Anda di halaman 1dari 10

MENGAPA RISET DALAM ARSITEKTUR

SANGAT PENTING?1

Agustinus Sutanto2

„„ Hidup tanpa penyelidikan, tidak layak dijalani oleh manusia “


(Socrates)3

“ Jika anda tahu apa yang anda cari, mengapa anda mencarinya?”
(Plato)4

PENGANTAR
Pada sebuah kata pengantar dalam tulisan akademik `How Architects Use Research – Case Studies From
Practice` yang diterbitkan RIBA (Royal Institute of Bristish Architects) di tahun 2014,5 dipertanyakan
beberapa hubungan penting antara arsitek dan riset, seperti: Apa yang dipahami para arsitek tentang riset?
Bagaimana arsitek menggunakan riset? Kapan dan bagaimana arsitek melakukan riset dalam praktik
mereka? Pengetahuan riset apa yang dibutuhkan oleh arsitek dalam merancang? Bagaimana riset
memberi nilai bagi arsitek dan klien mereka? Dalam pertanyaan-pertanyaan ini terkandung premis bahwa
riset dapat menjadi bagian yang memberikan nilai tambah kepada arsitek dalam olah rancangnya. Sebuah
karya arsitektur merupakan sebuah proses berpikir dan mencipta dalam tautan analisis – sintesis –
evaluasi yang berkesinambungan, dengan hasil akhir berupa produk arsitektur.6 Proses tautan ini
merupakan proses yang dapat ditemui dalam berbagai kegiatan riset, sehingga secara sederhana,
tindakan berarsitektur dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan meriset. Tetapi apakah benar bahwa
setiap tindakan berarsitektur adalah kegiatan melakukan riset?
Dalam terbitan RIBA lainnya di tahun yang sama, dikatakan bahwa “arsitek, lebih dari profesi lain,
menerima keunggulan "pengetahuan dalam praktik", …. Sikap terhadap riset dan pertukaran pengetahuan
tampaknya berakar pada pendidikan arsitektur, gaya belajar dan metode komunikasi yang dipilih, terutama

1
Dipresentasikan pada hari Kamis, 22 Agustus 2019 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta dalam acara Forum
ARCHINESIA#53: `Why Research in Architecture is Essensial`.
2
Dosen Tetap Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Tarumanagara, Jakarta.
3
‘‘Life without inquiry is not worth living for a human being’’
4
“If you know what you're searching for, why do you search for it?”
5
RIBA Architecture. (2017, Agustus 30). How Architects Use Research. Dipetik Agustus 17, 2019, dari RIBA
Architecture.com
6
Lihat Groat, Linda N. dan Wang, W. (2013), Architectural Research Methods (2nd ed.). John Wiley & Sons, inc.
hlm. 29 – 32.

1
visual dan peer-to-peer.”7 Arsitektur harus dapat dilihat sebagai sebuah model produksi yang komprehensif
dengan kemampuan menggabungkan teori dengan praksis, bertindak intuitif, dan berpikir saintifik.
Arsitektur akan menjadi lebih integratif dan interaktif ketika memiliki keterbukaan terhadap pengetahuan
lain. Riset harus dipahami sebagai penyelidikan awal yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
pengetahuan bagi arsitektur itu sendiri. Tetapi tentunya hubungan antara riset dan arsitektur tidaklah
sesederhana yang dibayangkan. Untuk semua ini, ada tiga pertanyaan yang akan diajukan dalam tulisan
ini, yaitu: (1) Apa itu riset arsitektural? (2) Apa perbedaan dan kesamaan antara: merancang dan meriset?
(3) Model pengetahuan seperti apa, yang memberikan peran signifikan terhadap riset arsitektural? Melalui
pertanyaan-pertanyaan ini, gambaran tentang bagaimana riset bekerja dalam arsitektur dapat menjadi
bahan kajian dalam merancang arsitektur.

APA ITU RISET ARSITEKTURAL?

