Anda di halaman 1dari 42

1

SECTIO CAESAREA BERULANG ATAS INDIKASI SECTIO


CAESAREA SEBELUMNYA
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan
klinik senior di SMF Kebidanan dan Kandungan
RSUD dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH:
1. Joshua Asley [120100146]
2. Laila Pasaribu [120100014]
3. Wahyudhi Simatupang [120100033]

MENTOR
dr. Dahler S.

PEMBIMBING
dr. Muldjadi Affendy, M.Ked (OG), SpOG(K)

Program Pendidikan Profesi Dokter


Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia,
rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih
kepada dokter pembimbing, dr. Muldjadi Affendy, M.Ked (OG), SpOG(K), dan
teman-teman yang telah mendukung dalam penulisan laporan kasus ini.

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian


pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki


kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.

Medan, Agustus 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3

2.1. SECTIO CAESAREA........................................................................................ 3

2.1.1. DEFENISI............................................................................................... 3

2.1.2. ETIOLOGI.............................................................................................. 3

2.1.3. INDIKASI............................................................................................... 4

2.1.4. JENIS-JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA.................................. 11

2.1.5. TEKNIK SECTIO CAESAREA........................................................... 13

2.1.6. PENJAHITAN UTERUS...................................................................... 14

2.1.7. PENJAHITAN ABDOMEN................................................................. 15

2.1.8. PENYULIT PASCA OPERASI............................................................ 15

2.1.9. KOMPLIKASI...................................................................................... 15

2.2. VAGINAL BIRTH AFTER CAESAREAN (VBAC)...................................... 17

2.2.1. DEFENISI............................................................................................. 17

2.2.2. INDIKASI............................................................................................. 17

2.2.3. KONTRAINDIKASI VBAC................................................................ 19

2.2.4. PRASYARAT VBAC............................................................................ 20

2.2.5. FAKTOR YANG BERPENGARUH.................................................... 20

2.2.6. TEKNIK OPERASI SEBELUMNYA.................................................. 20

2.2.7. JUMLAH SECTIO CAESAREAN SEBELUMNYA.......................... 21

2.2.8. PENYEMBUHAN LUKA PADA SC SEBELUMNYA....................... 22


2.2.9. KOMPLIKASI VBAC.......................................................................... 23

2.2.10. MONITORING................................................................................... 24

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................... 26

BAB IV ANALISA KASUS...................................................................................... 35

BAB V KESIMPULAN.............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................40
BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin


dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf
rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Mitayani, 2009).
Seksio sesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang intak
melalui operasi abdomen. Di Negara-negara maju, angka seksio sesarea
meningkat dari 5% pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh “mode” sebagian karena ketakutan timbul perkara jika
tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena perubahan pola
kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak
(Liewellin-jones, Derek. 2001).
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Umumnya section caesarea
akan dilakukan lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti
penggunaan teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat
hambatan pada persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic
disproportion, atau letak lintang.
Berdasarkan Riskesdas (2010), angka kejadian seksio sesarea di Indonesia
dalam lima tahun terakhir adalah 15,3% dari total persalinan. Dari data tersebut,
angka tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau
(24,7%), dan DI Yogyakarta (20,8%).

Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009 menunjukkan


bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 226/100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium
(Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya 102/100.000 kelahiran
tahun 2015.
Hasil data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010, angka ibu
melahirkan dengan sectio caesarea periode lima tahun terakhir di Indonesia
sebesar 15,3% dengan rentang tertinggi 27,2% di DKI Jakarta dan terendah 5,5 %
di Sulawesi Tenggara.
Seksio sesarea dapat dilakukan atas indikasi medis maupun nonmedis.
Indikasi medis yang paling sering adalah indikasi riwayat seksio sesarea
sebelumnya, distosia, gawat janin, dan presentasi bokong (Cunningham, et al.,
2013).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sectio Caesarea
2.1.1 Definisi
Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus (Cunningham, 2015). Sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Sofian, 2011).
2.1.2. Etiologi
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun
dictum “Once a Caesarean always a Caesarean” di Indonesia tidak dianut, tetapi
sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan tren sectio caesarea di
Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea
dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total
persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar
30 – 80% dari total persalinan.
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah
baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik,
kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di
samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan
secara bermakna (Dewi, 2007).
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor
yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat
berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat
membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah:
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)

2.1.3. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
 Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
 Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam
jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
 Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
 Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya
mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency dan elective Caesarean section.
Disebut emergency apabila adanya abnormalitas pada power atau tidak
adekuatnya kontraksi uterus. ‘Passenger’ bila malaposisi ataupun malapresentasi.
Serta ‘ Passage’ bila ukuran panggul sempit atau adanya kelainan anatomi.

2.1.3.1 Indikasi Ibu


a. Panggul Sempit Absolut
Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu atas
panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambatnya pembukaan
serviks (Prawirohardjo, 2009).

b. Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi


Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Tumor
yang dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan kanker rahim.
Adanya tumor bisa juga menyebabkan resiko persalinan pervaginam menjadi
lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan
apakah persalinan dapat berlangsung melalui vagina atau harus dilakukan
tindakan sectio caesarea.

c. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian atas uterus. Sejalan
dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.

d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang
dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau
bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari
wanita tersebut meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan
dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani
histerektomi. (Prawirohardjo, 2009).
Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas sectio
caesarea sebelumnya. (Lydon,2001).Selain itu, ruptur uteri juga dapat disebabkan
trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan. Namun kejadiannya
relatif lebih kecil (Cunningham, 2005).

e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini membuat
kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2009).

f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti pendarahan
maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian janin. Plasenta yang
terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut
solutio plasenta parsialis, dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang
terpisah disebut ruptura sinus marginalis (Impey, 2008).

