2) Variabel dependen: (30%) merasa sangat intensitas nyeri kala
eksperimentald Intensitas nyeri kala nyeri, 13 orang I fase aktif
engan I fase aktif (65%) nyeri berat, persalinan
rancangan 3) Skala nyeri (VAS) dan 1 orang (5%)
penelitian nyeri sedang.
posttest only 2) Setelah dilakukan
control group. endorphin massage
2) N = 20 ibu terjadi penurunan
bersalin kala 1 intensitas nyeri berat
di BPM sebanyak 6 orang
Wilayah (30%) dan nyeri
Puskesmas sedang sebanyak 14
Demak. orang (70%).
3) Setelah dilakukan
endorphin massage
ibu bersalin yang
mengalami
penurunan nyeri
menjadi nyeri
sedang sebanyak 14
orang (70%), 3
orang (15%)
mengalami
60

penurunan dari skala


sangat nyeri ke nyeri
berat, serta terdapat
3 orang (15%) yang
tidak mengalami
penurunan nyeri
4) Ada pengaruh
pemberian
endorphin massage
terhadap intensitas
nyeri kala I fase aktif
persalinan dengan
p=0,004.
2 Mariza Mustika 1) Desain 1) Uji Wilcoxon 3) Pijat endorphin 1) Karakteristik Pijat endorphin
Dewi, Tuti penelitian yang 2) Uji Mann- 4) Kompres dingin responden, 5 lebih efektif
Sukini, Nurul digunakan Whitney untuk 5) Intensitas nyeri ibu (16,6%) ibu beresiko daripada kompres
Aziza Ath quasi menguji bersalin kala I tinggi dalam dingin untuk
Thaariq, dan eksperimental komparatif dari 6) Alat ukur yang kehamilannya, 7 menangani nyeri
Niken Wahyu dengan non- dua kelompok. digunakan skala (23,3%) ibu persalinan kala I.
Hidayati equivalent nyeri (VAS) primipara, sebagaian
kontrol grup besar responden
dan pra – post multipara, 23
test desain. (76,6%) ibu bekerja
2) N = 30 ibu di luar rumah, secara
bersalin kala I umum, responden
di Puskesmas berpendidikan SMA.
Candimulyo 2) Terdapat penurunan
nyeri sebelum
dilakukan intervensi
pijat endorphin atau
61

kompres dingin
dengan sesudah
dilakukan intervensi
3) Pijat endorphin lebih
efektif daripada
kompres es dalam
penanganan nyeri
persalinan kala I
dengan hasil nilai
pijat endorphin
18,50 dan kompres
dingin 12,50.
3 Fatriyani 1) Desain Uji T-test dependen 1) Terapi murottal 1) Rata – rata nyeri Ada perbedaan
Alyensi dan penelitian yang 2) Intensitas nyeri sebelum dilakukan intensitas nyeri
Hafsah Arifin digunakan persalinan kala I fase intervensi 6,75 dan persalinan kala I
yaitu quasi aktif rata – rata nyeri fase aktif sebelum
eksperimental 3) Alat ukur yang sesudah intervensi dan sesudah
dengan pre- digunakan Verbal 4,80. diberikan terapi
post test group Description Scale 2) Rata – rata murottal quran di
desain. (VDS), Comparative penurunan nyeri BPM Ernita (p
2) N = 20 ibu Pain Scale, Wong sebelum dan sesudah value=0,000) .
bersalin kala I Baker Pain Ratting dilakukan terapi
fase aktif Scale. murottal quran
dengan teknik sebesar 1,95.
purposive
samplimg.
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HEPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Etiologi Nyeri Persalinan Kala I (Maryunai, 2010)


1) Dilatasi serviks.
2) Peregangan segmen bawah uterus.
3) Tekanan pada struktur yang berdekatan.
4) Hipoksia pada sel-sel otot uterus.
5) Area nyeri meliputi dinding abdomen bawah dan
area-arean bagian lumbal baeah dan sakurm.

