Dibuat oleh :
KELOMPOK 4
METALURGI EKSTRAKSI - 02
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
Sejarah dan Latar Belakang
Salah satu laporan pertama di mana pencucian mungkin telah terlibat dalam mobilisasi
logam ditemukan oleh penulis Romawi Gayus Plinius Secundus (23–79 A.D.). Dalam
karyanya pada bidang ilmu alam, Plinius menjelaskan bagaimana tembaga mineral diperoleh
dengan menggunakan proses pencucian (KÖNIG, 1989a, b). Dalam terjemahan berbunyi kira-
kira sebagai berikut: “Chrysocolla adalah cairan di tambang emas yang disebutkan sebelumnya
berjalan dari gold vein. Pada cuaca dingin selama musim dingin lumpur membeku karena
kekerasan batu apung. Diketahui dari pengalaman bahwa [chrysocolla] paling dicari di dalam
tembaga tambang, berikut ini di tambang perak. Cairan ini juga ditemukan di tambang timah
meskipun bernilai kecil. Di semua tambang ini, chrysocolla juga diproduksi secara artifisial
dengan mengalirkan air secara perlahan melalui tambang selama musim dingin hingga bulan
Juni; selanjutnya, air diuapkan pada bulan Juni dan Juli. Ini jelas menunjukkan bahwa
chrysocolla tidak lain hanyalah decomposed vein."
Seorang ahli fisika dan ahli mineral Jerman Georgius Agricola (1494–1555)
menjelaskan pada karyanya de re metallica dan juga teknik untuk pemulihan tembaga yang
didasarkan pada pencucian bijih yang mengandung bahan baku tembaga (SCHIFFNER, 1977).
Sebuah potongan dari bukunya menunjukan ilustrasi dari pengangkutan manual logam yang
mengandung leachates dari tambang dan mereka mengeringkannya dengan menjemur di
bawah sinar matahari (Gbr. 1).
Gbr. 1. Cuplikan gambar dari buku de re metallica ditulis oleh Georgius Agricola (1494–1555),
menggambarkan recovery hasil tambang tembaga secara manual yang masih mengandung limbah kemudian
dikumpulkan di bak kayu dan terkonsentrasi di bawah sinar matahari.
Namun, sehubungan dengan operasi komersial bioleaching pada suatu sekala industri,
teknik biohidrometalurgi telah diperkenalkan ke tambang Tharsis di Spanyol 10 tahun
sebelumnya (SALKIELD, 1987). Sebagai konsekuensi dari larangan memanggang bijih dan
sulfur di udara yang terbuka, yang menghasilkan emisi sulfur pada atmosfer pada tahun 1878
di Portugal, ekstraksi metal hidrometalurgi telah dipertimbangan di negara lain dengan lebih
intens.
Selain larangan itu, penghematan biaya adalah hal lain yang dipertimbangkan untuk
pengembangan: teknik heap leaching diasumsikan dapat mengurangi biaya transportasi dan
layanan lainnya (SALKIELD, 1987). Mulai tahun 1900 dan seterusnya, tidak ada
pemanggangan bijih kadar rendah dilakukan secara udara terbuka di Tambang Rio Tinto.
Upaya membangun bioleaching di Tambang Rio Tinto telah dilakukan pada awaln
tahun 1890-an. Heaps (tinggi 10 m) dari bijih kadar rendah (mengandung 0,75% Cu) dibangun
dan dibiarkan selama satu hingga tiga tahun untuk mengalami dekomposisi alami (SALKIELD,
1987). 20 - 25% dari tembaga yang tersisa telah ter-recover setiap tahunnya. Diperkirakan
sekitar 200.000 ton bijih kasar bisa jadi diurus pada tahun 1896. Meskipun operasional
pencucian industri dilakukan di Tambang Rio Tinto selama beberapa dekade, namun kontribusi
bakteri untuk kelarutan logam dikonfirmasi hanya pada tahun 1961, ketika Thiobacillus
ferrooxidans diidentifikasi dalam leachates.
Laporan awal menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bioleaching adalah
ketinggian tumpukan, ukuran partikel, pencucian bijih awal dengan asam, dan kontrol suhu
hingga sekitar 50 ° C (SALKIELD, 1987). Faktor kritis lainnya adalah pasokan air untuk
penumpukan. Meskipun demikian biasanya air tambang asam digunakan untuk pengolahan
bijih, 4 miliar liter air tawar diperlukan setiap tahunnya (SALKIELD, 1987).
Meski metal leaching dari sumber daya mineral memiliki catatan sejarah yang sangat
panjang (EHRLICH, 1999; ROSSI, 1990) dan meskipun oksidasi senyawa sulfur dan unsur
tereduksi sulfur menghasilkan pembentukan asam sulfur sudah ditunjukkan di 1880-an
(WINOGRADSKY, 1887), oksidasi dari sulfida logam tidak dijelaskan hingga tahun 1922
ketika mobilisasi seng dari seng sulfide diselidiki (RUDOLFS, 1922; RUDOLFS dan
HELBRONNER, 1922). Ditemukan bahwa transformasi seng sulfida menjadi seng sulfat
dimediasi secara mikroba.
