Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer
and Bare, 2002). Menurut WHO (2013), jumlah pasien di dunia dengan tindakan
operasi pada tahun 2011 terdapat 140 juta jiwa sedangkan pada tahun 2012 data
mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa. Pada tahun 2012, kejadian operasi di
Indonesia mencapai 1.2 juta jiwa dan tindakan bedah menempati urutan ke-11 dari 50
pertama penanganan pola penyakit di rumah sakit se Indonesia yang diperkirakan 9.8
% dilakukan operasi dengan anestesi spinal meliputi sectio caesarea (Riskesdas,
2013).
Pada pasien pasca bedah atau operasi dengan spinal maupun general anestesi
kejadian menggigil adalah sebagai mekanisme kompensasi tubuh terhadap hipotermi.
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu
mengalami kesulitan dalam mengatasi tekanan suhu dingin. Hipotermia juga dapat
didefinisikan sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 36°C. Tubuh manusia
mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5° C - 37,5°C. Di luar
suhu tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu akan aktif menyeimbangkan
produksi panas dan kehilangan panas dalam tubuh (Kliegman, 2007). Insiden
hipotermia pasca operasi dalam operasi elektif dilaporkan sebanyak 26% hingga 90%
(Moola S, Lockwood C, 2011)
Penurunan suhu tubuh di bawah normal akan membawa masalah yang sangat
kompleks pada pasien pasca operasi ,salah satu diantaranya akan menyebabkan
perubahan homeostatis didalam tubuh sehingga mengakibatkan angka morbiditas dan
mortalitas yang meningkat (Lumintang,2000), jika tidak segera diatasi maka akan
menimbulkan masalah serius yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi.
Kebanyakan pasien pasca operasi hanya diberi selimut biasa, padahal selimut yang
sebelumnya tidak dihangatkan kurang efektif untuk mencegah kondisi menggigil pada
pasien. Dampak dari menggigil meliputi meningkatkan metabolisme, peningkatan
aktivitas otot yang memproduksi panas sampai 600% diatas tingkat
normal,meningkatkan 2-3 kali lipat konsumsi oksigen dan produksi CO2 (Brunner &
Sudarth, 2002). Menggigil juga dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnea
(Dobson, 1994) dan juga dapat menimbulkan peningkatan denyut nadi dan tekanan
darah, penurunan saturasi oksigen darah, asidosis karena metabolisme anaerobic dari
otot yang kekurangan oksigen dan ketidaknyamanan pada pasien (Aitkenhead, 2001).
Pada pasien yang mengalami hipotermia akan mempengaruhi beberapa sistem
organ. Hipotermia pada awalnya menyebabkan kenaikan laju metabolisme, pada
sistem kardiovaskuler terjadi takikardia, resistensi pembuluh darah perifer untuk
menghasilkan menggigil maksimal. Hipotermia juga menyebabkan penurunan denyut
jantung sehingga kontraktilitas ventrikel menurun dan menyebabkan penurunan
tekanan darah. Resiko terjadi fibrilasi ventrikel meningkat pada suhu di bawah 28°C.
Sistem respirasi pada awalnya mengalami takipneu, apabila berlanjut bisa terjadi
bradipneu dan retensi karbondioksida, kulit menjadi sianotik. Metabolisme otak
menurun 6-7% per 1°C penurunan suhu, yang mengakibatkan tingkat penurunan
kesadaran, tidak responsive terhadap nyeri, pada hipotermia berat seseorang
memperlihatkan tanda klinis seperti kematian (Potter & Perry, 2009) .
Maka dari itu untuk penanganan hipotermia pada pasien post operasi agar
tidak menggigil melebihi batas aman maka digunakanlah alat yaitu blanket warmer.
Blanket Warmer merupakan suatu alat untuk menjaga kestabilan suhu tubuh pasien
ketika pasien mengalami hypothermia. Alat ini pada dasarnya memanfaatkan panas
yang dialirkan dengan menggunakan blower sebagai media penghantar panas
sehingga kondisi pasien tetap terjaga dalam keadaan hangat (Murray, 2012). Hal
inilah yang menjadi alasan digunakan blanket warmer dalam kasus penatalaksanaan
pasien hipotermia pasca operasi untuk meningkatkan suhu pasien.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui keefektifitasan penggunaan Blanket Warmer
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi Blanket Warmer
b. Mengetahui kegunaan Blanket Warmer

C. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Menambah wawasam dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang jurusan Keperawatan .
2. Manfaat praktis
Membantu mempermudah pengguna dalam melakukan
penghangatan dengan menggunakan blanket warm khususnya di ruang pemulihan
RSUD K.R.M.T Wongsonegowo Semarang

D. Ruang Lingkup
Sasaran dari penulisan ini adalah klien post operasi yang berada di ruang
recovery RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.