Gambar 2.1 Abruptio & Plasenta Previa (Sumber: Obgyn.net)

2.1.3.2 Indikasi Janin


a. Kelainan Letak
1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi yang lain.
Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen biasanya melebar dan
fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan
bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
(Cunningham, 2005).

2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi 3 – 4%
dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah malpresentasi yang paling
sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25 – 30%. (Decherney,2007).

3. Presentasi Ganda atau Majemuk


Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan
dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang meningkatkan kejadian presentasi ini
antara lain prematuritas, multiparitas, panggul sempit, kehamilan ganda
(Prawirohardjo, 2009).

b. Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion.
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit atau di
bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan. (Prawirohardjo, 2009).
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu
yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau
kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali
pusar. Sehingga aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi terganggu.
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti kerusakan
otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan kematian janin.
(Oxorn, 2003)

c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan
bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi persalinan
4 kali lebih besar daripada bayi dengan ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
 Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau
ada riwayat diabetes melitus.
 Kenaikan berat badan yang berlebihan oleh sebab lainnya (edema, dll).
 Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik

2.1.3.3 Indikasi Ibu dan Janin


a. Gemelli atau Bayi Kembar
Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua janin
atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2 janin), triplet (3
janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya sesuai dengan
hukum Hellin. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada
kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan kehamilan
ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia pada ibu, durasi kehamilan yang
memendek, abortus atau kematian janin baik salah satu atau keduanya, gawat
janin, dan komplikasi lainnya. Demi mencegah komplikasi – komplikasi tersebut,
perlu penanganan persalinan dengan sectio caesarea untuk menyelamatkan nyawa
ibu dan bayi – bayinya. (Prawirohardjo, 2009).

b. Riwayat Sectio Caesarea


Sebenarnya, persalinan melalui bedah Caesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila
memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan,
seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir tidak mau
membuka, operasi bisa saja dilakukan. Umumnya section caesarea akan dilakukan
lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti penggunaan
teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat hambatan pada
persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic disproportion,
atau letak lintang. Selain itu, berdasarkan penelitian, kasus persalinan secara
section caesarea yang terulang kembali, kemungkinan akan terjadi robekan pada
dinding rahim.
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti :
 Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus panggul
sempit.
 Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.
Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas janin
harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)
telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya operasi elektif.
Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat dipertimbangkan pada atau setelah 39
minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang tercantum pada tabel terpenuhi.
Pada semua kasus lain, maturitas janin harus dibuktikan dengan analisis cairan
amnion sebelum dilakukan sesar ulangan elektif. Cara lain adalah dengan
menunggu awitan persalianan spontan

c.

Preeklampsia dan Eklampsia


Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Bila
tekanan darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut preeklampsia
berat.Sedangkan eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena
kelainan neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala
preeklampsia.

2.1.3.4 Indikasi Sosial


Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2006), permintaan ibu
merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio caesarea yaitu
mencapai 23%. Di samping itu, selain untuk menghindari sakit, alasan untuk
melakukan sectio caesarea adalah untuk menjaga tonus otot vagina, dan bayi
dapat lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan. Walaupun begitu, menurut
FIGO (1999) dalam Mukherjee (2006), pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi
medis tidak dibenarkan secara etik.

2.1.4 Jenis-jenis Operasi Sectio Caesaria


2.1.4.1 Abdomen (Sectio caesaria abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis :
o Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira – kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar
 Sering mengakibatkan ruptur uteri pada persalinan berikutnya.

o Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira – kira 10 cm.
Kelebihan :
 Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
 Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
 Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
 Luka dapat melebar
 Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis :
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

2.1.4.2 Vagina (Sectio caesaria Vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Sayatan memanjang (vertikal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Insisi Klasik
d. Sayatan huruf T terbalik (T-incision).

2.1.5 Teknik
Sectio
Caesarea
2.1.5.1 Insisi
Abdominal
Pada
dasarnya insisi ini adalah insisi garis tengah subumbilikal dan insisi abdominal
bawah transversa.
a. Insisi garis tengah subumbilikal
Insisi ini mudah dan cepat. Akses mudah dengan perdarahan minimal.
Berguna jika akses ke segmen bawah sulit, contohnya jika ada kifosklerosis berat
atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun, bekas luka tidak terlihat, terdapat
banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka jahitan lebih cenderung muncul
dibandingkan dengan insisi transversa. Jika perluasan ke atas menuju abdomen
memungkinkan, insisi pramedian kanan dapat dilakukan.

b. Insisi transversa
Insisi transversa merupakan insisi pilihan saat ini. Secara kosmetik
memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit
ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas pascaoperasi yang lebih baik. Insisi
secara teknis lebih sulit khususnya pada operasi berulang. Insisi ini lebih vaskular
dan memberikan akses yang lebih sedikit. Variasinya meliputi insisi Joel Choen
(tempat abdomen paling atas) dan Misvag Ladach (menekankan pada perjuangan
struktur anatomis).