Penatalaksanaan Nyei
Nyeri Persalinan Kala I Persalinan (Maryunani,
2010).
1) Farmakologi
2) Non Farmakologi
Intensitas nyeri persalinan (Solehati et al., 2018)
a) Massage
(a) Pijat
Pengukuran intensitas nyeri (Patricia A & Endorphin
Anne G, 2010); Numeric Ratting Scale
(NRS). (b) Pijat punggung
(c) Efflurage
massage
(d) Counterpressur
Gambar 3.1 Numereic Ratting Scale (NRS) e
(e) Hokupointice
massage
b) Musik
Interprestasi hasil pengukuran
(a) Murottal
intensitas nyeri persalinan (Patricia
Al-Quran
A & Anne G, 2010).
Skala nyeri (b) Musik klasik
1 : Tidak nyeri (c) Musik
1 – 3 : Nyeri ringan instrumentalia
4 – 6 : Nyeri sedang c) Aromaterapi
7 – 10 : Nyeri berat d) Kompres hangat
e) Latihan nafas
f) Latihan birthball
Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep: Efektifitas kombinasi pijat endorphin dengan auditori
murottal terhadap intensitas nyeri persalinan kala I di BPM Ny. Nur
Laila Hayati, S.KM,M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi
Kabupaten Banyuwangi tahun 2019.
63

Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti).

Kerangka konsep akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

penemuan dengan teori (Nursalam, 2016).

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesa adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah

dirumuskan dalam perencanaan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan

menurut Nursalam (2016) hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan

masalah atau pertanyaan peneliti.

Adapun hipotesa penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang

signifikan kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal terhadap nyeri

persalinan kala I di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik

Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2020.


64

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Rangcangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam

penelitian, yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Rangcangan penelitian merupakan

hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan

dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2016).

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pra-eksperimental.

Sedangkan rancangan penelitiannya adalah one group pre-post test design.

Dalam rangcangan ini, kelompok subjek diobsevasi sebelum dilakukan

intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Suatu kelompok

sebelum dikenai perlakuan tertentu diberi pre-test, kemudian setelah

perlakuan dilakukan pengukuran lagi untuk mengetahui akibat dari perlakuan

(post-test). Pengujian sebab akibat dilakukan dengan cara membandingkan

hasil pra-tes dengan pasca-tes (Nursalam, 2016).

Pre test (O) dilakukan untuk mengetahui tingkat nyeri bersalin kala I

sebelum dilakukan kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal. Post

test (O1) dilakukan untuk mengetahui tingkat nyeri berslin kala I setelah

dilakukan kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal. Rancangan

penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.1 Pola Penelitian One Group Pra-Post Test Design (Nursalam, 2016).

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes

K O I O1
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
65

Keterangan :

K : Subjek (ibu bersalin kala I)

O : Pre-test (pengukuran awal tingkat nyeri bersalin kala I pada kelompok

perlakuan)

I : Intervensi (kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal)

O1 : Post test (pengukuran akhir tingkat nyeri bersalin kala I pada kelompok

perlakuan).

4.2 Populasi, Sampel dan Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi

dalam penelitian ini adalah ibu bersalin kala I di BPM Ny. Nur Laila Hayati,

S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi pada minggu ke empat

februari sampai akhir maret tahun 2020.

4.2.2 Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2016). Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin kala I di BPM

Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi

Kabupaten Banyuwangi pada minggu ke empat februari sampai akhir maret

tahun 2020. Besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

N
𝑛=
1 + N(𝑑)2
66

Keterangan:

n : Besar sampel

N : Besar populasi

d : Tingkat signifikasi (tingkat kesalahan yang dipilih, d = 0,1)

4.2.2.1 Kreteria inklusi

Kreteria inklusi adalah karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan

diteliti (Nursalam, 2016). Pada penelitian ini kreteria inklusinya

adalah:

1) Ibu bersalin kala I di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S,KM, M.PH

Desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwngi pada

minggu ke empat bulan fekbuari sampai akhir maret tahun

2020.

2) Ibu bersalin yang tidak mengalami penyulit.

3) Ibu bersalin yang beragama islam.

4) Ibu bersalin yang didampingi oleh suami atau keluarga.

4.2.2.2 Kreteria eksklusi

Kreteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab

(Nursalam, 2016). Pada penelitian ini kreteria eksklusinya adalah:

1) Ibu bersalin datang dengan pembukaan lengkap.

2) Pasien yang menolak berpartisipasi.


67

4.2.3 Sampling

Nursalam (2016) mengatakan sampling adalah proses menyeleksi

porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling

merupakan cara – cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar

memperoleh sampel yang benar – benar sesuai dengan keseluruhan subjek

penelitia. Cara pengambilan sampel dapat dibagi menjadi 2 yaitu probability

sampling dan nonprobability sampling.

