Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun bidang ilmu pengetahuan alam
yang memfokuskan mempelajari tentang sifat dan struktur zat, perubahan dan
reaksi kimia, hukum-hukum dan asas-asas yang menjelaskan tentang perubahan zat,
serta konsep-konsep dan teori-teori yang saling berkaitan (Effendy, 2006).
Kajiannya memungkinkan pebelajar memahami apa dan mengapa suatu fenomena
terjadi di sekitarnya. Namun demikian eksplanasi konsep-konsep kimia umumnya
berlandaskan struktur materi dan ikatan kimia yang merupakan materi subyek yang
sulit untuk dipelajari. Konsep-konsep abstrak ini penting untuk dipelajari, karena
konsep-konsep kimia selanjutnya akan sulit dipahami jika konsep tersebut tidak
dapat dikuasai pebelajar dengan baik. Sifat keabstrakan konsep-konsep kimia juga
sejalan dengan konsep-konsep yang melibatkan perhitungan matematis. Hal ini
menunjukkan bahwa pelajaran kimia memerlukan seperangkat keterampilan
berpikir tingkat tinggi (Fensham dalam Chittlebourough, & Treagust, 2007).

Salah satu karakter esensial ilmu kimia adalah pengetahuan kimia


mencakup tiga level representasi, yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik
serta hubungan antara ketiga level ini harus secara eksplisit diajarkan (Harrison &
Treagust, 2002; Treagust & Chandrasegaran, 2009). Oleh karena itu, pada dua
dekade terakhir ini, fokus studi pengembangan pendekatan belajar dan
pembelajaran kimia lebih ditekankan pada tiga level representasi kimia
(Chandrasegaran, et al., 2007). Tingkat makroskopis adalah fakta yang bersifat
nyata dan mengandung bahan Kimia yang dapat diinderakan. Tingkat
submikroskopis juga nyata, tetapi tidak dapat diinderakan secara langsung yang
terdiri atas tingkat partikulat, termasuk keberadaan dan pergerakan elektron,
molekul, partikel atau atom. Tingkat simbolik berupa reaksi Kimia dari materi atau
partikel materi (Johnstone, 2000). Ketiga tingkat representasi tersebut merupakan
kunci keberhasilan dalam pembelajaran Kimia.

1
Pemahaman pebelajar ditunjukkan oleh kemampuannya untuk mentransfer
dan menghubungkan antara level representasi makroskopik, submiskroskopik dan
simbolik atau disebut juga interkoneksi multipel level representasi (IMLR).
Kemampuan pemecahan masalah kimia sebagai salah satu keterampilan berpikir
tingkat tinggi menggunakan kompetensi representasional secara jamak (multipel)
atau kemampuan ‘bergerak’ antara berbagai model representasi kimia (Kozma &
Russell, 2005). Pebelajar dapat menggunakan representasi untuk memecahkan
masalah, jika mereka mampu membuat koneksi yang mendalam antara ketiga level
representasi kimia.

Realitas di lapangan, umumnya pembelajaran kimia belum


mengembangkan secara utuh ketiga level tersebut, sehingga menghambat
kemampuan pebelajar dalam memecahkan masalah. Umumnya guru dalam
pembelajaran membatasi pada level representasi makroskopik dan simbolik,
sedangkan kaitannya dengan level submikroskopik diabaikan. Siswa diharapkan
dapat mengintegrasikan sendiri dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam
buku tanpa pengarahan dari guru. Selain itu, siswa juga lebih banyak belajar
memecahkan soal matematis tanpa memaknai maksudnya. Keberhasilan siswa
dalam memecahkan soal matematis, cenderung menjadi ukuran bahwa siswa telah
memahami konsep kimia. Terjadi kecenderung siswa menghafalkan representasi
submikroskopik dan simbolik dalam bentuk deskripsi kata-kata, akibatnya mereka
tidak mampu untuk membayangkan dan merepresentasikan bagaimana proses dan
struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi. Masalah tersebut diindikasikan
akibat kurangnya kemampuan guru menggunakan dan menghubungkan tiga level
representasi dalam pembelajaran (Sopandi & Murniati, 2007 ; Farida, 2008).