Untuk mengerti Riset Arsitektural, ada dua kata yang perlu ditelusuri yaitu Riset dan Arsitektur. Kata Riset
berasal dari bahasa Perancis re-cercher yang memiliki arti „pergi mencari‟ – „melakukan perjalanan‟ –
„memeriksa dengan cermat‟. Kata ini juga dapat didekati sebagai re-search yang memiliki arti `mencari
ulang` atau memberikan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu. Selain itu,
kata Arsitektur berkaitan dengan pelakunya yang adalah arsitek. Kata arsitek berasal dari bahasa
Latin architectus dan bahasa Yunani arkhitektōn, yang berakar pada dua kata yaitu arkhi (chief) – artinya
„kepala‟ – dan tektōn (builder) artinya „tukang‟. Melalui etimologinya, arsitek memiliki arti sebagai `kepala
tukang‟, sehingga arsitektur adalah produk yang dihasilkan oleh „kepala tukang‟. Sebagai seorang „kepala
tukang‟ arsitek menunjukkan status dengan kemampuan memimpin dan memproduksi. Bila kedua kata ini
digabung, maka Riset Arsitektural dapat diartikan sebagai produk yang dihasilkan oleh kepala tukang
melalui proses mencari.

Bagaimana proses mencari tersebut dilakukan? Proses mencari (re-search) ini berkaitan dengan tiga fase
penting yaitu: (1) Menemukan masalah dan pertanyaan (Exploratory); (2) Meletakkan kajian teoritikal dan
metodologi, serta menyiapkan solusi atas masalah dan pertanyaan (Constructive); (3) Menguji kelayakan
suatu solusi menggunakan bukti empiris (Empirical).8 Dalam proses „mencari‟ ini, teori dan praksis
senantiasa bertautan, di mana teori mempersiapkan tatakan awal untuk arsitek memproduksi lewat praksis
dan menghasilkan karya arsitektur.9

Dalam sebuah kesempatan, Bryan Lawson mencoba melakukan penelitian observasi kepada dua
kelompok mahasiwa pasca sarjana dari bidang saintifik (ilmuwan) dan bidang arsitektur. Kedua kelompok
ini diberi kesempatan untuk mengkomposisi pecahan balok kayu modular yang sudah diberikan tanda dan

7
Lihat RIBA Architecture. (2017, Mei 10). Architects and Research-Based Knowledge: A Literature Review of
Knowledge Management Practices. Hlm. 4
8
Secara Umum sebuah riset berkaitan dengan mengidentifikasikan masalah dan membuat pertanyaan untuk
mempersiapkan tahapan teori dan metodologi sebagai basis analisis-sintesis bekerja didalamnya.
9
Theoria (teori) sebagai pengejaran kebenaran dan pengetahuan untuk kepentingannya sendiri melalui
kontemplasi, dan Praxis (praksis / praktik), sebagai pengejaran untuk pengetahuan dan penciptaan melalui
tindakan 'membuat'.