2.1.5.2 Insisi uterus


Jalan masuk ke dalam uterus dapat melalui insisi garis tengah atau insisi
segeman transversa.
a. Sectio cesaria segmen bawah
Ini adalah pendekatan yang lazim digunakan. Insisi transversa
ditempatkan di segmen bawah uterus gravid di belakang peritoneum
utero-vesikel.
b. Sectio sesaria klasik
Insisi ini ditempatkan secara vertikal di garis tengah uterus. Indikasi
penggunaanya meliputi :
1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
2) Jika akses ke segmen bawah terlarang oleh pelekatan fibroid uterus.
3) Jika janin terimpaksi pada posisi transversa.
4) Pada keadaan segmen bawah vaskular karena plasenta previa anterior.
5) Jika ada karsinoma serviks
6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.

2.5.1.3 Insisi Kroning-Gellhom-Beck


Insisi ini adalah garis tengah pada segemen bawah, yang digunakan pada
pelahiran prematur apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam
keadaan terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas yang dilakukan
untuk memberi lebih banyak akses. Insisi ini menyebabkan lebih sedikit
komplikasi sectio caeseria klasik. Insisi ini tidak menutup kemungkianan
pelahiran pervaginam. Keadaan Lain
Insisi T terbalik atau insisi J suatu saat diperlukan jika ditemukan akses
tidak adekuat tanpa memperhatikan insisi segmen bawah. Insisi tersebut lebih baik
dihindari. Seperti halnya pada seksio sesaria klasik, kehamilan selanjutnya akan
memerlukan seksio caeseria elektif.

2.1.6 Penjahitan Uterus


Setelah plasenta lahir, uterus dapat diangkat melewati insisi dan diletakkan
di atas dinding abdomen, atau biasa disebut eksteriorisasi uterus. Keuntungan
eksteriorisasi uterus ini antara lain dapat segera mengetahui uterus yang atonik
dan melemas sehingga cepat melakukan masase. Selain itu, lokasi perdarahan juga
dapat ditentukan dengan jelas.
Insisi uterus ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan kontinu
menggunakan benang yang dapat diserap ukuran 0 atau 1. Penutupan dengan
jahitan jelujur mengunci satu lapis memerlukan waktu lebih singkat.

2.1.7 Penjahitan Abdomen


Setelah rahim telah tertutup dan memastikan tidak ada instrumen yang
tertinggal, maka dilakukan penutupan abdomen. Sewaktu melakukan penutupan
lapis demi lapis, titik-titik perdarahan diidentifikasi, diklem dan diligasi. Otot
rektus dikembalikan ke letaknya semula, dan ruang subfasia secara cermat
diperiksa.
Fasia rektus di atasnya situtup dengan jahitan interrupted. Jaringan
subkutan biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah apabila ketebalannya 2 cm
atau kurang. Dan kulit ditutup dengan jahitan matras vertikal dengan benang
sutera 3-0 atau 4-0.

2.1.8 Penyulit Pascaoperasi


Morbiditas setelah sectio caesarea dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
ketika prosedur tersebut dilakukan. Penyulit yang dapat terjadi mencakup
histerektomi, cedera operatif pada struktur panggul, serta infeksi dan perlunya
transfusi.
Rajasekar dan Hall (1997) secara spesifik meneliti laserasi kandung kemih
dan cedera uretra. Insidensi laserasi kandung kemih pada saat operasi sesarea
adalah 1,4 per 1000 prosedur, dan untuk cedera uretra adalah 0,3 per 1000. Cedera
kandung kemih cepat terdiagnosis. Sebaliknya diagnosis cedera uretra sering
terlambat terdiagnosis. (Cunningham, 2005).

2.1.9 Komplikasi
Pada Ibu :
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal (Nifas)
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
c) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

2. Perdarahan
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya

Pada Anak :
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio
caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan
intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4
dan 7 %. (Sarwono, 1999).
a. Infeksi Puerperal (nifas)
 Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
 Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan, karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia Uteri
 Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang
terjadi.
d. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena
operasi sebelumnya. (Mochtar,1998).

2.2. VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section)


2.2.1 Definisi
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat
penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan
kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum
selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat
yang paling sering muncul adalah “Orang yang pernah melakukan seksio harus
seksio untuk selanjutnya”. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa
melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya
bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth
pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka
menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%
(Cunningham FG, 2001). Pada tahun 1989 National Institute of Health dan
American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada
pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC
merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan
(O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau bagaimanapun, mulai
tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.

2.2.2 Indikasi VBAC


American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan
dan seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :


1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

Menurut Syafrida (2011) ada Beberapa persyaratan antara lain :


a. Tidak ada indikasi sectio caesarea (partus tak maju).
b. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat sectio caesarea
sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
c. Segera mungkin pasien dirawat di RSU setelah persalinan mulai.
d. Tersedia darah untuk transfusi.
e. Janin presentasi verteks normal.
f. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf, fasilitas).
g. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan sectio caesarea darurat.
h. Persetujuan tindakan medik mengenai keuntungan maupun risikonya.