Penelitian sebelumnya menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam


merepresentasikan kimia pada level submikroskopik dapat menghambat
kemampuannya dalam memecahkan masalah kimia yang berkaitan dengan level
makroskopik ataupun simbolik (Sunyono, 2013). Multipel representasi dapat
digunakan dalam mempelajari suatu konsep yang rumit dengan penggunaan
diagram, grafik, dan persamaan sehingga mempermudah proses pembelajaran.

2
Interkoneksi dari ketiga level representasi tersebut adalah salah satu kunci untuk
pengajaran kimia (Gilbert and Treagust, 2009). Hal ini juga yang dapat
menyelesaikan permasalahan miskonsepsi pada siswa.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka akan dipaparkan lebih lanjut


pembahasan makalah ini dengan judul Interkoneksi Multipel Level Representasi
(IMLR) Kimia.

B. Rumusan Makalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah
makalah ini adalah “Apakah yang dimaksud dengan interkoneksi multiple
representasi kimia (IMLR)?

C. Tujuan

Tujuan dalam makalah ini adalah dapat memberikan penjelasan terkait dengan
interkoneksi multiple representasi kimia (IMLR).

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Multiple Level Representasi Kimia

Berdasarkan kamus Australian Concise Oxford Dictionary (Hughes et al.,


1995), definisi dari kata ‘representation’ berarti sesuatu yang merepresentasikan
yang lain (‘means something that represents another’). Kata menyajikan
(represents) memiliki sejumlah makna termasuk: mensimbolisasikan (to
symbolize); memanggil kembali pikiran melalui gambaran atau imajinasi (to call up
in the mind by description or portrayal or imagination); memberikan suatu
penggambaran (to depict as). Makna istilah-istilah tersebut memperkuat pentingnya
suatu representasi untuk membantu mendeskripsikan dan mensimbolisasikan dalam
suatu eksplanasi.

Penggunaan representasi dengan berbagai cara atau mode representasi untuk


merepresentasikan suatu fenomena disebut multiple representasi. Waldrip (2008)
mendefinisikan multiple representasi sebagai praktik merepresentasikan kembali
(re-representing) konsep yang sama melalui berbagai bentuk, yang mencakup
mode-mode representasi deskriptif (verbal, grafik, tabel), experimental, matematis,
figuratif (piktorial, analogi dan metafora), kinestetik, visual dan/atau mode
aksional-operasional. Baik Sains, maupun Ilmu Kimia termasuk mata pelajaran
yang sukar dipahami, karena banyaknya konsep-konsep abstrak yang tidak akrab
dengan prior knowledge ataupun model mental yang telah dimiliki pebelajar.
Seringkali model mental pebelajar itu bertentangan dengan eksplanasi ilmiah.

Belajar hafalan tentang rumus-rumus kimia dan fakta-fakta memang penting


untuk memori jangka panjang, namun hanya dengan cara itu tidak dapat menjamin
pebelajar memahami konsep. Diperlukan belajar bermakna agar pebelajar dapat
mengkonstruksi konsep-konsep sains/kimia.

Ainsworth (dalam Treagust, 2008) menyatakan multiple representasi dapat


berfungsi sebagai instrumen yang memberikan dukungan dan memfasilitasi
terjadinya belajar bermakna (meaningful learning) dan/atau belajar yang mendalam

4
(deep learning) pada pebelajar. Multiple representasi juga merupakan tools yang
memiliki kekuatan untuk menolong pebelajar mengembangkan pengetahuan
ilmiahnya.

Oleh karena itu dengan menggunakan representasi yang berbeda dan mode
pembelajaran yang berbeda akan membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah
dipahami dan menyenangkan (intelligible, plausible dan fruitful) bagi pebelajar.
Hal ini, karena setiap mode representasi memiliki makna komunikasi yang berbeda.

Representasi konsep-konsep kimia, seperti halnya konsep-konsep sains


umumnya secara inheren bersifat multimodal, karena melibatkan kombinasi lebih
dari satu mode representasi. Jhonstone (dalam Chandrasegaran, Treagust &
Mocerino, 2007) membedakan representasi kimia menjadi tiga level, yaitu level
representasi makroskopik, representasi submikroskopik dan representasi simbolik.

