Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN MATERI

“PEMANASAN GLOBAL”

DISUSUN OLEH :
ARGHA VIONA AGUSTYN
07 / 19940
XI MIPA 3

SMA NEGERI 1 KLATEN

T.P. 2018 / 2019


PETA KONSEP
A. EFEK RUMAH KACA
1. Pengertian Efek Rumah Kaca
Ditinjau dari pengertiannya, efek rumah kaca merupakan istilah dari adalah
efek yang dihasilkan oleh rumah kaca untuk menggambarkan kondisi bumi dimana
sinar matahari terperangkap di atmosfer bumi.
Pada umumnya, sinar matahari yang masuk ke dalam bumi berfungsi untuk
menyinari bumi dan membuat bumi menjadi lebih hangat. Sedangkan saat malam
hari, permukaan bumi akan menjadi dingin karena sinar matahari kembali
dipantulkan ke luar angkasa oleh bumi.
Namun, karena adanya efek rumah kaca hal ini membuat panas bumi yang
seharusnya dipantulkan ke luar angkasa terjebak di atmosfer bumi dan tidak dapat
kembali ke luar angkasa. Akibatnya kondisi bumi di malam hari semakin hangat,
bahkan setiap tahunnya semakin menghangat. Kondisi inilah yang disebut dengan
efek rumah kaca.

Secara umum, efek rumah kaca adalah kondisi naiknya suhu bumi yang
disebabkan oleh perubahan komposisi yang ada pada atmosfer. Hal ini
mengakibatkan sinar matahari yang ada di bumi tidak dapat dipantulkan ke
matahari secara sempurna karena tidak bisa keluar dari atmosfer. Akibat dari
kejadian ini ternyata dapat berdampak sangat buruk, salah satunya adalah rusaknya
atmosfer.
2. Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang
menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami
di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer
akibat penguapan air dari laut, danau, dan sungai. Karbondioksida adalah gas
terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti : letusan vulkanik,
pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan
karbondioksida), dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman
untuk digunakan dalam proses fotosintesis.
a. Uap air
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan
bertanggung jawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca.
Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia
secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala
lokal.
Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek
rumah kaca, meningkatnya temperatur, dan semakin meningkatkan
jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai
mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air
berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan
manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan
dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung
melalui terbentuknya awan.
b. Karbondioksida
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke
atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan
kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan
menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang
mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan
hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi
karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan
karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya.
c. Metana
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk
gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap
panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan karbondioksida.
Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam,
dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah
organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat
dikeluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk
samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada
pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu
setengah kali lipat.
d. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia
dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan
pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar
dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila
dibandingkan masa pre-industri.
e. Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur.
Campuran berflourinasi dihasilkan dari
peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama
manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan
(furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di
beberapa negara berkembang masih
menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang
selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi
lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet).
Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang
meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut
adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer
meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka
di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari
gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini
sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.

3. Emisi Gas Rumah Kaca


Emisi adalah zat, energi atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu
kegiatan yang masuk atau dimasukkannya ke dalam udara yang mempunyai atau
tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Namun secara umum, emisi
dapat di analogikan sebagai pancaran, misalnya : pancaran sinar, elektron atau ion.
Dapat disimpulkan bahwa, emisi merupakan zat, energi atau komponen yang
dihasilkan oleh kegiatan yang berlebihan, sehingga menimbulkan terganggunya
suatu system.

B. PEMANASAN GLOBAL
1. Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming adalah suatu proses meningkatnya
temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Temperatur rata-rata global
pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 +/- 0,18 oC selama 100 tahun terakhir.
International panel on climate change (IPPC) menyimpulkan bahwa sebagian
besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan
besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia.
Meningkatnya temperatur rat-rata permukaan dan atmosfer bumi
mengakibatkan bumi terasa lebih panas dan pada siang hari kita merasakan panas
yang berlebihan.