2
warna.10 Yang menarik dari hasil eksperimen ini, masing-masing grup memiliki cara dan strategi
pemecahan masalah yang berbeda. Kelompok saintifik umumnya mengadopsi strategi secara sistematis
dalam menjelajahi kemungkinan kombinasi balok, untuk menemukan aturan mendasar yang dapat
menciptakan kemungkinan kombinasi. Kelompok arsitek lebih cenderung mengusulkan serangkaian solusi
(melalui uji coba), sampai mereka dapat menemukan kombinasi yang dapat diterima. Penelitian observasi
ini menunjukkan bahwa para saintis (ilmuwan) memecahkan masalah dengan analisis, sedangkan arsitek
memecahkan masalah dengan uji coba untuk menyelesaikan solusi. Mahasiswa sains belajar melalui teori
dan penelitian yang sifatnya metodik, sehingga hasilnya dapat diterima dengan logika yang bersifat umum
dan digunakan oleh orang lain. Tanpa metolodogi yang jelas, solusi yang ditawarkan akan menjadi tidak
valid. Sementara mahasiswa arsitektur belajar melalui proses membuat – menerima kritik – memperbaiki,
sehingga hasilnya adalah solusi yang spesifik. Seringkali, dalam proses pembelajaran arsitektur di studio,
proses mencapai solusi tersebut tidak dipersoalkan. Selama solusi yang ditawarkan dapat menjawab
persoalan, maka hasil desain tersebut dapat diterima. Hal ini mencerminkan bagaimana sebuah proses
„mencari‟ dapat dicapai melalui berbagai arah pendekatan.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Victor Papanek dalam tulisannya The Future Isn’t What It Used To Be.
Dalam wilayah arsitektur (desain), arsitek atau desainer memiliki cara pandang dan kerja yang berbeda
dalam menghasilkan produknya. Victor Papanek mengungkapkan bahwa ada dua karakter yang
diperlihatkan desainer dalam menghasilkan produknya. Pertama adalah desainer yang berproses secara
lebih sistematik, saintifik, terprediksi serta terkomputasi. Para desainer ini mencoba merasionalisasikan
desain oleh pengembangan aturan main, taksonomi, klarifikasi dan sistem prosedur, sehingga
membuatnya lebih mengarah terhadap kajian saintifik. Pedekatannya lebih berpegang pada hal-hal logika,
alasan dan intelektualitas. Kedua adalah desainer yang bekerja mengikuti perasaan, sensasi, kejutan dan
intuisi. Produk yang dihasilkan memberikan kedinamisan, nuansa romantis, serta menimbulkan sifat
sentimental.11 Kedua karakter ini memberikan gambaran bahwa dunia arsitektur (desain) merupakan
sebuah wilayah yang memiliki tautan kerja dalam dimensi yang berbeda. Perbedaan karakter ini
merupakan sumber kekayaan intelektual yang dapat memberikan nilai tambah bagi perkembangan ilmu
pengetahuan arsitektur itu sendiri.

Dalam sebuah tulisannya, Yasraf A. Piliang mempertegas perbedaan mendasar antara dunia sains (ilmu
pengetahuan dan teknologi) dengan dunia desain (arsitektur dan seni), di mana dunia sains mempunyai
satuan keilmuan dan objek kajian yang relatif lebih koheren sedang dunia desain adalah bidang yang
memiliki satuan keilmuan yang lebih terbuka dan dinamis.12 Meminjam Plato, seni adalah usaha kreatif
untuk menghasilkan bentuk yang harmonis, sedangkan matematika menghasilkan kebenaran, dengan kata
lain seni adalah Keindahan sedangkan matematika adalah Kebaikan.13 Dirskursus tentang dunia saintifik

10
Lihat buku Bryan Lawson dalam How Designers Think : The Design Process Demystified, hlm. 41-44.
11
Lihat tulisan Victor Papanek dalam The Future Isn`t What It Used To Be, dalam The Idea of Design – A Design
Issues Reader, Victor Margolin dan Richard Buchanan (eds.), MIT Press. hlm. 56.
12
Lihat tulisan Yasraf A. Piliang pada Pendekatan dalam Penelitian Desain: Pelbagai Perkembangan Paradigma,
dalam buku Desain, Sejarah, Budaya – Sebuah Pengantar Komprehensif (terjemahan), Karangan John A. Walker,
Jalansutra. hlm. vi.
13
‘Art as the creation of harmonious form whose mathematical relationships participated in the true. The Good and
the Beautiful.’ Meminjam artikel jurnal dengan judul: On the Differences between Scientific and Artistic
Approaches to Qualitative Research, Elliot W. Eisner, Visual Arts Research, Vol. 29 No. 57, Special Issue
Commemorating Our 30th Anniversary (2003), hlm. 5-11.

3
dan seni merupakan sebuah diskusi panjang, dan Riset Arsitektural menduduki wilayah di antara dua kutub
ini. Berpikir secara seni dan saintifik menjadi kata kunci penting untuk dapat mengembangkan
pengetahuan riset dalam arsitektur.