Adapun deskripsi level-level representasi kimia disarikan dari Gilbert (2009)


sebagai berikut :

1. Representasi Makroskopik
Representasi makroskopik merupakan representasi kimia yang diperoleh
melalui pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat
(visible) dan dipersepsi oleh panca indra (sensory level), baik secara langsung
maupun tak langsung. Perolehan pengamatan itu dapat melalui pengalaman sehari-
hari, penyelidikan di laboratorium secara aktual, studi di lapangan ataupun melalui
simulasi. Contohnya: terjadinya perubahan warna, suhu, pH larutan, pembentukan
gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu reaksi kimia berlangsung.
Seorang pebelajar dapat merepresentasikan hasil pengamatan atau kegiatan
labnya dalam berbagai mode representasi, misalnya dalam bentuk laporan tertulis,
diskusi, presentasi oral, diagram vee, grafik dan sebagainya. Representasi level
makroskopik bersifat deskriptif, namun demikian pengembangan kemampuan
pebelajar merepresentasikan level makroskopik memerlukan bimbingan agar
mereka dapat fokus terhadap aspek-aspek apa saja yang paling penting untuk
diamati dan direpresentasikan berdasarkan fenomena yang diamatinya.

5
2. Representasi Submikroskopik
Representasi submikroskopik merupakan representasi kimia
yang menjelaskan dan mengeksplanasi mengenai struktur dan proses pada level
partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati.
Penggunaan istilah submikroskopik merujuk pada level ukurannya yang
direpresentaikan yang berukuran lebih kecil dari level nanoskopik. Level
representasi submikoskopik yang dilandasi teori partikulat materi digunakan untuk
mengeksplanasi fenomena makroskopik dalam term gerakan partikel-partikel,
seperti gerakan elektron-elektron, molekul-molekul dan atom-atom. Entitas
submikroskopik tersebut nyata (real), namun terlalu kecil untuk diamati.
Operasi pada level submikroskopik memerlukan kemampuan berimajinasi
dan memvisualisasikan. Mode representasi pada level ini dapat diekspresikan mulai
dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan
kata-kata (verbal), diagram/gambar, model dua dimensi, model tiga dimensi baik
diam maupun bergerak (berupa animasi).
3. Representasi simbolik
Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif,
yaitu rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri dan
perhitungan matematik. Taber (2009) menyatakan bahwa representasi simbolik
bertindak sebagai bahasa persamaan kimia (the language of chemical equation),
sehingga terdapat aturan-aturan (grammatical rules) yang harus diikuti.
Level representasi simbolik mencakup semua abstraksi kualitatif yang
digunakan untuk menyajikan setiap item pada level submikroskopik. Abstraksi-
abstraksi itu digunakan sebagai singkatan (shorthand) dari entitas pada level
submikroskopik dan juga digunakan untuk menunjukkan secara
kuantitatif seberapa banyak setiap jenis item yang disajikan pada tiap level.
Berdasarkan penelitian Treagust (2008) pebelajar yang bukan berlatar
belakang kimia cenderung hanya menggunakan level representasi makroskopik dan
simbolik. Hasil penelitian ini sesuai dengan berbagai penelitian lainnya bahwa
level submikroskopik paling sukar dipahami diantara ketiga level representasi.
Penggunaan model-model kimia juga tidak selalu diapresiasi dengan