4.2.3.1 Probability sampling

1) Simple random sampling

2) Stratified random sampling

3) Cluster sampling

4) Systematic sampling

4.2.3.2 Nonprobability sampling

1) Purposive sampling

2) Consecutive sampling

3) Convinience sampling

4) Quota sampling (judgement sampling)

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah dengan cara

teknik purposive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan

cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,

2016).
68

Dalam pengambilan sampel terdapat kreteria yaitu kreteria inklusi

dan eksklusi dimana keteria tersebut menetukan dapat tidaknya sampel

digunakan (Alimul, 2011).

4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah – langkah dalam

aktivitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan dari

awal sampai akhir) (Nursalam, 2016).

Populasi
Ibu bersalin kala I di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik
Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2020.

Purposive sampling

Sample
Sebagian ibu bersalin kala I di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa
Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2020.

Desain penelitian
One-group pra-post test design

Informed consent

Pengumpulan data
Instrumen nyeri

Analisa data:
Uji wiloxon

Hasil Penelitian

Pelaporan hasil penelitian

Bagan 4.1 Kerangka kerja: Efektifitas kombinasi pijat endorphin dengan auditori
murottal terhadap intensitas nyeri persalinan kala I di BPM Ny. Nur Laila
Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten
Banyuwangi tahun 2020.
69

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain - lain) (Nursalam, 2016).

Varabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

4.4.1 Variabel independen (bebas)

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi atau nilainya menentukan lainnya (Nursalam, 2016).

Variabel independen merupakan stimulus atau intervensi keperawatan

yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien.

Varibel independen (bebas) pada penelitian ini yaitu kombinasi pijat

endorphin dengan auditori murottal.

4.4.2 Variabel dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel

dependen (terikat) adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas.

Variabel dependen (terikat) pada penelitian ini adalah intensitas nyeri

persalinan kala I.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari suatu yang didefinisikan. Karakteristik yang diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara


70

cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulang lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2016).

Tabel 4.2 Definisi Operasional: Efektifitas Kombinasi Pijat Endorphin dengan


Auditori Murottal Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I di BPM
Ny. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.
Variabel Definisi Indikator Penelitian Alat Ukur Skala Skor
Operasional
Variabel Kombinasi 1) Menjelaskan Lembar - -
Independen: pijat tindakan yang prosefur
Kombinasi endorphin akan dilakukan. (SOP
pijat dengan 2) Menjelaskan kombinasi
endorphin auditori tujuan tindakan pijat
dengan murottal yang akan endorphin
auditori adalah suatu dilakukan. dengan
murottal. terapi 3) Menjelaskan auditori
penanganan dan murottal)
nyeri yang mengajarkan
menggabungk kepada
an antara SOP pendamping ibu
pijat bersalin
endorphin mengenai cara
dengan SOP pijat endorphin
auditori 4) Mempersiapkan
murottal. alat
5) Mulai lakukan
terapi
kombinasi pijat
endorphin
dengan auditori
murotttal
dengan langkah
sebagai berikut:
- Dekatkan alat
- Jaga privasi,
atur
percahayaan
dan ventilasi
- Cuci tangan
- Kaji intensitas
nyeri yang
dirasakan
pasien
sebelum
tindakan
kombinasi
pijat
endorphin
dengan
71

auditori
murottal
dilakukan.
- Posisikan
pasien.
- Anjurkan
pasien untuk
melakukan
nafas dalam
dan tetap
rileks
- Pasang
headset pada
telinga kanan
dan kiri pasien
klien
- Pastikan
headset sudah
tersambung
pada
handphone
- Putar murottal
Al-Quran (Ar-
Rahman)
- Anjurkan
pendamping
ibu bersalin
untuk
melakukan
usapan lembut
dengan ujung
– ujung jari
dibagian
lengan kanan
pasien.
setelah 5
menit minta
pendaming ibu
bersalin untuk
melakukan
usapan lembut
di lengan yang
sebelah kiri.
- Anjurkan ibu
bersalin untuk
berbaring
miring atau
duduk.
- Minta
pendamping
ibu bersalin
untuk
72

melakukan
usapan lembut
dengan ujung
– ujung jari
dimulai dari
leher
membentuk
huruf V
terbalik, ke
arah luar
menuju sisi
tulang rusuk
hingga tubuh
bagian bawah
belakang
pasien selama
5 menit
- Matikan
murottal Al-
Quran
- Lepas headset
- Rapikan alat
- Ukur
intensitas
nyeri yang
dirasakan
pasien setelah
dilakukan
kombinasi
pijat
endorphin
dengan
auditori
murottal.
- Lakukan
evaluasi dan
dokumentasi.
Variabel Nyeri Tingkat nyeri Lembar Ordinal 0:
Dependen: persalinan responden sebelum observasi, Tidak
Nyeri kala I adalah dan sesudah skala nyeri
persalinan suatu pemberian nyeri
kala I ketidaknyama kombinasi pijat 1 – 3:
nan atau rasa endorphin dengan Nyeri
sakit yang auditori murottal ringan
dirasakan ibu dengan Numeric
bersalin pada Ratting Scale. 4 – 6:
saat kala I. 1) Tidak nyeri Nyeri
2) Nyeri ringan sedang
3) Nyeri sedang
4) Nyeri berat 7 - 10:
Nyeri
berat
73

