File PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 199

UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER


YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI
INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS
TEORI MODEL ADAPTASI ROY

KARYA ILMIAH AKHIR

Oleh :
TATI SETYAWATI PONIDJAN
1306346355

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2016

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER


YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI MELALUI
INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS
TEORI MODEL ADAPTASI ROY

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ners Spesialis Keperawatan Anak

Oleh :
TATI SETYAWATI PONIDJAN
1306346355

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
i Ponidjan, FIK UI, 2016
STiRAT PERNYATAAI\I BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa Karya
Ilmiah Akhir ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan yang berlaku di
Universitas Indonesia.

Jika dikemudian hari tsrnyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
lndonesia kepada saya

Depok, 16 Juni 2016

lUffitgn.e,[ .:::&,i,j \ i
T.EMPEL .,f\,
\
agTszRorgag+t+to4 \'\UMJ,Z
..L-r'^ '\)
F --\----a
i-= n" :. *.? /
+ U'=jRUPIAH 1.

'-
ENA[4 RIBU

Tati Setvawati Ponidjan


NPM: 1306346355

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN ORISINAI.ITAS

Iftrya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujulq telah saya nyatakan dengan benar.

Nama Tati Setyawati Ponidjan


].iPM 1306346355

Tanda tangan

'fanggal
M
16 Juni 2016

lil

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Tati Setyawati Ponidjan


NPM : 1306346355

Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak


Judul : Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah
Nutrisi melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori
Model Adaptasi Roy

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak

pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Supervisor Utama Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc. , 1

Al=

Supervisor Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An.

H
Penguji I dr. Endang Windiastuti, Sp.A (K).

Penguji 2 Nurhidayatun, Ns., Sp.Kep.An. (... . ......... ....... ....)

Disetujui di : Depok
Pada tanggal : 22 Juni 2016

IV

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
Karya Ilmiah Akhir ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang
Mengalami Masalah Nutrisi Melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori
Model Adaptasi Roy”. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa
penulisan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Allenidekania, SKp., M.Sc., selaku supervisor utama, atas saran, arahan dan
bimbingannya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An., selaku supervisor yang telah memberikan arahan
dan bimbingannya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
3. Dr. Nani Nurhaeni S.Kp., M.N., selaku koordinator utama Praktek Klinik
Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak, yang telah memberikan
motivasi dan bimbingan selama praktik residensi.
4. Dr. Endang Windiastuti, Sp. A (K) selaku penguji yang telah memberikan arahan
dan masukan.
5. Nurhidayatun Ns., Sp.Kep.An. selaku penguji yang telah memberikan arahan dan
masukan.
6. Dra. Junaiti Sahar, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
7. Yeni Rustina, M.App.Sc., Ph.D., selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan saran dan arahan pada penulis selama pendidikan.
8. Ketua Program Studi dan seluruh staff pengajar Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang
telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.
9. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu di Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati


v Ponidjan, FIK UI, 2016
10. Kepala ruangan, pembimbing praktek klinik keperawatan, serta teman sejawat di
ruang perawatan anak non infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSAB
Harapan Kita Jakarta dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang telah membimbing
dan berpartisipasi selama praktek residensi.
11. Keluarga besar, suamiku Dr. Jean H. Raule M.Kes serta anak-anakku tercinta
Enmilia B. Raule dan Jehyeng B. Raule yang senantiasa memberikan motivasi dan
dukungan doa bagi penulis selama pendidikan.
12. Rekan seperjuangan angkatan tahun 2013 lebih khusus pada peminatan
Keperawatan Anak Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Besar harapan penulis, kiranya Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi
kemajuan keperawatan di Indonesia, terlebih khusus pada keperawatan anak.

Depok, 16 Juni 2016


Penulis

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati


vi Ponidjan, FIK UI, 2016
HALAMAN PER}IYATAAi\I PE,RSETUJUAN PT]BLIKASI
TUGAS AKIIIR UNTUK KEPENTINGAIY AINU)EMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Tati Setyawati Ponidjan


NPM I 306346355
Program studi Ners Spesialis Keperawatan
Departemen Keperawatan Anak
Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis karya Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Noz exclusive Rayalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

..ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI


MASALAH NUTRISI MELALUI INTERVENSI PENDIDTKAN KESEHATAN
BERBASIS TEORI MODEL ADAPTASI ROY"

Beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas lndonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 16 Juni 2016

vt1

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


ABSTRAK

Nama : Tati Setyawati Ponidjan


Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Judul : Asuhan Keperawatan pada Anak Kanker yang Mengalami Masalah
Nutrisi melalui Intervensi Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori
Model Adaptasi Roy

Malnutrisi, kaheksia, dan obesitas/overweight merupakan masalah nutrisi yang sering


ditemui pada anak kanker akibat dari proses penyakit dan efek kemoterapi. Karya
Ilmiah Akhir ini bertujuan memberikan gambaran praktek ners spesialis dalam
mengaplikasikan model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak kanker yang
mengalami masalah nutrisi. Praktek ners spesialis dilakukan untuk mencapai
kompetensi sesuai peran perawat. Aplikasi model adaptasi Roy tertuang dalam lima
kasus terpilih dengan masalah yang ditemukan adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan obesitas.
Pendidikan kesehatan berbasis pembuktian ilmiah digunakan sebagai salah satu
intervensi keperawatan untuk meningkatkan adaptasi anak sehingga dapat bertoleransi
terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Evaluasi keperawatan lima kasus tersebut
adalah satu kasus beradaptasi secara integrasi, empat kasus beradaptasi secara
kompensasi. Karya ilmiah ini merekomendasikan teori model adaptasi Roy dapat
diaplikasikan pada asuhan keperawatan anak kanker dengan masalah nutrisi.

Kata Kunci :
Anak kanker, asuhan keperawatan, Model Adaptasi Roy, nutrisi, pendidikan kesehatan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati


viii Ponidjan, FIK UI, 2016
ABSTRACT

Name : Tati Setyawati Ponidjan


Study Program : Specialist Pediatric Nurse Program, Nursing Faculty in University
of Indonesia.
Title : Nursing Care in Children Who have Cancer with Nutrition Problems
Through Health Education Intervention Based on Roy Adaptation
Model Theory.

Malnutrition, cachexia, and obesity/overweight, is a common nutritional problem in


children who have cancer as a result of the disease process and the effects of
chemotherapy. The aim of this final assignment was to provide an overview of the
practice specialist nurses by applying the Roy adaptation model in nursing care of
children who have cancer with nutritional problems. Practice spesialis nurses to achieve
competency according the role of nurses. Roy adaptation model was applied in five
selected cases and the nursing problem found was imbalance nutrition less than the
body needs, risk imbalance nutrition less than the body needs and obesity. Health
education is evidence based practice be used as a nursing intervention to improve the
adaptation level of the child so that it can tolerate the fulfillment of nutrition needs.
Nursing evaluation in five selected cases was one case integrated adaptation level and
four cases compensatory adaptation level. This paper recommend Roy adaptation model
theory can be applied to nursing care in children who have cancer with nutrition
problems.

Keywords:
Children who have cancer, nursing care, Roy adaptation model, nutrition, health
education

ix Ponidjan, FIK UI, 2016


Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………………………………… ii
PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN……..………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………………………………… vii
ABSTRAK…………………………………………………………………………... viii
ABSTRAC…………………………………………………………………………... ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... xii
DAFTAR SKEMA…………………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………… xv

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………. 1
1.2. Tujuan Penulisan.……………………………………………………………. 7
1.3. Sistematika Penulisan...……………………………………………………... 7

2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN


2.1. Gambaran Kasus……….……………………………………………………. 9
2.2. Tinjauan Teoritis….…………………………………………………………. 16
2.2.1. Kanker pada Anak ……………………………………………………. 16
2.2.2. Nutrisi pada Anak Kanker ……………………………………………. 24
2.3. Integrasi Teori Keperawatan dalam Proses Keperawatan…………………… 38
2.3.1. Model Adaptasi Roy…………………………………………………... 38
2.3.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy……………………………. 40
2.4. Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan Anak dengan
kanker………………………………………………………………………. 48
2.4.1. Pengkajian……………………………………………………………. 48
2.4.2. Diagnosis Keperawatan………………………………………………. 51
2.4.3. Tujuan dan Intervensi………………………………………………… 52
2.4.4. Implementasi dan Evaluasi…………………………………………… 54

3. PENCAPAIAN KOMPETENSI
3.1. Pencapaian kontrak belajar…..…………………………………………..….. 70
3.1.1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut…………. 70
3.1.2. Kontrak belajar Praktik Klinik Khusus ……………………………... 74
3.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian
Kompetensi………………………………………………………………….. 75
3.2.1. Peran Pemberi Asuhan……………………………………………….. 76
3.2.2. Peran Sebagai Advokat.………………………………………………. 77
3.2.3. Peran sebagai Pendidik ………………………………………………. 78
3.2.4. Peran Sebagai Peneliti ……………………………………………….. 80
3.2.5. Peran sebagai Inovator………………………………………………... 80
3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice……………………………. 81

x
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
4. PEMBAHASAN
4.1. Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi…………………………. 84
4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi.. 96

5. SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan……………………………………………………………………. 99
5.2. Saran………………………………………………………………………… 100

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati


xi Ponidjan, FIK UI, 2016
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sistem Adaptasi pada Manusia……………………………………… 40


Gambar 3.1. Diagram pengetahuan keluarga dalam mengantisipasi mual muntah
karena Kemoterapi ………………………………………………..… 83

xii
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
DAFTAR SKEMA

Skema 2.2. Web of Causation hepatoblastoma menggunakan pendekatan model


adaptasi Roy…………………………………………………………. 47

xiii
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawatixiv
Ponidjan, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada An. H.……………………………………….. 10


Tabel 2.2. Evaluasi Keperawatan pada An. A.N.…………………………………….. 11
Tabel 2.3. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A..…………………..……………….. 13
Tabel 2.4. Evaluasi Keperawatan pada An. G.K.…………………………………….. 14
Tabel 2.5. Evaluasi Keperawatan pada An. S.A.…………………………………….. 16
Tabel 2.6. Kategori Satatus Gizi Anak……………………………………………….. 27
Tabel 2.7. RDA pada Bayi dan Anak…………………………………………………. 28
Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Energi Menggunakan REE………………………… 29
Tabel 2.9. Hasil Pengkajian Perilaku dan Stimulus pada An. M.A……….…………. 48
Tabel 2.10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan pada An. M.A……………………… 52
Tabel 2.11. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan pada An. M.A……………………. 54
Tabel 2.12. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. saat Persiapan Pulang …………... 69

xivPonidjan, FIK UI, 2016


Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Pengkajian Model Adaptasi Roy


Lampiran 2. Kontrak belajar
Lampiran 3. Laporan Proyek Inovasi
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup

xv
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit yang berasal dari pertumbuhan sel tubuh yang
progresif dan abnormal. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya perubahan pada
deoxiribonucleid acid (DNA), sehingga sel kehilangan fungsinya secara normal.
Pertumbuhan sel kanker akan berlangsung cepat dan mendesak sel normal tubuh,
sistem pembuluh darah serta organ vital lainnya sehingga menghasilkan berbagai
gejala (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Manifestasi klinis penyakit kanker
tergantung dari jenis kanker, lokasi pada tubuh, luasnya dan umur anak. Bila sel
kanker ini sudah menyebar (metastasis) dan menginfiltrasi organ tubuh yang lain
maka menyebabkan hilangnya fungsi organ secara progresif dan dapat berakhir
dengan kematian (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).

Kanker sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan, karena merupakan salah
satu penyebab utama kematian. Angka kematian penyakit kanker di tingkat dunia
pada tahun 2012, berkisar 8,2 juta orang (WHO, 2014), sedangkan pada tingkat
nasional angka kematian kanker berkisar 5,7 % dari keseluruhan kasus kematian
(Kemenkes RI, 2014). Menurut data dari GLOBOCAN, IARC pada tahun 2012
terdapat 14.067.894 kasus baru kanker pada tingkat dunia. Data dari Riskesdas
Kemenkes RI 2013, penyakit kanker di Indonesia memiliki prevalensi berkisar 1,4
per 1000 penduduk atau sekitar 347.792 penduduk dan menduduki peringkat ke 7
dari seluruh penyebab kematian.

Anak dengan penyakit kanker di Indonesia berkisar 2,5% dari keseluruhan penyakit
kanker yang ada (IARC, 2008). Terdapat 11.000 kasus kanker pada anak setiap
tahunnya dan sepertiga dari kanker anak adalah leukemia (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Marcdante, Kliegmen, Jenson, dan Behrhman (2011), jenis kanker yang
tersering pada anak adalah leukemia dan limfoma, kemudian diikuti dengan tumor
otak/susunan saraf pusat, sarcoma jaringan lunak, dan kanker tulang. Banyak tanda
dan gejala kanker bersifat non spesifik, namun sebagian besar anak dengan
penyakit kanker menunjukkan gejala demam, kelelahan dan anoreksia.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati


1 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
2

Anoreksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkurangnya keinginan


makan sehingga menurunkan jumlah asupan nutrisi. Beberapa faktor yang
berkontribusi terjadinya anoreksia, antara lain; masalah psikologis (stres, cemas,
depresi), kemampuan fisik menurun, kelelahan, perubahan rasa/taste dan bau serta
pengobatan yang lama. Selain itu akibat interaksi dengan sel kanker, tubuh
melepaskan hormon; cytokinins termasuk tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan
interleukin 1, yang menghambat selera makan dan berpengaruh terhadap
pengaturan asupan nutrisi (Schoeman, 2015).

Asupan nutrisi yang tidak adekuat pada anak kanker dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Bila keadaan ini berlangsung terus, maka dapat
mengakibatkan terjadinya malnutrisi (undernutrition), yaitu tubuh mengalami
defisiensi energi, protein dan zat nutrient lainnya. Prevalensi malnutrisi pada anak
kanker dilaporkan berkisar antara 8%-60%. Jenis kanker yang berisiko terjadinya
malnutrisi adalah tumor padat, tumor otak dan leukemia nonlymphocytic (Ladas,
Sacks, Brophy & Rogers, 2006). Menurut Nieuwouldt (2011), malnutrisi
(undernutrition) memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada anak
kanker. Efek jangka pendek adalah penurunan massa otot dan lemak tubuh
sehingga merubah komposisi tubuh, respon dan toleransi terhadap kemoterapi
menurun, pengobatan menjadi lama, biokimia tubuh terganggu mengakibatkan
terjadinya anemia dan hipoalbuminemia, serta beresiko tinggi terjadinya infeksi.
Sedangkan efek jangka panjang adalah gangguan pertumbuhan, gangguan
perkembangan saraf (neurodevelopment), kepadatan tulang menjadi tidak normal,
penurunan kualitas hidup dan beresiko terjadinya kanker sekunder.

Kaheksia merupakan malnutrisi berat dan didefinisikan sebagai sindrom


multifaktor yang ditandai dengan hilangnya massa otot skeletal (dengan atau tanpa
kehilangan massa lemak) yang tidak dapat kembali sepenuhnya dengan dukungan
nutrisi biasa/konvensional (Fearon, et al. 2011). Kaheksia pada anak kanker disebut
dengan Cancer cachexia syndrome atau Cancer anorexia cachexia syndrome
(Hopkinson, 2016). Kaheksia ditandai dengan kehilangan berat badan dan
penurunan selera makan/anorexia. Kaheksia merupakan akibat dari keganasan
tumor dan juga merupakan efek samping dari pemberian pengobatan (Tomlinson &
Kline,2010). Pada keganasan tumor ada dua komponen yang mempengaruhi
terjadinya kaheksia yaitu penurunan asupan nutrient oleh karena keterlibatan/

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
3

desakan tumor pada gastrointestinal atau meningkatnya energi akibat pembelahan


sel yang cepat serta perubahan metabolisme karena proses inflamasi secara
sistemik (Akbulut, 2011).

Secara umum pengobatan kanker terdiri dari kemoterapi, radioterapi dan


pembedahan. Ketepatan diagnosa dan pengembangan regimen terapi kanker telah
memberikan perubahan terhadap angka kelangsungan hidup anak. Saat ini
kelangsungan hidup anak kanker dibawah usia 5 tahun adalah 83%, angka ini
meningkat dari 67% pada tahun 1980an (Geiger & Wolfgram, 2013). Pengobatan
kanker yang sering dilakukan adalah kemoterapi. Hal ini disebabkan karena
prevalensi leukemia dan limfoma pada anak lebih tinggi dibandingkan kasus
kanker lainnya, sementara pengobatan leukemia dan limfoma menggunakan
kemoterapi (Permono et al. 2012).

Kemoterapi adalah pemberian obat antineoplastic agent, sedangkan radioterapi


adalah proses penghantaran radiasi pengion, yang keduanya bertujuan untuk
membunuh sel-sel kanker (Marcdante et al. 2011). Kedua pengobatan ini memiliki
efek samping, antara lain terhadap sistem pencernaan yang mempengaruhi status
nutrisi. Diperkirakan 60 % anak yang mendapat mengobatan kanker mengalami
malnutrisi (Montgomery et al. 2013). Menurut James, Nelson, dan Ashwill (2013),
baik radioterapi dan kemoterapi dapat memberikan stimulus terhadap rangsangan
mual muntah. Kemoterapi yang dapat menimbulkan rangsangan mual muntah
antara lain; cisplatin, cyclophosphamide, carmustine, dacarbazin, carboplatin,
ifosfamide, cytarabine, daunorubicin (Geiger & Wolfgram, 2013).

Mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi (chemotherapy induced nausea
and vomiting/CINV) dapat terjadi mulai beberapa menit hingga sampai beberapa
hari setelah pemberian kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian Aapro (2005),
25%-30% anak menderita mual muntah saat mendapat kemoterapi sekalipun sudah
diantisipasi dengan terapi antiemetic. Mual muntah yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan penurunan intake nutrisi dan akhirnya terjadi penurunan berat
badan (Geiger & Wolfgram 2013). Berdasarkan fakta ini maka anak yang
dikemoterapi dengan gejala mual muntah berisiko terjadinya masalah kekurangan
nutrisi.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
4

Selain efek samping mual muntah, diare dapat terjadi pada anak kanker yang
mendapat radiasi di daerah abdomen dan pemberian kemoterapi seperti
prokarbazin, merkaptopurin, metotreksat, dactinomycin (Hockenberry & Wilson,
2009). Mukositis atau kerusakan mukosa dapat terjadi dimanapun sepanjang
saluran gastrointestinal yang menyebabkan hilangnya epitelium intestinal dan
timbul inflamasi sehingga terjadi diare. Mukositis juga dapat terjadi pada daerah
oral yang dapat memperberat gejala anoreksia karena nyeri dan ketidaknyamanan
saat makan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Masalah keperawatan terkait nutrisi pada anak kanker tidak hanya masalah nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kurang dari kebutuhan tubuh tetapi
menyangkut juga masalah nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh, seperti
obesitas/overweight. Menurut Withycombe et al. (2015) obesitas dapat terjadi pada
anak kanker yang mendapat pengobatan, seperti pemberian kemoterapi pada anak
dengan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL). Obesitas terjadi saat program atau
pada akhir program kemoterapi setelah anak mendapat pengobatan kortikosteroid
dalam dosis tinggi yang lama. Data yang didapatkan dari penelitian Withycombe et
al. (2009) 23% anak dengan ALL menjadi obesitas pada akhir program kemoterapi.
Obesitas beresiko terjadi gangguan kardiovasikular dan gangguan metabolik
(Lughetti, Bruzzi, Predieri & Paolucci, 2012).

Masalah nutrisi yang kompleks pada anak kanker memerlukan perhatian perawat.
Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan masukan nutrisi seperti
memberikan pilihan pada anak untuk memilih makanan yang disukai, menyajikan
makanan secara aktraktif, menghindari makanan yang berbumbu kuat dan
menggunakan peralatan yang menarik. Namun walaupun pendekatan seperti ini
sudah dilakukan beberapa anak tetap tidak mau makan sehingga penurunan berat
badan tetap terjadi (Hockenberry & Wilson, 2009). Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
dapat dinilai dari status gizi anak. Status gizi adalah cerminan pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada seseorang, yang diperoleh dari asupan dan penggunaan zat
gizi oleh tubuh. Menilai status gizi anak menggunakan pengukuran antropometri
seperti berat badan, tinggi/panjang badan, dan lingkar lengan atas. Adapun kategori
status gizi anak berada pada rentang normal sampai pada obesitas atau sangat
kurus/gizi buruk (Nasar, Djoko, Hartarti, & Budiwiarti, 2015). Nutrisi memegang
peranan penting pada perawatan anak kanker, karena terpenuhinya kebutuhan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
5

nutrisi dapat menyiapkan tubuh bertoleransi dengan baik terhadap pengobatan


kanker. Selain itu nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatan kualitas hidup anak (Schoeman,
2015).

Mengingat pentingnya kebutuhan nutrisi dan masalah nutrisi yang terjadi pada anak
kanker, maka perawat perlu melakukan penatalaksanaan nutrisi dalam konteks
asuhan keperawatan. Perawat spesialis memegang peranan penting melakukan
tugas sesuai standar kinerja yang telah ditetapkan, dari segi pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Sesuai standar kompetensi yang telah dirumuskan oleh
International Council of Nursing (ICN, 2009) kompetensi seorang ners spesialis
yaitu melakukan praktek secara profesional sesuai etik dan legal, baik dalam
manajemen dan asuhan keperawatan serta mengembangkan kualitas pelayanan
keperawatan. Standar kompetensi diperlukan agar masyarakat mendapatkan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Perawat spesialis dalam memenuhi kompetensi ini
menjalankan praktek sesuai peran perawat antara lain sebagai pemberi asuhan
keperawatan, advokasi, pendidik, peneliti dan inovator (James, Nelson, & Ashwill,
2013).

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi yang dilakukan perawat


dalam menjalankan perannya sebagai pendidik. Menurut Potter dan Perry (2005),
pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap anak dan keluarga dalam memelihara kesehatannya. Intervensi ini juga
mempunyai keterkaitan dengan peran perawat lainnya, seperti pemberian
pendidikan kesehatan dapat membuat keluarga menjadi lebih memahami intervensi
yang dilakukan sehingga koperatif dan ikut terlibat dalam asuhan keperawatan.
Dengan demikian asuhan keperawatan yang diberikan dapat menjadi lebih efektif.
Selain itu, praktek asuhan keperawatan juga harus didasari oleh pengetahuan
keperawatan ilmiah melalui pengembangan dan pemanfaatan teori keperawatan,
salah satunya adalah teori Model Adaptasi Roy yang digunakan dalam Karya
ilmiah Akhir ini.

Model Adaptasi Roy memandang anak sebagai suatu sistem adaptasi. Seorang anak
dalam kehidupnya akan berinteraksi dengan lingkungan dan mendapatkan berbagai
stimulus akibat perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
6

Ada 3 tipe stimulus yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus
residual. Agar dapat mempertahankan kehidupannya seorang anak harus berespon
positif terhadap perubahan lingkungan dengan melakukan adaptasi (Tomey &
Alligood, 2010). Masalah keperawatan muncul ketika anak tidak dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan tersebut sehingga mempengaruhi status
kesehatannya. Mekanisme koping dibutuhkan untuk membentuk prilaku adaptif
terhadap perubahan lingkungan sehingga anak dapat mempertahankan
kesehatannya (Alligood, 2014).

Model Adaptasi Roy memberikan arahan bagi perawat dan sebagai landasan
berpikir dalam praktik keperawatan. Perawat menggunakan asuhan keperawatan
sebagai metode pemecahan masalah dengan melakukan intervensi untuk
mendukung mekanisme koping anak agar terjadi adaptasi (Alligood, 2014). Tujuan
penggunaan Model Adaptasi Roy pada karya ilmiah akhir ini dimaksudkan agar
anak dengan kanker dapat beradaptasi terhadap masalah nutrisi yang dialaminya
sehingga meningkatkan toleransi tubuh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Tujuan akhir yang diharapkan dari Model Adaptasi Roy adalah tercapainya sehat,
peningkatan kualitas hidup dan meninggal dengan damai (Tomey & Alligood,
2010).

Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2015), terdapat sekitar 650 kasus kanker anak
setiap tahunnya di Jakarta. Kasus ini tersebar pada beberapa tempat pelayanan
kesehatan di Jakarta termasuk RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita
dan RSPAD Gotot Soebroto. Pengalaman penulis saat praktik di ruang non infeksi
pada ketiga rumah sakit tersebut, sering ditemukan adanya masalah nutrisi pada
anak kanker, baik masalah risiko maupun masalah aktual. Perilaku inefektif yang
sering muncul adalah anoreksia, mual muntah, nutrisi kurang atau lebih dari
kebutuhan tubuh. Menurut Model Adaptasi Roy, nutrisi merupakan salah satu
indikator dalam mode adaptasi fisiologis. Nutrisi merupakan komponen penting
yang diperlukan oleh tubuh harus dipenuhi kebutuhannya. Untuk itu dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi, berbagai informasi mengenai nutrisi dapat diperoleh
anak dan keluarga melalui pendidikan kesehatan sebagai Evidence Based Practice
(EBP).

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
7

Berdasarkan gambaran diatas dan fenomena nutrisi yang ada pada anak kanker,
maka penulis menggunakan pendidikan kesehatan sebagai Evidence Based Practice
(EBP) dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker dengan menggunakan
pendekatan teori Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan. Laporan ini terdiri
dari lima kasus kelolaan yaitu kasus Osteosarkoma, Limfoma non hodgkin,
Hepatoblastoma, Tumor wilm’s, dan Leukemia limfoblastik akut. Masalah nutrisi
yang ditemukan pada kasus tersebut adalah satu kasus dengan risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, tiga kasus dengan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan satu kasus dengan
obesitas. Setelah mengaplikasikan EBP dan menggunakan pendekatan model
adaptasi Roy maka hasil evaluasi pada asuhan keperawatan tersebut adalah satu
kasus dapat beradaptasi secara integrasi (masalah nutrisi tidak terjadi) dan empat
kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah nutrisi teratasi sebagian).

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum


Memberikan gambaran pelaksanaan praktik ners spesialis dalam
mengaplikasikan Model Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak yang
mengalami masalah nutrisi melalui intervensi pendidikan kesehatan.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada anak kanker
yang mengalami masalah nutrisi dengan menggunakan aplikasi Model
Adaptasi Roy.
b. Memberikan uraian analisis efektivitas aplikasi Model Adaptasi Roy
pada asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami masalah mutrisi.
c. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi ners spesialis dalam
praktik spesialis keperawatan anak.

1.3. Sistematika Penulisan


Penulisan karya ilmiah akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut; Bab 1
adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan
sistematika penulisan. Bab 2 berisikan aplikasi teori keperawatan pada asuhan
keperawatan, yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
8

konsep keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi Model Adaptasi Roy
dalam proses keperawatan anak dengan kanker. Bab 3 merupakan pencapaian
kompetensi ners spesialis yang terdiri dari pencapaian kontrak belajar, pembahasan
praktik spesialis keperawatan anak dan pencapaian kompetensi serta implementasi
evidence based nursing practice. Bab 4 merupakan pembahasan tentang penerapan
Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang
mengalami masalah nutrisi, serta pembahasan tentang praktik ners spesialis
keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi. Bab yang terakhir yaitu bab 5
yang berisikan simpulan dan saran dari penulisan karya ilmiah akhir ini.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
9

BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini menguraikan tentang ringkasan 5 kasus kelolaan dengan masalah nutrisi pada
anak kanker di 2 rumah sakit yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan
Kita. Selain itu pada bab ini juga memuat tentang tinjauan teoritis yang digunakan
sebagai acuan dalam kasus kelolaan, yaitu teori mengenai kanker pada anak, nutrisi
pada anak kanker, integrasi teori dan konsep model adaptasi Roy dalam asuhan
keperawatan serta aplikasi teori model adaptasi Roy pada 1 kasus yang terpilih.

2.1. Gambaran Kasus


2.1.1. Kasus 1
An. H. perempuan, usia 16 tahun 5 bulan diagnosis osteosarcoma, masuk RS
pada tanggal 16 Pebruari 2016 jam 10.00, prokemoterapi. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium (Juni 2015) gambaran histologik sesuai dengan
osteosarkoma konvensional type kondroblastik. Pengkajian dilakukan pada
tanggal yang sama. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; sadar
penuh, frekuensi pernapasan 20x/menit, frekuensi nadi 98x/menit, suhu
badan 36,4oC, tekanan darah 116/72 mmHg. Pemeriksaan fisik; ekstremitas
kiri bawah sudah diamputasi (16/12/2016) oleh karena proses malignan,
mobilisasi klien menggunakan alat penyanggah tubuh (tongkat). Hasil
pemeriksaan laboratorium (10/02/2016); hemoglobin 9,8 g/dl, hematokrit
33,1%, trombosit 752.000/µL, leukosit 10.960/µL. Berat badan 50,5 kg,
tinggi badan 154 cm, lingkar lengan atas 26 cm, BB/TB 50,5/44(114%),
IMT 21,29 dengan kategori status gizi normal. Protokol kemoterapi
osteosarkoma pada an. H adalah siklus 1; Cisplatin 90 mg (IV/drips) perhari
selama 2 hari, Adriamisin 37,5 mg (IV/drips) perhari selama 3 hari.

Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. H. adalah risiko cedera


berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi, risiko infeksi.
Tanggal 18 Februari 2016, klien mengalami muntah 6 kali dan anoreksia
sehingga muncul masalah baru yaitu risiko ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kekurangan volume cairan.
Intervensi yang dilakukan adalah memberikan kemoterapi sesuai protokol,

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati


9 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
10

memantau pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada


prosedur tindakan, menggunakan teknik mencuci tangan yang baik,
kolaborasi pemberian antiemetik, edukasi antisipasi mual muntah karena
kemoterapi, memberikan nutrisi 1760 kkal/hari, memberikan cairan sesuai
kebutuhan, monitor masukan dan keluaran cairan serta status hidrasi.

Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 5 hari (16-20 Pebruari 2016)


dan pada tanggal 20 Pebruari 2016 klien pulang. Data evaluasi saat pasien
pulang adalah tanda-tanda vital stabil, tidak ada mual muntah, berat badan
tetap (50,5 kg), status hidrasi baik, tidak terjadi cedera pemberian
kemoterapi.
Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada An.H.

Tanggal Hasil Tanggal


No Diagnosis Keperawatan
ditegakkan Implementasi Evaluasi
1. Risiko cedera berhubungan dengan 16/02/2016 Masalah tidak 19/02/2016
proses malignan dan kemoterapi terjadi
2. Risiko infeksi 16/02/2016 Masalah tidak 20/02/2016
terjadi
3. Risiko ketidak seimbangan nutrisi 18/02/2016 Masalah tidak 20/02/2016
kurang dari kebutuhan tubuh terjadi
4. Risiko kekurangan volume cairan 18/02/2016 Masalah tidak 20/02/2016
tidak terjadi. terjadi

2.1.2. Kasus 2
Anak A.N. Perempuan usia 4 tahun 8 bulan, masuk RS pada tanggal 3 maret
2016 dengan rencana prokemoterapi setelah selesai fase induksi protokol
pengobatan leukemia akut non limfoblastik pada tanggal 15-25 Januari 2016.
Sesuai pemeriksaan (06/01/2016) ditemukan sel blast 90%, pemeriksaan
aspirasi sum-sum tulang didapatkan kesimpulan AMoL (Acute monoblastic
leukemia) relaps dan pemeriksaan leukemia phenotyping kesan B-lineage
with abberant exp CD 13. Saat masuk RS klien kelihatan lemah, nilai Hb:
5,8 gr/dl. Klien mengalami demam yang naik turun, nyeri pada mata dan
anoreksia. Tanggal 8 maret 2016 klien dipindahkan ke ruang febril
neutropenia oleh karena nilai neutrophil 1%, mielosit 2%. Pengkajian
dilakukan residen pada tanggal 9 maret 2016 (hari perawatan ke 7) jam
08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh,
frekuensi pernapasan 26x/menit, frekuensi nadi 127x/menit, suhu badan
38,3oC, tekanan darah 105/66 mmHg. Pada pemeriksaan fisik, tampak lemah

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
11

dan kurus, proptosis mata kanan dan kiri, penglihatan mata kanan relatif
baik. Berat badan 13,5 kg, tinggi badan 101 cm, lingkar lengan atas 13 cm.
Status gizi kurang, LLA/U 13/16,7 (-3<z<-2), terdapat penurunan berat
badan sekitar 2 kg dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 8 maret 2016 didapatkan hasil; Hb:7,9 gr/dl, Ht:24,6%,
Trombosit: 27.800/µL, Leukosit: 84.300/µL, basophil 0%, eosinofil 0%,
neutrophil 1%, limfosit 2%, monosit 3% dan albumin (7/03/2016) 3,4 gr/dl.
Ibu mengatakan; selera makan anak menurun (anoreksia) dan mata kiri
membesar dengan cepat. Klien mengeluh nyeri pada mata kiri.

Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. A.N. adalah


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera akibat
profil darah abnormal, risiko infeksi, hipertermia, nyeri akut. Intervensi yang
dilakukan adalah memberikan nutrisi 1530 kkal/hari, memberikan
pendidikan kesehatan tentang pemberian nutrisi, kolaborasi pemberian
transfusi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan,
menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, memberikan kompres
hangat, kolaborasi pemberian antipiretik, manajemen nyeri.

Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 7 hari (9-15 Maret 2016).


Data evaluasi setelah 7 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil,
peningkatan asupan nutrisi, pengukuran LLA naik (13,2 cm), tidak ada mual
muntah, klien dapat mengontrol nyeri, pemeriksaan laboratorium
(15/3/2016) Hb: 9,2 gr/dl, Ht:29,9%, Trombosit: 84.000/µL, Leukosit:
45.620/µL, neutrophil 3%, limfosit 10%, monosit 0% dan albumin 3,82
gr/dl. Pada tanggal 16 Maret 2016 klien memulai prokemoterapi protokol
limfoma non hodgkin.
Tabel 2.2. Evaluasi Keperawatan pada An.A.N.

Tanggal Hasil Tanggal


No Diagnosis Keperawatan
ditegakkan Implementasi Evaluasi
1. Ketidakseimbangan nutrisi 09/03/2016 Masalah teratasi 15/03/2016
kurang dari kebutuhan tubuh sebagian
2. Risiko cedera berhubungan 09/03/2016 Risiko cedera 15/03/2016
dengan profil darah abnormal
3. Risiko infeksi 09/03/2016 Risiko infeksi 15/03/2016
4. Hipertermia 09/03/2016 Masalah teratasi 11/03/2016
5. Nyeri akut 09/03/2016 Masalah teratasi 15/03/2016
sebagian

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
12

2.1.3. Kasus 3
An. M.A. laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan, masuk RS pada tanggal 4 maret
2016 dengan keluhan perut semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu,
terdapat penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 4 bulan terakhir. Klien
didiagnosis dengan hepatoblastoma sesuai pemeriksaan CT Scan abdomen
multiphase (02/02/2016) tampak massa morfologi di segmen 4,5,6 hepar,
dengan ukuran 17x10,6x14,7 cm. Klien dipindahkan dari ruang perawatan
bedah ke ruang perawatan anak non infeksi pada tanggal 12 maret 2016
dengan rencana prokemoterapi. Pengkajian dilakukan residen pada tanggal
14 maret 2016 jam 08.00 (hari perawatan ke 11). Data mode adaptasi
fisiologis yang diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 22x/menit,
frekuensi nadi 114x/menit, suhu badan 36,6oC, tekanan darah 90/59 mmHg.
Pada pemeriksaan fisik, klien tampak lemah dan kurus, konjungtiva anemis,
iga gambang, ada baggy pants, perut tampak buncit, pergerakan terbatas,
lingkar perut bagian pusat 62 cm dan perut atas 58 cm, berat badan 13,3 kg,
tinggi badan 99 cm, lingkar lengan atas 11,3 cm. Status gizi buruk, LLA/U
11,3/16 (<-3 SD). Hasil pemeriksaan laboratorium (11/3/2016); hemoglobin
9,8 g/dl, hematokrit 30,7%, trombosit 413.000/µL, leukosit 16.680/µL,
eosinofil 0,4%, neutrofil 68,6%, limfosit 19,4%, monosit 11,2%, albumin
3,12 gr/dl. Pemeriksaan urine (11/3/2016) warna kuning keruh, bakteria
positif. Ibu mengatakan; selera makan anak menurun (anoreksia), klien
malas minum, balance cairan: -209 ml, diuresis; 0,78 ml/KgBB/jam Klien
mengeluh ada rasa nyeri pada perut dan pada jam 10.00; Suhu badan 37,9oC.

Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. M.A. adalah


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan
volume cairan, nyeri akut, risiko keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan, hipertermia. Pada tanggal 16 Maret 2016, muncul masalah
baru yaitu risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan
kemoterapi. Intervensi yang dilakukan adalah memasang NGT dan
memberikan nutrisi 1490 kkal, memberikan pendidikan kesehatan tentang
pemberian nutrisi melalui NGT, memberikan masukan cairan sesuai
kebutuhan, monitor masukan dan keluaran cairan serta monitor status
hidrasi, manajemen nyeri, stimulasi tumbuh kembang, memberikan kompres

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
13

hangat, kolaborasi pemberian antipirektik, memberikan kemoterapi sesuai


protokol dan memantau pemberian kemoterapi.

Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 10 hari (14-23 Maret 2016),


pada tanggal 23 Maret 2016 klien pulang. Data evaluasi saat pasien pulang
adalah tanda-tanda vital stabil, tidak ada mual muntah, lingkar lengan atas
tetap (11,3 cm), terpasang NGT, status hidrasi baik, keluarga dapat
mengontrol nyeri pada anak, interaksi dan komunikasi anak baik, tidak
terjadi cedera pemberian kemoterapi.
Tabel 2.3. Evaluasi Keperawatan pada An.M.A.

Tanggal Hasil Tanggal


No Diagnosis Keperawatan
ditegakkan Implementasi Evaluasi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang 14/03/2016 Masalah teratasi 23/03/2016
dari kebutuhan tubuh sebagian
2. Risiko kekurangan volume cairan 14/03/2016 Masalah tidak 22/03/2016
terjadi
3. Nyeri akut 14/03/2016 Masalah teratasi 22/03/2016
sebagian
4. Risiko keterlambatan pertumbuhan 14/03/2016 Masalah tidak 18/03/2016
dan perkembangan terjadi
5. Hipertermia 14/03/2016 Masalah teratasi 18/03/2016
6. Risiko cedera berhubungan dengan 16/03/2016 Masalah tidak 18/03/2016
proses malignan dan kemoterapi. terjadi

2.1.4. Kasus 4
Anak G.K. Perempuan, usia 2 tahun 2 bulan, masuk RS pada tanggal 3 April
2016 rencana prokemoterapi protokol Acute Lymphoblastic Leukemia
(ALL) 2013 High Risk fase akhir intensifikasi minggu ke 17. Sesuai
pemeriksaan BMP (Bone marrow puncture) dan dianostik molekuler
(29/10/2015), ditemukan sel atopik menyerupai limfoblast 8,5% dan
phenotyping kesan B-lineage. Program kemoterapi yang akan di berikan
adalah: Metotreksat 12 mg/it, Vincristin 0,8 mg/IV, Dexametasone 2x1,6
mg/po (tapering off) dan Cytarabine 45 mg/IV/drips 3x (pemberian selang
sehari). Pengkajian dilakukan oleh residen pada tanggal 4 April 2016 (hari
perawatan ke 2) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang diperoleh;
kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 24x/menit, frekuensi nadi
110x/menit, suhu badan 36,5oC, tekanan darah 90/65 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik klien tampak gemuk, berat badan saat ini 16 kg, tinggi
badan 85 cm, lingkar lengan atas 19,3 cm. Berat badan sebelum kemoterapi
10 kg, status gizi obesitas BB/TB 16/11,4 (>+3SD). Ibu mengatakan nafsu

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
14

makan anaknya meningkat. Klien mendapat terapi Dexametasone 2x1,6 mg


/PO. Pemeriksaan laboratorium (03/04/2016); hemoglobin 14,5 g/dl,
hematokrit 44,5%, trombosit 468.000/µL, leukosit 9.520/µL, basofil 0,5%,
eosinofil 0,1%, neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 54,8%, limfosit
27,2%, monosit 17,4%. Tanggal 7 April 2016 jam 06.30 Suhu badan klien :
37,9oC.

Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. G.K. adalah obesitas, risiko
cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi, risiko infeksi.
Pada tanggal 7 April 2016, muncul masalah baru yaitu hipertermia.
Intervensi yang dilakukan adalah memberi makan sesuai program diet 1163
kkal/hari, monitor jumlah masukan nutrisi, pendidikan kesehatan modifikasi
perilaku makan, memberikan kemoterapi sesuai protokol, memantau
pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan,
menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, memberikan kompres
hangat dan kolaborasi pemberian antipiretik.

Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 5 hari (4-8 April 2016).


Data evaluasi setelah 5 hari perawatan adalah tanda-tanda vital
stabil,keluarga dapat mengontrol perilaku makan anak, berat badan tetap (16
kg), tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi,demam naik turun, terakhir
demam dengan suhu badan 38oC. jam 12.00 (08/04/20016). Pemeriksaan
laboratorium (07/04/2016) Leukosit: 4.750/µL, neutrofil batang 0,0%,
neutrofil segmen 70,3%. Pada tanggal 16 April 2016 masalah keperawatan
teratasi semuanya, tidak ada masalah baru dan klien pulang.
Tabel 2.4. Evaluasi Keperawatan pada An.G.K.

Tanggal Hasil Tanggal


No Diagnosis Keperawatan
ditegakkan Implementasi Evaluasi
1. Obesitas 04/04/2016 Masalah teratasi 08/04/2016
sebagian
2. Risiko cedera berhubungan dengan 04/04/2016 Masalah tidak 08/04/2016
proses malignan dan kemoterapi terjadi
3. Risiko infeksi 04/04/2016 Risiko infeksi 08/04/2016
4. Hipertermia 07/04/2016 Masalah teratasi 08/04/2016
sebagian

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
15

2.1.5. Kasus 5
Anak S.A. Perempuan, usia 5 tahun, masuk RS pada tanggal 12 April 2016
rencana prokemoterapi. Sesuai pemeriksaan Patologi Anatomi massa
jaringan intraabdomen (Juni 2015), dan pemeriksaan USG Abdomen (Juli
2015) menunjukkan gambaran tumor wilms, ginjal kanan membesar dengan
massa besar terutama pole bawah. Sejak 1 September 2015 klien memulai
kemoterapi protokol tumor willms dan kemoterapi terakhir tanggal 22
Pebruari 2016 (minggu ke 25). hasil CT Abdomen tgl 17 Februari 2016;
terdapat perluasan massa ke ruang intraabdomen bawah serta ke region mid
abdomen (ukuran ± 80,7x135x83,3mm) dan ke superior/subhepatik ukuran
(60-70x40x82-83mm). Pengkajian dilakukan residen pada tanggal 13 April
2016 (hari perawatan ke 2) jam 08.00. Data mode adaptasi fisiologis yang
diperoleh; kesadaran penuh, frekuensi pernapasan 24x/menit, frekuensi nadi
120x/menit, suhu badan 36,7oC, tekanan darah 90/67 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik tampak ada iga gambang, wasting, dan baggy pants. Perut
tampak membuncit, lingkar perut bagian pusat 55 cm, bagian perut atas 59
cm. Berat badan 14 kg, tinggi badan 113 cm, lingkar lengan atas 10 cm.
Sejak sakit, klien mengalami penurunan berat badan ± 6 kg. Status gizi
buruk, LLA/U 10/16,9 (<-3SD), ibu mengatakan nafsu makan anaknya
menurun. Pada kulit perut tampak kemerahan (eritema) bekas garukan, klien
mengeluh ada rasa gatal pada perut. Hasil pemeriksaan laboratorium
(12/04/2016); Hemoglobin 10,6 g/dl,Hematokrit 32,3%, Leukosit 13.900/µL,
neutrofil batang 0,0%, neutrofil segmen 82,7%, limfosit 9,6%,Trombosit
510/µL, Albumin 2,7 gr/dl, CRP 13,3 mg/L. Program kemoterapi saat ini
adalah protokol tumor willms (Stad.IV/ relaps) minggu 1: Ifosfamid 1000
mg/IV/hr (5x), Carboplatine 270 mg/IV/hr (2x),Etoposide 65 mg/IV/hr (5 x).

Masalah keperawatan yang ditegakkan pada an. S.A. adalah


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera
berhubungan dengan proses malignasi dan kemoterapi, risiko infeksi dan
risiko kerusakan integritas kulit. Pada tanggal 15 April 2016, muncul
masalah baru yaitu hipertermia dan pada tanggal 18 April 2016 terdapat
masalah kerusakan membran mukosa oral, nyeri akut, dan ketidakefektifan
pola napas. Intervensi yang dilakukan adalah memasang NGT dan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
16

memberikan nutrisi 1300 kkal, pendidikan kesehatan tentang pemberian


nutrisi melalui NGT, memberikan kemoterapi sesuai protokol, memantau
pemberian kemoterapi, menggunakan teknik aseptik pada prosedur tindakan,
menggunakan teknik mencuci tangan yang baik, perawatan mulut, perawatan
kulit dan kolaborasi pemberian krim antiinflamasi, memberikan kompres
hangat dan kolaborasi pemberian antipirektik, melakukan manajemen non
farmakologi untuk mengatasi nyeri dan pemberian terapi oksigen.

Evaluasi dilaksanakan setelah intervensi selama 8 hari (13-20 April 2016).


Data evaluasi setelah 8 hari perawatan adalah tanda-tanda vital stabil,
terpasang NGT, terpasang nasal kanul dengan O2 2 ltr/mnt. Lingkar lengan
atas tetap (10 cm), sudah 29 jam bebas demam, integritas kulit perut baik,
mukositis tidak bertambah, tidak terjadi cedera pemberian kemoterapi,
mendapat terapi MO 4x10 mg/iv/drips/ 1,9 mg/jam. Pemeriksaan
laboratorium (18/04/2016) Leukosit: 8.90/µL, neutrofil batang 0,0%,
neutrofil segmen 73,6%. Pada tanggal 25 April 2016 klien meninggal karena
gagal napas dan mutiple organ failure cc. wilms tumor.
Tabel 2.5. Evaluasi Keperawatan pada An.S.A.

Tanggal Hasil Tanggal


No Diagnosis Keperawatan
ditegakkan Implementasi Evaluasi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang 13/04/2016 Masalah teratasi 20/04/2016
dari kebutuhan tubuh sebagian
2. Risiko cedera berhubungan dengan 13/04/2016 Masalah tidak 18/04/2016
proses malignan dan kemoterapi. terjadi
3. Risiko infeksi 13/04/2016 Masalah tidak 20/03/2016
terjadi
4. Risiko kerusakan integritas kulit. 13/04/2016 Masalah tidak 20/03/2016
terjadi
5. Hipertermia 15/04/2016 Masalah teratasi 18/03/2016
6. kerusakan membran mukosa oral 18/04/2016 Masalah teratasi 20/04/2016
sebagian
7. Nyeri akut 18/04/2016 Masalah teratasi 20/04/2016
sebagian
8. ketidakefektifan pola napas. 18/04/2016 Masalah teratasi 20/04/2016
sebagian

2.2. Tinjauan Teoritis

2.2.1. Kanker Pada Anak


Kanker berawal dari pertumbuhan sel yang abnormal. Pertumbuhan sel
kanker terjadi secara cepat karena sel terus mengadakan proliferasi akibat
perubahan pada deoxyribonucleid acid (DNA) sehingga sel akan kehilangan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
17

fungsinya secara normal. Sel kanker ini dapat mengganggu (invasion)


jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan metastasis yaitu menyebar ke
bagian tubuh yang lebih jauh (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Kanker pada anak berbeda dengan kanker pada orang dewasa. Pada orang
dewasa sel kanker lebih banyak terdapat pada jaringan epithelial dan
berkembang menjadi tumor padat karsinoma. Sedangkan pada anak, sel
kanker lebih banyak berasal dari lapisan embrionik mesodermal, yaitu sel
yang akan bertumbuh menjadi otot, tulang, jaringan ikat, tulang rawan, organ
sesksual, ginjal, pembuluh darah dan limfe, darah dan organ limfoid
(Bowden & Greenberg, 2010). Pertumbuhan sel kanker pada anak lebih
cepat (relatively short period) dibandingkan dengan orang dewasa, anak
yang kelihatan sehat akan nampak sakit dalam beberapa hari atau beberapa
minggu. Pada orang dewasa, kanker merupakan hasil dari kebiasaan makan
dan gaya hidup sedangkan pada pada anak biasanya embryonic; berkembang
sejak dari masa fetus dan oncogenic (Ball, Bindler, & Cowen. 2010).

Kanker yang sering terdapat pada anak adalah leukemia akut, limfoma dan
tumor otak. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), Acute myeloblastic
leukemia (AML), tumor wilms, neuroblastoma, hepatoblastoma dan
retinoblastoma lebih sering pada bayi dan masa kanak-kanak awal. Kanker
tulang, hodgin, keganasan gonad adalah jenis kanker yang tersering didapat
pada masa remaja (Marcdante et al. 2011).