6
menghubungkannya dengan dua target real, yaitu level submikroskopik dan level
makroskopik. Seringkali model-model hanya dipandang sebagai simbolisasi yang
dimaknai dalam konteks matematis atau perhitungan (Chittleborough & Treagust,
2007)
Level submikroskopik ini menjadi kekuatan dan sekaligus kelemahan untuk
belajar kimia. Kekuatannya, karena level submikroskopik merupakan basis
intelektual yang penting untuk eksplanasi kimia. Kelemahan terjadi ketika pebelajar
mulai mencoba belajar dan memahaminya. Lemahnya model mental pebelajar
pemula nampaknya akibat diabaikan atau termarjinalisasinya level
representasi submikroskopik dibandingkan dengan level representasi
makroskopik dan simbolik. (Wright dalam Chittleborough, 2007).
Level representasi submikroskopik tak dapat dilihat secara langsung,
sedangkan prinsip-prinsip dan komponen-komponenya yang kini diakui sebagai
kebenaran dan nyata tergantung pada model teroritik yaitu teori atom. Definisi
ilmiah dari teori diperkuat oleh gambaran atom (model) yang mengalami berulang
kali perbaikan. Sebagaimana yang dinyatakan Silberberg (2009) ilmuwan masa kini
meyakini adanya distribusi elektron dalam atom, namun interaksi antara proton dan
neutron di dalam inti atom masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Pandangan
tersebut menunjukkan sifat ilmu kimia yang dinamis dan senantiasa menarik untuk
diselidiki. Bagaimana gagasan-gagasan ilmiah seperti itu berkembang perlu
diapresiasi pebelajar agar dapat membantu mengembangkan epistimologi
ilmiahnya. Kemajuan teknologi masa kini meningkatkan gambaran level
submikroskopik melalui nanoteknologi, sehingga berpotensi menyediakan bantuan
visualisasi yang lebih memadai untuk mengajarkan level ini, meskipun proyeksi
yang dihasilkannya tetap suatu representasi.
Chittleborough & Treagust (2007) menyatakan pebelajar tidak dapat
menggunakan representasi kimia, jika kurang mengapresiasi karakteristik
pemodelan. Istilah pemodelan seringkali digunakan secara luas mencakup
representasi ide, obyek, kejadian, proses atau sistem. Namun yang dimaksud
dengan pemodelan dalam kimia adalah representasi fisik atau komputasional dari
komposisi dan struktur suatu molekul atau partikel (level submikroskopik).

7
Representasi struktur suatu molekul atau model partikel (submikroskopik) tersebut
dapat berupa model fisik, animasi atau simulasi.
Kemampuan pemodelan tersebut sangat penting untuk mencapai keberhasilan
menggunakan representasi kimia. Contohnya: ketika pebelajar memikirkan suatu
model kimia, terbentuklah hubungan antara suatu analogi dan target yang
dianalogikan sebagai representasi simbolik (yang dapat berbeda-beda
jenisnya) dengan dua target real yaitu level submikroskopik (target 1)
dan level makroskopik (target 2). Dalam hal ini representasi simbolik merupakan
analogi dari level makro dan sub-mikroskopik yang menjadi target (Treagust,
2008).
B. Interkoneksi Mulitipel Level Representasi Kimia (IMLR)
Interkoneksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan
hubungan antara satu sama lain. Adapun yang dimaksud dengan interkoneksi
multiple level representasi kimia (IMLR) adalah pemahaman seseorang terhadap
kimia ditunjukkan oleh kemampuannya mentransfer dan menghubungkan antar
representasi fenomena makroskopik, submiskroskopik dan simbolik (Farida, 2010).
Interkoneksi dari ketiga level representasi tersebut adalah salah satu kunci untuk
pengajaran kimia (Gilbert and Treagust, 2009). Dengan menggunakan mode
representasi yang berbeda dapat membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah
dipahami dan menyenangkan (intelligible, plausible dan fruitful) bagi pebelajar.
Karenanya multiple representasi berfungsi untuk memberikan dukungan dan
memfasilitasi terjadinya belajar bermakna dan/atau belajar mendalam (deep
learning) serta meningkatkan motivasi belajar sains (Treagust, 2008). Hubungan
ketiga level representasi kimia dapat dilihat pada Gambar 1.

8
Makroskopik

Gambar 1. Interkoneksi Tiga Level Representasi Kimia (dikutip dari Farida, 2012)
Ada dua kategori pemahaman pebelajar berkaitan dengan kedalaman
pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yaitu ; instrumental
understanding (knowing how) dan relational understanding (knowing why).
Level pemahaman instrumental (instrumental understanding) mencerminkan
belajar hafalan (rote-learning), yaitu pebelajar memiliki pengetahuan mengenai
suatu konsep dan menggunakannya. Sebaliknya pemahaman relasional
(relational understanding) mencerminkan belajar bermakna, yaitu pebelajar
mengetahui apa yang harus dilakukan dan mengapa mereka harus melakukannya
demikian (knows what to do and why they are doing it) (Skemp dalam
Treagust,et.al, 2003).