4.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2016).

4.6.1 Instrumen

Instrumen penelitianya yaitu alat yang digunakan dalam

pengumpulan data sesuai dengan macam dan tujuan penelitian (Nursalam,

2016). Instrument yang digunakan adalah SOP kombinasi pijat endorphin

dengan auditori murottal dan skala nyeri.

4.6.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.

4.6.2.1 Lokasi atau tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di BPM Ny. Nur Laila Hayati,

S.KM, M.PH Desa Gitik Kec. Rogojampi Kab. Banyuwangi.

Pemilihan tempat didasarkan pada alasan bahwa di BPM Ny. Nur

Laila Hayati, S.KM, M.PH merupakan BPM yang banyak terdapat

populasi yang diteliti yaitu ibu bersalin kala 1. Sampai saat ini

belum ada yang melakukan penelitian terkait efektifitas kombinasi

pijat endorphin dengan auditori murottal terhadap tingkat nyeri

persalinan kala 1 pada ibu bersalin ditempat tersebut.

4.6.2.2 Waktu penelitian

Studi penelitian ini di BPM Ny. Nur Laila Hayati, S.KM,

M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi

berlangsung pada minggu ke empat bulan februari sampai akhir


74

bulan maret 2020. Selanjutnya pengolahan data pada bulan April

2020.

4.6.3 Prosedur

4.6.2.1 Prosedur administrasi

Pertama peneliti mengajukan judul ke PPPM dan diberi

surat untuk melakukan studi awal, kemudian peneliti menyerahkan

surat studi pendahuluan kepada ibu Nur Laila Hayati, S.KM,

M.PH selaku pemilik BPM, serta menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian.

4.6.2.2 Prosedur teknis

Meminta izin kepada ibu. Nur Laila Hayati, S.KM, M.PH.

Teknik pengumpulan data yaitu dengan purposive sampling yaitu

dengan teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel

diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

(Nursalam, 2016). Sebelum mengambil data penelitian, peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden.

Kemudian peneliti mengkaji skala nyeri yang dirasakan responden.

Dikarenakan pijat endorphin ini dilakukan oleh suami dari

responden maka peneliti menjelaskan terlebih dahulu SOP pijat

endorphin kepada suami atau keluarga responden. Setelah

responden dan suami mengerti apa yang dijelaskan, tindakan pijat

endorphin dapat dilakukan, kemudian dilakukan pengkajian ulang

skala nyeri yang dirasakan responden. setelah data diperoleh

kemudian dilakukan pengolahan data dan analisa data. Langkah


75

yang terahir yang dilakukan peneliti yaitu menyimpulkan hasil

penelitian dan mempublikasikan hasil penelitiannya.

4.6.4 Cara Analisa Data

Dalam tahap ini data diolah dan dianalisis dengan tehnik – tehnik

tertentu. Data kualitatif diolah menggunakan teknik analisis kualitatif,

sedangkan data kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif.

Untuk pengolahan data kuantitatif dapat dilakukan dengan tangan atau

melalui proses komputerisasi. Dalam pengolahan ini mencakup tabulasi

data dan perhitungan – perhitungan statistik, bila diperlukan uji statistik

(Notoatmodjo, 2010).

4.6.4.1 Analisa deskriptif

Data yang telah terkumpul kemudian diolah melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

1) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data

terkumpul (Notoatmodjo, 2010).

2) Coding

Coding adalah pemberian kode pada data dimaksudkan

untuk menterjemahkan data ke dalam kode-kode yang biasanya

dalam bentuk angka (Notoatmodjo, 2010). Setelah semua data

disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni


76

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan.

Coding nyeri persalinan

Tidak ada : 0

Ringan :1

Sedang :2

Berat :3

3) Scoring

Scoring adalah Skor / nilai untuk tiap item pertanyaan

untuk menentukan nilai tertinggi dan terendah (Setiadi, 2007).