E. Rumusan Pertanyaan
P : Dalam Populasi kasus tersebut adalah pasien pasca operasi dengan
hipotermia di Rumah Sakit KRMT Wongsonegoro.
I : Intervensi yang diberikan yaitu berupa pemberian Blanket Warmer pada
pasien pasca operasi yang mengalami hipotermia. Dimana dalam penemuan
dari 3 jurnal terdapat beberapa jenis Blanket warmer yang dapat menaikan
suhu tubuh ketika pasien pasca operasi. Apabila pasien tidak diberikan Blanket
warmer dapat menimbulkan beberapa masalah pada organ tubuh yang lain.
Oleh karena itu Blanket warmer dapat diterapkan di ruang IBS untuk masa
pemulihan pasien pasca operasi.
C : Dalam penanganan pasien pasca operasi khusunya di Recovery Room Rumah
Sakit KRMT Wongsonegoro menggunakan Blanket warmer. Hal ini, sesuai
dengan teori atau jurnal yang ada bahwa metode Blanket warmer efeketif
dalam menaikan suhu tubuh pasien pasca operasi. dalam jurnal yang pertama
dengan judul “Efektifitas Selimut Elektrik dalam Meningkatkan Suhu Tubuh
Pasien Post Seksio Cesarae yang mengalami hipotermi, jurnal kedua dengan
judul Perbandingan selimut hangat dengan selimut hangat dilapisi alumunium
foil terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada pasien hipotermi
post SC, serta jurnal ketiga dengan judul Hypotermia prevention during
surgery comparison between thermal mattres and thermal blanket” didapatkan
hasil signifikan meningkatkan suhu tubuh. Telaah jurnal kedua dengan judul
“Perbandingan selimut hangat dengan selimut hangat dilapisi alumunium foil
terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada pasien hipotermi post
SC
O : Hasil yang diharapakn dalam penulisan ini adalah untuk mempertahankan
atau mengoptimalkan keadaan pasien pasca operasi agar tidak terjadi
perburukan kondisi. Sekaligus menambah wawasan untuk penulis maupun
pembaca tentang efektifitasnya Blanket Warmer untuk pasien pasca operasi
dengan hipotermia.
T : Waktu yang diharapakan dalam penggunaan Blanket Warmer adalah sampai
keadaan pasien membaik dan terjadi proses kenaikan suhu tubuh atau pasien
tidak mengalami hipotermia.
BAB II
LANDASAN EBNP