Berkaitan dengan kemampuan representasi, unit-unit level representasi


(discrete representation) menunjukkan kemampuan pebelajar mengembangkan
level pemahaman instrumental (instrumental understanding), sedangkan pada
level relasional (relational understanding) skema pengetahuan pebelajar akan
saling berkaitan dan berinterkoneksi (interconnected chemical representations).
Skema konseptual itu digambarkan sebagai berikut :

9
Gambar 2. Hubungan kemampuan representasi dengan pemahaman relasional
(dikutip dari Treagust, et.al 2003)

Pemahaman Instrumental dan Relasional Skemp membedakan pemahaman


menjadi pemahaman instrumental (instrumental understanding) dan pemahaman
relasional (relational understanding). Tiap jenis pemahaman mempunyai indikator
atau cirri khusus tersendiri dan pentingnya (keuntungan) dari jenis-jenis
pemahaman. 6 1) Pemahaman Instrumental Pengertian pemahaman instrumental
(Instrumental Understanding) yang dikemukakan oleh Skemp (2006: 89) adalah
“Instrumental understanding I have until recently not have regarded as
understanding at all. It is what I have in the past described as 'rules without reasons',
without realizing that for the pupils and their teachers, what is meant by
'understanding'.” Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diambil pengertian dari
pemahaman instrumental adalah kemampuan menggunakan prosedur atau aturan
matematis tanpa mengetahui alasannya dengan kata lain siswa yang mempunyai
pemahaman instrumental hanya menghafal rumus saja. Peserta didik yang memiliki
pemahaman instrumental saja belum dapat dikatakan memiliki pehamaman secara
keseluruhan, seperti yang dikatakan oleh R. Skemp (2006: 89) “ instrumental
understanding, I would until recently not have regarded as understanding at all”.
Pemahaman instrumental dikatakan juga sebagai “rules without reasons”. Dari
pengertian pemahaman instrumental (instrumental understanding), dapat terlihat
bahwa indikator atau ciri utama pemahaman instrumental (instrumental
understanding) yaitu 1) adanya penghafalan rumus; 2) adanya penghafalan metode

10
pengerjaan untuk suatu masalah tertentu dan mana yang tidak menggunakan
metode tersebut; Hal ini sejalan dengan apa yang telah dijelaskan oleh Skemp
(2006: 92) yaitu “Instrumental understanding necessitates memorising which
problems a method works for and which not, and also learning a different method
for each new class of problems” Skemp (2006: 92) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa poin pentingnya (keuntungan) mempunyai pemahaman instrumental,
yaitu sebagai berikut: 1) Biasanya lebih mudah untuk paham Jika yang diinginkan
adalah sebuah jawaban yang benar, maka dengan pemahaman instrumental akan
dapat dengan mudah dan cepat dalam memberikan hasil; 2) Reward atau
penghargaan dapat dengan cepat dan lebih jelas diberikan Reward dalam hal
pemahaman instrumental adalah hasil atau nilai yang didapat. Seperti pada poin
pertama, akan lebih mudah untuk dapat memberikan hasil. Maka reward ini sejalan
dengan apa yang telah dipaparkan pada poin pertama. 3) Hanya dengan
pengetahuan yang rendah, siswa dapat memperoleh jawaban yang benar dengan
cepat Dari indikator yang telah dipaparkan bahwa pemahaman instrumental hanya
mampu menghafal dan menerapkan metode yang telah dipelajari, tanpa mengetahui
alasannya. Ini berarti, siswa yang mempunyai pemahaman instrumental adalah
siswa yang memahami secara teoritis saja. 7 Selanjutnya, indikator ini dikhususkan
oleh Pollatsek (1981: 199) dalam hal statistik yaitu “for the mean, the lowest level
of instrumental understanding might consist of knowing only the computational
rule for the calculation of simple mean of a set numbers.” Ini berarti, level terendah
dari pemahaman instrumental adalah mengetahui urutan komputasi untuk
menghitung rata-rata dalam sekumpulan data. 2) Pemahaman Relasional
(Relational Understanding) Berbeda dengan pemahaman instrumental, Skemp
(2006: 89) menjelaskan definisi dari pemahaman relasonal (relational
understanding) adalah sebagai berikut “These he distinguishes by calling them
'relational understanding' and 'instrumental understanding'. By the former is meant
what I have always meant by understanding, and probably most readers of this
article: knowing both what to do and why.” Dengan kata lain, Skemp menjelaskan
bahwa pemahaman relasional (relational understanding) merupakan pemahaman
yang didasarkan pada pengetahuan dalam menggunakan prosedur dan alasan