Pada tahap scoring peneliti memberi nilai pada setiap data

sesuai dengan skor yang telah ditentukan berdasarkan hasil

pengukuran skala nyeri ibu bersalian kala I.

Scoring Tingkat Nyeri

Tidak ada :0

Nyeri ringan : 1-3

Nyeri sedang : 4-6

Nyeri berat : 7-10

4) Tabulating

Tabulasi merupakan penyajian data dalam bentuk tabel

yang terdiri dari beberapa baris dan beberapa kolom. Tabel

dapat digunakan untuk memaparkan sekaligus beberapa variabel

hasil observasi, survei atau penelitian hingga data mudah dibaca

dan dimengerti (Notoatmodjo, 2010).


77

Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis

diskriptif “Mean” untuk mengetahui rata – rata intensitas nyeri

persalinan kala I yang dialami ibu bersalin di BPM Ny. Nur

Laila Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi

Kabupaten Banyuwangi. Dalam hal ini peniliti juga

menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistic Programme for

Social Scient) for windows untuk pengolahan data.

4.6.4.2 Analisa statistik

Dalam tahap ini data dianalisis dengan tekhnik-tekhnik

tertentu. Data kualitatif diolah menggunakan teknik analisis

kualitatif, sedangkan data kuantitatif dengan menggunakan teknik

analisis kuantitatif. Untuk pengolahan data kuantitatif dapat

digunakan dengan tangan atau melalui proses komputerisasi.

Dalam pengolahan ini mencakup tabulasi data dan perhitungan-

perhitungan statistik, bila diperlukan uji statistik (Notoadmodjo,

2010).

Dari data yang telah terkumpul dilakukan analisis atas

efektifitas kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal

terhadap intensitas nyeri persalinan kala 1 di BPM Ny. Nur Laila

Hayati, S.KM, M.PH Desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten

Banyuwangi menggunakan uji komparasif wilcoxon match pairs

test dengan α 0,1 (10%). Alasan peneliti memakai uji komparasif

wilcoxon match pairs test karena skala data dari variabel

merupakan skala data ordinal. Ho dapat diterima atau ditolak


78

diketahui dengan cara membandingkan nilai statistik, jika harga ρ

(rho) obervasi < harga krisis ρ (rho) pada taraf signifikan 0,1, maka

Ho ditolak dan Ha diterima.

Rumus:

T − µT
𝑍=
AT

Keterangan:

T = Jumlah peringkat terkecil

µT = n (n+1) / 4

AT = √ n (n+1) (2n+1) / 24

dengan menetapkan derajat kesalahan 10% (0,1)

Rumus diatas digunakan untuk sampel besar (n ≥ 25). Sedangkan

jika untuk sampel kecil (n ≤ 25) maka dengan cara membandingkan

perolehan perhitungan jumlah peringkat (jenjang yang terkecil)

dengan harga kritis wilcoxon.

Tabel 4.3 Uji Wilcoxon Match Pairs Test.


Tingkat Tingkat
Nyeri Nyeri
No Tanda Tanda
Sebelum Sesudah B Peringkat
Resp. + -
Perlakuan Perlakuan
(T0) (T1)
1
2
3
4
5
Dst.
Jml.
Peniliti dalam mengolah data menggunakan perangkat

lunak SPSS (Statistic Programme for Social Scient) for windows,

dengaan kaidah pengujian sebagai berikut :


79

Ho ditolak : bila nilai ρ < 0,1 artinya ada pengaruh

kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal terhadap

intensitas nyeri persalinan kala 1 di BPM Ny. Nur Laila Hayati,

S.KM, M.PH Desa Gitik Kec. Rogojampi Kab. Banyuwangi tahun

2020.

Ha ditolak : bila nilai ρ > 0,1 artinya tidak ada pengaruh

kombinasi pijat endorphin dengan auditori murottal terhadap

intensitas nyeri persalinan kala 1 di BPM Ny. Nur Laila Hayati,

S.KM, M.PH Desa Gitik Kec. Rogojampi Kab. Banyuwangi tahun

2020.

4.7 Masalah Etika

Responden yang memiliki syarat akan dilindungi hak-hak nya untuk

menjamin kerahasiannya. Sebelum proses penelitian dilakukan, responden

terlebih dahulu diberikan penjelasan manfaat dan tujuan penelitian. Setelah

setuju, dipersilahkan menandatangani surat persetujuan untuk menjadi

responden. Masalah etika yang harus dijadikan perhatian.