Dalam pandangan Yasraf A. Piliang, ada dua epistemology dalam desain yang berkaitan dengan riset.
Pertama, riset murni yang keluarannya adalah pengetahuan itu sendiri. Kedua, riset terapan atau riset
desain yang keluarannya adalah sebuah produk atau objek, yang di dalamnya terkandung pengetahuan
secara implisit. Berdasarkan dua keluaran itu, dapat dikatakan bahwa riset dalam desain dapat mempunyai
dua tujuan yang berbeda, yaitu memahami (understanding) dan menciptakan (creating).14 Proses
memahami (understanding) adalah sebuah proses kontemplasi yang memberikan ruang bagi spekulasi.
Proses ini adalah theoria, melihat sesuatu untuk menghasilkan pengetahuan. Sementara, proses
menciptakan (creating) berkaitan dengan produk yang dihasilkan yang di dalamnya terkandung nilai
kepraktisan. Riset arsitektural memiliki kesempatan terbaik untuk menempatkan diri dalam dunia teori dan
praksis melalui arsitek sebagai aktor utamanya, sehingga arsitektur tidak hanya mengambil posisi sebagai
sekadar aktivitas produksi, tetapi memberikan ruang bagi arsitektur untuk membangun ilmu pengetahuan.

APA PERBEDAAN DAN KESAMAAN ANTARA MERANCANG DAN MERISET ?


Kata merancang memiliki kedekatan dengan kata desain (design). Dua kata ini telah dibedah dan ditelusuri
oleh Gunawan Tjahjono dalam bukunya Metode Perancangan: Sebuah Pengantar untuk Arsitek dan
Perancang.15 Kata desain yang dalam bahasa Inggrisnya `design` berasal dari kata latin `signum` yang
berhubungan dengan `sec` yang berarti memotong (dengan alat yang bergerigi). `Signum` itu adalah hasil
pembuatan takikan dengan alat gergaji diatas sebatang kayu. Dari `signum` berkembang kata kerja
`designare` yang berarti menandai – menamai. Kata ini beralih ke kata Perancis Pertengahan `designer`
yang berarti merancang.

Kata perancangan berasal dari kata rancang yang berarti setangkai kayu yang berujung runcing dan
mencucukkannya kedalam tanah sebagai tanda, batas atau untuk mengetahui sesuatu yang ada didalam
tanah. Merancang berarti memastikan suatu keadaan, untuk itu dalam meruncingkan sebuah kayu
diperlukan alat dan cara yang tepat agar keruncingan sebuah kayu sebelum dicucukkan kedalam tanah
dapat digunakan dengan baik dalam proses menandai dan membatasi sebidang tanah.

14
Op.cit
15
Lihat buku Gunawan Tjahjono (2000) yang berjudul Metode Perancangan : Suatu Pengantar untuk Arsitek dan
Perancang. Universitas Indonesia. hlm.19-22.

4
Gambar 1. Rancang : Tanda Hipotetis dan makna kata

Kata meriset merupakan sebuah kata kerja yang berkaitan dengan melakukan kegiatan penyelidikan dan
pencarian. Kata riset telah didefiniskan dengan cara yang berbeda, seperti Kamus Merriam-Webster yang
mendefiniskan riset sebagai penyelidikan atau pemeriksaan yang teliti yang ditujukan pada penemuan dan
penafsiran fakta; John W. Creswell yang menyatakan bahwa riset adalah proses pencarian dengan
mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu topik atau
masalah. Prosesnya terdiri dari tiga langkah: mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data untuk
menjawab pertanyaan, serta menyajikan jawaban untuk pertanyaan tersebut;16 atau Leedy yang
menyatakan bahwa riset adalah sebuah proses yang tersusun secara sistematis meliputi pengumpulan
data dan analisis data atau informasi dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
fenomena yang menjadi perhatian atau yang sedang diamati.17 Dari paparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa meriset adalah sebuah proses penyelidikan untuk menjawab pertanyaan atas masalah yang
dihadapi, dan dilakukan dalam tautan analisis-sintesis yang tersusun secara sistematis, dengan tujuan
penemuan pengetahuan.

Merancang dan meriset memiliki dimensi yang bergerak dalam wilayahnya masing masing. Meminjam
tulisan Gunawan Tjahjono,18 ada beberapa perbedaan yang dapat ditemui yaitu: Merancang adalah
16
J.W. Creswell (2008). Educational Research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative
research (3rd ed.).Pearson.
17
Paul D. Leedy, Jeanne E. Ormrod (2005). Practical Research: Planning and Design a Research. (8th ed.). Pearson.
18
Lihat buku Gunawan Tjahjono (2000) hlm.21-28. Saya mencoba mengganti posisi Ilmu Pengetahuan sebagai
hasil dari meriset, karena secara mendasar tindakan meriset memiliki tujuan untuk menghasilkan pengetahuan.

5
kegiatan yang menghasilkan rangkaian instruksi (dalam bentuk denah, notasi musik, spesifikasi, dst.) untuk
dilaksanakan, yang dalam pelaksanaannya akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Merancang
adalah kegiatan yang bisa berulang tetapi selalu harus menghasilkan sesuatu yang baru. Merancang
berkaitan dengan dunia ide yang harus diimplementasikan menjadi produk. Merancang berhubungan
dengan masalah yang sulit terdefiniskan (ill-defined) dan pelik (wicked). Merancang berhadapan dengan
dunia „tiruan‟ yaitu sebuah tumpukan kompleksitas masalah yang dihadapi. Sementara meriset adalah
kegiatan yang menjawab pertanyaan atas permasalahan yang diangkat dan hasilnya berupa pengetahuan.
Meriset adalah kegiatan yang berbasis pada prosedur yang jelas yaitu langkah-langkah metodis dan logis
sehingga menghasilkan sesuatu yang objektif. Kegiatan meriset berhubungan dengan fakta dan melakukan
penyelidikan atas fakta yang dihadapi. Riset berhadapan dengan fenomena (sesuatu yang terlihat) dalam
dunia yang alami dengan masalah yang dapat diujicobakan. Di antara perbedaan ini, terdapat kesamaan
antara merancang dan meriset, yakni bahwa kedua kegiatan ini dilakukan dengan sadar, memiliki tujuan
dan perhitungan sehingga di dalamnya perlu melibatkan berbagai pengetahuan untuk memperkuat
tindakan yang dilakukan.

Riset arsitektural adalah kegiatan yang berjalan dalam dua wilayah ini, dimana tindakan berarsitektur tidak
hanya terfokus pada olah rancang tetapi memiliki semangat olah riset didalamnya. Kondisi ini dapat
dibayangkan sebagai dialog antara „baru‟ dengan „bagus‟. Merancang tidak harus baru, tetapi harus
memberikan sesuatu yang bagus sehingga memiliki nilai guna. Meriset tidak harus bagus, tetapi harus
memberikan nilai kebaruan untuk kemajuan pengetahuan. Ketika dua wilayah ini bertemu dan memainkan
perannya dalam produk arsitektur, maka olah rancang harus mampu menghasilkan ide-ide baru, dan pada
titik yang sama, olah riset akan memecahkan masalah yang dihadapi. Keduanya berpadu dan saling
bergerak secara koheren untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan bagus.