2.2.1.1. Etiologi dan Patofisiologi kanker


Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Kemungkinan penyebab yang mendasari adalah faktor genetik.
Perubahan pada DNA yang normal menjadi faktor predisposisi
berkembang menjadi kanker pada anak. Sebagian kecil dari faktor
genetik berhubungan dengan abnormalitas kromosom. Selain itu,
diduga bahwa kanker juga berkembang dari kegagalan sistem imun
membedakan sel yang normal dan tidak normal (James, Nelson, &
Ashwill, 2013; Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Terpapar dengan
lingkungan diduga dapat memicu terjadinya karsinogenesis pada
anak yang dilahirkan. Lingkungan tersebut seperti radiasi, obat-

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
18

obatan, virus, dan alkylating agents. Terpapar bahan ini pada orang
tua sebelum konsepsi terjadi atau pada ibu yang sedang hamil
(Bowden & Greenberg, 2010).

Sistem imun berfungsi sebagai pertahanan tubuh, dimana sel-sel


fagosit akan melindungi tubuh dengan menghancurkan sel yang
tidak normal atau sel yang bersifat kanker. Anak dengan defisiensi
sistem imun akan gagal mempertahankan tubuhnya dan beresiko
mendapat penyakit kanker. Penggunaan obat yang menekan sistem
imun pada anak dapat berkembang menjadi limfoma non hodgkin.
Anak dengan AIDS berisiko tinggi mendapat penyakit hodgkin,
limfoma non hodgin, kaposi sarcoma dan leiomyosarcoma
(Stanescu, Foarfa, Georgescu, & Georgescu, 2007).

Virus dan bahan kimia yang masuk dalam tubuh dapat merubah
system imun dan merubah gen normal yang mengatur pertumbuhan
dan perkembangan yang disebut dengan proto-oncogenes.
Perubahan gen ini akan menyebabkan terjadi deviasi sel sehingga
menjadi sel kanker (oncogenes). Jenis kanker yang terkait dengan
perubahan proto-oncogenes menjadi oncogenes adalah leukemia dan
limfoma burkit (Ball, Bindler, & Cowen, 2010; Pillitteri, 2010).
Perubahan gen termasuk juga autosomal dominant, autosomal
recessive, dan X-linked transfer. Perubahan gen seperti ini lebih
agresif dibandingkan dengan mutasi tunggal dari satu gen dan
biasanya muncul pada awal kehidupan karena diwarisi. Jenis kanker
yang dihubungkan dengan perubahan ini adalah retinoblastoma,
tomor wilms, kanker tyroid dan kanker usus. Abnormal kromosom
yang dapat merubah gen yaitu hyperploidy, translokasi, delesi dan
kerusakan kromosom. Perubahan kromosom dihubungkan dengan
peningkatan insidens kanker (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).

2.2.1.2. Jenis Kanker


Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah, dimana sel-sel darah
putih berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali.
Keganasan ini berasal dari sum-sum tulang, sehingga fungsi sel-sel

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
19

lain dapat ikut terganggu. Leukemia yang sering ditemukan pada


anak adalah Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) dan Acute
myeloblastic leukemia (AML). 30-40% keganasan pada masa anak-
anak adalah leukemia akut. Di negara berkembang, 83% merupakan
ALL dan 17% adalah AML (Permono et al. 2012). Proliferasi sel
pada ALL berawal dari progenitor lymphoid cell, sedangkan AML
dari progenitor myeloid cell (Tomlinson & Kline, 2010).

Ada beberapa jenis kanker yang termasuk dalam kanker jaringan


padat (solid tumor), antara lain; ewing’s sarcoma, osteosarcoma,
tumor hati, neuroblastoma, tumor wilm’s, retinoblastoma,
rhabdomysarsoma, dan tumor sel germinal (Tomlinson & Kline,
2010). Osteosarkoma adalah tumor utama pada tulang yang
berkembang dari sel pembentuk tulang mesenchymal. Osteosarkoma
sering ditemukan pada anak remaja karena berhubungan dengan
pertumbuhan yang cepat pada tulang di periode remaja. Lokasi
tumor ini biasanya berada pada tulang femur bagian distal, proximal
tibia dan proximal humerus (Ball, Bindler, & Cowen, 2010). Insiden
osteosarcoma pertahun adalah 2-3 kasus per 1 juta anak usia 15-19
tahun (Bielack, Carrie, & Jost, 2008) dan 5,6 kasus per 1 juta anak
usia dibawah 15 tahun (Caudill & Arndt, 2007).

Hepatoblastoma adalah salah satu jenis tumor pada hepar/hati dan


merupakan jenis tumor hati yang paling sering ditemui pada anak,
dengan perkiraan sekitar 65%. Hepatoblastoma merupakan tumor
besar, tunggal dan dapat merubah bentuk normal dari hati. Tumor
ini biasanya terjadi pada lobus kanan hati (Permono et al. 2012).
Hepatoblastoma merupakan embrional tumor yang muncul pada
bayi dan anak lebih muda dengan 95% kasus dibawah usia 4 tahun
dan 4% kasus didapat saat lahir (Litten & Tomlinson, 2008).

Tumor wilm’s adalah tumor embrional ginjal yang diduga berasal


dari proliferasi blastema metanefrik primitif (Marcdante et al. 2011).
Tumor dapat timbul pada satu atau kedua ginjal dan adanya kelainan
kongenital meningkatkan risiko terjadinya tumor wilm’s (Bowden &

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
20

Greenberg, 2010). Perkembangan blastema untuk membentuk


struktur ginjal terjadi pada janin usia 8-34 minggu. Sekitar 80 %
tumor willm’s muncul pada anak usia dibawah 6 tahun dengan
insiden tertinggi pada usia 2-4 tahun (Permono et al. 2012).

2.2.1.3. Manisfestasi klinis Kanker


Tanda dan gejala yang muncul pada anak kanker dapat nampak jelas
(overt sign) dan ada yang tidak spesifik (covert sign). Manifestasi
klinis yang nampak jelas yaitu; pucat, adanya massa, purpura, berat
badan berkurang, demam berulang atau demam lama, dan muntah
dipagi hari. Sedangkan yang tidak spesifik antara lain; sakit kepala,
nyeri tulang, lymphadenopathy, kelelahan, kelemahan, perubahan
gaya berjalan, perubahan kepribadian dan perubahan keseimbangan
(James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Ball, Bindler, dan Cowen (2010) mejelaskan bahwa umumnya tanda


dan gejala pada anak kanker adalah sebagai berikut;
1) Nyeri; dihasilkan dari efek langsung maupun tidak langsung dari
neoplasma terhadap reseptor saraf, seperti adanya obstruksi,
peregangan atau kerusakan jaringan dan inflamasi.
2) Anemia; akan timbul saat kekurangan zat besi dan adanya
perdarahan kronik. Supresi pada sumsum tulang menyebabkan
pembentukan sel darah merah menjadi berkurang.
3) Kaheksia; adalah sekumpulan gejala dengan karakteristik
anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan, cepat kenyang.
4) Memar/ekimosis; timbul karena jumlah produksi trombosit yang
kurang dalam sum-sum tulang dan akan terjadi perdarahan jika
ada trauma fisik.
5) Infeksi; terjadi ketika adanya penurunan atau imatur dari system
imun karena dihambat maturasinya dalam sum-sum tulang oleh
sel kanker. Kemungkinan infeksi akan muncul pada anak yang
mendapat pengobatan kortikosteroid.
6) Gejala neurological; akan timbul bila sel kanker sudah mengenai
otak atau system saraf, seperti peningkatan tekanan intrakranial,
mata yang tidak normal dan penurunan kesadaran.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
21

7) Teraba ada massa; pada abdominal, mediastinal, pada leher atau


bagian tubuh lainnya.

2.2.1.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dan temuan yang dapat muncul pada anak
kanker menurut Bowden dan Greenberg (2010) adalah;
1) Pemeriksaan darah lengkap; peningkatan leukosit, penurunan
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit dan netrofil.
2) Kimia darah; peningkatan kalium,kalsium, magnesium, fosfor,
urea nitrogen darah (pada awal kemoterapi atau sindrom lisis
tumor), tingginya asam urat dan kreatinin dihubungkan dengan
kegagalan ginjal.
3) Urinalisis; infeksi saluran perkemihan, penurunan fungsi ginjal
4) Tumor markers; Alpha-fetoprotein dapat meningkat (pada
hepatoblastoma, tumor sel germinal)
5) Immunophenotyping; menemukan dan membedakan tipe sel
leukemia
6) Pungsi lumbal; menegakkan diagnosa (adanya sel blast) dan
stadium kanker.
7) Bone marrow aspiration; adanya sel blast. Lebih dari 25%
ditemukan pada ALL (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).
8) Radiologi; ditemukan adanya massa yang abnormal pada dinding
dada, paru-paru dan mediastinum.
9) Computerized tomography scanner (CT scan), scan tulang dan
positron emission tomography (PET) ; adanya abnormal massa,
lesi dan pembesaran organ karena adanya tumor atau metastase.
CT scan kepala sebaiknya dilakukan pada anak dengan sakit
kepala persisten, muntah atau adanya gangguan neurologik
(Marcdante et al. 2011).
10) Ultrasound; adanya massa yang abnormal dan pembesaran node
limpha atau pembesaran organ.
11) Biopsi; adanya sel abnormal pada spesimen jaringan.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
22

2.2.1.5. Penatalaksanaan Kanker


Terapi modalitas utama pada anak kanker adalah pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi. Selain itu terapi lain yang dapat
digunakan adalah biologic response modifier (BRM) dan
transplantasi stem sel (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Menurut
Bowden dan Greenberg (2010) terapi kanker ditentukan dari tipe
kanker, lokasi tumor dan metastasisnya. Terapi ini dapat dilakukan
secara tunggal atau dikombinasi. Tujuan penatalaksanaan kanker
adalah untuk kuratif, suportif dan atau end of life care. Tindakan
kuratif yaitu pengobatan untuk membunuh pertumbuhan sel kanker.
Tindakan suportif antara lain manajemen nyeri, pemberian transfusi
dan antibiotik, serta tindakan lain untuk pertahanan tubuh dan
kenyamanan. Sedangkan end of life care dilakukan untuk membuat
anak menjadi lebih nyaman (comfort) tanpa adanya tindakan kuratif
(Ball, Bindler & Cowen, 2010).

Pembedahan pada anak kanker bertujuan untuk mengangkat atau


membuang semua penyakit kanker (tumor) yang terlihat, agar fungsi
normal tubuh tetap terpelihara. Prognosis baik pada penyakit kanker
berhubungan dengan pendeteksian dini dan membuang massa tumor
tersebut (Bowden & Greenberg, 2010). Selain membuang seluruh
tumor, pembedahan dilakukan juga untuk mengurangi ukuran massa
tumor, jika pengangkatan seluruh tumor tidak memungkinkan.
Teknik ini disebut dengan debulk (Tomlinson & Kline, 2010).
Pembedahan juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa.
Untuk tujuan ini anak dilakukan biopsi dengan mengambil contoh
(sampel) jaringan untuk diperiksa. Tindakan pembedahan pada anak
kanker temasuk melakukan insersi central venous catheters (CVC)
untuk pemberian kemoterapi, nutrisi parentral, antibiotik atau untuk
mendapatkan spesimen darah (Sean et al. 2010).

Radioterapi adalah terapi dengan menggunakan proses penghantaran


radiasi pengion untuk membunuh sel-sel kanker secara langsung.
Pada umumnya radioterapi menggunakan partikel foton, namun
partikel lain dapat juga digunakan seperti elektron, neutron dan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
23

proton. Radioterapi hanya diberikan pada tumor yang bersifat


radiosensitif (Marcdante et al. 2011). Radiasi merupakan senyawa
bersifat toksik yang dapat merusak sintesis dari asam nukleid
sehingga DNA dari sel yang diradiasi tidak dapat bereplikasi. Efek
samping dari radioterapi adalah rusaknya sel normal pada membran
mukosa, folikel rambut dan sum-sum tulang (Bowden & Greenberg,
2010). Diperkirakan 20% anak kanker memerlukan radioterapi
(Tomlinson & Kline, 2010).

Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat/bahan yang


bersifat toksik terhadap sel, sehingga tidak terjadi pembelahan sel
kanker dan menyebaran sel kanker dapat dicegah. Pada umumnya
agen kemoterapi membunuh sel kanker pada siklus fase sel aktif
membelah dengan merusak DNA atau RNA sel (Tomlinson &
Kline, 2010). Ada 4 fase dalam siklus sel dimana sel aktif
membelah, yaitu fase gap pertama (G1), sintesis (S), gap kedua (G2)
dan mitosis (M). Sel kanker tidak dapat memperbaiki kerusakan
pada DNA karena kemoterapi, sedangkan sel normal mampu
memperbaiki dirinya. Pada siklus normal setelah fase mitosis,sel
akan membelah menghasilkan 2 sel, namun hal ini tidak terjadi pada
sel kanker yang dikemoterapi (Bowden & Greenberg, 2010;
Tomlinson & Kline, 2010).

Banyaknya sel kanker yang rusak tergantung dari proporsional dosis


dan kombinasi obat yang diberikan. Kombinasi obat terdiri dari
beberapa jenis obat, yang bekerja pada beda fase pembelahan sel.
Kombinasi obat juga bertujuan untuk mencegah resisten obat. Dosis
obat yang diberikan sesuai dengan luas permukaan tubuh/body
surface area (Bowden & Greenberg, 2010). Kemoterapi dapat
diberikan melalui jalur oral, subkutan, intramuscular, intravena dan
intratekal. Pemberian kemoterapi pada anak dapat berlangsung
berapa bulan sampai tahunan (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
Adapun jenis agen kemoterapi yaitu antimetabolit, agen alkilasi,
antibiotik, alkaloid vinca, enzim dan hormon (Kline, 2008; Potts, &
Mandleco, 2011).

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
24

Pemberian kemoterapi menggunakan panduan pengobatan yang


disebut dengan protokol. Pengobatan dalam protokol disesuaikan
dengan jenis kanker, stadium, lokasi dan tipe dari sel kanker (Ball,
Bindler & Cowen, 2010). Hampir seluruh kasus tumor padat (solid
tumor) menggunakan kemoterapi sebagai pengobatan karena
memiliki risiko mikrometatastik, kecuali neuroblastoma dan tumor
SSP stadium rendah. Kemoterapi dapat diberikan pada saat tumor
primer masih ada, yang disebut dengan kemoterapi neoadjuvan dan
dapat diberikan setelah pembedahan pengangkatan tumor primer
atau kemoterapi adjuvant (Marcdante et al. 2011).

Kemoterapi adalah pengobatan secara sistemik untuk membunuh sel


yang cepat mereplikasi seperti sel kanker. Namun kemoterapi tidak
dapat membedakan sel kanker dan sel normal lain dalam tubuh yang
cepat bereplikasi seperti sel pada sistem hematopoetik,
gastrointestinal dan sistem integumen. Sel-sel pada sistem ini dapat
ikut terprovokasi sehingga menjadi rusak dan mati (Ball, Bindler &
Cowen, 2010; James, Nelson, & Ashwill, 2013). efek samping yang
ditimbulkan dari pemberian kemoterapi adalah anemia, neutropenia
dan trombositopenia karena supresi pada sum-sum tulang. Mual
muntah, anoreksia, mukositis pada mulut dan perianal, diare dan
konstipasi adalah efek samping pada gastrointestinal. Sedangkan
pada sistem integumen terjadi alopesia, perubahan warna kulit dan
kuku (Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline, 2010;
James, Nelson, & Ashwill, 2013).

2.2.2. Nutrisi pada Anak Kanker

Makanan yang bermanfaat bagi kesehatan diartikan sebagai nutrisi. Makanan


mengandung elemen-elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh yang
disebut dengan nutrient. Ada 2 jenis kategori nutrient berdasarkan
kuantitasnya, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Nutrien yang diperlukan
dalam jumlah yang banyak (gram/hari) disebut makronutrien, seperti
karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan vitamin dan mineral termasuk

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
25

mikronutrien karena diperlukan dalam jumlah sedikit (Sjarif, Lestari,


Mexitalia, & Nasar, 2014).

Menurut Potter dan Perry (2006), nutrisi diperlukan sebagai energi untuk
fungsi organ dan pergerakkan tubuh, mempertahankan stabilitas suhu tubuh,
pertumbuhan dan perbaikan sel. Anak yang dirawat dirumah sakit
memerlukan makanan berkualitas dalam arti cukup energi (karbohidrat,
lemak) dan protein serta tambahan zat gizi lainnya jika diperlukan. Berbagai
faktor dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisi antara lain umur, jenis
kelamin, status gizi, keadaan klinis dan penyakit yang diderita seperti
penyakit kanker (WHO, 2009).

Nutrisi yang adekuat pada anak kanker memegang peranan penting dalam
hasil pengukuran klinis, seperti respon pengobatan dan kualitas hidup.
Namun pada kenyataannya nutrisi pada anak kanker masih kurang
diperhatikan. Ditemukan 5-50% anak kanker dalam keadaan kekurangan gizi
pada saat didiagnosa dan pada saat pemberian terapi, angka malnutrisi ini
dapat meningkat menjadi 40-80%. Anak kanker rentan menjadi malnutrisi
karena meningkatnya kebutuhan berhubungan dengan penyakit, pengobatan
dan tumbuh kembangnya (Niuwouldt, 2011). Dilain sisi, pemberian
pengobatan kanker seperti kortikosteroid dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan (Withycombe et al. 2015). Untuk itu kebutuhan
nutrisi pada anak kanker, baik dengan status gizi normal, kurang atau buruk
dan lebih atau obesitas pada prinsipnya bertujuan agar berat badan menjadi
ideal (Sjarif et al. 2014).

2.2.2.1. Status Gizi


Mengkaji nutrisi pada anak meliputi 4 aspek, yaitu; riwayat nutrisi,
pemeriksaan klinis, antropometri dan data biokimia (Schoeman,
2015).
1) Riwayat nutrisi meliputi data tentang frekuensi dan banyaknya
makanan yang dikonsumsi sebelum dirawat dan saat dirawat.
Selain itu data yang perlu dikaji adalah diet saat ini, obat-obatan
dan suplemen yang dikonsumsi (Nasar et al. 2015).

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
26

2) Pemeriksaan klinis adalah riwayat penyakit dan pemeriksaan


fisik yang berhubungan dengan masalah nutrisi, termasuk data
sosial budaya dan lingkungan. Menurut Nasar et al. (2015), data
dari pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan nutrisi antara
lain; asites, menurunnya massa otot, lemak tubuh. Selain itu
anak tampak lemah, menurun kekuatan otot dan edema
(Tomlinson & Kline, 2010).
3) Antropometrik merupakan pengukuran susunan tubuh atau
dimensi tubuh yaitu dimensi tulang, jaringan lemak dan otot
Pengukuran antropometrik meliputi berat badan, tinggi/panjang
badan, lingkar kengan atas (Sjarif et al. 2014). Komponen
antropometrik lainnya adalah indeks masa tubuh (IMT) dan
berat badan per tinggi badan (Tomlinson & Kline, 2010).
4) Data biokimia adalah data hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan fungsi organ yang berhubungan dengan nutrisi.
Data laboratoriun pemeriksaan darah antara lain serum elektrolit,
glukosa darah, blood urea nitrogen (BUN), albumin, protein
total, termasuk pemeriksaan status hidrasi, urine dan faeses
(Tomlinson & Kline, 2010).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995 tahun 2010,


penilaian status gizi anak mengacu pada standar pertumbuhan anak
WHO 2005 dengan menggunakan parameter antropometri. Indeks
antropometri yang digunakan untuk menentukan status gizi adalah
berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan
menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB), dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Kategori
status gizi anak terdapat pada tabel berikut ini:

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
27

Tabel 2.6. Kategori Status Gizi Anak

Kategori Status Ambang Batas


Indeks Gizi (Z-Score)
Gizi buruk < -3 SD
Berat Badan menurut Umur
Gizi kurang -3 SD sampai < -2 SD
(BB/U)
Gizi baik -2 SD sampai 2 SD
Umur 0-60 Bulan
Gizi lebih > 2 SD
Panjang Badan atau Tinggi Sangat pendek < -3 SD
Badan menurut Umur Pendek -3 SD sampai < -2 SD
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sampai 2 SD
Umur 0-60 Bulan Tinggi > 2 SD
Berat Badan menurut Panjang Sangat kurus < -3 SD
Badan atau Tinggi Badan Kurus -3 SD sampai < -2 SD
(BB/PB atau BB/TB) Normal -2 SD sampai 2 SD
Umur 0-60 Bulan Gemuk > 2 SD
Indeks Masa Tubuh Sangat kurus < -3 SD
menurut Umur Kurus -3 SD sampai < -2 SD
(IMT/U) Normal -2 SD sampai 2 SD
Umur 0-60 Bulan Gemuk > 2 SD
Sangat kurus < -3 SD
Indeks Masa Tubuh Kurus -3 SD sampai < -2 SD
menurut Umur Normal -2 SD sampai 1 SD
(IMT/U) Gemuk > 1 SD sampai 2 SD
Umur 5-18 Tahun
Obesitas > 2 SD
Sumber: Kepmenkes RI No 1995 tahun 2010

Grafik pertumbuhan (Growth Chart) anak dapat digunakan untuk


menentukan status gizi. Pada anak baru lahir sampai 5 tahun
menggunakan grafik pertumbuhan WHO 2006 dan lebih dari 5
tahun sampai 18 tahun menggunakan grafik pertumbuhan Centre for
Disease Control (CDC). Menentukan status gizi lebih akurat
mengunakan indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau
Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB). Menurut Waterlow (1972)
dalam Sjarif et al. (2014), status gizi dapat juga ditentukan dengan
menghitung persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal
dengan kategori sebagai berikut: Obesitas (>120%), Gizi lebih
(>110-120%), Gizi cukup (110-90%), Gizi kurang (70-90%) dan
Gizi buruk (<70%). Pada anak dengan kondisi tertentu seperti
overhidrasi, edema, organomegali, penentuan status gizi dapat
mengunakan standar baku Wolanski yaitu menghitung persentase
Lingkar lengan atas aktual terhadap Lingkar lengan atas ideal
dengan kategori sebagai berikut: Gizi baik (85-100%), Gizi kurang

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
28

(70-<85%), dan <70% adalah Gizi buruk (Abad-Jorge, Morris,


Perks, & Roman, 2011).

2.2.2.2. Kebutuhan Nutrisi pada Anak Kanker


Karbohidrat termasuk salah satu sumber energi yang dibutuhkan
anak dari berbagai makanan. Jumlah energi yang dihasilkan dari 1
gram karbohidrat adalah 4 kkal. Protein dibutuhkan secara biologis
protein atau asam amino minimal untuk mempertahankan kebutuhan
fungsional tubuh. Protein dibutuhkan pada anak sebagai zat
pembangun. Salah satu sumber energi terbesar adalah lemak dan
dalam penyerapan vitamin A,D,E,K dibutuhkan lemak. Jumlah
energi yang dihasilkan dari 1 gram lemak adalah 9 kkal (Nasar et al.
2015).

Kebutuhan energi berbeda pada setiap anak karena bersifat


individual. Namun perhitungan menggunakan RDA (Recommended
daily allowances) merupakan salah satu metode yang dianggap
cukup memadai dalam pemberian nutrisi pada pasien anak secara
umum (Sjarif et al. 2014). Rumusan yang digunakan untuk
perhitungan kebutuhan energi adalah :
Berat badan (BB) ideal x RDA (sesuai usia tinggi/height-age)

Tabel 2.7. RDA pada Bayi dan Anak

Kalori Protein Cairan


Umur (Tahun)
(kkal/kg) (g/kg) (ml/kg)
0,0-0,5 108 2,2 140-160
0,5-1,0 98 1,5 125-145
1-3 102 1,23 115-125
4-6 90 1,2 90-110
7-10 70 1,0 70-85
Laki-laki 55 1,0 70-85
11-14
Perempuan 47 1,0 70-85
Laki-laki 45 0,8 50-60
15-18 Perempuan 40 0,8 50-60
Sumber: Sjarif et al. (2014).

Menurut Tomlinson dan Kline (2010) pada kondisi akut anak


kanker, perkiraan kebutuhan nutrisi sehari-hari dapat menggunakan
metode REE (Resting energi expenditure) yaitu jumlah energi yang

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
29

dibutuhkan dalam keadaan istirahat untuk mepertahankan


hemostatik normal. Perhitungan perkiraan kebutuhan energi
menggunakan metode ini adalah dengan mengalikan hasil REE
dengan nilai faktor stres dan atau faktor aktivitas.

Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Energi Menggunakan REE

Tahap 1 (Perhitungan REE) Tahap 2 (perkalian dengan faktor


stres/faktor aktivitas)
Usia (Tahun) REE
(W=BB dalam kg) Kondisi anak :
 Bedrest, gizi baik dengan stres ringan-
1-3 Laki-laki 60,9xW-54 sedang = REE x 1,3
 Sangat aktif dengan stres ringan-sedang =
Perempuan 61xW-51
REE x 1,5
Laki-laki 22,7xW÷495  Tidak aktif dengan stres berat (kanker,
3-10 sepsis, trauma, pembedahan) = REE x 1,5
Perempuan 22,5xW÷499
 Sedikit aktivitas dan membutuhkan energi
Laki-laki 17,5xW÷651 tumbuh kejar = REE x 1,5
10-18  Aktif dan membutuhkan energi tumbuh
Perempuan 12,2xW÷746
kejar = REE x 1,7
Laki-laki 15,3xW÷679  Aktif dengan stres berat = REE x 1,7
18-30
Perempuan 14,7xW÷496

Sumber: WHO (1985) dalam Tomlinson & Kline (2010)

Kebutuhan akan protein pada anak kanker yang sementara terapi


kortikosteroid, kemoterapi dan radiasi, dapat meningkat sekitar 1,5-
2,5 g/kg berat badan atau dua kali RDA (Tomlinson & Kline, 2010).
Kebutuhan akan lemak sekitar 25-30% dari total energi, dan pada
anak kanker sangat dianjurkan akan kecukupan vitamin dan mineral
untuk pemulihan setelah pembedahan dan sebagai antioksidan
(Nasar et al. 2015). Dari beberapa penelitian yang ditemukan
melaporkan bahwa kebutuhan akan energi pada anak kanker dapat
meningkat sekitar 20-90% (Bechard et al. 2006 dalam Tomlinson &
Kline, 2010).

2.2.2.3. Efek Kanker terhadap Asupan Nutrisi Anak


Pemenuhan nutrisi yang adekuat pada anak kenker dapat menjadi
tantangan dalam perawatan. Pada umumnya anak dengan kanker
menunjukkan penurunan asupan nutrisi dan kerusakan penggunaan
nutrient saat pengobatan yang dapat meningkatkan kejadian

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
30

malnutrisi. Kurangnya masukan nutrisi merupakan akibat dari


proses penyakit kanker dan atau karena efek samping pengobatan.
Pada awal terdiagnosa kanker, seorang anak dapat mengalami
penurunan berat badan sekitar ≥ 5%. Masalah nutrisi akan semakin
bertambah jika kehilangan berat badan tersebut disertai dengan
penurunan asupan nutrisi <70% minimal 5 hari, BB/TB atau BMI
<presentil 10 dan saluran cerna mengalami disfungsi lebih dari 5
hari (Tomlinson & Kline, 2010). Kekurangan nutrisi ditemukan
sekitar 0-50% sesuai dengan jenis kanker yang ada pada anak
tersebut (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).

Berbagai faktor dapat menyebabkan anak kanker kekurangan nutrisi,


antara lain perubahan metabolisme berhubungan dengan tingginya
kebutuhan protein yang menyebabkan hilangnya protein tubuh
untuk menghasilkan energi. Faktor lain adalah masalah pada
gastrointestinal karena tumor, nyeri dan stres, hormonal serta
inflamasi (Schoeman, 2015). Tumor pada gastrointestinal yang
dapat menyebabkan obstruksi antara lain tumor lidah, faring dan
esophagus. Adanya obstruksi ini mengakibatkan intake nutrisi
menjadi tidak adekuat. Menurut Yarbro, Wujcik, dan Gobel,
(2011), kelelahan, situasi rumah sakit seperti isolasi dan menu
makanan rumah sakit secara psikologis dapat menurunkan selera
makan anak. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi berkembang
menjadi malnutrisi pada anak kanker.

Malnutrisi adalah suatu kondisi yang terjadi dimana tubuh tidak


mendapat jumlah yang cukup dari vitamin, mineral dan zat nutrient
lainnya untuk mempertahankan fungsi organ dan jaringan yang
sehat. Defenisi lain dari malnutrisi berfokus pada keseimbangan
energi dan protein yang berupa variasi dari dua tingkatan yaitu
undernitrition dan overnutrition (Niuwouldt, 2011). Malnutrisi
sering dijumpai pada anak dengan kanker jaringan padat (solid
tumor). Masalah yang bisa ditimbulkan karena malnutrisi pada anak
kanker adalah menurunnya toleransi terhadap terapi, risiko

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
31

terjadinya relaps, menurunnya toleransi asupan protein dan kalori


dan risiko infeksi (Selwood, Ward, & Gibson, 2010).

Kaheksia merupakan malnutrisi berat yang dapat terjadi pada anak


kanker karena proses keganasan tumor dan akibat efek samping dari
pengobatan. Penurunan berat badan dan kurang selera makan
merupakan gejala khas dari anak kanker dengan kaheksia atau
disebut dengan Cancer anorexia cachexia syndrome dan Cancer
cachexia syndrome. Menurut Fearon, et al. (2011) kaheksia pada
anak kanker merupakan sindrom multifaktorial yang tidak dapat
sepenuhnya dikoreksi dengan dukungan nutrisi biasa/konvensional
dan dapat menyebabkan kerusakan fungsi tubuh secara progresif.
Kaheksia ditandai dengan hilangnya massa otot skeletal (dengan
atau tanpa kehilangan massa lemak). Karakteristik patofisiologinya
karena kekurangan protein dan energi akibat dari asupan makanan
yang kurang dan metabolisme yang tidak normal.

Ada beberapa mekanisme yang berkontribusi terjadinya kaheksia


pada anak kanker yaitu; pelepasan cytokines oleh tumor, imun dan
stromal sel merubah transmisi sistem saraf dan berefek pada
penurunan nafsu makan anak. TNF-α (tumor necrosis factor-α) dan
IL-1 (Interleukin-1) dapat meningkatkan corticotrophin-releasing
peptide yaitu transmitter sel saraf yang menekan intake makanan.
IL-a (Interleukin-a) akan menghambat (blocking) stimulasi makan
dengan neuropeptide Y sehingga terjadi perubahan signal rasa cepat
kenyang. Terjadi proses katabolisme protein terhadap penyimpanan
cadangan protein tubuh pada sel otot. Bertambahnya kecepatan
lipolysis karena keterlibatan cytokine pada lipoprotein lipase. Tidak
toleransinya glukosa terjadi karena adanya resisten insulin
(Schoeman, 2015).

Selain karena proses malignasi pada penyakit kanker, pemberian


terapi seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi dapat
menyebabkan terjadi malnutrisi. Pembedahan pada sistem
pencernaan seperti laryngectomy, pharyngolaryngectomy,

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
32

esophagectomy, gastrectomy, duodenectomy akan mempengaruhi


masukan nutrisi karena efek pembedahan pada kemampuan
menelan, motilitas usus dan malabsorbsi. Penurunan berat badan dan
malnutrisi terjadi pada 90% penderita kanker yang mendapat
radioterapi pada bagian kepala, leher, thorax, abdomen dan pelvic.
Radioterapi pada bagian kepala, leher dan thorax dapat
menyebabkan malnutrisi karena xerostomia, mukositis, nyeri dan
hypophagia. Radioterapi pada bagian abdomen dapat menyebabkan
malabsorbsi. 50% penderita kanker yang mendapat radioterapi pada
abdomen bagian atas akan mengalami muntah. Mekanisme
terjadinya muntah karena radioterapi berhubungan dengan pelepasan
serotonin oleh sel enterochromaffin pada gastrointestinal (Nicolini
et al. 2013).

Pemberian kemoterapi pada anak dapat menimbulkan efek samping


yang beresiko terjadinya malnutrisi karena menurunnya intake
nutrisi. Efek samping yang ditimbulkan kemoterapi antara lain
adalah mual muntah (Chemotherapy induced nausea and
vomiting/CINV) akibat adanya stimulus pada sistem saraf pusat.
Mual diatur oleh sistem saraf otonom dan muntah diatur pada pusat
muntah yaitu di medulla oblongata. Pusat mual muntah ini
menerima input aferen/stimulus dari lima sumber, salah satunya
adalah chemoreseptor trigger zone. Stimulus ini terjadi karena
aktivasi reseptor oleh serotonin (5-HT) yang dilepaskan oleh sel
enterochromaffin (Rodgers, et al. 2012). Mual muntah dapat terjadi
secara akut, yaitu beberapa menit sampai beberapa jam setelah
pemberian kemoterapi, atau terjadi delayed; 24 jam sampai 7 hari
setelah pemberian kemoterapi. Agen kemoterapi yang sering
menimbulkan mual muntah adalah cysplatin, carboplatin,
doxorubicin, cyclophosphamide, oxaliplatin dan antiblastik lainnya
(Nicolini et al. 2013). Menurut Rodgers et al. (2012) mual muntah
dapat berefek secara fisik dan psikologis. Selain dapat menyebabkan
kekurangan nutrisi dan penurunan berat badan, efek lain adalah
dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit tubuh, cemas dan stres.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
33

Pemberian kemoterapi beresiko merusak jaringan mukosa pada


saluran pencernaan yang dapat berkembang menjadi mukositis yaitu
inflamasi pada mukosa. Mukositis dapat terjadi pada sepanjang
saluran pencernaan, seperti stomatitis, esophagitis, gastritis,
enteritis, colitis dan proctitis. Sonis (2007), menjelaskan
patofisiologi mukositis terdiri dari 5 fase, sebagai berikut:

1) Fase initiation yaitu fase pembentukan ROS (Reactive oxygen


species) yang merusak membran sel dan jaringan ikat.
2) Fase Up regulation dan massage generation adalah fase
kerusakan mukosa yang disebabkan oleh kematian sel. Pada fase
ini tejadi aktivasi dari proinflamatory cytokines.
3) Fase Signaling dan amplification merupakan fase perluasan
kerusakan mukosa karena keterlibatan cytokines.
4) Fase Ulceration yaitu fase kerusakan integritas jaringan mukosa
sehingga terjadi lesi, yang merupakan tempat masuknya bakteri.
5) Fase Healing adalah fase pemulihan, terjadi setelah ada
pembentukan sel epitel mukosa baru sekitar hari ke 14 setelah
kemoterapi.

Agen kemoterapi yang berhubungan dengan mukositis antara lain


cisplatin, etoposide, cyclophosphamide, 5-fluorouracil. Manifestasi
yang terjadi pada mukositis yaitu; adanya ulserasi mukosa, nyeri dan
perdarahan (Nicolini et al. 2013). Adanya kondisi ini dapat
menyebabkan intake nutrisi yang buruk karena ketidaknyamanan
saat makan, kesulitan menelan, dan anoreksia Anoreksia diperburuk
dengan perubahan dan kerusakan sensori penciuman dan rasa karena
efek dari agen kemoterapi (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Diare adalah peningkatan jumlah dan frekuensi BAB disertai dengan


perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Diare pada anak kanker
dapat disebabkan karena efek kemoterapi, perubahan diet, inflamasi
pada usus besar dan iskemia pada usus. Agen kemoterapi yang dapat
menginduksi diare antara lain fluorouracil (5-FU) dan irinotecan
(CPT-11). Insiden diare pada anak kanker yang mendapat kedua

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
34

agen kemoterapi ini adalah 80%. Diare pada anak kanker merupakan
predisposisi terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, dehidrasi, gagal ginjal dan gangguan integritas kulit.
Selain itu diare dapat menyebabkan kekurangan nutrisi karena
masalah absorbsi pada usus (Tomlinson & Kline, 2010).
Menurunnya aktivitas, kurangnya masukan nutrisi dan nyeri dapat
berkontribusi terjadinya konstipasi pada anak (James, Nelson, &
Ashwill, 2013). Penyebab konstipasi yang paling sering pada anak
kanker adalah pemberian terapi opioids analgesic dan vinca
alcaloids (seperti vincristine dan vinblastine). Kedua terapi ini dapat
menurunkan motilitas otot pada usus. Diperkirakan 50-95% anak
yang diberi terapi opioids analgesic mengalami konstipasi,
sedangkan pada pemberian vinca alcaloids diperkirakan 30%
(Woolery et al. 2006). Konstipasi dapat meningkatkan efek mual
muntah, nyeri pada perut, anoreksia dan penundaan pemberian
kemoterapi (Tomlinson & Kline, 2010).

Selain malnutrisi dan kaheksi, obesitas juga ditemukan pada anak


kanker. Anak kanker dikategorikan obesitas jika Body mass index
(BMI) ≥ 95 persentil (Tomlinson & Kline, 2010). Obesitas
merupakan penumpukkan lemak tubuh yang berlebihan, yang
ditandai dengan BB/TB > 120% (Nasar et al. 2015). Jenis kanker
yang berisiko sering terjadinya kegemukan saat kemoterapi antara
lain ALL. Menurut penelitian Withycombe et al. (2009) peningkatan
berat badan sebesar 50% pada anak ALL dapat terjadi pada akhir
fase konsolidasi dan pada akhir program kemoterapi dapat terjadi
obesitas sebesar 23%. Penelitian lain dari Chow et al. (2007), selain
21,2% obesitas, ditemukan juga 17% overweight anak ALL pada
akhir program kemoterapi.

Risiko obesitas pada ALL sering dihubungkan dengan pemberian


terapi kortikosteroid seperti prednison dan dexametason dengan
dosis yang tinggi dan lama (Tomlinson & Kline, 2010; Schoeman,
2015). Anak kanker yang mendapat kortikosteroid menunjukkan
adanya peningkatan nafsu makan dan mengkonsumsi makanan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
35

berlemak mengandung tinggi garam dapat meningkatkan


penimbunan lemak pada jaringan adiposa (Schoeman, 2015). Selain
itu, defisiensi growth hormon dapat terjadi karena gangguan
metabolik akibat glukortikoid. Kurangnya hormon ini berkontribusi
terjadinya obesitas. Pada anak dengan ALL penimbunan lemak lebih
mudah terjadi dari pada anak sehat namun sampai saat ini etiologi
obesitas pada ALL belum sepenuhnya dipahami dengan jelas.
Kurangnya aktivitas fisik pada anak juga akan menambah risiko
obesitas (Lughetti et al. 2012).

Obesitas dapat membahayakan kondisi kesehatan. Anak kanker


dengan obesitas berisiko mendapat gangguan metabolik seperti
penyakit diabetes, penyakit kardiovasikuler, hypertensi, dan
penyakit kanker lain (kanker sekunder). Secara psikologis obesitas
dapat membuat anak menjadi rendah diri dan depresi. Obesitas pada
anak kanker dapat menurunkan kualitas hidup (Withycombe et al.
2015). Penelitian Butturini et al. (2007), melaporkan bahwa obesitas
berhubungan dengan meningkatnya kejadian relaps pada anak ALL
usia ≥ 10 tahun.

2.2.2.4. Penatalaksanaan Nutrisi pada Anak Kanker


Penatalaksanaan nutrisi pada anak kanker dilakukan segera mungkin
untuk mencegah risiko terjadinya masalah nutrisi seperti malnurisi,
kaheksia dan masalah lainnya akibat gizi buruk atau obesitas.
Pendekatan multidisiplin sebagai tim merupakan metode yang baik
untuk memberikan dukungan nutrisi yang efektif pada anak kanker.
Anggota tim ini termasuk dokter, perawat, dan dietisien (Selwood,
Ward, & Gibson, 2010). Dukungan nutrisi diberikan berdasarkan
hasil pengkajian status nutrisi pada anak yang meliputi riwayat
nutrisi, pemeriksaan klinis, antropometrik dan data biokimia.
(Tomlinson & Kline, 2010). Selain itu, menurut Robinson et al.
(2012 data yang perlu dikaji berhubungan dengan nutrisi adalah
informasi pengobatan, riwayat pengobatan, gejala yang dikeluhkan
secara subjektif, masukan oral, profil keluarga termasuk sumber
daya yang tersedia.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
36

Masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada anak kanker


berdasarkan hasil pengkajian nutrisi dapat berupa masalah aktual
maupun risiko. Masalah aktual antara lain ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, berat badan berlebih dan obesitas
(NANDA/North american nursing diagnosis association, 2015).
Sedangkan masalah risiko yaitu risiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Adapun tujuan penatalaksaan nutrisi
pada anak kanker adalah mendukung dan mempertahankan
pertumbuhan yang normal, mengembalikan status nutrisi normal
dari kondisi malnutrisi, mencegah terjadinya malnutrisi, mendukung
prilaku makan yang normal dan meningkatkan kualitas hidup
(Niuwouldt, 2011).

Intervensi masalah nutrisi yang dilakukan pada anak kanker pada


prinsipnya adalah konseling nutrisi, menstimulasi selera makan,
pemberian nutrisi melalui oral, enteral dan parentral (Montgomery
et al. 2013). Secara alamiah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak
kanker dilakukan melalui mulut (oral). Tehnik ini dianggap paling
ideal dan lebih disukai (Bowden & Greenberg, 2010; Sjarif et al.
2014). Intervensi yang dapat dilakukan antara lain kolaborasi obat
antiemetik pada pemberian kemoterapi berisiko mual muntah,
memberikan makanan sesuai kebutuhan dengan porsi sedikit tapi
sering, mengkaji tiap 24 jam masukan nutrisi, mengevaluasi berat
badan dan tinggi badan secara rutin, lakukan perawatan mulut,
tingkatkan asupan serat dan cairan (Ball, Bindler, & Cowen, 2010).
Edukasi tentang nutrisi yang adekuat perlu diberikan pada anak dan
orang tua, termasuk informasi tentang makanan yang aman serta
efek terapi terhadap nutrisi (Nasar et al.2015).

Penanganan pada gizi buruk mengacu pada pedoman


penatalaksanaan gizi buruk menurut WHO 1999, sebagai berikut;
pengobatan/pencegahan hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi,
koreksi defisiensi zat gizi dan gangguan keseimbangan elektrolit,
pengobatan dan pencegahan infeksi, pemberian makanan awal

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
37

(stabilisasi) dan tumbuh kejar (rehabilitasi), stimulasi sensoris dan


dukungan emosional serta persiapan tindak lanjut di rumah.
Sedangkan penanganan pada obesitas mengacu pada 3 prinsip,
yaitu; penatalaksanaan diet, modifikasi perilaku makan dan
peningkatan aktivitas. Penatalaksanaan diet pada anak tetap
memperhatikan pada faktor tumbuh kembang anak. Pada anak usia
0-3 tahun, tidak perlu dilakukan pengurangan kalori, namun cukup
dengan mempertahankan BB atau mengurangi BB yang berlebihan.
Anak usia 4-6 tahun nutrisi diberikan sesuai dengan perhitungan
kebutuhan energi dan melakukan pola makan yang benar. Pada anak
usia 7-19 tahun dilakukan pengurangan asupan secara bertahap dan
target pengurangan BB cukup sampai pada 20% diatas BB ideal
(Nasar et al.2015).

Pada anak yang tidak dapat dipenuhi kebutuhan nutrisi melalui oral
maka perlu dipikirkan pemberian nutrisi enteral (NE) menggunakan
feeding tube seperti Nasogastric tube (Tomlinson & Kline, 2010).
Asupan nutrisi peroral < 70% pada anak kanker perlu dilakukan
pemasangan NGT untuk pemberian nutrisi enteral (Schoeman,
2015). Pemberian nutrisi enteral diberikan pada anak dengan fungsi
gastrointestinal yang masih normal (Sjarif et al. 2014). Namun pada
anak kanker dengan neutropenia memiliki risiko perdarahan karena
insersi NGT. Anak yang tidak mendapat nutrisi adekuat melalui
jalur enteral karena tidak berfungsinya saluran gastrointestinal,
makanan tidak dapat masuk ke dalam saluran gastrointestinal dan
tidak toleran tubuh terhadap nutrisi enteral maka dilakukan
pemberian nutrisi melalui jalur parentral (Montgomery et al. 2013).
Nutrisi parentral (NP) merupakan pemberian makronutrient dan
mikronutrien dalam bentuk cairan melalui pembuluh darah
(intavena). Cairan nutrisi parentral sebaiknya tidak melebihi dari
1.000 mOsm karena osmolaritas yang tinggi dapat merusak
pembuluh darah vena. Komposisi nutrisi parentral dari total energi
biasanya adalah 70% dextrose dan asam amino, 30% lemak
(Tomlinson & Kline, 2010).

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
38

Evaluasi perlu dilakukan untuk menilai intervensi nutrisi yang sudah


diberikan. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat di nilai
dari pengamatan perilaku makan, pengukuran antropometri,
pemeriksaan fisik, analisis diet dan pemeriksaan laboratorium.
Evaluasi dilakukan untuk menilai repon jangka pendek dan jangka
panjang. Respon jangka pendek yaitu daya terima makanan/obat,
teleransi saluran cerna dan efek samping dalam saluran pencernaan.
Sedangkan respon jangka panjang yaitu respon terhadap
penyembuhan penyakit dan tumbuh kembang anak. Hasil dari
evaluasi diperlukan juga untuk penataan kembali pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada anak (Sjarif et al. 2014).

2.3. Integrasi Teori Keperawatan dan Konsep Keperawatan dalam Proses


Keperawatan.

2.3.1. Model Adaptasi Roy


Roy mendeskripsikan manusia sebagai suatu sistem adaptasi. Manusia
sebagai sistem adaptasi mempunyai kapasitas untuk berpikir, berperasaan,
kesadaran untuk merubah lingkungan dan dirubah oleh lingkungan. Sistem
adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian yang saling berhubungan yaitu
masukan (input), proses kontrol, keluaran (output) dan umpan balik
(feedback). Masukan bagi manusia diartikan sebagai stimulus. Stimulus
merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan respon (Roy, 2009). Stimulus
berasal dari lingkungan internal dan eksternal yang ada disekitar manusia.
Ada 3 tipe stimulus yang berasal dari lingkungan, yaitu stimulus fokal,
stimulus kontekstual dan stimulus residual. Lingkungan merupakan sumber
berbagai stimulus, dapat mengancam atau mendukung integritas seseorang.
Tugas manusia adalah mempertahankan integritas dari stimulus lingkungan
(Alligood, 2014).

Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses kehidupan. Ada tiga


tingkatan adaptasi yaitu integrasi, kompensasi dan kompromi. Tingkat
adaptasi berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam berespon positif
terhadap situasi (Roy, 2009). Jika seseorang dapat berespon positif terhadap
perubahan lingkungan maka terjadilah adaptasi sehingga tujuan adaptasi

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
39

dapat dicapai yaitu tetap bertahan hidup, dapat bertumbuh, melakukan


reproduksi dan terjadi perubahan pada lingkungan dan orang tersebut.
Adaptasi mendukung integritas seseorang untuk mencapai kesehatan. Namun
jika terjadi respon yang tidak efektif (ineffective) maka dapat mengganggu
integritas seseorang (Tomey & Alligood, 2010).

Ada 2 subsistem yang saling berhubungan yaitu pertama adalah sub sistem
proses kontrol terdiri dari regulator dan kognator. Sedangkan yang kedua
adalah subsistem afektor terdiri dari 4 mode adaptasi yaitu kebutuhan
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Regulator dan
kognator berperan sebagai mekanisme koping. Mekanisme koping adalah
kemampuan yang ada sejak lahir (Innate coping) atau yang didapat
(Acquired coping) untuk berinteraksi terhadap perubahan lingkungan. Innate
coping merupakan proses secara otomatis dan diturunkan secara genetik,
sedangkan Acquired coping diperoleh dari belajar (Tomey & Alligood,
2010).

Koping regulator adalah mode adaptif fisiologi yaitu respon otomatis melalui
persarafan, endokrin dan kimia tubuh. Sedangkan koping kognator adalah
respon dari 4 saluran kognitif dan emosi, yaitu proses informasi persepsi,
belajar, membuat keputusan dan emosi (Tomey & Alligood, 2010). 4 mode
adaptif merupakan satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan. Hubungan dari
keempat mode adaptif ini akan nampak ketika terjadi stimulus yang berefek
terhadap satu atau lebih mode adaptif. Perilaku yang di hasilkan dapat
merupakan stimulus untuk mode adaptif yang lain (Roy, 2009).