4.7.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan )

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tantang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak bebas untuk

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent

juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan

dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2016).


80

4.7.2 Anonimity ( Tanpa Nama )

Subyek tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data cukup menulis nomor atau kode saja untuk

menjamin kerahasiaan identitasnya. Apabila sifat peneliti memang

menuntut untuk mengetahui identitas subjek, ia harus memperoleh

persetujuan terlebih dahulu serta mengambil langkah-langkah dalam

menjaga kerahasiaan dan melindungi jawaban tersebut (Wasis, 2008).

4.7.3 Confidentiality (Kerahasiaan )

Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari subjek akan dijamin

kerahasian nya oleh peneliti. Pengujian data dari hasil penelitian hanya

akan ditampilkan di akademik.


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. H. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.

Jakarta: Salemba Medika.

Alyensi, F., & Arifin, H. (2017). PENGARUH TERAPI MUROTTAL QUR’AN

TERHADAP INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF DI

BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) ERNITA KOTA PEKANBARU TAHUN

2017. 1(1), 31–39. Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi_4reTp_3lAhUSxTgGHVMSAC0QFjACeg

QIBBAC&url=http%3A%2F%2Fejournal.poltekkes-

smg.ac.id%2Fojs%2Findex.php%2Fjurkeb%2Farticle%2Fdownload%2F372

9%2F911&usg=AOvVaw3YTCJVEYU

Andamoyo, S. (2013). Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media.

Anita, W. (2017). TECHNIQUES OF PAIN REDUCTION IN THE NORMAL

LABOR PROCESS : SYSTEMATIC REVIEW. 2(October), 362–375.

Retrieved from http://doi.org/10.22216/jen.v2i3.2357

Aprilia, Y. (2010). Hipnosentri: Rileks, Nyaman, Dan Aman Saat Melahirkan.

Jakarta: Gagas Media.

Aprilia, Y. (2011). Gentle Birth: Melahirkan Nyaman Tanpa Rasa Nyeri. Jakarta:

PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Aprilia, Y. (2019). GENTLE BIRTH Cara Lembut dan Nyaman Sambut Buah
Hati. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Aspiani, R. Y. (2017). Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA, NIC

dan NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.

https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Butterworth, J., Morgan, & Mikhail. (2013). Clinical Anesthesiology 5th edition.

United States: McGraw-Hill Education.

Chauhan, K., Rani, S., & Bansal, P. (2016). Effectiveness of Olive Oil Back

Massage on Reduction of Labor Pain during First Stage of Labor. Int. J. Nurs

Midwif., 3(February 2017), 2–3. Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiPs4-

Qmv3lAhWryzgGHZtgBUcQFjACegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Frepos

itory-

tnmgrmu.ac.in%2F4712%2F1%2F3003065mekalam.pdf&usg=AOvVaw38w

DalngY_nGYOtZoWa7DG

Dewi, M. M., Sukini, T., Ath Thaariq, N. A., & Hidayati, N. W. (2018).

Effectiveness Of Endorphins Massage And Ice Packs To Relieve The First

Stage Of Labor Pain Among The Pregnant Women in Candimulyo Health

Center, Indonesia. Proceeding 2 Nd International Conference on Applied

Science and Health, 03, 109–114. Retrieved from

https://publications.inschool.id/index.php/icash/article/view/133

Diana, U. (2016). GAMBARAN PEMBERIAN AUDITORY MUROTTAL

TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI IBU INPARTU KALA I FASE


AKTIF DI RUMAH BERSALIN MATTIRO BAJI KABUPATEN GOWA

SULAWESI SELATAN TAHUN 2016 (FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR). Retrieved from http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4130/

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi. (2017). Profil Kesehatan Banyuwangi.

Profil Kesehatan Banyuwangi, 7.

Faujiah, I. N., Herliani, Y., & Diana, H. (2018). Pengaruh Kombinasi Teknik

Kneading dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase

Aktif Persalinan Primigravida Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rajapolah

Tahun 2018. Midwife Journal, 4(02), 1–10.

Febriani, T. (2019). ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA

PASIEN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) DENGAN

INTERVENSI INOVASI THAI MASSAGE KOMBINASI TERAPI

MUROTTAL AL-QUR’AN SURAH AR-RAHMAN TERHADAP

PENURUNAN SKALA NYERI DADA DI RUANG INTENSIVE

CARDIAC CARE UNIT (ICCU) RSUD A (Vol. 53).