A. ARTIKEL 1
Efektivitas Selimut Elektrik dalam Meningkatkan Suhu Tubuh Pasien Post Seksio
Caesarea yang mengalami Hipotermi
Hasil penelitian Torrossian, et al (2016) menunjukkan bahwa penggunaan
selimut BARRIER EasyWarm pada tahap preoperative, perioperative dan
postoperative signifikan meningkatkan suhu tubuh. Selimut diberikan kepada pasien
30 menit sebelum proses anestesi.
Rerata suhu tubuh pada tahap postoperative berbeda signifikan antara kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol (36,3°C, SD±0.5, vs 36,0°C SD±0.5, dengan
nilai p masing-masing 0,01). Kejadian hipotermia pada tahap postoperative signifikan
lebih rendah pada kelompok intervensi daripada kelompok kontrol (24% vs 49%
dengan nilai p masing-masing 0,01).
Penggunaan selimut elektrik menggunakan udara yang dipanaskan dan
dialirkan melalui selang dan selimut (konveksi) menyebabkan kenaikan suhu tubuh
sebagai akibat terpapar udara panas dan mencegah kehilangan panas tubuh (Robinson,
2012). Hasil penelitian Kesuma (2013) mengenai penggunaan selimut tebal dan
lampu penghangat pada pasien pasca bedah sectio caesaria yang mengalami hipotermi
di ruang pemulihan RSUD Sanjiwani Gianyar menunjukkan bahwa pasien hipotermi
yang diberikan penghangat dari luar tubuh memiliki peningkatan suhu yang lebih
besar dibandingkan dengan selimut tebal.
Selimut kain tebal hanya membungkus atau melindungi pasien dari kehilangan
panas yang lebih parah dan proses penghangatan hanya mengandalkan produksi panas
dari dalam tubuh saja. Selimut hanya membantu mencegah keluarnya panas yang
telah diproduksi di dalam tubuh dan tidak terjadi perpindahan panas dari selimut kain
tebal ke dalam tubuh pasien.
Perbedaan antara penelitian Kesuma (2013) dengan yang dilakukan peneliti
adalah penggunaan alat untuk meningkatkan suhu tubuh yaitu lampu penghangat dan
selimut elektrik. Penggunaan lampu penghangat menggunakan radiasi panas dan yang
diukur adalah lama waktu untuk mencapai suhu tubuh kembali ke suhu normal 36℃
dengan rata-rata suhu sebelum perlakuan 34,06℃. Hasil penelitiannya dibutuhkan
waktu 49,06 menit untuk mencapai suhu normal tubuh dengan peningkatan 1,9℃.
Sedangkan peneliti menggunakan selimut elektrik dengan cara konveksi selama 60
menit tanpa membatasi suhu pasien sampai suhu 36℃. Suhu sebelum perlakuan
34,68℃ dan sesudah perlakuan 36,23℃ dengan peningkatan 1,54℃. Berdasarkan
hasil tersebut menunjukkan lampu penghangat lebih cepat menaikkan suhu tubuh,
tetapi mempunyai risiko kulit terbakar bila terlalu dekat dan kenaikan suhu tubuh
dapat lebih lama jika terlalu jauh. Penggunaan selimut elektrik jauh lebih aman karena
menggunakan panas melalui konveksi dengan mesin pemanas yang bisa diatur suhu
dan sensor suhu panas untuk mengukur suhu udara yang keluar.

B. ARTIKEL 2
Perbandingan Selimut Hangat Dengan Selimut Hangat Dilapisi Aluminium Foil
terhadap Kecepatan Kembalinya Suhu Tubuh Normal pada Pasien Hipotermi Post SC
di Recovery Room RSUD Ulin Banjarmasin
Menurut Mancini (1994) kecepatan kembalinya suhu tubuh ke normal pada
kelompok selimut hangat dipengaruhi oleh proses radiasi, konveksi dan konduksi.
Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek
lain. Selimut hangat memungkinkan terjadi perpindahan panas dari permukaan
selimut ke permukaan tubuh pasien yang lebih dingin, sehingga mempercepat
kembalinya suhu tubuh normal pada kelompok kontrol selimut hangat.
Menurut Avellanas (2011) aluminium foil digunakan untuk passive external
rewarming pada kejadian hipotermi karena suhu lingkungan Selimut aluminium foil
selain dapat menghangatkan tubuh juga membantu memelihara panas tubuh, mampu
menahan 90% panas tubuh sehingga dapat digunakan untuk mencegah dan
memulihkan kondisi hipotermi tahan air, dan tahan angin memberikan perlindungan
darurat dalam segala kondisi cuaca.
Pada penggunaan selimut hangat rata-rata waktu kecepatan kembalinya suhu
tubuh normal adalah 22,67 menit memungkinkan terjadi perpindahan panas dari
permukaan selimut ke permukaan tubuh pasien yang lebih dingin, sehingga
mempercepat kembalinya suhu tubuh normal pada kelompok kontrol selimut hangat.
Sesuai dengan teori Mancini (1994) kecepatan kembalinya suhu tubuh ke normal pada
kelompok selimut hangat dipengaruhi oleh proses radiasi, konveksi dan konduksi.
Pada penggunaan selimut hangat dilapisi selimut aluminium foil rata-rata
waktu kecepatan kembalinya suhu tubuh normal adalah 10,07 menit. Pada
penggunaan selimut hangat dilapisi selimut aluminium foil memungkinkan terjadi
perpindahan panas dari permukaan selimut ke permukaan tubuh pasien yang lebih
dingin, sesuai dengan teori Mancini (1994) kecepatan kembalinya suhu tubuh ke
normal pada kelompok selimut hangat dipengaruhi oleh proses radiasi, konveksi dan
konduksi, ditambah lagi dengan dilapisi selimut aluminium foil yang menjaga panas
dari selimut hangat keluar juga menjaga panas dari selimut hangat tidak terpengaruh
oleh suhu lingkungan ruangan yang dingin karena sifat selimut aluminium anti air dan
tahan angin. Sehingga panas dari selimut hangat dapat menaikkan suhu tubuh secara
maksimal. Sesuai teori Avellanas (2011) aluminium foil digunakan untuk passive
external rewarming pada kejadian hipotermi karena suhu lingkungan Selimut
aluminium foil selain dapat menghangatkan tubuh juga membantu memelihara panas
tubuh, mampu menahan 90% panas tubuh sehingga dapat digunakan untuk mencegah
dan memulihkan kondisi hipotermi tahan air, dan tahan angin memberikan
perlindungan darurat dalam segala kondisi cuaca.

C. ARTIKEL 3
Perbandingan Antara Penggunaan Kasur Termal Dan Selimut Termal guna mencegah
Hipotermia Selama Operasi
Dalam sebuah penelitian yang menggunakan selimut termal pada saat
intraoperatif pada pasien yang menjalani prostatektomi radikal, penulis mengaitkan
penggunaannya dengan penurunan lama rawat di ruang PACU. Dalam penelitian ini,
ketika mempertimbangkan lama rawat di ruang PACU dan terjadinya hipotermia,
tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diamati.
Mempertimbangkan bahwa pasien keluar dari ruang operasi dengan
dihangatkan, diharapkan lama tinggal di PACU lebih rendah pada G2, karena ada
perbedaan yang signifikan antar kelompok ketika membandingkan terjadinya
hipotermia intraoperatif. Hasil ini dikaitkan dengan metode yang digunakan untuk
ruang PACU, Aldrete Kroulik Index, yang mengevaluasi tanda-tanda klinis selain
suhu, seperti aktivitas otot, pernapasan, sirkulasi, kesadaran, dan saturasi O2.
Di G2, kasur termal ditempatkan di bawah pasien, yaitu, setelah IC pasien
hanya perlu menyesuaikan suhu, membenarkan hasilnya. Metode penghangatannya,
harus dipasang lebih awal pada periode pra operasi dan dipertahankan sampai saat
ahli bedah memulai persiapan kulit. Hasil ini menunjukkan manfaat dari kasur termal,
karena selain cakupan struktur tubuh yang lebih besar, kasur ini juga meminimalkan
waktu pemasangan dibandingkan dengan selimut termal, yang berkontribusi pada
pencegahan hipotermia.
Membandingkan infus larutan intravena dan hipotermia intraoperatif, diamati
bahwa infus G2 pati lebih tinggi karena waktu bedah yang lama dan jenis
pembedahannya, namun hipotermia tidak diamati. Meskipun cairan pemanas
berkontribusi pada pencegahan hipotermia, hanya kristaloid (larutan garam, Ringer
laktat dan larutan glukosa) yang dipanaskan, yaitu, pati diberikan pada suhu kamar.
Oleh karena itu, hasil yang ditemukan dapat dikaitkan dengan penggunaan kasur
termal.
Dalam operasi intracavitar, di mana bidang bedah membatasi area yang
dipanaskan, pembatasan dapat mempengaruhi suhu normal, dalam kasus ini kasur
termal diindikasikan. Ukuran, waktu operasi, dan paparan visera ke suhu kamar (lebih
tinggi dalam G2) disebut sebagai variabel yang berkontribusi terhadap terjadinya
hipotermia.
BAB III

RENCANA PENERAPAN EBNP

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan yang


ditemukan melalui penelitian perlu adanya penerapan secara nyata. Salah satunya
yaitu penerapan penggunaan alat pengahangat untuk mencegah kejadian
hipotermia pada pasien post operasi. Pencegahan kejadian hipotermia pada pasien
post operasi dapat dicegah menggunakan selimut kain tebal, selimut yang
dihangatkan, selimut elektrik, selimut aluminium foil, hingga kasur termal.
Setelah dilakukan analisis jurnal tentang pencegahan hipotermia pasca operasi
mendapatkan hasil bahwa hipotermia pasca operasi dapat dicegah dengan matras
hangat berbahan dasar aluminium foil bukan katun dikarenakan panas dapat
dihantarkan melalui konduksi dari alat tersebut dan dapat mempertahankan panas
(kedap air dan angin).

Rencana penerapan di lapangan yang sesuai dengan jurnal penelitian


terbaru yaitu pengelolaan pasien post operasi di ruang PACU untuk mencegah
hipotermia diharapkan tidak lagi menggunakan selimut kain biasa atau selimut
kain tebal dan dialihkan ke penggunaan selimut hangat yang berbahan dasar
aluminium foil atau menggunakan kasur dermal untuk hasil yang lebih baik. Jika
penggunaan selimut berbahan dasar aluminium foil atau kasur dermal masih
belum memungkinkan dapat dialihkan menggunakan selimut elektrik yang diisi
dengan udara hangat. Selain itu, penggunaan selimut tersebut tidak hanya
diterapkan pada pasien tertentu saja, melainkan dilakukan pada semua pasien post
operasi baik pasien dengan hipotermia ringan, sedang, maupun berat.

Dengan diterapkanya metode selimut alumunium foil ini diharapkan dapat


mencegah terjadinya komplikasi pada pasien berupa penyempitan pembuluh darah
yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan
oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian dari
penurunan suhu yang terjadi dikarenakan perpidahan ruangan pada pasien setelah
dilakukanya operasi dan karena melemahnya fungsi tubuh karena efek dari obat
anastesi yang diberikan saat tindakan operasi.
BAB IV

REKOMENDASI

Penerapan penggunaan selimut berbahan dasar aluminium untuk pasien


post operasi di ruang PACU direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit.
Sedangkan untuk ruang PACU IBS RSUD KRMT Wongsonegoro Kota Semarang
sudah baik dalam penanganan pencegahan hipotermia pasien post operasi yaitu
menggunakan selimut elektrik yang di isi udara hangat. Namun, jumlah selimut
elektrik tersebut masih terbatas dan tidak semua pasien di beri selimut elektrik
untuk mencegah hipotermia. Sehingga untuk hasil yang lebih baik lagi
direkomendasikan untuk beralih menggunakan selimut berbahan dasar aluminium
foil atau jumlah pengguaan selimut elektrik ditambah lagi agar semua pasien
dapat menggunakan selimut elektrik untuk mencegah hipotermia post operasi.

Diharapkan penggunaan selimut elektrik berbahan dasar alumunium foil


dapat menjadi sebuah inovasi prosedur yang lebih baik dan tentu saja ruang
PACU IBS RSUD KRMT Wongsonegoro Kota Semarang dapat menjadi contoh
awal bagi rumah sakit lainya. Serta rekomendasi ini dapat bermanfaat bagi dunia
kesehatan pada tindakan penanganan untuk menghindari resiko terjadinya
hipotermi pada pasien post operasi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis jurnal tentang pencegahan hipotermia


pasca operasi mendapatkan hasil bahwa hipotermia pasca operasi dapat
dicegah dengan matras hangat berbahan dasar aluminium foil bukan katun
dikarenakan panas dapat dihantarkan melalui konduksi dari alat tersebut
dan dapat mempertahankan panas (kedap air dan angin). Serta penggunaan
selimut tersebut tidak hanya diterapkan pada pasien tertentu saja,
melainkan dilakukan pada semua pasien post operasi baik pasien dengan
hipotermia ringan, sedang, maupun berat. penggunaan selimut berbahan
dasar aluminium untuk pasien post operasi di ruang IBS direkomendasikan
untuk seluruh rumah sakit. Sedangkan untuk ruang IBS RSUD KRMT
Wongsonegoro Kota Semarang sudah baik dalam penanganan pencegahan
hipotermia pasien post operasi yaitu menggunakan selimut elektrik yang di
isi udara hangat.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis jauh dari kata sempurna, dalam


penulisan selanjutnya penulis akan lebih memperbaiki dalam pemaparan
didalam tulisan. Penulis berharap bahwa penggunaan warm blanket akan
terus dilanjutkan dan ditambahkan unit nya lebih banyak sehingga apabila
pasien banyak akan terpenuhi dan teratasi masalah hipotermi.

Anda mungkin juga menyukai