2. Penyebab Pemanasan Global


a. Efek rumah kaca
Efek rumah kaca merupakan sebuah proses dimana atmosfer memanaskan
sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya memilliki
efek rumah kaca. Efek rumah kaca ditemukan pertama kali oleh Joseph Fourier
pada tahun 1824.
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian
besar energi tersebut berupa radiasi gelombang pendek termasuk cahaya
tampak. Ketika sampai di permukaan bumi sebagian energi cahaya berubah
menjadi energi kalor dan kalor yang tidak terserap dipantulkan kembali ke
atmosfer. Sebagian energi yang terpantul ini berupa radiasi gelombang panjang
pada spectrum infra merah ke angkasa luar. Sebagian energi kalor tetap
terperangkap dalam atmosfer bumi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca antara lain : CO2, CH4, SO2, dan sebagainya, yang menjadi perangkap
radiasi energi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi
energi yang dipancarkan bumi dan akibatnya energi tersebut tersimpan di
permukaan bumi dalam bentuk kalor atau panas. Hal ini terjadi berulang-ulang
dan mengakibatkan suhu rata-rata permukaan bumi terus meningkat. Gas-gas
tersebut berfungsi sebagai kaca dan rumah kaca. Dengan meningkatnya gas-
gas ini di atmosfer berdampak semakin banyak panas yang terperangkap
dibawahnya.