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Handayani, R., Fajar, S. D., Asih, D. R. T., & Rohmah, D. N. (2014). Pengaruh

terapi Murotal Al-Quran untuk penurunan nyeri persalinan dan kecemasan

pad ibu bersalin kala I fase aktif. Jurnal Ilmiah Kebidanan, 5(2), 1–15.

Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwific-

m1IDmAhVtzzgGHailCDgQFjABegQIBhAC&url=http%3A%2F%2Fwww.
ojs.akbidylpp.ac.id%2Findex.php%2FPrada%2Farticle%2FviewFile%2F98

%2F88&usg=AOvVaw35rqRa21ohpsWMqaLCKKJH

Hasnah, H., Kb, M. A. R., & Muaningsih, M. (2018). Literatur Review: Tinjauan

Tentang Efektifitas Terapi Non Farmakologi Terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Persalinan Kala I. Journal of Islamic Nursing, 3(2), 45.

https://doi.org/10.24252/join.v3i2.6854

Hindriati, T., Novilda, A., Bidan, M., & Rafida, N. (2019). Pengaruh Effleurage

Massage terhadap Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif di Praktik Mandiri

Bidan Nuriman Rafida dan Praktik Mandiri Bidan Latifah Kota Jambi Tahun

2019. 19(3), 590–601. https://doi.org/10.33087/jiubj.v19i3.764

Indah, Firdaus, & Nadyah. (2019). manajemen asuhan kebidanan internatal pada

ny “N” dengan usia kehamilan pretern di RSUD syekh yusuf gowa. Jurnal

Widwifery, 1(1), 1–14. Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&v

ed=2ahUKEwjaiKmr3uTlAhWVbisKHcCECBAQFjAAegQIAxAC&url=htt

p%3A%2F%2Fjournal.uin-

alauddin.ac.id%2Findex.php%2Fjmidwifery%2Farticle%2Fdownload%2F75

31%2F6131&usg=AOvVaw1tG99NzuwXQLoqYQcdeN-w

Irawati, A. (2018). PENGARUH ENDORPHIN MASSASE TERHADAP RASA

NYAMAN SELAMA PROSES PERSALINAN DI PUSKESMAS MAHALONA

KABUPATEN LUWU TIMUR. 53(9), 1–7.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Kartikasari, R. I., & Nuryanti, A. (2016). Pengaruh Endorphin Massage Terhadap

Penurunan Intensitas Nyeri Punggung Ibu Hamil. Prosiding Seminar


Nasional - Universitas Muhammadiyah Semarang, (1), 297–304. Retrieved

from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjl-

5TAr4DmAhXLzjgGHXc1DWUQFjAGegQIBxAB&url=https%3A%2F%2

Fdocplayer.info%2F46359320-Pengaruh-endorphin-massage-terhadap-

penurunan-intensitas-nyeri-punggung-ibu-hamil.

Kemenkes. (2018). Basic Health Research Survey 2018.

Kumar, K. H., & Elavarasi, P. (2016). Definition of pain and classification of pain

disorders. Journal of Advanced Clinical & Research Insights, 3(June), 87–

90. https://doi.org/10.15713/ins.jcri.112

Kurniawati, A., Dasuki, D., & Kartini, F. (2017). Efektivitas Latihan Birth Ball

Terhadap Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Primigravida.

Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 5(1), 1.

https://doi.org/10.21927/jnki.2017.5(1).1-10

Kuswandi. (2011). Asuhan Kebidanan: Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta: EGC.

Mangku, G., & Senapathi. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi.

Jakarta Barat: Indeks.

Manuaba. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. (2010). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi

Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

Maryunani, A. (2010). Nyeri Dalam Persalinan Teknik dan Cara Penanganan.

Jakarta: CV. Trans Info Media.


Muhammad, S. (2012). Agama Sebagai Terapi Telaah Menuju Kedokteran

Holistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad, W. Y., Winariani, & Hariadi, S. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Mulyani, A. (2018). Pengaruh Aplikasi Kontraksi Nyaman Terhadap Perubahan

Intensitas Nyeri Pada Persalinan Kala 1 Fase Aktif Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya Tahun 2017. Jurnal Kesehatan

Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan

Farmasi, 17(2), 202. https://doi.org/10.36465/jkbth.v17i2.223

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis

Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing: Fundamental

Keperawatan (7th ed.). Jakarta: EGC.

Prasetyo. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Prawirohardjo, S. (2010a). Buku Acuan NAsional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sawono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. (2010b). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Purwati, E., & Khayati, N. (2019). Terapi Murottal Al-Qur’an Menurunkan

Intensitas Nyeri Post.