Berdasarkan hasil ini, ke-ekonomis-an recovery seng dari bijih yang mengandung seng
dengan metode biologis, disarankan. Pada tahun 1947, Thiobacillus ferrooxidans diidentifikasi
sebagai bagian dari komunitas mikroba ditemukan dalam drainase tambang asam (COLMER
dan HINKLE, 1947). Paten pertama diberikan pada 1958 (ZIMMERLEY et al., 1958). Paten
menjelaskan proses siklik dimana ferric sulfate atau larutan lixiviant asam sulfat digunakan
untuk logam ekstraksi, diregenerasi oleh aerasi (ferrous iron dioksidasi oleh organisme
pengoksidasi besi), dan digunakan kembali pada tahap leaching berikutnya.
Terminologi
Proses ekstraksi logam secara mikrobiologis biasanya lebih ramah lingkungan daripada
proses fisika-kimia. Mereka tidak menggunakan energi dalam jumlah besar dibandingkan
dengan roasting dan smelting dan tidak menghasilkan sulfur dioksida atau gas berbahaya
lainnya. Dengan demikian, proses ini dapat dianggap kompatibel dengan undang-undang
antipolusi.
Umumnya, asam sulfur merupakan asam inorganik utama yang terbentuk dalam
lingkungan leaching. Asam sulfur terbentuk oleh mikroorganisme pengoksidasi sulfur seperti
thiobacilli. Juga, serangkaian asam organik dibentuk oleh metabolisme bakteri dan jamur yang
menghasilkan asidolisis organik, dan pembentukan kompleks dan khelat. Kelarutan mineral
yang diinduksi proton dan diinduksi ligan terjadi secara bersamaan di hadapan ligan di bawah
kondisi asam.
Biooksidasi dari besi tereduksi untuk menghasilkan ferric (III) besi oleh bakteri
chemolithotrophic dalam kondisi yang sedikit asam adalah fenomena yang sudah banyak
diketahui. Ion besi adalah zat pengoksidasi kuat yang bertanggung jawab atas disolusi mineral
sulfida. Ferric besi berkurang selama reaksi tetapi mikroba yang efektif memastikan regenerasi
ion besi yang berkelanjutan. Juga, banyak strain memiliki kemampuan untuk mengurangi ion
ferric (III) menjadi ion ferrous (II) dalam kondisi anaerob. Prosesnya dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Bakteri yang umumnya digunakan dalam proses bioleaching yaitu bakteri Escherichia
coli, Pseudomonas fluoroscens, Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus sp.Bakteri T.
ferrooxidans digunakan untuk bioleaching pada tembaga dan emas. Bakteri ini mampu
melakukan sulfide logam
Di antara bakteri ini ada spesies spektrum substrat terbatas. Khususnya, L. ferrooxidans
dan L. ferriphilum dapat tumbuh hanya dengan ion besi pengoksidasi (II) aerobik. Sebaliknya,
At. ferrooxidans diberkahi dengan kapasitas metabolisme yang luas. Spesies ini hidup dari
oksidasi senyawa sulfur tereduksi dan mampu mengoksidasi hidrogen molekuler, asam format,
ion ferrous (II), dan ion logam lainnya. Pertumbuhan anaerob dimungkinkan dengan oksidasi
senyawa sulfur atau hidrogen ditambah dengan reduksi ion besi (III). Baru-baru ini diketahui
bahwa At, ferrooxidans, seperti Acidianus spp., Mengurangi unsur sulfur dalam proses oksidasi
hidrogen anaerob. Aplikasi akseptor elektron selain oksigen dicerminkan oleh adanya berbagai
komponen transpor elektron. Dalam kasus Acidithiobacillus ferrooxidans, setidaknya 11 jenis
sitokrom tipe c telah diselidiki. Karena bakteri pencucian ini mengendalikan proses oksidasi
besi dan sulfur aerob dan anaerob, mereka bisa sangat penting untuk perawatan DAL. Dalam
proses alami, di mana bioleaching dalam tumpukan limbah dan tailing ditutup dengan banjir
atau dengan penutup organik, kedua DAL umum menciptakan lingkungan anoksik, dan dalam
kondisi ini pencucian bakteri dapat tetap aktif karena kapasitas anaerobik mereka. Hasil
pelindian anaerobik pirit dan logam sulfida lainnya pada nilai pH rendah masih diselidiki.
Namun, fisiologi anaerob yang disebutkan sebelumnya dari bakteri pelindian dan
keberadaannya dalam biotop anoksik mendukung hipotesis dari proses pelindian anaerob.
Misalnya, keberadaan spesies seperti Acidithiobacillus telah ditunjukkan dalam reaktor
anoksik yang dirancang untuk membersihkan air tanah dan lignit yang terkontaminasi. Juga,
jalur asimilasi karbon mendeteksi keanekaragaman metabolisme bakteri ini sampai batas
tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioleaching dapat dilihat pada tabel berikut:
Bakteria merupakan salah satu hal terpenting dalam proses Bioleaching, hal ini
tercerminkan dalam mekanisme terjadinya bioleaching yang didominasi oleh peran bacteria.