Persepsi merupakan interpretasi terhadap stimulus dan persepsi ini


berhubungan dengan regulator. Input terhadap regulator dapat merubah
persepsi dan persepsi adalah proses dari kognator (Tomey & Alligood,
2010). Perilaku seseorang (output) merupakan hasil mekanisme koping dari
masukan stimulus dan tingkat adaptasi. Output dapat berupa perilaku adaptif
dan inefektif. Perilaku yang terjadi dapat merubah tingkat adaptasi. Proses
integrasi dapat berubah menjadi kompensasi bahkan kompromi jika adaptasi
tidak adekuat (Roy, 2009).. Model adaptasi Roy sebagai suatu sistem dapat
dilihat pada gambar berikut ini:

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
40

Masukan Proses kontrol Efektor Keluaran

 Stumulus  Respon
 Fungsi fisiologis
Mekanisme koping adaptif
 Konsep diri
 Tingkat  Regulator
 Fungsi peran
adaptasi  Kognator  Respon
 Interdependensi inefektif

Umpan balik

Gambar 2.1. Sistem adaptasi pada manusia


Sumber: Tomey & Alligood, (2010).

Model adaptasi Roy berfokus pada manusia. Konsep keperawatan, manusia,


kesehatan dan lingkungan, semuanya saling berhubungan dalam sentral
konsep ini. Kesehatan menurut Roy adalah suatu keadaan dan proses dimana
manusia menjadi terintegrasi dan utuh. Kesehatan merefleksikan bagaimana
seseorang berhasil beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Tujuan dari
keperawatan adalah membantu seseorang beradaptasi agar dapat mencapai
kesehatan dan kualitas hidup yang optimal (Alligood, 2014).

2.3.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy


Proses keperawatan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah yang
komprehensif, berorientasi kepada tujuan dan dilakukan oleh perawat
kompeten dalam merawat seseorang atau kelompok orang. Menurut Roy
(2009), proses keperawatan berhubungan secara langsung dengan melihat
manusia sebagai sistem adaptasi. Konsep proses keperawatan terdiri dari
enam langkah yang dinamis, bergerak terus secara bersamaan. Enam langkah
tersebut yaitu pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa
keperawatan, menentukan tujuan keperawatan, intervensi dan evaluasi
(Alligood, 2014). Berikut ini akan dijelaskan enam langkah proses
keperawatan menurut Roy.
2.3.2.1. Pengkajian Perilaku
Perilaku menurut Roy adalah aksi atau reaksi terhadap stimulus.
Perilaku dapat diobservasi melalui mengamatan, pengukuran oleh
perawat atau tidak dapat diobservasi namun dilaporkan oleh orang
lain. Mengeksplorasi perilaku diwujudkan dalam empat mode
adaptasi yang memungkinkan perawat dapat memahami tingkat
adaptasi saat ini dan untuk merencanakan intervensi yang dapat

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
41

meningkatkan tingkat adaptasi. Respon yang muncul dapat berupa


respon adaptif atau inefektif (Alligood, 2014). Menurut Roy (2009);
Tomey & Alligood, (2010), empat mode tersebut sebagai berikut;

1) Mode Adaptasi Fisiologis


Perilaku dalam mode adaptasi fisiologis merupakan manisfestasi
aktivitas fisiologis dari sel, jaringan, organ dan system dalam
tubuh manusia. Mode ini terdiri dari 5 kebutuhan dasar (oksigen,
nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, pelindungan) dan 4
proses kompleks (sensasi, cairan dan elentrolit, fungsi neurologi,
fungsi endokrin) yang terlibat dalam adaptasi fisiologis.
(1) Oksigenisasi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah syok, hipoksia,
gangguan ventilasi dan perfusi jaringan, pertukaran gas dan
transportasi oksigen tidak adekuat, proses pengambilan dan
kompensasi yang kurang dalam perubahan kebutuhan
oksigen. Indikator respon adaptif pada oksigeniasasi adalah
proses ventilasi dan pertukaran gas stabil, transportasi gas
dan proses kompensasi adekuat.
(2) Nutrisi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah mual dan
muntah, anoreksia, penurunan berat badan, nutrisi kurang
atau lebih dari kebutuhan tubuh, strategi koping tidak efektif
terhadap perubahan ingesti. Indikator respon adaptif pada
nutrisi adalah proses pencernaan stabil, asupan nutrisi sesuai
kebutuhan tubuh, kebutuhan nutrisi dan metabolik sesuai
dengan perubahan pada ingesti
(3) Eliminasi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah flatus berlebihan,
diare, konstipasi, retensi urin, inkontinensia urin dan feses,
tidak efektif strategi koping terhadap perubahan eliminasi.
Indikator respon adaptif pada eliminasi adalah efektifnya
proses homeostatik bowel dan formasi urine, eliminasi urin

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
42

dan feses stabil, strategi koping efektif terhadap perubahan


eliminasi.
(4) Aktivitas dan istirahat
Respon inefektif yang dapat muncul adalah intolerans
aktivitas, imobilitas, tidak adekuat pola istirahat dan tidur,
keterbatasan pergerakkan, deprivasi tidur, gangguan pola
tidur. Indikator respon adaptif pada aktivitas dan istirahat
adalah integrasi mobilitas, kondisi lingkungan yang
menunjang tidur, pola aktivitas dan istirahat adekuat,
kompensasi pergerakan efektif saat inactive.
(5) Perlindungan/proteksi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah gatal, luka tekan,
kerusakan integritas kulit, lambat sembuh, infeksi, alergi,
perubahan status imun, hipotermia, demam. Indikator respon
adaptif pada perlindungan/proteksi adalah kulit utuh, adekuat
proses penyembuhan, adekuat pengaturan suhu dan daya
tahan tubuh.
(6) Sensasi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah nyeri, gangguan
sensasi primer, gangguan dan penyimpangan sensori,
gangguan komunikasi. Indikator respon adaptif pada sensasi
adalah sensori masukan informasi efektif, proses sensasi
adekuat, pola persepsi stabil, strategi koping efektif pada
perubahan sensasi.
(7) Cairan, Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa
Respon inefektif yang dapat muncul adalah syok, edema,
retensi cairan intraseluler, dehidrasi, kurang atau lebih
elektrolit tubuh, asam basa tidak seimbang. Indikator respon
adaptif pada cairan, elektrolit dan asam basa adalah cairan
dan elektrolit tubuh seimbang, status asam-basa seimbang.
(8) Fungsi Neurologi
Respon inefektif yang dapat muncul adalah gangguan proses
kognitif, menurun daya ingat, penurunan kesadaran, mood
yang tidak stabil, defisit kognitif dan kerusakan otak

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
43

sekunder. Indikator respon adaptif pada fungsi neurologi


adalah proses perasaan dan berpikir utuh, proses perhatian
efektif, fungsi sistem saraf efektif.
(9) Fungsi Endokrin
Respon inefektif yang dapat muncul adalah stres, regulasi
hormon dan perkembangan reproduksi tidak adekuat,
produksi hormon tidak stabil. Indikator respon adaptif pada
fungsi endokrin adalah strategi koping terhadap stres efektif,
regulasi hormon dan perkembangan reproduksi adekuat,
produksi hormon stabil.

2) Mode Adaptasi Konsep Diri


Konsep diri adalah gabungan antara keyakinan dan perasaan
tentang diri sendiri yang terbentuk dari persepsi internal dan
persepsi akan reaksi orang lain. Mode adaptasi konsep diri
merefleksikan bagaimana seseorang dalam kelompoknya
mengekspresikan dirinya berasarkan umpan balik dari
lingkungan. Komponen dari mode ini adalah fisik diri dan
personal diri. Fisik diri terdiri dari sensasi dan body image,
sedangkan personal diri terdiri dari konsistensi diri, ideal diri,
etika moral dan spiritual. Respon inefektif yang dapat muncul
pada mode ini adalah gangguan body image, kecemasan,
kehilangan, merasa bersalah, tidak berdaya, dan rendah diri.
Indikator respon adaptif pada mode adaptasi konsep diri yaitu
body image positif, keutuhan fisik, kompensasi yang adekuat
terhadap perubahan tubuh, konsistensi diri yang stabil, moral
etika dan spiritual yang efektif, harga diri berfungsi, koping
efektif terhadap kehilangan.

3) Mode Adaptasi Fungsi Peran


Mode adaptasi fungsi peran adalah mode sosial yang berfokus
pada peran seseorang dalam lingkungan kelompok dan
masyarakat. Peran yang dilakukan dapat berupa peran primer,
sekunder dan tersier. Dalam melakukan peran seseorang
menampakkan perilaku instrumental dan ekpresif. Perilaku

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
44

instrumental adalah perilaku yang menggambarkan secara fisik,


sedangkan perilaku ekspresif menggambarkan perasaan dan
sikap. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah
kegagalan peran, kebingungan peran, konflik peran. Indikator
respon adaptif pada mode adaptasi fungsi peran yaitu peran yang
jelas, perilaku peran instrumental dan ekpresif terintegrasi, peran
primer, sekunder dan tersier yang utuh, pola peran stabil.

4) Mode Adaptasi Interdependensi


Mode adaptasi interdependensi berfokus pada interaksi hubungan
antar manusia (individu atau kelompok). Hubungan
interdependen ini terkait dengan kesediaan dan kesanggupan
untuk memberi dan menerima; kasih sayang, rasa hormat, nilai,
memelihara, pengatahuan, dan materi dari orang lain. Ada dua
area perilaku interdependensi yaitu hubungan dengan orang yang
berarti (penting) dan hubungan dengan orang lain sebagai support
system. Respon inefektif yang dapat muncul pada mode ini adalah
memberi dan menerima tidak efektif, cemas karena perpisahan,
komunikasi tidak adekuat, mengansingkan diri, kesepian,
dependensi dan interdependensi tidak efektif. Indikator respon
adaptif pada mode adaptasi Interdependensi yaitu menerima dan
memberi kasih sayang, rasa hormat, koping efektif terhadap
perpisahan dan kesendirian, kedewasaan hubungan yang adekuat,
hubungan dan komunikasi efektif, adekuatnya support system.

2.3.2.2. Pengkajian Stimulus


Mengkaji stimulus diperlukan ketrampilan observasi, mengukur, dan
wawancara pada pasien dan orang yang mengetahui situasi yang
terjadi. Stimulus dapat memberikan efek pada seseorang sehingga
menimbulkan respon yang diidentifikasikan sebagai perilaku. Ada
tiga klasifikasi stimulus yaitu; stimulus fokal, kontekstual dan
residual. Stimulus fokal didefenisikan sebagai stimulus yang paling
dekat dan langsung berkonfrontasi dengan sistem adaptif sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan dan sakit. Stimulus fokal
membutuhkan banyak perhatian dan energi adaptasi. Stimulus

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
45

kontekstual adalah stimulus lain yang muncul dan berkontribusi


pada stimulus fokal. Stimulus kontekstual antara lain adalah
budaya, status sosial ekonomi, suku, kepercayaan, dinamika
keluarga, umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan secara fisik dan
psikologis. Sedangkan stimulus residual adalah faktor lingkungan
yang memberikan efek yang kurang jelas dalan suatu situasi, seperti
sikap dan keyakinan (Roy, 2009; Tomey & Alligood, 2010).

2.3.2.3. Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan menurut Roy adalah proses membuat suatu
pernyataan/keputusan berdasarkan interpretasi data tentang status
adaptasi dari sistem adaptasi seseorang. Pernyataan diagnosis
menentukan perilaku yang menyebabkan diagnosis dan penilaian
mengenai stimulus yang mengancam atau mendukung adaptasi.
Pernyataan yang dibuat dapat berupa masalah aktual dan potensial
berhubungan dengan adaptasi (Alligood, 2014).

2.3.2.4. Tujuan Keperawatan


Fokus dari tujuan keperawatan adalah meningkatkan perilaku
adaptasi, yaitu dengan merubah perilaku inefektif menjadi perilaku
adaptif dan mempertahankan perilaku adaptif. Tujuan keperawatan
memuat pernyataan hasil yang jelas tentang perilaku yang
diinginkan. Pernyataan tujuan mencerminkan perilaku adaptif
tunggal, dapat dirubah, realistis, terukur serta memiliki waktu
terjadinya perubahan perilaku. (Roy, 2009; Alligood, 2014).

2.3.2.5. Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah suatu pendekatan keperawatan yang
dipilih perawat untuk meningkatkan adaptasi dengan merubah
stimulus atau memperkuat proses adaptasi. Meningkatkan adaptasi
dapat dilakukan dengan mengatur stimulus seperti meningkatkan,
menurunkan atau menghilangkan stimulus tersebut. Merubah
stimulus dapat menambah kapasitas dari proses koping sehingga
berespon positif dan menghasilkan perilaku adaptif (Roy, 2009).

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
46

2.3.2.6. Evaluasi Keperawatan


Tahap evaluasi merupakan tahap menilai efektivitas dari intervensi
keperawatan yang sudah dilakukan, apakah perilaku yang
dinyatakan dalam tujuan sudah dicapai atau belum. Intervensi
dikatakan efektif jika perilaku setelah implementasi sudah sesuai
dengan tujuan, sehingga terjadi perilaku adaptasi. Ada tiga tingkatan
adaptasi yaitu integrasi, kompensasi dan kompromi. Dikatakan
Integrasi jika fungsi dan struktur dari proses kehidupan terpenuhi
kebutuhannya. Kompensasi adalah tingkatan dimana kognator dan
regulator diaktifkan oleh penolakan proses integrasi. Sedangkan
kompromi adalah tidak adekuatnya proses integrasi dan kompensasi,
yang menghasilkan masalah adaptasi (Roy, 2009; Tomey &
Alligood, 2010). Jika tujuan keperawatan belum dicapai, maka perlu
cari masalahnya, apakah tujuan yang buat tidak realistik atau tidak
dapat diterima. Mungkin juga intervensi yang dipilih memerlukan
pendekatan yang berbeda. Untuk itu proses keperawatan akan
kembali lagi dari tahap awal/tahap pertama (Roy, 2009).

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
47

Skema 2.2. Web of Causation Hepatoblastoma Menggunakan Pendekatan


Model Adaptasi Roy

Lahir prematur
Genetik :
Trisomi 2,8 &20
Faktor lingkungan; Translokasi (1;4), (q12;q34)
orang tua terpapar Faktor predisposisi Hilangnya heterosigositas 11p15
radiasi, obat-obatan, Beckwits-Wiedeman Syndrome
virus, alkylating agen (BWS), Familial Adenomatous
Polyposis (FAP), Li-Fraumeni
Sel prekusor hati Syndrome, Trisomi 18, Glycogen
storage desease type I.
Penggunaan
Penurunan Proliferasi sel
protein tubuh
berat badan Metabolisme epitel &
untuk Pengkajian;
(respon meningkat mansenkimal
menghasilkan  Perilaku
inefektif) imatur yang tidak
energi  Stimulus
terkendali

Ketidak-
seimbangan Pembentukan
Mendesak organ
nutrisi massa (tumor)
sekitar
kurang dari pada lobus hati
kebutuhan
tubuh
Nosiseptor Efek samping
Pelepasan Hepatoblastoma Kemoterapi (respon inefektif)
Distensi terstimulasi
cytokines
abdomen (respon
(respon inefektif)
inefektif) Metastasis
Risiko cedera

Nyeri
Bone marrow Paru-paru
Malas
minum,
Kelemahan Massa menekan
anoreksia Eritrosit Leukosit Trombosit
(respon saluran pernapasan
(prespon
inefektif
inefektif)
Anemia Leukopenia Trombositopenia
(respon (respon (respon inefektif) Obstruksi saluran
Risiko inefektif) inefektif) pernapasan (respon
kekurangan inefektif)
volume Risiko
cairan keterlambatan
Risiko Infeksi Risiko Risiko
pertumbuhan
cedera (respon infeksi perdarahan
dan Gangguan
inefektif
perkembangan pertukaran
)
gas

Hipertermi

Tujuan : terjadi perubahan perilaku inefektif menjadi perilaku


adaptif dan mempertahankan perilaku adaptif.

Intervensi dan Implementasi; merubah stimulus dan menambah kapasitas proses koping

Evaluasi
Integrasi; fungsi dan struktur dari Kompensasi; kognator dan Kompromi; tidak
proses kehidupan terpenuhi regulator diaktifkan oleh adekuatnya proses
kebutuhannya penolakan proses integrasi integrasi dan kompensasi

Sumber: Hockenberry & Wilson, 2009; Roy, 2009; Tomlinson & Kline, 2010; Permono et al. 2012.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
48

2.4. Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan pada anak dengan
Kanker

Berikut ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan pada anak M.A.I. dengan
hepatoblastoma dan gizi buruk menggunakan pendekatan model adaptasi Roy di
ruang rawat anak non infeksi RSUP DR Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Anak M.A. laki-laki, usia 3 tahun 7 bulan masuk rumah sakit pada tanggal 4 maret
2016 jam 14.00 dengan keluhan perut semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu
dan terdapat penurunan berat badan sekitar 5 kg dalam 4 bulan. Pengkajian
dilakukan residen pada tanggal 14 maret 2016 jam 08.00 (hari perawatan ke 11).
Sebelum ke RSCM pernah dilakukan USG pada RS. S. B. (Desember 2015),
dengan hasil terdapat massa di subhepar lobus kanan-kiri, hepar tidak membesar,
tumor padat ukuran 11x7x7cm. Selanjutnya pemeriksaan CT Scan abdomen
multiphase di RSCM (02/02/2016) tampak massa morfologi di segmen 4,5,6
hepar, dengan ukuran 17x10,6x14,7 cm. Klien selanjutnya dirawat di ruang
perawatan bedah anak (BCH), dengan rencana akan dilakukan pembedahan biopsi
hati. Selama di BCH, terdapat demam yang naik turun puncak 37,8oC. Klien sudah
dilakukan transfusi 2 kali (140 cc dan 120 cc, Hb awal 4,9 gr/dl). Klien batal
dilakukan biopsi karena AFP (Alfa Feto Protein) > 400.000 IU/ml dan tidak
mendapat tempat di PICU. Saat ini klien sudah dipindahkan ke ruang perawatan
anak non infeksi gedung A, sejak tanggal 12 Maret 2016 jam 15.00 dengan rencana
kemoterapi. Selama 2 hari di rawat (12-13 Maret 2016), klien mengeluh nyeri pada
daerah perut.

2.4.1. Pengkajian Perilaku dan Stimulus


Tanggal 14 Maret 2016 (hari perawatan ke 11)

Tabel 2.9. Hasil Pengkajian Perilaku dan Stimulus pada An. M.A.

Stimulus
No Mode Perilaku
Adaptasi Fokal Konstektual Residual
Fisiologis
1. Oksigenisasi Tanda tanda vital : SB 36,6oC, Nadi Anemia Defisiensi Sistem
dan Sirkulasi 114x/mnt, RR 22x/m, TD 90/59 mmHg. zat adaptif
Bunyi napas anak vesikuler pada paru gizi/nutrient
kiri dan kanan, pergerakan dada
simetris, irama teratur. Tidak ada ronchi
dan wheezing, akral hangat, CRT <2
detik, konjungtiva anemis. Bunyi
jantung I dan II reguler, mur-mur dan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
49

gallop tidak ada. Pemeriksaan


laboratorium (terakhir) tanggal 11
Maret 2016 diperoleh hasil;
Hemoglobin 9,8 g/dl, Eritrosit 4,13
106/µL, MCV/VER 73,1 fL, MCH/HER
23,3 pg, MCHC/ KHER 31,9 g/dL,
Trombosit 413 103/µL. LED 55 mm.
Hasil rotgen thorax (5/3/16): tidak
tampak kelainan, tampak bayangan
jantung mengisi ½ rongga retrosternal,
tidak ada pembesaran KGB.
2. Nutrisi Klien tampak kurus, konjungtiva Gizi buruk, Metabolisme Sistem
anemis, iga gambang dan ada baggy anoreksia, meningkat, adaptif
pants. Perut klien tampak buncit, anemia massa intra
lingkar perut bagian pusat 62 cm dan abdomen, zat
perut atas 58 cm. Pada palpasi perut gizi kurang.
teraba ada massa 18x20 cm. Berat
badan 13,3 kg, tinggi badan 99 cm,
lingkar lengan atas 11,3 cm. Status gizi
buruk dengan malnutrisi, BB/U
13,3/15,2 (-1 SD), TB/U 99/99,7 (-
1<Z<med), BB/TB 13,3/14,9 (-2<Z<-1
SD), LLA/U 11,3/16 (<-3 SD), HA 3
tahun. Skrining gizi (STRONG-KIDS)
: 5 (resiko tinggi), toleransi makan
kurang baik (anoreksia). Klien
mendapat diet makanan biasa 1000 kkal
dan makanan cair F135 4x100 ml,
namun makanan padat hanya dimakan
1/3 porsi dan makanan cair 1x tidak
dihabiskan. Pemeriksaan laboratorium
tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil;
Hemoglobin 9,8 g/dl, Hematokrit
30,7%. Tanggal 5 maret 2015 diperoleh
hasil albumin 3,12 gr/dl.
3. Eliminasi Klien buang air kecil 4-5 x perhari, Sistem Sistem Sistem
warna kuning, menggunakan diapers, adaptif adaptif adaptif
tidak ada kesulitan dalam B.A.K.dan
B.A.B 1 x/hari, konsistensi lunak. Kulit
perineal utuh tidak ada iritasi.
4. Aktivitas Pergerakan klien terbatas karena perut Lemah Anemia, gizi Sistem
dan Istirahat membuncit, kekuatan otot: buruk adaptif
5555 5555
5555 5555
Lebih banyak berbaring, lemah,
hemoglobin 9,8 g/dl, barthel index:
ketergantungan total.
5. Cairan dan Terdapat stopper pada tangan kiri, Malas Penekanan Sistem
Elektrolit turgor kulit elastis, membran mukosa minum, daerah adaptif
lembab. Klien minum menggunakan Intake cairan sekitar
sedotan, jenis cairan yang diminum tidak adekuat massa pada
adalah F135 4x100 ml. Klien malas abdomen
minum, F135 1x tidak dihabiskan (40-
50%). Masukan cairan jam 06.00-06.00
(24 jam terakhir): 440 ml, haluaran
urine 250 ml + IWL 399 ml = 649 ml.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
50

Balance cairan: -209 ml, Diuresis; 0,78


ml/KgBB/jam, (klinis tidak ada tanda
dehidrasi).
6. Proteksi dan Klien tidak ada riwayat alergi, personal Peningkatan Inflamasi Statis
Perlindungan hygiene tampak bersih, resiko jatuh suhu tubuh pada sistem urine,
tinggi (Humty Dumty). Tidak ada tanda perkemihan kurang
flebitis. Pemeriksaan laboratorium bergerak
(darah) tanggal 11 Maret 2016
diperoleh hasil; Hemoglobin 9,8 g/dl,
Leukosit 16.68 103/µL, Basofil 0,4%,
Eosinofil 0,4%, Neutrofil 68,6%,
Limfosit 19,4%, Monosit 11,2%.
Pemeriksaan laboratorium (urine)
tanggal 11 Maret 2016 diperoleh hasil;
warna kuning keruh, bakteria positif,
berat jenis 1.020, PH 6.0, nitrit positif.
Pemeriksaan Immunoserologi tanggal 5
maret 2016: Prokalsitonin 1,07 ng/ml,
CRP (kuantitatif) 170,4. mg/L. Obat
yang diberikan : Cefixime 75 mg 2x1
PO dan Paracetamol 150 mg 3x1 PO.
Jam 10.00; Suhu badan 37,9oC
7. Sensasi Klien dapat berbicara sederhana, kontak Nyeri Penekanan Sistem
adekuat, tidak mengalami gangguan daerah adaptif
dalam penglihatan, pendengaran, fungsi sekitar
penciuman dan pengecapan baik. massa dalam
Risiko dekubitus sedang (skala braden abdomen
19). Klien mengeluh ada rasa nyeri,
skala FLACC: 2-3 Pada palpasi perut
teraba ada massa 18x20 cm. perut
membuncit, dengan lingkar perut atas
58 cm dan pada pusat 62 cm.
8. Fungsi Klien sadar penuh (compos mentis) Sistem Sistem Sistem
Neurologi dengan GCS 15, refleks patologis dan adaptif adaptif adaptif
rangsangan meningeal tidak ada.
9. Fungsi Sejak terjadi pembesaran perut 4 bulan Kurang Pengetahuan Usia ibu:
Endokrin yang lalu, kondisi klien lemah, aktivitas stimulasi 23 thn
terbatas dan sering terbaring di tempat pertumbuhan
tidur. Klien tidak ada pembesaran dan
kelenjar,tampak anemia. Perkembangan perkembangan
anak saat ini usia 3 tahun 7 bulan
(toddler) dengan BB/TB 13,3/14,9 (-
2<Z<-1 SD), LLA/U 11,3/16 (<-3 SD).
Konsep diri Fisik diri: klien lebih banyak ditempat Sistem Sistem Sistem
tidur, bagian tubuh yang lebih banyak adaptif adaptif adaptif
digerakkan adalah tangan, badan sulit
digerakkan karena adanya pembesaran
perut (buncit). Personal diri: klien
kelihatan tenang jika ditemani keluarga,
terutama oleh ibunya.
Fungsi Peran Klien merupakan anak ke tiga dari tiga Sistem Sistem Sistem
bersaudara. Saat ini klien tidak dapat adaptif adaptif adaptif
melakukan peran primer, seperti
bermain. Bermain kadang dilakukan
bersama dengan kakaknya dirumah.
Saat sakit klien lebih banyak terbaring

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
51

di tempat tidur karena perut yang


membuncit. Ayah kadang datang
berkunjung dan keluarga berharap
anaknya dapat cepat sembuh.
Fungsi Klien sangat bergantung pada perawat Sistem Sistem Sistem
Interdependensi dan orang tua dalam perawatannya, adaptif adaptif adaptif
karena kondisi perut yang membuncit
serta umur klien 3 tahun 7 bulan. Klien
lebih sering didampingi ibunya untuk
memenuhi kebutuhan seharinya, antara
lain mengganti diapers,memberi makan.

Tanggal 16 Maret 2016


Fisiologis
6. Proteksi dan tanggal 14 Maret 2016 diperoleh hasil; Efek samping; Agen Sistem
Perlindungan Hemoglobin 8,7 g/dl, Leukosit 15,28 risiko mual kemoterapi adaptif
103/µL, Basofil 0,4%, Eosinofil 0,5%, muntah, Doxorubicin
Neutrofil 69,6%, Limfosit 21,0%, stomatitis, Cisplatin
Monosit 8,5%. Klien sudah mendapat anafilaktik,
transfusi PRC (15 Maret 2016) toksitas ginjal,
sebanyak 192 ml. Protokol kemoterapi ototoksitas,
mulai hari ini: Doxorubicin 12,5 mg
(iv), tanggal 16 Maret 2016; Cisplatin
35 mg (iv) tanggal 17 Maret 2016;
Doxorubicin 12,5 mg (iv), tanggal 18
Maret 2016.

2.4.2. Diagnosis Keperawatan


Tanggal 14 Maret 2016
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Risiko kekurangan volume cairan
3) Hipertermia
4) Nyeri akut
5) Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Tanggal 16 Maret 2016
6) Risiko cedera berhubungan dengan proses malignan dan kemoterapi

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
52

2.4.3. Tujuan dan Intervensi

Tabel 2.10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan pada An. M.A.

No. Diagnosis Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawatan

1. Ketidakseimbangan Setelah diberikan  Kaji kemampuan makan klien


nutrisi kurang dari perawatan selama 5 x 24  Pantau adanya rasa mual dan muntah
kebutuhan tubuh jam, terjadi (frekuensi, banyaknya, tingkat
keseimbangan nutrisi keparahan)
secara adekuat dengan  Kaji ketidaknyamanan dan distensi
kriteria hasil ; abdomen
1. Nafsu makan  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
meningkat kebutuhan nutrisi sesuai kondisi klien
2. Porsi makanan  Jelaskan pada orang tua tentang
meningkat secara kebutuhan nutrisi pada anak
bertahap  Kolaborasi jalur pemberian nutrisi
3. Tidak ada muntah sesuai kondisi klien
4. Keinginan untuk  Pantau jumlah asupan nutrisi yang
makan selingan dikonsumsi klien
5. Ukuran lingkar lengan  Menganjurkan orang tua untuk
bertambah atau dapat merelakskan anak saat makan.
dipertahankan  Berikan makanan porsi kecil tapi sering
6. Albumin; 3,2-4,5 g/dL  Sajikan makanan dengan menarik
 Pantau berat badan secara rutin
 Atur lingkungan yang mendukung selera
makan (kebersihan,kebisingan, bau yang
menyengat)
 Bersihkan mulut sebelum makan
 Atur posisi duduk atau fowler saat
makan
 Kolaborasi pemberian terapi untuk atasi
anemia antara lain transfusi PRC.
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(hemoglobin, hematocrit, SGOT/SGPT,
albumin)

2. Risiko Setelah diberikan  Mengkaji kebutuhan cairan klien


kekurangan perawatan selama 5 x 24  Pantau intake dan output cairan
volume cairan jam, keseimbangan  Pantau status hidrasi (membrane
cairan tubuh dapat mukosa, turgor kulit)
dipertahankan, dengan  Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan
kriteria hasil ; pernapasan
1. Intake peroral adekuat  Berikan intake cairan sesuai kebutuhan
2. Balance intake dan  Pantau berat badan secara rutin
output cairan 24 jam  Pantau pemberian cairan parentral
2. BB stabil  Pantau kadar serum dan elektrolit darah
3. Turgor kulit elastis  Pertahankan pencatatan intake-output
4. Membran mukosa cairan dengan akurat.
lembab  Pantau protein total dan ureum,
5. Tidak ada muntah kreatinin.
6. Tidak ada diare
7. Elektrolit serum (Na:
132-147 mEq, K: 3,3-
5,4 mEq, Cl: 94-111
mEq).

3. Hipertermia Setelah diberikan  Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk


perawatan selama 5 x 24 dan tingkatkan sirkulasi udara ruangan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
53

jam, suhu tubuh dapat  Pantau suhu tubuh secara rutin


dipertahankan dalam  Pertahankan intake cairan dan nutrisi
rentang suhu normal  Lakukan kompres hangat di dahi, axila
dengan kriteria hasil ; dan lipatan paha
1. Suhu tubuh 36,5-  Lakukan tepid sponge, jika
37,5oC memungkinkan
2. Tidak ada keluhan  Berikan pakaian yang lembut, tidak
demam yang naik terlalu tebal dan dapat menyerap
turun keringat.
 Ganti baju klien dengan baju yang
kering jika klien berkeringat banyak
 Kolaborasi pemberian antipirektik
 Kolaborasi pemberian antibiotik
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(urine lengkap, leukosit, CRP)

4. Nyeri akut Setelah diberikan  Bujuk anak mengungkapkan rasa nyeri


perawatan selama 5 x 24  Kaji nyeri karakteristik nyeri yaitu;
jam, nyeri dapat lokasi, kualitas, intensitas, skala, faktor
ditoleransi anak, dengan yang memperberat dan meringankan
kriteria hasil ; nyeri
1. Anak beristirahat  Pantau tanda-tanda vital
tenang  Beri anak posisi nyaman
2. Melakukan aktivitas  Pantau tanda-tanda nonverbal dari nyeri,
sederhana tanpa ada seperti gelisah/rewel,merintih,menangis,
keluhan nyeri berhati-hati dengan abdomen, kurang
3. Skala nyeri berkurang selera makan
4. Anak tidak rewel,  Identifikasi faktor lingkungan yang
menangis atau dapat mempengaruhi respon
merintih ketidaknyamanan pasien seperti
5. Keluarga dapat kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan.
melakukan  Lakukan manajemen non farmakologi
manajemen nyeri untuk mengatasi nyeri, seperti distraksi
 Melibatkan orang tua dalam manajemen
nyeri non farmakologi
 Kolaborasi pemberian terapi analgetik
sesuai indikasi
 Beri tindakan kenyamanan misalnya
membelai, mengusap.

5. Risiko Setelah diberikan  Membina hubungan saling percaya


keterlambatan perawatan selama 5 x 24 dengan klien
pertumbuhan dan jam, klien mampu  Menginformasikan pada orang tua
perkembangan mempertahankan tentang tumbuh kembang anak sesuai
tumbuh kembangnya, usiannya.
dengan kriteria hasil ;  Mendemontrasikan pada keluarga
1. Dapat bermain, aktivitas yang dapat menstimulasi
bermain dengan orang tumbuh kembang anak seperti
lain mendengarkan lagu, nonton kartun,
2. Berkomunikasi sentuhan dan pijat.
dengan orang lain  Fasilitasi interaksi anak dengan anak
3. Bergerak sesuai lain seusiannya
toleransi  Dukung aktivitas yang dapat membuat
klien berinteraksi dengan anak lain.
 Berbicara/komunikasi dengan klien
 Melakukan stimulasi tumbuh kembang
dengan bermain.
 Melakukan mobilisasi posisi

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
54

6. Risiko cedera Setelah diberikan  Beri kemoterapi sesuai pedoman


berhubungan perawatan selama 3 x 24 (protokol)
dengan proses jam, tidak terjadi  Kolaborasi pemberian antiemetic
malignan dan cedera/komplikasi, sebelum pemberian kemoterapi
kemoterapi dengan kriteria hasil ;  Berikan cairan intravena sesuai program
1. Tanda-tanda vital  Observasi anak selama 20 menit
dalam batas normal pertama pemberian agen kemoterapi
(suhu badan 36,5- untuk melihat tanda-tanda anafilaksis
37,5: frekuensi (sianosis, hipotensi, mengi, urtikaria)
pernapasan 20-30  Observasi tanda-tanda vital secara
x/menit; denyut nadi berkala
90-140 x/menit;  Mencuci tangan sebelum dan sesudah
tekanan darah rata- kontak dengan pasien
rata 95/65 mmHg)  Lakukan kebersihan mulut (oral
2. Tidak ada sianotis, hygiene) minimal 2x/hari
mengi dan urtikaria.  Berikan intake cairan peroral, sedikit
3. Mual muntah tidak tapi sering.
ada  Obasevasi tanda-tanda infiltrasi pada
4. Tidak ada kemerahan, sisi intravena; nyeri, rasa tersengat,
bengkak dan nyeri bengkak,kemerahan.
pada sekitar kateter  Implementasikan kebijakan institusi
IV. untuk mengatasi infiltrasi
 Hentikan penginfusan obat dan bilas
jalur intravena dengan normal salin, bila
reaksi dicurigai.
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap).

2.4.4. Implementasi dan Evaluasi

Tabel 2.11. Implentasi dan Evaluasi Keperawatan pada An. M.A.

Tanggal 14 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 21.00
Jam 09.00
1  Kolaborasi dengan dietiesien kebutuhan Diagnosis 1
nutrisi pada klien; kebutuhan kalori klien  Respon Adaptif : Ibu klien
adalah (RDA) 100 x 14,8 (kgBB ideal); mengatakan anaknya tidak ada
1480 kkal/hari. Klien mendapat diet muntah. Albumin 3,53 g/dl. Ibu
makanan biasa 1000 kkal diberi 2 kali (jam memahami tentang asupan
12.00,18.00) dan makanan cair F135 nutrisi pada anak kanker.
4x100 ml (jam 06,00,09.00, 15.00,21.00).  Respon Inefektif : Klien
2  Mengkaji kebutuhan cairan klien; BB makan ½ porsi diet makanan
13,3 kg = 1165 ml biasa, makanan cair 2 kali tidak
1  Menjelaskan pada orang tua pentingnya dihabiskan (diminum sekitar
usupan nutrisi pada anak kanker 60%). hasil laboratorium;
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml hemoglobin 8,7 g/dl, hematokrit
Jam 10.00 28,1%, Eritrosit 3,89 106/µL,
3  Mengukur suhu badan klien; 37,9oC MCV 72,2 fL, MCH 24,4 pg,
3  Memberikan kompres hangat pada dahi, MCHC 31 g/dl, SGOT 119
axila dan lipatan paha U/L, SGPT 24 U/L.
3  Memberikan terapi paracetamol sirup 150  Proses Adaptasi : Klien

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
55




mg (6 ml) PO beradaptasi secara kompromi
Jam 11.00 terhadap ketidakseimbangan
4  Mengkaji karakterstik nyeri; klien tampak nutrisi.
merintih/menangis jika merasa nyeri.  Intervensi : melakukan
Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien monitoring nutrisi,manajemen
banyak bergerak, skala nyeri 3. nutrisi, memenuhi kebutuhan
4  Mengajarkan pada orang tua untuk nutrisi, yaitu makanan biasa
melakukan teknik distraksi yaitu 1000 kkal dan makanan cair
mendengarkan musik melalui handphone. F135 4x100 ml. Transfusi PRC.
4  Memberikan tindakan kenyamanan
dengan membelai dan mengusap bagian Diagnosis 2
perut bawah  Respon Adaptif : turgor kulit
4  Melakukan evaluasi nyeri;klien dapat elastis, membran mukosa
beristirahat tenang, skala nyeri 1 lembab, akral hangat, CRT < 2
Jam 11.30 dtk. Hasil laboratorium;
5  Memberi edukasi pada orang tua tentang Kreatinin darah 0,20 mg/dl,
pentingnya stimulasi tumbuh kembang Natrium 137 mEq/L, Kalium
pada anak 5,39 mEq/L, Klorida 97,0
5  Menganjurkan pada ayah untuk selalu mEq/L.
datang berkunjung dan terlibat dalam  Respon Inefektif : balance
perawatan anaknya. cairan 12 jam (06.00-18.00);
Jam 12.00 masukan 300 ml, haluaran 150
2,3,4  Mengukur tanda-tanda vital; SB 37oC, ml, Diuresis 0,93 ml/kgBB
Nadi 112x/mnt, RR 22x/m, TD 96/66 /jam, klien malas minum.
mmHg.  Proses Adaptasi : Klien
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit beradaptasi secara kompensasi
elastis, membran mukosa lembab, akral terhadap masalah risiko
hangat, CRT < 2 dtk kekurangan volume cairan.
3  Observasi tanda-tanda infeksi; daerah  Intervensi : Observasi tanda-
sekitar kanul stopper tidak ada tanda tanda vital, status hidrasi,
flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri). balance cairan. Berikan cairan
Jam 12.30 sesuai kebutuhan.
1  Mengatur posisi duduk pada klien
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan Diagnosis 3
biasa; klien makan ½ porsi.  Respon Adaptif : suhu badan
2  Memberikan minum pada klien 50 ml klien; 37,1oC. sekitar kanul
Jam 13.00 stopper tidak ada tanda flebitis
1  Mengkaji kemampuan makan klien dan (kemerahan,bengkak, nyeri).
status nutrisi: klien malas makan  Respon Inefektif : Leukosit
(anoreksia) dan tampak kurus., 16.14 103/µL, Eosinofil 0,5%,
konjungtiva anemis. Pemeriksaan laboratorium
4  Memberikan terapi paracetamol sirup 150 (urine) tanggal 11 Maret 2016
mg (6 ml) PO diperoleh hasil; warna kuning
Jam 15.00 keruh, bakteria positif, berat
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml jenis 1.020, PH 6.0, nitrit
Jam 16.00. positif.
3  Mengontrol suhu ruangan; 23oC (sejuk)  Proses Adaptasi : klien
5  Mengajak klien berkomunikasi, bercanda beradaptasi secara kompensasi
dan menonton video kartun anak-anak terhadap masalah hipertermia
menggunakan tab  Intervensi : lakukan kompres
5  Memperkenalkan anak (pasien) hangat dan berikan
disamping kiri dan kanan tempat tidur paracetamol sirup 150 mg (6
klien. ml) PO jika ada demam.
Jam 17.30.
4  Klien mengeluh nyeri perut, skala nyeri 2 Diagnosis 4
4  Memberikan posisi nyaman dengan bantal  Respon Adaptif : Klien dapat
disamping kiri-kanan beristirahat siang,skala nyeri 1
4  Observasi orang tua melakukan tehnik  Respon Inefektif : ; klien

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
56

distraksi dan mengusap-usap perut bagian tampak merintih/menangis jika


bawah merasa nyeri. Nyeri hilang
Jam 18.00. timbul, bertambah jika klien
2  Menghitung balance cairan 12 jam banyak bergerak, skala nyeri
(06.00-18.00); masukan 300 ml, haluaran 2-3.
150 ml, balance cairan 150 ml. Diuresis  Proses Adaptasi : klien
0,93 ml/kgBB/jam beradaptasi secara kompensasi
3  Memberikan terapi antibiotik; Cefixime terhadap masalah nyeri
75 mg PO (2x1 sejak tanggal 12 Maret  Intervensi : Melakukan teknik
2016). distraksi, tindakan
Jam 18.30. kenyamanan dan pemberian
1  Mengatur posisi semifowler pada klien analgetik.
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan
biasa; klien makan ½ porsi Diagnosis 5
Jam 19.00  Respon Adaptif : Orang tua
1  Mengkaji faktor ketidaknyamanan makan; mengatakan mengerti tentang
klien ada rasa nyeri, perut buncit stiimulasi tumbuh kembang
1  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien anak.
mengatakan anaknya tidak ada muntah.  Respon Inefektif : aktivitas
1  Membersihkan mulut klien dan terbatas, interaksi klien masih
menganjurkan pada orang tua untuk pasif. Klien sedikit
melakukan oral hygiene secara rutin. berinteraksi, respon
Jam 19.30. komunikasi kurang.
1,2,3,4  Menerima hasil laboratorium;  Proses Adaptasi : klien
Hemoglobin 8,7 g/dl, Hematokrit 28,1%, beradaptasi secara kompensasi
Eritrosit 3,89 106/µL, Trombosit 466 terhadap masalah risiko
103/µL. Leukosit 16.14 103/µL, Basofil keterlambatan pertumbuhan
0,4%, Eosinofil 0,5%, Neutrofil 69,6%, dan perkembangan
Limfosit 21,0%, Monosit 8,5%. LED 72  Intervensi : Stimulasi tumbuh
mm. MCV 72,2 fL, MCH 24,4 pg, MCHC kembang anak sesuai usia
31 g/dl, SGOT 119 U/L, SGPT 24 U/L, perkembangan.
Albumin 3,43 g/dl. Bilirubin direk 0,40
mg/dl, gula darah sewaktu 72 mg/dl.
Kreatinin darah 0,20 mg/dl, Ureum darah
12 mg/dl, Natrium 137 mEq/L, Kalium
5,39 mEq/L, Klorida 97,0 mEq/L.
1,2,3,4  Konsultasi DPJP; klien akan diberikan
transfusi PRC target hb 12 (12-8,7)x4x14
kg = 184 ml. Dianfrak PRC 200 ml.
Jam 20.00
4  Memberikan terapi paracetamol sirup 150
mg PO
Jam 21.00.
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml

Tanggal 15 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 21.00
Jam 08.00
1,2,3,4,5  Mengikuti ronde DPJP, hasil; Diagnosis 1
Edukasi orang tua untuk pemberian  Respon Adaptif : Ibu klien
kemoterapi, rencana dilakukan mengatakan anaknya tidak ada
Echocardiografi, ukur lingkar perut setiap muntah. Klien tidak anemis.
hari, rencana besok mulai kemoterapi. Ibu memahami tentang efek
kemoterapi terhadap asupan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
57




2  Menghitung balance cairan 24 jam nutrisi
(06.00-06.00); masukan 500 ml, haluaran  Respon Inefektif : Klien
350 ml+IWL 399 ml, balance cairan -249 makan 1/2, diet makanan
ml. Diuresis 1,09 ml/kgBB/jam  biasa, makanan cair 2 kali
Jam 09.00 tidak dihabiskan (diminum
1  Mengkaji lingkar perut klien; 64 cm dan 61 sekitar 70-80%). Ibu
cm. mengatakan anaknya kurang
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml selera makan
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Proses Adaptasi : Klien
merengek, skala nyeri 2 beradaptasi secara kompromi
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi dan terhadap ketidakseimbangan
mengusap-usap perut bagian bawah nutrisi.
Jam 10.00.  Intervensi : melakukan
1,2,3,4,5  Klien dilakukan peemeriksaan monitoring nutrisi, manajemen
Echocardiografi nutrisi, memenuhi kebutuhan
Jam 12.00 nutrisi, yaitu makanan biasa
1  Mengatur posisi semifowler pada klien 1000 kkal dan makanan cair
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan F135 4x100 ml.
biasa; klien makan ½ porsi
1  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien Diagnosis 2
mengatakan anaknya tidak ada muntah.  Respon Adaptif : turgor kulit
2  Memberikan minum pada klien 50 ml elastis, membran mukosa
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit lembab, akral hangat, CRT < 2
elastis, membran mukosa lembab, akral dtk.
hangat, CRT < 2 dtk  Respon Inefektif : balance
4  Memberikan terapi Paracetamol sirup 150 cairan 24 jam (06.00-06.00);
mg PO masukan 500 ml, haluaran 749
4  Memberikan posisi nyaman dengan bantal ml, balance cairan -249 ml.
disamping kiri-kanan Diuresis 1,09 ml/kgBB/jam,
Jam 12.30 klien malas minum.
1,2  Menyambung stopper (line1) dengan IVFD  Proses Adaptasi : Klien
cairan NaCl 0,9% beradaptasi secara kompensasi
1,2  Melakukan crosschek golongan darah, terhadap masalah risiko
nomor seri transfusi dan tanggal kekurangan volume cairan.
kadaluwarsa.  Intervensi : Observasi tanda-
1,2  Memberikan transfusi PRC 192 ml (50 tanda vital, status hidrasi,
ml/jam) balance cairan. Berikan cairan
Jam 15.00 sesuai kebutuhan.
1,2  Memberikan nutrisi peroral (F135) 100
ml Diagnosis 3
1  Memberikan penjelasan pada orang tua  Respon Adaptif : suhu
tentang efek kemoterapi terhadap asupan badan klien; 37,1oC. sekitar
nutrisi kanul stopper tidak ada tanda
Jam 16.30 flebitis (kemerahan, bengkak,
1,2  Melakukan aff transfusi, membilas dengan nyeri).
cairan IVFD NaCl 0,9% 50 ml.  Respon Inefektif : ibu
5  Ayah datang berkunjung dan terlibat mengatakan jam 04.00
dalam perawatan anaknya. anaknya ada deman (38,1 oC)
5  Observasi ayah melakukan stimulasi  Proses Adaptasi : klien
tumbuh kembang dengan berkomunkasi, beradaptasi secara
membelai, bercanda. kompensasi terhadap masalah
Jam 17.00. hipertermia
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Intervensi : lakukan kompres
merengek, skala nyeri 2 hangat dan berikan
4  Observasi orang tua melakukan tehnik paracetamol sirup 150 mg (6
distraksi (bersenandung) dan mengusap- ml) PO jika ada demam.
usap perut bagian bawah

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
58

Jam 17.30. Diagnosis 4


1,2  Aff cairan NaCl 0,9%, stopper di tutup  Respon Adaptif : Klien dapat
Jam 18.00 beristirahat baik, skala nyeri 1
2,3,4  Mengukur tanda-tanda vital; SB 38,3oC,  Respon Inefektif : ; klien
Nadi 140x/mnt, RR 28x/m, TD 102/52 tampak merintih/menangis
mmHg. jika merasa nyeri. Nyeri
2  Menghitung intake-output cairan 12 jam hilang timbul, bertambah jika
(06.00-18.00); masukan 512 ml, haluaran klien banyak bergerak, skala
200 ml, Diuresis 1,25 ml/kgBB/jam nyeri 2. Lingkar perut klien;
3  Memberikan kompres hangat pada dahi, 64 cm dan 61 cm.
axila dan lipatan paha  Proses Adaptasi : klien
3  Memberikan terapi paracetamol sirup 150 beradaptasi secara kompensasi
mg (6 ml) PO terhadap masalah nyeri
3  Memberikan terapi antibiotik; Cefixime  Intervensi : Melakukan
75 mg PO teknik distraksi, tindakan
3  Observasi tanda-tanda infeksi; daerah kenyamanan dan pemberian
sekitar kanul stopper tidak ada tanda analgetik.
flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri).
Jam 19.00 Diagnosis 5
1  Mengatur posisi duduk pada klien  Respon Adaptif : Respon
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan anak lebih komunikatif dari
biasa; klien makan ½ porsi sebelumnya, mau bermain,
3  Mengontrol suhu ruangan; sejuk (±22oC). ayah melakukan stimulasi
Jam 19.30 tumbuh kembang.
1  Mengkaji kemampuan makan klien dan  Respon Inefektif : aktivitas
status nutrisi: klien malas makan klien terbatas, interaksi klien
(anoreksia), tampak kurus, perut tampak sedikit, komunikasi belum
buncit. maksimal.
1,2,3,4,5  Monitoring kesimpulan hasil  Proses Adaptasi : klien
Echocardiografi; Minimal Pericardial beradaptasi secara kompensasi
Effusion, tidak ada kontraindikasi terhadap masalah risiko
kemoterapi keterlambatan pertumbuhan
2  Memberikan minum pada klien 50 ml dan perkembangan
Jam 20.00  Intervensi : Stimulasi tumbuh
3  Mengukur suhu badan klien; 37,1oC kembang anak sesuai usia
3,4  Memberikan terapi paracetamol sirup 150 perkembangan.
mg PO
5  Mengajak klien berkomunikasi, bercanda.
5  Merubah posisi klien
Jam 21.00
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml

Tanggal 16 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 08.00 Jam 21.00
1,2,3,4,5  Mengikuti ronde devisi Hemato-
Onkologi, hasil; Diagnosis 1
Kemoterapi dilakukan hari ini dengan  Respon Adaptif : Ibu klien
dosis reduksi 30%, mulai dengan mengatakan anaknya tidak
Doxorubicin 2 kali, kemudian Cisplatin ada muntah. anak tidak
(setelah pemeriksaan Otoacoustic anemis.
Emission/OAE)  Respon Inefektif : Klien
2  Menghitung balance cairan 24 jam makan ½ porsi, diet makanan
(06.00-06.00); masukan 772 ml, biasa, makanan cair 2 kali
haluaran 530 ml+IWL 399 ml, balance tidak dihabiskan (dimimun
cairan -157 ml. Diuresis 1,6 sekitar 70-80%). Ibu

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
59

ml/kgBB/jam mengatakan anaknya kurang


Jam 08.30 selera makan.
5  Mengajak klien berkomunikasi,  Proses Adaptasi : Klien
bercanda. beradaptasi secara kompromi
1,4  Merubah posisi klien terhadap ketidakseimbangan
Jam 09.00 nutrisi.
1  Mengikuti ronde DPJP; bila nutrisi tidak  Intervensi : melakukan
adekuat, edukasi orang tua untuk monitoring nutrisi,
pemasangan NGT manajemen nutrisi, memenuhi
1,4  Mengkaji lingkar perut klien; 64 cm dan kebutuhan nutrisi, yaitu
61 cm. makanan biasa 1000 kkal dan
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml makanan cair F135 4x100 ml.
Jam 10.00.
6  Klien konsul pemeriksaan OAE Diagnosis 2
Jam 11.00  Respon Adaptif : turgor kulit
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil elastis, membran mukosa
merengek, skala nyeri 3 lembab, akral hangat, CRT < 2
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi dtk. Diuresis 1,6 ml/kgBB/
dan mengusap-usap perut bagian bawah jam.
Jam 11.30  Respon Inefektif : balance
5  Mengajak anak bermain ditempat tidur cairan 24 jam (06.00-06.00);
sambil istirahat. (menggunakan buku masukan 772 ml, haluaran 929
bergambar berwarna) ml, balance cairan -157 ml.
5  Melibatkan ibu bermain bersama  Proses Adaptasi : Klien
Jam 12.00 beradaptasi secara kompensasi
3  Mengukur suhu badan klien; 38,oC terhadap masalah risiko
3  Memberikan kompres hangat pada dahi, kekurangan volume cairan.
axila dan lipatan paha  Intervensi : Observasi tanda-
3,4  Memberikan terapi paracetamol sirup tanda vital, status hidrasi,
150 mg (6 ml) PO balance cairan. Berikan cairan
3  Observasi tanda-tanda infeksi; daerah sesuai kebutuhan.
sekitar kanul stopper tidak ada tanda
flebitis (kemerahan,bengkak,nyeri). Diagnosis 3
4  Memberikan posisi nyaman dengan  Respon Adaptif : suhu badan
bantal disamping kiri-kanan klien; 37,3oC.
Jam 12.30  Respon Inefektif : Orang tua
1,4  Mengatur posisi semifowler pada klien mengatakan suhu badan
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan anaknya naik turun, jam
biasa; klien makan ½ porsi 06.00 suhu badan klien teraba
2  Memberikan minum pada klien 50 ml hangat.
1  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien  Proses Adaptasi : klien
mengatakan anaknya tidak ada muntah. beradaptasi secara
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit kompensasi terhadap masalah
elastis, membran mukosa lembab, akral hipertermia
hangat, CRT < 2 dtk  Intervensi : lakukan kompres
Jam 15.00 hangat dan berikan
1  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml paracetamol sirup 150 mg (6
6  Monitoring kesimpulan hasil ml) PO jika ada demam.
pemeriksaan OAE; tidak terdapat
gangguan pada sel rambut luar koklea di Diagnosis 4
kedua telinga.  Respon Adaptif : Klien dapat
6  Memberi edukasi pada ibu tentang efek beristirahat baik, skala nyeri 1
kemoterapi dan antisipasi mual muntah  Respon Inefektif : ; klien
karena kemoterapi tampak merintih/menangis
Jam 16.00 jika merasa nyeri. Nyeri
2,6  Memberikan cairan NaCl 0,9% 250 ml + hilang timbul, bertambah jika
Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam klien banyak bergerak, skala
nyeri 2-3. Lingkar perut klien;

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
60

Jam 16.30 64 cm dan 61 cm.


4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Proses Adaptasi : klien
merengek, skala nyeri 2 beradaptasi secara kompensasi
4  Observasi orang tua melakukan tehnik terhadap masalah nyeri
distraksi dan mengusap-usap perut  Intervensi : Melakukan
bagian bawah teknik distraksi, tindakan
Jam 18.00 kenyamanan dan pemberian
2,3,4,6  Mengukur tanda-tanda vital; SB 37,3oC, analgetik
Nadi 130x/mnt, RR 24x/m, TD 102/66
mmHg. Diagnosis 5
3,6  Menghitung Intake-output cairan 12 jam  Respon Adaptif : Anak
(06.00-18.00); masukan 525 ml, senang bermain di tempat
haluaran 280 ml, Diuresis 1,7 tidur, ada interaksi aktif
ml/kgBB/jam  Respon Inefektif : aktivitas
3  Memberikan terapi antibiotik; Cefixime terbatas, interaksi klien mulai
75 mg PO aktif namun kadang ada pasif,
6  Observasi tanda-tanda adanya malas bergerak.
extravasasi pada lokasi sekitar IVFD;  Proses Adaptasi : klien
tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri. beradaptasi secara kompensasi
1,2,6  Klien tidak ada mual muntah terhadap masalah risiko
Jam 18.30 keterlambatan pertumbuhan
1,4  Mengatur posisi duduk pada klien dan perkembangan
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan  Intervensi : Stimulasi tumbuh
biasa; klien makan ½ porsi kembang anak sesuai usia
Jam 19.00 perkembangan
1  Mengkaji kemampuan makan klien dan
status nutrisi: klien malas makan Diagnosis 6
(anoreksia), tampak kurus, perut tampak  Respon Adaptif : Klien tidak
buncit. ada mual muntah, tidak ada
2  Memberikan minum pada klien 50 ml tanda-tanda extravasasi.
6  Memberikan cairan kumur; minosep  Respon Inefektif : lingkar
gargle 5 ml perut 64cm dan 61cm, status
6  Observasi orang tua melakukan gizi buruk Klien mendapat
perawatan mulut pada klien kemoterapi Doxorubicin 12,5
Jam 20.00 mg iv.
2,6  Memberikan cairan 2A + K(7 mEq) +  Proses Adaptasi : klien
Ca(7mEq) + Mg(3mEq) + Ondancentron beradaptasi secara kompensasi
2 mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml, iv terhadap masalah risiko
75 ml/jam cedera berhubungan dengan
3  Mengukur suhu badan klien; 39,oC proses malignan dan
3  Memberikan kompres hangat pada dahi, kemoterapi
axila dan lipatan paha  Intervensi : Beri kemoterapi
3,4  Memberikan terapi paracetamol 150 mg sesuai protokol, lakukan
/iv pencegahan terhadap efek
3  Mengganti pakaian klien dengan kain samping, seperti mukositis,
yang lembut dan dapat menyerap mual-muntah, ototoksitas,
keringat gangguan elektrolit, dan
6  Memberikan obat tetes telinga extravasasi.
Carbogliserine 3 tetes (3x3 tetes sejak
tanggal 16 Maret 2016).
Jam 21.00
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml
3  Mengukur suhu badan klien; 37,3oC

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
61

Tanggal 17 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 21.00
Jam 07.30
2,6  Mengkaji riwayat cairan sebelumnya; Diagnosis 1
- jam 05.00 diberikan Manitol 20% 65 ml  Respon Adaptif : Ibu klien
selama 30 menit. mengatakan anaknya tidak
- Jam 06.00 line 1 diberikan NaCl 0,9% ada muntah, Klien tidak
500 ml+Cisplatin 35 mg/IV, 20 ml/jam. anemis, keluarga memahami
Line 2 cairan 2A+K (7 mEq) + Ca (7 dan koperatif terhadap
mEq) + Mg(3 mEq) +Ondancentron 2 pemasangan NGT, keluarga
mg+ Dexametasone 2mg. 500 ml (IV), memehami cara pemberian
55 ml/jam. nutrisi melalui NGT, nutrisi
- Klien BAB lembek seperti bubur, warna dapat diberikan melalui NGT.
kuning kecoklatan sebanyak 4 kali sejak  Respon Inefektif : perut
jam 21.00-06.00. KLien telah diberi Zink klien tampak buncit, lingkar
20 mg po (2 hari sekali). perut 66 cm dan pusat 61 cm,
6  Observasi pemberian kemoterapi klien terpasang NGT. Klien
2  Menghitung balance cairan 24 jam ada BAB ada BAB lembek
(06.00-06.00); masukan 1385 ml, seperti bubur 2 kali, semalam
haluaran 580 ml+IWL 399 ml, balance 4 kali. Ibu mengatakan
cairan +406 ml. Diuresis 1,8 ml/kgBB/ anaknya kurang selera
jam makan.
Jam 08.00  Proses Adaptasi : Klien
3  Mengikuti ronde devisi Hemato- beradaptasi secara
Onkologi, hasil; kompensasi terhadap
Klien terdapat demam dengan adanya ketidakseimbangan nutrisi.
bakteri dalam urine, berikan antibiotik  Intervensi : melakukan
cefotaxim. monitoring nutrisi,
1,4  Mengkaji lingkar perut klien; 66 cm dan manajemen nutrisi,
61 cm. memenuhi kebutuhan nutrisi,
Jam 09.00 yaitu 1480 kkal berupa
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml, makanan cair F135 6x135 ml
anak malas minum (40% dihabiskan) dan IVFD.
1,2  Konsul DPJP; pasang NGT
Jam 09.30 Diagnosis 2
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Respon Adaptif : turgor kulit
merengek, skala nyeri 2 elastis, membran mukosa
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi lembab, akral hangat, CRT < 2
dan mengusap-usap perut bagian bawah dtk. balance cairan 24 jam
Jam 10.00 (06.00-06.00); masukan 1385
5  Mengajak klien berkomunikasi, bercanda ml, haluaran 979 ml, balance
(melakukan stimulasi tumbuh kembang) cairan +406 ml. Diuresis 1,8
5  Mengajak anak bermain ditempat tidur ml/kgBB/jam.
sambil istirahat, melibatkan ibu bermain  Respon Inefektif : Klien ada
bersama BAB ada BAB lembek seperti
Jam 12.00 bubur 2 kali, semalam 4 kali.
3  Mengukur suhu badan klien; 36,6oC  Proses Adaptasi : Klien
3,4  Memberikan terapi paracetamol sirup beradaptasi secara kompensasi
150 mg (6 ml) PO terhadap masalah risiko
3  Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim kekurangan volume cairan.
350 mg PO  Intervensi : Observasi tanda-
4  Memberikan posisi nyaman dengan tanda vital, status hidrasi,
bantal disamping kiri-kanan balance cairan. Observasi
2,3,4,6  Mengukur tanda-tanda vital; SB 37oC, BAB, berikan cairan sesuai
Nadi 112x/mnt, RR 24x/m, TD 110/78 kebutuhan.
mmHg.
6  Observasi tanda-tanda ekstravasasi pada
lokasi sekitar IVFD

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
62

Jam 12.30 Diagnosis 3


1  Mengatur posisi semifowler pada klien  Respon Adaptif : suhu badan
1  Memberikan klien nutrisi, diet makanan klien; 36,3oC.
biasa; klien makan ½ porsi  Respon Inefektif : Orang tua
2  Memberikan minum pada klien 40 ml mengatakan suhu badan
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit anaknya naik turun, jam
elastis, membran mukosa lembab, akral 03.00 suhu badan klien
hangat, CRT < 2 dtk. 38,3oC.
Klien ada BAB lembek seperti bubur,  Proses Adaptasi : klien
warna kuning kecoklatan sebanyak 1 kali beradaptasi secara
1,6  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien kompensasi terhadap masalah
mengatakan anaknya tidak ada muntah hipertermia
Jam 15.00  Intervensi : lakukan kompres
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 100 ml, hangat dan berikan
anak malas minum (30% dihabiskan) paracetamol sirup 150 mg (6
1,2  Edukasi orang tua tentang pemasangan ml) PO jika ada demam.
NGT; orang tua setuju untuk dipasang
NGT Diagnosis 4
Jam 16.00.  Respon Adaptif : Klien
1,2  Klien dilakukan pemasangan NGT dapat beristirahat dengan
1  Konsul dietisien untuk perubahan diet; baik, skala nyeri 1, orang tua
kebutuhan kalori klien adalah (RDA) dapat melakukan menajemen
100 x 14,8 (kgBB ideal); 1480 kkal/hari. nyeri distraksi dengan baik
Klien mendapat diet makanan cair F135  Respon Inefektif : ; klien
8x135 ml. tampak merintih/menangis
2,6  Mengganti cairan line 2 dengan 2A+K(7 jika merasa nyeri. Nyeri
mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3 mEq) + hilang timbul, bertambah jika
Ondancentron 2 mg+ Dexametasone klien banyak bergerak, skala
2mg. 500 ml, (IV) 55 ml/jam nyeri 2. Lingkar perut klien
Jam 16.30 66 cm dan 61 cm.
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Proses Adaptasi : klien
merengek, skala nyeri 2 beradaptasi secara
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi kompensasi terhadap masalah
dan mengusap-usap perut bagian bawah nyeri
Jam 17.00  Intervensi : Melakukan
5  Ayah datang berkunjung dan terlibat teknik distraksi, tindakan
dalam perawatan anaknya. kenyamanan dan pemberian
5  Observasi ayah melakukan stimulasi analgetik.
tumbuh kembang dengan berkomunikasi,
membelai, bercanda Diagnosis 5
Jam 18.00  Respon Adaptif : Anak
2,3,4,6  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,4oC, senang bermain, ada
Nadi 110x/mnt, RR 24x/m, TD 116/85 interaksi, mau berkomunikasi
mmHg. dengan orang lain, Orang tua
2,6  Menghitung Intake-output cairan 12 jam dapat melakukan stimulasi
(06.00-18.00); masukan 1100 ml, tumbuh kembang.
haluaran 420 ml, Diuresis 2,6 ml/kgBB/  Respon Inefektif : aktivitas
jam. Klien ada BAB lembek seperti terbatas, interaksi klien
bubur, warna kuning kecoklatan sedikit aktif, malas bergerak.
sebanyak 1 kali  Proses Adaptasi : klien
Klien tidak ada mual muntah beradaptasi secara
3  Memberikan terapi antibiotik; Cefotaxim kompensasi terhadap masalah
350 mg PO. risiko keterlambatan
6  Observasi tanda-tanda adanya pertumbuhan dan
extravasasi pada lokasi sekitar IVFD; perkembangan
tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri.  Intervensi : Stimulasi
1,2 Jam 18.30 tumbuh kembang anak sesuai
 Melakukan edukasi pada orang tua usia perkembangan.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
63

tentang cara pemberian makanan cair Diagnosis 6


melalui NGT menggunakan Feeding  Respon Adaptif : Klien tidak
Burrete. ada mual muntah. Lokasi
1,4  Mengatur posisi semifowler pada klien sekitar IVFD; tidak ada
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml kemerahan, bengkak, nyeri.
melalui NGT dan membilas dengan 30 Tanda-tanda vital normal,
ml air. tidak ada sianotis. Orang tua
Jam 19.00 dapat melakukan perawatan
6  Memberikan cairan kumur; minosep mulut anak dengan baik
gargle 5 ml  Respon Inefektif : Klien ada
6  Observasi orang tua melakukan BAB ada BAB lembek seperti
perawatan mulut pada klien bubur 2 kali, semalam 4 kali.
Jam 20.00 Klien akan mendapat
3,4  Memberikan terapi paracetamol sirup kemoterapi Doxorubicin 12,5
150 mg (6 ml) PO mg iv.
Jam 21.00  Proses Adaptasi : klien
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml beradaptasi secara kompensasi
melalui NGT dan membilas dengan 30 terhadap masalah risiko
ml air. cedera berhubungan proses
malignan dan kemoterapi
 Intervensi : Beri kemoterapi
sesuai protokol, lakukan
pencegahan terhadap efek
samping, seperti mukositis,
mual-muntah, ototoksitas,
gangguan elektrolit, dan
extravasasi.

Tanggal 18 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 21.00
Jam 07.30
2,3  Menerima hasil laboratorium urinalisis; Diagnosis 1
warna kuning, keruh, leukosit 2-4,  Respon Adaptif : Ibu klien
eritrosit 1-2, bakteria +, berat jenis mengatakan anaknya tidak
1.010, PH 0,6. Kesimpulan; ISK ada muntah. Makanan cair
2  Menghitung balance cairan 24 jam F135 6x135 ml, semua dapat
(06.00-06.00); masukan 2390 ml, diberikan melalui NGT. BAB
haluaran 1050 ml+IWL 399 ml, konsistensi lunak 1 kali
balance cairan +941 ml. Diuresis 3,3 (pagi), ukuran LLA tetap
ml/kgBB/ jam (11,3 cm). Klien sudah mulai
Jam 08.00 meminta makanan selingan.
1,4  Mengkaji lingkar perut klien; 67 cm  Respon Inefektif : klien
dan 63 cm. tampak buncit, lingkar perut
1,2  Mengukur LLA : 11,3 cm (tetap). 67 cm dan pusat 63 cm. klien
Jam 09.00 terpasang NGT. Ibu klien
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 mengatakan anaknya kurang
ml melalui NGT dan membilas dengan berselera pada makanan biasa.
30 ml air.  Proses Adaptasi : Klien
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil beradaptasi secara kompensasi
merengek, skala nyeri 2 terhadap ketidakseimbangan
4  Orang tua melakukan teknik distraksi nutrisi.
dan mengusap-usap perut bagian bawah  Intervensi : melakukan
Jam 10.00 monitoring nutrisi,
2,6  Mengganti cairan line 2 dengan manajemen nutrisi, memenuhi

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
64

2A+K(7 mEq) + Ca (7 mEq) + Mg(3 kebutuhan nutrisi, yaitu 1480


mEq) + Ondancentron 2 mg+ kkal berupa makanan cair
Dexametasone 2mg. 500 ml, (IV) 75 F135 6 x 135 ml dan IVFD
ml/jam
5  Observasi orang tua stimulasi tumbuh Diagnosis 2
kembang dengan berkomunkasi,  Respon Adaptif : turgor kulit
membelai, bercanda. elastis, membran mukosa
Jam 12.00 lembab, akral hangat, CRT < 2
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit dtk, klien sudah 2 kali
elastis, membran mukosa lembab, akral meminta minum (50-60 ml).
hangat, CRT < 2 dtk Balance cairan 24 jam (06.00-
2,6  Memberikan cairan NaCl 0,9% 250 ml 06.00); masukan 2340 ml,
+ Doxorubicin 12,5 mg iv 62,5 ml/jam haluaran 1449 ml, balance
(selama 4 jam) cairan +891 ml. Diuresis 3,3
2,3,6  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC, ml/kgBB/jam.
Nadi 116x/mnt, RR 28x/m, TD 109/68  Respon Inefektif : Ibu
mmHg. mengatakan anaknya minum
3,4  Memberikan terapi paracetamol sirup tidak banyak, klien terpasang
150 mg (6 ml) PO NGT.
3  Memberikan terapi antibiotik;  Proses Adaptasi : Klien
Cefotaxim 350 mg PO beradaptasi secara kompensasi
Jam 12.30 terhadap masalah risiko
1,4  Mengatur posisi semifowler pada klien kekurangan volume cairan.
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135  Intervensi : Observasi tanda-
ml melalui NGT dan membilas dengan tanda vital, status hidrasi,
30 ml air. balance cairan. Berikan cairan
1,6  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien sesuai kebutuhan.
mengatakan anaknya tidak ada muntah
Jam 13.00 Diagnosis 3
6  Observasi tanda-tanda ekstravasasi  Respon Adaptif : suhu badan
pada lokasi sekitar IVFD cairan NaCl klien; 36,3oC. Ibu
0,9% 250 ml + Doxorubicin 12,5 mg iv mengatakan sudah tidak ada
62,5 ml/jam peningkatan suhu tubuh.
Jam 15.00 Peningkatan suhu tubuh
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 diatas normal terakhir
ml melalui NGT dan membilas dengan kemarin (17/3/2016) jam
30 ml air. 03.00
Jam 16.30  Respon Inefektif : -
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Proses Adaptasi : klien
merengek, skala nyeri 2 beradaptasi secara integrasi
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi terhadap masalah hipertermi
dan mengusap-usap perut bagian bawah  Intervensi : -
Jam 17.00
2,6  Aff line 2 (line 1 sudah di aff jam Diagnosis 4
16.00), menutup stopper.  Respon Adaptif : Klien dapat
Jam 18.00 beristirahat baik, skala nyeri
2,3,6  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,3oC, 1. Orang tua dapat melakukan
Nadi 120x/mnt, RR 26x/m, TD 101/65 menajemen nyeri distraksi
mmHg. dengan baik
2  Menghitung Intake-output cairan 12  Respon Inefektif : ; klien
jam (06.00-18.00); masukan 1770 ml, tampak merintih/menangis
haluaran 920 ml, Diuresis 5,76 jika merasa nyeri. Nyeri
ml/kgBB/ jam hilang timbul, bertambah jika
3  Memberikan terapi antibiotik; klien banyak bergerak, skala
Cefotaxim 350 mg PO. nyeri 2. Lingkar perut klien;
1,2,6  Monitoring; klien tidak ada mual 67 cm dan 63 cm
muntah  Proses Adaptasi : klien
1  Klien meminta makanan selingan beradaptasi secara kompensasi

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
65

(biscuit) terhadap masalah nyeri


Jam 18.30  Intervensi : Melakukan
1,4  Mengatur posisi semifowler pada klien teknik distraksi, tindakan
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 kenyamanan dan pemberian
ml melalui NGT dan membilas dengan analgetik.
50 ml air.
Jam 19.00 Diagnosis 5
6  Memberikan cairan kumur; minosep  Respon Adaptif : Anak
gargle 5 ml senang bermain, interaksi dan
6  Observasi orang tua melakukan komunikasi baik, dapat
perawatan mulut pada klien duduk, Orang tua dapat
Jam 20.00 melakukan stimulasi tumbuh
3,4  Memberikan terapi paracetamol sirup kembang.
150 mg PO  Respon Inefektif : -
5  Ayah datang berkunjung dan terlibat  Proses Adaptasi : klien
dalam perawatan anaknya. beradaptasi secara integrasi
5  Observasi ayah melakukan stimulasi terhadap masalah risiko
tumbuh kembang keterlambatan pertumbuhan
Jam 21.00 dan perkembangan
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135  Intervensi : Stimulasi
ml melalui NGT dan membilas dengan tumbuh kembang anak sesuai
50 ml air. usia perkembangan.
1,2,3  Menerima hasil laboratorium analisis
tinja; Makroskopis, mikroskopis dan Diagnosis 6
pencernaan dalam batas normal  Respon Adaptif : Klien tidak
ada mual muntah, Lokasi
sekitar IVFD; tidak ada
kemerahan, bengkak, nyeri.
Tanda-tanda vital normal,
tidak ada sianotis. Orang tua
dapat melakukan perawatan
mulut anak dengan baik.
IVFD sudah di aff, klien
sudah selesai prokemoterapi
 Respon Inefektif : -
 Proses Adaptasi : klien
beradaptasi secara integrasi
terhadap masalah risiko
cedera berhubungan proses
malignan dan kemoterapi.
 Intervensi : -

Tanggal 21 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 21.00
Jam 07.30
Mengkaji perkembangan perawatan pada Diagnosis 1
hari sebelumnya;  Respon Adaptif : Ibu klien
1,4  Lingkar perut klien tanggal 19 maret mengatakan anaknya tidak
2016; 67,5 cm dan 62,5 cm, tanggal 20 ada muntah. Klien tidak
Maret 2016; 68,5 cm dan 63cm. anemis. Makanan cair F135
Pengikuran saat ini; 66 cm dan 62 cm. 4x135 ml, semua dapat
1,2,4  Tanggal 19 Maret 2016, menerima hasil diberikan melalui NGT. BAB
laboratorium; Hemoglobin 8,3 g/dl, konsistensi lunak 1 kali
Hematokrit 27%, Trombosit (pagi). Klien sudah mulai
279.000/µL, Leukosit 11.780/µL, meminta makanan selingan.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
66

Basofil 0,1%, Eosinofil 0,2%, Neutrofil  Respon Inefektif : klien


73,4%, Limfosit 18,4%, Monosit 5,9%, tampak buncit, lingkar perut
LED 13 mm, MCV 72,8 fL, MCH 22,4 66 cm dan pusat 62 cm. klien
pg, MCHC 30,7 g/dl, SGOT 80 U/L, terpasang NGT. klien makan
SGPT 19 U/L, Albumin 2,92 g/dl, makanan biasa ½ - 2/3 porsi.
Globulin 3,48, Alb.glob.ratio 0,9,  Proses Adaptasi : Klien
Protein total 6,4.gr/dl, Kreatinin darah beradaptasi secara kompensasi
0,20 mg/dl, Ureum darah 24 mg/dl. terhadap ketidakseimbangan
1  Memberikan Albumin 25%+Lasix 10 nutrisi.
mg 50 ml/IV, selama 3 hari (19-20-21  Intervensi : melakukan
Maret 2016) monitoring nutrisi,
1,2  Tanggal 20 Maret 2016 melakukan manajemen nutrisi, memenuhi
transfusi PRC 200 ml kebutuhan nutrisi, yaitu yaitu
1  Ada muntah; tanggal 19 maret 2016 1 1480 kkal berupa makanan
kali, 20 maret 2016 1 kali. biasa 800 kkal 2 kali, dan
2  Menghitung balance cairan 24 jam F135 4x135 ml (720 kkal)
(06.00-06.00); masukan 1190 ml,
haluaran 1340 ml+IWL 399 ml, Diagnosis 2
balance cairan -549 ml. Diuresis 4,2  Respon Adaptif : turgor kulit
ml/kgBB/jam elastis, membran mukosa
Jam 08.00 lembab, akral hangat, CRT < 2
1  Mengikuti ronde devisi metabolik; dtk, klien sudah 2 kali
kemampuan makan klien mulai meminta minum (50-60 ml).
meningkat (makanan selingan/ biskuit Diuresis 4,2 ml/kgBB/jam.
dihabiskan), perubahan diet makanan  Respon Inefektif : Ibu
menjadi makanan biasa 800 kkal 2 kali, mengatakan anaknya masih
dan F135 6x135 ml (720 kkal) malas minum, klien terpasang
Jam 09.00 NGT. balance cairan 24 jam
1,4  Mengatur posisi semifowler pada klien (06.00-06.00); masukan 1190
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 ml, haluaran 1739 ml, balance
ml melalui NGT dan membilas dengan cairan -549 ml.
50 ml air.  Proses Adaptasi : Klien
1,2  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien beradaptasi secara kompensasi
mengatakan anaknya tidak ada muntah terhadap masalah risiko
Jam 09.30 kekurangan volume cairan.
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil  Intervensi : Observasi tanda-
merengek, skala nyeri 2 tanda vital, status hidrasi,
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi balance cairan. Berikan cairan
dan mengusap-usap perut bagian bawah sesuai kebutuhan.
Jam 12.00
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit Diagnosis 4
elastis, membran mukosa lembab, akral  Respon Adaptif : Klien dapat
hangat, CRT < 2 dtk beristirahat baik, skala nyeri
2,4  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,8oC, 1. Orang tua dapat melakukan
Nadi 110x/mnt, RR 24x/m, TD 102/60 menajemen nyeri distraksi
mmHg. dengan baik
4  Memberikan terapi paracetamol sirup  Respon Inefektif : ; klien
150 mg (6 ml) PO tampak merintih/menangis
 Memberikan terapi antibiotik; jika merasa nyeri. Nyeri
Cefotaxim 350 mg PO hilang timbul, bertambah jika
1,2  Mengatur posisi duduk pada klien klien banyak bergerak, skala
1  Memberikan klien nutrisi makanan nyeri 2. Lingkar perut klien;
biasa; klien makan 2/3 porsi 66 cm dan 62 cm
2  Memberikan klien minum 70 ml  Proses Adaptasi : klien
Jam 15.00 beradaptasi secara kompensasi
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135 terhadap masalah nyeri
ml melalui NGT dan membilas dengan  Intervensi : Melakukan
50 ml air. teknik distraksi, tindakan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
67

1  Memberikan Albumin 25%+Lasix 10 kenyamanan dan pemberian


mg 50 ml/iv. analgetik.
Jam 17.00
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil
merengek, skala nyeri 2
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi
dan mengusap-usap perut bagian bawah
Jam 18.00
2,4  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC,
Nadi 120x/mnt, RR 26x/m, TD 101/65
mmHg
1,2  Monitoring; klien tidak ada mual
muntah
2  Menghitung Intake-output cairan 12
jam (06.00-18.00); masukan 620 ml,
haluaran 350 ml, Diuresis 2,2 ml/kgBB/
jam
 Memberikan terapi antibiotik;
Cefotaxim 350 mg PO.
Jam 18.30
1,4  Mengatur posisi duduk pada klien
2  Memberikan klien nutrisi makanan
biasa; klien makan ½ porsi
1,2  Memberikan klien minum 60 ml
Jam 20.00
4  Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO
Jam 21.00
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.

Tanggal 22 Maret 2016


Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Jam 21.00
1,2,4 Jam 07.30
 Menerima hasil laboratorium; Diagnosis 1
Hemoglobin 9,5 g/dl, Hematokrit  Respon Adaptif : Ibu klien
29,6%, Eritrosit 3,8 106/µL, Trombosit mengatakan selera makan
173.000/µ, Leukosit 15.280/µL, Basofil anaknya mulai meningkat.
0,1%, Eosinofil 0,6%, Neutrofil 88,9%, Klien tidak anemis. Makanan
Limfosit 8,5%, Monosit 1,9%,LED 15 cair F135 4x135 ml, semua
mm, MCV 76,1 fL, MCH 24,4 pg, dapat diberikan melalui NGT.
MCHC 32,1 g/dl, Albumin 4,44 g/dl. Klien meminta makanan
1,4  Mengukur lingkar perut; 65 cm dan selingan. Albumin 4,44 g/dl.
61,5 cm.  Respon Inefektif : klien
1,2  Monitoring mual dan muntah; jam tampak buncit, lingkar perut
05.00 klien ada muntah 1 kali (isi 65 cm dan pusat 61,5 cm.
cairan). klien terpasang NGT. klien
2  Menghitung balance cairan 24 jam makan makanan biasa 2/3
(06.00-06.00); masukan 1200 ml, porsi. Ibu mengatakan
haluaran 780 ml+IWL 399 ml, balance anaknya ada muntah 1 kali
cairan +21 ml. Diuresis 2,4 (jam 05.00).
ml/kgBB/jam  Proses Adaptasi : Klien
beradaptasi secara kompensasi

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
68

Jam 09.00 terhadap ketidakseimbangan


1,4  Mengatur posisi semifowler pada klien nutrisi.
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135  Intervensi : melakukan
ml melalui NGT dan membilas dengan monitoring nutrisi,
50 ml air. manajemen nutrisi, memenuhi
1,2  Mengkaji mual dan muntah; Ibu klien kebutuhan nutrisi, yaitu yaitu
mengatakan anaknya tidak ada muntah 1480 kkal berupa makanan
Jam 11.00 biasa 800 kkal 2 kali, dan
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil F135 4x135 ml (720 kkal)
merengek, skala nyeri 2
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi Diagnosis 2
dan mengusap-usap perut bagian bawah  Respon Adaptif : turgor kulit
Jam 12.00 elastis, membran mukosa
2  Monitor status hidrasi klien; turgor kulit lembab, akral hangat, CRT <
elastis, membran mukosa lembab, akral 2 dtk, balance cairan 24 jam
hangat, CRT < 2 dtk (06.00-06.00); masukan 1200
1,2,4  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,5oC, ml, haluaran 780 ml+IWL
Nadi 112x/mnt, RR 22x/m, TD 96/58 399 ml, balance cairan +21
mmHg. ml. diuresis 2,4 ml/kgBB/jam
4  Memberikan terapi paracetamol sirup klien sudah 2 kali meminta
150 mg (6 ml) PO minum (60-70ml). Ibu
 Memberikan terapi antibiotik; mengatakan keinginan
Cefotaxim 350 mg PO minum anak semakin
1,4  Mengatur posisi duduk pada klien meningkat
1  Memberikan klien nutrisi makanan  Respon Inefektif : -
biasa; klien makan 2/3 porsi  Proses Adaptasi : Klien
2  Memberikan klien minum 80 ml beradaptasi secara integrasi
Jam 13.00 terhadap masalah risiko
1,2  Melakukan discharge planning kekurangan volume cairan.
Jam 15.00  Intervensi : -
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan Diagnosis 4
50 ml air.  Respon Adaptif : Klien dapat
Jam 16.00 beristirahat baik, skala nyeri
4  Klien mengeluh nyeri perut, sambil 1. Orang tua dapat melakukan
merengek, skala nyeri 2 menajemen nyeri distraksi
4  Orang tua melakukan tehnik distraksi dengan baik. Lingkar perut
dan mengusap-usap perut bagian bawah menurun bertahap selama 2
Jam 18.00 hari. (65 cm dan 61,5 cm).
1,2,4  Mengukur tanda-tanda vital; SB 36,6oC,  Respon Inefektif : ; klien
Nadi 118x/mnt, RR 22x/m, TD 98/62 tampak merintih/menangis
mmHg jika merasa nyeri. Nyeri
1,2  Monitoring; klien tidak ada mual hilang timbul, bertambah jika
muntah klien banyak bergerak.
2  Menghitung Intake-output cairan 12  Proses Adaptasi : klien
jam (06.00-18.00); masukan 660 ml, beradaptasi secara kompensasi
haluaran 400 ml, Diuresis 2,5 ml/kgBB/ terhadap masalah nyeri
jam  Intervensi : Melakukan
 Memberikan terapi antibiotik; teknik distraksi, tindakan
Cefotaxim 350 mg PO. kenyamanan dan pemberian
Jam 18.30 analgetik.
1,4  Mengatur posisi duduk pada klien
1  Memberikan klien nutrisi makanan
biasa; klien makan 2/3 porsi
2  Memberikan klien minum 70 ml
Jam 20.00
4  Memberikan terapi paracetamol sirup
150 mg (6 ml) PO

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
69

Jam 21.00
1,2  Memberikan klien nutrisi (F135) 135
ml melalui NGT dan membilas dengan
50 ml air.

Tabel 2.12. Evaluasi Keperawatan pada An. M.A. saat Persiapan Pulang

Tanggal 23 Maret 2016 (Jam 10.00 klien pulang/keluar RS)


Diagnosis Evaluasi
Keperawatan Keperawatan

Diagnosis 1 ; Ketidak- Jam 09.00


seimbangan nutrisi  Respon Adaptif : klien tidak anemis, Makanan cair F135 4x135
kurang dari kebutuhan ml, semua dapat diberikan melalui NGT. Albumin 4,44 g/dl,
tubuh ukuran LLA tetap (11,3 cm) , Klien berkeinginan makanan
selingan. Ibu klien mengatakan selera makan anaknya sudah
meningkat, dan tidak ada muntah.
 Respon Inefektif : klien tampak kurus, perut klien tampak
buncit, lingkar perut menurun bertahap selama 2 hari ( sekarang;
65 cm dan pusat 61 cm). klien makan 2/3 porsi, masih terpasang
NGT.
 Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Diagnosis 4 ; Nyeri  Respon Adaptif : klien dapat beristirahat baik, skala nyeri 1.
akut Orang tua dapat melakukan menajemen nyeri distraksi dengan
baik.
 Respon Inefektif : klien tampak merintih/menangis jika merasa
nyeri. Nyeri hilang timbul, bertambah jika klien banyak
bergerak. Lingkar perut 65 cm dan 61 cm.
 Proses Adaptasi : klien beradaptasi secara kompensasi terhadap
masalah nyeri

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
70

BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

Bab ini menguraikan tentang ringkasan pencapaian kompetensi ners spesialis anak saat
melakukan praktik klinik keperawatan pada beberapa rumah sakit sebagai tatanan
pelayanan kesehatan. Kompetensi menggambarkan kemampuan ketrampilan tehnikal,
intelektual dan interpersonal. Bab ini memuat tentang kompetensi yang ingin dicapai
dalam kontrak belajar dan pencapaiannya, pembahasan pencapaian kompetensi serta
implementasi Evidence Based Nursing Practice yang di gunakan pada asuhan
keperawatan.

3.1. Pencapaian Kontrak Belajar


Kontrak belajar mengambarkan kompetensi yang ingin dicapai melalui praktik
klinik keperawatan ners spesialis anak. Kontrak belajar dibuat dalam 2 tahap
yaitu; Praktek ners spesialis tahap pertama, untuk praktik klinik keperawatan anak
lanjut dan Praktek ners spesialis tahap kedua untuk praktek klinik khusus. Kontrak
belajar dibuat sebelum residen praktik dan dikonsultasikan kepada supervisior dan
supervisior utama. Kontrak belajar meliputi tujuan praktik, aktivitas yang
dikaitkan dengan kompetensi, metode pelaksanaan aktivitas dan waktu atau jadwal
pelaksanaan.
3.1.1. Kontrak Belajar Praktik Klinik Keperawatan Anak Lanjut
Praktik klinik keperawatan anak lanjut terdiri dari; keperawatan anak lanjut
I (perawatan neonatus), keperawatan anak lanjut II (perawatan penyakit
infeksi/akut) dan keperawatan anak lanjut III (perawatan penyakit non
infeksi/kronis).
1) Keperawatan anak lanjut I (perawatan neonatus)
Praktik keperawatan neonatus dilaksanakan dengan target waktu
selama 4 minggu, pada pelayanan neonatus tingkat I, II dan III.
Pelayanan keperawatan neonatus tingkat I adalah neonatus normal,
stabil dan cukup bulan. Pelayanan keperawatan neonatus tingkat II
adalah bayi prematur yang memerlukan resusitasi dan stabilisasi, bayi
dengan penggunaan ventilasi mekanik jangka waktu singkat.
Sedangkan pelayanan keperawatan neonatus tingkat III adalah
pelayanan keperawatan neonatus intensif, yang memerlukan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati 70


Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
71

pengawasan terus menerus. Untuk itu target kompetensi pengelolaan


kasus yang dibuat residen sesuai dengan tingkat pelayanan neonatus
adalah kasus bayi dengan hiperbilirubin, BBLR dan IRDS (Idiopatik
respiration distress syndrome). Target ketrampilan prosedur pada
perawatan neonatus adalah perawatan metode kangguru, penilaian
masa gestasi, manajemen laktasi, resusitasi bayi, penerapan asuhan
perkembangan, pemantauan menggunakan alat kardiorespirasi,
pemantauan neonatus dengan terapi sinar.

Praktik ners spesialis keperawatan neonatus dilaksanakan diruang


perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta selama 4 minggu, yaitu pada
tanggal 14 September-9 Oktober 2015. Praktek dilakukan pada ruang
seruni (perawatan neonatus tingkat I dan II) dan ruang kemuning
(perawatan neonatus tingkat III/NICU). Residen melakukan asuhan
keperawatan pada 3 (tiga) neonatus sebagai kasus kelolaan, yaitu
neonatus cukup bulan dengan hiperbilirubinemia, neonatus dengan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR); neonatus kurang bulan (NKB), kecil
masa kehamilan (KMK), neonatus dengan transient tachypnea of the
newborn (TTN), Pada ruang perinatologi ini, residen juga memberikan
asuhan keperawatan pada neonatus dengan berbagai kasus, seperti;
hyaline membrane disease (HMD), pneumonia, necrotizing
enterocolitis (NEC), ventricular septal defect (VSD), sepsis awitan
dini, hirschsprung dengan kolostomi, neonatus kurang bulan dengan
sindrom down.

Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan


keperawatan pada ruang perinatologi adalah stabilisasi kondisi bayi,
mengoperasikan inkubator, menilai masa gestasi dengan menggunakan
ballard score, development care, pemberian fototerpy, monitoring
penggunaan alat bantu pernapasan-jantung (ventilator), manajemen
BBLR (perawatan metode kanguru), pemberian nutrisi dan cairan,
pemberian obat-obatan, pendidikan kesehatan tentang laktasi,
pendidikan kesehatan tentang penyakit /kondisi klien, discharge
planning dan melakukan dokumentasi keperawatan.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
72

2) Keperawatan anak lanjut II (perawatan penyakit infeksi/akut)


Praktik keperawatan penyakit infeksi/akut dilaksanakan dengan target
6 minggu, di ruang perawatan anak infeksi. Lingkup praktek
keperawatan penyakit infeksi/akut adalah memberikan asuhan
keperawatan pada anak berbagai usia dengan kondisi/penyakit akut
pada berbagai sistem tubuh, yang menyebabkan perubahan pemenuhan
kebutuhan dasar. Target kompetensi diruang rawat infeksi adalah
merawat anak dengan masalah sistem pernapasan, gangguan
keseimbangan cairan, masalah sistem gastro-hepatologi dan infeksi
sistem persarafan. Untuk itu target kompetensi pengelolaan kasus yang
dibuat residen sesuai dengan target pemberian asuhan keperawatan.
Target kompetensi yang disusun dalam kontrak belajar adalah merawat
anak dengan kasus broncopneumonia, diare dan meningitis.

Praktik ners spesialis dilaksanakan diruang perawatan anak infeksi


(gedung A) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 6 minggu,
yaitu pada tanggal 26 Oktober-4 Desember 2015. Praktek dilakukan
pada semua ruang perawatan anak infeksi dengan rotasi setiap 1
minggu. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3 (tiga) anak
sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan pneumonia aspirasi, anak
dengan diare + riwayat dehidrasi & asidosis metabolik, dan anak
dengan atresia biliary + Infeksi saluran perkemihan (ISK). Pada ruang
perawatan anak infeksi ini, residen juga memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti;
Laringomalasia, sepsis, kolestosis, epilepsi, hydrocephalus, atresia ani,
meningitis TB, fungus ball dan human immunodeficiency virus (HIV),
ventricular septal defect (VSD) dan decompensasi cordis, atresia ani
dan gizi buruk, budd chiary syndrome, efusi pleura, hematemesis cc
varices oesofagus.

Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan


keperawatan pada ruang perawatan anak infeksi adalah monitoring
menggunakan Nursing Early Warning Scoring System (NEWSS),
menilai GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, melakukan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
73

suction, mengidentifikasi status nutrisi, memberikan nutrisi melalui


NGT dan Nasojejunal feeding tube (NJFT), memasang NGT,
memberikan terapi oksigen, memberikan terapi inhalasi (nebulizer),
merawat luka, memasang infus, mengambil sampel darah vena,
merawat tracheostomy, merawat colostomy, pendidikan kesehatan
tentang laktasi, pendidikan kesehatan tentang penyakit /kondisi klien,
discharge planning dan melakukan dokumentasi keperawatan.

3) Keperawatan anak lanjut III (perawatan penyakit non infeksi/kronis)


Praktik keperawatan penyakit non infeksi/kronis dilaksanakan di ruang
perawatan anak non infeksi dengan target waktu selama 6 minggu.
Lingkup praktek keperawatan penyakit non infeksi/kronis adalah
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kondisi/penyakit
kronik pada berbagai sistem tubuh, yang menyebabkan perubahan
pemenuhan kebutuhan dasar. Target kompetensi diruang rawat non
infeksi dapat dipilih dari beberapa kasus sebagai berikut; merawat anak
dengan gangguan hematologi, kardiovasikuler, sistem perkemihan,
onkologi dan anak dengan kebutuhan khusus. Untuk itu target
kompetensi pengelolaan kasus yang dibuat residen dalam kontrak
belajar yaitu; merawat anak dengan thalasemia, leukemia limfoblastik
akut dan sindroma nefrotik.

Praktik ners spesialis diruang perawatan anak non infeksi dilaksanakan


di RSPAD Gotot Soebroto selama 6 minggu, pada tanggal 7 Desember
2015-15 Januari 2016. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 3
(tiga) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan neuroblastoma,
leukemia mieloblastik akut, limfoma non hodgkin. Pada ruang
perawatan anak non infeksi ini, residen juga memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; leukemia
limfoblastik akut, ewing sarcoma, kanker nasofaring, yolk salk tumor,
kanker ovarium, retinoblastoma, hemophilia, idiophatic
thrombocytopenic purpura (ITP), diabetes malitus dan hypertensi.

Kompetenesi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan


keperawatan pada ruang perawatan anak non infeksi adalah menilai

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
74

GCS, menghitung kebutuhan dan balance cairan, mengidentifikasi


status nutrisi, memberikan nutrisi melalui NGT, memasang NGT,
memberikan terapi oksigen, memberikan terapi inhalasi (nebulizer),
memasang infus, mengambil sampel darah vena, manajemen nyeri
(non farmakologi), kompres, memberikan transfusi darah (PRC dan
TC), perawatan stomatitis, pemberian dan monitoring kemoterapi,
pemberian obat-obatan, terapeutic play, pendidikan kesehatan tentang
penyakit/kondisi klien, discharge planning dan melakukan
dokumentasi keperawatan.

3.1.2. Kontrak Belajar Praktik Klinik Khusus


Praktik keperawatan klinik khusus adalah praktek berdasarkan area
peminatan yang diminati oleh residen. Area peminatan yang dipilih oleh
residen adalah non infeksi. Praktek ini dilaksanakan dengan target waktu
11 minggu. Pada praktek klinik khusus, residen dapat menambah
ketrampilan profesionalnya sekaligus dapat melengkapi target yang sudah
ditentukan pada semester sebelumnya, sehingga menjadi lebih percaya diri
pada area peminatan yang diminatinya. Target kompetensi kasus kelolaan
pada praktik klinik khusus ini adalah merawat anak dengan gangguan
nutrisi, gangguan pembekuan darah/kelainan darah, gangguan
kardiovasikuler dan gangguan pada sistem perkemihan. Kasus kelolaan
yang disusun oleh residen pada kontrak belajar adalah merawat anak
dengan gangguan nutrisi, merawat anak dengan gangguan kardiovasikuler,
merawat anak dengan gangguan sistem perkemihan, dan merawat anak
dengan gangguan hematologi-onkologi.

Praktik keperawatan klinik khusus oleh ners spesialis diruang perawatan


anak non infeksi dilaksanakan pada 2 rumah sakit, yaitu RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta dilaksanakan selama 6 minggu, yaitu pada tanggal
15 Februari-25 Maret 2016 dan RSAB Harapan kita Jakarta dilaksanakan
selama 5 minggu, yaitu pada tanggal 28 Maret-29 April 2016. Praktek
dilakukan pada ruang perawatan kemoterapi, ruang perawatan netropeni,
ruang perawatan kanker dan ruang perawatan penyakit non infeksi
(kardiovasikuler dan perkemihan). Residen melakukan asuhan
keperawatan pada 5 (lima) anak sebagai kasus kelolaan, yaitu anak dengan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
75

osteosarkoma, gagal ginjal kronik, hepatoblastoma + gizi buruk, leukemia


limfoblastik akut + obesitas, tumor willm’s + gizi buruk. Pada ruang
perawatan anak non infeksi ini, residen juga memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan berbagai kasus, seperti; leukemia
limfoblastik akut, leukemia myeloblastik akut, neuroblastoma, limfoma
non hodgkin, yolk salk tumor, retinoblastoma, hemophilia, idiophatic
thrombocytopenic purpura (ITP), hematemesis melena cc. varices
oesofagus, synovio sarcoma, soft tissue tumor region femur, teratoma,
Germ cell tumor, thalasemia, anemia aplastik, sistemik lupus eritematous,
penyakit jantung rematik, sindroma nefrotik resisten steroid (SNRS).

Kompetensi yang telah diperoleh residen terkait dengan tindakan


keperawatan pada ruang perawatan anak non infeksi adalah monitoring
menggunakan NEWSS, menilai GCS, menghitung kebutuhan dan balance
cairan, mengidentifikasi status nutrisi, memasang NGT, memberikan
nutrisi melalui NGT, memberikan terapi inhalasi (nebulizer), memberikan
terapi oksigen, mengambil sampel darah vena, memasang infus,
manajemen nyeri (non farmakologi), kompres, memberikan transfusi darah
(PRC dan TC), manajemen mual muntah (akupresur), perawatan
stomatitis, melakukan prosedur dialisis menggunakan continous
ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), pemberian obat-obatan,
pemberian dan monitoring kemoterapi, terapeutic play, pendidikan
kesehatan tentang penyakit/kondisi klien, discharge planning dan
melakukan dokumentasi keperawatan.

3.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian


Kompetensi

Standar kompetensi perawat diartikan sebagai patokan atau ukuran yang


disepakati terhadap kemampuan seorang perawat dalam menyelesaikan tugas atau
pekerjaannnya sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kemampuan
tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diobservasi.
(PPNI, 2010). Standar kompetensi perawat diperlukan untuk memastikan agar
masyarakat sebagai penerima pelayanan mendapatkan asuhan keperawatan yang
aman dan berkualitas.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
76

Standar kompetensi perawat merupakan pedoman bagi perawat untuk


menjalankan peran profesinya. Menurut International Council of Nursing (ICN,
2009) standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang ners spesialis adalah
melakukan praktek secara profesional sesuai etik dan legal (professional, ethical
and legal practice), melakukan manajemen keperawatan dan memberikan asuhan
keperawatan (care provision and management), mengembangkan kualitas
pelayanan keperawatan termasuk mengembangkan profesionalisme dan
personalisme (professional, personal and quality development).

Pencapaian kompetensi perawat ini diperoleh melalui praktek ners spesialis


keperawatan anak dalam 2 tahap, yaitu Tahap pertama dilaksanakan selama 16
minggu, yaitu pada tanggal 14 September 2015-15 Januari 2016 dan tahap kedua
selama 11 minggu, yaitu tanggal 15 Februari 2015-29 April 2016. Praktek ners
spesialis tahap pertama dilaksanakan di RSAB Harapan Kita Jakarta, RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan RSPAD Gotot Soebroto. Sedangkan praktek
ners spesialis tahap kedua dilaksanakan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
dan RSAB Harapan Kita Jakarta. Berikut ini adalah pencapaian kompetensi ners
spesialis anak sesuai peran perawat sebagai pemberi asuhan, advokator, pendidik,
peneliti dan sebagai inovator.

3.2.1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan


Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan langsung pada bayi,
anak dan keluarga. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan secara
komprehensif mengacu pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian
keperawatan, menganalisa masalah keperawatan, menegakkan diagnosa
keperawatan, merencanakan dan melakukan intervensi keperawatan serta
melakukan evaluasi keperawatan. Residen memberikan asuhan
keperawatan pada anak sesuai standar kompetensi dengan memperhatikan
prinsip tanggung jawab, etik dan legal keperawatan. Penerapan prinsip ini
yaitu dengan menjaga kerahasiaan informasi dari klien dan keluarga,
memberikan kebebasan pada klien dan keluarga untuk menetukan sendiri
asuhan keperawatan yang diberikan dan menghormati hak-hak dari pada
klien. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis anak dan keluarga, mendampingi keluarga

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
77

sebagai partner sesuai prinsip family centered care, dan bekerja sama
dengan tim kesehatan lainnya dalam meningkatkan kesehatan anak.

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan residen pada 3(tiga)


ruangan perawatan anak yaitu perinatologi, anak infeksi dan non infeksi.
Pada ruang perawatan perinatologi residen memberi asuhan keperawatan
pada bayi dengan 10 (sepuluh) kasus yang berbeda. Di ruang perawatan
anak infeksi, pemberian asuhan keperawatan dilakukan residen pada 17
(tujuhbelas) kasus, sedangkan di ruang non infeksi sebanyak 26 (duapuluh
enam) kasus yang berbeda. Pemberian asuhan keperawatan di ruang
perawatan perinatologi sudah sesuai dengan target kompetensi dalam
kontrak belajar, baik untuk pengelolaan kasus maupun ketrampilan
prosedur. Pada ruang perawatan anak infeksi, target pengelolaan kasus
meningitis diganti dengan atresia biliary + Infeksi saluran perkemihan
(ISK) karena kasus meningitis TB ada pada saat 2 hari menjelang selesai
praktik di ruangan tersebut, sehingga kasus meningitis diambil sebagai
kasus resume. Sedangkan pada ruang perawatan non infeksi, target kasus
thalassemia dan sindroma nefrotik tidak di dapatkan pada tahap 1, namun
kasus tersebut dapat dicapai residen pada tahap ke 2. Target kasus kelolaan
untuk penyakit gangguan kardiovasikuler pada tahap 2 di ruang perawatan
non infeksi dicapai residen dengan memberi asuhan keperawatan pada
anak dengan penyakit jantung rematik. Namun target kasus kelolaan dibuat
dalam bentuk resume karena minimnya kasus tersebut di lahan praktek.
Pencapaian ketrampilan prosedur untuk ruang perawatan anak infeksi dan
non infeksi sudah dapat dicapai sesuai target kompetensi.

3.2.2. Peran Sebagai Advokat


Peran sebagai advokat dilakukan oleh residen dengan membantu klien dan
orang tua dalam menginterpretasikan berbagai informasi dalam pemberian
asuhan keperawatan sehingga keluarga dapat menentukan keputusan
sendiri tanpa paksaan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Dalam
melaksanakan peran ini ners spesialis berfungsi sebagai penghubung antara
keluarga dengan tim kesehatan lainya dengan tetap memperhatikan aspek
etik dan legal keperawatan.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
78

Permasalahan yang pernah dihadapi oleh residen saat praktik ners spesialis
keperawatan anak yaitu pada saat orang tua klien mempertanyakan tentang
perubahan protokol kemoterapi anaknya. Klien terdiagnosa dengan Acute
myeloblastic leukemia (AML) setahun yang lalu dan dalam menjalani
kemoterapi klien sudah pernah mengalami perubahan protokol kemoterapi
dari protokol AML menjadi protokol Leukemia akut non fimfoblastik. Saat
ini klien dirawat untuk dilakukan kemoterapi mengalami perubahan
protokol lagi menjadi Non hodgkin lymphoma (NHL). Tindakan yang
dilakukan residen terkait dengan peran advokator adalah berupaya
menfasilitasi keluarga dengan berkonsultasi dengan dokter tentang
perubahan protokol kemoterapi tersebut. Dokter kemudian mendatangi
keluarga dan menjelaskan alasan perubahan protokol tersebut yaitu karena
disesuaikan dengan hasil biopsi sebelumnya. Residen tetap mendampingi
keluarga saat penjelasan berlangsung. Setelah mendapatkan penjelasan,
keluarga diminta untuk memutuskan sendiri apakah bersedia atau tidak
bersedia melanjutkan kemoterapi dengan protokol baru tersebut. Residen
dalam menjalankan peran ini berusaha bersikap profesional dan caring
serta menghormati hak-hak klien. Keluarga klien akhirnya memutuskan
bersedia kemoterapi menggunakan protokol Non hodgkin lymphoma.

3.2.3. Peran Sebagai Pendidik


Memberikan pendidikan kesehatan merupakan salah satu peran penting
dari ners spesialis anak. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan
residen pada berbagai tingkatan, yaitu pada klien dan keluarga, mahasiswa
DIII dan S1 keperawatan yang praktek seruangan dengan residen serta
kepada perawat ruangan sebagai teman sejawat. Pendidikan kesehatan
pada klien dan keluarga dilakukan dengan tujuan agar anak dan keluarga
dapat beradaptasi dengan hospitalisasi dan prosedur tindakan serta
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam merawat
anaknya. metode yang digunakan pada anak dan keluarga adalah ceramah
dan diskusi, yang meliputi informasi tentang; manfaat ASI dan teknik
menyusui yang baik, perawatan metode kangguru, pemberian makanan
melalui NGT menggunakan feeding burette, efek kemoterapi, antisipasi
mual dan muntah, mencuci tangan menggunakan 6 langkah WHO,

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
79

perawatan mulut dan mukositis, manajemen nyeri menggunakan teknik


distraksi.

Pendidikan kesehatan pada mahasiswa DIII dan S1 Keperawatan dilakukan


pada saat residen praktik di ruang perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta,
di ruang perawatan infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan di
ruang perawatan non infeksi RSPAD Gotot Soebroto. Saat tersebut,
bertepatan ada mahasiswa keperawatan yang praktek bersama dengan
residen. Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan bedside
teaching. Pendidikan kesehatan meliputi materi tentang asuhan
keperawatan yang terdapat pada ruang perinatologi, infeksi dan non
infeksi, seperti asuhan keperawatan pada anak dengan hyperbilirubin,
BBLR, hydrocephalus, atresia bilier, leukemia (ALL dan AML) dan
kemoterapi.

Kegiatan pendidikan kesehatan tidak terstruktur yang dilakukan residen


pada perawat ruangan dilaksanakan saat selesai operan dinas pagi, yang
dilanjutkan dengan pemberian materi dan diskusi. Pendidikan kesehatan
tentang hasil penelitian dalam jurnal yang dapat diaplikasikan sesuai hasil
pengamatan fenomena yang ada di tempat praktik saat itu. diantaranya
adalah; efektivitas kain putih yang digantung pada sisi lampu fototerapi,
efektivitas posisi prone terhadap residu lambung bayi premature,
pemberian makanan cair melalui NGT menggunakan feeding burette,
menentukan panjang NGT dengan menggunakan metode nose-ear-mid-
umbilicus/NEMU dan manajemen mual muntah karena kemoterapi
menggunakan akupresur.

Pendidikan kesehatan terstrukur dilakukan residen secara tim (3 orang


residen) di ruangan non infeksi (ruang anggrek) RSAB Harapan Kita
Jakarta. Presentasi menggunakan power point dan LCD dengan topik
“Perawatan Paliatif”. Topik ini dipilih karena hanya 1 perawat saja di
ruang anggrek tersebut yang pernah mengikuti seminar perawatan paliatif.
Sementara selama 5 minggu praktik pada ruangan tersebut, terdapat 6
pasien yang dirawat dengan paliatif. Metode yang digunakan pada
pendidikan kesehatan ini adalah ceramah, dan diskusi. Presentasi ini

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
80

dihadiri oleh perawat ruangan, pembimbing praktik, kepala ruangan dan


bagian keperawatan rumah sakit.

3.2.4. Peran Sebagai Peneliti


Penelitian merupakan salah satu metode efektif yang digunakan untuk
mendapatkan intervensi keperawatan yang berdasarkan pada evidence
based practice (pembuktian ilmiah). Sebagai calon perawat spesialis anak,
residen berkewajiban memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Untuk itu residen perlu melakukan penelusuran berbagai jurnal penelitian
yang terkait dengan kasus yang ada agar hasil tersebut dapat diaplikasikan.
Hasil penelitian yang sudah diaplikasikan pada kasus kelolaan antara lain;
a. Pemberian posisi prone untuk menurunkan residu lambung pada bayi
prematur (Chen, Tzeng, Gau, Kuo & Chen, 2013).
b. Menurunkan kadar bilirubin dengan menggunakan kain putih yang
digantung pada sisi lampu fototerapi (Sivanandan, Chawla, Mirsa,
Agarwal & Deorari, 2009).
c. Menentukan panjang NGT dengan menggunakan metode nose-ear-
mid-umbilicus/NEMU lebih akurat dari pada metode nose-ear-
xiphoid/NEX (Ellett, Cohen, Perkins, Croffie, Lane & Austin, 2012).
d. Melakukan intervensi psikoedukasi pada anak yang mendapat
kemoterapi dalam mengendalikan mual dan muntahnya (Chan et al.
2015).
e. Melakukan pengkajian mual pada anak kanker dengan menggunakan
Baxter Retching Faces/BARF (Baxter et al. 2011)
f. Penggunaan terapi massage untuk menurunkan nyeri pada anak kanker
(Manuel & Mota, 2013).

3.2.5. Peran Sebagai Innovator


Peran sebagai innovator merupakan peran residen sebagai change agent
atau sebagai agen pembaharu. Peran sebagai innovator dilaksanakan
residen dengan membuat proyek inovasi. Proyek inovasi dilaksanakan
sebanyak 2 kali pada saat praktek ners spesialis tahap 1 diruang perawatan
anak infeksi dan praktek ners spesialis tahap 2 diruang non infeksi (gedung
A) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada tahap 1, proyek inovasi
dilaksanakan secara berkelompok (3 residen), sedangkan pada tahap 2,

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
81

proyek inovasi laksanakan secara mandiri. Pelaksanaan proyek inovasi ini


disesuaikan dengan kebutuhan pada unit pelayanan dimana residen
melakukan praktik.

Proyek inovasi ini didasarkan pada evidence based practice dan analisis
masalah menggunakan metode PICO yaitu populasi/problem, intervensi,
comparation dan outcome. Setelah masalah diidentifikasikan, maka
disusunlah strategi penyelesaian masalah yang meliputi kegiatan searching
literatur/jurnal, membuat kerangka acuan/proposal, melakukan konsultasi
pada pembimbing dan supervisior, melakukan koordinasi dengan kepala
ruangan/poliklinik, presentasi dan sosialisasi, melakukan implemetasi
intervensi, dan melakukan evaluasi terkait pelaksanan proyek inovasi.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan proyek inovasi menggunakan


pendekatan PDSA (plan, do, study, act). Plan adalah mengidentifikasi
persiapan akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan. Do adalah
melaksanakan kegiatan perubahan. Kegiatan yang dilakukan perlu
dievaluasi pada tahap study untuk mengetahui keberhasilan perubahan, dan
act adalah melakukan tindakan perbaikan sesuai hasil keberhasilan
perubahan.

3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice


Evidence Based Nursing Practice atau praktek keperawatan berbukti ilmiah pada
karya ilmiah ini berorientasi pada pendidikan kesehatan anak dan keluarga di
ruang perawatan terkait dengan pemberian nutrisi pada anak. EBP ini dipilih
sesuai hasil analisa residen terhadap masalah yang terjadi di lahan praktik dan
digunakan sebagai solusi masalah yang dirancang dalam proyek inovasi. Proyek
inovasi diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi pengembangan mutu
kualitas pelayanan keperawatan, lebih khusus pada pelayanan keperawatan anak.

Inovasi pertama yang dilakukan residen adalah tentang pemberian nutrisi


(makanan cair) melalui NGT menggunakan feeding burette. Masalah yang
ditemukan banyaknya kekeliruan yang dilakukan keluarga dalam pemberian
makanan cair melalui NGT dengan menggunakan feeding burette. Hal ini dapat
beresiko terjadinya bahaya aspirasi. Pemberian nutrisi pada klien merupakan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
82

tanggung jawab perawat dengan melibatkan keluarga sebagai aplikasi filosofi


Family centered care. Untuk itu perawat perlu melakukan edukasi agar pemberian
nutrisi ini dapat dilakukan dengan benar. Berdasarkan pengamatan residen di
ruangan infeksi selama 10 hari terdapat 4 pasien pulang dengan terpasang NGT.
Tujuan inovasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
keluarga dalam pemberian nutrisi melalui NGT menggunakan feeding burette.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengedentifikasi pasien anak yang


mendapat nutrisi enteral melalui NGT menggunakan feeding burette. Selanjutnya
ners spesialis melakukan pretest pengetahuan dan ketrampilan dengan
menggunakan lembar pertanyaan dan lembar observasi. Kontrak waktu yang baik
dibuat bersama keluarga untuk pelaksanaan edukasi. Edukasi dilakukan dengan
menggunakan media leaflet berwarna selama 15-30 menit. Evaluasi dilakukan
setelah sehari pelaksanaan edukasi dengan melakukan observasi terhadap
pemberian nutrisi enteral melalui NGT menggunakan feeding burette. Post test
pengetahuan dilakukan dengan mengisi kembali lembar kuesioner. Hasil evaluasi
dari intervensi ini terhadap 16 keluarga didapatkan adanya peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan dalam pemberian nutrisi (makanan cair) melalui
NGT menggunakan feeding burette. Pengetahuan awal sebesar 41,71% dan
sesudah edukasi menjadi 71,59%. Keterampilan awal 55,05% dan sesudah edukasi
menjadi 86,29%.

Inovasi kedua tentang antisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat
kemoterapi di poliklinik hemato-onkologi. Masalah yang ditemukan yaitu
antisipasi mual muntah berupa pemberian terapi antiemetik saja dan intervensi
keperawatan untuk menunjang terapi tersebut kurang dilakukan oleh perawat.
Tujuan inovasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam
mengantisipasi mual muntah karena kemoterapi melalui pendidikan kesehatan
yang dilakukan oleh perawat. Selain itu hasil inovasi ini dapat digunakan sebagai
kajian prosedur tindakan keperawatan yang direkomendasikan dalam praktek
keperawatan. Pendidikan kesehatan menggunakan leaflet yang berisikan informasi
tentang terapi akupresur, perawatan mulut standar, pembuatan larutan garam
(konsentrasi hampir sama dengan NaCl 0,9%) untuk kumur, mengurangi stimulasi
lingkungan dan pengaturan makan minum.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
83

Langkah-kangkah yang dilakukan mengacu pada metode PDSA, yaitu plan,


persiapan pendidikan kesehatan seperti; pasien sheet, Satuan Acara Penyuluhan,
leaflet dan kuesioner pengetahuan. Do (melakukan intervensi), pada hari 0 :
mengidentifikasi klien sesuai kriteria, melakukan pretest, melakukan pendidikan
kesehatan termasuk demontrasi akupesur, pembuatan larutan garam untuk kumur
dan melakukan posttest pengetahuan. Hari ke 1 sampai hari ke 3 : melakukan
kontak melalui telepon/handphone pada keluarga untuk mengetahui intervensi
yang sudah dilakukan dan episode mual muntah. Study, melakukan evaluasi hasil
intervensi yaitu dengan menganalisis perubahan pengetahuan, manajemen non
farmakologi yang sudah dilakukan dan episode mual muntah. Hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut: terjadi peningkatan pengetahuan pada sampel
berjumlah 13 anak setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Tidak terjadi muntah
pada anak yang diedukasi setelah mendapat kemoterapi dengan jenis minimal, low
dan moderate emetic risk. Besarnya perubahan pengetahuan dapat dilihat pada
diagram berikut ini;

Gambar 3.1. Diagram Pengetahuan Keluarga


dalam Mengantisipasi Mual Muntah karena Kemoterapi

Pada tahap Act, diharapkan hasil ini dapat ditindak lanjuti untuk menunjang
keberhasilan program kemoterapi. Hasil ini sudah dipresentasikan oleh residen
pada tanggal 22 Maret 2016 di ruang pertemuan perawat gedung kiara RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sosialisasi ini dihadiri oleh pembimbing praktek
dari institusi dan rumah sakit, kepala ruangan perawatan non infeksi, kepala
perawatan rawat jalan, perawat ruang non infeksi di rawat nginap dan di poliklinik
hemato-onkologi, serta perawat anak di ruangan lain yang tertarik dengan topik
presentasi.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
84

BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang pembahasan penerapan model adaptasi Roy dalam asuhan
keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi. Pembahasan
ini dibagi sesuai tahap asuhan keperawatan menurut model adaptasi Roy, yaitu
pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, tujuan, intervensi, dan
implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan. Selain itu pada bab ini juga
membahas praktik ners spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi.

4.1. Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi

Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk
memelihara kehidupan manusia, menunjang pertumbuhan, dan membantu
perbaikan jaringan. Menurut Roy (2009), pemenuhan kebutuhan nutrisi termasuk
salah satu mode adaptasi fisiologis yang dapat dipengaruhi oleh prilaku inefektif
atau adaptif. Salah satu indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat dilihat dari
status gizi anak (Sjarif et al. 2014). Bila asupan nutrisi kurang, dapat berpeluang
terjadinya penurunan berat badan dan akhirnya anak akan menjadi kurus.
Sebaliknya jika asupan nutrisinya lebih, dapat berpeluang terjadinya peningkatan
berat badan dan akhirnya anak akan menjadi gemuk. Untuk itu asupan nutrisi yang
adekuat pada anak harus sesuai atau seimbang dengan pengeluaran energi
(Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2009).

Berikut ini akan dibahas penerapan model adaptasi Roy yang digunakan sebagai
kerangka berpikir dalam asuhan keperawatan pada 5 kasus kelolaan dengan
masalah nutrisi. Adapun diagnosis medis dari 5 kasus kelolaan ini adalah
Osteosarkoma, Limfoma non hodgkin, Hepatoblastoma, Tumor willm’s, dan
Leukemia limfoblastik akut. Kelima kasus memiliki status gizi yang tidak sama,
yaitu 2 kasus dengan status gizi buruk, 1 kasus dengan status gizi kurang, 1 kasus
dengan status obesitas dan 1 kasus dengan gizi normal. Menurut Sjarif et al.
(2014), pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak kanker, baik dengan status gizi
normal, gizi kurang, gizi buruk, gizi lebih atau obesitas pada prinsipnya bertujuan

84 Ponidjan, FIK UI, 2016


Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Universitas Indonesia
85

agar berat badan menjadi ideal. Pembahasan pada 5 kasus ini disesuaikan dengan
enam langkah proses keperawatan menurut teori model adaptasi Roy.

4.1.1. Pengkajian Perilaku


Pengkajian perilaku dapat dilakukan dengan pengukuran, pengamatan dan
laporan dari anak serta keluarga sebagai data subjektif. Ada 4 mode
adaptasi yang digunakan untuk mengkaji perilaku yaitu fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi. Pada adaptasi fisiologis, perilaku
yang perlu dikaji terkait dengan oksigenisasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas
dan istirahat, perlindungan/proteksi, sensasi, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologi dan endokrin (Alligood, 2014).

Sesuai data hasil pengkajian perilaku pada ke 5 kasus menunjukkan adanya


perilaku inefektif sehubungan dengan kebutuhan nutrisi. Pada. anak M.A
(kasus 3) dan S.A (kasus 5) memiliki status gizi buruk/malnutrisi (<-3SD)
yang disertai dengan adanya iga gambang dan baggy pants. Pada kasus 5
ditemukan pula adanya wasting. Sedangkan pada anak A.N. (kasus 2)
memiliki status gizi kurang (-3<z<-2). Penentuan status gizi pada ketiga
anak ini menggunakan pengukuran LLA/U. Menurut Abad-Jorge, et al.
(2011), pada keadaan tertentu yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran
status gizi maka penentuan status gizi tidak menggunakan pengukuran
BB/TB, namun menggunakan pengukuran LL/U. Pada kasus 3 dan 5
terdapat massa intraabdomen yang menyebabkan perut menjadi buncit.
Sedangkan pada kasus 2 terdapat massa pada kedua mata (proptosis). Anak
H (kasus 1) memiliki status gizi normal (IMT 21,29/-1<z<1), namun
beresiko terjadi masalah nutrisi karena perilaku inefektif yang nampak dari
anak H adalah muntah 2 kali pascakemoterapi yang disertai dengan mual
dan anoreksia. Sedangkan pada anak G.K (kasus 4) memiliki status gizi
obesitas (BB/TB: 16/11,4; 140%) dengan perilaku inefektif yaitu
peningkatan selera makan. Menurut Sjarif et al. (2014), status gizi kategori
obesitas jika persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal
>120%.

Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus 3, 5, dan 2, ketiganya mengalami


penurunan berat badan sejak terdiagnosis penyakit kanker. Anak M.A.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
86

(kasus 3) mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 4 bulan


terakhir, anak S.A.(kasus 5) sebanyak 6 kg setahun terakhir dan anak A.N.
(kasus 2) sebanyak 2 kg dalam 3 bulan terakhir. Menurut Tomlinson dan
Kline (2010), pada awal terdiagnosa kanker seorang anak akan mengalami
penurunan berat badan lebih dari 5%. Penurunan berat badan ini disebabkan
karena peningkatan proses metabolisme katabolik, yang berdampak pada
hilangnya jaringan adiposa dan masa otot serta peningkatan (RES) resting
energy expenditure (Tisdale, 2009). Pada anak kanker kebutuhan akan
nutrisi dapat meningkat hingga lebih dari 20 %. Jenis kanker pada anak
M.A., S.A. dan A.N. adalah hepatoblastoma, tumor willms dan limfoma
non hodgin. Ketiga penyakit kanker ini termasuk jenis tumor padat (solid
tumor). Selwood, Ward, dan Gibson, (2010), malnutrisi sering dijumpai
pada anak dengan kanker jaringan padat (solid tumor). Anak dengan solid
tumor dan metastasis mempunyai prognosis yang lebih berat jika terjadi
kekurangan nutrisi, yang berdampak secara signifikan terhadap tingkat
kelangsungan hidup anak (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).

Anak dengan kanker pada umumnya menunjukkan penurunan asupan


nutrisi, hal ini disebabkan karena proses penyakit kanker atau efek samping
pengobatan, salah satunya adalah mual dan muntah (Tomlinson & Kline,
2010), Pada kasus 1 terjadi mual muntah setelah pemberian kemoterapi.
agen kemoterapi yang diberikan salah satunya adalah sisplatin. Menurut
Aseeri et al. (2012), sisplatin termasuk agen kemoterapi golongan high
emetic risk, dengan besarnya risiko adalah 90%. Mual muntah dapat
bervariasi, mulai dari beberapa menit hingga beberapa hari setelah
pemberian kemoterapi. Jenis mual muntah pada anak H. adalah delayed
nausea vomiting, karena sudah lebih dari 24 jam setelah pemberian
kemoterapi (Geiger & Wolfgram 2013). Mual muntah ini bila tidak
diantisipasi dapat menimbulkan masalah nutrisi seperti kekurangan gizi,
kekurangan elektrolit, dehidrasi dan penurunan berat badan dan masalah
psikologis (Rodgers, et al. 2012).

Efek samping lain dari pemberian kemoterapi adalah stomatitis. Stomasitis


adalah inflamasi dan ulserasi pada mukosa oral. Pada anak S.A. (kasus 5)
ditemukan adanya stomatitis pada hari ke 5 setelah pemberian kemoterapi.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
87

Salah satu agent kemoterapi yang diberikan pada anak S.A. adalah
etoposide, Menurut Nicolini (2013) etoposide adalah salah satu agen
kemoterapi yang dapat menyebabkan mukositis/stomatitis. Stomatitis dapat
menyebabkan menurunnya asupan nutrisi karena adanya rasa nyeri,
kesulitan menelan dan rasa tidak nyaman saat makan (James, Nelson, &
Aswill (2013).

Pada kasus 2,3,5 dan 1 dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dan risiko kurang dari kebutuhan tubuh mengalami perilaku inefektif yang
sama yaitu anoreksia. Menurut Marcdante et al. (2011), salah satu gejala
yang ditemukan pada sebagian besar anak kanker adalah anoreksia.
Selanjutnya menurut Muliawati, Haroen, dan Rotty (2012), anoreksia akan
menyebabkan penurunan berat badan dan jika keadaan ini tidak diatasi,
maka anak akan mengalami malnutrition (undernutrition) yaitu tubuh
mengalami defisiensi energi, protein dan zat nutrient lainnya. Malnutrisi
memiliki pengaruh buruk terhadap anak kanker yaitu respon dan toleransi
terhadap kemoterapi menjadi menurun, pengobatan menjadi lama, terjadi
anemia dan hipoabuminemia serta berisiko terjadinya infeksi (Niuwouldt,
2011). Prevalensi malnutrisi pada anak kanker berkisar 8%-60% (Ladas et
al. 2006). Akibat lanjut dari malnutrisi adalah sindroma anoreksia kaheksia
(cancer anorexia cachexia syndrome) dimana anak mengalami
berkurangnya massa otot karena asupan tidak adekuat dan perubahan
metabolik (Hopkinson, 2016).

Efek samping pengobatan pada anak kanker tidak hanya menimbulkan


kekurangan nutrisi seperti malnutrisi, akan tetapi dapat juga menimbulkan
kegemukan/obesitas. Pada kasus 5 dengan leukemia limfoblastik akut,
didapatkan status gizi obesitas setelah mendapat program kemoterapi
(dexamethasone 2 tablet/hari). Sebelum sakit berat badan anak G.K (kasus
4) adalah 11,5 kg, dan pada saat memulai program kemoterapi turun
menjadi 10 kg, setelah mengikuti program kemoterapi sekitar 16 minggu
(tahap akhir fase intensifikasi), berat badan klien menjadi 16 kg. Menurut
Withycombe et al. (2009) Jenis kanker yang berisiko sering terjadinya
kegemukan saat kemoterapi antara lain Leukemia limfoblastik akut.
Peningkatan berat badan sebesar 50% pada anak ALL dapat terjadi pada

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
88

akhir fase konsolidasi dan pada akhir program kemoterapi dapat terjadi
obesitas sebesar 23%. Menurut Tomlinson dan Kline, (2010); Schoeman,
(2015), Obesitas pada ALL berhubungan dengan pemberian terapi
kortikosteroid seperti prednison dan dexametason dengan dosis yang tinggi
dan lama.

Pengkajian perilaku dalam model adaptasi Roy mencakup juga mode


adaptasi konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Komponen konsep
diri adalah fisik diri dan personal diri. Fisik diri terdiri dari sensasi dan
gambaran diri, sedangkan pada personal diri terdiri dari konsistensi diri,
etika moral, ideal diri dan spiritual (Alligood, 2014). Pada anak kasus 4
yang mengalami obesitas dan anak kasus 3 dengan gizi buruk, pengkajian
konsep diri tidak dapat dilakukan karena usia perkembangan anak masih
toddler. Pada usia ini pengkajian konsep diri sulit dinilai karena masih
dalam tahap perkembangan konsep diri (Hockenberry & Wilson, 2009).
Pada anak H. dan A.N tidak terjadi gangguan konsep diri. Sedangkan pada
anak S.A. tidak ada perilaku yang menunjukkan gangguan konsep diri
namun dapat berisiko terjadi gangguan konsep diri karena kondisi kronis
dan gizi buruk. Konsep diri pada anak dapat dipengaruhi oleh interaksi anak
dengan lingkungan dan perkembangan anak (Roy, 2009).

Semua anak pada kasus kelolaan tidak dapat melaksanakan fungsi peran
secara baik dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap orang
lain. Hal ini disebabkan karena faktor fisik dan usia anak yang belum
mampu mandiri sementara kemandirian merupakan indikator fungsi
interdependensi dalam model adaptasi Roy. Data usia anak adalah 1 anak
berusia 5 tahun, 3 anak berusia dibawah 5 tahun dan 1 anak berusia 16
tahun 5 bulan namun mengalami amputasi ekstremitas kiri bawah. Menurut
Roy (2009), mode adaptif dapat menjadi stimulus pada mode adaptif yang
lain. Seperti mode fisiologis (usia, fisik) dapat menjadi stimulus untuk
mode peran dan interdependensi.

4.1.2. Pengkajian Stimulus


Pengkajian stimulus dilakukan residen untuk mengetahui faktor penyebab
yang mempengaruhi terjadinya perilaku inefektif terkait dengan masalah

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
89

nutrisi. Menurut Roy (2009); Alligood, (2014), ada 3 stimulus yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang sehingga terjadi perilaku inefektif, yaitu
stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal
adalah stimulus yang paling dekat dan langsung berkonfrontasi dengan
sistem adaptif sehingga menimbulkan perilaku inefektif pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi.

Pada anak kasus 1,2,3 dan 5, memiliki perilaku inefektif yang sama, yaitu
perilaku pemenuhan nutrisi yang kurang dengan stimulus fokal anoreksia.
Namun terdapat stimulus kontekstual yang berbeda. Stimulus kontekstual
pada kasus 1 adalah efek samping kemoterapi, sedangkan pada anak kasus 2
stimulus kontekstualnya adalah proses penyakit kanker. Selain itu pada
kasus 1 terdapat juga stimulus fokal lain yaitu muntah. Menurut Schoeman
(2015), pada proses penyakit kanker terjadi pelepasan cytokines termasuk
tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan interleukin 1 yang dapat menghambat
selera makan sehingga anak menjadi anoreksia. Rasa cepat kenyang timbul
akibat kerja dari IL-a (Interleukin-a) yang menghambat (blocking) stimulasi
makan dengan neuropeptide Y. Menurut Geiger dan Wolfgram (2013),
muntah terjadi karena adanya rangsangan pada pusat muntah (vomiting
center) di otak, yaitu di medulla oblongata. Rangsangan ini disebabkan
karena agen kemoterapi menstimulasi sel dalam saluran pencernaan untuk
melepaskan serotonin sehingga mengaktivasi reseptor. Aktivasi reseptor
akan mengaktivasi pusat muntah melalui jalur averen vagal sehingga terjadi
respon muntah.

Lain lagi dengan anak pada kasus 3 dan 5, selain karena proses penyakit
kanker, terdapat pula stimulus kontekstual lain yang mempengaruhi
anoreksia (stimulus fokal), yaitu adanya penekanan oleh massa tumor
didaerah abdomen. Penekanan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan
nyeri. Keterlibatan/desakan tumor pada system gastrointestinal dapat
menurunkan asupan nutrisi (Akbulut, 2011). Nyeri pada anak M.A (kasus
3), S.A (kasus 5) dan A.N (kasus 2) dikategorikan nyeri akut. Nyeri akut
adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan, dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksikan (NANDA,2015). Nyeri dapat berefek

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
90

tidak baik pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti aktivitas makan.


(James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Anak pada kasus 4 memiliki perilaku inefektif yaitu asupan nutrisi lebih
dari kebutuhan tubuh. Stimulus fokal pada anak ini adalah peningkatan
selera makan akibat efek kemoterapi (dexamethasone) sebagai stimulus
kontekstualnya. Pemberian terapi ini dapat menyebabkan perubahan pada
oksidasi substrat dan energy expenditure serta dapat meningkatkan selera
makan anak. Selain itu terjadi adiposity karena adanya resistensi leptin
akibat dari penekanan sekresi hormon pertumbuhan oleh glukokortikoid
(Lughhetti, et.al. 2012). Penelitian Reilley (2001) dalam Tomlinson dan
Kline, (2010) melaporkan bahwa adiposity rebound pada anak dengan ALL
lebih cepat terjadi dibandingkan dengan anak yang sehat.

4.1.3. Diagnosis Keperawatan


Roy mendefenisikan diagnosis keperawatan sebagai pernyataan/keputusan
berdasarkan interpretasi data tentang status adaptasi dari sistem adaptasi
seseorang. Pernyataan diagnosis menentukan perilaku yang menyebabkan
diagnosis dan penilaian mengenai stimulus yang mengancam atau
mendukung adaptasi. Pernyataan yang dibuat dalam diagnosa keperawatan
dapat berupa masalah aktual dan potensial berhubungan dengan adaptasi
(Alligood, 2014).

Diagnosis keperawatan yang ditegakkan terkait masalah nutrisi pada 5


kasus terdiri dari 4 kasus dengan masalah aktual dan 1 kasus dengan
masalah risiko. Diagnosis keperawatan pada anak kasus 3, 5, dan 2 adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Data penunjang
yang didapatkan untuk menegakkan diagnosis ini adalah status gizi buruk
dengan malnutrisi, status gizi kurang, anoreksia, penurunan berat badan.
Pada kasus 3 dan 5, anak mengalami kaheksia (Cancer anorexia cachexia
syndrome) Gejala khas dari kaheksia adalah penurunan berat badan dan
kurang selera makan (anoreksia). Kaheksia terjadi karena karena proses
keganasan tumor dan akibat efek samping dari pengobatan dengan
karakteristik patofisiologi adanya kekurangan protein dan energi akibat dari
asupan makanan yang kurang dan metabolisme yang tidak normal (Fearon,

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
91

et al. 2011). Pada kasus 2, anak tidak ada kaheksia namun terjadi penurunan
berat badan 2 kg dalam 3 bulan terakhir dengan tatus gizi kurang (LL/U:
13/16,7).

Berbeda dengan ke 4 kasus lainnya, pada anak H (kasus 1) ditegakkan


diagnosis risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Risiko ketidak seimbangan nutrisi ini, disebabkan karena anak H.
mengalami muntah berisikan makanan sebanyak 6 kali. Kondisi ini jika
tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk. Sekalipun status gizi
anak H adalah gizi normal, namun usia anak berada pada masa remaja.
Menurut Hockenberry dan Wilson (2009), masa remaja terjadi pertumbuhan
linear yang cepat. Pada masa ini anak memerlukan asupan nutrisi yang
adekuat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tersebut, sehingga asupan
nutrisi tidak boleh dikurangi namun harus dipertahankan bila berat badan
≥20% dari berat badan ideal (Nasar et al. 2015). Menurut Rodgers et al.
(2012) mual muntah akibat kemoterapi dapat berefek secara fisik dan
psikologis sehingga dapat menurunkan kualitas hidup anak. Diagnosis baru
dapat ditegakkan jika tidak masalah ini tidak ditangani, antara lain risiko
ketidak seimbangan elektrolit, risiko/kekurangan volume cairan tubuh dan
kecemasan.

kasus 4 didiagnosis dengan obesitas karena presentil > ke 95 untuk usia dan
jenis kelamin. Obesitas merupakan penumpukkan lemak tubuh yang
berlebihan. Indikator obesitas adalah BB/TB > 120% (Nasar et al. 2015).
Pada kasus 4, nilai BB/TB; 140,4%, selain itu adanya perilaku inefektif
yaitu asupan nutrisi yang lebih dari kebutuhan tubuh. Menurut Withycombe
et al. (2015), obesitas berisiko terjadinya penyakit kardiovasikuler,
hypertensi, gangguan metabolik seperti penyakit diabetes, dan penyakit
kanker (sekunder) lain. Selain itu obesitas dapat membuat anak menjadi
rendah diri dan depresi.

4.1.4. Tujuan Keperawatan


Tujuan keperawatan pada model adaptasi Roy berfokus pada peningkatan
perilaku adaptasi dan mempertahankan perilaku adaptif. Menurut Roy
(2009), meningkatkan perilaku adaptasi dilakukan dengan merubah perilaku

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
92

inefektif menjadi perilaku adaptif. Meningkatkan perilaku adaptasi


dilakukan pada semua mode adaptasi, yaitu mode adaptasi fisiologis,
konsep diri, peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan pada ke 5
kasus dengan masalah nutrisi adalah agar anak dapat beradaptasi terhadap
masalah nutrisi yang dialaminya sehingga meningkatkan toleransi tubuh
terhadap kebutuhan nutrisi (Tomey & Alligood, 2010).

Tujuan keperawatan pada 5 kasus ini, baik masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, risiko nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan obesitas,
pada prinsipnya adalah terjadinya keseimbangan nutrisi antara asupan dan
penggunaan energi tubuh secara adekuat. Menurut Nasar et al. (2007)
tujuan penatalaksanaan nutrisi pada anak kanker adalah mencegah
terjadinya malnutrisi akibat pengobatan atau tindakan medis, mengurangi
terjadinya komplikasi, mencepat proses penyembuhan, mengurangi
lamanya masa perawatan, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu
penatalaksaan nutrisi bertujuan untuk mendukung dan mempertahankan
pertumbuhan normal, mengembalikan status nutrisi normal dari kondisi
malnutrisi, mendukung prilaku makan yang normal dan meningkatkan
kualitas hidup (Niuwouldt, 2011).

4.1.5. Intervensi Keperawatan


Pada tahap ini perawat melakukan upaya meningkatkan perilaku adaptasi
dengan merubah stimulus dan memperkuat proses adaptasi. Menurut
Alligood (2014), meningkatkan perilaku adaptif dapat dilakukan perawat
dengan cara pendidikan kesehatan, perawatan fisik, konseling dan
anticipatory guidance. Upaya asuhan nutrisi yang koprehensif pada anak
memerlukan 3 jenis asuhan, yaitu medical care oleh dokter, nursing care
oleh perawat dan nutritional care oleh dietisien. Ketiga asuhan ini saling
berkaitan, mempunyai perannya masing-masing dan bekerja sama
melakukan 5 kegiatan yang meliputi; menentukan masalah nutrisi,
menetukan kebutuhan nutrisi, memilih cara pemberian zat gizi dan sediaan
zat gizi serta mengevaluasi respon (Sjarif et al. 2014).

Penatalaksanaan nutrisi memegang peranan penting dalam pertumbuhan


dan perkembangan anak. Pada kasus 3 dan 4 (anak M.A. dan G.K) usia

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
93

anak berada pada tahap toddler, kasus 2 dan 5 (anak A.N. dan S) berada
pada tahap prasekolah, sedangkan kasus 1 (anak H) berada pada tahap
remaja. Kebutuhan nutrisi pada anak berbeda dengan orang dewasa, karena
makanan bagi anak selain untuk aktivitas sehari-hari juga untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan dari
pada sel, jaringan, organ dan sistem tubuh memerlukan nutrisi sebagai
sumber energi untuk proses metabolisme. Untuk itu asupan nutrisi yang
adekuat diperlukan anak agar pertumbuhan dan perkembangan menjadi
optimal (Hockenberry & Wilson, 2009).

Pemenuhan nutrisi pada anak pada umumnya dilakukan melalui oral.


Namun akibat kondisi tertentu seperti adanya anoreksia pada kasus 3 dan 5
dilakukan intervensi pemasangan NGT, karena asupan nutrisi hanya
berkisar 50-60% saja. Pemasangan NGT ini dilakukan untuk memberikan
nutrisi yang adekuat. Menurut Schoeman (2015), asupan nutrisi peroral <
70% pada anak kanker perlu dilakukan pemasangan NGT. Pemasangan
NGT sebaiknya dilakukan pada pasien yang memiliki nilai trombosit diatas
50.000//µL untuk mencegah terjadinya perdarahan. Oleh karena itu perawat
harus melakukan validasi nilai trombosit sebelum melakukan pemasangan
NGT (Alba, 2010).

Pada kasus 2, walaupun mengalami penurunan intake nutrisi namun tidak


dilakukan pemasangan NGT. Pada kasus ini residen melibatkan keluarga
dalam menyediakan makanan kesukaan klien dan mendampingi klien saat
makan sehingga terjadi peningkatan asupan nutrisi. Menurut Niven (2012).
Keluarga merupakan salah satu support system dapat membantu stategi
koping anak. Ada 3 macam dukungan yang dapat dilakukan keluarga pada
anak, yaitu dukungan nyata misalnya menyediakan makanan, dukungan
pengharapan, dengan mempengaruhi dari segi persepsi, serta dukungan
emosional seperti pemberian kasih sayang.

Menurut Tipton et al. (2007), Intervensi yang dapat dilakukan pada anak
yang mengalami masalah mual muntah adalah dengan pemberian terapi
antiemetic dan terapi modalitas, antara lain guided imagery, terapi musik,
relaksasi otot, aromaterapi, modifikasi diet, akupuntur, akupresur dan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
94

pemberian pendidikan kesehatan. Pada anak H (kasus 1), residen


melakukan pendidikan kesehatan untuk mengontrol mual muntah akibat
kemoterapi. Pendidikan kesehatan berisikan informasi antara lain
melakukan akupresur, oral hygiene dan pengaturan makanan. Akupresur
adalah cara pengobatan dengan memberikan rangsangan berupa penekanan
atau pemijatan pada titik tertentu ditubuh untuk menghasilkan efek terapi.
Bagian tubuh yang sering dipijat untuk menurunkan mual dan muntah
adalah titik P6 (Fengge, 2011). Menurut penelitian Chan, el al. (2015) pada
anak yang mendapat edukasi tentang pencegahan mual muntah
menunjukkan kemampuan mengontral mual muntah lebih baik dari yang
tidak mendapat edukasi. Episode mual muntah pada anak yang tidak
mendapat edukasi lebih tinggi dibandingkan yang mendapat edukasi.

Intervensi pada anak G. (kasus 4), berfokus pada pengendalian perilaku


makan dengan melakukan modifikasi perilaku, antara lain beri minum
sebelum makan, jangan makan saat melakukan kegiatan, mengalihkan rasa
ingin makan pada kegiatan lain seperti bermain. Pada kasus 4 ini, tidak
dilakukan pengurangan kalori karena anak masih mengalami pertumbuhan
linier dan sementara dikemoterapi. Pada anak kanker yang sementara
mengalami pertumbuhan linier dan dikemoterapi, kebutuhan akan nutrisi
dapat meningkat dari kebutuhan normal. Dari beberapa penelitian yang
ditemukan melaporkan bahwa kebutuhan akan energi pada anak kanker
dapat meningkat sekitar 20-90% (Bechard et al. 2006 dalam Tomlinson &
Kline, 2010). Menurut Nasar et al. (2015); Sjarif et al. (2014),
penatalaksanaan diet obesitas pada anak usia 0-3 tahun adalah dengan
memberikan diet seimbang sesuai dengan RDA atau memberikan kalori
sesuai kebutuhan normal.

4.1.6. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan. Menurut Roy
(2009), pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data kembali untuk
mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada pasien setelah dilakukan
implementasi sesuai intervensi. Pada tahap ini residen residen melakukan
evaluasi terhadap 5 kasus kelolaan dan diperoleh hasil sebagai berikut 1

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
95

kasus dapat beradaptasi secara integrasi (masalah nutrisi tidak terjadi) dan 4
kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah nutrisi teratasi sebagian).

Pada kasus 2 dengan status gizi kurang dan kasus 4 dengan obesitas, terjadi
perubahan perilaku adaptif pada saat evaluasi. Namun respon adaptif
berbeda pada kedua anak. Pada kasus 2, anak dapat beradaptasi terhadap
anoreksia sehingga terjadi penambahan ukuran LLA. Pada saat pengkajian
awal (09/03/2016) Ukuran LLA anak adalah 13 cm dan setelah 7 hari
perawatan LLA menjadi 13,2 cm. Namun demikian berdasarkan penilaian
status gizi, anak masih berada pada status gizi kurang. Sedangkan pada
kasus 4, anak dapat beradaptasi terhadap peningkatan selera makan dengan
terkontrolnya perilaku makan anak sehingga asupan nutrisi dapat
dikendalikan. Pada kasus 4 tidak terjadi kenaikan berat badan selama 5 hari
perawatan dan anak status gizi anak masih obesitas. Kesimpulan evaluasi
pada kasus 2 dan 4 adalah masalah nutrisi teratasi sebagian. Menurut Roy
(2009) anak pada kasus 2 dan 4 dapat beradaptasi secara kompensasi
terhadap masalah nutrisi.

Pada kasus 3 dan 5 tidak semua perilaku inefektif menjadi adaptif saat
dilakukan evaluasi seperti anak masih terpasang NGT, masih ada stimulus
nyeri pada abdomen. Namun ada perilaku yang menjadi adaptif yaitu
pengukuran LLA stabil dapat dipertahankan, asupan nutrisi menjadi
terpenuhi menggunakan NGT, tidak ada mual muntah, albumin dalam batas
normal. Kesimpulan evaluasi adalah masalah nutrisi teratasi sebagian.
Menurut Roy (2009) anak pada kasus 3 dan 5 beradaptasi secara
kompensasi terhadap masalah nutrisi. Pada kasus 1 dengan masalah risiko,
terjadi perilaku adaptif saat evaluasi, yaitu tidak ada mual muntah, asupan
nutrisi adekuat, berat badan dapat dipertahankan. Kesimpulan evaluasi
adalah masalah risiko tidak terjadi atau anak pada kasus 1 dapat
beradaptasi secara integrasi terhadap masalah nutrisinya (Roy, 2009).

Tingkat adaptasi pada kasus 2,3, dan 5 (anak A.N, M.A, dan S) berada pada
tingkat kompensasi. Hal ini dipengaruhi antara lain karena proses penyakit
kanker yang menimbulkan dampak anoreksia serta masih adanya rasa nyeri
yang hilang timbul pada bagian tubuh anak. Pada anak A.N. (kasus 2) nyeri

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
96

masih dirasakan dimata (proptosis) serta nyeri masih dirasakan di perut


pada anak M.A, dan S (kasus 3 dan 5). Rasa nyeri ini dapat mempengaruhi
selera makan anak sehingga menurunkan asupan nutrisi.

4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi


Praktik ners spesialis keperawatan anak dilaksanakan residen pada ruang
perinatologi, ruang perawatan anak infeksi dan ruang perawatan anak non infeksi
dengan total waktu 27 minggu yang dibagi dalam 2 tahap. Praktik ini dilaksanakan
pada 3 rumah sakit, yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita
dan RSPAD Gotot Soebroto, dengan tujuan untuk mencapai kompetensi ners
spesialis keperawatan anak.

Kompetensi dalam pemberian asuhan keperawatan dapat dicapai residen pada


ketiga lahan praktik tersebut. Pada ruang perinatologi residen dapat mengelola
kasus pada 3 tingkatan pelayanan kesehatan, dengan total kasus yang dikelola
adalah 10 kasus berbeda. Pada ruang perawatan anak infeksi residen mengelola
kasus sebanyak 17 kasus berbeda, sedangkan pada ruang non infeksi, residen
mengelola 26 kasus yang berbeda. Begitu juga dengan komptensi keterampilan
prosedur sudah tercapai sesuai dengan target pencapaian. Asuhan keperawatan
yang diberikan pada klien, dilakukan residen dengan memperhatikan prinsip
tanggung jawab, etik dan legal keperawatan.

Dari praktik yang sudah dilakukan, residen mendapat pengetahuan dan


keterampilan serta sikap yang dapat meningkatkan konsistensi diri dari residen.
Residen mendapat dukungan dari berbagai pihak saat melakukan praktik ners
spesialis. Dukungan ini diperoleh dari perawat ruangan saat bekerja sama sebagai
tim dalam mengelola asuhan keperawatan dari pasien. Dukungan juga diperoleh
dari kepala ruangan (head nurse) dan supervisior yang membimbing residen
tentang teknis dan manajemen keperawatan yang ada di ruangan. Dukungan lain
datangnya dari pembimbing akademik yang datang ke lahan praktik untuk
melakukan supervisi sekaligus membimbing residen.

Selain peran pemberi asuhan keperawatan, residen melakukan peran lain seperti
peran sebagai advokad. Peran ini dilakukan residen dengan membantu klien dan
orang tua dalam menginterpretasikan berbagai informasi dalam asuhan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
97

keperawatan. Residen berperan sebagai penghubung antara klien dan tim


kesehatan lainnya. Berdasarkan observasi residen, klien dan orang tua merasa
terbantu dengan dilakukannya peran advokat ini sehingga membuat residen
menjadi lebih percaya diri untuk melakukan peran ini pada klien lain.

Peran sebagai pendidik dilakukan residen pada berbagai tingkatan yaitu pada
klien dan keluarga, pada mahasiswa (DIII dan S1) serta pada perawat ruangan
ditempat residen praktik. Pada klien dan keluarga, pendidikan kesehatan
dilakukan saat residen mengelola kasus, sedangkan pada mahasiswa dilakukan
bedside teaching dengan memberikan pengetahuan dan ketrampilan sehubungan
dengan kasus yang ada. Residen merasa lebih terpacu untuk menambah wawasan
ilmu, karena ada beberapa mahasiswa yang berinisiatif meminta untuk dibimbing.
Pada perawat ruangan, residen membagi informasi terbaru tentang evidence based
practice yang diperoleh residen melalui searching berbagai jurnal. EBP yang
dipilih merupakan EBP yang dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan sebagai
alternatif pemecahan masalah di ruangan praktek. Residen pernah diminta untuk
sharing mengenai perawatan paliatif pada perawat ruangan sebagai kegiatan
terstruktur. Sekalipun berupa kegiatan tim, residen berupaya mengembangkan diri
dengan ilmu dan pengetahuan agar dapat membagi pengetahuan dengan rekan
sejawat. Kegiatan tersebut dihadiri oleh perawat ruangan, pembimbing, kepala
ruangan dan bagian keperawatan rumah sakit.

Kompetensi selanjutnya adalah peran sebagai innovator atau agen pembaharu.


Peran sebagai inovator dilakukan residen sebanyak 2 kali dalam kegiatan proyek
inovasi. Topik inovasi dipilih sesuai fenomena masalah yang ada di lahan praktik
dan berorientasi pada pendidikan kesehatan terkait dengan kebutuhan nutrisi.
Informasi dalam inovasi ini didasarkan pada evidence based practice. Hasil
inovasi sudah disosilisasikan di ruangan praktik agar dapat dipertimbangkan
sebagai masukan untuk perkembangan keperawatan. Sesuai informasi dari
pembimbing praktik, salah satu proyek inovasi sudah ditindak lanjuti dan
sementara di proses untuk dijadikan standar operasional prosedur di ruangan
praktik.

Berdasarkan evaluasi yang sudah dilakukan dari praktik klinik keperawatan,


residen dapat melakukan kerja sama dengan rekan sejawat diruangan, namun hal

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
98

ini juga menjadi tantangan bagi residen karena dianggap sebagai perawat dengan
pendidikan spesialis memiliki pengetahuan yang dapat dijadikan sumber
informasi. Hal ini memicu residen untuk selalu berupaya memperbaharui
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menjadi lebih baik. Hambatan yang
dihadapi saat praktik adalah ketika praktik di salah satu rumah sakit dan tidak
menemukan kasus kelolaan sesuai target kompetensi. Upaya solusi yang dilakukan
residen adalah mencari target kompetensi pada praktek tahap berikutnya (tahap 2)
sehingga target kometensi dapat tercapai semuanya.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
99

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Simpulan dari penerapan teori model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan anak
kanker dengan masalah nutrisi pada karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Data pengkajian perilaku yang diperoleh dari 5 kasus adalah kasus 3 dan 5
dengan gizi buruk, kasus 2 dengan gizi kurang, kasus 1 dengan gizi normal,
dan kasus 4 dengan obesitas. Masalah yang ditemukan adalah 3 masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 1 masalah risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan 1 kasus dengan
masalah obesitas. Intervensi yang sudah dilakukan antara lain pemberian
nutrisi yang adekuat, melakukan pendidikan kesehatan terkait nutrisi, seperti
pendidikan tentang; kebutuhan nutrisi, pemberian makan melalui NGT,
mengontrol perilaku makan dan antisipasi mual muntah karena pemberian
kemoterapi.
2. Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang dapat
digunakan dalam asuhan keperawatan pada anak kanker dengan masalah
nutrisi. Evaluasi aplikasi teori ini pada lima kasus kelolaan menunjukkan
adanya respon adaptif pada anak yang dirawat sehingga dapat meningkatkan
toleransi anak terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi. Hasil evaluasi yang
diperoleh 1 kasus beradaptasi secara integrasi (masalah tidak terjadi) dan 4
kasus beradaptasi secara kompensasi (masalah teratasi sebagian). 3 kasus
berhasil pulang dan dirawat jalan, 1 kasus masih dirawat untuk memulai
kemoterapi dengan protokol baru sedangkan 1 kasus masih dirawat dan
kemudian meninggal karena sudah terjadi metastase ke organ lain sehingga
terjadi kegagalan beberapa organ. Respon yang berbeda ini disebabkan karena
jenis kanker dan stadium kanker yang berbeda yang mendasari terjadinya
perubahan adaptasi tubuh dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
3. Kompetensi yang menjadi target residen dalam praktik ners spesialis dapat
dicapai seluruhnya melalui aplikasi praktik selama 27 minggu di tiga rumah
sakit yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita dan RSPAD
Gotot Soebroto, pada bagian perinatologi, anak infeksi dan anak non infeksi.
Kompetensi ini diperoleh residen dengan melakukan pengalaman

99Ponidjan, FIK UI, 2016


Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Universitas Indonesia
100

pembelajaran melalui peran perawat sebagai pemberi asuhan, advokat,


pendidik, peneliti dan sebagai agen pembaharu (innovator). Dalam melakukan
peran ini residen tetap memperhatikan prinsip tanggung jawab, etik dan legal
keperawatan. Pencapaian ini mendorong residen untuk lebih percaya diri
dalam melakukan praktik ners spesialis.

5.2. Saran
1. Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak
kanker dengan masalah nutrisi. Untuk itu disarankan dalam pelayanan
kesehatan agar dapat mengunakan teori ini dalam asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian yang mendalam terhadap perilaku dan stimulus
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan melakukan intervensi perawatan
dengan tepat. Selain itu dalam mendukung mekanisme koping anak terhadap
masalah nutrisi diperlukan pendidikan kesehatan melalui peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan keluarga sehingga dapat terjadi perilaku adaptif.
2. Pemenuhan kebutuhan nurisi pada anak kanker memerlukan perhatian dari
perawat. Dalam pelayanan kesehatan pada umumnya pemberian nutrisi
melalui NGT dilakukan oleh keluarga. Hal ini dilakukan sebagai
pengaplikasian prinsip Family Centered Care (FCC) agar keluaga ikut terlibat
dalam asuhan keperawatan. Namun pemberian nutrisi ini merupakan tanggung
jawab perawat, untuk itu disarankan bagi perawat agar melakukan pemantauan
secara berkesinambungan terhadap pemberian nutrisi ini. Pemantauan meliputi
posisi NGT, jumlah masukan, lamanya pemberian dan kebersihan feeding
burette. Selain itu, sebelum pemberian nutrisi ini perlu dilakukannya
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang pemberian nutrisi melalui NGT
menggunakan feeding burette. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian
yang tidak diinginkan, seperti aspirasi. Pendidikan kesehatan perlu juga
dilakukan bagi anak dan keluarga yang anak mendapat kemoterapi berisiko
mual muntah. Pendidikan kesehatan tentang antisipasi mual dan muntah
dimaksudkan agar anak dan keluarga dapat melakukan upaya meminimalkan
efek kemoterapi dan menunjang pemberian terapi antiemetic, sehingga dengan
demikian pemenuhan nutrisi dapat menjadi adekuat.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Aapro, M. (2005). Optimising antiemetic therapy: what are the problems and how can
they be overcome. Curr Med Res Opin. 21: 885-89

Abad-Jorge, A., Morris, C.J.A., Perks, P, & Roman, B. (2011). Pediatric Nutrition
Standards of Care Based on The Nutrition Care Process Model. Virginia :
Department of Nutrition Services University of Virginia Health System and
Morrison Management Specialists.

Abla, O. (2010). Handbook of supportive care in pediatric oncology. London: Jones and
Bartlett Publisher.

Akbulut, G. (2011). New perspective for nutritional support of cancer patients:


Enteral/parenteral nutrition. Experimental and Therapeutic Medicine, 2, 675-
684.

Alligood M.R..(2014). Nursing theorist utilization & application. 5th.ed. St. Louis
Missouri : Mosby Elsevier, Inc.

Aseeri, M., Mukhtar, A., Alkasana, S., Elimam, N., & Jastaniah, W. (2012). A
retrospective review of antiemetic use for chemotherapy-induced nausea and
vomiting in pediatric oncology patients at a tertiary care center. Journal of
Oncology Pharm Practice. 19(2):138-144.

Ball, J.W., Bindler, R.C., & Cowen, K.J. (2010). Child health nursing: Partnering with
child & families, 2nd ed. New Jersey: Pearson Education.

Baxter, A.L., Watcha, M.F., Baxter, W.V., Leong, T, & Wyatt, M.M. (2011).
Development and validation of a pictorial nausea rating scale for children.
Pediatrics, 127, e1542–e1549.

Bauer, J., Jurgens, H., & Fruhwald, M.C. (2011). Important aspects of nutrition in
children with cancer. Adv. Nutrition. 2, 67–77.

Bielack, S.S. Carrie, D., & Jost, L. (2008). Osteosarcoma: ESMO clinical
recommendations for diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology,
19(Suppl 2), ii94-ii96.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M. & Wagner, C.M. (2013). Nursing
intervention classification (NIC). 6th edition. St. Louis, Missouri: Mosby
Elsevier.

Butturini, A.M., Dorey, F.J., Lange, B.J., Henry, D.W., Gaynon, P.S., Fu, C., …
Carroll, W.L. (2007). Obesity and outcome in pediatric acute lymphoblastic
leukemia. J Clin Oncol, 25(15), 2063-2069.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku ajar praktik keperawatan
klinis Kozier & Erb, edisi 5. Jakarta: EGC

Bowden, V.R.., & Greenberg, C.S. (2010). Children and their families: The continuum
of care, 2nd ed. Philadelphia: Lippincott.

Carpenito, L.J. (2009). Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktik klinis. edisi 9.
Jakarta: EGC

Caudill, J.S.C., & Arndt, C.A.S.(2007). Diagnosis and management of bone malignancy
in adolescence. Adolescent Medicine, 18, 62-78.

Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W.,…
Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing
chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology
patients. European Journal of Oncology Nursing. 19: 182-190.

Chen, S.S., Tzeng, Y.L., Gau, B.S,. Kuo, P.C., & Chen, J.Y. (2013). Effects of prone
and supine positioning on gastric residuals in preterm infants: A time series with
cross-over study. International Journal of Nursing Studies, 50, 1459-1467.

Chow, E.J., Pihoker, C., Hunt, K., Wilkinson, K., & Friedman, D.L. (2007). Obesity
and hypertension among children after treatment foe acute lymphoblastic
leukemia. Cancer, 110, 2313-2330.

Ellett, M.L.C., Cohen, M.D., Perkins, S.M., Croffie,J.M.B., Lane, K.A., & Austin, J.K.
(2012). Comparing methods of determining insertion length for placing gastric
tubes in children 1 month to 17 years of age. J. Spec Pediatr Nurs, 17(1), 19-32.

Fearon, K., Strasser, F., Anker, S.D., Bosaeus, I., Bruera, E., Fainsinger, R.L., …
Baracos, V.E. (2011). Definition and classification of cancer cachexia: an
international consensus. Lancet Oncology. 12(5), 489-495.

Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop
Cirle Corp.

Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory


nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized
controlled trial. Trial. 14;103.

Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. 8th.ed.
St Louis: Mosby Elsevier.

Hopkinson, J.B. (2016). Food connection : a qualitative exploratory study of weight and
eating related distress in families affected by advanced cancer. European Journal
of Oncology Nursing. 20, 87-96.

ICN (2009). ICN framework of competencies for the nurse specialist. Switzerland: ICN.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
International Agency for Research of Cancer (2012). Globocan 2012: Estimated Cancer
Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. http://Globocan.iarc.fr.
diunduh pada tanggal 25 April 2016.

International Agency for Research of Cancer (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh


tanggal 26 Pebruari 2016.

James, S.R., Nelson, K.A., & Aswill, J.W. (2013). Nursing care of children: Principles
& practice, 4th ed. St. Louis: Elsevier.

Kemenkes RI (2015). Situasi penyakit kanker. Buletin Pusat data dan informasi
kesehatan. www.depkes.go.id. Diunduh pada tanggal 25 April 2016.

Kemenkes RI (2014) Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id.article/.


Diunduh tanggal 29 Pebruari 2016

Kemenkes RI (2013). Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016

Kemenkes RI (2010). Kepmenkes RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar


Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Kline, N. (2008). Essentials of pediatric oncology nursing: A core curriculum, 3rd ed.
Glenview, Illinois: Association of pediatric hematology oncology nurses.

Ladas, E.J., Sacks, N., Brophy, P., & Rogers, P. (2006). Standards of nutritional care in
pediatric oncology: Results from a nationwide survey on the standarts of practice
in pediatric oncology. Pediatric Blood Cancer. 46, 339-344.

Litten, J.B., & Tomlinson, G.E. (2008). Liver tumors in children. The Oncologist, 13,
812-820.

Lughetti, L., Bruzzi, P., Predieri B., & Paolucci, P. (2012). Obesity in patients with
acute lymphoblastic leukemia in childhood. Italian Journal of Pediatrics, 38(4),
1-11.

Manuel, L., & Mota, A.A.S.C. (2013). Massage in children with cancer, effectiveness of
a protocol. Journal of Pediatric, 89(6), 595-600.

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2011). Ilmu
kesehatan anak esensial, edisi ke 6. Singapore: Saunders Elsevier.

Montgomery, K., Belongia, M., Mulberry, M.H., Schulta, C., Phillips, S., Simpson,
P.M., & Nugent, M.L. (2013). Perseption of nutrition support in pediatric
oncology patient and parents. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 30(2), 90-
98.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M, & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). 5th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
Muliawati, Y., Haroen, H., & Rotty, L.W.A. (2012). Cancer anorexia-cachexia
syndrome. Acta Medica Indonesiana-The Indonesian Journal of Internal
Medicine, 44: 2. Akses 2 Mei 2016.
http://www.inaactamedica.org/archives/2012/22745148.pdf.

NANDA. (2015). Nursing diagnosis definition and classification, 2015-2017. Oxford:


Wiley-Blackwell.

Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta:
FK Universitas Indonesia.

Nasar, S.S., Prawitasari, T., Lestari, E.D., Djais, J., & Susanto, J. S. (2007). Skrining
malnutrisi pada anak yang dirawat di rumah. Depkes RI.

Nicolini, A., Ferrari, P., Masoni, M.C., Fini, M., Pagani, S., Giampietro, O., Capri, A.
(2013). Malnutrition, anorexia and cachexia in cancer patients: A mini-review on
pathogenesis and treatment. Biomedicine & Pharmacotherapy, 67, 807-817.

Niuwouldt C.H. (2011). Nutrition and child with cancer: Where do we stand and where
do we need to go. S Afr J Clin Nutr, 24(3), 23-26.

Niven, M. (2012). Psikologi kesehatan; pengantar untuk perawat dan profesional


kesehatan lain. Jakarta: EGC.

Permono, H.B., Sotaryo., Urgasena, IGD., Widiastuti, E., & Abdulsalam, M. (2012).
Buku ajar hematologi-onkologi anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Pillitteri, A. (2010). Maternal and child health nursing: Care of the childbearing &
childrearing family (6th ed). Philadelphia: Lippincott.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental keperawatan, ed. 4, vol.1. Jakarta:
EGC.

Potts, N.L. & Mandleco, B.L. (2011). Pediatric nursing: Caring for children and their
families, 2nd ed. New York: Thomson Delmar Learning.

PPNI (2010). Standar profesi & kode etik perawat Indonesia. Jakarta: PPNI.

Robinson, D.L., Loman, D.G., Balakas, K. & Flowers, M. (2012). Nutritional screening
and early intervention in children, adolescents, and young adults with cancer.
Journal of Pediatric Oncology Nursing, 29(6), 346-355.

Rodgers,,C., Kollar, D., Taylor, O., Bryant, R., Crockett, K.,… Hockenberry, M.
(2012). Nausea and vomiting perspective among children receiving moderate to
highly emetogenic chemotherapy treatment. Cancer Nursing. 35(3): 203-210.

Roy, C. (2009). The Roy Adaptation Model. 3rd ed. New Jersey : Upper Saddle River.

Schoeman, J.(2015). Nutritional assessment and intervention in pediatric oncology unit.


Indian Journal of Cancer. 52, 186-190.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
Selwood, K., Ward, E., & Gibson, F. (2010). Assestment and management of
nutritional challenges in children’s cancer care: A survey of current practice in
the united kingdom. European Journal of Oncology Nursing, 14, 439-446.

Sean, R., Dariushnia, M.M., Wallace, M.J., Nasir, H., Siddiqi, M.D., Richard, B. …
Cardella, M.D. (2010). Quality improvement guidelines for central venous
access. J. Vasc Interv Radiol, 21, 976-981.

Sivanandan, S., Chawla, D., Mirsa, S., Agarwal, R., & Deorari, A.K. (2009). Effect of
sling application on efficacy of Phototherapy in health term neonates with non
hemolytic jauncide: a randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 46, 23-28.

Sjarif, D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M., & Nasar, S.S. (2014). Buku ajar nutrisi
pediatrik dan penyakit metabolic. Jakarta: IDAI

Sonis, S. (2007). Phatobiology of oral mucositis: novel insight and opportunities. The
Journal of Supportive Oncology, 5,3-11.

Stanescu, L., Foarfa,C., Georgescu, A.C., & Georgescu, I. (2007). Kaposi’s sarcoma
associated with AIDS. Romanian Journal of Morphology and Embryology, 48,
181-187.

Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2010). Nursing theorist and their work. 7th.ed. St.
Louis Missouri : Mosby Elsevier, Inc.

Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2010). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical
Handbook. 2nd ed. London New York: Spinger.

Tipton, J. McDaniel, R., Barbour, L., Jhonston, M.,Kayne, M., LeRoy, P., & Ripple,
M.L. (2007). Putting evidence into practice: Evidence-based interventions to
prevent, manage and treat chemotherapy-induced nausea and vomiting. Clinical
Journal of Oncology Nursing, 11(1), 69-78.

Tisdale, M.J. (2009). Mechanisms of cancer cachexia. Physiological Reviews, 89 (2),


381–410.

Thompson, L.A., Knapp, C.A., Feeg, V., Madden, V.L., & Shenkman, E.A. (2010).
Pediatricians management practices for chronic pain. Journal of Palliative
Medicine, 13(2),171-178.

Withycombe, J.S., Smith, L.M., Meza, J.L., Markle, C., Faulkner, M.S., Ritter, L., …
Moore, K. (2015). Weight change during childhood acute lymphoblastic
leukemia induction therapy predicts obesity: a report from the children’s
oncology group. Pediatr Blood Cancer. 62(3), 434-439..

Withycombe, J.S., Post-White, J.E., Meza, J.L., Hawks, R.G., Smith, L.M., Sacks, N.,
& Seibel, N.L. (2009). Weight patterns in children with high risk ALL: a report
from the children oncology group (COG). Pediatr Blood Cancer. 53, 1249-1254.

WHO-Depkes. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta :
WHO Indonesia.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
Woolery, M., Carroll, E., Feen, E., Wieland, H., Jarosinski, P., Corey, B., Wallen, G.
(2006). A constipation assessment scale for use in pediatric oncology. Journal of
Pediatric Oncology Nursing, 23, 65-74.

World Health Organization (2014). Cancer. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016.

Yabro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, H. B . (2011). Cancer Nursing: Principles and
practice. 7th edition. Canada: Jones and Barlett Publisher.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia
FORMAT PENGKAJIAN
PENDEKATAN MODEL ADAPTASI CALLISTA ROY

DATA UMUM
 Identitas Klien  Identitas Penanggung jawab

Nomor RM : …………………………… Sumber data : Ibu Ayah


Nama : …………………………… Nama : ………………………………………
Tempat/tgl lahir : …………………………… Usia : ………………………………………
Jenis Kelamin : …………………………... Hubungan
Anak ke : …………………………… dengan klien : ………………………………………
Agama : …………………………... Pendidikan : ………………………………………
Pendidikan : …………………………... Agama : ……………………………………....
Alamat : …………………………... Pekerjaan : ………………………………………
…………………………... Suku : ………………………………………
Tgl Masuk RS : …………………………... Alamat : ………………………………………
Tgl Pengkajian : …………………………... ……………………………………....
Ruang rawat : …………………………... Tipe Keluarga : Kandung Adopsi Asuh
Diagnosa Medis : …………………………... Gol. darah : Ibu……… Ayah…………
RIWAYAT KESEHATAN
 Keluhan Utama/Alasan masuk RS
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
 Riwayat Penyakit Sekarang
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
 Riwayat Kesehatan dahulu
 Prenatal
Kesiapan untuk hamil : Kehamilan yang dinginkan Kegagalan KB
Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan : di……………………Oleh………………Sejumlah……..
Keluhan yang dirasakan selama hamil : …………………………………………………………….
Gangguan kehamilan : Hyperemesis Preeklamsi Eklamsi ………….
Riwayat terkena radiasi : Tidak Ya : ………………………………………..
Riwayat jatuh selama hamil : Tidak Ya : ………………………………………..
Riwayat mengonsumsi obat selama hamil : Tidak Ya : ………………………………………..
Riwayat mendapat imunisasi TT : Tidak Ya : ………………………………………..
Riwayat berat badan selama hamil : …………………………………………………………….
 Intranatal
Persalinan : Tempat…………….Jenis……………..Penolong………...
Penyulit persalinan : Tidak ada Partus lama Perdarahan…………..
Komplikasi dialami ibu setelah persalinan : Tidak ada Ada : …………………………………
Kematian ibu saat persalinanan : Tidak Ya
 Postnatal
Masa gestasi : …………Minggu

Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Kondisi setelah lahir : Langsung menangis Sianosis Ikterik
Kejang Kelainan kongenital : …………………..
Antropometri : BBL……..gr PBL……...cm LK………cm
APGAR SCORE : APGAR(1) …………….. APGAR(5)………………
Kondisi plasenta dan tali pusat : …………………………………………………………….
Pemberian obat-obatan : Vit K Salep mata Lainya : ………………….
IMD : Ya Tidak
Riwayat nutrisi : ASI Eksklusif Lain-lain :………………………….

 Riwayat Tumbuh kembang


Gigi : Waktu pertama kali tumbuh……….. Jumlah gigi………..
Perkembangan sesuai tahap usia :
UMUR SOSIAL MOTORIK HALUS MOTORIK KASAR
 2 bulan Senyum Mengikuti gerak Mengangkat kepala 45 o
dari perut
 4 bulan Senyum Menggenggam Membalikkan badan
 6 bulan Menggapai mainan Memindahkan benda Duduk
dari tangan satu ke
tangan lainnya
 9 bulan Bermain ciluk ba Mengambil benda Berdiri
dengan ibu jari dan
telunjuk
 12 bulan Minum dengan Menjemput benda Berjalan
cangkir dengan 5 jari
 18 bulan Menggunakan Mencoret-coret kertas Naik tangga
sendok
 2 tahun Melepaskan pakaian Membuat garis Berdiri dengan 1 kaki
 3 tahun Bermain interaktif Meniru membuat garis Mengayuh sepeda
 4 tahun Memasang kancing Menggambar Melompat dengan 1 kaki
baju
 5 tahun Memakai baju tanpa Meniru gambar Menangkap bola
Bantuan

 Riwayat Penyakit
Riwayat pernah mendapat penyakit : Tidak Ya: …………………… Pada umur………
Riwayat pernah mendapat kecelakaan : Tidak Ya: …………………… Pada umur………
Riwayat pernah di rawat di Rumah Sakit : Tidak Ya, sejumlah……kali, Kapan :…...………
…………………………………………………………….
Riwayat alergi : Tidak Ya: Alergen………….Reaksi alergi………
Riwayat transfusi : Tidak Ya: Apa………..Reaksi yang timbul……...
Riwayat operasi : Tidak Ya, sejumlah……kali, Kapan :…...………
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan/zat/
bahan berbahaya tanpa anjuran dokter : Tidak Ya: …………………… Pada umur………
 Riwayat Kesehatan Keluarga
 Riwayat penyakit keluarga  Genogram
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………
……………………………………

Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
A. MODE ADAPTASI FISIOLOGIS
 Oksigenisasi dan sirkulasi
 Pengkajian Perilaku
Tekanan darah : ……/..….mmHg Respirasi :……x/mnt Nadi :………x/mnt Suhu : …….. oC
CRT……..detik Sianosis
Pergerakan dada : Simetris Retraksi intercostal Retraksi suprasternal
Irama nafas : Reguler Ireguler Dyspneu Kussmoul
Bunyi nafas : Vesikuler Ronchi Wheezing Rules Stredor
Masalah pernapasan lainnya : - Batuk; Tidak ada Ada; Produktif, Tidak Ya
- Cuping hidung; Tidak ada Ada
- Hemoptesis; Tidak ada Ada
- Clubbing kuku; Tidak ada Ada
- Bentuk dada; Normal Tidak normal………...
Bantuan pada pernapasan : Tidak ada Oksigen(…….l/mnt) Suctioning
Bunyi jantung : Murni Suara tambahan; ……………………….….
Irama jantung : Reguler Ireguler
Warna kulit : Merah muda Pucat
Akral : Hangat Dingin
Perdarahan : Tidak ada Ada; ………………………………….……
Analisa Gas Darah (Tgl……….) : PH….. PaO2….....mmHg PaCO2 ….….mmHg
HCO3…….mmHg SaO2……...%
Radiologi (Tgl…………) : .……………………………………………………………….…..
EKG (Tgl………….) : .…………………………………………………………………...
CT Scan (Tgl…………..) : ..…………………………………………………………………..
Laboratorium (Tgl……………) : …..………………………………………………………………..
Terapi : ..…………………………………………………………………..
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Kontekstual : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Residual : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
 Nutrisi
 Pengkajian Perilaku
BB :……….kg TB :………cm LLA :………..cm
Anoreksia Sulit menelan Nyeri menelan Mual Muntah;……………….
Skala Muntah : …………

Frekuensi makan :….x/hr………... Jenis makanan : ………………… Cara pemenuhan……….......


Jumlah kebutuhan :……….kkal Diet khusus: Tidak Ya;…………………………………
Keadaan perut : Datar Cembung Distensi Acites
Nyeri tekan Hepatomegali Splenomegali
Massa di…………………………… Bising usus…….x/m
Alergi makanan : Tidak Ya;…….. ………………………………………
Masalah pada mulut : Somatisis;…………… Labioskizis Labiopalatoskizis
Warna kulit : Kemerahan Ikterik Cyanosis Albino Pucat
Keadaan kulit : Ruam Kering Lembab Edema Petekie/ekimosis
Mukosa : Lembab Kering Pucat Lesi
Gusi : Perdarahan Radang
Konjungtiva : Tidak anemis Anemis
Status Gizi : …………... BB/U;…… TB/U atau PB/U;…… BB/TB;…….
Skrining Gizi (STRONG-KIDS) : Skor 0(risiko rendah) 1-3(risiko sedang) 4-5(risikoberat)
Asuhan keperawatan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Parameter Skor
1. Pasien tampak kurus 0=tidak 1=ya
2. Terdapat penurunan BB selama 1 bulan 0=tidak 1=ya
terakhir (berdasarkan data objektif BB atau
penilaian subjektif orang tua atau untuk bayi
< 1 thn BB tidak naik selama 3 bln terakhir)
3. Terdapat salah satu kondisi berikut : 0=tidak 1=ya
Diare ≥ 5x/hr atau muntah > 3x/hr dalam
seminggu terakhir atau asupan makanan
berkurang selama 1 minggu terakhir
4. Terdapat penyakit atau keadaan yang 0=tidak 2=ya
mengakibatkan beresiko malnutrisi *)
*) Diare kronik (>2 mggu), tersangka penyakit jantung bawaan,
tersangka HIV, tersangka kanker, penyakit hati kronik, penyakit
ginjal kronik, TB paru, luka bakar luas, kelainan anatomi mulut,
trauma, kelainan metabolic bawaan, retardasi mental,
keterlambatan perkembangan, rencana/pasca operasi mayor,
terpasang stoma, lain-lain (berdasarkan pertimbangan dokter)
Laboratorium (Tgl……………) : Hb…….gr/dl Ht……..% Gula darah…….mg/dl
Eritrosit……..juta/µL Trombosit…………ribu/µL
Albumin…….gr/dl SGOT…….U/l SGPT……….U/l
Terapi : ..…………………………………………………………………..
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Kontekstual : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Residual : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
 Eliminasi
 Pengkajian Perilaku
 Urine
Frekuensi BAK…………x/hr Bau……… Warna……… Jumlah……..ml (Diuresis.…..cc/jam)
BAK spontan Kesulitan BAK;……………………………………………
Masalah BAK : Hypospadia Hidrocel Letak tesis………………..
Lesi Distensi
Penggunaan alat bantu : ……………………………………………………………………
Laboratorium (tgl……………) : ……………………………………………………………………
 Feses
Anus : Atresia Fistula/fisura ani Lecet/ruam
Frekuensi BAB………….x/hr Konsistensi………. Warna………….
Karakteristik feses : Darah Lendir Lainnya;………………
Kesulitan BAB : ……………………………………………………………………
Masalah BAB : Tanda-tanda prolapsus/polip Stoma; letak…………….
Laboratorium (Tgl……………) : ……………………………………………………………………
Terapi : ……………………………………………………………………
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Kontekstual : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
Stimulus Residual : ..…………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………...
 Aktivitas dan Istirahat
 Pengkajian Perilaku
Pergerakan : Tidak ada hambatan Ada hambatan;…………………….
Asuhan keperawatan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
ROM : Tidak terbatas Terbatas;…………………………...
Kekuatan otot : --------------- Kelemahan Hemiplegia Hemiparese
Keadaan : Polidikti Edema Lesi Garis sidney
Penggunaan alat bantu aktivitas : .…………………………………………………………………..
Rekreasi : Jenis……………………….. Frekuensi……………………….
Skrining status fungsional pada anak usia 12-18 thn (Barthel index) :
Mandiri (skor 20) : Perlu bantuan; Ringan (skor12-19)
Sedang (skor 9-11) Berat (skor 5-8)
Ketergantungan total (skor <5)
Barthel Index
Indikator Skor
 Mengendalikan rangsangan BAB ; ………..
0 = Tidak terkendali /tidak teratur (perlu pencahar)
1 = Kadang-kadang tidak terkendali (satu kali/minggu)
2 = Mandiri/tidak mampu mengendalikan
 Mengendalikan rangsangan BAK …………
0 = Tidak terkendali atau pakai kateter dan tidak mampu mengendalikan
1 = Kadang-kadang tidak terkendali (satu kali/24 jam)
2 = Mandiri
 Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) …………
0 = Butuh pertolongan orang lain
1 = Mandiri
 Penggunaan toilet masuk dan keluar …………
(melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)
0 = Tergantung pertolongan orang lain
1 = Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan, tetapi dapat mengerjakan
kegiatan yang lain
2 = mandiri (masuk dan keluar,berpakaian dan membersihkan diri)
 Makan ..……….
0 = Tidak mampu
1 = Perlu ditolong memotong makanan
2 = Mandiri
 Berubah sikap dari berbaring ke duduk …………
0 = Tidak mampu duduk seimbang
1 = Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan sedikit (verbal dan fisik)
3 = mandiri
 Berpindah/berjalan …………
0 = Tidak mampu
1 = Bisa(pindah) dengan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 = Mandiri
 Memakai baju ………….
0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misalnya mengancingkan baju)
2 = mandiri
 Naik turun tangga …………
0 = Tidak mampu
1 = Butuh pertolongan
2 = Mandiri
 Mandi …………
0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
Total skor………….
Tidur : Durasi;……….jam Pola tidur;…………………………….
Kebiasaan sebelum tidur : …………………………………………………………………...
Masalah tidur : …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………..
Terapi

 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Asuhan keperawatan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
 Cairan dan Elektrolit
 Pengkajian Perilaku
Jenis cairan yang dikonsumsi : ASI PASI Lainnya………… Jika ASI; frekuensi…..
Cara mengkonsumsi cairan : Menggunakan; Botol susu Cup Lainnya;…………
Jumlah cairan yang dikonsumsi : ………….ml Balance Cairan;……………………………
Turgor kulit : Baik(elastis) Menurun Jelek
Rasa haus : Tidak Ya
Mata cekung : Tidak Ya
Dehidrasi : Tidak Ya; Ringan Sedang Berat
Laboratorium (Tgl……………) : Elektrolit darah; Natrium………...mmol/l
Kalium….…….mmol/l Chlorida……..…mmol/l
Terapi : IVFD; Jenis….……… Jumlah……….tpm Lainnya………….
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
 Proteksi dan Perlindungan
 Pengkajian Perilaku
Keadaan umum : …………………………………………………………………...
: Hepatitis 0 BCG
Imunisasi
Combo 1 Combo 2 Combo 3
Polio 1 Polio 2 Polio 3
Lainnya…………………………………………………………
Alergi : Obat…………………… Lainnya……………………………..
Kulit : Kebersihan……………. Dekubitus………. Luka…………..
Personal hygiene : Tangan………………... Mulut………………………………..
Rambut………………. Genitalia……………………………..
Respon peradangan : Panas Merah Bengkak Nyeri
Laboratorium (Tgl…………….) : CRP………..mg/l Leukosit…………/µl Hitung Jenis; .........
……………………………………………………………………
Terapi : …………………………………………………………………...
Risiko Jatuh (Skala Humty Dumty)
Untuk anak usia 12-18 tahun
Umur Jenis Diagnosa Gangguan Faktor Respon Penggunaan
Kelamin Kognitif Lingkungan Pembedahan/ Obat
Anastesi
4.<3 thn 2.Laki-laki 4.Kelainan neuro 3.Tidak sadar 4.Riwayat jatuh 3.Dalam 24 jam 3.Macam-macam
3.3-7 thn 1.Perempuan 3.Perubahan dalam terhadap 3.Menggunakan 2.Dalam 48 jam obat sedasi,
2.7-13 thn O2,dehidrasi,anemia keterbatasan alat bantu dan riwayat hipnotik,barbiturate,
1.>13 thn anoreksi,sinkop 2.Lupa 2.Ditempat tidur jatuh fenotiazin,anti
2.Kelainan psikis/ keterbatasan 1.Diluar ruang 1.>48 jam depresan,laksans/
Perilaku 1.Mengetahui rawat diuretika,narkotik
1.Diagnosa lain Kemampuan 2.Salah satu obat
Diri diatas
1.Pengobatan lain

Risiko rendah = skor 7-11, Risiko tinggi = skor ≥12 Total skor …………………
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
 Sensasi
 Pengkajian Perilaku
 Penglihatan
Ketajaman penglihatan : Baik Menurun (R - L) Buta (R - L)
Bola mata : Asimetris Pergerakan bola mata; ………………....……...
Pupil : Reaktif Non reaktif (R – L) Anisokor
Palpebra : Cekung Tidak membuka sempurna Edema
Kotoran mata : Tidak ada Ada; banyaknya…………………………….
 Penghidu
Letak hidung : Simetris Asimetris
Penciuman : Baik Tidak baik
Pengeluaran cairan : Tidak ada Sekret Darah Kebersihan;………….
 Pendengaran
Ketajaman pedengaran : Baik Menurun (R - L)
Kebersihan : Baik Kotor (R - L)
Bentuk : Simetris Asimetris
Posisi puncak pina : Sejajar kantus mata Tidak sejajar kantus mata
 Pengecapan
Kondisi mulut : Besih Kotor Masalah pada mulut;………………
 Kulit
Suhu : Teraba hangat Teraba panas Teraba dingin
Masalah pada kulit : Gatal Lesi Erupsi Eritema Lainnya;…….....
Luka : Tidak ada Ada; luka…………………………………….

Risiko decubitus (Skala Braden)

Persepsi Kelembaban Aktivitas Mobilitas Nutrisi Friksi dan


Sensori Gesekan
Kemampuan untuk Sejauh mana kulit Tingkat aktivitas Kemampuan untuk Pola asupan 1.Masalah
merespon ketidak terpapar kelembaban fisik mengubah dan makanan 2.Potensi
nyamanan tekanan 1.Kelembabab konstan 1.Tergeletak di mengontrol posisi 1.Sangat buruk masalah
1.Tidak berespon 2.Sering lembab tempat tidur tubuh 2.Kurang adekuat 3.Tidak ada
2.Sangat terbatas 3.Kadang lembab 2.Tidak bisa 1.Tidak bisa 3.Adekuat masalah
3.Sedikit terbatas 4.Jarang lembab berjalan bergerak 4.Sangat baik
4.Tidak ada 3.Berjalan pada 2.Sangat terbatas
Gangguan Jarak terbatas 3.Sedikit terbatas
4.Berjalan di 4.Tidak ada
Sekitar ruangan batasan

Total skor…………….
Skor : 6-10(sangat tinggi),11-14(tinggi), 15-19(sedang), 20-23(rendah)

Nyeri : Tidak Ya; Lokasi…………. Intensitas……………....


Perilaku nyeri…………………………………………………….
Skala nyeri; ……… Visual Analog Scale/FACES (anak≥3tahun)

0 2 4 6 8 10

Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
FLACC Scale (untuk < anak 3 tahun)

Wajah (Face) Ekstremitas(Legs) Gerakan(Activity) Menangis(Cry) Kemampuan


Ditenangkan
(Consolability)

0.Tidak ada ekspresi 0.Posisi relaks 0.Berbaring tenang, 0.Tidak menangis 0.Senang,relaks
khusus 1.Posisi tegang,gelisah bergerak mudah 1.Merintih,merengek 1.Dapat ditenangkan
1.Kadang menangis/ 2..Menendang/menarik 1.Mengeliat, bolak- kadang mengeluh dengan sentuhan,
mengerutkan dahi, diri balik,tegang 2.Menjerit, menangis pelukan atau bicara
menarik diri 2.Posisi tubuh tersedu-sedu 2.Tidak dapat /sulit
2.Sering mengerutkan meringkuk,kaku/ ditenangkan dengan
dahi, rahang spasme sentuhan,distraksi
mengatup
Total Skor……………..

Terapi : …………………………………………………………………...
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
 Fungsi Neurologi
 Pengkajian Perilaku
Kesadaran : Compos mentis Apatis Somnolent Soporus Coma
GCS : E….., M…..., V……., Total :………………….
Kejang : Tidak Ya; jumlah……….x/hari, Durasi :………..dt
Refleks primitis : Menangis; Kuat Lemah Rooting; Kuat Lemah
Sucking; Kuat Lemah Grap; Kuat Lemah
Morro; Kuat Lemah
Refleks fisiologi : Biseps……/……. Triseps….…/…….. Patella……../………
Iritasi meningeal : Brudzinsky; Positif Negatif
Kernig Sign; Positif Negatif
Kaku kuduk : Positif Negatif
Nervus cranial : Normal Tidak normal; gambarkan penyimpangannya
…………………………………………………………………..
Tes diagnostic (Tgl……………) : …………………………………………………………………...
Terapi : …………………………………………………………………...
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
 Fungsi Endokrin
 Pengkajian Perilaku
Pembesaran kelenjar : Tidak Ya; ……………………………………………...
Kreatinisme : Tidak Ya
Gigantisme : Tidak Ya

Laboratorium (Tgl……………) : GDS……..mg/dl GDP…..…mg/dl GD2JPP……….mg/dl


Terapi : …………………………………………………………………..

 Pengkajian stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
B. MODE ADAPTASI KONSEP DIRI
 Pengkajian Perilaku
 Fisik Diri
Perasaan terhadap penyakit yang : ……………………………………………….………………......
dialami ? …………………………………………………………………...
Perasaan terhadap kehilangan : …………………………………………………………………..
bagian/anggota tubuh ? ……………………………………………………………………
Bagian tubuh yang paling disukai? : ……………………………………………………………………
Bagian tubuh yang tidak disukai? : ……………………………………………………………………
Bagian tubuh yang paling menarik? : …………………………………………………………………....
Ketidakpuasan terhadap : Ukuran tubuh Fungsi Penampilan
Komunikasi nonverbal : Tidak mau melihat bagian tubuh; …………………………..
Tidak mau menyentuh bagian tubuh;……………………….
 Personal Diri
Adakah perasaan takut : Tidak Ya;………………………………………………..
Perasaan kehilangan orang : Tidak Ya;………………………………………………..
terdekat
Pemahaman anak tentang sakit dan : ……………………………………………………………………
rawat inap …………………………………………………………………...
Ekspresi perasaan : Menyalahkan Tidak berdaya Sedih
Norma dan nilai dalam keluarga : ……………………………………………………………………
Aktivitas keagamaan yang diikuti : ……………………………………………………………………
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
C. MODE ADAPTASI FUNGSI PERAN
 Pengkajian perilaku
Tingkat perkembangan saat ini : ……………………………………………………………………
Peran primer : ……………………………………………………………………
Peran sekunder : ……………………………………………………………………
Peran tertier : ……………………………………………………………………
Suport system dalam keluarga : ……………………………………………………………………
Hubungan antar anggota keluarga : ……………………………………………………………………
Pengharapan keluarga : ……………………………………………………………………
Harapan terhadap diri sendiri : ……………………………………………………………………
Peran selama sakit : ……………………………………………………………………
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....
D. MODE ADAPTASI FUNGSI INTERDEPENDENSI
 Pengkajian Perilaku
Perasaan orang tua saat ini : ……………………………………………………………………
Pengasuh anak : ……………………………………………………………………

Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Keterlibatan orang tua : Ibu Ayah
Berkunjung; Ya Tidak Ya Tidak
Menyentuh; Ya Tidak Ya Tidak
Memeluk; Ya Tidak Ya Tidak
Berbicara; Ya Tidak Ya Tidak
Kontak mata; Ya Tidak Ya Tidak
Kecemasan anak karena perpisahan : Tidak Ya; dengan siapa…………………………..
Kecemasan terhadap orang lain : Tidak Ya; dengan siapa…………………………..
Kemandirian dan sosialisasi : …………………………………………………………………..
 Pengkajian Stimulus
Stimulus Fokal : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Kontekstual : …………………………………………………………………....
……………………………………………………………………
Stimulus Residual : …………………………………………………………………....

Asuhan
Residensi Kep.Anak 2016 : Tatikeperawatan
S.Ponidjan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA

KONTRAK BELAJAR
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK LANJUT
RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I

Oleh:

Tati Setyawati Ponidjan


NPM. 1306346355

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT I (3 SKS)

Nama Aplikan : Tati Setyawati Ponidjan


NPM : 1306346355
Tempat Praktik : RSAB Harapan Kita (Perina)
Waktu : 14 September – 9 Oktober 2015

Waktu
No Tujuan Praktik Kompetensi Metode Out come
Pelaksanaan

1 Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  14-18  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan Hyperbilirubinemia (bukan karena BBLR) meliputi:  Wawancara September lengkap asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik 2015 keperawatan
klien neonatus (menggunakan teori Adaptasi Roy)  Dokumentasi sebagai kasus
dengan masalah a. Riwayat kesehatan (sepsis, atresia bilier), riwayat kelolaan
infeksi/ metabolisme/ keluarga (resus darah ibu dan anak berbeda), riwayat
kogenital persalinan (cepal hematom)
b. Keadaan umum, tanda vital, antropometri
c. Pemeriksaan head to toe, ikterus pada kulit dan selaput
lendir (menilai kadar bilirubin menurut metode
Kremer)
d. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan golongan darah, leukosit, hemoglobin,
bilirubin,warna urine dan feses

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data
hasil pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ;
Risiko cedera (kernikterus), risiko kurang volume
cairan, risiko kerusakan integritas kulit, risiko
hipertermia, resiko cedera karena efek fototerapi,
perubahan peran orang tua, kecemasan orang tua

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi
a. Melakukan tindakan keperawatan.
Mandiri : Observasi tanda-tanda vital secara rutin,
pemberian nutrisi/cairan, fototerapy, antisipasi efek
fototerapy, perawatan integritas kulit, meningkatkan
bonding orang tua-anak, mempertahankan lingkungan
yang tenang, ajak orang tua berpartisipasi dalam
perawatan.
Kolaborasi : asistensi transfuse tukar, pemberian obat-
obatan.
b. Menerapkan hasil temuan riset.

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang  Wawancara
diberikan :  Pemeriksaan fisik
Turgor kulit baik dan tidak ada iritasi, tanda-tanda  Dokumentasi
vital dalam batas normal, warna kuning pada kulit
berkurang/hilang, kadar bilirubin inderek pada darah
kurang dari 12,5 mg/dl (bayi cukup bulan), 10 mg/dl
(bayi kurang bulan), orang tua mau berpartisipasi dan
kecemasan berkurang.
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6 Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak  Observasi  1 (satu) laporan


sesuai etik legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi etik legal

Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  1 (satu) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


2. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan IRDS  Observasi  21-25  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan (Idiopatik Respiration Distress Syndrome)/ penyakit  Wawancara September asuhan
keperawatan pada membrane hyaline meliputi:  Pemeriksaan fisik 2015 keperawatan
klien neonatus 1. Melakukan Pengkajian  Dokumentasi
dengan masalah a. Riwayat kesehatan, riwayat keluaraga, riwayat
respirasi persalinan.
b. Keadaan umum , tanda vital, antropometri
Pemeriksaan head to toe (sistem pernapasan; status
pernapasan, sianosis, retraksi, edema pada ekstremitas,
tonus otot menurun, gruinting, napas cuping hidung)
c. Pemeriksaan penunjang :
Foto thorax, analisa gas darah, glukosa darah

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan; gangguan
pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan
napas tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, koping keluarga tidak efektif, risiko injuri
karena tidak seimbangnya asam basa, risiko perubahan
peran orang tua.

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi


a. Melakukan tindakan keperawatan.
b. Mandiri : observasi tanda-tanda vital dan SaO2 secara
rutin, perawatan bayi dalam inkubator, pemberian
oksigen, pemberian nutrisi adekuat, developmental
care, mendukung bonding keluarga, menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
Kolaborasi : CPAP, terapy survaktan, pemberian obat-
obatan (antibiotik, furosemid, fenobarbital)

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


5. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang  Wawancara
diberikan :  Pemeriksaan fisik
AGD dan SaO2 dalam batas normal, berkurang/tidak  Dokumentasi
ada tanda-tanda distress pernapasan (retraksi,sianotis,
cuping hidung), suara napas vesikuler, berat badan
sesuai tumbang, warna kulit merah muda, orang tua
melakukan bonding pada anaknya
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

7. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  1 (satu) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

3 Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  28 September  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) meliputi:  Wawancara - 2 Oktober lengkap asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan 2015 keperawatan
klien neonatus (menggunakan teori Adaptasi Roy) perkembangan sebagai kasus
dengan masalah a. Riwayat kesehatan, riwayat keluarga, riwayat  Dokumentasi kelolaan
thermoregulasi persalinan
b. Keadaan umum , tanda vital, berat badan < 2500 gr,
masa gestasi < 37 minggu
Pemeriksaan head to toe, antropometri, tonus otot
menurun, reflex primitif tidak ada/kurang termasuk
menghisap dan menelan, lemak sub kutan kurang,
lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar, puting
susu dan genitalia imatur.
c. Pemeriksaan penunjang :
Glukosa darah, elektrolit serum, analisa gas darah.

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


b. Menetapkan masalah keperawatan; hipotermia, risiko
aspirasi, nutrisi kurang kebutuhan tubuh, gangguan
pertukaran gas, risiko infeksi, Resiko cedera
(kernicterus)

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi


a. Melakukan tindakan keperawatan.
Mandiri : Monitoring tanda-tanda vital dan intake-out
put cairan secara rutin, perawatan bayi dalam
inkubator, Perawatan Metode Kanguru (PMK),
pemberian oksigen, nutrisi adekuat, tindakan
menggunakan prinsip bersih dan steril, mendukung
bonding keluarga, mempertahankan lingkungan yang
tenang dan nyaman, melakukan discharge planning.
Kolaborasi : Pemberian obat-obatan
b. Menerapkan hasil temuan riset

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang  Wawancara
diberikan :  Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital dan AGD dalam batas normal, berat  Dokumentasi
badan bertambah, kulit utuh dan warna merah muda,
Tidak ada tanda-tanda infeksi, intake dan out put
seimbang, orang tua melakukan bonding pada anaknya
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak  Observasi


 1 (satu) laporan
sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi etik legal
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  1 (satu) laporan
 Dokumentasi jurnal reflektif

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


4. Mahasiswa mampu Presentase kasus kelolaan meliputi; WOC, pengkajian  Ceramah/Tanya  5-9 Oktober  Presentasi
melakukan presentasi lengkap, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi. jawab 2015 menggunakan
kasus Asuhan PPT, diskusi
keperawatan pada
klien neonatus Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  1 (satu) laporan
dengan masalah  Dokumentasi jurnal reflektif
infeksi/kongenital/
metabolisme/ Melakukan bimbingan terkait praktik keperawatan di perina  Ceramah/Tanya  Daftar hadir
respirasi/ pada mahasiswa magister atau profesi atau D3 keperawatan jawab
thermoregulasi

KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT II (4 SKS)

Nama Aplikan : Tati Setyawati Ponidjan


NPM : 1306346355
Tempat Praktik : RS Cipto Mangunkusumo (Infeksi)
Waktu : 26 Oktober – 4 Desember 2015

Waktu
No Tujuan Praktik Kompetensi Metode Out Come
Pelaksanaan

1. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  26 Oktober -  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan broncho pneumonia meliputi:  Wawancara 6 November lengkap asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik 2015 keperawatan
klien anak dengan (menggunakan teori Adaptasi Roy)  Dokumentasi sebagai kasus
masalah sistem a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan kelolaan
pernapasan riwayat pertumbuhan perkembangan (imunisasi,ASI
dan nutrisi)
b. Keadaan umum, tanda vital.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


c. Pemeriksaan head to toe (system pernapasan :
batuk, frekuensi nafas, usaha bernafas, pola nafas,
bunyi nafas, cuping hidung,wheezing, retraksi dada ,
sianosis), status hidrasi, nyeri kepala dan abdomen.
d. Pemeriksaan penunjang; AGD, LED, thorax foto

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; pola nafas
tidak efektif, tidak efektif bersihan jalan napas,
gangguan pertukaran gas,volume cairan kurang dari
kebutuhan tubuh,kecemasan orang tua, kurang
pengetahuan orang tua.