Reeder, S. ., Martin, L. ., & Griffin, D. . (2011). Keperawatan Maternitas:

Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga Edisi 18 (18th ed.). Jakarta: EGC.
Rilla, E. V., Ropii, H., & Sriati, A. (2014). Terapi Murottal Efektif Menurunkan

Tingkat Nyeri Dibanding Terapi Musik pada Pasien Pascabedah. Jurnal

Keperawatan Indonesia, 17(2), 74–80. https://doi.org/10.7454/jki.v17i2.444

Rochmawati, N. P. (2018). Pengaruh Murottal Qur’an Terhadap Nyeri Post

Operasi (Di Paviliun Asoka RSUD Kab. Jombang) (Vol. 105).

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Rohani, A. (2013). Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Rohani, A., & Ahmad, A. (2011). Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta:

Salemba Medika.

Rukiyah, A. Y., Yulianti, L., Maemunah, & Susilawati, L. (2019). Asuhan

Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Ryantama, A. A. W. (2017). Respon tubuh terhadap nyeri. Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjfs4K7pYLmAhVqzjgGHfWQDKoQFjAEe

gQIAhAC&url=https%3A%2F%2Fsimdos.unud.ac.id%2Fuploads%2Ffile_p

enelitian_1_dir%2F2c9675bbd8553e586250c0dd16cbfcd9.pdf&usg=AOvVa

w339fYbS

Solehati, T., Kosasih, C. E., Jayanti, T. N., Ardiyanti, A., Sari, R. I., Siska, G. A.,

& Utari, A. D. (2018). Terapi Nonfarmakologi Nyeri

Padapersalinan:Systematic Review. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,

3(1). https://doi.org/10.30651/jkm.v3i1.1568

Sondaks, J. J. . (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.

Jakarta: Erlangga.

Sumarah. (2009). Perawatan Ibu Bersalin: Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta: Fitramaya.

Sumarah, & Dkk. (2011). Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu

Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya.

Tamsuri. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Tennant, F. (2013). The Physiologic Effects of Pain on the Endocrine System.

Spinger Healthcare, 75–86. Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjJo7alx4LmAhVGyDgGHcNVD8sQFjAAe

gQIAhAB&url=https%3A%2F%2Fwww.ncbi.nlm.nih.gov%2Fpmc%2Fartic

les%2FPMC4107914%2F&usg=AOvVaw077lrDkgtsKyjlmH65O71T

Tjay, T. ., & Rahardja. (2015). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-

Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Trianingsih, I. (2019). PENGARUH MUROTAL AL QUR’AN DAN DZIKIR

TERHADAP INTENSITAS NYERI KALA I PERSALINAN. 15(1), 26–30.

W Leny, R. C., & Machfudloh. (2017). TERAPI ENDORPHIN MASSAGE

UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS NYERI ENDORPHIN MASSAGE

THERAPY TO REDUCE THE INTENSITY OF PAIN DURING THE ACTIVE

PHASE OF LABOR Jurnal SMART Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan ( STIKes ) Karya Husada Semarang Pendahuluan Nyeri p. 4(2),

1–8.

Wahida, Nooryanto, & Andarini, S. (2015). Terapi Murotal Al-Qur ’ an Surat

Arrahman Meningkatkan Kadar β -Endorphin dan Menurunkan Intensitas

Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif Al Qur ’ an Surah Arrahman

Recital Therapy Increase β -Endorphin Levels and Reduce Childbirth Pain


Intensity on A. Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 28 No. 3, 28(3), 213–216.

Retrieved from

https://pdfs.semanticscholar.org/7741/7aca9a5f259ed9146c4d41f2a51e266ed

da3.pdf

Wahyuni, T. S., Purba, J., & Batubara, A. (2019). PERBANDINGAN

EFEKTIVITAS TERAPI PANAS DAN ENDORPHIN MASSAGE

TERHADAP INTENSITAS NYERI KALA I FASE AKTIF PERSALINAN

NORMAL IBU PRIMIPARA. Publikasi Kebidanan, 10(1), 99–110.

Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&c

ad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiNz6P5_oDmAhVj4jgGHcHiCPMQFjABeg

QIBhAC&url=http%3A%2F%2Fojs.akbidylpp.ac.id%2Findex.php%2FPrada

%2Farticle%2Fview%2F498%2F48484899&usg=AOvVaw0WSIO8PvfvfTd

ieXL89yPN

Anda mungkin juga menyukai