Perannya dalam mekanisme ini adalah memegang reaksi kunci dalam sebagian besar dari peng-
oksida bijih yang akan diolah atau diproses. Penggunaan paling banyak terjadi pada ion-ion
ferric yang memiliki sifat yang reaktif terhadap bacteria yang digunakan pada proses
bioleaching. Membran sel pada bacteria merupakan tempat terjadinya reaksi yang akan
berlangsung karena merupakan tempat persinggungan pertama bacteria dengan ion-ion ferric
yang akan direaksikan.
Prosedur yang terjadi dalam proses bioleaching dapat dikategorikan menjadi dua fase utama
yang biasanya terjadi pada mekanisme bioleaching ini:
1. Disulfide menjadi Thiosulfate
Pada proses ini ion-ion ferric (Fe3+) akan mengoksidasi disulfide yang akan berubah
menjadi thiosulfate dengan reaksi yang terjadi secara spontan. Hasil lain yang terjadi
akibat fase ini adalah terbentuknya ion-ion ferrous (Fe2+) yang tereduksi akibat proses
yang terjadi sebelumnya.
Dalam fase ini terjadi katalisasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang ada dalam
bacteria yang mempercepat terjadinya oksidasi ion-ion ferrous menjadi ion-ion ferric
dan sulphur menjadi sulphuric acid dari hasil reaksi oksidasi yang terjadi.
Dalam fase ini banyak terjadi rekasi lain yang mengubah banyak susunan kimia dalam
unsur – unsure yang ada dalam prosedur kali ini yang tentunya perlu diperhatikan agar
proses dapat menghasilkan yang terbaik, beberapa yang terjadi adalah berikut:
Thiosulfate menjadi Sulfate
Oksidasi dari Thiosulfate oleh bacteria yang ada dalam proses bioleaching yang
mengubahnya menjadi sulfate.
Pada fase kedua kita mendapatkan ion-ion ferric yang akan melakukan reaksi
oksidasi pada sulfide sesuai dengan reaksi yang terjadi pada fase pertama.
Produk bersih dari reaksi adalah Ferrous Sulfate dan Sulphuric Acid.
Pada mekanismenya bioleaching biasanya terbagi menjadi dua prosedur utama yang biasanya
terjadi pada proses bioleaching pada umumnya:
a. Direct Bioleaching
Dalam proses bioleaching ini bacteria akan secara langsung dapat menyebabkan reaksi
oksidasi yang akan meng-oksidasi mineral dan larutan metal. Direct Bioleaching dalam
prosesnya terjadi kontak fisik antara bacteria dengan bijih yang akan diolah yang
menyebabkan oksidasi mineral terjadi secara enzimatis akan terkatalisasi dalam proses
yang terjadi selama reaksi ini berlangsung.
Contoh:
Pyrite teroksidasi menjadi Ferric Sulphate
Dalam mekanisme ini terjadi peran oxidizing agent seperti ion-ion ferric dan sulphuric
acid dari hasil oksidasi pada proses yang sebelumnya telah terjadi. Pada jenis
bioleaching ini diperlukannya lingkungan yang tetap asam agar menjaga ion-ion ferric
dan unsure metal lain tetap berada dalam larutan. Lingkungan yang asam dapat dijaga
dengan oksidasi dari sulphur, besi, dan sulfide metal atau bisa juga dari ion-ion
carbonates.
Contoh:
Bioleaching pada Uranium.
a. Slope Leaching
Dalam proses ini bijih biasanya ditumpukan dalam jumlah banyak dan diletakan
disebuah lereng lalu diberikan aliran mikroorganisme dan cairan di bawahnya akan
diproses lebih lanjut dalam Metal Recovery untuk larutan tersebut.
b. In-Situ Leaching
Dalam proses ini bijih akan secara sengaja diletakan ditempat asal mikroorganisme
di tempat kemunculannya pada alam, setelah itu dipompa keluar. Cairan hasil
proses ini akan diolah lebih lanjut pada prose Metal Extraction.
c. Heap Leaching
Dalam proses ini bijih akan ditumpuk secara banyak dan prosesnya sama seperti
slope leaching namun perbedaanya aliran air yang bukan dialiri dari lereng. Cairan
hasil proses ini akan diolah lebih lanjut pada Metal Recovery.
Sudah diketahui jika pembentukan zat polimer ekstraseluler berperan penting dalam
penempelan thiobacilli ke mineral permukaan seperti,sulfur, pirit, atau covellite. Ekstraksi
atau hilangnya eksopolimer ini mencegah penempelan sel yang dapat mengakibatkan
penurunan efisiensi pencucian logam dan dapat disimpulkan bahwa kontak langsung antara
sel-sel bakteri dan permukaan padat diperlukan dan merupakan prasyarat penting untuk
mobilisasi logam yang efektif. Interaksi antara mikroorganisme dan mineral di permukaan
muncul pada dua tingkat . Level pertama adalah sorpsi fisik penyebab gaya elektrostatik.