11
menggunakan prosedur. Berdasarkan pemaparan Skemp di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa definisi pemahaman relasional (relational understanding) adalah
kemampuan seseorang menggunakan suatu prosedur matematis yang
menghubungkan konsep matematis dengan permasalahan yang dihadapi dan
mampu menjelaskan alasan penggunaannya. Dari definisi mengenai pemahaman
relasional (relational understanding), Skemp (2006: 92) menjelaskan lebih dalam
mengenai indikator atau ciri khusus pemahaman relasional adalah sebagai berikut:
“But relational understanding, by knowing not only what method worked but why,
would have enabled him to relate the method to the problem, and possibly to adapt
the method to new problems.” Berdasarkan pemaparan Skemp tersebut dapat
disarikan bahwa indicator atau cirri khusus dari pemahaman relasional (relational
understanding) adalah 1) Mengetahui dan dapat menjelaskan metode pengerjaan
yang telah dilakukan; 2) Mampu menghubungkan metode dengan permasalahan; 3)
Dapat menggunakan metode sesuai dengan permasalahan yang baru. Untuk lebih
detailnya, Skemp (2006: 92-93) menjelaskan mengenai pentingnya (keuntungan)
pemahaman relasional (relational understanding) adalah sebagai berikut: 1) Lebih
mudah dalam adaptasi pada tugas atau persoalan baru; Dalam sebuah topik, terdapat
banyak latihan. Siswa yang memiliki pemahaman relational akan lebih mudah
mengerjakan seluruh soal dengan mudah; 2) Lebih mudah untuk mengingat
Pemahaman relasional memandang sebuah permasalahan sebagai satu kesatuan
yang saling berhuhubungan. Jadi ketika sudah mengingat salah satu, seluruhnya
secara otomatis ingat. Jika mungkin ada pengulangan, maka itu sedikit; 3)
Pemahaman relasional dapat lebih efektif sebagai tujuan 8 Jika orang mendapatkan
kepuasan dari pemahaman relasional, mereka mungkin tidak hanya mencoba untuk
memahami materi baru yang relevan yang ada di depan mereka, tetapi juga secara
aktif mencari materi baru, untuk mengembangkan gagasan di luar cakupan materi.
Pollatsek (1981: 199-201) menjelaskan bahwa ada beberapa macam pengetahuan
yang sebaiknya ada dalam pemahaman relasional yang cukup yaitu: 1) Pengetahuan
fungsional (functional knowledge) Ini berarti mengetahui bahwa ukuran pemusatan
data adalah sebuah konsep dari permasalahan nyata . siswa dapat menghubungkan
ukuran pemusatan data dengan permasalahan nyata; 2) Pengetahuan komputasional

12
(computational knowledge) Mengetahui formula (rumus) komputasi untuk
menentukan besarnya ukuran pemusatan data atau rumus komputasi untuk
menghitung ukuran pemusatan data; 3) Pengetahuan analog (analog knowledge) Ini
berarti dapat menggambarkan ukuran pemusatan data sebagai titik tengah/ pusat
dari data.