MODEL PENGETAHUAN SEPERTI APA YANG MEMBERIKAN PERAN SIGNIFIKAN


TERHADAP RISET ARSITEKTURAL?
Dalam artikelnya Architectural Research: Three Myths and One Model19, Jeremy Till mengungkapkan
bahwa ada tiga „mitos‟ yang berkembang di sekitar riset arsitektur, dan telah menghambat kemajuan riset
di bidang arsitektur, yaitu :
Mitos 1 - ARSITEKTUR HANYA ARSITEKTUR: adalah anggapan bahwa arsitek dengan arsitekturnya
adalah sebuah dunia intelektual yang tidak dapat digugat oleh yang lainnya, semacam pendapat bahwa:
“Anda tidak dapat memahami bagaimana kami bekerja.” Mitos ini sudah terlalu lama digunakan sebagai
alasan untuk menghindari riset dan secara bersamaan membangun ketergantungan pada kekuatan
kreativitas. Mitos bahwa arsitektur hanyalah arsitektur, dibangun atas pengertian bahwa seorang arsitek
adalah jenius dan memiliki otoritas penuh terhadap olah rancangnya, pada akhirnya, ini akan mengarahkan
pada marginalisasi arsitektur.
Mitos 2 – ARSITEKTUR BUKAN ARSITEKTUR: Mitos kedua bekerja bertentangan dengan yang pertama
dan berpendapat bahwa untuk memantapkan dirinya sebagai pengetahuan yang kredibel dan 'kuat',
arsitektur harus beralih ke disiplin yang lain sebagai sebuah otoritas. Riset arsitektur telah
mengklamufasekan diri dalam wacana lain yang terbentang sepanjang garis seni, sains dan sosial budaya
dalam usaha melegitimasi diri di belakang wacana lain tersebut.

19
Lihat Jeremy Till (2007). Architectural Research: Three Myths and One Model. Dipetik Agustus 17, 2019, dari
Jeremy Till

6
Mitos 3 – MERANCANG BANGUNAN ADALAH PENELITIAN: Mitos ini percaya bahwa mendesain
bangunan adalah sebuah riset, ini memiliki arti bahwa pengetahuan arsitektur berada pada objek yang
dibangun. Arsitektur melebihi bangunan sebagai objek, sama seperti seni melebihi lukisan itu sebagai
objek. Oleh karena itu riset arsitektur harus memiliki wilayah yang lebih luas. Bangunan „baik‟ belum tentu
merupakan hasil riset yang baik, dan riset yang baik mungkin mengarah ke bangunan „buruk‟. Arsitektur
sering digambarkan sebagai 'baik' karena cocok, sesuai selera, serta menjawab berbagai kebutuhan.
Arsitektur melalui bangunannya, harus menghasilkan energi bagi pengetahuan, diperlukan pemahaman
atas proses produksinya serta melihat bagaimana produk ini bekerja setelah selesai.

Tentang tiga mitos ini, Jeremy till mengatakan bahwa arsitektur memiliki basis pengetahuan dan prosedur
tertentu. Kemampuannya dalam menentukan konteks, ruang lingkup dan mode riset adalah hal yang
penting. Seperti yang telah terlihat, kedudukan arsitektur harus memberikan nilai tambah bagi pengetahuan
dan praktik arsitektur, sehingga menjadi integratif dan melintasi batas-batas epistemologis. Bangunan
sebagai produk fisik berfungsi dalam sejumlah cara yang independen tetapi interaktif – mereka adalah
entitas struktural, mereka bertindak sebagai pengubah lingkungan, mereka berfungsi secara sosial,
budaya, politik dan ekonomi. Oleh karena itu, riset arsitektural harus sadar akan interaksi ini, melintasi
bidang intelektual lainnya serta menempatkan arsitektur untuk dapat bernegosiasi dengan kondisi yang
dihadapi.