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi


a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : Monitoring tanda tanda vital dan status
pernapasan, mengatur posisi pasien, mobilisasi,
pencegahan infeksi, nutrisi dan hidrasi yang
adekuat, mempertahankan lingkungan yang tenang
dan nyaman,menjelaskan proses penyakit pada
orang tua.
Kolaborasi : oksigenasi (terapi oksigen, inhalasi),
fisioterapi dada, pemberian obat-obatan (antibiotika,
antiprektika, analgetik, mukolitik dan ekspektoran)
b. Menerapkan hasil temuan riset

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan  Wawancara
yang diberikan : bunyi napas bersih (tidak ada rales  Pemeriksaan fisik
atau ronki), pernapasan teratur, anak tidak gelisah,  Dokumentasi
tidak sianosis, intake dan output cairan seimbang,

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


suhu badan normal,membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, orang tua memahami proses
penyakit anaknya.
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak  Observasi  1 (satu) laporan


sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi etik legal

Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  2 (dua) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

2. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan diare  Observasi  9 – 20  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan meliputi:  Wawancara November lengkap asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik 2015 keperawatan
klien anak dengan (menggunakan teori Adaptasi Roy)  Dokumentasi sebagai kasus
gangguan a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat kelolaan
keseimbangan cairan pertumbuhan perkembangan
b. Keadaan umum, tanda vital (hipertermi, takikardia,
takipnea), BAB, mual dan muntah, anoreksia
c. Pemeriksaan head to toe : turgor kulit jelek, ubun-
ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering,
keram abdominal.
d. Pemeriksaan penunjang; kultur tinja, darah (PH,
leukosit, elektrolit)

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; kurang volume
cairan tubuh, risiko gangguan integritas kulit, nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, kurang pengetahuan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : Monitoring tanda-tanda vital, rehidrasi,
observasi intake dan output, nutrisi adekuat,
mempertahanakan keutuhan kulit, mempertahankan
lingkungan yang tenang dan nyaman, melakukan
discharge planning.
Kolaborasi : Pemberian obat-obatan (antibiotika),
antiprektika, pedialite atau oralit
b. Menerapkan hasil temuan riset

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang  Wawancara
diberikan : kulit utuh, intake dan output seimbang,  Pemeriksaan fisik
tidak terjadi penyebaran infeksi, BB tidak turun,  Dokumentasi
peningkatan pengatahuan
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak  Observasi  1 (satu) laporan


sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi etik legal

Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  2 (dua) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

3. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  23 November -  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan Meningitis meliputi:  Wawancara 4 Desember asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik 2015 keperawatan
klien anak dengan a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dan riwayat  Dokumentasi
infeksi sistem pertumbuhan perkembangan
persarafan b. Keadaan umum, tanda vital , kejang

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


c. Pemeriksaan head to toe: sakit kepala, muntah,
mudah terstimulasi perubahan sensori, fotofobia,
kaku kuduk, opistotonus, kernig dan brudzinski
positif, penurunan kesadaran, peteki atau pruritus
(tanda infeksi meningococcal).
d. Pemeriksaan penunjang; punksi lumbal,darah
(leukosit, glukosa, protein), kultur darah.

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; hipertermi,
perubahan perfusi serebral, gangguan pertukaran
gas, tidak efektif bersihan jalan napas, risiko injuri,
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi


a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : observasi tanda-tanda vital dan status
neurologi, oksigenasi, mempertahankan hidrasi,
mengatur posisi pasien, mengontrol kejang, nutrisi
adekuat, mempertahankan ventilasi, mengurangi
peningkatan tekanan intracranial, mobilisasi pasif,
memberikan dukungan kepada keluarga.
Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; antibiotika,
antikonfulsan dan terapi suportif
b. Menerapkan hasil temuan riset

d. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

e. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan  Wawancara
yang diberikan : suhu badan normal, perfusi serebral  Pemeriksaan fisik
adekuat (kesadaran membaik), sakit kepala  Dokumentasi
berkurang, tidak terjadi injuri (karena kejang), berat

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


badan tidak turun, status pernapasan normal, intake
dan output seimbang.
b. Menentukan rencana tindak lanjut

f. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi


 2 (dua) laporan
Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi jurnal reflektif
 Dokumentasi

4. Mahasiswa mampu Menyusun instrument  Observasi  26 Oktober – 4  Laporan inovasi


melakukan proyek Melakukan pengkajian dan analisa  Ceramah/Tanya Desember
inovasi dalam praktik Menentukan masalah jawab 2015
klinik keperawatan Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian  Dokumentasi
sebagai pembaharu masalah
(change agent). Presentasi rencana proyek inovasi
Implementasi proyek inovasi
Melakukan evaluasi
Presentasi pelaksanaan proyek inovasi
Membuat laporan kegiatan

Melakukan bimbingan terkait praktik keperawatan di perina  Ceramah/Tanya  Daftar hadir


pada mahasiswa magister atau profesi atau D3 keperawatan jawab

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK LANJUT III (4 SKS)

Nama Aplikan : Tati Setyawati Ponidjan


NPM : 1306346355
Tempat Praktik : RSPAD Gatot Soebroto (non infeksi)
Waktu : 7 Desember 2015 – 15 Januari 2016

Waktu
No Tujuan Praktik Kompetensi Metode Out Come
Pelaksanaan

1. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  7 – 18  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan Thalasemia meliputi:  Wawancara Desember lengkap asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik 2015 keperawatan
klien anak dengan (menggunakan teori Adaptasi Roy)  Dokumentasi sebagai kasus
masalah sistem a. Riwayat kesehatan (genetika), perjalanan penyakit kelolaan
Hematologi dan riwayat pertumbuhan perkembangan
b. Keadaan umum (lemah), tanda vital (sesak napas),
disritmia
c. Pemeriksaan head to toe
Muka pucat dan bentuk mongoloid, perawakan
pendek, tebalnya tulang kranial, pembesaran limpa,
letargia, nyeri tulang dan dada, epistaksis, membrane
mukosa kering,
d. Pemeriksaan penunjang; sel darah merah
(mikrositosis, hipokromia, anisositosis, imatur sel
darah, menurunan Hb dan Ht).

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; perubahan
perfusi jaringan, tidak toleran terhadap aktivitas,
nyeri, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, tidak
efektif koping kelurga.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi
a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : observasi perfusi jaringan (tanda-tanda
vital, pengisian kapiler, warna kulit, membrane
mukosa), mendukung anak toleran terhadap
aktifitas, memberikan nutrisi yang adekuat,
mempertahankan lingkungan yang tenang dan
nyaman, memberikan dukungan pada keluarga.
Kolaborasi : Pemberian obat-obatan (iron chelating
agent), transfuse.
b. Menerapkan hasil temuan riset

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi  Observasi
a. Kulit hangat dan warna merah muda, membrane  Wawancara
mukosa lembab, berat badan tidak menurun, anak  Pemeriksaan fisik
tidak mual dan muntah, toleran terhadap aktivitas,  Dokumentasi
keluarga dapat mengendalikan stres.
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak  Observasi  1 (satu) laporan


sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi etik legal

Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  2 (dua) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


2. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  21 Desember -  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) meliputi:  Wawancara 1 Januari 2016 lengkap asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik keperawatan
klien anak dengan (menggunakan teori Adaptasi Roy)  Dokumentasi sebagai kasus
masalah Onkologi a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dan riwayat kelolaan
pertumbuhan
b. Keadaan umum, tanda vital (takipnea, hipertermia,
hipertensi)
c. Pemeriksaan head to toe
Pucat, petechie, purpura, anoxia, penurunan BB,
nyeri pada tulang dan persendian, lymphadenopathy,
hepatosplenomegaly.
d. Pemeriksaan penunjang; pemeriksaan darah tepi
(leukosit imatur), aspirasi sum-sum tulang (BMP),
lumbal punksi

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; risiko infeksi,
resiko injuri, resiko kurang volume cairan tubuh,
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi


a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri ; pencegahan risiko infeksi, pencegahan
resiko pendarahan, pencegahan resiko kurang
volume cairan tubuh, nutrisi yang adekuat,
mencegah kerusakan kulit, mengurangi nyeri,
mempertahankan lingkungan yang tenang dan
nyaman.
Kolaborasi : pemberian obat-obatan (kemoterapy)
b. Menerapkan hasil temuan riset

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi  Observasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang
 Wawancara
diberikan : mual dan muntah berkurang, tidak ada
 Pemeriksaan fisik
tanda-tanda infeksi, tidak ada tanda-tanda
pendarahan, integritas kulit utuh  Dokumentasi
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Mengidentifikasi praktik keperawatan anak yang tidak  Observasi  1 (satu) laporan


sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi etik legal

Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  2 (dua) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

3. Mahasiswa mampu Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan  Observasi  4-15 Januari  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan sindrom nefrotik meliputi:  Wawancara 2016 asuhan
keperawatan pada 1. Melakukan Pengkajian  Pemeriksaan fisik keperawatan
klien anak dengan a. Riwayat kesehatan , perjalanan penyakit dan riwayat  Dokumentasi
masalah system pertumbuhan perkembangan
perkemihan b. Keadaan umum, tanda vital (hipertensi), anoreksia,
fatigue.
c. Pemeriksaan head to toe : edema (wajah, abdomen,
genitalia, ekstremitas), berat badan meningkat, nyeri
abdomen.
d. Pemeriksaan penunjang; analisa urine (proteinuria),
pemeriksaan darah (hipoalbuminemia, hiperlipidemia)

2. Merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Menetapkan masalah keperawatan ; kelebihan

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


volume cairan, kurangnya volume cairan
(intravaskuler), risiko infeksi, gangguan integritas
kulit, intolerans aktivitas, perubahan nutrisi dari
kebutuhan tubuh

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan  Dokumentasi


a. Melakukan tindakan keperawatan
Mandiri : pencegahan terhadap infeksi, hidrasi secara
adekuat, mencegah cairan overload, menjaga integritas
kulit, nutrisi adekuat
Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; terapi diuretik,
terapi albumin, prednison
b. Menerapkan hasil temuan riset

4. Implementasi perencanaan keperawatan  Praktik keperawatan

5. Evaluasi
a. Mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan yang  Observasi
diberikan : tidak terjadi kerusakan kulit, leukosit  Wawancara
normal, tidak terjadi hipertermia, nyeri abdomen  Pemeriksaan fisik
berkurang, tekanan darah dalam batas normal, balance  Dokumentasi
intake dan output, Hgb dan Hct dalam batas normal
b. Menentukan rencana tindak lanjut

6. Pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi

Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek  Observasi  2 (dua) laporan


 Dokumentasi jurnal reflektif

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


ti
H
E] (6
(da
L(6 k
o_v G
6^ cd
ll^1
dl
€]
,\o
w
#rH
o'l
L
C)
*l6l
Eli >l
E.n E (,)
-o H
F,- c.I Fi
o.
a0)
rlol
a
I'r
al
'.=t
J4
FI
a
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
o
x
(B
x
di L-
(l)*i
-(g d
=F^
EbF !>
0)>
rr 6 al
aa a
<l
OJ
()I
qt
o!w
o ot
'J
o thl
) zl
E9
'- I
()
€)
si
..
JN!
L::_
o s!v
=Xi
X
* xo gE TI
(d_-!q
= >'h ';e
= AI
ix ISo-s
.=l-y
3 6:
v.
r.-G
^r' =+tl^ * _f;
IsEB-';E
y
ts- Ei-
-_;
E AE ELr'A
= $g
fi E E AE E: H
!.EIgHEiE f : ol
ql
Ee = g +g;
-._-_y_!E!
N
,>E=9=t=2
5.-2
c4 >tJ
"l ryo*;.*'A* i J-
E E
d
;{6J(j6J()(J(J(J)-
:;=<s<<== ,w 6 4- .Mt
al
a
=zz,zzz.z.z. Es E ?dl
i-;; d=j oie ob > 8- s
g 6J$l,El
Ex
E *'*
g
AEI \-#t
E Ad -l
<l.t
sqe LI
fiHp* AI
HI
FI*E
Eh.FS
> E€{
.+
UNIVERSITAS INDONESIA

KONTRAK BELAJAR
PRAKTIK KLINIK KHUSUS
RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK II

Oleh:

Tati Setyawati Ponidjan


NPM. 1306346355

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
KONTRAK BELAJAR NERS SPESIALIS PRAKTIK KLINIK KHUSUS DALAM KEPERAWATAN ANAK (6 SKS)

Nama Aplikan : Tati Setyawati Ponidjan


NPM : 1306346355
Tempat Praktik : Ruang rawat anak non infeksi
Waktu : 1. 15 Februari 2016 25 Maret 2016 (RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta)
2. 28 Maret 2016 – 29 April 2016 (RSAB Harapan Kita Jakarta)
TUJUAN WAKTU
NO KOMPETENSI METODE OUT COME
PRAKTEK PELAKSANAAN

1. Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak  Observasi  15 Februari – 26  1 (satu) laporan
memberikan asuhan dengan penyakit non infeksi menggunakan pendekatan Model  Wawancara Februari 2016 lengkap asuhan
keperawatan pada Adaptasi Roy  Pemeriksaan keperawatan
klien anak dengan a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada fisik sebagai kasus
penyakit non infeksi klien anak  Dokumentasi kelolaan (WOC,
yang mengalami  Subsistem Regulator Pengkajian,
masalah nutrisi Mode adaptasi Fisiologi intervensi,
menggunakan - Oksigenisasi dan sirkulasi; ventilasi,transportasi implementasi,da
pendekatan teori oksigen, perfusi jaringan dan kompensasi sesuai n evaluasi
Model Adaptasi Roy kebutuhan oksigen keperawatan)
- Nutrisi; antropometri, status gizi, penurunan nafsu
makan, mual muntah, kemampuan menelan,
kebutuhan kalori, masalah pada mulut (seperti
stomatisis), skrining gizi (Strong-kids).
- Eliminasi; retensi urine, diare, konstipasi,
inkontinensia bowel atau urine
- Aktivitas dan istirahat; mobilisasi, pergerakan, tidur
- Cairan dan elektrolit; dehidrasi, retensi cairan, asam-
basa, elektrolit, syok
- Proteksi dan perlindungan; integritas kulit, infeksi,
reaksi alergi, status imun
- Sensasi; nyeri, persepsi, sensori
- Fungsi neurologi; kesadaran,kognitif,memori,perilaku
- Fungsi endokrin; regulasi hormone
 Subsistem Kognator ;
Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, support nutrisi
dari keluarga, kecemasan

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
b. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; nyeri, kemoterapi, kompresi pada
abdomen, gangguan pada saluran cerna.
 Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, tingkat
fisik, dinamika keluarga, pengetahuan, status ekonomi,
budaya, lingkungan. riwayat penyakit yang sama.
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu

2. Mampu merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan data hasil
pengkajian yang merupakan perilaku adaptif atau
inefektif serta stimulus stressor
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kanker, sesuai dengan masalah nutrisi yang
ditemukan dan kemungkinan masalah lainya yang
berhubungan, menurut NANDA 2015-1017:
 Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan
tubuh (00002)
 Risiko berat badan berlebih (00234)
 Berat badan berlebih (00233)
 Risiko kekurangan volume cairan (00028)
 Konstipasi (00011)
 Keletihan (00092)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Risiko infeksi (00004)
 Kerusakan membrane mukosa oral (00045)
 Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
 Risiko keterlambatan perkembangan (00112)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Gangguan citra tubuh (00118)
 Defisit perawatan diri (00108)
 Ansietas (00146)
 Hambatan interaksi sosial (00052)
3. Mampu menyusun rencana/intervensi keperawatan dengan  Dokumentasi

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
interdependensi, melalui ;
a. Mandiri; pemantauan/monitoring nutrisi, menilai status
gizi, manajemen nutrisi, pemberian enteral tube
feeding/nutrisi enteral, manajemen mual & muntah, oral
hygiene, pendidikan kesehatan, dukungan dalam kegiatan
sehari-hari, menyusun dan memberikan discharge
planning ,menerapkan Family Centered Care
b. Kolaborasi; kebutuhan gizi, terapi nutrisi parentral
terapi cairan, kolaborasi pemeriksaan penunjang

4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan  Praktik


hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan keperawatan
dengan masalah nutrisi dan edukasi

5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi  Observasi


keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,  Wawancara
dan kompromi; peningkatan berat badan/dapat dipertahankan,  Pemeriksaan
selera makan meningkat, tidak ada mual dan muntah. fisik
Mampu menentukan rencana tindak lanjut  Dokumentasi

6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi


pada klien anak dengan penyakit non infeksi masalah nutrisi
dengan pendekatan teori Model Adaptasi Roy

7. Menerapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak  Observasi


yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi

8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis  Observasi 2 (dua) laporan


kejadian,rencana perubahan)  Dokumentasi jurnal reflektif

2. Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan  Observasi 14 Maret 2016 – 25  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan gangguan kardiovaskuler, menggunakan pendekatan Model  Wawancara Maret 2016 lengkap asuhan
keperawatan pada Adaptasi Roy  Pemeriksaan keperawatan
klien anak dengan a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada fisik sebagai kasus
gangguan klien anak  Dokumentasi kelolaan (WOC,

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
kardiovaskuler  Subsistem Regulator Pengkajian,
(Penyakit Jantung) Mode adaptasi Fisiologi intervensi,
menggunakan - Oksigenisasi dan sirkulasi; dyspnea, takikardia, implementasi,
pendekatan teori tachypnea, sianosis, napas cuping hidung, retraksi dan evaluasi
Model Adaptasi Roy dada, mur-mur, gallop, bunyi jantung tambahan keperawatan)
(EKG), disritmia/aritmia (ECG), kulit pucat kebiruan,
clubbing finger, cardiomegaly (USG), distensi vena
jugularis, peningkatan CPV
- Nutrisi; berat badan menurun, anoreksia, mual dan
muntah, konjungtiva anemis, hepatomegaly, Hb
menurun
- Eliminasi : BAB tidak teratur, terdapat nyeri abdomen
- Aktivitas dan istirahat; fatigue,kekuatan otot berkurang
- Proteksi dan perlindungan; peningkatan suhu tubuh
- Cairan dan elektrolit; edema, muntah, penurunan
asupan oral
- Proteksi dan perlindungan; hyperthermia, kadar
leukosit darah dapat meningkat.
- Sensasi; nyeri dada
- Fungsi neorologi; kesadaran menurun, irritabilitas,
kejang.
- Sistem endokrin; regulasi hormon
 Subsistem Kognator ;
Perasaan kehilangan, support system, ketakutan,
kecemasan, tidak berdaya, perubahan peran
c. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; gaya hidup, kelainan kongenital
 Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, budaya,
tingkat fisik, dinamika keluarga, riwayat penyakit yang
sama, pengetahuan, status ekonomi,lingkungan.
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu

2. Mampu merumuskan masalah keperawatan


a. Mampu menganalisis dan menginterpretasi data hasil  Dokumentasi
pengkajian yang merupakan perilaku perilaku adaptif atau
inefektif serta stimulus stressor

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan gangguan kardiovaskuler dan kemungkinan
masalah keperawatan lainya yang berhubungan, menurut
NANDA 2015-1017:
 Penurunan curah jantung (00240)
 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201
 Gangguan pertukaran gas (00030)
 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Risiko keterlambatan perkembangan (00112)
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
 Risiko infeksi (00004)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Ansietas (00146)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Hambatan interaksi social (00052)

3. Mampu menyusun rencana asuhan/intervensi keperawatan  Dokumentasi


dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
interdependensi melalui;
a. Mandiri : mempertahankan curah jantung yang adekuat,
pemberian oksigenisasi, pemberian posisi untuk
menunjang ekspansi paru, memberikan hidrasi sesuai
kebutuhan, melakukan aktivitas sesuai kondisi, nutrisi
adekuat, pencegahan infeksi, support tumbuh kembang,
pendidikan kesehatan, menyusun dan memberikan
discharge planning ,menerapkan Family Centered Care

b. Kolaborasi : pemberian obat-obatan; antagonis kalsium,


beta bloker, diuretika, ACE-Inhibitor, aldosterone, digitalis.

4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan  Praktik


hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan keperawatan
dengan gangguan kardiovasikuler  Edukasi

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi  Observasi
keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,  Wawancara
dan kompromi; disritmia terkontrol, menurunnya episode  Pemeriksaan
dyspnea, peningkatan toleransi aktivitas, keseimbangan cairan fisik
intake dan output, tidak ada distress pernapasan, saturasi  Dokumentasi
oksigen dalam rentang normal, perubahan perilaku yang baru.
Menentukan rencana tindak lanjut

6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi


pada klien anak dengan gangguan kardiovaskuler
menggunakan Model Adaptasi Roy

7. Menerapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak  Observasi


yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi

8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis  Observasi


 2 (dua) laporan
kejadian,rencana perubahan)  Dokumentasi jurnal reflektif

3. Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan  Observasi  14 Maret 2016 – 25  1 (satu) laporan
memberikan Asuhan gangguan sistem perkemihan, menggunakan pendekatan  Wawancara Maret 2016 lengkap asuhan
keperawatan pada Model Adaptasi Roy  Pemeriksaan keperawatan
klien anak dengan a. Pengkajian tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada fisik sebagai kasus
gangguan sistem klien anak  Dokumentasi kelolaan (WOC,
perkemihan  Subsistem Regulator Pengkajian,
menggunakan Mode adaptasi Fisiologi intervensi,imple
pendekatan teori - Oksigenisasi dan sirkulasi; hipertensi, aritmia, mentasi, dan
Model Adaptasi Roy anemia, pernapasan dangkal. evaluasi
- Nutrisi; berat badan menurun, anoreksia, muntah, keperawatan)
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, meningkat BUN
dan kreatinin
- Eliminasi; proteinuria, oliguria
- Aktivitas dan istirahat; fatigue
- Cairan dan elektrolit; edema pada wajah, abdomen,
genitalia dan ekstremitas, hiperkalemia, hipokalsemia
- Proteksi dan perlindungan; iritasi kulit
- Sensasi; nyeri abdomen/pinggang, penurunan sensasi
rasa

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
- Fungsi neurologi; kesadaran menurun,irritabilitas,
kejang
- Fungsi endokrin; regulasi hormon
 Subsistem Kognator ;
Ketakutan, kecemasan, tidak berdaya, perubahan peran
b. Pengkajian tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; gaya hidup
 Stimulus kontekstual; umur, jenis kelamin, budaya,
tingkat fisik, dinamika keluarga, riwayat penyakit yang
sama, pengetahuan, status ekonomi,lingkungan.
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu

2. Mampu merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Mampu menganalisis dan menginterpretasi data hasil
pengkajian
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan gangguan sistem perkemihan dan kemungkinan
masalah keperawatan lainya yang berhubungan, menurut
NANDA 2015-1017:
 Kelebihan volume cairan (00026)
 Gangguan eliminasi urine (00016)
 Retensi urine (00023)
 Kurangnya volume cairan (00027)
 Risiko infeksi (00004)
 Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh (00002)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Ansietas (00146)

3. Mampu menyusun rencana asuhan/intervensi keperawatan  Dokumentasi


dengan tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
interdependensi melalui;
a. Mandiri : Monitor berat badan dan tanda-tanda vital,
pemantauan hidrasi dan intake output cairan, pencegahan
terhadap infeksi, hidrasi secara adekuat, mencegah cairan
overload, menjaga integritas kulit, mobilisasi, nutrisi
adekuat, support tumbuh kembang, pendidikan kesehatan,
menyusun dan memberikan discharge planning,
menerapkan Family Centered Care
b. Kolaborasi : pemberian obat-obatan ; terapi diuretik, terapi
albumin, prednisone, diet rendah garam dan tinggi protein

4. Mampu melakukan implementasi keperawatan, menerapkan  Praktik


hasil temuan riset dan melakukan edukasi yang berhubungan keperawatan
dengan gangguan system perkemihan  Edukasi

5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi  Observasi


keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,  Wawancara
dan kompromi; tidak terjadi kerusakan kulit, leukosit normal,  Pemeriksaan
tidak terjadi hipertermia, nyeri abdomen berkurang, tekanan fisik
darah dalam batas normal, balance intake dan output, Hgb dan
Hct dalam batas normal.
Menentukan rencana tindak lanjut

6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan  Dokumentasi


pada klien anak dengan gangguan sistem perkemihan
menggunakan Model Adaptasi Roy

7. Men erapkan dan mengidentifikasi praktik keperawatan anak  Observasi


yang tidak sesuai etik dan legal dalam pelayanan keperawatan  Dokumentasi

8. Melakukan refleksi terhadap kegiatan praktek (analisis  Observasi  2 (dua) laporan


kejadian,rencana perubahan)  Dokumentasi jurnal reflektif
15/2/2016-29/4/2016
4. Mahasiswa mampu  Observasi Minggu ke:  Laporan inovasi
melakukan proyek a. Menyusun instrument  Praktik 1-3
inovasi dalam b. Melakukan pengkajian dan analisa keperawatan 1-3
praktik klinik c. Menentukan masalah  Ceramah/ 1-3

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
keperawatan d. Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian Tanya jawab 1-3
sebagai pembaharu masalah  Dokumentasi
(change agent) pada e. Presentasi rencana proyek inovasi 4
area kebutuhan f. Implementasi proyek inovasi 4-5
nutrisi, topik; g. Melakukan evaluasi 6
6
pendidikan h. Presentasi pelaksanaan proyek inovasi
6
kesehatan i. Membuat laporan kegiatan
mengantisipasi
mual muntah
kemoterapi

5. Mahasiswa mampu 1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak kanker:  Observasi  15 Pebruari 2016 –  2 (dua) laporan
memberikan a. Riwayat kesehatan, perjalanan penyakit, riwayat kesehatan  Wawancara 29 April 2016 lengkap asuhan
Asuhan keluarga  Pemeriksaan keperawatan
keperawatan pada b.Tingkat pertama ; pengkajian perilaku pada klien anak fisik sebagai kasus
klien anak dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy  Dokumentasi kelolaan (WOC,
Hematologi -  Subsistem Regulator Pengkajian,
Onkologi yang (Mode adaptasi Fisiologi) intervensi,implem
mengalami - Oksigenisasi dan sirkulasi; ventilasi,transportasi entasi,dan
masalah nutrisi oksigen, perfusi jaringan dan kompensasi sesuai evaluasi
dengan pendekatan kebutuhan oksigen keperawatan)
teori Model - Nutrisi; antropometri, status gizi, penurunan nafsu
Adaptasi Roy; makan, mual muntah, kemampuan menelan,  Total 5 (lima)
 Keganasan kebutuhan kalori, masalah pada mulut (seperti asuhan
hematologi stomatisis), skrining gizi (Strong-kids). keperawwtan
 Neuroblastoma - Eliminasi; retensi urine, diare, konstipasi, sebagai kasus
 Limfoma inkontinensia bowel atau urine kelolaan KIA
 Ca.Nasofaring - Aktivitas dan istirahat; mobilisasi, pergerakan, tidur
 Tumor solid - Cairan dan elektrolit; dehidrasi, retensi cairan, asam-
basa, elektrolit, syok
- Proteksi dan perlindungan; integritas kulit, infeksi,
reaksi alergi, status imun
- Sensasi; nyeri, persepsi, sensori
- Fungsi neurologi; kesadaran,kognitif,memori,perilaku
- Fungsi endokrin; regulasi hormon
 Subsistem Kognator ;
Mode adaptasi konsep diri; gambaran diri, integritas fisik,
prinsip dan ideal diri

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
Mode adaptasi fungsi peran; hubungan social,
Mode adaptasi fungsi interdependensi; nilai,memberi dan
menerima, perpisahan
c. Tingkat kedua ; pengkajian stimulus
 Stimulus fokal; stimulus yang secara langsung
menyebabkan sakit
 Stimulus kontekstual; kondisi kesehatan, jenis kelamin,
usia, budaya, dinamika keluarga
 Stimulus residual; keyakinan dan sikap yang dapat
memberikan dampak bagi individu baik efeknya negatif
atau positif

2. Mampu merumuskan masalah keperawatan  Dokumentasi


a. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan data hasil
pengkajian yang merupakan perilaku adaptif atau inefektif
serta stimulus stressor
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kanker, sesuai dengan masalah nutrisi yang
ditemukan dan kemungkinan masalah lainya, menurut
NANDA 2015-1017:
 Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
 Risiko berat badan berlebih (00234)
 Berat badan berlebih (00233)
 Risiko kekurangan volume cairan (00028)
 Kekurangan volume cairan (00027)
 Gangguan eliminasi urine (00016)
 Konstipasi (00011)
 Keletihan (00092)
 Intolerans aktivitas (00092)
 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
 Ketidakefektifan pola pernapasan (00032)
 Defisiensi pengetahuan (00126)
 Gangguan citra tubuh (00118)
 Risiko infeksi (00004)
 Risiko perdarahan (00206)
 Kerusakan membrane mukosa oral (00045)

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
 Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
 Hipertermia (00007)
 Gangguan rasa nyaman (00214)
 Nyeri akut (00132)
 Risiko keterlambatan perkembangan (00112)
 Gangguan proses keluarga (00060)
 Gangguan citra tubuh (00118)
 Defisit perawatan diri (00108)
 Keputusasaan (00124)
 Hambatan interaksi social (00052)
3. Mampu menyusun rencana/intervensi keperawatan dengan  Dokumentasi
tujuan untuk meningkatkan adaptasi dari empat mode
adaptasi; mode adaptasi fisiologi, mode adaptasi konsep diri,
mode adaptasi fungsi peran, mode adaptasi fungsi
interdependensi, melalui ;
a. Mandiri; pemantauan/monitoring nutrisi, menilai status
gizi, manajemen nutrisi, pemberian enteral tube
feeding/nutrisi enteral, manajemen mual & muntah, oral
hygiene, manajemen nyeri, pendidikan kesehatan,
dukungan dalam kegiatan sehari-hari, menyusun dan
memberikan discharge planning , menerapkan Family
Centered Care
b. Kolaborasi; kemoterapi, kebutuhan gizi, terapi nutrisi
parentral, terapi antiemetik, analgetik, antibiotik
terapi cairan & transfusi

4. a. Mampu melakukan implementasi keperawatan  Praktik


dengan merubah stimulus atau memperkuat proses adaptasi keperawatan
b. Menerapkan hasil temuan riset  Edukasi
c. Melakukan edukasi yang berhubungan dengan masalah
nutrisi

5. Mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi  Observasi


keperawatan pada tingkatan adaptasi integrasi, kompensasi,  Wawancara
dan kompromi; peningkatan berat badan/ berat badan dapat  Pemeriksaan
dipertahankan,selera makan meningkat,tidak ada mual,muntah fisik
nyeri berkurang/hilang, intake dan output cairan seimbang.

Residensi Kep.Anak 2016 : Tati S. Ponidjan Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia
A
LA .g
o
ri q-!l o
;t (g() c
cl ^(+i o
s 'cg' S) E
H!U
^YJ
6
'-S
\y$.
;(!
O .n.e o
aa o
trI .u
an tr
,(\
c!31
rO\ (.i f
\or lr
'=l
O\o
-l
ol=
CU
lr rt5t
ke le ,.o 5l
G) !sl
!9y9 tJi
l.'()- et c..l N :wt
=
ii-
F.'tr z'tr
3T
aa
KT ,&
o
0)

6)l
al
._l
!l
l-.,1 FI
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
6A u\..oa
(B(d(€
dd
9+
.)()
HH
FE €.q SE
l-=lr(lt:-=
6)P=>'()F.l
J4S
oo
AN
3i HE -8t
oo oF on
aa aaaaaa
trl
<t
cil
()t
-S-
vl
o q
eE* ie iE € '3
ul
z)
FEg 5-e ia r
[;
f
= ;$q-
B
.e dqa EE
lsE (/E *
0)
.l)
fl
-E EEq E5 =
i E 3€ -sE- i'E
';: Ex=
E
o.l
ol
Pt'= =tr *E-
o-; -i,*
63t
FI
-l
E EEE BE
[e 5E
=E soE
i: E*E EE EE
IF,* J: EA EE
E EgE ET EE Ei
E XE='zoE E.A sU cil
ql
q E:30 6'6
q.E! =t =i
E7 a; 5€ >lJ
=
f
o-
tr o-i.=
==
7 a.a
e 3
o@
F-y
5 s 9
(J
-7
5 =
i.! dI
MI
S SEE E€ EE €.ii
2 o- z.Y,
.E
ERi
al L\
Z 2 oc 2'E
s:JEl
I \€l
ar
Vj
ztrl (l.)t
_t
N
<l \
LI *t
NI
\d
\<
te
e)
LAPORAN
PROYEK
INOVASI

OPTIMALISASI PENDIDIKAN KESEHATAN


BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRACTICE
DALAM MENGANTISIPASI MUAL DAN MUNTAH
PADA ANAK YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

OLEH :

TATI SETYAWATI PONIDJAN


NPM : 1306346355

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2016
Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat dan rahmatNya saaya dapat menyelesaikan laporan inovasi ini yang berjudul: “
Optimalisasi Pendidikan Kesehatan Berdasarkan Evidence Based Practice dalam
Mengantisipasi Mual Muntah pada Anak Yang Mendapat Kemoterapi”. Penulisan
laporan inovasi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan
inovasi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Allenidekania, S.Kp., M.Sc., selaku Supervisor utama atas arahan dan
bimbingannya selama praktik residensi.
2. Happy Hayati, Ns., Sp.Kep.An, selaku Supervisor yang telah memberikan arahan
dan bimbingan selama praktik residensi.
3. Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku Koordinator Utama Praktik Klinik
Keperawatan Program Ners Spesialis Keperawatan Anak, yang telah memberikan
motivasi dan bimbingan.
4. Mediana Bangun, Ns., Sp.Kep.An., selaku Pembimbing Praktek Klinik Keperawatan
Program Ners Spesialis Keperawatan Anak di ruang rawat anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
5. Tati Mulyani S.Kep.,Ns., Selaku kepala ruang rawat anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, yang telah memberikan arahan selama praktik residensi.
6. Kepala ruang rawat jalan, kepala ruangan dan perawat poliklinik onkologi RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk praktik.
7. Semua Dosen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
dan seluruh rekan sejawat di ruang rawat anak, lebih khusus ruang non infeksi
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Besar harapan penulis, kiranya inovasi praktik EBP ini dapat memberikan manfaat bagi
kemajuan keperawatan di Indonesia, terlebih khusus pada keperawatan anak.

Jakarta, Maret 2016


Penulis

Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016ii Universitas Indonesia


Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… iii

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………. 1
1.2. Tujuan Penerapan……………………………………………………………. 3
1.3. Manfaat Penerapan…....…………………………………………………….. 3

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemoterapi…….……….……………………………………………………. 5
2.2. Mual dan Muntah pada Kemoterapi………………………………………… 5
2.3. Agen Kemoterapi yang Menimbulkan Mual Muntah…..…………………… 6
2.4. Agen Antiemetik pada Kemoterapi……....…………………………………. 7
2.5. Manajemen Mual dan Muntah………………………………………………. 7
2.6. Konsep Edukasi……………………………………………………………… 12

3. IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH


3.1. Identifikasi Masalah dengan Menggunakan Analisis Pico……………...….. 13
3.2. Pertanyaan Masalah……………………………………………………….…. 13
3.3. Penelusuran Jurnal…...………………………………………….…………... 13
3.4. Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah……………………………….…. 16
3.5. Startegi Penyelesaian masalah………………………………………………. 16

4. PLAN OF ACTION (PDSA)


4.1. Plan……………………..…………………………………………………... 18
4.2. Do……………………………………………………………………...……. 18
4.3. Study………………………………………………………………………… 19
4.4. Act…………………………………………………………………………... 19
4.5. Waktu Pelaksanaan………………………………………………………….. 20

5. PELAKSANAAN KEGIATAN
5.1. Pendidikan Kesehatan…………..…………………………………………… 22
5.2. Antisipasi Mual Muntah……….....……………..…….…………………….. 23
5.3. Faktor pendukung dan keterbatasan………………………………………… 24

6. SIMPULAN DAN SARAN


6.1. Simpulan………………………..…………………………………………… 25
6.2. Saran……………………………...……………..…….…………………….. 25

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016iii Universitas Indonesia


Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian. Kasus
kematian oleh karena penyakit ini pada tingkat dunia, berkisar 8,2 juta pertahun
(WHO, 2014). Diperkirakan pada tahun 2020 kematian karena kanker dapat
meningkat hingga 10,3 juta pertahunnya (International Union Agains Cancer,
2009). Di Indonesia, kematian yang disebabkan oleh karena kanker berkisar 5,7 %
dari total kasus kematian (Kemenkes RI, 2014). Sedangkan prevalensi kasus ini,
secara nasional berjumlah 1,4 per 1.000 penduduk atau sekitar 347.792 penduduk.
(Riskesdas, 2013).

Kanker pada anak di Amerika Serikat berkisar 1% dari keseluruhan penyakit


kanker (Marcdante, Kliegmen, Jenson, Behrman, 2011). Namun kasus ini
meningkat di negara berkembang seperti Indonesia. Kanker pada anak di
Indonesia berkisar 2,5% dari keseluruhan penyakit kanker (IARC, 2008).
Prevalensi yang dijumpai pada anak usia dibawah 1 tahun adalah 0,3 per 1000
penduduk. Selanjutnya pada usia 1-4 tahun sejumlah 0,1 perseribu penduduk dan
usia 5-14 tahun 0,1 perseribu penduduk (Riskesdas, 2013). Leukemia dan
lymphoma adalah jenis kanker yang tersering pada anak, selanjutnya diikuti
dengan tumor otak, sarcoma jaringan lunak dan tulang (Marcdante et al. 2011).

Pengobatan utama pada anak dengan kanker adalah menggunakan kemoterapi


selain radioterapi dan pembedahan. Kemoterapi menggunakan obat antineoplastic
agents untuk membunuh sel kanker dan dapat diberikan melalui oral, intravena,
intramuskular, subkutan dan intratekal. Protokol pemberian kemoterapi berbeda
kombinasinya sesuai jenis kanker dan pemberian kemoterapi ini dapat
menimbulkan berbagai efek samping. Kemoterapi yang diberikan dapat juga
memprovokasi sel normal termasuk sel pada saluran pencernaan, sehingga
menimbulkan rangsangan mual dan muntah (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Beberapa agen kemoterapi dapat menimbulkan mual dan muntah. Efek ini dapat di
bedakan sesuai besarnya resiko yaitu; kemoterapi beresiko tinggi mual dan
muntah (Highly Emetogenic Chemotherapy), kemoterapi beresiko sedang mual

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
2

muntah (Moderately Emetogenic Chemotherapy) dan kemoterapi beresiko rendah


mual muntah (Low Emetogenic Chemotherapy). Pemberian Highly Emetogenic
Chemotherapy beresiko 90 % mual muntah dan pemberian Moderately
Emetogenic Chemotherapy beresiko 30-90 % mual muntah (Schwartzberg, 2007).

Terjadinya mual dan muntah dapat bervariasi mulai dari beberapa menit setelah
pemberian kemoterapi hingga lebih dari beberapa hari setelah pemberian
kemoterapi. Untuk itu pemberian kemoterapi khususnya pada Highly Emetogenic
Chemotherapy dan Moderately Emetogenic Chemotherapy biasanya disertai
dengan terapi antiemetic (Geiger & Wolfgram, 2013). Namun penelitian Aapro
(2005), menemukan bahwa 25-30% mual muntah dapat terjadi sekalipun sudah
mendapat terapi antiemetic.

Efek mual muntah dapat berakibat buruk jika tidak ditangani dengan baik. Akibat
yang dapat ditimbulkan seperti; masalah fisik karena ketidakseimbangan elektrolit,
dehidrasi, kekurangan gizi, kehilangan berat badan, masalah psikologis (stres),
penurunan kualitas hidup, rawat inap lebih lama dan beban kerja petugas
kesehatan bertambah. (Rodgers, et al. 2012). Oleh karena itu pemberian
antiemetic sebaiknya ditunjang dengan tindakan mandiri non farmakologi agar
dapat meningkatkan kualitas terapi antiemetic. Tindakan non farmakologi yang
dapat digunakan antara lain melakukan Acupressure (Bastani, et.al. 2011)
perawatan mulut dan mengurangi stimulasi mual muntah seperti
suara,lingkungan,bau (Geiger, 2013)

Menurut Geiger & Wolfgram (2013) keberhasilan terhadap suatu


intervensi/prosedur tergantung juga pada kepatuhan pasien dalam mendukung
terapi tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien adalah
pengetahuan, dengan kata lain kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi
terhadap keberhasilan terapi. Perawat yang merawat anak kanker mempunyai
berbagai peran, salah satunya adalah educator, seperti memberikan pendidikan
kesehatan pada anak dan keluarga dalam melakukan tindakan kontol mual dan
muntah (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama 2 minggu di ruang kemoterapi


RSUPN Ciptomangunkusumo, manajemen mual dan muntah lebih terfokus

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
3

kepada pemberian terapi antiemetic, namun pemberian pendidikan kesehatan


tentang antisipasi mual muntah pada anak perlu juga dilakukan oleh perawat.
Menurut penelitian Chan, el al. (2015) pada anak yang mendapat edukasi tentang
pencegahan mual muntah menunjukkan kemampuan mengontral mual muntah
lebih baik dari yang tidak mendapat edukasi. Episode mual muntah pada anak
yang tidak mendapat edukasi lebih tinggi dibandingkan yang mendapat edukasi.
Untuk itu edukasi manajemen non farmakologik mual muntah dibutuhkan bagi
anak dan keluarga agar dapat melakukan upaya mencegah dan mengontrol mual
muntahnya secara mandiri baik di rumah sakit maupun di rumah. Hal ini lebih
mudah karena edukasi dapat dilakukan oleh semua perawat dan tidak banyak
menambah beban kerja perawat karena anak dan keluarga diberdayakan untuk
melakukan antisipasi sesuai bekal pengetahuan yang didapat.

Berdasarkan uraian diatas, terkait dengan pentingnya pendidikan kesehatan


terhadap efek kemoterapi mual muntah maka penulis tertarik untuk melaksanakan
proyek inovasi dengan judul “Optimalisasi pendidikan kesehatan berdasarkan
Evidence Based Practice dalam mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang
mendapat kemoterapi”. di ruang rawat anak non infeksi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.

1.2. Tujuan Penerapan EBN


1.2.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi efektivitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi
mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
b. Mengetahui episode mual muntah pada anak setelah diberikan
pendidikan kesehatan.

1.3. Manfaat penerapan EBN


1.3.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Proyek inovasi ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dalam kemampuan
memberikan edukasi pada anak dan keluarga mengantisipasi mual dan

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
4

muntah akibat efek kemoterapi. Selain itu proyek inovasi ini dapat juga
dijadikan Evidence Based Practice oleh praktisi keperawatan dalam
mengembangkan praktik pelayanan keperawatan
1.3.2. Bagi Masyarakat
Proyek inovasi ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pasien
dan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
1.3.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Proyek inovasi ini diharapkan dapat dijadikan salah satu kajian prosedur
tindakan keperawatan yang direkomendasikan dalam praktek keperawatan
untuk mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapatkan
kemoterapi.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemoterapi
Kemoterapi adalah suatu cara pengobatan dengan menggunakan obat-obatan anti
kanker (anti neoplastic agent) untuk membunuh sel kanker (James, Nelson, &
Ashwill, 2013). Secara klinis, obat-obatan ini mempunyai efek sitostatika yang
mempengaruhi sintesis dan fungsi DNA dari sel kanker. Pemberian kemoterapi
disesuaikan dengan fase pembelahan sel kanker agar lebih mudah dihancurkan dan
dilakukan secara simultan untuk memaksimalkan kerja obat tersebut pada semua
fase pembelahan sel (Ball, Bindler & Cowen, 2010). Pada umumnya kemoterapi
menggunakan kombinasi terapi (beberapa obat) dengan fungsi dekstruksi pada
titik tangkap yang berbeda. Pemberian kemoterapi dapat menimbulkan efek
samping, hal ini disebabkan karena agen kemoterapi tidak dapat membedakan
pembelahan yang cepat antara sel-sel kanker dan sel-sel normal. Sel-sel yang
paling sering terkena efek ini adalah sel-sel pada sum-sum tulang, gastrointestinal
dan integument. Efek samping yang dapat muncul yaitu: infeksi, perdarahan,
anemia, mual muntah, anorexia dan mukosal ulseration (James, Nelson, &
Ashwill, 2013).

2.2. Mual dan Muntah pada Kemoterapi


Mual adalah perasaan tidak nyaman pada bagian akhir tenggorokan dan
epigatrium yang memungkinkan terjadinya muntah. Mual kadang disertai dengan
peningkatan produksi saliva, berkeringat, perubahan suhu tubuh dan peningkatan
denyut jantung. Sedangkan muntah adalah kontaksi otot abdomen dan mendorong
isi lambung keluar melalui mulut. (American Cancer Society, 2013). Mekanisme
mual muntah diatur dalam system saraf pusat. Muntah terjadi karena adanya
rangsangan pada pusat muntah (vomiting center) di otak, yaitu di medulla
oblongata. Rangsangan ini disebabkan karena agen kemoterapi menstimulasi sel
dalam saluran pencernaan untuk melepaskan serotonin sehingga mengaktivasi
reseptor. Aktivasi reseptor akan mengaktivasi pusat muntah melalui jalur averen
vagal sehingga terjadi respon emetik. Mual dan atau muntah pada kemoterapi
dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe (Geiger & Wolfgram, 2013), yaitu :

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
6

a. Acut nausea vomiting; mual muntah yang terjadi pada beberapa menit sampai
beberapa jam setelah pemberian kemoterapi dan biasanya akan hilang kurang
dari 24 jam.
b. Delayed nausea vomiting; mual muntah yang terjadi setelah 24 jam
pemberian kemoterapi.
c. Anticipatory nausea vomiting; mual muntah yang terjadi sebelum pemberian
kemoterapi.
d. Breakthrough nausea vomiting; mual muntah yang terjadi walaupun
pemberian antiemetik sebagai pencegahan telah diberikan.
e. Refractory nausea vomiting; mual muntah yang terjadi karena pemberian
antiemetik tidak lagi memberikan efek.

Efek mual dan muntah dapat mengganggu secara fisik maupun psikologis. Secara
fisik dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit tubuh, dehidrasi, kehilangan berat
badan, kurang gizi. Secara psikologis dapat terjadi stres. kecemasan, serta masalah
lain seperti penurunan kualitas hidup, masalah finansial, rawat inap lebih lama dan
beban kerja petugas kesehatan bertambah (Rodgers, et al. 2012).

