Anda di halaman 1dari 7

1

Pernyataan Orisinalitas

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Arfianty Hutuba

NIM : 2206012783

Menyatakan bahwa tugas dengan judul ‘Keterkaitan Desain dan Riset dalam Kekhususan Teori dan

Sejarah Arsitektur’ adalah benar hasil karya saya sendiri. Adapun sumber, baik yang dikutip dan dirujuk telah

saya nyatakan dengan benar.

Depok, 5 Maret 2023

Arfianty Hutuba
2

Keterkaitan Desain dan Riset dalam Kekhususan Teori dan Sejarah Arsitektur

Arfianty Hutuba - 2206012783

Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia

ENAR800003: Metode Perancangan Lanjut

Prof. Yandi Andri Yatmo, Ph.D dan Dr. Rini Suryantini, S.T., M.Sc

05 Maret 2023
3

Keterkaitan Desain dan Riset dalam Kekhususan Teori dan Sejarah Arsitektur

Pada Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana ruang lingkup kekhususan Sejarah, Teori, dan Kritik

Arsitektur dalam 3 model keterikatan desain dan riset: research ‘into/for/by’ design. Saya berargumentasi

bahwa kekhususan ini tidak hanya terbatas pada model tertentu (research into design) tetapi juga dapat

menggunakan model-model lainnya. Sebelum masuk pada pengkategorian model, penguraian terhadap

kerterkaitan riset dan desain dijabarkan terlebih dahulu melalui beberapa pandangan para ahli dan bagaimana

posisi keduanya dalam ilmu pengetahuan dapat saling mempengaruhi.

‘Reciprocal Nature’ dalam Desain dan Riset

Perdebatan dikotomi yang terjadi antara riset dan desain selalu menjadi momok dalam bidang studi

arsitektural. Sorotan bahwa keduanya memiliki gaya yang berbeda dalam mendapatkan dan memahami

pengetahuan menghadirkan perdebatan dan polemik diantara para ahli dalam menentukan ‘kebenaran’ dari

sebuah pengetahuan (terutama dalam sisi kegiatan mendesain). Perbedaan mendasar mengenai riset

penelitian dan Desain ini telah banyak dimuat dalam beberapa diskusi dan tulisan para ahli, hal yang menarik

bagi saya adalah pernyataan Matt Power (2007) dalam menjelaskan perbedaan antara Riset dan desain

penelitian sangat berdasar pada fakta, bersifat valid dan kaku, sedangkan desain adalah kegiatan yang

berdasar pada pengalaman seseorang dan bersifat imajinatif, satu sama lainnya tidak dapat saling

mendefinisikan karena perbedaan mendasar tersebut. Hal ini kemudian menjadi sebuah problematikan karena

ilmu pengetahuan yang dibatasi terhadap hal-hal yang condong dilakukan oleh peneliti dan kegiatan

perolehan pengetahuan yang dilakukan oleh seorang perancang dianggap bukan sebuah ilmu pengetahuan

yang bersifat falid dan berlaku general. Menanggapi hal ini, poin utama yang dibuat oleh J. Christopher Jones

bahwa dalam proses kreatif (desain), beberapa hal yang sering disebut sebagai sebuah intuisi (bersumber

pada imajinasi) menjadi sebuah proritas. Dalih (ilmu saintifik) harus mampu mendukung, bukan

menghancurkan visi dan dasar berfikir kreatif. Disisi lain juga intuisi dan ranah kreatif yang hadir tidak melalui

‘tata sistem susunan/urutan’ akan menjadi tidak berguna (Verbeke, 2013). Perdebatan kemudian kini tidak

hanya sekedar bagaimana memasukkan desain kedalam proses kerja ‘riset tradisional’ atau sebaliknya,

namun bagaimana keduanya dapat saling mendukung dan menghasilkan ilmu pengetahuan yang dalam dan

berguna bagi kehidupan selanjutnya.