Ada perbedaan yang sangat signifikan antara kedua jenis pemahaman


tersebut; para pebelajar dapat saja mengetahui fakta yang sama dari suatu subjek,
tetapi cara mengetahuinya masing-masing berbeda. Perspektif epistemologis
inilah yang menjadi landasan pentingnya belajar dengan menyajikan
keterhubungan tiga level representasi kimia - makroskopik, submikroskopik, dan
simbolik sebagai bagian dari struktur konseptual atau skema. Derajat
menghubungkan ketiga level dapat menyediakan insight untuk terbentuknya
ontological knowledge network pebelajar. Semakin besar level menghubungkan
antara tiga representasi kimia, pemahaman pebelajar semakin meningkat
(Treagust,et.al., 2003).

Dengan demikian, interkoneksi multiple level representasi dapat


mendukung pemahaman kimia secara lengkap, bila pebelajar mampu
memformulasikan gambaran mentalnya terhadap obyek atau proses pada level
submikroskopik yang secara fisik tidak dapat diobservasi. Kemudian mampu
menghubungkan level submikroskopik dengan fenomena makroskopik serta
mengekspresikannya ke dalam representasi simbolik atau sebaliknya. Oleh
karena itu, sangatlah penting pembelajaran kimia diarahkan untuk memberikan
bimbingan kepada pebelajar untuk menggunakan multiple level representasi,
baik secara verbal maupun visual. Seorang guru atau calon guru tidak hanya
dituntut untuk memahami hubungan ketiga level representasi (internal
representasi), namun juga mereka dituntut untuk menyajikannya kembali ketiga
representasi tersebut dalam pembelajaran (eksternal representasi).

Siswa yang pemahamannya masih berpacu pada pengalaman panca indra


cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep kimia yang tersaji
pada tingkat submikroskopik dan simbolik, sehingga rawan terjadi miskonsepsi

13
(Zidny, Sopandi, & Kusrijadi, 2015).
Adapun indikator-indikator IMLR yang diukur pada topik hidrolisis
garam, adalah sebagai berikut :
1) Menjelaskan terjadinya hidrolisis anion dengan memberikan alasan
representasi submikroskopik yang tepat.
2) Memprediksi kation logam yang terhidrolisis berdasarkan representasi
submikroskopik kation terhidrasi dengan didukung data rasio muatan dan
jari-jari kation.
3) Memprediksi reaksi transfer proton yang lebih dominan berlangsung
berdasarkan representasi submikroskopik dari larutan garam yang
terhidrolisis total.
4) Menuliskan terjadinya reaksi hidrolisis dari kation terhidrasi berdasarkan
representasi submikroskopik.
5) Menjelaskan terjadinya reaksi hidrolisis kation dengan memberikan
representasi submikroskopik yang tepat.
6) Membandingkan kekuatan anion yang terhidrolisis
berdasarkan representasi submikroskopik kesetimbangan larutan
garam
7) Menjelaskan terjadinya hidrolisis total dari suatu garam berdasarkan
pertimbangan harga Ka dan Kb dengan memberikan representasi
submikroskopik yang tepat.
8) Menentukan pH dan Kh dari larutan garam yang anionnya
mengalami hidrolisis berdasarkan representasi submikroskopik

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Interkoneksi multiple level representasi kimia (IMLR) adalah pemahaman


seseorang terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya mentransfer dan
menghubungkan antar representasi fenomena makroskopik,
submiskroskopik dan simbolik serta IMLR ini merupakan salah satu kunci
untuk pengajaran kimia.
B. Saran

Pada saat pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta
sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasegaran, Treagust & Mocerino. (2007). Enhancing students’ use of


multipel levels of representation to describe and explain chemical reactions.
School Science Review, 88, 325-330.

Chittleborough G. and Treagust D. F., (2007), The Modelling Ability Of Non-


Major Chemistry Students And Their Understanding Of The Sub-
Microscopic Level, Chem. Educ. Res. Pract., 8(3): 274-292.

Devetak, I. (2005). Explaining the latent structure of understanding


submicropresentations in science. Disertasi tidak dipublikasikan. Slovenia:
University of Ljubljana.

Effendy. 2006. A-Level Chemistry for Senior High School Students Volume 1A.
Malang: Bayumedia.

Farida, I. (2008). Kemampuan Mahasiswa Merepresentasikan Tingkat


Makroskopik, Mikroskopik dan Simbolik pada Topik Sintesis Amonia
(Skala Lab). Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV.
Bandung : FPMIPA UPI

Farida, I., Liliasari, Widyantoro, D.H. & Sopandi, W. (2010). Representational


competence’s profile of Pre-Service Chemistry Teachers in chemical
problem solving. Proceeding The 4th International Seminar on Science
Education.

Gilbert, J.K. & Treagust, D.F. 2009. Multiple Representations in Chemical


Education: Models and Modelling in Science Education. Dordrecht:
Spinger.

Harrison, A. G., & Treagust, D. F. (2002). The particulate nature of matter:


challenges in understanding the submicroscopic world. In Gilbert, J.K et.al
(Eds.), Chemical Education: Towards Research-Based Practice. Dordrecht:
Kluwer Academic Publishers

16
Johnstone, A.H. 1993. The Development of Chemistry Teaching: A Changing
Response to Changing Demand. Journal of Chemical Education, 70: 701-
705

Johnstone, A.H. 2000. Teaching of Chemistry - Logical or Psychological?


Chemistry Education: Research and Practice in Europe, 1(1):9—15.

Kozma, R., & Russell, J. (2005). Students Becoming Chemists: Developing


Representational Competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in science
education. Volume 7. Dordrecht: Springer. pp. 121-145

Rosengrant, D., Van Heuleven, A., and Etkina, E. (2006). Students’ use of multiple
representations in problem solving. In P. Heron, L. McCullough & J. Marx,
Physics Education Research Conference (2005 AIP Conference
Proceedings) (pp. 49-52).

Sendur, G., Toprak, M., Pekmez, E., (2010). Analyzing of Students’


Misconceptions about Chemical Equilibrium. Paper on International
Conference on New Trends in Education and Their Implications. Antalya-
Turkey

Silberberg, M. (2009). Chemistry: The molecular nature of matter and change, 5th,
New York : McGraw-Hill

Sopandi, W. dan Murniati. (2007). Microscopic Level Misconceptions on Topic


Acid Base, Salt, Buffer, and Hydrolysis: A Case Study at a State Senior
High School, Proceeding The 1st International Seminar on Science
Education. SPS UPI Bandung

Suja, I W. (2015). Model mental mahasiswa calon guru kimia dalam memahami
bahan kajian stereokimia. Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(2), 625-638.

Sunyono, Yuanita, L., & Ibrahim, M. (2015). Supporting students in learning with
multiple representation to improve student mental models on atomic
structure concepts. Science Education International, 26(2), 104-125

17
Taber, K.S. (2009). Learning at the Symbolic Level. In: Gilbert, J.K and D.
Treagust (Eds.). Multiple Representation In Chemical Education. Models
and Modelling In Science Education. Vol:.4. (pp 75-103). Dordrecht:
Springer

Treagust, David F., Chittleborough, G., and Mamiala, T (2003). The role of
submicroscopic and symbolic representations in chemical explanations
International Journal of Science Education, 25 (11), 1353-1368

Treagust, David F. (2008). The Role Of Multiple Representations In Learning


Science: Enhancing Students’ Conceptual Understanding And
Motivation. In Yew-Jin And Aik-Ling (Eds). : Science Education At The
Nexus Of Theory And Practice. Rotterdam -Taipei : Sense Publishers

Treagust, David F. & Chandrasegaran, (2009). The efficacy of an alternative


instructional programme designed to enhance secondary students’
competence in the triplet relationship. In: Gilbert, J.K & D. Treagust (Eds.).
Multipel representation in chemical education. models & modelling in
science education. Dordrecht: Springer. pp:151-164

Waldrip, Bruce.,et.al. (2008). Learning Junior Secondary Science through Multi-


Modal Representations. Electronic Journal of Science Education, 11(1):89-
107.

Wang, Ch. Y., 2007. The role of mentalmodelling ability, content knowledge, and
mental model in general chemistry students’ understanding about moleculer
polarity. A Dissertation presented to the Faculty of the Graduate School
University of Missouri – Columbia.

18

Anda mungkin juga menyukai