Bagi ibu yang melahirkan dengan VBAC memiliki beberapa syarat,


diantaranya indikasi operasi sebelumnya bukan karena panggul sempit, letak bayi
kepala, proses penyembuhan luka operasi baik, perkiraan berat badan bayi tidak
boleh lebih dari 4 Kg, bukan kehamilan kembar, dan belahan operasi cesar
sebelumnya tidak tegak lurus (vertikal). Proses mengejan saat pembukaan lengkap
hanya boleh 2x15 menit. Elastisitas otot perut dan bekas luka operasi cesar yang
telah merapat juga menjadi hal yang dipertimbangkan. Melalui senam hamil yang
rutin dilakukan ibu hamil maka dapat membantu ibu untuk mengejan dan
mengatur napas lebih optimal, dan mempertahankan elastisitas otot perut saat
kontraksi, sehingga ibu dapat melahirkan dengan VBAC (Santoso, 2010).

2.2.3 Kontraindikasi VBAC


Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal

Menurut Graber (2006) kontra indikasi VBAC antara lain :


a. Riwayat insisi uterus sebelumnya berbentuk klasik, bentuk T, atau tidak
diketahui.
b. Kehamilan multipel.
c. Perkiraan berat lahir > 4000 gr.
d. Bukan persentasi verteks.
e. Fasilitas atau petugas sectio caesarea darurat tidak mencukupi.
f. Pasien menolak.

2.2.4 Prasyarat VBAC


Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan
staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia (Caughey AB, Mann S, 2001).
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan
yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio
sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila
terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics N, 2000).
2.2.5 Faktor yang berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat
persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter
mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-masingnya.
Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang terbaik
untuk dia dan bayinya (Golberg B, 2000).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti
selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio (Caughey AB, Mann S,
2001).
Selain itu, adanya riwayat penyakit terdahulu pada ibu seperti hipertensi,
diabetes melitus, asma, epilepsi, gangguan jantung, penyakit ginjal, tiroid, atau
penyakit autoimun seperti sistemik lupus eritematosus meningkatkan risiko
dilakukannya persalinan sesarea. BMI ibu di atas 30 juga menurunkan peluang
terjadinya VBAC (Cheng, et.al., 2011).
Berat badan bayi juga berpengaruh terhadap keberhasilan VBAC.
Quiñones et.al. (2005) membandingkan keberhasilan VBAC dan angka kejadian
ruptur uteri antara persalinan prematur dan aterm pada perempuan dengan riwayat
SC 1 kali sebelumnya. Dari 12.463 pasien yang menjalani VBAC, angka
keberhasilan VBAC pada persalinan preterm lebih tinggi daripada aterm (82% vs
74%, p<0,001), serta risiko ruptur uteri pada persalinan preterm lebih rendah,
meskipun tidak signifikan (p<0,08).
2.2.6 Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe
insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya.
Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada
seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan
kontraindikasi melakukan VBAC. (Toth PP, Jothivijayani, 1996, Cunningham FG,
2001).
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004),
tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea
transversalis atau longitudinalis.

2.2.7 Jumlah seksio sesarea sebelumnya


VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal (Flamm BL, 1997).
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko
yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio
sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2
kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea
satu kali (Caughey AB, 1999, Cunningham FG, 2001).
Menurut Spaan (1997) mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang
lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.
Menurut Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu
seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan pernyataan bahwa
setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan berikutnya ,
dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan anak lebih tinggi.
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik.
Menurut Cunningham (2001), American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas
seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang
ketat. Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih.
2.2.8 Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur
uteri mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea
sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui. Pemeriksaan USG
trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui ketebalan segmen
bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) . 4,5 mm pada usia
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang
tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu
pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam
memilih cara persalinan bekas seksio sesarea. (Cheung V, 2004)
Menurut Cunningham FG (2001) menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan
jaringan sikatrik. Menurut Cunningham FG (1993), dasar dari keyakinan ini
adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan
seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus
pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan
sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan
kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak
beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan jahitan luka
yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan
penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada
infeksi ataupun technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan
sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang
penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas
seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio
sesarea dapat dilaksanakan atau tidak (Srinivas, 2007).

2.2.9 Komplikasi VBAC


Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA, 1999).
Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen
bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8 %). Kejadian ruptur uteri pada
persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal dilaporkan
oleh Scott (1997) dan American College of Obstetricans and Gynecologists
(1998) adalah sebesar 4 – 9 %. Kejadian ruptur uteri selama partus percobaan
pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi
akankeluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu.
Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada
seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen
bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut: (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).

2.2.10 Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio
sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah
yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama
rawatan masa nifas di rumah sakit. Selain itu, juga akan memperlama perawatan
di rumah dibandingkan persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah
sakit akan dua kali lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin
dan ibu.Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini (Caughey
AB, 1999).
Persalinan bekas seksio sesarea
Motto : once a cesarean always a cesarean, kiranya perlu dilakukan evaluasi
tentang indikasi seksio tersebut. Untuk dapat melakukan “trial of labor” pada
bekas seksio sesarea, harus dapat dipenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
 Perhatikan indikasi seksio sesarea yang lalu
 Seksio sesarea dilakukan segera, bila indikasinya panggul sempit atau
kehamilan dengan kelainan letak, ketuban pecah dini, kepala tinggi
 Irisan seksio membujur (korpore) merupakan kontraindikasi “trial of
labor”
 Observasi ketat dengan kemungkinan seksio sesarea dalam waktu 30
menit
 Fetal distress dan nyeri bagian bawah merupakan indikasi penting untuk
segera melakukan seksio sesarea.
Sistem Skoring
Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.
Tabel II. Skor Flamm dan Geigeruntuk memprediksi terjadinya VBAC
No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam
- sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea 2
- persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea 1
- tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
2
- 75 %
1
- 25 – 75 %
0
- < 25 %
5 1
Dilatasi serviks ≥4 cm