Beberapa aktivitas manusia yang berdampak meningkatkan konsentrasi gas


rumah kaca adalah :
1) Konsentrasi energi bahan bakar fosil
Menurut data dari departemen energi dan sumber daya mineral
(2003), konsumsi bahan bakar fosil sebanyak 70% dari total konsumsi
energi , listrik pada posisi kedua sebanyak 10% dari total konsumsi
energi. Amerika serikat merupakan negara dengan penduduk yang
mempunyai gaya hidup sangat boros dalam mengkonsumsi energi bahan
bakar fosil, Indonesia termasuk negara pengkonsumsi terbanyak di asia
setelah Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan. Konsumsi energi yang
besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan
bahan bakar fosil sebagai sumber energinya. Menurut Prof. Emil Salim,
Amerika Serikat dengan jumlah 1,1 milyar penduduk mengemisikan 20
ton gas CO2 per orang per tahun. Cina dengan 1,3 milyar penduduk
mengemisikan 1,2 ton gas CO2 per orang per tahun.
2) Sampah
Sampah menghasilkan gas metana (CH3) diperkirakan 1 ton sampah
padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar
yang dihadapai kota-kota di Indonesia. Berdasarkan data dari
kementerian negeri lingkungan hidup, pada tahun 1995 rata-rata orang di
perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg /hari dan
pada tahun 2000 meningkat menjadi 1 kg/hari. Disisi lain jumlah
penduduk terus meningkat, sehingga diperkirakan 20 tahun yang akan
datang jumlah sampah yang dihasilkan penduduk perkotaan terus
meningkat dan kemungkinan dapat mencapai 190 ribu ton/tahun. Dengan
demikian , sampah di perkotaaan merupakan sektor yang sangat potensial
mempercepat proses pemanasan global.
3) Kerusakan hutan
Salah satu fungsi tumbuhan / hutan adalah mengurangi gas rumah
kaca di atmosfer melalui penyerapan gas karbondioksida (CO2) dan
mengubahnya menjadi gas oksigen (O2). Saat ini di Indonesia telah terjadi
kerusakan hutan yang disebabkan oleh manusia. Kerusakan hutan
tersebut disebabkan oleh kebakaaran hutan dan perubahan tata guna
lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman
tunggal, misalnya kelapa sawit. Kerusakan hutan yang lain dapat
ditimbulkan pemegang pengusaha hutan (PPH). Penebangan hutan secara
besar-besaran dan tidak segera dilakukan reboisasi semakin
memperparah kerusakan hutan. Akibat kerusakan hutan adalah kurang
optimalnya proses penyerapan gas karbondioksida.
4) Pertanian dan peternakan
Sawah-sawah yang tergenang mengakibatkan terjadinya pembusukan
sisa-sisa pertanian, penggunaan pupuk serta pembusukan kotoran ternak
menghasilkana gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N2O).
Disamping itu saat mengawali pengolahan sawah para petani melakukan
pembakaran sisa-sisa tanaman sehingga dihasilkan gas CO2. Gas-gas
tersebut adalah gas rumah kaca. Hewan-hewan ternak seperti sapi adalah
polutan metana yang signifikan. Sapi secara alamiah akan melepaskan
metana (CH4) dari dalam perutnya selama proses mencerna makanan.
Hasil penelitian para ilmuwan bahwa metana merupakan gas rumah kaca
yang 23 kali lebih buruk daripada karbondioksida.
Limbah lain dari sektor peternakan adalah kotoran ternak. Kotoran
ini mengandung senyawa Nitrogen Oksida (NO) yang 300 kali lebih
berbahaya dibandingkan gas C02. Di Indonesia sektor pertanian dan
peternakan berkontribusi pada emisi gas rumah kaca 8,05% dari total gas
rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer.
b. Efek umpan balik
Analisis penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses
umpan balik yang dihasilkannya. Contohnya penguapan air. Proses
peningkatan suhu atmosfer akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti
karbon dioksida (C02) dan gas metana (CH4) mengakibatkan lebih banyak
terjadi penguapan air ke atmosfer. Efek rumah kaca yang dihasilkan penguapan
air lebih besar jika dibandingkan dengan akibat yang ditimbulkan gas
karbondioksida ataupun gas metana.
Efek umpan balik karena awan saat ini sedang menjadi obyek penelitian. Bila
ditinjau dari posisi bawah, awan memantulkan kembali radiasi inframerah ke
permukaan bumi, sehingga meningkatkan efek pemanasan global. Sebaliknya
jika ditinjau dari posisi atas, awan akan memantulkan radiasi sinar matahari
dan radiasi inframerah ke angkasa , sehingga meningkatkan pendinginan. Efek
nettonya menghasilkan pemanasan atau pendinginan masih bergantung pada
beberapa faktor seperti tipe dan ketinggian awan dari permukaan bumi.
Efek umpan balik yang lain adalah berkurangnya daya pantul bumi
memantulkan cahaya (albedo) yang dikarenakan mencairnya es di kutub. Saat
suhu global meningkat, es di daerah kutub akan mencair dengan kecepatan
yang terus meningkat. Dalam waktu yang bersamaan pelelehan es daratan dan
air di bawahnya menjadi terbuka. Oleh karena kemampuan daratan ataupun air
memantulkan cahaya lebih rendah dibandingkan dengan es akibatnya daratan
dan air lebih banyak menyerap radiasi sinar matahari. Semakin banyak radiasi
sinar matahari terserap, semakin menambah pemanasan dan akibatnya semakin
banyak es mencair. Selain itu es yang mencair juga melepas gas metana yang
dapat juga menimbulkan umpan balik positif (menambah pemanasan).
c. Variasi Matahari

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.


Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan
kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi
dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan
akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas matahari akan
memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak
telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini.
Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut
tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi
Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah
memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta
efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kontribusi matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global.
Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa matahari mungkin
telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan
rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini
membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah
kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari, mereka juga mengemukakan
bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah
dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan
dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh matahari sekalipun,
sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini
disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
3. Dampak
a. Kenaikan temperatur global
Kenaikan temeratur global menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan
selatan, sehingga menambah volume dan menaikkan permukaan air laut, yang
mengakibatkan berkurangnya luas permukaan daratan. Pulau-pulau kecil di
daerah landai akan hilang. Naiknya permukaan air laut juga berdampak
menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta terjadinya pemutihan
terumbu karang (coral bleaching) dan punahnya berbagai ikan. Dampak lain
adalah memburuknya kualitas air tanah sebagai akibat dari merembesnya air
laut, serta kerusakan infrastruktur perkotaan daerah pantai, akibat tergenang air
laut.
b. Perubahan iklim
Para ilmuwan memprediksikan bahwa selama pemanasan global, di beberapa
daerah musim tanam menjadi lebih panjang. Temperatur udara pada musim
dingin dan malam hari cenderung meningkat. Daerah hangat akan menjadi
lebih lembab karena lebih banyak terjadi penguapan air lautan.
Para ilmuwan belum begitu yakin dampak kelembaban udara terhadap
pemanasan global, apakah kelembaban udara akan meningkatkan atau bahkan
menurunkan temperatur pemanaasan global. Hal ini disebabkan karena uap air
merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek
insulasi pada atmosfer.
Perubahan iklim akan mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada
periode yang singkat serta musim kemarau yang panjang. Di beberapa daerah
terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya
banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah
hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar daerah aliran
sungai (DAS) terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang semakin
tajam. Hal ini mengakibatkan meningkatnya intensitas terjadinya kekeringan.
Kondisi ini semakin parah apabila daya tampung sungai atau waduk tidak
terpelihara akibat erosi ataupun sedimentasi.
Pergeseran iklim dapat pula berdampak meningkatnya frekuensi badai.
Selain itu air akan cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah
menjadi lebih kering dari sebelumnya. Topan badai yang memperoleh kekuatan
dari penguapan air semakin besar.
c. Kenaikan permukaan air laut
Kenaikan temperatur global menyebabkan temperatur air laut juga akan
mengalami kenaikan sehingga volume menjadi bertambah dan menaikkan
tinggi permukaaan laut. Pemanasan juga berdampak mencairnya es di kutub
utara dan selatan, sehingga memperbanyak volume dan menaikkan permukaan
air laut lebih tinggi lagi yang mengakibatkan berkurangnya luas daratan. Pulau-
pulau kecil di daerah landai akan hilang. Tinggi permukaan laut di seluruh
dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke 20, dan para ilmuwan IPPC
memprediksi peningkatan lebih lanjut berkisar 9-88 cm pada abad ke 21.
Kenaikan permukaan laut sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Naiknya permukaan air laut berdampak menurunkan produksi tambak ikan
udang, serta terjadinya pemutihan terumbu karang, dan punahnya berbagai
jenis ikan. Dampak lain adalah memburuknya kualitas air tanah, sebagai akibat
dari merembesnya air laut, serta kerusakan infrastruktur perkotaan di daerah
pantai akibat tergenang air laut.
d. Pertanian
Pada umumnya semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan
iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan pergeseran pola
curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya
keterlambatan masa tanam atau panen, kegagalan penanaman atau panen
karena banjir, tanah longsor, atau kekeringan. Yang pada akhirnya berakibat
terjadinya penurunan produksi pertanian.
Dampak pemanansan global di Indonesia terkait dengan perubahan iklim
adalah terpengaruhnya ketahanan pangan nasional. Bahan-bahan pokok
terpaksa harus impor dari negara lain.
e. Perikanan
Kenaikan temperatur air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu
karang dan selanjutnya matinya terumbu karang yang merupakan habitat
berbagai jenis ikan. Temperatur air laut yang meningkat juga memicu
terjadinya migrasi berbagai jenis ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu
secara besar-besara menuju ke daerah yang lebih dingin. Fenomena matinya
terumbu karang dan migrasi ikan merugikan nelayan karena menurunkan hasil
tangkapan.
f. Kehutanan
Kenaikan temperatur global berdampak pada kenaikan temperatur di
kawasan kehutanan menyebabkan runput-rumput dan ranting mengering dan
mudah terbakar. Kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai
keanekaragaman hayati dan meningkatnya kadar CO2.
g. Kesehatan
Dampak pemanasan global pada sektor kesehatan adalah meningkatnya
frekuensi penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
(malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit leptospirosis atau
kencing tikus, dan penyakit kulit. Kenaikan temperatur udara menyebabkan
masa inkubasi nyamuk semakin cepat berkembang biak. Bencana banjir
menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan
wabah penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit ISPA (infeksi saluran
pernafasan akut) kemungkinan muncul sebagai akibat dari polusi udara hasil
emisi gas-gas pabrik, kendaraan bermotor, dan kebakaran hutan.