2.3. Agen Kemoterapi yang Menimbulkan Mual Muntah


Beberapa agen kemoterapi dapat menimbulkan mual muntah. Efek ini dapat di
bedakan sesuai besarnya resiko (Schwartzberg, 2007), yaitu;
a. Minimal emetic risk : kemoterapi beresiko minimal mual muntah (<10%)
b. Low emetic risk : kemoterapi beresiko rendah mual muntah (10-30%)
c. Moderate emetic risk : kemoterapi beresiko sedang mual muntah (30-90%)
d. High emetic risk : kemoterapi beresiko tinggi mual muntah (>90%)

Tabel. 2.1. Jenis agen kemoterapi sesuai resiko mual muntah

RESIKO *) AGEN KEMOTERAPI

High (Level 5) Carmustine (≥250mg/m2) Cyclophosphamide (>1500mg/m2)


>90% frekuensi Cisplatin (>50 mg/m2) Dacarbazine
Moderate-High Busulfan (>4mg/kg/day) Dactinomycin (>1.5mg/m2)
(Level 4) Carboplatin Daunorubicin (>50mg/m2)
60-90% Carmustine (<250mg/m2) Doxorubicin (>60mg/m2)
frekuensi Cisplatin (<50 mg/m2) Epirubicin (>90mg/m2)
Clofarabine Melphalan (iv)
Cyclophosphamide (750- Methotrexate (>1000/ m2)
1500mg/m2) Mitoxantrone (15mg/m2)
Cytarabine (1000mg/m2)

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
7

Moderate Cyclophosphamide 5-Fluorouracil (≥1000mg/m2)


(Level 3) (iv ≤7500mg/m2) Idarubicin
30-60% frekuensi Cyclophosphamide p.o. Ifosfamide
Dactinomycin (≤1,5mg/m2) Irinotecan
Daunorubicin (<50mg/m2) Methotrexate (250-1000/ m2)
Doxorubicin (20-60mg/m2) Mitoxantrone (<15mg/m2)
Epirubicin (≤90mg/m2) Oxaliplatin (>75/ m2)
Low Asparaginase (all form) 5-Fluorouracil (≥1000mg/m2)
(Level 2) Cetuximab Gemcitabine
10-30% frekuensi Cytarabine (< 1mg/m2) Methotrexate (50-250/ m2)
Docetaxel Mitoxantrone (<12mg/m2)
Doxorubicin (<20mg/m2) Paclitaxel
Etoposide Topotecan
Minimal Alemutuzumab Melphalan
(Level 1) Arsenic trioxide) Methotrexate (<50/ m2)
0-10% frekuensi Bleomycin Rituximab
Busulfan (p.o.4mg/kg/day) Thioguanine
Chlorambucil Vinblastine
Cytarabine (<100mg/m2) Vincristine
Fludarabine Vinorelbin
Hydroxyurea
*) Kemungkinan muntah dalam 24 jam, tanpa menggunakan profilaksis antiemetik
Sumber : Aseeri, Mukhtar, Alkasana, Elimam & Jastaniah, 2012.

2.4. Agen Antiemetik pada Kemoterapi


Menurut Dewan, Singhal & Harit (2010), ada beberapa jenis antiemetik yang
diberikan untuk mengantisipasi dan mengatasi mual muntah pada pemberian
kemoterapi. antiemetik ini dapat diberikan tunggal atau dikombinasikan.
Antiemetik tersebut adalah:
a. Serotonin (5-HT3) antagonis; ondansentron, dolasentron, granisentron,
palonosetron.
b. Steroid; Dexamethasone, Methylprednisolone
c. Dopamin Antagonis; metoclopramide,haloperidol, domperidone, clorpromazin.
d. Benzodiazepines; lorazepam, midazolam
e. Lainnya; Cannabinoids.

2.5. Managemen mual dan Muntah


Tindakan non farmakologi bukan untuk menggantikan, namun digunakan untuk
menambah/menunjang tindakan farmakologi. Tindakan ini dapat melibatkan
keluarga sebagai mitra perawat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
keluarga. Intervensi ini perlu diketahui oleh anak dan keluarga agar dapat
dilakukan antisipasi secara mandiri oleh anak dan keluarga. Sesuai prinsip Family

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
8

Centered Care, perawat memampukan keluarga dengan memberikan edukasi


tentang hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi mual-muntah.

2.5.1. Terapi Akupresur


Akupresur merupakan salah satu tindakan nonfarmakologi yang dapat
digunakan untuk mencegah mual muntah karena efek kemoterapi.
Akupresur adalah cara pengobatan dengan memberikan rangsangan berupa
penekanan atau pemijatan pada titik tertentu di tubuh (Fengge, 2011).
Pemijatan ini akan mestimulasi tubuh untuk menghasilkan efek terapi
karena adanya aktivasi dari bagian sistem tubuh, yaitu:
a. Aktivasi sistem opioid yang dapat mengurangi nyeri
b. Konduksi dari sinyal elektromagnetik dapat mendorong endorphin dan
sel imun ketempat tertentu ditubuh yang rusak/cedera karena penyakit
c. Pengeluaran berbagai neotransmiter dan neurohormon oleh karena
adanya perubahan pada zat kimia otak, sensasi dan respon involunter.

Bagian tubuh yang sering dipijat untuk menurunkan mual muntah adalah
pada titik P6 dan St36. Titik P6 adalah titik yang terletak pada pergelangan
tangan, dimana pada titik ini terdapat jalur meridian selaput jantung.
Meridian adalah bagian dari pembuluh darah, system saraf dan saluran
limpa. Jalur meridian ini akan ke ruang bawah perut melintasi lambung dan
usus besar. Sedangkan titik St36 berada di kaki, pada jalur meridian
lambung. Meridian ini memiliki beberapa percabangan termasuk cabang
yang ke limpa dan lambung (Fengge, 2011).

Terapi akupresur dilakukan pada tempat yang tenang. Teknik akupresur


yang sering digunakan adalah pada titik P6 karena mudah menemukan
lokasi titik tersebut. Titik P6 lokasinya bilateral pada lengan kiri dan kanan.
Teknik akupresur pada titik P6 adalah :
a. Tentukan lokasi titik P6 yaitu; pada bagian depan pergelangan tangan,
letakkan 3 jari dibagian atas pergelangan tangan, jari harus sejajar,
tentukan titik diatas 3 jari tersebut (tengah pergelangan).
b. Menekan dengan lembut menggunakan jari jempol atau jari telunjuk
c. Penekanan dilakukan sebanyak 30 kali selama 3 menit, memutar searah
jarum jam.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
9

d. Penekanan dapat dilakukan pada satu pergelangan tangan atau keduanya.


e. Dilakukan 3 kali sehari selama 5 hari berturut-turut, setelah mendapat
kemoterapi atau sesuai kebutuhan ketika merasa mual (Becze, 2010).

Gambar titik akupresur P6


Sumber : Besce (2010)

2.5.2. Perawatan Mulut Standar (Standart Oral care)


Perawatan mulut merupakan suatu tindakan membersihkan mulut,
menyikat gigi dan berkumur, dengan tujuan untuk membersihkan gigi
lidah dan rongga mulut, sehingga dapat mencegah bau dan karies,
mempertahankan mukosa mulut tetap utuh, mempertahankan hidrasi mulut
dan bibir, mencegah peradangan dan infeksi serta untuk kenyamanan
(Timby, 2009).

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
10

Kemoterapi dapat memberikan efek pada membran mukosa termasuk


mukosa mulut. Efek kemoterapi pada mulut nantinya dapat berkembang
menjadi mukositis. Adanya kondisi ini akan memperburuk episode mual
muntah. Berikut ini adalah beberapa teknik perawatan mulut (Caplinger,
Royse, & Marthens, 2010: Swartzentruber & Haveles, 2013).
a. Mengosok gigi dilakukan sesudah makan dan menjelang tidur. Bila
leukosit kurang dari 1.000/mm3 dan atau trombosit kurang
50.000/mm3, maka sikat gigi tidak dilakukan (Otto, 2001).
b. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut dan bilas dahulu pada air
hangat. Sikat gigi diganti setiap 3 bulan pemakaian.
c. Hindari penggunaan pasta dengan rasa dan pemutih pasta yang kuat.
d. Berkumur tanpa menyikat gigi, dapat dilakukan kapan saja agar mulut
tetap terasa nyaman.
e. Berkumur menggunakan cairan kumur/mouthwash.
g. Berkumur minimal 30 detik.
h. Agar cairan kumur dapat bergerak merata di dalam mulut, berkumur
sebaiknya menggunakan teknik meniup balon dan menggerakkan pipi
seperti menghisap (Cheng, Chang & Yuen, 2004).

Cairan NaCl 0,9% dipercaya dapat mencegah infeksi, membantu granulasi


dan perbaikan jaringan. Cairan ini dapat digunakan untuk pencegahan
mukositis oral dan tidak berbahaya karena komposisinya mirip dengan
cairan tubuh manusia (Harris, Eilers, Harriman, Cashavelly, & Maxwell,
2008). Cairan ini tidak menimbulkan iritasi dan ekonomis dan mudah
disediakan (Saldanha & Almeida, 2014). Cairan NaCl dapat dibuat/diracik
sendiri dengan konsentrasi yang hampir sama dengan NaCl 0,9 %.

Cairan NaCl 0,9% memiliki kandungan 0.9 gram NaCl dalam 100 ml air.
Perhitungan untuk menghasilkan cairan yang konsentasinya sama dengan
NaCL 0,9% yaitu: diketahui kemurnian garam yang ada dipasaran adalah:
99,25%, kemurnian garam berdasarkan SNI minimal adalah 94,7%,
sedangkan Bulk density of salt adalah 1.154 gr/ml. Agar mudah
pengukurannya kita menggunakan botol air mineral 600 ml dan sendok
obat 5 ml untuk mengukur garam.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
11

NaCl 0,9% = 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air


600 ml air dibutuhkan (6x0,9 gram NaCl) = 5,4 gram NaCl

 Untuk garam meja berdasarkan SNI minimal (konsentrasi 94,7%)


Konsentrasi 94,7% = kadar NaCl yang terkandung pada garam meja
adalah : 0,947 gram.
Membuat larutan garam dalam 600 ml dengan konsentrasi 94,7%
adalah : 5,4 gr / 0.947 = 5,70 gr. garam meja
Volume : 5,70 gr / 1.154 = 4,94 ml
Jadi 4,94 ml garam meja terdapat dalam 600 ml air menghasilkan
larutan NaCl 0,95%. Agar bisa menjadi 600 ml 0,9% dengan garam
meja 5 ml (1 sendok obat), diperlukan 37 ml tambahan air.

Kesimpulannya adalah untuk membuat larutan NaCl 0,9% dengan 5 ml


(1 sendok obat) garam meja konsentrasi 94,7%, diperlukan air
sebanyak 637 ml.

 Untuk garam meja yang ada dipasaran (konsentrasi 99,25%)


Konsentrasi 99,25% = kadar NaCl yang terkandung pada garam meja
adalah : 0,9925 gram.
Membuat larutan garam dalam 600 ml dengan konsentrasi 99,25%
adalah : 5,4 gr / 0,9925 = 5,44 gr. garam meja
Volume : 5,44 / 1,154 = 4,71 ml
Jadi 4,71 ml garam meja terdapat dalam 600 ml air menghasilkan
larutan NaCl 0,91%. Agar bisa menjadi 600 ml 0,9% dengan garam
meja 5 ml (1 sendok obat), diperlukan 7 ml tambahan air.

Kesimpulan adalah untuk membuat larutan NaCl 0,9% dengan 5 ml (1


sendok obat) garam meja konsentrasi 99,25%, diperlukan air sebanyak
607 ml

Larutan garam untuk berkumur sebaiknya harus hangat. Perhitungan


larutan garam seperti ini pernah dilakukan oleh mahasiswa residensi
keperawatan anak Anggraeni L.D. (2013).

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
12

2.5.3. Tindakan lainnya seperti mengurangi stimulasi :


a. Lingkungan (Geiger, 2013)
 Suara (ribut)
 Penglihatan (kepadatan dan aktivitas orang)
 Penciuman (bau yang merangsang)
b. Makanan dan minuman
Menurut Nasar, et al. (2015) pengaturan makan minum yang sebaiknya
dilakukan untuk mengurangi mual muntah pada anak kanker adalah;
 Hindari makanan yang terlalu manis dan berlemak
 Hindari makanan yang panas dan merangsang
 Makan makanan sesuai suhu ruangan
 Mengunyah makanan secara perlahan-lahan
 Berikan makanan porsi kecil setiap kali makan/2-3 jam
 Memberikan jarak makan dan minum 10-15 menit

2.5. Konsep Edukasi


Pendidikan kesehatan pada pasien telah menjadi salah satu peran yang penting
bagi perawat yang bekerja dipelayanan kesehatan. Perawat harus berupaya
mengantisipasi kebutuhan klien terhadap informasi tertentu berdasarkan kondisi
klien atau rencana perawatan yang akan dijalani. Pendidikan kesehatan dapat
meningkatkan pengetahuan,ketrampilan dan perilaku yang diperlukan untuk
memberikan keuntungan dari intervensi yang dilakukan oleh institusi. Menurut
Potter & Perry (2005), pendidikan yang komprehensif meliputi tiga tujuan penting
yaitu;
a. Untuk memelihara, meningkatkan dan mencegah penyakit
b. Untuk memperbaiki kesehatan
c. Untuk meningkatkan koping terhadap gangguan fungsi
Pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga dan anak yang menjalani
kemoterapi bertujuan agar keluarga dan anak mampu mengantisipasi efek
kemoterapi seperti mual dan muntah. Bekal pengetahuan yang dimiliki anak dan
keluarga dapat digunakan untuk melakukan upaya pencegahan dan pengontrolan
mual dan muntah sekaligus dapat meningkatkan koping anak terhadap mual
muntah.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
13

BAB 3
IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH

3.1. Identifikasi Masalah dengan Menggunakan Analisis PICO


a. Problem
Pengetahuan dan ketrampilan anak dan keluarga mengantisipasi mual dan
muntah akibat efek kemoterapi
b. Intervention
Pemberian pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
c. Comparation
-
d. Outcome
Efektifitas pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah
akibat efek kemoterapi.

3.2. Pertanyaan Masalah


Bagaimana efektivitas pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah karena kemoterapi.

3.3. Penelusuran Jurnal


Strategi yang digunakan dalam mencari dan mengumpulkan literature/jurnal
meliputi tahap berikut ini :
3.3.1. Kata Kunci
a. Nausea and vomiting chemotherapy
b. Nausea and vomiting chemotherapy in children
c. Education nausea and vomiting chemotherapy in children
3.3.2. Jenis publikasi yang diinginkan
a. Systematic Review atau Meta-Analysis
b. Clinical Practice Guidelines
c. Critically appraised Research Studies
d. Clinical Practice Guidelines
3.3.3. Batasan Penelusuran Jurnal
a. Usia : anak-anak atau anak usia kurang dari 18 tahun

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
14

b. Tahun : 5 tahun terakhir.


3.3.4. Data base penelusuran jurnal
a. Cochrane
b. EBSCO: CINAHAL
c. Springerlink
d. Proquest
e. Pubmed
f. American Chemical Society
3.3.5. Hasil Penelusuran Jurnal
a. CINAHL: Boling, B., Schub, T., & Pravikoff, D.(2016). Chemotherapy-
Related Nausea and Vomiting: Evidence Based Care Sheet.

What we know: Mual dan muntah adalah gejala yang dapat membuat
stres dan potensial menjadi buruk karena pemberian kemoterapi. Mual
dan muntah dapat berakibat terhadap fisik, psikologis, emosional dan
kualitas hidup pasien kanker. Agen kemoterapi dapat dikasifikasikan
pada: resiko tinggi mual muntah, resiko menengah, resiko rendah dan
resiko minimal. Type mual muntah yaitu: acute, delayed, Anticipatory,
breakthrough dan refractory. Beberapa jenis obat dapat digunakan
uttuk mencegah atau mengobati mual muntah karena kemoterapi. Ada
beberapa cara nonfarmakologi yang digunakan untuk mencegah mual
muntah kemoterapi seperti behavioral therapy, hypnosis dan guided
imagery, akupresur, dan relaksasi.
What we can do: Pelajari tentang mual muntah kemoterapi agar dapat
mengatisipasi mual muntah. Berikan antiemetik sesuai indikasi,
Hindari faktor lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap mual
muntah. Hubungi pasien setelah pemberian kemoterapi untuk
mengetahui perkembangan efek samping. Berikan pendidikan
kesehatan pada pasien mengenai pengaturan makan.

b. EBSCO: Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng,


K.K.F., Chik, K.W., Chan, H.Y.L., So, W.K.W., Tang, W.P.Y. (2015).
Feasibility of psychoeducational intervention in managing
chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric
oncology patients. European Journal of Oncology Nursing. 19:182-
190.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
15

Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group, pada


40 pasien anak kanker di Hongkong. Sampel adalah anak usia 4-11
tahun yang akan mendapat kemoterapi. Sampel dibagi dalam 2
kelompok, dengan karakteristik yang sama, masing masing 20
kelompok intervensi dan 20 kelompok kontrol. Kelompok intervensi
yaitu; 10 anak mendapat tindakan relaksasi dan 10 anak mendapat
pendidikan kesehatan tentang pencegahan mual dan muntah. Hasil
penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap kejadian muntah pada kelompok relaksasi (p value = 0,036).
Kejadian muntah lebih rendah pada kelompok intervensi (relaksasi).
Pada kelompok pendidikan kesehatan, episode muntah pada 10 anak
yang diberikan pendidikan kesehatan, lebih rendah dibandingkan
dengan anak dalam kelompok kontrol (tidak mendapat pendidikan
kesehatan). Perbedaan anak yang mendapat pendidikan kesehatan,
dapat dilihat pada tabel berikut :

Kelompok Hari ke:


0 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah anak Intervensi 0 0 3 7 7 1 2 1
yang
Kontrol 0 0 7 10 6 6 5 5
muntah

c. Bastani, F., Khosravi, M., Barimnejad, L., & Haghani, H. (2011). The
effect of acupressure on chemotherapy Induce nausea and vomiting
among school age children with acute lymphoblastic leukemia.
Complementary Medicine Journal of Arak University. 1(1):1-11.

Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled clinical trial


study, dengan sampel bejumlah 120 anak sekolah yang mendapat
kemoterapi. Sampel diacak dan dibagi dalam 2 kelompok yaitu
intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi mendapat tindakan
akupresur pada titik P6 sedangkan kelompok control mendapat
tindakan akupresur pada titik S13 (titik palsu). Pengukuran intensitas
mual menggunakan Visual Analogue Scales (VAS). evaluasi ini
dilakukan 0-1 jam setelah pemberian akupresur. Evaluasi variable mual
muntah dilakukan 12 jam setelah intervensi menggunakan Intervention
Adapted Rhodes Index of Nausea and Vomiting for Pediatrics by child
(IARINVc). Hasil penelitian didapatkan bahwa skor rata-rata intensitas

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
16

mual lebih rendah pada kelompok intervensi (p value < 0,001) pada 1
jam pertama pemberian akupresur. Pada 12 jam setelah intervensi
didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. (p value = 0,064).

d. EBSCO: Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010).


Implementation of an oral care protocol to promote early detection and
management of stomatitis. Clinical Journal of Oncology Nursing.
14(6); 799-802.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dini dan


intervensi oral care protocol pada pasien kanker yang mendapat
kemoterapi dan radiasi. Berdasarkan oral care protocol, intervensi
yang diberikan pada pasien yang belum teridentifikasi stomatitis adalah
memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan mulut, yaitu:
membersihkan mulut 3-4 kali sehari, hindari flossing bila ada tanda
perdarahan dan ketidaknyamanan, berkumur dengan cairan sodium
bicarbonate (air garam) dan hindari cairan kumur yang mengandung
alkohol. Pengumpulan data dilakukan selama 20 hari, evaluasi
dilakukan sebelum dan sesudah implementasi protokol perawatan
mulut. Hasil yang didapatkan bahwa sebelum dilakukan intervensi
protokol perawatan mulut pada 228 pasien terdapat 44 pasien dengan
resiko stomatitis dan setelah intervensi pada 252 pasien resiko
stomatitis menjadi 37 pasien.

3.4. Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah


Masalah diperoleh berdasarakan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15
sampai 26 pebruari 2016 dengan menggunakan metode observasi dan wawancara
pada ruang kemoterapi anak. Identifikasi masalah yang didapat yaitu belum
optimalnya pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga bagaimana
mengantisipasi efek mual dan muntah pemberian kemoterapi.

3.5. Strategi Penyelesaian Masalah


Berdasarkan rumusan masalah yang ditemukan, maka disusunlah strategi
penyelesaian masalah yang dapat dilakukan meliputi;

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
17

3.5.1. Tahap Persiapan


a. Menyusun pertanyaan masalah berdasarkan model PICO, (Problem/
Population / Patient; Intervention; Comparation; dan Outcome)
b. Melakukan searching literatur/jurnal
c. Melakukan appraise literatur/analisa jurnal
3.5.2. Membuat proposal/kerangka kerja proyek inovasi
a. Membuat kerangka acuan proyek inovasi
b. Melakukan konsultasi dengan supervisior dan supervisior utama dari
pendidikan
c. Melakukan konsultasi dengan supervisior dan pihak manajemen One
Day Care / Poliklinik Hemato - Onkologi Anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
d. Melakukan koordinasi dengan kepala ruangan.
3.5.3. Tahap Pelaksanaan
a. Presentasi dan sosialisasi tentang pendidikan kesehatan dalam
mengantisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat kemoterapi
b. Melakukan kordinasi dengan Perawat Associate/pelaksana
c. Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga dalam
mengantisipasi mual dan muntah akibat efek kemoterapi
3.5.4. Tahap Evaluasi
a. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan edukasi
b. Melakukan presentasi dan sosialisasi hasil kegiatan
c. Menyusun laporan proyek inovasi

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
18

BAB 4
PLAN OF ACTION

Proyek inovasi ini dilaksanakan pada ruang rawat anak non infeksi gedung A RSUPN
DR Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan melalui beberapa tahap kegiatan,berdasarkan
metode P-D-S-A, yaitu:
4.1. Plan (Perencanaan)
a. Rencana kegiatan yaitu melakukan Pendidikan kesehatan kepada anak dan
keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek pemberian
kemoterapi.
b. Hasil yang diharapkan : teridentifikasinya efektivitas pendidikan kesehatan
dalam mengantisipasi mual muntah pada anak yang mendapat kemoterapi
c. Langkah-langkah pelaksanan:
 Menyiapkan lembar penjelasan prosedur (lampiran 1)
 Menyiapkan lembar catatan pelaksanaan perawatan /pasien sheet
(lampiran 2)
 Menyiapkan Satuan Acara Pembelajaran/SAP (lampiran 3)
 Menyiapkan leaflet. (lampiran 4)
 Menyiapkan lembar kuesioner pengetahuan (lampiran 5)

4.2. Do (Intervensi)
a. Hari 0 :
 Mengidentifikasikan sampel yang sesuai dengan kriteria, yaitu anak usia 7-
18 tahun (usia sekolah dan remaja), dapat berkomunikasi dengan baik,
tidak ada kontra indikasi terhadap akupresur, tidak mengalami mual
muntah Anticipatory.
 Melakukan identifikasi karakteristik demografi sampel (waktu,usia, jenis
kelamin, pendidikan)
 Melakukan identifikasi karakterisik lainnya (Diagnosa medis, siklus
pengobatan/protocol, obat yang diberikan)
 Menjelaskan prosedur menggunakan lembar prosedur
 Melakukan pretest pengetahuan anak dan keluarga tentang antisipasi mual
muntah karena kemoterapi (menggunakan lembar kuesioner)

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
19

 Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga tentang


antisipasi mual muntah karena kemoterapi selama 30 menit.
 Mendemontrasikan manajemen non farmakologi mual muntah (akupresur)
 Simulasi pembuatan larutan garam untuk berkumur
 Melakukan post test pengetahuan anak dan keluarga tentang antisipasi
mual muntah karena kemoterapi
 Mengidentifikasi nomor telepon/handphone anak atau keluarga.
b. Hari ke I :
 Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada
anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi
non farmakologi yang sudah dilakukan.
 Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien
c. Hari ke II :
 Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada
anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi
non farmakologi yang sudah dilakukan.
 Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien
d. Hari ke III :
 Melakukan kontak secara langsung atau melalui telepon/handphone pada
anak atau keluarga untuk mengetahui episode mual dan muntah, intervensi
non farmakologi yang sudah dilakukan
 Mendokumentasikan dalam lembar catatan perawatan pasien

4.3. Study
Mahasiswa akan mengevaluasi hasil intervensi dengan menganalisis perubahan
pengetahuan dan ketrampilan, episode mual muntah , manajemen non farmakologi
yang sudah dilakukan anak dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan muntah
karena kemoterapi.

4.4. Act
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan anak dan orang tua dalam
mengantisipasi mual muntah dapat menunjang keberhasilan pemberian
kemoterapi. anak dan orang tua akan kooperatif terhadap perawatan sehingga
dapat menurunkan lama rawat dan meningkatkan kualitas hidup anak.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
20

4.5. Waktu pelaksanaan

Tabel 4.1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan

N WAKTU (Minggu) PENANGGUNG OUT


O. KEGIATAN JAWAB COME/
I II III IV V VI KEGIATAN KEGIATAN
1. Persiapan Mahasiswa PICO model,
pelaksanaan dan searching
studi literature artikel/jurnal
(Evidance based dan appraise
practice), serta artikel/jurnal
proses konsultasi
2. Penyusunan dan Mahasiswa Proposal
konsultasi kegiatan
proposal
3. Presentasi Mahasiswa, head Presentasi
proposal dan nurse, pada perawat
sosialisasi supervisior, ruang anak
perawat primer, gedung A
Perawat associate
(PA)
4. Perencanaan dan Mahasiswa, head Penyediaan
persiapan nurse, supervisior media
implementasi edukasi
5. Implementasi Mahasiswa,
Perawat associate
(PA)
6. Evaluasi proses Mahasiswa, head Hasil
kegiatan nurse, supervisior dokumentasi
7. Evaluasi hasil Mahasiswa Laporan
dan penyusunan kegiatan
laporan

Keterangan :
Minggu I : 15-19 Peberuari 2016
Minggu II : 22-26 Pebruari 2016
Minggu III : 29 Pebruari-4 Maret 2016
Minggu IV : 7-11 Maret 2016
Minggu V : 14-18 Maret 2016
Minggu VI : 21-25 Maret 2016

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
21

BAB 5
PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan inovasi dilaksanakan pada ruang perawatan anak one day care non infeksi,
yaitu di Poliklinik Hemato-Onkologi Gedung Kiara RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Kegiatan inovasi dapat dapat kita lihat pada tabel berikut dibawah ini.

Tabel 5.1. Realisasi Kegiatan Inovasi

NO. KEGIATAN TANGGAL


1. Persiapan; sosialisasi pada kepala perawatan rawat 11 Maret 2016
jalan, kepala ruangan dan perawat Associate/
pelaksana di poliklinik Hemato-onkologi
2. Melakukan pendidikan kesehatan pada anak dan 14-18 Maret
keluarga tentang antisipasi mual muntah karena 2016
kemoterapi
3. Melakukan evaluasi pengetahuan dan ketrampilan 14-18 Maret
(akupresur, pembuatan larutan garam untuk kumur) 2016
4. Melakukan evaluasi pelaksanaan akupresur dan 15-21 Maret
penggunaan larutan garam untuk kumur. 2016
Melakukan evaluasi episode mual muntah pada
anak

Sosialisasi kegiatan inovasi dilakukan oleh mahasiswa residen didampingi oleh


supervisior ruang rawat anak non infeksi, kepada kepala perawatan rawat jalan, kepala
ruangan dan 2 orang perawat Associate/ pelaksana. Selanjutnya kegiatan dilaksanakan
mengacu pada tahap kegiatan yang telah disusun. Pendidikan kesehatan dilaksanakan
selama 5 hari, namun sebelumnya dilakukan identifikasikan sampel yang sesuai dengan
kriteria, yaitu anak usia 7-18 tahun (usia sekolah dan remaja), dapat berkomunikasi
dengan baik, tidak ada kontra indikasi terhadap akupresur, tidak mengalami mual
muntah Anticipatory. Pada tanggal 14 Maret 2016 residen mendapat 3 pasien anak,
tanggal 15 Maret 2016 mendapat 3 pasien anak, tanggal 16 Maret mendapat 3 pasien
anak, tanggal 17 Maret 2016 mendapat 2 pasien anak dan tanggal 18 Maret klien
mendapat 2 pasien anak. Total pasien anak yang dilakukan pendidikan kesehatan
berjumlah 13 anak, dengan karakteristik sebagai berikut:

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
22

Tabel 5.2. Karakteristik pasien

NO. NAMA USIA JENIS DIAGNOSA JENIS OBAT SIKLUS


KELAMIN MEDIS KEMOTERAPI KEMOTERAPI
1. F.J 17 tahun Laki-laki Ewing sarkoma Vincristine 2 mg (iv) Minggu ke 11
2. M.F. 14 tahun Laki-laki Acute Vincristine 2 mg + Induksi, Minggu
Lymphoblastic Daunorubicin 40 mg ke 6
Leukemia (HR) (iv)
3. J.M. 7 tahun Perempuan Acute MTX it 12 mg + Dexa Konsolidasi,
Lymphoblastic it 1 mg Minggu ke 9
Leukemia (SR)
4. A.D. 14 tahun Perempuan Ewing Actinomycin D 0,5 Minggu ke 0
Sarkoma mg
5. F.N. 7 tahun Laki-laki Acute MTX it 12 mg + Dexa Maintenace,
Lymphoblastic it 1 mg Minggu ke 90
Leukemia (HR)
6. A.A. 6 tahun Perempuan Acute MTX it 12 mg + Dexa Maintenace,
Lymphoblastic it 1 mg Minggu ke 41
Leukemia (SR)
7. R. 9 tahun Laki-laki Acute Vincristine 1,4 mg Induksi, Minggu
Lymphoblastic (iv) ke 0
Leukemia (HR)
8. D.P. 8 tahun Laki-laki Tumor Wilms Actinomycin D 300 Minggu ke 10
ug, Vincristine 1,3
mg, Adriamisin 50 mg
9. R.K. 9 tahun Laki-laki Acute Vincristine 1,3 mg Minggu ke 42
Lymphoblastic (iv)
Leukemia (SR)
10. A.R. 13 tahun Laki-laki Acute Vincristine 1,7 mg + Minggu ke 14
Lymphoblastic Daunorubicin 35 mg
Leukemia (HR) (iv)
11. A.F. 6 tahun Laki-laki Acute Vincristine 1,3 mg Minggu ke 97
Lymphoblastic (iv)
Leukemia (SR)
12. D.M. 7 tahun Laki-Laki Acute MTX it 12 mg + Minggu ke 49
Lymphoblastic Vincristine 1,2 mg
Leukemia (SR) (iv)
13. A.D. 6 tahun Laki-laki Acute MTX it 12 mg + Dexa Minggu ke 20
Lymphoblastic it 1 mg Vincristine
Leukemia (SR) 1,1 mg (iv)

5.1. Pendidikan kesehatan


Pretest dan Post test dilakukan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan,
dengan mengisi kuesioner pertanyaan. Pendidikan kesehatan menggunakan leaflet
dan sekaligus mendemontrasikan langsung pada pasien anak cara melakukan
akupresur dan disaksikan oleh keluarga. Selanjutnya residen melakukan simulasi
cara membuat larutan garam dengan menggunakan peralatan sederhana berupa
sendok obat 5 ml, garam, air mineral 600 ml, alat pengukur cairan. Hasil evaluasi

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
23

pengetahuan dan ketrampilan dari pasien anak dan keluarga pada pre test adalah
rata-rata 31,5%, setelah di lakukan pendidikan kesehatan, post test didapatkan
pengetahuan meningkat rata-rata 86,9%, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini;

Tabel 5.3. Pre dan Post test tentang Pengatahuan dan


Ketrampilan Antisipasi Mual Muntah

NO. NAMA USIA PRETEST POST TEST


1. F.J 17 tahun 30% 80%
2. M.F. 14 tahun 20% 80%
3. J.M. 7 tahun 40% 90%
4. A.D. 14 tahun 30% 100%
5. F.N. 7 tahun 20% 70%
6. A.A. 6 tahun 50% 90%
7. R. 9 tahun 20% 80%
8. D.P. 8 tahun 30% 90%
9. R.K. 9 tahun 20% 90%
10. A.R. 13 tahun 40% 100%
11. A.F. 6 tahun 30% 80%
12. D.M. 7 tahun 40% 80%
13. A.D. 6 tahun 40% 100%

5.2. Antisipasi Mual Muntah


Evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan selama 4 hari di rumah meliputi
pemberian akupresur dan kumur menggunakan larutan garam. Selain itu
mengevaluasi juga episode mual dan muntah anak yang mendapat kemoterapi di
rumah. Berdasarkan self report keluarga, tidak ada pasien anak yang
mengkonsumsi obat antiemetik. Hasil evaluasi pada pasien anak tersebut dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.4. Intervensi dan Episode Mual Muntah

NO. NAMA AKUPRESUR BERKUMUR MUAL MUNTAH


LARUTAN
GARAM
1. F.J 2x sehari 2x sehari - -
2. M.F. 3x sehari 2x sehari Hari 1: 2x -
Hari 2: 1x -
Hari 3: 1x -
3. J.M. 2x sehari 1x sehari - -
4. A.D. 3x sehari 2x sehari Hari 1: 2x -
Hari 2: 1x
Hari 3: 1x

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
24

5. F.N. 3x sehari 1x sehari Hari 1: 1x -


6. A.A. 3x sehari 2x sehari Hari 1: 1x -
7. R. 2x sehari 1x sehari - -
8. D.P. 3x sehari 2x sehari Hari 1: 2x -
Hari 2: 1x
9. R.K. 2x sehari 2x sehari - -
10. A.R. 3x sehari 1x sehari Hari 1: 2x -
Hari 2: 1x
11. A.F. 2x sehari 2x sehari - -
12. D.M. 2x sehari 2x sehari Hari 1: 1x -
13. A.D. 3x sehari 2x sehari Hari 1: 1x -

5.3. Faktor Pendukung dan keterbatasan


5.3.1. Faktor pendukung
a. Supervisior dan supervisior utama dari pendidikan, supervisior ruang
rawat anak non infeksi dan pihak manajemen One Day Care/Poliklinik
Hemato-Onkologi yang sangat mendukung kegiatan ini.
b. RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah rumah sakit pendidikan dan
terbuka untuk proses berubah
c. Adanya keinginan dari pihak manajemen keperawatan rumah sakit untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
d. Akupresur dan larutan garam merupakan intervensi yang tidak
membutuhkan banyak peralatan dan bahan tersedia dirumah sehingga
lebih mudah dilakukan oleh anak dan keluarga.
5.3.2. Keterbatasan
a. Pemberian kemoterapi pada anak di poliklinik Hemato-Onkologi lebih
banyak pada pemberian agen kemoterapi dengan Minimal dan Low
Emetic Risk, walaupun ada juga yang Moderate Emetic Risk, sehingga
efektivitas intervensi menggambarkan sesuai kondisi tersebut.
b. Efektivitas intervensi kurang diketahui pada pemberian agen kemoterapi
dengan dan High Emetic Risk.
c. Data intervensi dan episode mual muntah yang didapatkan bersifat
subjektif, berdasarkan informasi keluarga saja, residen tidak melihat
langsung pelaksanaan intervensi.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
25

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
a. Terjadi peningkatan pengetahuan dan keluarga dalam mengantisipasi mual dan
muntah akibat efek kemoterapi. Pada pretest (pengetahuan awal) anak dan
keluarga berkisar 20-50%, setelah dilakukan pendidikan kesehatan
pengetahuan anak dan keluarga menjadi 70-100%.
b. Terjadi peningkatan ketrampilan keluarga dirumah dalam mengantisipasi mual
muntah akibat efek kemoterapi dengan melakukan akupresur dan kumur
menggunakan larutan garam, yang sebelumnya tidak dilakukan dirumah,
c. Tidak ada episode muntah yang terjadi, anak dan keluarga dapat mengontrol
mual dengan melakukan intervensi antisipasi mual muntah akibat kemoterapi
dengan melakukan akupresur, perawatan mulut standard dan mengurangi
stimulasi mual muntah.

6.2. Saran
a. Pendidikan kesehatan dalam mengantisipasi mual dan muntah akibat efek
kemoterapi perlu dilakukan oleh perawat, agar pengetahuan yang didapat
dapat digunakan anak dan keluarga untuk mengurangi atau mengontrol mual
dan muntah akibat kemoterapi.
b. Hasil inovasi ini dapat dijadikan sumber informasi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan sesuai dengan evidence based practice.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
26

DAFTAR PUSTAKA

Aapro, M. (2005). Optimising antiemetic therapy: what are the problems and how can
they be overcome. Curr Med Res Opin. 21: 885-897.

Aseeri, M., Mukhtar, A., Alkasana, S., Elimam, N., & Jastaniah, W. (2012). A
retrospective review of antiemetic use for chemotherapy-induced nausea and
vomiting in pediatric oncology patients at a tertiary care center. Journal of
Oncology Pharm Practice. 19(2):138-144.

Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapy-induce


nausea. OnSconnect. 20-21.

Boling, B., Schub, T., & Pravikoff, D.(2016). Chemotherapy-Related Nausea and
Vomiting: Evidence Based Care Sheet. CINAHL

Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care protocol
to promote early detection and management of stomatitis. Clinical Journal of
Oncology Nursing. 14(6); 799-802.

Chan,C.W.H., Lam, L.W., Li, C.K., Cheung, J.S.S., Cheng, K.K.F., Chik, K.W.,…
Tang, W.P.Y. (2015). Feasibility of psychoeducational intervention in managing
chemotherapy-associated nausea and vomiting (CANV) in pediatric oncology
patients. European Journal of Oncology Nursing. 19: 182-190.

Chen, K.K.F., Chang, A.M., Yuen,M.P. (2004). Prevention of oral mucositis in pediatric
patient treated with chemotherapy: A Randomized crossover trial comparing two
protocol of oral care. European Journal of Cancer. 40(8):1208-1216.

Dewan,P., Singhal, S., & Harit, D. (2010). Management of chemotherapy induce nausea
and vomiting. Indian Pediatrics. 47:149-155.

Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta: Crop
Cirle Corp.

Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory


nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a randomized
controlled trial. Trial. 14;103.

Harris, D.J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B.J., & Maxwell, C. (2008). Putting
evidence into practice: Evidence based intervention for cancer treatment-related
mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 12(1),141-152.
International Agency for Research of Cancer (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh
tanggal 26 Pebruari 2016.

International Union Againts Cancer. (2009). International congress a convention


association. www.iccawold.com/cnt/proggmdocs/UICC. Di unduh tanggal 1
Maret 2016.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
27

James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children :
principles & practice, 4th ed. St. Louis: Elsevier.

Kemenkes RI (2014) Hilangkan mitos tentang kanker. www.depkes.go.id.article/.


Diunduh tanggal 29 Pebruari 2016

Kliegmen, R.M., Stanton, B,F.,Geme, J.W., Schor, N.F., & Behrman, R.E.(2011).
Nelson textbook of pediatrics, 19th.ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2011). Ilmu
kesehatan anak esensial, edisi ke 6. Singapore: Saunders Elsevier.

Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak. Jakarta:
FK Universitas Indonesia.

Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing, 4th ed. St Louis: Mosby.

Potter,P.A., & Perry, A.G. (2005). Fundamental keperawatan. Ed.4,Vol.1. Jakarta: EGC

Rodgers,,C., Kollar, D., Taylor, O., Bryant, R., Crockett, K.,… Hockenberry, M.
(2012). Nausea and vomiting perspective among children receiving moderate to
highly emetogenic chemotherapy treatment. Cancer Nursing. 35(3): 203-210.

Saldanha, S.P. & Almeida, V.D. (2014). A Comparative study to Assess the
effectiveness of turmeric Mouth Wash versus saline mouth wash on treatment
induce oral mucositis (Tiom) in a selected hospital at mangalore. Journal Clinic
Research & Bioethics. 5(6): 200.

Schwartzberg, I. (2007). Chemoterapy induced nausea and vomiting: clinician and


patient perspectives. Journal support oncology. 5(2):5-12.

Swartzentruber, L., & Haveles, E.B.(2013). Oral health care during chemotherapy.
PennWell’s Dental Group. 68-77.

Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concept .9th Ed. Philadelphia.
Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wikins.

World Health Organization (2014). Cancer. Diunduh pada tanggal 29 Pebruari 2016

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
SATUAN ACARA PENGAJARAN

Topik : Penyuluhan kesehatan pada anak


Pokok bahasan : Antisipasi mual dan muntah pada anak yang mendapat
kemoterapi
Sub Pokok Bahasan : 1. Terapi akupuntur
2. Perawatan mulut standar
3. Mengurangi stimulasi mual-muntah
Hari/tanggal : Jumat, Maret 2016
Waktu : 30 menit
Tempat : Perawatan one day care (poliklinik Hemoato-onkologi)
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penyuluh/pembicara : Tati Setyawati Ponidjan
Sasaran/Peserta : Pasien dan Keluarga

I. Tujuan pembelajaran :
A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, diharapkan pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali dan mampu melakukan tindakan antisipasi
terhadap mual muntah karena kemoterapi.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga mampu:
1. Menjelaskan mual muntah kemoterapi
2. Mejelaskan terapi akupresur pada mual muntah kemoterapi
3. Menjelaskan perawatan mulut standar
4. Menjelaskan pembuatan larutan garam untuk kumur
5. Menjelaskan tindakan mengurangi stimulasi mual muntah kemoterapi
6. Mendemontrasi cata terapi akupuntur pada titik P6.

II. MATERI
1. Mual muntah kemoterapi
2. Terapi akupresur mual muntah pada titik P6
3. Perawatan mulut standar
4. Pembuatan larutan garam untuk kumur
5. Tindakan mengurangi stimulasi mual muntah kemoterapi

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
III. PERSIAPAN PRA PEMBELAJARAN
1. Telaah literatur/pustaka
2. Materi,SAP, media pembelajaran seperti leaflet
3. Sosialisasi pada ruang one day care / poliklinik onkologi anak RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.

IV. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


KEGIATAN
NO. KEGIATAN/WAKTU KEGIATAN PEMBICARA
PESERTA
1. Pembukaan 1. Memberikan salam 1. Menjawab
(3 menit) salam
2. Menjelaskan tujuan 2. Memperhatikan
pembelajaran
3. Memberikan gambaran 3. Memperhatikan
tentang apa yang akan
disampaikan hari ini
2. Kegiatan isi/proses 1. Mengevaluasi 1. Menjawab
(20 menit) pengetahuan awal anak
dan keluarga tentang
antisipasi mual muntah
kemoterapi
2. Memberi penguatan pada 2. Memperhatikan
apa yang sudah diketahui
dengan benar
3. Menjelaskan konsep mual 3. Memperhatikan
muntah kemoterapi
4. Menjelaskan terapi 4. Memperhatikan
akupuntur mual muntah
pada titik P6
5. Menjelaskan perawatan 5. Memperhatikan
mulut standar
6. Menjelaskan tentang 6. Memperhatikan
pembuatan larutan garam
untuk kumur
7. Menjelaskan tentang 7. Memperhatikan
tindakan mengrangi
stimulasi mual muntah
kemoterapi
8. Memberikan kesempatan 8. Bertanya
pada anak dan keluarga
untuk bertanya
3. Evaluasi 1. Memberikan soal lisan 1. Memperhatikan
(5 menit) kepada anak dan keluarga
2. Memberikasn kesempatan 2. Menjawab
pada anak dan kelurga
untuk menjawab
3. Memberikan penguatan 3. Memperhatikan

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
4. Penutup 1. Menyimpulkan materi 1. Memperhatikan
(2 menit) 2. Memberikan salam 2. Menjawab
penutup salam

V. SUMBER/DAFTAR PUSTAKA
Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help patient self manage chemotherapy-
induce nausea. OnSconnect. 20-21.

Caplinger, J., Royse, M., & Marthens J. (2010). Implementation of an oral care
protocol to promote early detection and management of stomatitis. Clinical
Journal of Oncology Nursing. 14(6); 799-802.

Chen, K.K.F., Chang, A.M., Yuen,M.P. (2004). Prevention of oral mucositis in


pediatric patient treated with chemotherapy: A Randomized crossover trial
comparing two protocol of oral care. European Journal of Cancer.
40(8):1208-1216.

Fengge, A. (2011). Terapi akupresur: manfaat & teknik pengobatan. Yogyakarta:


Crop Cirle Corp.

Geiger, F., & Wolfgram, L. (2013). Overshadowing as prevention of anticipatory


nausea and vomiting in pediatric cancer patients: study protocol for a
randomized controlled trial. Trial. 14;103.

Harris, D.J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B.J., & Maxwell, C. (2008).
Putting evidence into practice: Evidence based intervention for cancer
treatment-related mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing. 12(1),141-
152.

Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing, 4th ed. St Louis: Mosby

Nasar, S., Djoko, S., Hartarti, B., & Budiwiarti, Y. (2015). Penuntun diet anak.
Jakarta: FK Universitas Indonesia.

Saldanha, S.P. & Almeida, V.D. (2014). A Comparative study to Assess the
effectiveness of turmeric Mouth Wash versus saline mouth wash on treatment
induce oral mucositis (Tiom) in a selected hospital at mangalore. Journal
Clinic Research & Bioethics. 5(6): 200.

Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concept .9th Ed. Philadelphia.
Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wikins.

Asuhan
Residensi Keperawatan keperawatan
Anak-Ruang ..., Tati
Non Infeksi RSCMSetyawati
2016 Ponidjan, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
Tindakan non farmakologi digunakan
ANTISIPASI MUAL MUNTAH untuk menunjang tindakan farmakologi
KEMOTERAPI
Salah satu tindakan non farmakologi adalah
Terapi akupresur, yaitu penekanan atau
pemijatan pada titik tertentu di tubuh

Akupresur akan menstimulasi tubuh untuk


menghasilkan efek terapi, yaitu
dengan melepaskan zat dan hormon untuk
mengurangi mual-muntah
Gambar: Besce,E. (2010). P6 Acupressure can help
patient self manage chemotherapy-induce nausea.
caranya :
Mual muntah merupakan salah satu efek Tentukan titik akupresur P6 yaitu; pada
samping dari pemberian kemoterapi Menekan dengan lembut
bagian depan pergelangan tangan
menggunakan jari jempol atau jari
Mual muntah dapat terjadi mulai letakkan 3 jari dibagian atas pergelangan telunjuk
beberapa menit setelah pemberian tangan, jari harus sejajar, tentukan titik
kemoterapi (akut), atau dimulai setelah diatas 3 jari tersebut (tengah pergelangan) Penekanan dilakukan 30 kali tekanan,
24 jam setelah pemberian kemoterapi memutar searah jarum jam selama 3
(delayed) menit

Obat kemoterapi dapat resiko minimal, Penekanan dapat dilakukan pada satu
rendah, sedang dan tinggi terhadap pergelangan atau keduannya
mual muntah
Dilakukan 3 kali sehari
Mengantisipasi mual dan muntah ditempat yang tenang selama 5 hari
diberikan terapi farmakologi berupa obat berturut-turut setelah mendapat
anti mualb.muntah (antiemetik) kemoterapi atau sesuai kebutuhan
tangan atau keduanya. ketika merasa mual

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia
Membuat Larutan Garam
Merawat Mulut Standar Pengaturan Makan Minum
(konsentrasi hampir sama NaCl
Mengosok gigi dilakukan sesudah 0,9%) Untuk Kumur
makan dan menjelang tidur. Hindari makanan yang terlalu manis
Menggunakan garam meja SNI dan berlemak
Gunakan sikat gigi dengan bulu yang kemurnian minimal 94,7% :
lembut dan diganti setiap 3 bulan Campurkan 1 sendok takar obat 5 ml Hindari makanan yang panas dan
pemakaian garam dengan 637 ml air hangat merangsang

Hindari penggunaan pasta dengan rasa Menggunakan garam meja pasaran Makan makanan sesuai suhu
dan pemutih pasta yang kuat dengan kemurnian 99,25% : ruangan
Campurkan 1 sendok takar obat 5 ml
Berkumur tanpa menyikat gigi, dapat garam dengan 607 ml air hangat Mengunyah makanan secara
dilakukan kapan saja agar mulut tetap perlahan-lahan
terasa nyaman Mengurangi Stimulasi Lingkungan
Berikan makanan porsi kecil setiap
Berkumur dapat menggunakan cairan Suara (ribut) kali makan/2-3 jam
kumur/mouthwash antara lain
menggunakan larutan garam Penglihatan Memberikan jarak makan dan
(kepadatan dan aktivitas orang) minum 10-15 menit
Berkumur minimal 30 detik.
Penciuman
Agar cairan kumur dapat bergerak (bau yang merangsang)
merata di dalam mulut, berkumur
Terima Kasih
sebaiknya menggunakan teknik meniup
balon dan menggerakkan pipi seperti
menghisap. Tati Setyawati

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Residensi Keperawatan Anak-Ruang Non Infeksi RSCM 2016 Universitas Indonesia
Lampiran 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas
Nama : Tati Setyawati Ponidjan
Tempat/tanggal lahir : Bitung, 4 agustus 1968
Agama : Kristen
Alamat : Kel. Kombos Timur Kec Singkil Kota Manado
E-mail : tatys468@yahoo.com
Status : Menikah

B. Riwayat Pendidikan
1. SD RK Bitung, lulus tahun 1980
2. SMP Donbosco Bitung, lulus tahun 1983
3. SMA Donbosco Bitung, lulus tahun 1986
4. Akademi Keperawatan Dep.Kes. Manado, lulus tahun 1989
5. D IV Keperawatan Anak Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun 2001
6. S1 Pendidikan FIP Universitas Negeri Manado, lulus tahun 2002
7. S1 Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 2010
8. Profesi Ners Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 2011
9. S2 Keperawatan Universitas Indonesia, lulus tahun 2015
10. Pendidikan Spesialis Keperawatan Universitas Indonesia

C. Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 1990-1995 : Staf Dinas Kesehatan Kab.Bolaang Mongondow Prop.Sulut.
2. Tahun 1995-sekarang : Staf Pengajar pada Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Manado.

Asuhan keperawatan ..., Tati Setyawati Ponidjan, FIK UI, 2016


Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai