Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

BANGUNAN GEDUNG

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Teknologi Dan Vokasi
yang diampu oleh :
Dr. Rina Marina, M.P

IRFAN MAULANA
1900840

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangunan didirikan untuk mendapatkan perlindungan dari
lingkungan dalam maupun luar yang aman dan nyaman, sehingga
penghuninya terhindar dari keadaan luar yang berubah-ubah. Bangunan
merupakan suatu struktur yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari dinding
dan atap yang berdiri secara permanen pada suatu tempat. Bangunan juga
sering dikenal sebagai bangunan rumah maupun bangunan gedung atau
segala sarana dan prasarana infrastruktur dalam kehidupan berbudaya
manusia untuk membangun peradabannya.
Masyarakat zaman dulu mulai membangun rumah dari bahan yang
sederhana agar dapat terlindungi dari segala kondisi cuaca. Pada saat itu
pengetahuan untuk mengolah bahan bangunan belum berkembang, maka
masyarakat menggunakan alternatif lain dalam membangun rumah yaitu
dengan menggunakan batu yang disusun. Bentuk masyarakat pada masa itu
adalah nomaden dimana masyarakat tersebut sering berpindah-pindah
tempat tinggal, maka dapat diketahui bahwa masyarakat telah mengerti
tentang kebutuhan akan bangunan sebagai tempat berlindung serta turut
membangun rumah dimanapun tempat mereka tinggal, sehingga masyarakat
lain yang belum mengenal bangunan juga ikut serta membangun rumah.
Melalui perkembangan zaman, akhirnya masyarakat dunia mulai mengenal
dan mengerti arti pentingnya bangunan bagi mereka sendiri. Sejalan dengan
perkembangan tersebut, rumah tidak hanya dibangun secara horizontal, agar
tidak memakai banyak lahan maka bangunan pun mulai dibangun secara
vertikal, hingga akhirnya bangunan-bangunan bertingkat tinggi sudah mulai
marak.

1.2 Identifikasi Masalah


Penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian bangunan Gedung
2. Fungsi dan klasifikasi bangunan
3. Lahan yang layak untuk dibangun perumahan
4. Sejarah bangunan Gedung

1.3 Pembatasan Masalah


Penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Mengacu Pada Sejarah Bangunan Gedung
1.4 Rumusan Masalah
Penulis merumuskan masalah sebagi berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bangunan Gedung?
2. Bagaimana fungsi dan klasifikasi bangunan Gedung?
3. Bagaimana lahan yang layak untuk dibangun perumahan?
4. Bagiamana sejarah bangunan Gedung?

1.5 Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan bangunan Gedung.
2. Mengetahui fungsi dan klasifikasi bangunan Gedung
3. Mengetahui lahan yang layak untuk dibangun perumahan
4. Mengetahui sejarah bangunan Gedung

1.6 Sistematika
Untuk memahami lebih jelas mengenai makalah ini. Maka materi-materi
yang terdapat di dalam makalah ini dikelompokan menjadi beberapa subbab
dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan mendeskripsikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian, perancangan
dan pembuatan sistem.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan metode penelitian yang dilakukan
dalam perancangan dan implementasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Memaparkan dari hasil-hasil tahapan penelitian, mulai dari analisis, desain,
hasil testing dan implementasinya.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
Berisi kesimpulan, implikasi, dan saran dari seluruh penelitian yang telah
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah
Sejarah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu Shajarah –
Syajaratun yang artinya pohon. Akan tetapi secara garis besar, di Indonesia
sejarah yang berarti asal-usul, silsilah, riwayat, dan apabila dibuat skema
akan menyerupai pohon dengan ranting, cabang, serta daun. Dengan
penjelasan di atas bahwa pengertian sejarah bermakna sebagai pertumbuhan
ataupun perkembangan dari pohon, dimana sejarah adalah sebagai akarnya.
Moh Hatta mengemukakan bahwa sejarah dengan artian suatu
perwujudan tentang masa lampu. Disini dikatakan bahwa sejarah bukan
hanya sekedar melahirkan asal mula dari berbagai peristiwa, akan tetapi
sebagai bentuk nyata dari suatu kejadian. Hal ini akan berbeda apabila
dilihat dari segi dinamika ataupun ilmu fisikanya yang berhubungan dengan
benda bergerak dan tenaga yang menggerakkannya.
Pengertian sejarah menurut Ariestoteles yang mengemukakan
bahwa sejarah adalah suatu sistem yang mengelola kedalam penelitian suatu
yang pernah terjadi, yang disusun dengan secara teratur, tersusun serta
berbentuk kronologi. Kemudian ariestoteles juga mengatakan bahwa
sejarah adalah kejadian ataupun peristiwa yang menjadi cacatan, record ,
sebagai bukti yang nyata yang akurat. Hal ini akan sangat berpengaruh
dengan pengertian sejarah yang dapat menunjang pengetahuan dari segala
aspeknya.

2.2 Perkembangan
Menurut KBBI, perkembangan adalah perihal berkembang;
sedangkan berkembang adalah menjadi bertambah sempurna (tentang
pribadi, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya) atau menjadi banyak
(merata, meluas, dan sebagainya).
Bijou dan Baer (dalam Sunarto dan B. Agung Hartono, 2002:39)
mengemukakan perkembangan adalah perubahan progresif yang
menemukan cara organisme bertingkah laku dan berinterkasi dengan
lingkungan.

2.3 Teknologi
Harahap menjelaskan bahwa penggunaan kata teknologi pada
dasarnya mengacu pada sebuah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang
cara kerja di dalam bidang teknik, serta mengacu pula pada ilmu
pengetahuan yang digunakan dalam pabrik atau industry tertentu. Definisi
ini tentu saja sangat mengacu pada definisi praktis dari teknologi, yang
banyak ditemukan pada pabrik-pabrik dan juga industry tertentu.
Naisbit (2002) mengutip pengertian dari teknologi dari Random
House Dictionary, yang mengatakan bahwa teknologi merupakan sebuah
benda dan juga objek, serta bahan dan juga wujud yang berbeda
dibandingkan dengan manusia biasa.

2.4 Bangunan Gedung


Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 24 tahun 2008 tentang pedoman pemeliharaan bangunan gedung,
fungsi dari bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha,
sosial dan budaya serta fungsi khusus adalah ketetapan mengenai
pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan
gedung.
Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah wujud fisik
hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagaian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau
air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Lokasi
Pembuatan makalah ini dilakukan di Gedung FPTK.
3.2 Waktu
Pembuatan makalah ini dilakukan pada tanggal 26 s.d. 29 November 2019.
3.3 Metode
Pembuatan makalah ini dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan
cara mengumpulkan data sebagai bahan pembuatan makalah.
3.4 Data Primer dan Data Sekunder
Pembuatan makalah ini menggunakan data sekuder yaitu data yang tercatat
dalam buku ataupun suatu laporan namun dapat juga merupakan hasil dari
laboratorium.
3.5 Instrumen
Pembuatan makalah ini menggunakan instrument Handphone, Laptop, dan
Google Chrome
3.6 Diagram Alir

Mulai Selesai

Persiapan Studi Literatur Saran


___
__________________________ __

Identifikasi Masalah Kesimpulan

Rumusan Masalah
Analisis

Metode Penelitian Pengolahan Data

Baik
Pengumpulan Data

Revisi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Bangunan Gedung


Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2002 pasal 1 tentang bangunan gedung :
“Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.”

4.2 Fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung


Pada perkembangannya, kini muncul bermacam-macam bangunan
yang dibuat untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung tidak hanya sebatas digunakan sebagai tempat hunian, tetapi
bangunan juga sekarang didirikan untuk menjawab fungsi sebagai fungsi
keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta khusus. Di bawah ini merupakan
penjelasan lengkap dari masing-masing fungsi bangunan tersebut :
1. Fungsi Hunian
Pembuatan bangunan rumah tinggal bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan manusia akan papan/tempat tinggal. Oleh karena itu,
pembuatan bangunan ini harus memperhatikan faktor keamanan
dan kenyamannya. Contoh-contoh bangunan rumah tinggal
antara lain rumah, perumahan, rumah susun, apartemen, mess,
kontrakan, kos-kosan, asrama.
2. Fungsi Usaha
Bangunan dengan fungsi sebagai usaha didirikan untuk
mendukung aktifitas komersial meliputi jual, beli, dan sewa.
Bangunan komersial ditujukan untuk keperluan bisnis sehingga
faktor lokasi yang strategis memegang peranan penting bagi
kesuksesan bangunan tersebut. Contoh-contoh bangunan
komersial di antaranya pasar, supermarket, mall, retail,
pertokoan, perkantoran, dan komplek kios.
3. Fungsi Sosial dan Budaya
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan
sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium,
dan bangunan gedung pelayanan umum.
4. Fungsi Keagamaan
Masjid, gereja, kelenteng, pura, dan vihara ialah contoh-contoh
dari bangunan fasilitas peribadatan. Semua bangunan ini
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan batin manusia sebagai
makhluk yang memiliki 8 Tuhan. Bangunan peribadatan
biasanya digunakan sebagai tempat beribadah dan upacara
keagamaan. 5. Fungsi Khusus Mempunyai fungsi utama sebagai
tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat
kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang
penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di
sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang
meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang
ditetapkan oleh Menteri.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008


diklasifikasikan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan
gedung, klasifikasi bangunan adalah sebagai berikut :
1) Kelas 1 : Bangunan gedung hunian biasa.
Satu atau lebih bangunan gedung yang merupakan:
a) Kelas 1a, bangunan gedung hunian tunggal yang berupa:
 Satu rumah tinggal; atau
 Satu atau lebih bangunan gedung gandeng, yang
masingmasing bangunan gedungnya dipisahkan
dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah
deret, rumah taman, unit town house, villa; atau
b) Kelas 1b, rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel atau
sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m 2 dan
tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak
terletak di atas atau di bawah bangunan gedung hunian lain
atau banguan kelas lain selain tempat garasi pribadi.
2) Kelas 2 : Bangunan gedung hunian, terdiri atas 2 atau lebih unit
hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
3) Kelas 3 : Bangunan gedung hunian di luar bangunan gedung
kelas 1 atau kelas 2, yang umum digunakan sebagai tempat
tinggal lama 8 atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak
berhubungan, termasuk:
a) Rumah asrama, rumah tamu (guest house), losmen; atau
b) Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel;
atau
c) Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
d) Panti untuk lanjut usia, cacat atau anak -anak; atau
e) Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan gedung
perawatan kesehatan yang menampung
karyawankaryawannya.
4) Kelas 4 : Bangunan gedung hunian campuran. Tempat tinggal
yang berada di dalam suatu bangunan gedung kelas 5, 6, 7, 8 atau
9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan
gedung tersebut.
5) Kelas 5 : Bangunan gedung kantor. Bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional,
pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan
gedung kelas 6, 7, 8 atau 9.
6) Kelas 6 : Bangunan gedung perdagangan. Bangunan gedung
toko atau bangunan gedung lain yang dipergunakan untuk
tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan
kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:
a) Ruang makan, kafe, restoran; atau
b) Ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian
dari suatu hotel atau motel; atau
c) Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
d) Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
7) Kelas 7 : Bangunan gedung penyimpanan / Gudang. Bangunan
gedung yang dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk:
a) Tempat parkir umum; atau
b) Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi
untuk dijual atau cuci gudang.
8) Kelas 8 : Bangunan gedung Laboratorium/Industri/Pabrik.
Bangunan gedung laboratorium dan bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produk, perakitan,
perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang - barang produksi dalam rangka perdagangan atau
penjualan.
9) Kelas 9 : Bangunan gedung Umum. Bangunan gedung yang
dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum,
yaitu:
a) Kelas 9a : bangunan gedung perawatan kesehatan,
termasuk bagian - bagian dari bangunan gedung tersebut
yang berupa laboratorium.
b) Kelas 9b : bangunan gedung pertemuan, termasuk
bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah
dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan gedung
peribadatan, bangunan gedung budaya atau sejenis,
tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan
gedung yang merupakan kelas lain.
10) Kelas 10 : Bangunan gedung atau struktur yang bukan hunian.
a) Kelas 10a : bangunan gedung bukan hunian yang
merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya
b) Kelas 10b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena,
dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas,
kolam renang, atau sejenisnya.

4.3 Lahan yang Layak Untuk Dibangun Perumahan


Kriteria lahan yang layak untuk dibangun perumahan, sebagai berikut:
1. bentuk lahan beraturan
Bentuk lahan yang bagus untuk dijadikan proyek properti adalah
berbentuk beraturan supaya tidak banyak tanah yang terbuang. Namun
untuk proyek dengan luasan lebih dari 5000 m2 bentuk lahan tidak
terlalu berpengaruh karena dengan tanah yang luas akan tersedia ruang
untuk improvisasi desain. Bahkan bagi arsitek pintar bentuk lahan yang
tidak teratur bisa menjadi kelebihan dalam mendesain. Tetapi untuk
tanah yang tidak begitu luas, bentuk lahan sangat mempengaruhi
desain dan efektifitas lahan. Lahan yang bagus adalah lahan dengan
efektifitas 100%, yaitu lahan yang tidak perlu menyediakan fasum atau
fasos.
2. kondisi tanah keras dan datar
Kondisi fisik lahan yang paling bagus untuk dijadikan proyek properti
adalah tanah dengan kondisi tanah keras dan datar. Akan lebih baik lagi
jika posisinya lebih tinggi dari jalan atau sekurangnya sama tinggi.
Tapi pada kenyataanya jarang developer menemukan tanah dengan
kondisi ideal seperti di atas, sehingga untuk dibangun menjadi proyek
properti, tanah tersebut memerlukan pekerjaan persiapan terlebih
dahulu.
Pekerjaan persiapan yang umum dilakukan adalah pengurugan untuk
kondisi tanah masih berupa tanah sawah, rawa, cekungan dan lain-lain.
Atau bisa juga hanya berupa perataaan lokasi (cut and fill) untuk tanah
yang masih belum datar.
Jika Anda memiliki lokasi yang berkontur, atau tidak datar, terutama
tanah yang berlokasi di area perbukitan, maka ada baiknya Anda
mempertimbangkan sistem terasering dalam desain.
Jadi Anda mendesain proyek mengikuti kontur tanah sehingga tidak ada
pekerjaan cut and fill atau pengurugan.
3. lahan tersertifikat
Kelebihan membeli tanah yang sudah bersertifikat adalah tanah tersebut
dapat langsung diurus perijinan untuk dibangun proyek properti, karena
salah satu syarat untuk mengajukan perijinan adalah tanahnya sudah
bersertifikat. Selain itu, tanah yang sudah bersertifikat lebih aman secara
legalitas karena dilindungi undang-undang. Kelebihan lainnya adalah
tanah tersebut dapat dengan mudah dicek keabsahannya di kantor
pertanahan. Tak lupa, kelebihan membeli tanah yang sudah bersertifikat
lainnya adalah tanah tersebut bisa dijadikan jaminan untuk mendapatkan
modal kerja. Di sisi lain kekurangan membeli tanah yang sudah
bersertifikat adalah pada umumnya harganya sudah tinggi. Sekurangnya
lebih tinggi jika dibandingkan tanah yang belum bersertifikat.

Berikut ini adalah kelas kemampuan lahan, sebagaii berikut:


(1) Kelas Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang
membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai
penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman
pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumputm hutan
produksi, dan cagar alam.
Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau
kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:
(1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%),
(2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah,
(3) tidak mengalami erosi,
(4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam,
(5) umumnya berdrainase baik,
(6) mudah diolah,
(7) kapasitas menahan air baik,
(8) subur atau responsif terhadap pemupukan,
(9) tidak terancam banjir,
(10) di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman umumnya.
2. Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa
hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan
penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan
konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang
hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk
mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika
tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim. Hambatan pada
lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan.
Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman
rumput, padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah
satu atau kombinasi dari faktor berikut:
(1) lereng yang landai atau berombak (>3 % – 8 %),
(2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang,
(3) kedalaman efetif sedang
(4) struktur tanah dan daya olah kurang baik,
(5) salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium
yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn
timbul kembali,
(6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
(7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi
tetap ada sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, atau
(8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau
pengelolannya.
3. Kelas Kemampuan III
Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi
khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai
pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika digunakan
bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi
yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan
kelas III dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang
memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan
produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa.
Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III
membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu
pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas
tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh
salah satu atau beberapa hal berikut:
(1) lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 – 15%),
(2) kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah
mengalami erosi sedang,
(3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu
lebih dari 24 jam,
(4) lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat,
(5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras
(hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat
padat (claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas
simpanan air,
(6) terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase,
(7) kapasitas menahan air rendah,
(8) salinitas atau kandungan natrium sedang,
(9) kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau
(10) hambatan iklim yang agak besar.
4. Kelas kemampuan IV
Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan
kelas IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan
tanaman juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim
diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi
yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran
bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan
untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam
kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman
pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang
penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV
disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut:
(1) lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%),
(2) kepekaan erosi yang sangat tinggi,
(3) pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,
(4) tanahnya dangkal,
(5) kapasitas menahan air yang rendah,
(6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang
lamanya lebih dari 24 jam,
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau
penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase
buruk),
(8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah,
(9) salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya
hebat), dan/atau
(10) keadaan iklim yang kurang menguntungkan.
5. Kelas Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi
mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang
membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman
rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan
cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat
pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada
topografi datar tetapi tergenang air, selalu terlanda banjir, atau berbatu-
batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau batuan) atau
iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan
tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah:
(1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan
untuk penanaman tanaman semusim secara normal,
(2) tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak
memungknlah produksi tanaman secara normal,
(3) tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya
tertutup batuan atau kerikil, dan atau
(4) tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk
tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-
pohonan.
6. Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat
yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan
pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang
penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanah-
tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman
kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau
kombinasi faktor-faktor berikut:
(1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),
(2) telah tererosi berat,
(3) kedalaman tanah sangat dangkal,
(4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat),
(5) daerah perakaran sangat dangkal, atau
(6) iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika
digunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola
dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam lahan
kelas VI yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng
agak curam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan
konservasi yang berat seperti, pembuatan teras bangku yang baik.
7. Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika
digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan
dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan
kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman
pertaniah harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara
vegetatif untuk konserbvasi tanah , disamping yindkan pemupukan.
Tanah-tanah kelas VII mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman
kerusakan yang berat da tidak dapatdihiangkan seperti:
(1) terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau
(2) telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit
diperbaiki.
8. Kelas kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih
sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII
bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam.
Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa:
(1) terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau
(2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari
batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan
tertutup batuan), dan
(3) kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas
VIII adalah puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan
pantai pasir.

4.4 Sejarah Bangunan Gedung


1. Pada Zaman Batu
Zaman batu dibagi menjadi empat fase yaitu paleolitikum,
Mesolitikum, Neolitikum, Megalitikum.
a) Zaman Batu Tua (Paleolitikum),
Alat pada zaman batu ini banyak dibuat dari batu
yang masih kasar dan tidak diasah atau dihaluskan
b) Zaman Batu Tengah (Mesolitikum),
Bangunan berbentuk gua – gua dan bahkan ada yang
sudah mampu membuat rumah sederhana.
c) Zaman Batu Muda atau Zaman Batu Baru (Neolitikum)
Bangunan atau rumah – rumah sederhana terbuat dari
kayu, bambu atau daun – daunan
d) Zaman Batu Besar (Megalitikum)
bangunan – bangunan dari batu yang digunakan
untuk pemujaan dan penghormatan roh para leluhur manusia
purba. Pada zaman ini banyak terdapat bangunan batu besar
yang masih kasar. Agar dapat membentuk sebuah bangunan,
batu – batu besar itu hanya diratakan seadanya sampai bisa
menghasilkan bentuk yang diinginkan.
2. Pada Zaman Perunggu
Seperti banyak daerah Timur Tengah di Zaman Perunggu, di
Sumeria tak ada batu dan kayu pun hanya sedikit. Bangunan besar
terbuat dari batu bata. Orang Sumeria membuat batu bata dari
campuran lumpur dan jerami. Setelah dicetak, batu bata dijemur di
panas matahari.
3. Pada Zaman Romawi
Struktur dinding penahan beban setinggi 10 lantai sudah
digunakan di kota-kota Kerajaan Romawi. Kota-kota di Barat
berkembang sangat cepat pada abad kesembilan belas, dan
kepadatan penduduk menyebabkan timbul kembalinya bangunan-
bangunan tinggi yang menghilang dengan runtuhnya Kerajaan
Romawi.

4. Pada Abad ke-19


Prinsip struktur dinding penahan dari bahan batu digunakan
kembali. Akan tetapi keterbatasan sistem struktur jenis ini adalah
bahwa dengan bertambahnya tinggi bangunan, ketebalan dinding
(yang berarti berat bangunan) harus bertambah pula, berbanding
langsung dengan sifat gaya gravitasi. Keterbatasan konstruksi ini
jelas terlihat pada Monadnock Building (1891) berlantai 16 di
Chicago. Amerika Serikat yang memerlukan dinding setebal 6 kaki
di bagian dasarnya.
Pengunaan sistem rangka baja memungkinkan bangunan
menjadi lebih tinggi serta bukaan yang lebih besar dan banyak.
Perkembangan rangka baja memerlukan waktu lebih dari 100 tahun,
anmun metode produksi pun terus dikembangkan. Hal ini menuntut
penelitian tentang perilaku bahan baru tersebut agar menghasilkan
bentuk batang dan bentuk rakitan yang paling baik. Selain itu
diperlukan pula pengembangan detail yang cermat dan keterampilan
pertukangan.
Para insinyur abad kesembilan belas membuat para arsitek
menyadari potensi unsur rangka ini. Mereka memperluas
penggunaannya pada jembatan, pabrik, pergudangan, dan ruang
pameran. Pengaruh ini dapat diamati sampai ketahun 1801 pada
sebuah pabrik kapas rangka baja berlantai tujuh di Manchester.
Inggris. Yang menggunakan kolom dan balok baja sebagai kerangka
interior. Baja profil I digunakan digedung ini. Mungkin untuk
pertama kali. Para perancangnya secara intuisi mengenal efisiensi
bentuk itu dalam menahan lendutan. Sebenarnya, pabrik ini menjadi
dasar pengembangan rangka baja yang kemudian muncul di Chicago
pada sekitar tahun 1890.
Selain itu, Crystal Palace, yang dibangun untuk Pameran
Internasional London pada tahun 1851, merupakan rangka baja
lengkap yang pertama. Konstruksi berat sistem dinding pendukung
yang ketika itu mendasari standar arsitektur seolah ditantang oleh
efek anti grafitasi dari bidang-bidang kaca dan rangka kayu-baja.
Bangunan ini memperlihatkan pendekatan berskala besar yang
pertama menuju produksi massal. Pembagian ruang direncanakan
berdasarkan lembar standar gelas yang terbesar (panjang 4 kaki) dan
proses konstruksi diperlihatkan sebagai bagian dari rancangannya.
Mercusuar di Black Harbor, Long Island, yang dibangun
pada tahun 1843, adalah struktur rangka baja tempa pertama di
Amerika Serikat. Sepuluh tahun kemudian, beberapa bangunan
menggunakan rangka interior bersama-sama dengan dinding
pendukung fasade batu. Rangka interior terdiri dari kolom baja cor
yang mendukung balok baja tempa.

Sebelum bangunan tinggi dapat tanggap terhadap potensi


rangka baja yang baru ini, terlebih dahulu harus dikembangkan
sarana angkut vertikal. Elevator pertama muncul pada tahun 1851
disebuah hotel di Fifth Avenue, New York. Sistem rel vertikal
disempurnakan menjadi sistem gantung pada tahun 1866, tetapi
kemungkinan penggunaan elevator untuk bangunan tinggi pertama
kali diakui pada Equitable Life Insurance Company Building di New
York pada tahun 1870. Selanjutnya, William Jennings
mengembangkan sistem rangka pada Home Insurance Building di
Chicago pada tahun 1883. Bangunan tinggi ini adalah contoh
pertama yang seluruhnya didukung oleh rangka baja sementara
fasade dinding batu hanya memikul beban sendiri. Bangunan ini
juga merupakan yang pertama kali menggunakan balok baja
dibagian atasnya. Pada tahun 1889 bangunan Jennings yang kedua.
Leiter Building, merupakan yang pertama kali menggunakan rangka
baja murni, yang tidak menggunakan dinding pendukung sama
sekali.
Gedung Rand McNally kedua yang berlantai sembilan
(1889, Chicago) oleh Burn ham and Root merupakan yang pertama
menggunakan rangka baja seluruhnya. Mereka juga
mengembangkan konsep geser vertikal pada Masonic Temple
berlantai 20 (1891, Chicago). Pada ketinggian ini gaya ingin menjadi
pertimbangan rancangan yang penting. Untuk meningkatkan
kekakuan lateral rangka baja tersebut, para arsitektur
memperkenalkan pengaku diagonal (diagonal bracing) pada rangka
fasade, dan dengan demikian menciptakan prinsip rangka vertikal
atau dinding geser.
Perbaikan metode rancangan baja memungkinkan angunan
gedung tumbuh terus keatas: pada tahun 1905, Metropolitan Tower
Building berlantai 50 dibangun di New York, diikuti oleh Empire
State Building berlantai 102, juga di New Yok pada tahun 1931.
Perbaikan teknik membangun selanjutnya diarahkan untuk
mengembangkan tata letak rangka. Perbaikan kualitas bahan, dan
taknik konstruksi yang lebih baik dan bukan pada peningkatan
ketinggian.
Pada tahun 1890-an beton mulai menempatkan diri sebagai
bahan struktur yang lumrah. Para perancang seperti Auguste Perret,
Francoise Hennebique, dan Tony Garnier di Prancis serta Robert
Maillart di Swiss adalah sebagian diantara para penemu beton
bertulang. Perret adalah yang pertama kali menggunakan rangka
beton bertulang dalam konstruksi bangunan tinggi dan
mengungkapkannya secara arsitektural dalam Rue Apartment
Building (Paris, 1903). Pada saat yang sama, Ingall Building
berlantai 16 di Cincinnati adalah pencakar langit rangka beton yang
pertama didunia. Akan tetapi , pada paruh abad pertama, bangunan
beton hanya muncul secara sporadis. Ketika itu tidak tidak ada usaha
untuk mencari sifat bahan ini yang sebenarnya; sistem beton pada
umumnya meniru pendekatan rangka baja. Akan tetapi, setelah
Perang Dunia II sikap ini berubah. Teknik konstruksi yang canggih,
bersama-sama dengan pengembangan bahan-bahan berkualitas
tinggi, mulai menghasilkan konsep-konsep perancangan baru seperti
plat rata (flat slab) dan dinding grid fasade pendukung (load bearing
façade grid wall). Kedua sistem ini mulai menyaingi plat satu arah
yang tradisional dan dinding tirai (curtain wall) tipikal untuk struktur
rangka kaku. Pencakar langit seperti Marina City Towers (Chicago,
1963) benar-benar mengungkapkan watak seni pahat monolitik dari
bahan beton.
Hingga akhir abad 19, jumlah lantai yang dibangun pada
suatu bangunan dibatasi oleh ketiadaan sistem transportasi vertical
yang efektif. Selain itu , tidak adanya bangunan bahan bangunan
yang dapat menahan beban bangunan bertingkat tinggi yang menjadi
factor penghambat perkembangan jenis bangunan bertingkat tinggi.
Pada tahun 1885 bangunan gedung Home Insurance yang
direncanakan oleh William Le Baron Jenney di Chicago dengan
ketinggian 10 lantai merupakan bangunan yang paling tinggi di
sunia pada saat itu.
Bangunan tersebut masih menggunakan bahan bata/beton
dengan sistem dinding penahan (bearing wall). Dalam waktu singkat
hambatan tersebut dapat dipecahkan dengan adanya dua penemuan
besar dalam dunai konstruksi
Pertama, ialah bangunan besi tempa dan baja yang
memunkinkan penggunaan konstruksi rangka sebagai pengganti
konstruksi didnding(bearing wall)
Kedua, ialah didemonstrasikan oleh Otis pada tahun 1853
yaitu mesin elevator dengan rem otomatis sebagai alat angkut
manusia(transportasi vertikal)
Kemudian dengan dikembangkan sistem struktur tabung
maka muncul Gedung World Trade Center di New York, Amerika
pada tahun 1972 oleh arsitek Minoru Yamasaki dengan ketinggian
417 m. dan pada tahun 1974 disusul oleh Seas Tower di Chicago
Amerika Serikat oleh SOM dengan ketinggian 443 m (tanpa menara)
dengan jumlah 109 lantai oleh Fazlur Khan dari SOM (Skidmore,
Ownings, dan Merill).
5. Pada Abad ke-21
Selain di Amerika, di timur seperti singapura, hong kong,
bahkan di kuala lumpur menjelang abad ke-21 dibangunlah suatu
bangunan kempbar petronas oleh arsitek Cesar Pelli dengan sistem
struktur tabung dengan ketinggian 450 m dan mencapai jumlah 88
lantai.
Tak berhenti di sini saja, di Shanghai, Cina akan didirikan
Shanghai Word Financial Center dengantinggi 460 m, dan akan
disusul oleh bnagunan di Qatar, timur tengah, dan banguna Ground
Zero denga tinggi 592 m di bekas WTC New York. Serta Chicago
akan dibangun Migling-Belter Tower dengan ketinggian 125 lantai.
Sampai saat ini, Gedung tertinggi di dunia adalah Burj
Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab yang diresmikan pembukaannya
pada 4 Januari 2010. Ketinggian pencakar langit ini adalah 828
meter (2.717 kaki). Burj Khalifa adalah bangunan tertinggi di dunia
yang pernah dibuat oleh manusia. Dimulai dari melewati ketinggian
Taipei 101 sebagai bangunan tertinggi di dunia pada 21 Juli 2007.
Pada tanggal 12 September 2007, Burj Khalifa berhasil melewati
ketinggian CN Tower sebagai struktur bebas (tanpa penyangga)
tertinggi di dunia dan pada tanggal 7 April 2008 struktur tertinggi di
dunia dari Menara KVLY-TV yang berada di Blanchard, North
Dakota, Amerika Serikat berhasil dilewati. Struktur tertinggi yang
pernah dibuat oleh manusia, Menara Radio Warsawa 645,4 m (2.120
kaki) dibuat pada 1974 (namun runtuh pada saat renovasi pada 1991)
berhasil dilewati pada 1 September 2008. Menara ini mempunyai lift
tercepat dengan kecepatan 60 km/jam atau 16.7 m/s. Bangunan
dengan paling banyak lantai: 160 (sebelumnya Menara Willis dan
World Trade Center - 110 lantai).
Sedangkan bangunan Gedung tertinggi sampai saat ini di
Indonesia adalah Cemindo Tower, juga dikenal sebagai Gama
Tower, yaitu sebuah pencakar langit dengan ketinggian arsitektural
288,6 meter dan pucuk 310 meter, dengan 69 lantai di Jakarta, dan
merupakan bangunan tertinggi di Indonesia. Bangunan ini terletak
di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan dan memiliki
bagian kantor dan hotel. Gama Tower yang dikembangkan
Gamaland dibuka secara resmi pada 26 Agustus 2016.
4.5 Bangunan Berdasarkan daerah
1. Kutub Utara
Iglo adalah rumah atau tempat tinggal sementara, berbentuk
kubah dan dibangun dari balok-balok salju. Walaupun iglo identik
dengan tempat tinggal orang Inuit, iglo banyak dibangun orang
Kanada yang tinggal di Arktik Tengah dan wilayah Thule di
Greenland. Salju juga digunakan sebagian orang Inuit untuk
melapisi rumah yang dibangun dari tulang ikan paus dan kulit
hewan. Salju cocok digunakan sebagai insulator (bahan penyekat)
dari cuaca dingin. Suhu ruangan di dalam iglo jauh lebih hangat, dan
memungkinkan manusia untuk hidup walaupun suhu di luar bisa
mencapai -46 °C. Bahkan dinding-dinding iglo yang sepenuhnya
dibuat dari salju, lebih sanggup bertahan menghadapi artileri
modern daripada barikade tembok. Karena dinding iglo dapat
menyerap ledakan artileri, hampir tidak terlihat dari angkasa, dan tak
dapat ditemukan oleh sensor infra merah yang membimbing peluru
kendali.
Iglo terdiri dari 3 jenis yang dibedakan menurut besar
ruangan dan kegunaan:
a) iglo tipe kecil untuk tempat berlindung sementara
(semalam atau dua malam) yang sering dibangun
pemburu sewaktu berburu di padang atau lautan es.
b) iglo semipermanen berukuran sedang untuk tempat
tinggal keluarga. Di dalamnya hanya terdiri dari 1
ruangan yang bisa ditinggali bersama oleh 2 keluarga.
Sejumlah iglo semipermanen di suatu daerah membentuk
permukiman "desa orang Inuit".
c) iglo berukuran besar yang dibuat untuk kesempatan
khusus. Dibangun dari iglo berukuran lebih kecil yang
dirombak agar menjadi lebih besar, tetapi bisa juga
merupakan bangunan baru. Di dalam iglo berukuran
besar terdapat 5 ruangan dan dapat menampung sampai
20 orang. Iglo berukuran besar bisa juga dibangun dari
beberapa iglo berukuran kecil yang dihubungkan dengan
terowongan, sehingga hanya ada satu jalan masuk untuk
beberapa iglo. Di dalam iglo berukuran besar bisa
diadakan pesta bersama, dansa tradisional (musik Inuit
dan Katajjaq).
Iglo merupakan konstruksi kubah yang unik, karena
dibangun dari balok-balok yang saling menopang satu sama lainnya
tanpa menggunakan struktur rangka. Bila dibangun dengan benar,
bagian atap kubah iglo sanggup menahan berat satu orang yang
berdiri di atasnya. Panas dari lampu tradisional Inuit yang disebut
qulliq bisa melumerkan es pada bagian dalam iglo, tetapi bagian es
yang mencair bisa segera beku kembali dan membentuk lembaran
es baru yang menambah kekuatan bangunan iglo.
DAFTAR PUSTAKA

Bianchi, Stefania. 2010. "World's Tallest Skyscraper


Opens in Dubai". The Wall Street Journal. Dow Jones &
Company, Inc. Diakses tanggal 16 November 2019
Alexander, Hilda. 2016.
https://properti.kompas.com/read/2016/08/05/090739521/ged
ung.tertinggi.di.indonesia.resmi.dibuka.26.agustus.2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Iglo
https://www.romadecade.org/pengertian-sejarah/#!
https://typoonline.com/kbbi/perkembangan
https://dosenit.com/kuliah-it/teknologi-informasi/pengertian-
teknologi-menurut-para-ahli
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/1632
8/BAB%20III.pdf?sequence=7&isAllowed=y
http://e-journal.uajy.ac.id/12662/3/TS150222.pdf
https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-
dasar/klasifikasi-kemampuan-lahan/
https://asriman.com/ini-dia-kriteria-lahan-yang-layak-untuk-
dibangun-proyek-perumahan/

Anda mungkin juga menyukai