4. Upaya Pengendalian Pemanasan Global


a. Tidak menebang pohon sembarangan
Pepohonan merupakan penyerap gas CO2 dan penghasil gas O2 terbesar di
dunia. Setiap hari kita bernafas membutuhkan oksigen dan pepohonanlah yang
setiap harinya menyediakan oksigen untuk kita. Semakin sedikit pepohonan
semakin banyak gas CO2 di atmosfer bumi dan akibatnya membuat bumi
semakin panas.
b. Melakukan reboisasi
Banyak aktivitas manusia yang merusak hutan hanya untuk mencari
keuntungan sesaat. Tanpa disadari hutan yang fungsinya sangat vital bagi
kehidupan di bumi dirusak oleh sebagian manusia yang tidak bertanggung
jawab. Dengan reboisasi terhadap hutan yang sudah gundul, kita mencegah
pemanasan global, banjir, dan tanah longsor.
c. Menanam pohon di pekarangan rumah
Memanfaatkan tanah di pekarangan kosong dengan tanman hias dan tanaman
lain yang memiliki daun hijau memiliki potensi menyerap gas CO2 dan CO,
dapat menghasilkan gas oksigen, serta lingkungan pekarangan menjadi sejuk
dan segar.
d. Menggunakan lampu hemat energi dan mematikan lampu di siang hari
Lampu hemat energi membantu penghematan energi listrik. Mematikan
lampu penerangan ruangan rumah di siang hari berpengaruh pada penggunaan
energi listrik. Penggunaan energi listrik yang berlebihan berdampak pada
pembakaran batu bara atau BBM untuk mengoperasikan pembangkit listrik.
Pembakaran batu bara atau BBM menghasilkan gas CO2 yang berpotensi
meningkatkan pemanasan global.
e. Kurangi penggunaaan kendaraan pribadi
Kendaraan berbahan bakar minyak mengeluarkan gas pembuangan berupa
CO2 dan CO dalam jumlah besar. Gas-gas itu dapat menimbulkan efek rumah
kaca yang akhirnya membuat pemanasan global semakin parah.

C. PERSETUJUAN INTERNASIONAL
Kerjasama internasiional diperlukan untuk menyukseskan pengurangan gas-gas
rumah kaca. Tahun 1988 oleh dua organisasi PBB, World Meteorological Organization
(WMO) dan United Nation Programme (UNEP) didirikan Intergovermental Panel on
Climate Change (IPPC) atau Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim untuk
mengevaluasi resiko perubahan iklim akibat aktivitas manusia.
Pada tahun 1992 pada Earth Summit di Rio de Jeneiro Brazil, 150 negara berikrar
untuk menghadapi gas rumah kaca dan setuju untuk menindaklanjutinya dalam
perjanjian yang mengikat , bentuk kerjasamanya adalah diadakannya United Nation
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Menurut UNFCCC negara-
negara peserta sepakat untuk mengumpulkan data berbagai informasi tentang emisi gas
rumah kaca. Meskipun perjanjian ini tidak mengikat secara hukum, tetapi banyak
negara melihat kesepakatan ini merupakan langkah penting sehingga berkomitmen
menjalankannya.
Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat
yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan perjanjian
internasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri
dunia dan juga untuk mengatasi berbagai masalah akibat aktivitas manusia terhadap
perubahan iklim. Protokol Kyoto mengikat secara hukum bagi negara-negara peserta
untuk mengurangi emisi karbondioksida, metana, nitrogen dioksida, sulfur
hexaflourida, senyawa hidroflourida (HFC), dan perfluorokarbon (PFC).

Anda mungkin juga menyukai