Christopher Frayling mengembangkan tiga lingkup riset untuk mengatasi hubungan spesifik antara desain
dan riset. Tiga lingkup ini adalah research into design, research through design, research for design.
Riset 'into' adalah praktik riset paling mudah, yaitu dengan mengambil arsitektur sebagai subjeknya.
Misalnya dalam penelitian sejarah, atau studi penjelasan tentang kinerja bangunan. Riset 'through' adalah
praktik riset berbasis pada proses desain, apa yang dicapai dan dikomunikasikan melalui aktivitas desain
sebagai bagian dari metodologi riset itu sendiri. Penelitian 'for' adalah praktik riset tentang produk yang
dihasilkan dan manfaat produk tersebut. Hasilnya ditujukan khusus untuk masa depan, termasuk
pengembangan bahan, tipologi, dan teknologi baru.20 Pembagian lingkup dalam hubungan antara riset dan
desain telah menunjukkan posisi pengetahuan yang jelas dalam memaknai hubungan meriset dan
berarsitektur (mendesain).

Sebuah makalah yang diterbitkan oleh RIBA, memaparkan cara bagaimana arsitek memahami riset.
Arsitek sebagai Praktisi dapat terlibat dengan riset dalam sejumlah melalui sejumlah cara: 21
- Pengetahuan riset (research knowledge) – adalah subyek dari riset, misalnya pengetahuan
tentang prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability) atau pengetahuan tentang bahan yang akan
digunakan dalam sebuah konteks yang spesifik.
- Proses Riset (research processes) – adalah cara meriset untuk menemukan pengetahuan,
misalnya : data tapak, kunjungan proyek, preseden proyek dan percobaan material.
- Sumber-Informasi riset (research resources) - adalah cara mengakses pengetahuan misalnya :
artikel jurnal, preseden karya, buku dan situs web.

20
Lihat Christopher Frayling (April 1993) dalam Research in Art and Design, Royal College of Art Research Papers 1
No.1.
21
Lihat RIBA Architecture. (2017, Agustus 30). How Architects Use Research. Dipetik Agustus 17, 2019, dari RIBA
Architecture.com

7
Gambar 2. Diagram : hubungan antara pengetahuan, proses dan sumber informasi

Dari diagram ini, terlihat hubungan antara: subyek riset untuk membangun pengetahuan; proses untuk
menemukan pengetahuan; serta sumber informasi sebagai jalan mengakses pengetahuan akan
memberikan jalan bagi para praktisi arsitek untuk mendekatkan diri pada dunia riset. Dunia Riset
arsitektural adalah sebuah wilayah yang memberikan kesempatan kepada pelaku arsitektur – yang dalam
hal ini adalah arsitek – untuk menentukan taktik dan strategi dalam meriset, menempatkan dirinya sebagai
subjek utama dalam membangun pengetahuan-pengetahuan arsitektur ke depan, serta secara cermat
mengomposisikan pengetahuan-pengetahuan lainnya untuk mendukung proses mencipta dalam arsitektur.

MENGAPA PENELITIAN DALAM ARSITEKTUR SANGAT PENTING?

Riset dalam arsitektur (desain) akan memberi garis batas bahwa pekerjaan yang dilakukan arsitek akan
bergerak dalam wilayah teori dan praksis. Teori memberi kesempatan untuk arsitek membangun
pengetahuan arsitektur, sedangkan praksis memberikan kesempatan arsitek untuk memproduksi karya
sebagai tujuan berarsitektur. Keduanya harus berjalan seimbang, terintegratif dan interaktif, sehingga
arsitektur yang dihasilkan memiliki kekuatan sebagai sebuah produk yang memberikan sumbangsih bagi
ilmu pengetahuan arsitektur.

Untuk itu, ada beberapa kesimpulan penting yang dapat ditarik dalam melihat pentingnya Riset dalam
Arsitektur:
1. Riset harus dipahami sebagai penyelidikan dan pencarian awal guna mendapatkan berbagai
informasi, posisi bertindak, pemahaman, serta sumber pengetahuan. Melalui penyelidikan dan
pencarian akan muncul nilai-nilai originalitas, taktik-strategi, signifikansi, serta fokus pengetahuan,
yang berguna untuk menghasilkan karya arsitektur yang baik.
2. Bila bangunan berperan sebagai produk akhir dalam arsitektur, maka produk ini memiliki peran
besar terhadap lingkungannya. Pada titik ini, arsitektur berfungsi secara sosial, budaya, politik dan
ekonomi. Masing-masing jenis fungsi ini dapat dianalisis secara terpisah untuk melihat bagaimana
mereka bekerja dalam nilai keruangannya. Oleh karena itu, riset dalam arsitektur harus sadar akan
interaksi ini, melintasi berbagai bidang intelektual dan membangun rajutan keruangan dari
arsitektur itu sendiri.