Karena rendahnya pH biasanya terjadi di lingkungan pencucian , amplop sel mikroba
bermuatan positif menyebabkan interaksi elektrostatik dengan fase mineral. Tingkat kedua
adalah ditandai dengan penyerapan kimia di mana ikatan kimia antara sel dan mineral
mungkin terjadi. Selain itu, metabolit ekstraseluler dibentuk dan diekskresikan selama fase
ini di dekat sekitar situs penempelan. Berat molekul rendah metabolit diekskresikan oleh
oksidator sulfur termasuk asam yang berasal dari siklus TCA, asam amino, atau etanolamin,
sedangkan senyawa dengan bobot molekul yang relatif tinggi termasuk diantaranya adalah
lipid dan fosfolipid . Dengan kehadiran unsur sulfur, mikroorganisme pengoksidasi sulfur
dari limbah lumpur membentuk matriks berfilamen mirip dengan bakteri glikokaliks yang
mengarah pada pentingnya zat ekstraseluler ini di kolonisasi partikel padat
Pada proses kali ini, bioleaching tida memiliki alat karena proses bioleaching
merupakan salah satu Teknik leaching. Biasanya, proses bioleaching berjalan sangat lama.
Untuk ekstraksi komersial metal dengan bioleaching, prosesnya dioptimalisasi dengan
pengontrolan pH, tempertatur, kelembaban, dan konsentrasi O2 dan Co2. Beberapa proses yang
biasanya menggunakan bioleaching adalah Heap leaching dan In-situ leaching
Heap Leaching
Berdasarkan laporan dari World Economic Forum’s Mining & Metal Scenarios to 2030,
peningkatan populasi global, dengan tren urbanisasi dan industrialisasi dalam peningkatan
ekonomi, mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap komoditas mineral pertambangan
dan metals.
Permintaan yang diprediksi akan meningkat ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan
komoditas. Grades dari metal ore terlihat mengalami penurunan kualitas yang signifikan dalam
beberapa decade ke belakang. Dengan kondisi seperti diatas, perusahaan tambang terus
mencari teknologi baru yang bisa membuat mereka mengurangi cost dan meningkatkan
performance.
Heap Leaching adalah salah satu metode yang dianggap bisa menjawab itu semua. Heap
leaching merupakan proses yang fleksibel dan masih terus berkembang yang sedan
mendapatkan pengakuan dan popularitas bagi perusahaan minging.
1. Ore mining
2. Crushing (jika diperlukan)
3. Agglomerate the ore (jika diperlukan)
4. Meletakan ore pada lined pad
5. Mengaliri ore dengan lixiviant yang tepat untuk mendisolve metal
6. Mengumpulkan metal yang telad terdisolve sebelumnya
7. Memproses kumpulan tadi untuk merecover metal
o Heap pada proses terebut berdungsi sebagai tempat pengumpulan metal ore
untuk dialiri acid atau lixiviant yang bertujuan untuk mendisolve metal
tersebut. Lixiviant ini yang mengandug mikroorganisme dan membuat proses
ini mengunakan Teknik bioleaching
o Setelah dialiri, maka akan terbentuk leachate yang berisi metal yang sudah
terdisolve untuk kemudian dikumpulkan pada pregnant pond
o Kemudia pregnant pond diproses yang bertujuan untuk merecovery metal
dalam pregnant pond tersebut
o Hasil yang tidak terecovery disebut barren solution, akan diproses kembali
untuk menjadi lixiviant\
In-situ leaching
Menurut World Nuclear Association, In-situ leaching atau ISL adalah metode
yang paaling cost effective dan environmentally acceptable untuk memproses uranium
dan mengekstraksi uranium dari metal ore. Berbeda dengan heap leaching, metal ore tidak
dimining dulu melainkan prosesnya berjalan di tempat dimana metal ore tersebut berada.
Inilah salah satu factor mengapa in-situ leaching atau ISL disebut lebih cost effective dan
environmentally acceptable
Pendahuluan
Aplikasi ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di iran mengenai fungsi
bioleaching untuk merecover tembaga,nikel dan kobakt dari sulfide berkualitas
rendah.dimana dengan menurunnya tingkat bijih berkualitas tinggi, meningkatnya
permintaan untuk logam berharga dan perkrembangan dari teknologi hydrometallurgy
yang baru beberapa usaha telah dilakukan untuk merecover metal berharga dari bijih
berkualitas rendah maupun dari tailings dimana proses tersebut dapat menyumbang
presentase yang cukup tinggi dari tingkat cadangan metal itu tertentu itu sendiri
Golgohar Iron Ore merupakan salah satu deposit terbesar di iran dimana elemen paling
berbahaya dari bijihnya merupakan sulfur, yang hadir dalam bentuk pirite dan
kalkopirit, sulfide tersebut umumnya dipisahkan dengan reserve flotation dimana
material pembawa tembaga-nikel-kobalt berkualitas rendah diproduksi sebagai sebagai
bagianyang terapung, dimana tailing tersebut tidak bisa ditingkatkan dengan metode
physicochemical konvensional, namun bioleaching memiliki poteni untuk merecover
metal dari bijih sulfida kompleks dan polymetallic yang berkualitas rendah karena
kemampuan teknis dan kereamah lingkungannya
Mineral
Tailling sulfide diperoleh dari bagian terapung dari sel reserve flotation pada bagian
pemrpsesan recover hematite, kemudian diperoleh kandungan tembaga sebesar 0.16%,
0.078% dari nikel dan 0.044% dari kobalt, analisa difraksi X-ray dari sampel
menunjukan pyrite (FeS2) dan magnetite (Fe2O4) sebagai fasa mayor dan talc serta
antigorite sebagai fase minor kemudain berdasarkan analisa wet screening didapatkan
ukuran partikel dari sampel 80%-nya dibawah 50 μm, studi mineralogical yang
dilakukan dengan mikroskop optic dari specimen yang diamplas menunjukan tembaga
hadir sebagai kalkopirit kebanyakan terperangkap pada mineral magnetit selain
menggunakan mikroskop optik analisa mineralogical juga dilakukan dengan electron
probe micro-analyzer kemudian gambardan table dibawah ini menunjukan analisa
elemental yang terkait dari sampel
Analisa diatas menunjukan jika sebagian nikel tersumbat pada butir dari pirite,. Nikel
sulfide tidak terobservasi pada specimen yang telah di amplas hal tersebut
diasumsikankarena nikel berada pada bentuk solid solution dalam pirite. Mineral
pembawa talk dan magnesium-kalsium (butir A dan B) tidak mengandung nikel
maupun kobalt, sementara fasa besi oksida pembawa chrom – nikel mengandung
sekitar 9.5 % nikel dan 12.5 % Chromium.
Mikroorganisme
Gabungan dari mikroorganisme pengoksidasi besi dan sulfur termasuk Leptospirillum
ferriphilum, Acidithiobacillus caldus, Sulfobacillus sp. and Ferroplasma sp. yang
digunakan pada percobaan ini campuran tersebut diperkaya dengan mengocoknya
dalam tabung pengocok menggunakan tailing sulfide (5%w/v) sebagai substrat pada
media nutrient 9K bebas besi dengan kecepatan aduk 150 rpm dengan pH 1.8 dan
temperatur 45 °C, nutrient tersebut memiliki komposisi yaitu 3 g/L (NH4)2SO4, 0.1
g/L KCl, 0.5 g/L K2HPO4,0.5 g/L MgSO4·7H2O, 0.01 g/L Ca(NO3)2
Eksperimen
Eksperimen bioleaching ini dilakukan pada tabung elenmeyer 500 mL dengan volume
suspense 200 mL pada medium garam basal yang tambah dengan 0.02% (w/v) ekstrak
rag, tiap tabung ditanamkan dengan larutan bakteri (15% v/v) dan kemudian diinkubasi
pada suhu 45 °C di dalam rotary shaker pada 150 rpm. Untuk menanamkan bakteri
ke medium baru seperti yang disebutkan sebelumnya, laritan bakteri ditambahkan ke
tabung yang mengandung nutrient yang dibutuhkan pada suhu yang sesuai. Setelah
melakukan pencampuran slurry yang dihasilkan pHnya disesuaikan dan potensial
redoksnya dicatat.
Semua eksperimen ditanamkan dari persediaan larutan bakteri di waktu yang sama
dengan sumber biakan yang sama. Larutan bakteri mengandung suspensi sel aktif yang
sebelumnya telah diadaptasi kepada 10% (w/v) densitas pulp dari material tailing dalam
medium nutrient 9K dan dengan pH 1.8 selama eksperimen berlangsung. Proses
bioleaching ini dipantau dengan mengukur metal terlarut, pH dan potensi redoks
dengan tujuan untuk mengevaluasi replikasi dari eksperimen bioleaching, pengujian
dilakukan pada medium nutrient Norris, degan densitas pulp 5% (w/v), pH 1.8 dam
temperatur 45 °C yang diulang sebanyak 2 kali untuk mengevluasi efek dari penanaman
mikroorganisme pada ekstraksi metal, kemudadian pengujian abiotik steril juga
dilakukan dengan densitas,suhu dan pH yang sama dengan pengujian sebelumnya,
medium disterilisasi dengan 2% (v/v) bactericide yang mengandung 2% (w/w) thymol
oada ethanol yang ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Kadar sulfur
yang sama juga ditambahkan untuk tabung pengontrol abiotik, selain itu dengan jumlah
yang sama medium garam 9K juga digunakan
Kesimpulan
Recover dari tembaga,nikel dan kobalt dari tailing sulfide dengan kehadiran
mikroorganisme diperkirakan 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan eksperimen
Leaching tanpa adanya penanaman dari bakteri. Hasil percobaan juga menunjukan 55%
dari tembaga, 98.2% dari nikel dan 59.9% dari kobalt dapat diekstraksi dari tailing
dengan proses bioleaching setelah 30 hari pada 5% (w/v) densitas pulp.
Ditemukan juga bahwa tembaga yang di recover pada pH 1.2 adalah 17% lebih tinggi
disbanding dengan pada pH 1.8. Perilaku ini berhubungan dengan laju leaching
kalkopirit pada nilai yang rendah dari potensial redoks sekitar 400 sampai 450mV pada
nilai pH yang rendah, dan konsenterasi yang lebih tinggi dari protons. Di sisi lain,
recovery dari nickel dan kobalt pada pH awal 1.8 masing-masing adalah 37% dan 23%
lebih dari yang di uji pada pH 1.2. Lebih tingginya tingkat recovery yang ditemukan
pada pH 1.8 dapat dikaitkan dengan potensial redoks, utamanya merupakan hasil
meningkatnya aktivitas dari mikroorganisme
Hasil juga menunjukan recovery dari metak yang berharga dapat memiliki perkiraan
nilai yang sama pada media 9K dan nutrient Norris pada 10% densitas pulp dan pH 1.8,
recover tembaga secara progresif meningkat selama eksperimen sementara recover dari
nikel dan kobalt cenderung mendatar setelah minggu pertama dari percobaan. Sifat ini
dapat dikaitkan dengan rendahnya nilai potensial redoks, yang menguntungkan untuk
leaching kalkopirit dan tidak menguntungkan untuk leaching dari nikel dan kobalt dari
mineral sulfide, dapat ditemukan juga pada kedua media nutrient recover tembaga pada
10% densitas pulp secara signifikan lebih tinggi disbanding dengan 5% densitas pulp,
sementara recover nikel dan kobalt justru lebih tinggi pada densitas pulp yang lebih
rendah, yang kemungkinan disebabkan oleh lebih tingginya potensial redoks pada 5%
densitas pulp.
2 proses dari bioleaching bertujuan untuk memaksimalkan recovery metal dari tailing
pada tamgki reaktor pengaduk berkelanjutan. Hal tersebut direkomendasikan pada
tahap pertama dimana potensial redoks dikendalikan pada reaktor utama pada nilai
potensial redoks yang rendah yaitu sekitar 420 mv untuk memaksimalkan laju
kalkopirit leaching, kemudian tahap kedua, hal tersebut harus ditingkatkan pada tangki
ahir untuk menambah laju leaching dari mineral pembawa nikel dan kobalt. Perlu
diingat jika nilai potensial redoks dapat dikendalikan dengan merubah laju transfer
massa dari oksigen dengan mengatur laju pengadukan atau mengijeksi aliran udara
kedalam reactor
Indonesia merupakan negara yang cukup luas dan memiliki sumber daya alam yang
berlimpah. Hal tersebut didasarkan pada letak Indonesia yang secara geologis berada pada
pertemuan tiga lempeng yang mengakibatkan munculnya deretan gunung api yang
mendukung pertumbuhan tanaman dan kaya akan barang tambang galian yang mengandung
mineral-mineral alam. Mineral-mineral alam tersebut antara lain: bauksit, grafit, kalsit,
magnesit, pyrite, dan lain sebagainya. Masing-masing dari mineral tersebut memiliki
kandungan logam dan manfaat yang berbeda-beda.
Sebagai contoh mineral yang biasa dimanfaatkan yaitu mineral pyrite. Pyrite
digunakan dalam pembuatan asam belerang dan belerang oksida. Selain itu, pyrite juga
sering digunakan sebagai bahan dalam pemurnian emas, tembaga, kobalt, nikel, dan lain-lain
(Hilyan, Hidayanti., 2012).
Oleh karena itu, dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi maka
manusia sudah sepatutnya melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan nilai guna
mineral-mineral tersebut sehingga dapat lebih bermanfaat.
Salah satu proses yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai guna pyrite yaitu
dengan proses pemisahan. Proses bioleaching merupakan teknologi altematif yang dapat
dikembangkan sebagai salah satu teknologi untuk memperoleh logam di masa mendatang.
Salah satu penerapan proses ini adalah untuk melepaskan dan mengekstraksi logam yang ada
dalam mineral sehingga mineral tersebut terpisah dari logam dan aman terhadap lingkungan
(Flo, Nindy., 2012).
Bioleaching adalah proses pelarutan logam atau pemisahan (estraksi) logam dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme (Pani, Balram., 2010). Mekanisme Bioleaching
secara tidak langsung (Indirect Mechanism) :
Mekanisme tidak langsung dilakukan dengan cara mengoksidasi mineral sulfida oleh ion
besi (Fe3+). Reaksi pertama dikendalikan langsung oleh mikroorganisme, reaksi kedua terjadi
secara alami tanpa melibatkan mikroorganisme. Pada reaksi ketiga juga terjadi karena
melibatkan mikroorganisme. Pelarutan logam terjadi oleh siklus proses antara reaksi pertama
dan kedua dan pembentukan ion H+ dengan mengoksidasi sulfur. Untuk reaksi pada
Bioleaching Pyrite (FeS2) adalah sebagai berikut (olson, Gregory J., 1990),
Mengoksidasi pyrite:
Ferro sulfat dan sulfur yang terbentuk kemudian dioksidasi oleh mikroorganisme menurut
persamaan reaksi berikut:
Metodologi
Pada penelitian ini dilakukan proses bioleaching secara batch dengan menggunakan alat
berupa labu erlenmeyer 250 ml yang dimasukkan ke dalam water bath yang dilengkapi juga
dengan shaker. Parameter yang digunakan adalah temperatur bioleaching sebesar 35˚C,
kecepatan pengadukan 70 rpm dan jumlah mikroorganisme yang ditambahkan adalah jumlah
dari 20% total volume kerja. Variabel yang digunakan yaitu jenis mikroorganisme
(Aspergillus niger dan Thiobacillus ferooxidans); dan waktu bioleaching yaitu 10, 20, dan
30 hari.
Alat dan Bahan
Peralatan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Gambar 1 Foto dan Skema Alat
Keterangan
1. Water bath (dilengkapi dengan Heater)
2. Shaker
3. Timer
4. Regulator temperatur
6. Pengatur kecepatan
1. Batuan mineral pyrite yang diperoleh dari daerah Karawang Jawa Barat
Prosedur Kerja
Analisis
Analisis yang dilakukan dalam proses bioleaching batuan mineral pyrite ini adalah analisis
konsentrasi logam dalam rafinat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry) dan Inductively Coupled Plasma/Mass Spectrometry (ICP/MS).
Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan berupa batuan mineral pyrite. Batuan mineral
tersebut didapatkan dari daerah Karawang, Jawa Barat. Untuk mengetahui kandungan
senyawa dalam batuan mineral tersebut, dilakukan analisis pengujian menggunakan metode
X-RF. Adapun hasil analisinya adalah sebagai berikut:
Senyaw %
a berat
SiO2 17,88
Al2O3 8,20
Fe2O3 25,61
TiO2 0,13
CaO 0,10
K2O 0,94
MnO 0,001
MgO 0,22
Na2O tt
P2O5 0,031
SO3 46,60
ZnO 0,13
PbO 0,071
Berdasarkan kurva pada Gambar 2 dan 3 dapat diketahui bahwa banyaknya logam
yang terlarut di dalam rafinat dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme. Dengan menggunakan
bakteri Thiobacillus ferooxidans dan Aspergillus niger, dapat dilihat bahwa konsentrasi
logam Al dan Zn yang terekstrak di dalam rafinat semakin besar seiring dengan berjalannya
waktu bioleaching selama 30 hari. Namun terjadi penyimpangan untuk logam Fe yang
terekstrak dalam rafinat dengan menggunakan Aspergillus niger.
Secara teori, nilai konsentrasi akan terus meningkat seiring dengan semakin lama
waktu bioleaching. Berdasarkan keterangan di atas, khususnya untuk bakteri Thiobacillus
ferooxidans, bakteri ini menghasilkan asam sulfat sebagai pengekstrak logam, dimana asam
sulfat yang dihasilkan bereaksi dengan logam tersebut menghasilkan senyawa logam sulfat
yang mudah larut(Olson, Gregory J., 1990). Sedangkan untuk fungi Aspergillus niger
menghasilkan asam sitrat (Ghorbani Y dkk., 2007). Keefektifan proses bioleaching
bergantung terhadap kemampuan mikroorganisme dan komposisi mineral dan kimia dari
logam yang akan diekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses bioleaching antara
lain adalah nutrisi, kebutuhan O2 dan CO2, pengadukan, pH, dan temperature.
Proses metabolisme dari fungi melibatkan sintesis karbohidrat, dimana mengubah glukosa
yang dihasilkan dari sintesis karbohidrat menjadi produk asam organik.
Fungi mampu mengekstrak logam dengan proses asidolisis dan kompleksasi. Asam
sitrat merupakan asam trikarboksilat yang memiliki tiga gugus karboksilat dan satu gugus
hidroksil yang mampu mendonorkan H+ ketika kation Al3+ yang tersedia dalam sistem dan
asam sitrat mengalami disosiasi secara sempurna dalam larutan (Ghorbani Y dkk., 2007)
% Yield pada Gambar 4 dan 5 adalah % massa logam di dalam rafinat terhadap kandungan
logam awal di dalam mineral (pyrite). Berdasarkan karakteristik diagram batang pada gambar
di atas, dapat diketahui bahwa bakteri Thiobacillus ferooxidans dan fungi Aspergillus niger
mempunyai kemampuan berbeda dalam melakukan proses bioleaching.
1. Semakin lama waktu bioleaching, semakin besar jumlah logam yang terekstraksi.
4. Konsentrasi logam di dalam rafinat tertinggi adalah 759 ppm untuk logam Al pada
proses bioleaching menggunakan bakteri Thiobacillus ferooxidans.
5. Perolehan (yield) logam di dalam rafinat tertinggi diperoleh sebesar 15,021 % untuk
logam Zn pada proses bioleaching dengan menggunakan bakteri Thiobacillus
ferooxidans
Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi dari setiap tekologi pemerosesan baru harus dinilai atau
diperkirakan secara relative terhadap teknologi-teknologi yang sudah ada, karena
bioleaching sekarang sudah diaplikasikan pada skala komersil untuk leachibg dari
tembaga dan refaktori dari bijih emas dan konsentrat. Kegunaan dari bioleaching untuk
uranium telah didemonstrasikan pada skala yang besar. Namun biaya modal dari
bioleaching dapat dibagi menjadi hal yang berhubungan dengan konstruksi dan layanan
penyediaan, biaya operasional, dan suplemen dari reagen dan service. Umumnya biaya
modal dari bioleaching lebih kecil atau sedikit disbanding dengan metode kimia
konvensional dan smelting maupun roasting. Namun juga perlu diperhatikan biaya
modal untuk setiap jenis aplikasi yang berbeda dari proses bioleaching meningkat
dengan urutan Dump < Vat < Heap < Agitated reactor.
Biaya Operasional
Biaya Operasional untuk proses oksidasi yang melibatkan. Selain untuk
ekstraksi dari metal, tidak ada produk lain yang dapat diperoleh dari proses ini. Namun
pembangkitan dari asam berkualitas rendah yang terkontaminasi dengan metal terlarut
dan garam dapat diamati
Bioleaching cenderung merupakan teknologi yang sederhana yang tidak
membutuhkan instrumentasi atau sample yang siginifikan untuk menyediakan recover
metal pada tingkat tinggi. Servis yang harus disediakan untuk pengujian kadar metal,
instrument keteknikan dan pemeliharaan pada umumnya lebih rendah atau sedikit
disbanding untuk proses alternative yang member perlakuan pada material sulfide.
Semakin rendah tingkat servis tersebut yang dibutuhkan proses bioleaching mereduksi
atau mengurangi biaya operasional.
Proses instrumenisasi minimal dibutuhkan, hanya pengukuran pH, oksigen
terlarut, dan temperatur yang dibutuhkan, selain itu penyesuaian dari kondisi dabat
dibuat secara manual oleh operator, karena proses berjalan pada suhu dan temperature
dekat dengan sekitarnya, biaya pemeliharaan dari desain konvensional rendah jika
dibandingkan dengan teknologi alternative seperti pressure oxidation dan roasting.
Perkembangan kedepannya
Pengunaan daribakteri thermopilic dan thermopilic archea sedang memperoleh
peroleh perhatian secara signifikan untuk aplikasi komersial. Pengujian dalam skala
pilot menunjukan thermophil extreme mencapai efesiensi bioleaching dari konsentrat
utama dari tembaga sulfide dan nikel sulfide, menghasilkan tingkat recovery yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dicapai oleh bioleaching menggunakan
perkembangan bakteri mesophilic atau moderatethermopilic. BHP-Billiton perusahaan
tambang dari Australia secara aktif mengembanglam paten teknologi untuk bioleaching
dari kalkopirit menggunakan tangki pengaduk. BacTech/Mintek with industrias
penoles dari Mexico juga mengoperasikan bioleach jenis tangki pengaduk dengan
kapasitas 170 meter kubik di Monterey, Mexico menggunakan mikroorganisme
thermopilic secara moderate. Dimana projek tersebut berfokus pada konsentrat
polymetallic (kalkopirit,sphalerite, dan galena) yang mengandung metal berharga.
Recovery dari 96-97% tembaga, 99% dari zinc, 98-99% Au dan 40% dari Ag
dapat dicapai pada laju feed sebesar 2.7 t/hari. Operasi sirkuit tertutup yang stabil
dipelihara dam 0.5 t/hari dari kemurnian tinggi dari katoda tembaga diproduksi.
Bioleaching dari konsentrat yang dianggap kotor yang memiliki biaya smelter penalty
yang tinggi, mewakilkan beberapa aplikasi baru paling menarik untuk reaktor
pengaduk. Dengan tambahan pada reaktor pengaduk, bioleaching.
Proses GEOCOAT, yang dikembangkan oleh Geobiotics, Lakewood, Colorado
merupakan sistem heap leach adalah sistem yang unik untuk biooksidasi pretreatment
dari refaktori konsentrat metal berharga dan bioleaching tembaga,zinc atau nickel
sulfide konsentrat dan interaksi trochemical pada bioleaching dari sulfide kompleks
dapat menempati tempatpada proses ektraksi metal advance. Mobilisasi dari metal dari
limbahatau pembuangan elektronik melalui proses bioleaching secara kuat membantu
pengelolaan limbah pada industry elektronik dan galvanic. Indsutri pertambangan juga
mengakui bahwa bioteknologi menawarkan suatu alat atau media untuk recover nilai
ekonomis dari metal. Recovery daro metal dari sumber limbah laiinya seperti lumpur
industry, limbah galvanic dan limbah elektronik merupakan capaian dari proses
bioleaching, sehingga perngembangan lanjutan akan memperluas peran bioleaching
pada ekstraksi dan recover metal lainnya.
Bioleaching saat ini berkontribusi terhadap sekitar 20 persen dari tembaga yang
ditambang di dunia, dan digunakan di sekitar 20 tambang di seluruh dunia. Suatu
larutan asam yang mengandung bakteri diaplikasikan dan dibiarkan meresap melalui
tumpukan, yang mengalir ke kolam pengumpulan. Ketika bioleaching selesai, 80
hingga 90 persen tembaga telah diekstraksi dari bijih. Proses ini dapat digunakan pada
bijih yang hanya memiliki 0,5 sampai satu persen tembaga, dimana presentase tersebut
terlalu sedikit untuk pemurnian konvensional. Solusinya kemudian mengeringkannya
ke sel elektrolitik dan tembaga diekstraksi darinya. Selain tembaga seng, nikel dan
kobalt sebagian besar juga dapat diekstraksi dengan proses bioleaching Input untuk
proses bioleaching bergantung pada jenis mikroorganisme yang digunakan dan harus
menguntungkan untuk pelarutan logam. Input untuk proses ini meliputi:
Referensi :