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti table dibawah ini
Skor Angka Keberhasilan VBAC (%)
0–2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8 – 10 95-99
Total 74-75
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS IBU HAMIL


Anamnesis
No. MR : 01.03.67.55
Nama : Ny. AR
Umur : 39 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Suku / Bangsa : Batak / Indonesia
Alamat : Jl. Yos Sudarso, Medan
Masuk RSUPM : 11 Agustus 2017
Waktu : 19.00 WIB
Paritas : G2P1A0

Anamnesis Penyakit

Keluhan Utama : keluar air-air dari kemaluan


Telaah : Hal ini dialami sejak 10-8-2017 pukul 19.00 sampai
sekarang. Riwayat keluar lendir darah (-), riwayat mules-mules (-). BAK (+) BAB
(+) normal. Riwayat trauma (-), riwayat perut dikusuk-kusuk (-), jatuh terduduk
(-), riwayat minum jamu (-), riwayat campur dengan suami saat hamil (-), riwayat
tekanan darah tinggi (-).
RPT : SC pertama kali tahun 2003 a/i panggul sempit
RPO : Previous SC 1x

RIWAYAT HAID
HPHT : ?/?/2016
TTP : ?/?/2017
ANC : 1x Sp.OG, bidan 2x

RIWAYAT PERSALINAN
1. Perempuan, 14 tahun, Rumah Sakit, Aterm, SC, Sp.OG, 2700gr, sehat
2. Hamil ini
PEMERIKSAAN OBSTETRI
STATUS PRESENS
Sensorium : Compos mentis Anemis : (-)
Tekanan darah : 110 / 80 mmHg Sianosis : (-)
Nadi : 84 x / menit Dispnoe : (-)
Pernapasan : 20 x / menit Ikterik : (-)
Suhu : 36,8 0 C Edema : (-)

STATUS OBSTETRIKUS
- Abdomen : Membesar asimetris
- TFU : 4 jari Bawah Processus Xypoideus
- Teregang : Kiri
- Terbawah : Kepala
- Gerak : (+)
- His : (-)
- DJJ : 148 x/ menit

PEMERIKSAAN DALAM
- Inspekulo: tampak air ketuban menggenang di forniks posterior, Valsalva test
(+), Nitrazin test (+). Portio licin, erosi (-).
- VT: serviks tertutup.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM (11-08-2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 14,48 4,4 - 11,3 x 106/ uL
RBC 3,92 4,5 - 5,5 x 106/ uL
HGB 10,0 11,5 - 16,5 gr/dl
HCT 29,2 36,0 - 45,0 %
MCV 74,5 80,0 – 96,0 fL
MCH 25,5 28,0 – 33,0 pg
MCHC 34,2 33 - 36 dL
PLT 295.000 150.000 – 450.000 / uL
RDW-CV 16,5 11,5 – 14,5 %
Glukosa ad random 94 < 140 mg/dL
SGOT 14,00 0-40 U/L
SGPT 9,00 0-40 U/L
Alkaline phosphatase 122,00 30-142 U/l
Total Bilirubin 1,23 0,00-1,20 mg/dl
Direct Bilirubin 0,42 0,05 – 0,3 mg/dl
Creatinin 0,75 0,6 – 1,2 mg/dL
Uric acid 5,0 3,5-7,0 mg/dL
Na 151 136-155 mmol/L
K 3,4 3,5-5,5 mmol/L
Cl 117 95-103 mmol/L
INR 1,02
APTT 38,8

USG Trans Abdominal (11-08-2017)


 JT, PK, AH
 FM (+), FHR (+)
 BPD : 77 mm
 AC : 270 mm
 FL : 60 mm
 AFI : 5,6 cm
 Placenta : anterior grade II
 EFW : 1.686 gram
 Kesan : IUP (30-32) minggu + PK + AH

DIAGNOSA SEMENTARA
PPROM + Prev SC 1x + SG + KDR (30 – 32) mgg + PK + AH + Belum Inpartu

TERAPI
1. Posisi Trendelenberg
2. Pasang infus
3. Inj. Corticosteroid
4. Inj. Antibiotik

RENCANA TINDAKAN
- Rencana Tindakan : Rawat ekspektatif
Tanggal FOLLOW UP
11 Agustus 2017 S:-
Pukul 06:30 WIB O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 84x/i
RR : 22x/i
Temp : 36,8oC
SL : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari BPX
Teregang : kiri
Terbawah : kepala
His : (+) 2x20”/10’
DJJ : 152x/i
Gerak : (+)

A : PPROM + Prev SC 1x + SG + KDR (30 – 32) mgg + PK +


AH

P : Bed rest posisi Trendelenberg


IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 28 gtt/i
Inj. Dexamethasone 6g/12jam
Inj. Ampicillin 2g/6jam

12 Agustus 2017 S:-


Pukul 07:00 WIB O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 82x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,7oC
SL : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari BPX
Teregang : kiri
Terbawah : kepala
His : (+) 2x20”/10’
DJJ : 150x/i
Gerak : (+)
A : PPROM + Prev SC 1x + SG + KDR (30 – 32) mgg + PK +
AH

P : Bed rest posisi Trendelenberg


IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 28 gtt/i
Inj. Dexamethasone 6g/12jam
Inj. Ampicillin 2g/6jam

13 Agustus 2017 S : mules-mules sesekali, keluar air-air dari kemaluan (+)


Pukul 07:00 WIB
merembes
O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 120/70 mmHg
HR : 80x/i
RR : 22x/i
Temp : 36,9oC
SL : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari BPX
Teregang : kiri
Terbawah : kepala
His : (+) 2x30”/10’
DJJ : 146x/i
Gerak : (+)
BAK (+) via kateter 70cc/jam, BAB (+) N
A : PPROM + Prev SC 1x + SG + KDR (30 – 32) mgg + PK +
AH

P : Bed rest posisi Trendelenberg


O2 2L/i via NC
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Dexamethasone 6g/12jam
Inj. Ampicillin 2g/6jam
R/ Nifedipine 10 mg Tab bila his masih ada. Beri nifedipine
10mg/30 menit, dosis maksimal 120 mg.
13 Agustus 2017 VT: cervix axial, pembukaan 8 cm, effacement 100%, selaput
ketuban (-), kepala Hodge II
A: PPROM + Prev SC 1x + SG + KDR (30 – 32) mgg + PK +
AH + Inpartu
P: SC Cito di KBE

LAPORAN OPERASI
Tindakan: Sectio Caesarea
Pukul : 13.30
Pasien dibaringkan di meja operasi setelah diberikan anestesi spinal.
Kateter dan IV line terpasang baik. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis
pada regio abdomen, lalu ditutup dengan doek kecuali lapangan operasi.
Dilakukan insisi Pfannenstiel secara berlapis mulai dari kutis, subkutis, fascia.
Kemudian peritoneum dan otot secara bertahap digunting dan dipisahkan ke kiri
dan kanan. Tampak uterus gravidarum, dilakukan insisi di bagian segmen bawah
rahim sampai tampak subendometrium, lalu bagian subendometrium digunting
dan dipisahkan secara tumpul. Anak dilahirkan dengan cara meluksir kepala, anak
perempuan, 1716 gram, PB 40 cm, AS 9/10, kemudian tali pusat diklem pada 2
daerah dan digunting diantaranya, dan bayi diserahkan ke perinatologi. Dilakukan
manajemen aktif kala 3 dengan injeksi oksitosin IV 10 IU, luka pinggir uterus
diklem. Setelah kontraksi adekuat, dilahirkan plasenta secara peregangan tali
pusat terkendali, kesan lengkap. Rongga dalam uterus diobservasi, dibersihkan,
kemudian dijahit secara berlapis menggunakan benang Vicryl. Observasi
pendarahan sebelum dilakukan penutupan, serta regio tuba falopii dan ovarium
kanan dan kiri, kesan pendarahan terkontrol. Kemudian peritoneum dan otot
secara bertahap diklem 4 sisi kemudian dijahit, dan secara berlapis dilakukan
penjahitan fascia, subkutis, kutis. Daerah kulit abdomen dibersihkan, kemudian
luka operasi ditutup supratulle, kasa steril, dan hypafix. Keadaan ibu post-SC
stabil, operasi selesai. Selanjutnya ibu dibawa ke ICU untuk pemantauan kala 4.

Terapi :
- IVFD RL + oxytocin 10-10-5-5  20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam
- Inj. Gentamisin 1 amp/12jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Drip transamine 500mg/8jam

Rencana :
 Cek darah rutin 2 jam post operasi
 Awasi vital sign, kontraksi uterus, dan perdarahan.
Status Nenonatus
1. Lahir tanggal, pukul 13 Agustus 2017, Pukul 14.00 WIB
2. Keadaan lahir Hidup
Bayi
3. Nilai APGAR 9/10
4. Bantuan pernafasan Tidak ada
5. Jenis kelamin Perempuan
6. Berat badan (g) 1716 gram
7. Panjang badan (cm) 40 cm
8. Kelainan bawaan Tidak ada
Trauma Tidak ada

Pemantauan Post PSP (Kala IV)


TD HR RR T Kontraksi TFU Perdarahan
Jam o
(mmHg) (x/ i) (x/ i) ( C) Uterus (cm) (cc)
2 jari di
14.15 110/60 88 24 36,5 Kuat 10 cc
bwh pusat
2 jari di
14.30 110/70 86 22 37,0 Kuat bwh pusat 50 cc

2 jari di
14.45 100/70 84 22 37,0 Kuat bwh pusat 50 cc

2 jari di
15.00 110/70 85 20 37,0 Kuat bwh pusat 50 cc

2 jari di
15.15 110/60 88 20 36,9 Kuat bwh pusat 50 cc

2 jari di
15.45 110/60 89 22 36,8 Kuat bwh pusat 50 cc

2 jari di
16.15 110/75 85 20 36,7 Kuat bwh pusat 50cc

Tanggal FOLLOW UP
13 Agustus 2017 S : nyeri pasca operasi (+)
Pukul 14:00 WIB O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 92x/i
RR : 16x/i
Temp : 36,8oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 2 jari Bawah pusat
Kontraksi : kuat
Luka operasi tertutup verband, kesan kering
P/V : (-), lochia (+) rubra
BAK (+) via kateter, UOP 60cc/jam
BAB (-), flatus (-).