8
3. Riset Arsitektural tidak harus berfokus pada penemuan solusi yang tepat, tetapi diharapkan
menghasilkan solusi yang „memuaskan‟ untuk menjawab permasalahan. Setiap solusi harus
merupakan rangkaian atau tautan analisis dan sintesis yang kuat, serta didukung oleh teori dan
metodologi yang sesuai.
4. Dalam riset arsitektural, teori dan praksis adalah kunci dari pencarian yang dilakukan. Riset harus
dirancang dengan mempertimbangkan tindakan praksis yang cermat, dengan teori dan metodologi
sebagai sentral yang menyeimbangkannya. Dengan demikian, riset arsitektural memiliki
kesempatan untuk terangkum dan terwujudkan dalam satu tindakan yang koheren dan saling
mendukung.
5. Riset arsitektural memberikan kesempatan bagi arsitek mengeksplorasi cara-cara baru untuk
mengembangkan pengetahuan arsitektur. Proses ini akan memicu produk-produk yang inovatif
dengan hasil akhir adalah bentuk pengetahuan teori dan praksis yang akan memberikan sentuhan
terhadap arsitektur itu sendiri.

Untuk menutup tulisan ini ijinkan saya mengutip :

“Jika saya memiliki waktu satu jam untuk menyelesaikan masalah, saya akan menghabiskan 55 menit
pertama untuk menentukan pertanyaan yang tepat…. dengan pertanyaan yang tepat, saya dapat
menyelesaikan masalah dalam waktu kurang dari lima menit.” Dan “Imaginasi adalah bentuk tertinggi dari
sebuah Riset.” (Albert Einstein)

Selamat berimaginasi!!

Tulisan ini dibuat di Jakarta, 17 Agustus 2019.

Referensi
Creswell, J. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Method Approaches. SAGE.

Frayling, C. (1993/4). Research in Art and Design. Royal College of Art Research Paper Vol. 1 No.1.

Groat, Linda, & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods (2nd ed.). John Wiley & Sons, inc.

Lawson, B. (2005). How Designers Think: The Design Process Demystified (4th ed.). Oxford: Architectural
Press.

Leedy, P. D., & Ormrod, J. E. (2016). Practical Research: Planning and Design. Pearson.

Papanek, V. (1995). The Future Isn't What It Used To Be. Dalam V. Margolin, & R. Buchanan, The Idea of
Design (hal. 56-69). London, Cambridge: The MIT Press.

RIBA Architecture. (2017, Mei 10). Architects and Research-Based Knowledge: A Literature Review of
Knowledge Management Practices. Dipetik Agustus 1, 2019, dari RIBA Architecture.com:
https://www.architecture.com/-/media/gathercontent/architects-and-research-based-

9
knowledge/additional-
documents/architectsandresearchbasedknowledgeliteraturereviewpdf.pdf

RIBA Architecture. (2017, Agustus 30). How Architects Use Research. Dipetik Agustus 17, 2019, dari RIBA
Architecture.com: https://www.architecture.com/-/media/gathercontent/how-architects-use-
research/additional-documents/howarchitectsuseresearch2014pdf.pdf

Till, J. (2007). Architectural Research: Three Myths and One Model. Dipetik Agustus 17, 2019, dari Jeremy
Till:
https://jeremytill.s3.amazonaws.com/uploads/post/attachment/34/2007_Three_Myths_and_O
ne_Model.pdf

Tjahjono, G. (2000). Metode Perancangan: Suatu Pengantar untuk Arsitek dan Perancang. Universitas
Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai