Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH BIOLEACHING

Dibuat oleh :

Aurellio Priandhika E. 1706070053

Austin Arunika 1706025440

Christofer Kevin 1706070021

Dzaki Omar Bunedi 1706024892

M. Haekal Dzaky 1706070236

M. Haikal Rasyad Utomo 1706022653

Zachary Zhafran Abdullah 1706027143

KELOMPOK 4

METALURGI EKSTRAKSI - 02

DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA
Sejarah dan Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan di masa depan membutuhkan langkah-langkah untuk


mengurangi ketergantungan pada bahan baku yang tak mudah diperbaharui sebagai sumber
daya utama. Sumber daya baru untuk logam harus dikembangkan dengan bantuan teknologi
baru. Selain itu, peningkatan teknik penambangan yang ada dapat menghasilkan metal recovery
dari sumbernya, yang belum ekonomis hingga saat ini. Metal-winning processes berdasarkan
aktivitas mikroorganisme menawarkan kemungkinan untuk mendapatkan logam dari sumber
daya mineral yang tidak dapat diakses secara konvensional penambangan (BOSECKER, 1997;
BRIERLEY, 1978; BRYNER et al., 1954; TORMA dan BANHEGYI, 1984). Mikroba seperti
bakteri dan jamur dapat mengubah senyawa logam menjadi bentuk yang larut dalam air dan
merupakan biokatalis dari proses pencucian ini. Selain itu, pengaplikasian proses pelarutan
mikrobiologis ini memungkinkan untuk memulihkan nilai logam dari industry limbah yang
bisa berfungsi sebagai bahan baku sekunder.

Salah satu laporan pertama di mana pencucian mungkin telah terlibat dalam mobilisasi
logam ditemukan oleh penulis Romawi Gayus Plinius Secundus (23–79 A.D.). Dalam
karyanya pada bidang ilmu alam, Plinius menjelaskan bagaimana tembaga mineral diperoleh
dengan menggunakan proses pencucian (KÖNIG, 1989a, b). Dalam terjemahan berbunyi kira-
kira sebagai berikut: “Chrysocolla adalah cairan di tambang emas yang disebutkan sebelumnya
berjalan dari gold vein. Pada cuaca dingin selama musim dingin lumpur membeku karena
kekerasan batu apung. Diketahui dari pengalaman bahwa [chrysocolla] paling dicari di dalam
tembaga tambang, berikut ini di tambang perak. Cairan ini juga ditemukan di tambang timah
meskipun bernilai kecil. Di semua tambang ini, chrysocolla juga diproduksi secara artifisial
dengan mengalirkan air secara perlahan melalui tambang selama musim dingin hingga bulan
Juni; selanjutnya, air diuapkan pada bulan Juni dan Juli. Ini jelas menunjukkan bahwa
chrysocolla tidak lain hanyalah decomposed vein."

Seorang ahli fisika dan ahli mineral Jerman Georgius Agricola (1494–1555)
menjelaskan pada karyanya de re metallica dan juga teknik untuk pemulihan tembaga yang
didasarkan pada pencucian bijih yang mengandung bahan baku tembaga (SCHIFFNER, 1977).
Sebuah potongan dari bukunya menunjukan ilustrasi dari pengangkutan manual logam yang
mengandung leachates dari tambang dan mereka mengeringkannya dengan menjemur di
bawah sinar matahari (Gbr. 1).
Gbr. 1. Cuplikan gambar dari buku de re metallica ditulis oleh Georgius Agricola (1494–1555),
menggambarkan recovery hasil tambang tembaga secara manual yang masih mengandung limbah kemudian
dikumpulkan di bak kayu dan terkonsentrasi di bawah sinar matahari.

Namun, sehubungan dengan operasi komersial bioleaching pada suatu sekala industri,
teknik biohidrometalurgi telah diperkenalkan ke tambang Tharsis di Spanyol 10 tahun
sebelumnya (SALKIELD, 1987). Sebagai konsekuensi dari larangan memanggang bijih dan
sulfur di udara yang terbuka, yang menghasilkan emisi sulfur pada atmosfer pada tahun 1878
di Portugal, ekstraksi metal hidrometalurgi telah dipertimbangan di negara lain dengan lebih
intens.

Selain larangan itu, penghematan biaya adalah hal lain yang dipertimbangkan untuk
pengembangan: teknik heap leaching diasumsikan dapat mengurangi biaya transportasi dan
layanan lainnya (SALKIELD, 1987). Mulai tahun 1900 dan seterusnya, tidak ada
pemanggangan bijih kadar rendah dilakukan secara udara terbuka di Tambang Rio Tinto.

Upaya membangun bioleaching di Tambang Rio Tinto telah dilakukan pada awaln
tahun 1890-an. Heaps (tinggi 10 m) dari bijih kadar rendah (mengandung 0,75% Cu) dibangun
dan dibiarkan selama satu hingga tiga tahun untuk mengalami dekomposisi alami (SALKIELD,
1987). 20 - 25% dari tembaga yang tersisa telah ter-recover setiap tahunnya. Diperkirakan
sekitar 200.000 ton bijih kasar bisa jadi diurus pada tahun 1896. Meskipun operasional
pencucian industri dilakukan di Tambang Rio Tinto selama beberapa dekade, namun kontribusi
bakteri untuk kelarutan logam dikonfirmasi hanya pada tahun 1961, ketika Thiobacillus
ferrooxidans diidentifikasi dalam leachates.
Laporan awal menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bioleaching adalah
ketinggian tumpukan, ukuran partikel, pencucian bijih awal dengan asam, dan kontrol suhu
hingga sekitar 50 ° C (SALKIELD, 1987). Faktor kritis lainnya adalah pasokan air untuk
penumpukan. Meskipun demikian biasanya air tambang asam digunakan untuk pengolahan
bijih, 4 miliar liter air tawar diperlukan setiap tahunnya (SALKIELD, 1987).

Meski metal leaching dari sumber daya mineral memiliki catatan sejarah yang sangat
panjang (EHRLICH, 1999; ROSSI, 1990) dan meskipun oksidasi senyawa sulfur dan unsur
tereduksi sulfur menghasilkan pembentukan asam sulfur sudah ditunjukkan di 1880-an
(WINOGRADSKY, 1887), oksidasi dari sulfida logam tidak dijelaskan hingga tahun 1922
ketika mobilisasi seng dari seng sulfide diselidiki (RUDOLFS, 1922; RUDOLFS dan
HELBRONNER, 1922). Ditemukan bahwa transformasi seng sulfida menjadi seng sulfat
dimediasi secara mikroba.

Berdasarkan hasil ini, ke-ekonomis-an recovery seng dari bijih yang mengandung seng
dengan metode biologis, disarankan. Pada tahun 1947, Thiobacillus ferrooxidans diidentifikasi
sebagai bagian dari komunitas mikroba ditemukan dalam drainase tambang asam (COLMER
dan HINKLE, 1947). Paten pertama diberikan pada 1958 (ZIMMERLEY et al., 1958). Paten
menjelaskan proses siklik dimana ferric sulfate atau larutan lixiviant asam sulfat digunakan
untuk logam ekstraksi, diregenerasi oleh aerasi (ferrous iron dioksidasi oleh organisme
pengoksidasi besi), dan digunakan kembali pada tahap leaching berikutnya.