A : Post SC a/i PPROM + Prev SC 1x + NH0

P : Bed rest
IVFD RL + oksitosin 10-10-5-5 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1g/12jam
Inj. Gentamisin 1 amp/12jam
Inj. Ketorolac 30mg/8jam
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Inj. Transamin 500mg/12jam
R/cek DL 2 jam post SC, awasi VS, tanda-tanda pendarahan,
kontraksi uterus.
14 Agustus 2017 S : nyeri pasca operasi (+)
Pukul 07:00 WIB O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 110/60 mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,8oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 3 jari Bawah pusat
Kontraksi : kuat
Luka operasi tertutup verband, kesan kering
P/V : (-), lochia (+) rubra
BAK (+) via kateter, UOP 60cc/jam
BAB (-), flatus (+).

A : Post SC a/i PPROM + Prev SC 1x + NH1

P : Bed rest
IVFD RL + oksitosin 10-10-5-5 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1g/12jam
Inj. Gentamisin 1 amp/12jam
Inj. Ketorolac 30mg/8jam
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Inj. Transamin 500mg/12jam
R/ aff kateter
15 Agustus 2017 S:-
Pukul 08:00 WIB O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 75x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,8oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 3 jari Bawah pusat
Kontraksi : kuat
Luka operasi tertutup verband, kesan kering
P/V : (-), lochia (+) rubra
BAK (+) N
BAB (-), flatus (+).

A : Post SC a/i PPROM + Prev SC 1x + NH2

P : Mobilisasi bertahap
Cefadroxil 2x500mg Tab
Asam mefenamat 3x500mg Tab
B Complex 2x1 Tab
R/ aff infus, terapi oral
16 Agustus 2017 S:-
Pukul 07.00 WIB O : SP : Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 85x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,8oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 3 jari Bawah pusat
Kontraksi : kuat
Luka operasi tertutup verband, kesan kering
P/V : (-), lochia (+) rubra
BAK (+) N
BAB (+) N, flatus (+).

A : Post SC a/i PPROM + Prev SC 1x + NH3


P : Cefadroxil 2x500mg Tab
Asam mefenamat 3x500mg Tab
B Complex 2x1 Tab
R/ GV kering  PBJ
BAB IV
ANALISA KASUS

1) Salah satu indikasi dilakukan Pada kasus ini dijumpai pasien


sectio caesarea adalah oleh karena wanita 39 tahun G2P1A0 dengan
Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 usia kehamilan 30-32 minggu

gram atau lebih (giant baby), dengan keluhan keluar air-air dari

menyebabkan bayi sulit keluar kemaluan dan riwayat persalinan:

dari jalan lahir. Umumnya 1. Perempuan, 14 tahun, Rumah

pertumbuhan janin yang Sakit, Aterm, SC, Sp.OG,

berlebihan disebabkan sang ibu 2700gr, sehat


2. Hamil ini, lahir anak
menderita kencing manis
perempuan secara SC dengan
(diabetes mellitus). Bayi yang
BB 1716gr, PB 40 cm, A/S 9/10
lahir dengan ukuran yang besar
dapat mengalami kemungkinan
komplikasi persalinan 4 kali
lebih besar daripada bayi dengan
ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar
atau tidak terkadang sulit. Hal
ini dapat diperkirakan dengan
cara :
 Adanya riwayat melahirkan bayi Pada kasus, riwayat sayatan pada
dengan ukuran besar, sulit section sebelumnya tidak jelas
dilahirkan atau ada riwayat
diabetes melitus.
2) Indikasi Ibu dan Janin
Riwayat Sectio Caesarea
Umumnya section caesarea akan
dilakukan lagi pada persalinan
berikutnya apabila dijumpai hal-
hal seperti penggunaan teknik Pada kasus usia kehamilan/KDR
sayatan melintang pada section 30-32 minggu.
sebelumnya, terdapat hambatan
pada persalinan pervaginam,
Pada kasus didapati kriteria
seperti partus tidak maju,
dimana usia ibu <40tahun, tidak
Cephalo-pelvic disproportion,
ada riwayat persalinan
atau letak lintang.
3) Menurut American College of pervaginam sebelumnya, adanya
Obstetrians and Gynecologyst, alasan seksio sesarea sebelumnya
kriteria dilakukannya persalinan yaitu panggul yang sempit,
elektif dapat dipertimbangkan sehingga didapati skor = 3
pada usia kehamilan ≥39 mingggu dimana angka keberhasilan
4) Untuk meramalkan keberhasilan
VBAC 59-60%
penanganan persalinan
pervaginam bekas seksio sesarea,
beberapa peneliti telah membuat
sistem skoring:
 Usia < 40 tahun
 Riwayat persalinan pervaginam
- sebelum dan sesudah seksio
sesarea
- persalinan pervaginam sesudah
seksio sesarea
- persalinan pervaginam sebelum
seksio sesarea
- tidak ada
 Alasan lain seksio sesarea
terdahulu
 Pendataran dan penipisan
serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
- 75 %
- 25 – 75 %
- < 25 %
 Dilatasi serviks ≥4 cm

PERMASALAHAN
1. Bagaimana perawatan ante natal care yang tepat pada pasien ini?
2. Apakah bisa diusahakan VBAC pada pasien ini?
3. Sebagai dokter umum, penanganan apa yang dapat dilakukan terhadap pasien
ini?

CLINICAL SUMMARY

- Ny. AR, 39 tahun, G2P1A0, Mandailing, Islam, SD, IRT, i/d Tn.Y, 33
tahun, Mandailing, Islam, SMA, Wiraswasta, datang dengan keluhan keluar
air-air dari kemaluan, sejak tanggal 10-8-2017 pukul 19.00. Riwayat mulas-
mulas mau melahirkan (-). Riwayat keluarnya lendir bercampur darah dari
kemaluan (-). Riwayat trauma/jatuh (-). Riwayat perut dikusuk-kusuk (-).
Riwayat mengonsumsi jamu-jamuan sebelum kehamilan (-). Riwayat tekanan
darah tinggi selama kehamilan (-). BAB/BAK: (+)/(+) normal. RPT: SC
pertama kali tahun 2002 a/i panggul sempit. RPO: Previous SC 1x. Status
presens : TD: 110/70mmHg. HR: 82x/menit. RR: 20x/menit. Temprature: 36,8
o
C. Status obstetrikus: Abdomen: membesar asimetris, TFU: 4 jari bpx,
Teregang: Kiri, Terbawah: Kepala, Gerak (+), His (-), DJJ: 145x/menit. Hasil
laboratorium: Hb/Ht/Leu/Plt= 10/29,2/14,48/295.000. Hasil USG TAS kesan :
IUP (30-32) minggu + PK + AH. Diagnosa: Prev SC 1x + SG + KDR (30-32)
mgg + PPROM + PK + AH + Belum Inpartu. Direncanakan perawatan
ekspektatif, tetapi karena inpartu pada tanggal 13 Agustus 2017 maka
direncanakan SC cito di KBE. Dari SC lahir bayi perempuan, BBL : 1716 gr,
PBL : 40 cm, A/S : 9/10, anus (+). Keadaan umum ibu post SC stabil.

BAB V
KESIMPULAN

Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding


abdomen dan dinding uterus (Cunningham, 2015). Sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Sofian, 2011). Sectio Caesarea dilakukan jika ada gangguan pada salah
satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan
persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi
komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah:
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti, indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya
seperti kasus panggul sempit, adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas
operasi sebelumnya.
Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas
janin harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists
(1995) telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya
operasi elektif. Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat dipertimbangkan
pada atau setelah 39 minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang
tercantum pada tabel terpenuhi. Pada semua kasus lain, maturitas janin harus
dibuktikan dengan analisis cairan amnion sebelum dilakukan sesar ulangan
elektif. Cara lain adalah dengan menunggu awitan persalianan spontan

DAFTAR PUSTAKA

1. Husodo L, Pembedahan dengan Laparatomi. Dalam Buku Ilmu Kebidanan


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999: 863 –75.

2. Cheng YW, et.al. Delivery after prior cesarean: maternal morbidity and mortality.
Clin Perinatol. 2011: 38(2): 297-309.

2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum
Hysterectomy. In : Williams Obstetrics. 21st Ed.. The Mc Graw-Hill Companies.
New York : 2001 : 537 – 63.

3. Cunningham MD. Cesarean Section. In: Williams Obstetrics, 22 nd Ed. Prentice


Hall Int. USA 2001.

4. Wing DA. Induction of labor in woman with prior cesarean delivery. Up ToDate
2007

5. Dodd JM, Crowther CA. Elective repeat caesarean section versus induction of
labour for woman with a previous caesarean birth. The Cochrane Library 2007,
Issue 4

6. Welischar J, Quirk JG. Vaginal birth after cesarean delivery.Up ToDate 2007

7. Rozenberg P, Goffinet F, Philippe HJ, Nisand I. Thickness of the lower uterine


segment: its influence in the management of patients with previous casarean
sections. European Journal of Obstetrics & Gynaecology and Reproductive
Biology 87(1999) 39-45
8. Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, Cohen A, Caughey AB, Lieberman E. Uterine
rupture during induced or augmented labor in gravid woman with one prior
cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol: 1999: 181; 882-886

9. Lin C, Raynor D. Risk of uterine rupture in labor induction of patients with prior
cesarean section: An inner city hospital experience. Am J Obstet Gynecol: 2004:
190; 1476-8

10. Kapita Selekta . Obstetri dan Ginekologi.

11. Mankuta DD, Leshno MM, Menasche MM, Brezis MM. Vaginal birth after
cesarean section: Trial of labor or repeat cesarean section? A decision analysis.
Am J Obstet Gynecol: 2003: 189; 714-719

12. McDonagh, MS, Osterweil, P, Guise, JM. The benefits and risks of inducing
labour in patients with prior caesarean delivery : a systematic review. BJOG 2005;
112:1007

13. Quiñones JN et.al. The effect of prematurity on vaginal birth after cesarean
delivery: success and maternal morbidity. Obstet Gynecol. 2005: 105(3): 519-24.

Anda mungkin juga menyukai