4

By “complementary” we mean to emphasize the necessarily reciprocal nature of the design-research

relationship. Research can inform design in many ways and at many times in the design process; and

the design process and the eventual designed artifact can yield an abundance of questions that lend

themselves to many forms of inquiry. (Groat and Wang, 2013)

Dalam bidang arsitektur sediri Till (2011) mencoba untuk mematahkan pendapat perbedaan kedua

dikotomi ini dengan mendudukan scope kajian arsitektur menjadi 3 tahapan yaitu: pertama proses penelitian

terlibat langsung dalam desain dan konstruksi bangunan, termasuk mencakup isu representatif, teori

perancangan, pemodelan lingkungan dan lain sebagainya. Kedua, arsitektur sebagai produk yang

membutuhkan penelitian kembali terhadap objek yang telah terbangun, seperti contoh pada sisi estetika,

material, teknik konstrusi dan lain sebagainya. Ketiga mengenai kinerja bangunan yang mungkin terkait

dengan isu penduduk sosial, kinerja lingkungan, asimilasi budaya, dan sebagainya. Pengkategorian ini dirasa

mampu untuk menghindari pemisahan sains atau seni dan kualitatif atau kuantitatif yang memungkinkan para

ilmuan dan sejarawan, praktisi atau akademisi dapat berkontribusi pada penelitian melalui ketiga tahapan

diatas

Selanjutnya untuk menggambarkan hubungan antara riset dan design Christopher Fraying’s

mengkategorikannya dalam 3 model: pertama menempatkan arsitektur (desain) sebagai pokok bahasan

penelitian ‘Research into Design’, kedua penelitian yang lahir dari dorongan yang ada di sektor arsitektural

(desain) dan bertujuan untuk pengaplikasian pada masa depan ‘Research for Design’, dan yang terakhir

adalah penelitian yang menggunakan desain dan produks arsitektural sebagai bagian dari metodologi

penelitian itu sendiri ‘Research through design’ (Till, 2011). Jika melihat lini keilmuan kekhususan Sejarah,

teori dan kritik arsitektur secara besar dikategorikan masuk pada ‘Research into Design’ namun apakah

memang ruang gerak kekhususan ini hanya terbatas itu? Bagaimana kekhususan sejarah jika dilihat melalui

pendekatan model lainnya?

Kehususan Teori dan Sejarah Arsitektur di Universitas Indonesia adalah peminatan yang secara

mendalam mempelajari mengenai sebuah kejadian, teori dan argumen arsitektural yang terjadi pada masa

lampau, dan bagaimana kritik terhadap ruang lingkup arsitektur. Lingkup peminatan ini berkaitan erat dengan

ilmu humanoria, sosial budaya dan filsafat arsitektur.

Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur dalam model research ‘into’ design
5

Keilmuan Sejarah, Teori dan Kritik arsitektur dominan dikategorikan pada model research into desain,

kegiatan ini menggunakan teori terhadap bangunannya. Bangunan dan situs bersejarah dan memiliki nilai

pusaka adalah kajian utama dalam bidang ini. Contoh kasus: Perubahan Model Pusat -Pinggir Arsitektur

Pascakolonial di Tanggerang: Pembangunan bandar udara Soekarno-Hatta. Tesis ini berusaha untuk

menggali fenomena sejarah pembangunan arsitektur di Tanggerang dengan menggunakan model kerangka

teori pusat-pinggir dalam lingkup studi pascakolonialisme. Fokus studi mencakup bagaimana relasi kuasa

pada negara kolonial (colonial state) dan negara (postcolonial state) membentuk mekanisme ruang dan

identitas melalui pembangunan arsitektur dan teknologi modern. Kajian sejarah arsitektur menjadi pokok

pembahasan utama dalam penelitiannya. Melalui kegitan ini dapat memperluas dan memperkaya

pengetahuan mengenai arsitektur.

Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur dalam model research ‘for’ design

Dalam research for design kegiatan meneliti digunakan untuk mengembangkan keilmuan arsitektur

untuk kepentingan selanjutnya dimasa depan. Contoh kegiatan penelitian dalam kekhususan sejarah adalah

mencoba menghadirkan dan menyajikan informasi mengenai typology dari suatu bentuk bangunan atau area

permukiman sehingga dapat memberikan referensi yang lebih luas pada keilmuan tersebut. Studi kasus:

Identifikasi Tipologi dan Bentuk Arsitektur Jengki di Indonesia melalui Kajian Sejarah oleh Kemas Ridwan

Kurniawan. Penelitian ini bertujuan untuk merekam data-data dan informasi yang berkaitan dengan arsitektur

bersejarah (jengki) di Indonesia, merekonstruksi keberadaan arsitektur Jengki di Indonesia, membuat

klarifikasi tentang ciri-ciri maupun tipologi bangunan Jengki dan menambah referensi mengenai kajian

langgam Jengki di Indonesia.

Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur dalam model research ‘through’ design

Kegiatan pengembangan Sejarah dan teori arsitektur melalui perancangan akan banyak ditemukan pada

ruang lingkup kerja profesional. Seperti pengembangan dan perancangan suatu kawasan heritage dengan

menggunakan Metode pemindaian Cepat Lansekap Kota Besejarah (Hictoric Urban Landscape – HUL Quick

Scan Method). Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai lokasi, kegiatan ini melibatkan

pemangku kepentingan seperti Pemerintah Daerah, Warga Masyarakat, Organisasi non Pemerintah, dan juga

Perguruan Tinggi. Pendekatan yang holistik ini proses metode perancangan akan menghasilkan solusi-solusi

rekomendasi desain yang aplikatif dan sesuai dengan kondisi lingkup sosial, budaya, sejarah dan psikologis
6

arsitektur yang ada di lokasi tersebut. Hal ini sangat menarik karena setiap lokasi memiliki latar belakang

historis yang berbeda oleh karenanya bobot terberat dalam menawarkan rekomendasi desain terletak pada

proses seorang perancang dalam mengolah semua informasi yang ada menjadikannya sebagai pendekatan

baru yang telah disesuaikan. Kajian Lanskap kota bersejarah ini terdiri atas enam aspek meliputi Analisis

Kawasan Bersejarah, Tantangan dan Peluang, Perumusan Visi, Prinsip Pengembangan, Proposal, dan

Rekomendasi. Kajian ini diharapkan dapat menggali kembali nilai-nilai sejarah yang ada dikawasan penelitian

dan menjadi panduan pengembangan selanjutnya agar kekayaan narasinya dapat dikembangkan menjadi

sesuatu yang lebih inspiratif, khususnya pada lokasi yang berbasis pada aspek-aspek sejarah.

Kesimpulan

Desain dan riset sangat terkait antara satu dan lainnya. Terutama dalam kekhususan sejarah, teori dan

kritik arsitektur. Dominansi kegiatan dalam ranah keilmuan ini disandarkan pada proses penggalian informasi

yang mendalam terkait sejarah dan perkembangan sebelum masuk pada tahap perancangan. Oleh karena itu

aktifitas meriset tidak dapat dipisahkan dari kegiatan merancang. Penelitian dalam arsitektur sejarah berdasar

pada permasalahan-permasalahan yang hadir dalam lini sosial budaya masyarakat. Melalui keilmuan sejarah

kita dapat memahami arsitektur secara mendalam dengan menggali dasar dari segala argument, kejadian dan

teori dalam bidang arsitektur yang selanjutnya dapat memudahkan seorang perancang dalam melakukan

kegiatan mendesainnya.
7

Referensi

Groat, L. N. & Wang, D. (2013). Architectural research methods. John Wiley & Sons.

Kurniawan, R. K. (1999). Identifikasi tipologi dan bentuk arsitektur jengki di Indonesia melalui kajian sejarah.

Universitas Indonesia: Depok

Powers, M. (2007). Toward a discipline-dependent scholarship. Journal of architectural education, 61 (1), hal.

15-18. https://doi.org/10.1111/j.1531-314X.2007.00122.x

Syahid, M. (2017). Perubahan model pusat – pinggir arsitektur pascakolonial di Tanggerang: pembangunan

bandar udara Soekarno-Hatta. Universitas Indonesia: Depok

Till, J. (2011). Is doing architecture doing research? 4th international meeting on architectural and urbanism

research, https://riunet.upv.es/bitstream/handle/10251/15032/TILL%20J_Is%20doing%20architecture

%20doing%20research.pdf?isAllowed=y&sequence=1

Verbeke, J. (2013). This is research by design dalam Murray Fraser (Ed). Design research and architecture,

hal. 137-159.

Anda mungkin juga menyukai