Terminologi

Secara umum, bioleaching adalah proses yang digambarkan sebagai pengekstrasian


logam dari sumber mineralnya secara alami dengan medua mikroorganisme atau penggunaan
mikro- kroorganisme untuk mengubah elemen sehingga elemen tersebut dapat diekstraksi
dari suatu bahan. Selain itu, istilah "biooksidasi" juga digunakan. Namun, ada beberapa
perbedaan kecil menurut definisi umumnya, bioleaching merujuk pada konversi nilai logam
padat menjadi bentuk larut cairnya menggunakan mikroorganismeisme. Dalam kasus
tembaga, tembaga sulfida akan dioksidasi oleh mikroba menjadi tembaga sulfat dan nilai-
nilai logam hadir dalam fase cair kemudian padatan yang tersisa dibuang. Biooxidation
menggambarkan oksidasi mikrobiologis mineral inang yang mengandung senyawa logam
terkait. Akibatnya, nilai-nilai logam tetap dalam residu padat dalam bentuk yang
terkonsentrasi. Dalam operasi penambangan emas, biooxi- dasi digunakan sebagai proses
pretreatment untuk menghapus pirit atau arsenopirit. Proses ini juga disebut
"biobeneficiation" di mana bahan padat disempurnakan dan ditingkatkan kemurniannya
kemudian bagian yang tidak diinginkan dibuang. Istilah biomining, bio- ekstraksi , atau
biorecovery juga diterapkan untuk menggambarkan mobilisasi elemen dari bahan padat yang
dimediasi oleh bakteri dan jamur. Biomining sebagian besar bersangkutan dengan aplikasi
proses mobilisasi mikroba logam dalam skala besar operasi industri pertambangan untuk
pemulihan logam yang ekonomis. Area biohidrometalurgi meliputi proses bioleaching atau
biomining . Biohidrometalurgi mewakili suatu bidang interdisiplin dimana aspek
mikrobiologi (terutama geomikrobiologi), geochemistry, bioteknologi, hidrometalurgi,
mineralogi, geologi, teknik kimia, dan pertambangan rekayasa digabungkan. Hidrometalurgi
didefinisikan sebagai perlakuan logam dari metal dan material yang mengandung al oleh
proses basah dan menjelaskan ekstraksi dan perlakuan metal dari bijihnya dengan proses di
mana larutan memegang peran dominan.

Prinsip Dasar Proses Bioleaching

Proses ekstraksi logam secara mikrobiologis biasanya lebih ramah lingkungan daripada
proses fisika-kimia. Mereka tidak menggunakan energi dalam jumlah besar dibandingkan
dengan roasting dan smelting dan tidak menghasilkan sulfur dioksida atau gas berbahaya
lainnya. Dengan demikian, proses ini dapat dianggap kompatibel dengan undang-undang
antipolusi.

Bioleaching merupakan suatu proses plearutan/ pemisahan (ekstraksi) logam dari


sedimen atau mineral yang sukar larut menjadi bentuk larut dengan menggunakan organisme
hidup (bakteri). Pemilihan bakteri harus sesuai dengan jenis logam yang akan diekstraksi
karena bakteri memiliki sifat selektifitas terhadap logam-logam tertentu. Kebanyakan bakteri
dan jamur yang ada secara alami melakukan banyak reaksi penting secara fisiologis yang
memungkinkannya untuk tumbuh dan bereproduksi. Efek mineralitik dari bakteri dan jamur
pada mineral terutama didasarkan pada tiga prinsip, asidolisis, kompleksolisis, dan
redoksolisis. Mikroorganisme dapat memobilisasi logam melalui proses berikut:

1. Pembentukan asam organic dan anorganik (pembentukan proton)


2. Ekskresi agen pengompleks (pembentukan ligan)
3. Reaksi oksidasi dan reduksi

Umumnya, asam sulfur merupakan asam inorganik utama yang terbentuk dalam
lingkungan leaching. Asam sulfur terbentuk oleh mikroorganisme pengoksidasi sulfur seperti
thiobacilli. Juga, serangkaian asam organik dibentuk oleh metabolisme bakteri dan jamur yang
menghasilkan asidolisis organik, dan pembentukan kompleks dan khelat. Kelarutan mineral
yang diinduksi proton dan diinduksi ligan terjadi secara bersamaan di hadapan ligan di bawah
kondisi asam.

Biooksidasi dari besi tereduksi untuk menghasilkan ferric (III) besi oleh bakteri
chemolithotrophic dalam kondisi yang sedikit asam adalah fenomena yang sudah banyak
diketahui. Ion besi adalah zat pengoksidasi kuat yang bertanggung jawab atas disolusi mineral
sulfida. Ferric besi berkurang selama reaksi tetapi mikroba yang efektif memastikan regenerasi
ion besi yang berkelanjutan. Juga, banyak strain memiliki kemampuan untuk mengurangi ion
ferric (III) menjadi ion ferrous (II) dalam kondisi anaerob. Prosesnya dapat dinyatakan sebagai
berikut:

Bakteri yang umumnya digunakan dalam proses bioleaching yaitu bakteri Escherichia
coli, Pseudomonas fluoroscens, Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus sp.Bakteri T.
ferrooxidans digunakan untuk bioleaching pada tembaga dan emas. Bakteri ini mampu
melakukan sulfide logam

Bioleaching merupakan proses alternative yang dapat dikembangkan untuk


mengekstraksi logam berat dana man terhadap lingkungan di masa mendatang. Proses
bioleaching dilakukan dengan memasukkan sedimen yang tidak larut tersebut ke dalam wadah
yang telah diinokukulasi dengan bakteri.

Mikroorganisme pelarut logam-sulfida yang dominan adalah bakteri yang sangat


asidofilik (tumbuh pada pH di bawah 3), juga dikenal sebagai chemolithotrophs, yang
memanfaatkan baik sulfur inorganik atau ferrous (II) besi yang berkurang (beberapa
menggunakan keduanya) sebagai sumber energi dan tumbuh secara autotrof dengan CO2 dari
atmosfer. Juga, beberapa organisme telah ditemukan tumbuh lebih baik ketika diberi udara
yang telah diperkaya dengan 0,5-5% (v / v) karbon dioksida.
Bakteri pencucian klasik milik genus Acidithiobacillus (sebelumnya disebut
Thiobacillus), yang umumnya gram-proteobacteria gram negatif. Ini termasuk zat besi dan
pengoksidasi sulfur, Acidithiobacillus ferrooxidans, pengoksidasi sulfur di. thiooxidans, Di.
caldus, dan Leptospirillum ferrooxidans ironoxidizing dan L. ferriphilum. Bakteri ini biasanya
dianggap sebagai mesofilik, yaitu, mereka melakukan biooksidasi pada suhu 40 C atau kurang.
Bakteri pencucian Gram-positif adalah anggota termofilik dari genera Acidimicrobium,
Ferromicrobium, dan Sulfobacillus. Leaching archaebacteria telah dikenal selama bertahun-
tahun dan semuanya milik Sulfobales, sekelompok belerang yang sangat termofilik dan
pengoksidasi besi termasuk genus seperti Sulfolobus, Acidianus, Metallosphaera, dan
Sulfurisphaera. Baru-baru ini, archaebacteria pengoksidasi besi mesofilik dan asidofilik juga
telah ditemukan. Turun ke Thermoplasmales; dua spesies, Ferroplasma acidiphilum dan F.
acidarmanus, diketahui.

Di antara bakteri ini ada spesies spektrum substrat terbatas. Khususnya, L. ferrooxidans
dan L. ferriphilum dapat tumbuh hanya dengan ion besi pengoksidasi (II) aerobik. Sebaliknya,
At. ferrooxidans diberkahi dengan kapasitas metabolisme yang luas. Spesies ini hidup dari
oksidasi senyawa sulfur tereduksi dan mampu mengoksidasi hidrogen molekuler, asam format,
ion ferrous (II), dan ion logam lainnya. Pertumbuhan anaerob dimungkinkan dengan oksidasi
senyawa sulfur atau hidrogen ditambah dengan reduksi ion besi (III). Baru-baru ini diketahui
bahwa At, ferrooxidans, seperti Acidianus spp., Mengurangi unsur sulfur dalam proses oksidasi
hidrogen anaerob. Aplikasi akseptor elektron selain oksigen dicerminkan oleh adanya berbagai
komponen transpor elektron. Dalam kasus Acidithiobacillus ferrooxidans, setidaknya 11 jenis
sitokrom tipe c telah diselidiki. Karena bakteri pencucian ini mengendalikan proses oksidasi
besi dan sulfur aerob dan anaerob, mereka bisa sangat penting untuk perawatan DAL. Dalam
proses alami, di mana bioleaching dalam tumpukan limbah dan tailing ditutup dengan banjir
atau dengan penutup organik, kedua DAL umum menciptakan lingkungan anoksik, dan dalam
kondisi ini pencucian bakteri dapat tetap aktif karena kapasitas anaerobik mereka. Hasil
pelindian anaerobik pirit dan logam sulfida lainnya pada nilai pH rendah masih diselidiki.
Namun, fisiologi anaerob yang disebutkan sebelumnya dari bakteri pelindian dan
keberadaannya dalam biotop anoksik mendukung hipotesis dari proses pelindian anaerob.
Misalnya, keberadaan spesies seperti Acidithiobacillus telah ditunjukkan dalam reaktor
anoksik yang dirancang untuk membersihkan air tanah dan lignit yang terkontaminasi. Juga,
jalur asimilasi karbon mendeteksi keanekaragaman metabolisme bakteri ini sampai batas
tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioleaching dapat dilihat pada tabel berikut:

Mekanisme dan Reaksi Bioleaching

Bakteria merupakan salah satu hal terpenting dalam proses Bioleaching, hal ini
tercerminkan dalam mekanisme terjadinya bioleaching yang didominasi oleh peran bacteria.
Perannya dalam mekanisme ini adalah memegang reaksi kunci dalam sebagian besar dari peng-
oksida bijih yang akan diolah atau diproses. Penggunaan paling banyak terjadi pada ion-ion
ferric yang memiliki sifat yang reaktif terhadap bacteria yang digunakan pada proses
bioleaching. Membran sel pada bacteria merupakan tempat terjadinya reaksi yang akan
berlangsung karena merupakan tempat persinggungan pertama bacteria dengan ion-ion ferric
yang akan direaksikan.

Prosedur yang terjadi dalam proses bioleaching dapat dikategorikan menjadi dua fase utama
yang biasanya terjadi pada mekanisme bioleaching ini:
1. Disulfide menjadi Thiosulfate

Pada proses ini ion-ion ferric (Fe3+) akan mengoksidasi disulfide yang akan berubah
menjadi thiosulfate dengan reaksi yang terjadi secara spontan. Hasil lain yang terjadi
akibat fase ini adalah terbentuknya ion-ion ferrous (Fe2+) yang tereduksi akibat proses
yang terjadi sebelumnya.

FeS2 + 6 Fe3+ + 3 H2O 7 Fe2+ + S2O32- + 6 H+

2. Oksidasi ion-ion ferrous dan sulphur

Dalam fase ini terjadi katalisasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang ada dalam
bacteria yang mempercepat terjadinya oksidasi ion-ion ferrous menjadi ion-ion ferric
dan sulphur menjadi sulphuric acid dari hasil reaksi oksidasi yang terjadi.

Fe2+ + ¼ O2 + H+ Fe3+ + ½ H2O

S + 3/2 O2 + H2O H2SO4

Dalam fase ini banyak terjadi rekasi lain yang mengubah banyak susunan kimia dalam
unsur – unsure yang ada dalam prosedur kali ini yang tentunya perlu diperhatikan agar
proses dapat menghasilkan yang terbaik, beberapa yang terjadi adalah berikut:
 Thiosulfate menjadi Sulfate

Oksidasi dari Thiosulfate oleh bacteria yang ada dalam proses bioleaching yang
mengubahnya menjadi sulfate.

S2O32- + 2 O2 + H2O 2 SO4 2- + 2 H+


 Net Reaction dari siklus fase pertama dan fase kedua

Pada fase kedua kita mendapatkan ion-ion ferric yang akan melakukan reaksi
oksidasi pada sulfide sesuai dengan reaksi yang terjadi pada fase pertama.

2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O 2 Fe2+ + 4 SO42+ + 4 H+

Produk bersih dari reaksi adalah Ferrous Sulfate dan Sulphuric Acid.

Pada mekanismenya bioleaching biasanya terbagi menjadi dua prosedur utama yang biasanya
terjadi pada proses bioleaching pada umumnya:
a. Direct Bioleaching

Dalam proses bioleaching ini bacteria akan secara langsung dapat menyebabkan reaksi
oksidasi yang akan meng-oksidasi mineral dan larutan metal. Direct Bioleaching dalam
prosesnya terjadi kontak fisik antara bacteria dengan bijih yang akan diolah yang
menyebabkan oksidasi mineral terjadi secara enzimatis akan terkatalisasi dalam proses
yang terjadi selama reaksi ini berlangsung.

Contoh:
Pyrite teroksidasi menjadi Ferric Sulphate

2 FeS2 + 7 O2 + 7 H2O 2 FeSO4 + 2 H2SO4


b. Indirect Bioleaching

Dalam mekanisme ini terjadi peran oxidizing agent seperti ion-ion ferric dan sulphuric
acid dari hasil oksidasi pada proses yang sebelumnya telah terjadi. Pada jenis
bioleaching ini diperlukannya lingkungan yang tetap asam agar menjaga ion-ion ferric
dan unsure metal lain tetap berada dalam larutan. Lingkungan yang asam dapat dijaga
dengan oksidasi dari sulphur, besi, dan sulfide metal atau bisa juga dari ion-ion
carbonates.

Contoh:
Bioleaching pada Uranium.

UO2 + Fe(SO4)3 UO2SO4 + 2 FeSO4


Commercial Process of Bioleaching

a. Slope Leaching
Dalam proses ini bijih biasanya ditumpukan dalam jumlah banyak dan diletakan
disebuah lereng lalu diberikan aliran mikroorganisme dan cairan di bawahnya akan
diproses lebih lanjut dalam Metal Recovery untuk larutan tersebut.

b. In-Situ Leaching
Dalam proses ini bijih akan secara sengaja diletakan ditempat asal mikroorganisme
di tempat kemunculannya pada alam, setelah itu dipompa keluar. Cairan hasil
proses ini akan diolah lebih lanjut pada prose Metal Extraction.
c. Heap Leaching
Dalam proses ini bijih akan ditumpuk secara banyak dan prosesnya sama seperti
slope leaching namun perbedaanya aliran air yang bukan dialiri dari lereng. Cairan
hasil proses ini akan diolah lebih lanjut pada Metal Recovery.

Perlekatan/penempelan mikroorganisme pada permukaan logam

Sudah diketahui jika pembentukan zat polimer ekstraseluler berperan penting dalam
penempelan thiobacilli ke mineral permukaan seperti,sulfur, pirit, atau covellite. Ekstraksi
atau hilangnya eksopolimer ini mencegah penempelan sel yang dapat mengakibatkan
penurunan efisiensi pencucian logam dan dapat disimpulkan bahwa kontak langsung antara
sel-sel bakteri dan permukaan padat diperlukan dan merupakan prasyarat penting untuk
mobilisasi logam yang efektif. Interaksi antara mikroorganisme dan mineral di permukaan
muncul pada dua tingkat . Level pertama adalah sorpsi fisik penyebab gaya elektrostatik.
Karena rendahnya pH biasanya terjadi di lingkungan pencucian , amplop sel mikroba
bermuatan positif menyebabkan interaksi elektrostatik dengan fase mineral. Tingkat kedua
adalah ditandai dengan penyerapan kimia di mana ikatan kimia antara sel dan mineral
mungkin terjadi. Selain itu, metabolit ekstraseluler dibentuk dan diekskresikan selama fase
ini di dekat sekitar situs penempelan. Berat molekul rendah metabolit diekskresikan oleh
oksidator sulfur termasuk asam yang berasal dari siklus TCA, asam amino, atau etanolamin,
sedangkan senyawa dengan bobot molekul yang relatif tinggi termasuk diantaranya adalah
lipid dan fosfolipid . Dengan kehadiran unsur sulfur, mikroorganisme pengoksidasi sulfur
dari limbah lumpur membentuk matriks berfilamen mirip dengan bakteri glikokaliks yang
mengarah pada pentingnya zat ekstraseluler ini di kolonisasi partikel padat

Peralatan, Desain, dan Komponen Alat

Pada proses kali ini, bioleaching tida memiliki alat karena proses bioleaching
merupakan salah satu Teknik leaching. Biasanya, proses bioleaching berjalan sangat lama.
Untuk ekstraksi komersial metal dengan bioleaching, prosesnya dioptimalisasi dengan
pengontrolan pH, tempertatur, kelembaban, dan konsentrasi O2 dan Co2. Beberapa proses yang
biasanya menggunakan bioleaching adalah Heap leaching dan In-situ leaching

 Heap Leaching

Berdasarkan laporan dari World Economic Forum’s Mining & Metal Scenarios to 2030,
peningkatan populasi global, dengan tren urbanisasi dan industrialisasi dalam peningkatan
ekonomi, mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap komoditas mineral pertambangan
dan metals.
Permintaan yang diprediksi akan meningkat ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan
komoditas. Grades dari metal ore terlihat mengalami penurunan kualitas yang signifikan dalam
beberapa decade ke belakang. Dengan kondisi seperti diatas, perusahaan tambang terus
mencari teknologi baru yang bisa membuat mereka mengurangi cost dan meningkatkan
performance.

Heap Leaching adalah salah satu metode yang dianggap bisa menjawab itu semua. Heap
leaching merupakan proses yang fleksibel dan masih terus berkembang yang sedan
mendapatkan pengakuan dan popularitas bagi perusahaan minging.

Proses heap leaching terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Ore mining
2. Crushing (jika diperlukan)
3. Agglomerate the ore (jika diperlukan)
4. Meletakan ore pada lined pad
5. Mengaliri ore dengan lixiviant yang tepat untuk mendisolve metal
6. Mengumpulkan metal yang telad terdisolve sebelumnya
7. Memproses kumpulan tadi untuk merecover metal
o Heap pada proses terebut berdungsi sebagai tempat pengumpulan metal ore
untuk dialiri acid atau lixiviant yang bertujuan untuk mendisolve metal
tersebut. Lixiviant ini yang mengandug mikroorganisme dan membuat proses
ini mengunakan Teknik bioleaching
o Setelah dialiri, maka akan terbentuk leachate yang berisi metal yang sudah
terdisolve untuk kemudian dikumpulkan pada pregnant pond
o Kemudia pregnant pond diproses yang bertujuan untuk merecovery metal
dalam pregnant pond tersebut
o Hasil yang tidak terecovery disebut barren solution, akan diproses kembali
untuk menjadi lixiviant\

 In-situ leaching
Menurut World Nuclear Association, In-situ leaching atau ISL adalah metode
yang paaling cost effective dan environmentally acceptable untuk memproses uranium
dan mengekstraksi uranium dari metal ore. Berbeda dengan heap leaching, metal ore tidak
dimining dulu melainkan prosesnya berjalan di tempat dimana metal ore tersebut berada.
Inilah salah satu factor mengapa in-situ leaching atau ISL disebut lebih cost effective dan
environmentally acceptable

o pada proses pertama, aqueous solution yang mengandung mikroorganisme dipompa


ketempat dimana cadangan metal ore berada
o Kemudian, leachate yang telah terdislve tersebut dialiri dan dipompa ke permukaan
dengan pompa kedua
o Pregnant solution hasil pemompaan kedua ini yang akan direcovery mineral
berharganya
Aplikasi

 Merecover tembaga,nikel dan kobalt dari tailing sulfida berkualitas rendah

 Pendahuluan
Aplikasi ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di iran mengenai fungsi
bioleaching untuk merecover tembaga,nikel dan kobakt dari sulfide berkualitas
rendah.dimana dengan menurunnya tingkat bijih berkualitas tinggi, meningkatnya
permintaan untuk logam berharga dan perkrembangan dari teknologi hydrometallurgy
yang baru beberapa usaha telah dilakukan untuk merecover metal berharga dari bijih
berkualitas rendah maupun dari tailings dimana proses tersebut dapat menyumbang
presentase yang cukup tinggi dari tingkat cadangan metal itu tertentu itu sendiri

Golgohar Iron Ore merupakan salah satu deposit terbesar di iran dimana elemen paling
berbahaya dari bijihnya merupakan sulfur, yang hadir dalam bentuk pirite dan
kalkopirit, sulfide tersebut umumnya dipisahkan dengan reserve flotation dimana
material pembawa tembaga-nikel-kobalt berkualitas rendah diproduksi sebagai sebagai
bagianyang terapung, dimana tailing tersebut tidak bisa ditingkatkan dengan metode
physicochemical konvensional, namun bioleaching memiliki poteni untuk merecover
metal dari bijih sulfida kompleks dan polymetallic yang berkualitas rendah karena
kemampuan teknis dan kereamah lingkungannya

 Material dan Metode

Mineral
Tailling sulfide diperoleh dari bagian terapung dari sel reserve flotation pada bagian
pemrpsesan recover hematite, kemudian diperoleh kandungan tembaga sebesar 0.16%,
0.078% dari nikel dan 0.044% dari kobalt, analisa difraksi X-ray dari sampel
menunjukan pyrite (FeS2) dan magnetite (Fe2O4) sebagai fasa mayor dan talc serta
antigorite sebagai fase minor kemudain berdasarkan analisa wet screening didapatkan
ukuran partikel dari sampel 80%-nya dibawah 50 μm, studi mineralogical yang
dilakukan dengan mikroskop optic dari specimen yang diamplas menunjukan tembaga
hadir sebagai kalkopirit kebanyakan terperangkap pada mineral magnetit selain
menggunakan mikroskop optik analisa mineralogical juga dilakukan dengan electron
probe micro-analyzer kemudian gambardan table dibawah ini menunjukan analisa
elemental yang terkait dari sampel

Analisa diatas menunjukan jika sebagian nikel tersumbat pada butir dari pirite,. Nikel
sulfide tidak terobservasi pada specimen yang telah di amplas hal tersebut
diasumsikankarena nikel berada pada bentuk solid solution dalam pirite. Mineral
pembawa talk dan magnesium-kalsium (butir A dan B) tidak mengandung nikel
maupun kobalt, sementara fasa besi oksida pembawa chrom – nikel mengandung
sekitar 9.5 % nikel dan 12.5 % Chromium.

Mikroorganisme
Gabungan dari mikroorganisme pengoksidasi besi dan sulfur termasuk Leptospirillum
ferriphilum, Acidithiobacillus caldus, Sulfobacillus sp. and Ferroplasma sp. yang
digunakan pada percobaan ini campuran tersebut diperkaya dengan mengocoknya
dalam tabung pengocok menggunakan tailing sulfide (5%w/v) sebagai substrat pada
media nutrient 9K bebas besi dengan kecepatan aduk 150 rpm dengan pH 1.8 dan
temperatur 45 °C, nutrient tersebut memiliki komposisi yaitu 3 g/L (NH4)2SO4, 0.1
g/L KCl, 0.5 g/L K2HPO4,0.5 g/L MgSO4·7H2O, 0.01 g/L Ca(NO3)2

Eksperimen
Eksperimen bioleaching ini dilakukan pada tabung elenmeyer 500 mL dengan volume
suspense 200 mL pada medium garam basal yang tambah dengan 0.02% (w/v) ekstrak
rag, tiap tabung ditanamkan dengan larutan bakteri (15% v/v) dan kemudian diinkubasi
pada suhu 45 °C di dalam rotary shaker pada 150 rpm. Untuk menanamkan bakteri
ke medium baru seperti yang disebutkan sebelumnya, laritan bakteri ditambahkan ke
tabung yang mengandung nutrient yang dibutuhkan pada suhu yang sesuai. Setelah
melakukan pencampuran slurry yang dihasilkan pHnya disesuaikan dan potensial
redoksnya dicatat.

Semua eksperimen ditanamkan dari persediaan larutan bakteri di waktu yang sama
dengan sumber biakan yang sama. Larutan bakteri mengandung suspensi sel aktif yang
sebelumnya telah diadaptasi kepada 10% (w/v) densitas pulp dari material tailing dalam
medium nutrient 9K dan dengan pH 1.8 selama eksperimen berlangsung. Proses
bioleaching ini dipantau dengan mengukur metal terlarut, pH dan potensi redoks
dengan tujuan untuk mengevaluasi replikasi dari eksperimen bioleaching, pengujian
dilakukan pada medium nutrient Norris, degan densitas pulp 5% (w/v), pH 1.8 dam
temperatur 45 °C yang diulang sebanyak 2 kali untuk mengevluasi efek dari penanaman
mikroorganisme pada ekstraksi metal, kemudadian pengujian abiotik steril juga
dilakukan dengan densitas,suhu dan pH yang sama dengan pengujian sebelumnya,
medium disterilisasi dengan 2% (v/v) bactericide yang mengandung 2% (w/w) thymol
oada ethanol yang ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Kadar sulfur
yang sama juga ditambahkan untuk tabung pengontrol abiotik, selain itu dengan jumlah
yang sama medium garam 9K juga digunakan

 Kesimpulan
Recover dari tembaga,nikel dan kobalt dari tailing sulfide dengan kehadiran
mikroorganisme diperkirakan 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan eksperimen
Leaching tanpa adanya penanaman dari bakteri. Hasil percobaan juga menunjukan 55%
dari tembaga, 98.2% dari nikel dan 59.9% dari kobalt dapat diekstraksi dari tailing
dengan proses bioleaching setelah 30 hari pada 5% (w/v) densitas pulp.

Ditemukan juga bahwa tembaga yang di recover pada pH 1.2 adalah 17% lebih tinggi
disbanding dengan pada pH 1.8. Perilaku ini berhubungan dengan laju leaching
kalkopirit pada nilai yang rendah dari potensial redoks sekitar 400 sampai 450mV pada
nilai pH yang rendah, dan konsenterasi yang lebih tinggi dari protons. Di sisi lain,
recovery dari nickel dan kobalt pada pH awal 1.8 masing-masing adalah 37% dan 23%
lebih dari yang di uji pada pH 1.2. Lebih tingginya tingkat recovery yang ditemukan
pada pH 1.8 dapat dikaitkan dengan potensial redoks, utamanya merupakan hasil
meningkatnya aktivitas dari mikroorganisme

Hasil juga menunjukan recovery dari metak yang berharga dapat memiliki perkiraan
nilai yang sama pada media 9K dan nutrient Norris pada 10% densitas pulp dan pH 1.8,
recover tembaga secara progresif meningkat selama eksperimen sementara recover dari
nikel dan kobalt cenderung mendatar setelah minggu pertama dari percobaan. Sifat ini
dapat dikaitkan dengan rendahnya nilai potensial redoks, yang menguntungkan untuk
leaching kalkopirit dan tidak menguntungkan untuk leaching dari nikel dan kobalt dari
mineral sulfide, dapat ditemukan juga pada kedua media nutrient recover tembaga pada
10% densitas pulp secara signifikan lebih tinggi disbanding dengan 5% densitas pulp,
sementara recover nikel dan kobalt justru lebih tinggi pada densitas pulp yang lebih
rendah, yang kemungkinan disebabkan oleh lebih tingginya potensial redoks pada 5%
densitas pulp.

2 proses dari bioleaching bertujuan untuk memaksimalkan recovery metal dari tailing
pada tamgki reaktor pengaduk berkelanjutan. Hal tersebut direkomendasikan pada
tahap pertama dimana potensial redoks dikendalikan pada reaktor utama pada nilai
potensial redoks yang rendah yaitu sekitar 420 mv untuk memaksimalkan laju
kalkopirit leaching, kemudian tahap kedua, hal tersebut harus ditingkatkan pada tangki
ahir untuk menambah laju leaching dari mineral pembawa nikel dan kobalt. Perlu
diingat jika nilai potensial redoks dapat dikendalikan dengan merubah laju transfer
massa dari oksigen dengan mengatur laju pengadukan atau mengijeksi aliran udara
kedalam reactor

Aplikasi Bioleaching Dalam Pemisahan Logam dari Batuan Mineral


Pyrite dengan Menggunakan Bakteri Thiobacillus ferooxidans dan
Fungi Aspergillus niger

Indonesia merupakan negara yang cukup luas dan memiliki sumber daya alam yang
berlimpah. Hal tersebut didasarkan pada letak Indonesia yang secara geologis berada pada
pertemuan tiga lempeng yang mengakibatkan munculnya deretan gunung api yang
mendukung pertumbuhan tanaman dan kaya akan barang tambang galian yang mengandung
mineral-mineral alam. Mineral-mineral alam tersebut antara lain: bauksit, grafit, kalsit,
magnesit, pyrite, dan lain sebagainya. Masing-masing dari mineral tersebut memiliki
kandungan logam dan manfaat yang berbeda-beda.
Sebagai contoh mineral yang biasa dimanfaatkan yaitu mineral pyrite. Pyrite
digunakan dalam pembuatan asam belerang dan belerang oksida. Selain itu, pyrite juga
sering digunakan sebagai bahan dalam pemurnian emas, tembaga, kobalt, nikel, dan lain-lain
(Hilyan, Hidayanti., 2012).
Oleh karena itu, dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi maka
manusia sudah sepatutnya melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan nilai guna
mineral-mineral tersebut sehingga dapat lebih bermanfaat.
Salah satu proses yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai guna pyrite yaitu
dengan proses pemisahan. Proses bioleaching merupakan teknologi altematif yang dapat
dikembangkan sebagai salah satu teknologi untuk memperoleh logam di masa mendatang.
Salah satu penerapan proses ini adalah untuk melepaskan dan mengekstraksi logam yang ada
dalam mineral sehingga mineral tersebut terpisah dari logam dan aman terhadap lingkungan
(Flo, Nindy., 2012).
Bioleaching adalah proses pelarutan logam atau pemisahan (estraksi) logam dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme (Pani, Balram., 2010). Mekanisme Bioleaching
secara tidak langsung (Indirect Mechanism) :

MS + Fe2(SO4)3 -> MSO4 + 2FeSO4 +


So
2FeSO4 + 1/2O2 + H2SO4 ->
Fe2(SO4)3 + H2O
2So + 3O2 + 2H2O -> 2H2SO4

Mekanisme tidak langsung dilakukan dengan cara mengoksidasi mineral sulfida oleh ion
besi (Fe3+). Reaksi pertama dikendalikan langsung oleh mikroorganisme, reaksi kedua terjadi
secara alami tanpa melibatkan mikroorganisme. Pada reaksi ketiga juga terjadi karena
melibatkan mikroorganisme. Pelarutan logam terjadi oleh siklus proses antara reaksi pertama
dan kedua dan pembentukan ion H+ dengan mengoksidasi sulfur. Untuk reaksi pada
Bioleaching Pyrite (FeS2) adalah sebagai berikut (olson, Gregory J., 1990),
Mengoksidasi pyrite:

4FeS2 + 4Fe2(SO4)3 -> 12Fe(SO4) + 8S

Ferro sulfat dan sulfur yang terbentuk kemudian dioksidasi oleh mikroorganisme menurut
persamaan reaksi berikut:

12Fe(SO4) + 3O2 + 6H2SO4 -> 6Fe2(SO4)3 + 6H2O


8S + 12O2 + 8H2O -> 8H2SO4
Jadi, dari keseluruhan reaksinya adalah sebagai berikut:
4FeS2 + 15O2 + 2H2O -> 2Fe2(SO4)3 + 2H2SO4
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari proses ekstraksi logam Fe, Zn, dan
Al di dalam mineral pyrite dengan menggunakan proses bioleaching sedangkan tujuan
khususnya untuk mengetahui pengaruh waktu dan jenis mikroorganisme berdasarkan
konsentrasi dan yield logam dari hasil ekstraksi mineral pyrite dengan proses bioleaching
dan untuk mengetahui pengaruh jenis mikroorganisme terhadap selektifitas logam-logam
yang terekstraksi pada proses bioleaching dari mineral pyrite.

Metodologi
Pada penelitian ini dilakukan proses bioleaching secara batch dengan menggunakan alat
berupa labu erlenmeyer 250 ml yang dimasukkan ke dalam water bath yang dilengkapi juga
dengan shaker. Parameter yang digunakan adalah temperatur bioleaching sebesar 35˚C,
kecepatan pengadukan 70 rpm dan jumlah mikroorganisme yang ditambahkan adalah jumlah
dari 20% total volume kerja. Variabel yang digunakan yaitu jenis mikroorganisme
(Aspergillus niger dan Thiobacillus ferooxidans); dan waktu bioleaching yaitu 10, 20, dan
30 hari.
Alat dan Bahan
Peralatan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Gambar 1 Foto dan Skema Alat

Keterangan
1. Water bath (dilengkapi dengan Heater)

2. Shaker

3. Timer

4. Regulator temperatur

5. Dudukan untuk menyimpan labu erlenmeyer

6. Pengatur kecepatan

Bahan yang digunakan

1. Batuan mineral pyrite yang diperoleh dari daerah Karawang Jawa Barat

2. Bakteri Thiobacillus ferooxidans

3. Fungi Aspergillus niger

Prosedur Kerja

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap :


1. Tahap pendahuluan (penyiapan mikroorganisme)

2. Tahap pemisahan logam dengan proses bioleaching

Analisis
Analisis yang dilakukan dalam proses bioleaching batuan mineral pyrite ini adalah analisis
konsentrasi logam dalam rafinat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry) dan Inductively Coupled Plasma/Mass Spectrometry (ICP/MS).

Hasil dan Pembahasan Karakteristik Bahan Baku

Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan berupa batuan mineral pyrite. Batuan mineral
tersebut didapatkan dari daerah Karawang, Jawa Barat. Untuk mengetahui kandungan
senyawa dalam batuan mineral tersebut, dilakukan analisis pengujian menggunakan metode
X-RF. Adapun hasil analisinya adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Hasil Analisis Batuan Mineral Pyrite Menggunakan X-RF

Senyaw %
a berat
SiO2 17,88
Al2O3 8,20
Fe2O3 25,61
TiO2 0,13
CaO 0,10
K2O 0,94
MnO 0,001
MgO 0,22
Na2O tt
P2O5 0,031
SO3 46,60
ZnO 0,13
PbO 0,071

(Sumber: Laboratorium Pengujian Tekmira)


Pengaruh Waktu Bioleahing Terhadap Konsentrasi Logam di dalam Rafinat dengan
Menggunakan Bakteri Thiobacillus ferooxidans dan Fungi Aspergillus niger pada
Temperatur 35oC

Gambar 2 Pengaruh Waktu Bioleaching Terhadap Konsentrasi Logam dengan


Menggunakan Bakteri Thiobacillus ferooxidans pada T = 35oC

Gambar 3 Pengaruh Waktu Bioleaching Terhadap Konsentrasi Logam dengan


Menggunakan Fungi Aspergillus niger pada T = 35oC

Berdasarkan kurva pada Gambar 2 dan 3 dapat diketahui bahwa banyaknya logam
yang terlarut di dalam rafinat dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme. Dengan menggunakan
bakteri Thiobacillus ferooxidans dan Aspergillus niger, dapat dilihat bahwa konsentrasi
logam Al dan Zn yang terekstrak di dalam rafinat semakin besar seiring dengan berjalannya
waktu bioleaching selama 30 hari. Namun terjadi penyimpangan untuk logam Fe yang
terekstrak dalam rafinat dengan menggunakan Aspergillus niger.

Secara teori, nilai konsentrasi akan terus meningkat seiring dengan semakin lama
waktu bioleaching. Berdasarkan keterangan di atas, khususnya untuk bakteri Thiobacillus
ferooxidans, bakteri ini menghasilkan asam sulfat sebagai pengekstrak logam, dimana asam
sulfat yang dihasilkan bereaksi dengan logam tersebut menghasilkan senyawa logam sulfat
yang mudah larut(Olson, Gregory J., 1990). Sedangkan untuk fungi Aspergillus niger
menghasilkan asam sitrat (Ghorbani Y dkk., 2007). Keefektifan proses bioleaching
bergantung terhadap kemampuan mikroorganisme dan komposisi mineral dan kimia dari
logam yang akan diekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses bioleaching antara
lain adalah nutrisi, kebutuhan O2 dan CO2, pengadukan, pH, dan temperature.

Bakteri Thiobacillus ferooxidans mengoksidasi unsur logam. Proses ini membebaskan


sejumlah energi yang digunakan untuk membentuk senyawa yang diperlukannya. Selain
energi, proses oksidasi tersebut juga menghasilkan senyawa asam sulfat. Maka aktivitas
Thiobacillus ferooxidans akan mengubah besi yang tidak larut dalam air menjadi besi sulfat
yang larut dalam air (Olson, Gregory J., 1990), Zhang Lin (2008).

Proses metabolisme dari fungi melibatkan sintesis karbohidrat, dimana mengubah glukosa
yang dihasilkan dari sintesis karbohidrat menjadi produk asam organik.

Proses bioleaching dengan menggunakan Aspergillus niger disebabkan adanya reaksi


kimia oleh asam organik, dimana asam organik (asam sitrat) akan mengekstraksi logam di
dalam larutan. Asam yang dihasilkan akan berdampak terhadap meningkatnya pelarutan
logam seiring dengan menurunnya pH dan meningkatnya jumlah logam yang terekstrak
dimana akan membentuk senyawa organik kompleks. Selama proses akan terjadi penurunan
pH, penurunan ini disebabkan oleh asam sitrat yang terbentuk oleh fungi Aspergillus niger
dimana glukosa yang digunakan sebagai sumber energi diproduksi dengan oksidasi tidak
sempurna oleh Aspergillus niger.

Fungi mampu mengekstrak logam dengan proses asidolisis dan kompleksasi. Asam
sitrat merupakan asam trikarboksilat yang memiliki tiga gugus karboksilat dan satu gugus
hidroksil yang mampu mendonorkan H+ ketika kation Al3+ yang tersedia dalam sistem dan
asam sitrat mengalami disosiasi secara sempurna dalam larutan (Ghorbani Y dkk., 2007)

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Terhadap Selektifitas Logam yang Terekstraksi


Kecenderungan selektifitas logam yang terekstraksi terhadap suatu jenis mikroorganisme
adalah sebagai berikut:

Gambar 4 Selektifitas Logam yang Terekstraksi terhadap Bakteri Thiobacillus


ferooxidans

Gambar 5 Selektifitas Logam yang Terekstraksi terhadap Fungi Aspergillus niger

% Yield pada Gambar 4 dan 5 adalah % massa logam di dalam rafinat terhadap kandungan
logam awal di dalam mineral (pyrite). Berdasarkan karakteristik diagram batang pada gambar
di atas, dapat diketahui bahwa bakteri Thiobacillus ferooxidans dan fungi Aspergillus niger
mempunyai kemampuan berbeda dalam melakukan proses bioleaching.

Proses bioleaching menggunakan bakteri Thiobacillus ferooxidans lebih selektif untuk


memisahkan logam Zn dan Al dibandingkan menggunakan fungi Aspergillus niger.
Sedangkan untuk logam Fe ditunjukkan perolehan yield paling besar pada hari ke-10 dengan
menggunakan Aspergillus niger, dan lama-kelamaan menurun mencapai titik paling rendah
pada hari ke-30 dibandingkan dengan menggunakan bakteri Thiobacillus ferooxidans.
Kesimpulan

1. Semakin lama waktu bioleaching, semakin besar jumlah logam yang terekstraksi.

2. Logam Al terekstraksi paling tinggi dibandingkan dengan logam lainnya dengan


menggunakan bakteri Thiobacillus ferooxidans dan fungi Aspergillus niger.

3. Bioleaching menggunakan bakteri Thiobacillus ferooxidans secara umum lebih baik


mengekstraksi semua logam (Fe, Al,dan Zn).

4. Konsentrasi logam di dalam rafinat tertinggi adalah 759 ppm untuk logam Al pada
proses bioleaching menggunakan bakteri Thiobacillus ferooxidans.

5. Perolehan (yield) logam di dalam rafinat tertinggi diperoleh sebesar 15,021 % untuk
logam Zn pada proses bioleaching dengan menggunakan bakteri Thiobacillus
ferooxidans

Prospek dari Bioleaching

 Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dari setiap tekologi pemerosesan baru harus dinilai atau
diperkirakan secara relative terhadap teknologi-teknologi yang sudah ada, karena
bioleaching sekarang sudah diaplikasikan pada skala komersil untuk leachibg dari
tembaga dan refaktori dari bijih emas dan konsentrat. Kegunaan dari bioleaching untuk
uranium telah didemonstrasikan pada skala yang besar. Namun biaya modal dari
bioleaching dapat dibagi menjadi hal yang berhubungan dengan konstruksi dan layanan
penyediaan, biaya operasional, dan suplemen dari reagen dan service. Umumnya biaya
modal dari bioleaching lebih kecil atau sedikit disbanding dengan metode kimia
konvensional dan smelting maupun roasting. Namun juga perlu diperhatikan biaya
modal untuk setiap jenis aplikasi yang berbeda dari proses bioleaching meningkat
dengan urutan Dump < Vat < Heap < Agitated reactor.

 Biaya Operasional
Biaya Operasional untuk proses oksidasi yang melibatkan. Selain untuk
ekstraksi dari metal, tidak ada produk lain yang dapat diperoleh dari proses ini. Namun
pembangkitan dari asam berkualitas rendah yang terkontaminasi dengan metal terlarut
dan garam dapat diamati
Bioleaching cenderung merupakan teknologi yang sederhana yang tidak
membutuhkan instrumentasi atau sample yang siginifikan untuk menyediakan recover
metal pada tingkat tinggi. Servis yang harus disediakan untuk pengujian kadar metal,
instrument keteknikan dan pemeliharaan pada umumnya lebih rendah atau sedikit
disbanding untuk proses alternative yang member perlakuan pada material sulfide.
Semakin rendah tingkat servis tersebut yang dibutuhkan proses bioleaching mereduksi
atau mengurangi biaya operasional.
Proses instrumenisasi minimal dibutuhkan, hanya pengukuran pH, oksigen
terlarut, dan temperatur yang dibutuhkan, selain itu penyesuaian dari kondisi dabat
dibuat secara manual oleh operator, karena proses berjalan pada suhu dan temperature
dekat dengan sekitarnya, biaya pemeliharaan dari desain konvensional rendah jika
dibandingkan dengan teknologi alternative seperti pressure oxidation dan roasting.

 Perkembangan kedepannya
Pengunaan daribakteri thermopilic dan thermopilic archea sedang memperoleh
peroleh perhatian secara signifikan untuk aplikasi komersial. Pengujian dalam skala
pilot menunjukan thermophil extreme mencapai efesiensi bioleaching dari konsentrat
utama dari tembaga sulfide dan nikel sulfide, menghasilkan tingkat recovery yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dicapai oleh bioleaching menggunakan
perkembangan bakteri mesophilic atau moderatethermopilic. BHP-Billiton perusahaan
tambang dari Australia secara aktif mengembanglam paten teknologi untuk bioleaching
dari kalkopirit menggunakan tangki pengaduk. BacTech/Mintek with industrias
penoles dari Mexico juga mengoperasikan bioleach jenis tangki pengaduk dengan
kapasitas 170 meter kubik di Monterey, Mexico menggunakan mikroorganisme
thermopilic secara moderate. Dimana projek tersebut berfokus pada konsentrat
polymetallic (kalkopirit,sphalerite, dan galena) yang mengandung metal berharga.
Recovery dari 96-97% tembaga, 99% dari zinc, 98-99% Au dan 40% dari Ag
dapat dicapai pada laju feed sebesar 2.7 t/hari. Operasi sirkuit tertutup yang stabil
dipelihara dam 0.5 t/hari dari kemurnian tinggi dari katoda tembaga diproduksi.
Bioleaching dari konsentrat yang dianggap kotor yang memiliki biaya smelter penalty
yang tinggi, mewakilkan beberapa aplikasi baru paling menarik untuk reaktor
pengaduk. Dengan tambahan pada reaktor pengaduk, bioleaching.
Proses GEOCOAT, yang dikembangkan oleh Geobiotics, Lakewood, Colorado
merupakan sistem heap leach adalah sistem yang unik untuk biooksidasi pretreatment
dari refaktori konsentrat metal berharga dan bioleaching tembaga,zinc atau nickel
sulfide konsentrat dan interaksi trochemical pada bioleaching dari sulfide kompleks
dapat menempati tempatpada proses ektraksi metal advance. Mobilisasi dari metal dari
limbahatau pembuangan elektronik melalui proses bioleaching secara kuat membantu
pengelolaan limbah pada industry elektronik dan galvanic. Indsutri pertambangan juga
mengakui bahwa bioteknologi menawarkan suatu alat atau media untuk recover nilai
ekonomis dari metal. Recovery daro metal dari sumber limbah laiinya seperti lumpur
industry, limbah galvanic dan limbah elektronik merupakan capaian dari proses
bioleaching, sehingga perngembangan lanjutan akan memperluas peran bioleaching
pada ekstraksi dan recover metal lainnya.

 Bioleaching untuk memitigasi konsekuensi dari pertambangan


Konsekuensi lingkungan dari penambangan sangatlah besar. Hal ini disebabkan
peningkatan tingkat konsumsi, meningkatnya ketergantungan pada teknologi, dan
pertumbuhan populasi dunia secara keseluruhan sehingga semakin banyak mineral dan
logam yang perlu diekstraksi dari bumi. Walaupun industri daur ulang terus
berkembang, industri ini masih belum dapat menyeimbangi tingkat permintaan mineral
yang terus meningkat. Selain itu, dengan banyaknya situs pertambangan yang dapat
diakses telah dieksploitasi, beberapa usaha untuk menemukan metode penambangan
yang layak sudah dilakukan salah satu cara untuk mengurangi konsekuensi lingkungan
dari penambangan dan penggalian adalah melalui penggunaan bioleaching mikroba,
dimana metode itu menggunakan bakteri seperti bakteri Acidithiobacillus dan
Leptospirillum, yang mampu membersihkan situs tambang yang terbengkalai.
Bioleaching dianggap dapat menjadi solusi karena mikroba yang notabenenya
merupakan komponen terpenting dari proses tersebut dapat mendetoksifikasi bahan
yang ada dalam bijih dan mempercepat pemecahan mineral, kemudian bakteri ini dapat
digunakan dalam dua cara yaitu:
1. Membersihkan limbah beracun dari lokasi penambangan, dengan contoh beberapa
bakteri memiliki kapasitas untuk menstabilkan situs yang terkontaminasi uranium.
Jika digunakan dengan sesuai, bakteri tersebut dapat mengurangi kemungkinan
situs-situs semacam itu mencemari aliran air dan ekosistem.
2. Penambangan berkelanjutan proses bioleaching dan bio-oksidasi merupakan
alternatif dari proses peleburan konvensional, yang melepaskan sebagian besar
karbon dioksida, sulfur dioksida, dan berbagai bahan beracun seperti arsenik.
Keuntungan keseluruhan dari mengintegrasikan bio-leaching ke dalam strategi
penambangan, di samping keberlanjutan dan pemeliharaan tercantum di bawah ini.
 Bijih dengan konsentrasi logam lebih rendah dapat diperlakukan secara
ekonomis; ini tidak layak menggunakan metode tradisional. Konsentrat
refraktori yang sulit juga dapat diproses. Metode ini muncul sebagai cara yang
semakin penting untuk mengekstraksi mineral berharga ketika metode
konvensional seperti peleburan terlalu mahal.
 Konsentrat dengan kontaminan seperti arsenik, bismut dan magnesia seringkali
mahal untuk diolah dalam produksi logam konvensional. Perusahaan
pertambangan seringkali harus membayar denda atas kontaminan yang sulit
diobati ini ketika mereka menjual konsentratnya ke pabrik peleburan.
Menggunakan bioleaching mikroba dapat membantu menghindari hukuman
besar ini dengan menghilangkan arsenik dan bahan berbahaya lainnya dari
konsentrat dalam bentuk yang stabil secara lingkungan.
 Eksploitasi ekonomi terhadap simpanan yang lebih kecil, di lokasi terpencil,
menjadi layak karena berkurangnya biaya infrastruktur.
 Bio-mining memungkinkan untuk memulai cepat dari lokasi penambangan,
mudah dan dapat diandalkan sehubungan dengan biaya pemeliharaan dan
infrastruktur dan tidak padat karya sehingga membuatnya lebih
menguntungkan.
 Proses ini berlangsung pada tekanan atmosfer dan suhu lebih rendah dari
peleburan. Dengan demikian, konsumsi energi di lokasi penambangan lebih
sedikit.

Bioleaching saat ini berkontribusi terhadap sekitar 20 persen dari tembaga yang
ditambang di dunia, dan digunakan di sekitar 20 tambang di seluruh dunia. Suatu
larutan asam yang mengandung bakteri diaplikasikan dan dibiarkan meresap melalui
tumpukan, yang mengalir ke kolam pengumpulan. Ketika bioleaching selesai, 80
hingga 90 persen tembaga telah diekstraksi dari bijih. Proses ini dapat digunakan pada
bijih yang hanya memiliki 0,5 sampai satu persen tembaga, dimana presentase tersebut
terlalu sedikit untuk pemurnian konvensional. Solusinya kemudian mengeringkannya
ke sel elektrolitik dan tembaga diekstraksi darinya. Selain tembaga seng, nikel dan
kobalt sebagian besar juga dapat diekstraksi dengan proses bioleaching Input untuk
proses bioleaching bergantung pada jenis mikroorganisme yang digunakan dan harus
menguntungkan untuk pelarutan logam. Input untuk proses ini meliputi:

 Bijih logam atau konsentrat untuk menyediakan energi untuk mikroba


bioleaching
 Kondisi udara yang tepat sesuai mikroorganisme berdasarkan apakah mereka
aerob atau anaerob
 Karbon dioksida karena mikroba bioleaching membutuhkan karbon makro
nutrisi untuk membangun massa sel
 Nitrogen, Fosfor, Kalium, Magnesium; nutrisi yang dibutuhkan untuk mikroba
bioleaching
 Regulator PH, karena beberapa mikroorganisme membutuhkan lingkungan
yang sangat asam sementara yang lain membutuhkan kondisi yang sangat basa.
 Mikroba bioleaching seperti T. ferrooxidans, T. thiooxidans & L. ferrooxidans
Metode untuk mengolah mikroba bioleaching untuk inokulasi.
 Mekanisme kontrol suhu
 Sistem distribusi, pengadukan (dalam tangki), alat penyiram, aliran udara,
tabung yang memungkinkan sirkulasi mikroba katalis reaksi jika dibutuhkan

 Keunggulan dan Keuntungan


Dengan beberapa penjelasan padaa bagian sebelumnya dapat dirangkum poin-poin
keunggulan dan kekurangan bioleaching seperti dibawah ini:
Keunggulan
1. Bioleaching lebih sederhana dab lebih murah untuk dioperasikan dan dirawat
2. Prosesnya lebih ramah lingkungan dengan proses ekstraksi lainnya
3. Dapat mereduksi kadar gas-gas greenhouse pada atmosfir
4. Bioleaching dapat digunakan untuk mengekstrak metal dari bijih yang terlalu buruk
atau berrkualitas renda untuk metode atau proses lainnya
Kekurangan
1. Proses Bioleaching meembutuhkan waktu yang lama
2. Panas yang dibuat saat proses parutan dapat membunuh bakterianya
3. Zat kimia beracun kadang terproduksi selama prosesnya
4. Tidak seperti proses lainnya, setelah dimulai, bioleaching tidak dapat dihentikan
dengan cepat

Referensi :

 Karthikeyan, O., Rajasekar, A. and Balasubramanian, R. (2014). Bio-Oxidation and


Biocyanidation of Refractory Mineral Ores for Gold Extraction: A Review.
 Katalia, Iradani. (2016). Influence of N-3-hydroxy-tetradecanoyl-L-Homoserine
Lactone (C14-3-hydroxy-AHL) to Bioleaching Process of Mineral Sulfides by
Leptospirillum ferriphilum.
 Biology Discussion. (2019). Methods of Metal Recovery by Microorganisms (2
Methods). [online] Available at:
http://www.biologydiscussion.com/biotechnology/metal-biotechnology/methods-of-
metal-recovery-by-microorganisms-2-methods/10446
 Dr. Debaraj Mishra, Young Ha Rhee Bioleaching: A microbal Process of metal
recovery; A review
 http://web.mit.edu/12.000/www/m2015/2015/bioleaching.html
 Ali Ahmadi MaryamKhezri ,Ali Akbar Abdollahzadeh ,Masood Askari Bioleaching of
copper, nickel and cobalt from the low grade sulfidic tailing of Golgohar Iron Mine,
Iran
 https://www.mining.com/heap-leach-minings-breakthrough-technology/
 https://www.world-nuclear.org/information-library/nuclear-fuel-cycle/mining-of-
uranium/in-situ-leach-mining-of-uranium.aspx
 https://www.slideshare.net/UtkarshMoon/bioleaching-its-technique-and-applications

Anda mungkin juga menyukai