Wa0004
Wa0004
Latar Belakang
Tujuan
Sifat-Sifat Urin
Urin memiliki kandungan air sebesar 96% dengan 4% sisanya berupa larutan
organic dan larutan anorganik (Alimul 2008). Urin normal memiliki pH kurang dari 7
yang agak asam. Kandungan larutan organik dan anorganik dalam urin terdiri dari,
urea, kreatinin, asam urat, garam, pigmen empedu, dan asam oksalat (Brooker 2001).
Menurut Darmanto (2001), jumlah kreatinin dalam urin 24jam untuk laki-laki adalah
20-26 mg sedangkan pada wanita adalah 14-22 mg. Berat jenis urin antara 1.015-
1.030 tergantung pada konsentrasi bahan solid yang larut dalam urin. Volume urin
normal pada prial adalah 95-145 mL/menit dan wanita 75-115 mL/menit. Normalnya
urin berwarna kuning muda hingga kuning gelap akibat adanya urokrom, yaitu zat
yang berasal dari pemecahan hemoglobin. Urin yang baru dikeluarkan berbau
aromatik yang samar-samar, jika dibiarkan akan terjadi konversi ureum oleh bakteri
yang menghasilkan bau pesing ammonia. Urin juga dapat berbau amis jika terdapat
infeksi, makanan – makanan tertentu pun dapat mempengaruhi bau urin seperti
asparagus yang memberikan bau khas. Urin bersifat asam jika banyak mengkonsumsi
protein, dan bersifat basa bila anyak mengkonsumsi sayur-sayuran. Urin sebagai zat
pelarut organik yang baik dapat melarutkan dan menguraikan lemak (Budiarso 2002).
Sifat urin selain sebagai pelancar juga berperan dalam mempercepat sirkulasi darah.
Dalam urin terkandung beberapa senyawa yang normal maupun abnormal. Senyawa
normal yang terdapat pada urine diantaranya sebagai berikut: ureum, amonia, keratin
dan kreatinin, asam urat, asam amino, allantoin, klorida, sulfat, fosfat, mineral, dan
oxalat. Sedangkan senyawa abnormal pada urin ialah glukosa, albumin, protein,
bilirubin, darah, nanah atau aseton, karena adanya zat-zat tersebut menunjukkan
adanya penyakit dalam urin (Hegner 2003).
Prinsip dan Metode
Urin merupakan salah satu cairan fisiologis yang sering dijadikan bahan untuk
pemeriksaan (pemeriksaan visual, pemeriksaan mikroskopis, dan menggunakan
kertas kimia) dan menjadi salah satu parameter kesehatan dari pasien yang diperiksa
(Winarno 1992). Ammonia adalah senyawa dalam urin, yang bersifat basa dan jika
mengalami pemanasan akan menimbulkan bau yang menyengat. Biasanya senyawa
ini berupa gas dengan bau tajam yang khas. Bau ini berasal dari penguraian urea oleh
jasad renik menjadi energi dan gas NH3. Pada urin yang dipanaskan kemudian uapnya
akan menimbulkan warna merah yang menunjukkan adanya garam amonium atau gas
NH3 yang mudah menguap pada kertas uji yang diberikan pereaksi Nessler ataupun
pada kaca. Amonia tidak memiliki muatan, sehingga dapat berdifusi melalui
membran ke dalam urin di dalam ginjal. Amonia akan mengikat proton dari urin yang
asam dan menjadi ion-ion amonium. Kandungan amonia sedikit dalam urin segar
pada keadaan normal (Winarno 2008).
Menurut Ganong (2008), terdapat tiga jenis belerang dalam urin, yaitu
belerang anorganik, belerang etereal, dan belerang tak teroksidasi. Kandungan
belerang anorganik adalah (85-90 %), belerang etereal 5-15 %, dan belerang tak
teroksidasi 5-25 %. Belerang-belerang ini berasal dari zat-zat organik metabolisme
protein. Urin 24 jam yang direaksikan dengan HCl encer dan BaCl2 akan membentuk
endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik. Memanaskan endapan
putih dengan penambahan HCl dan BaCl2 sedikit demi sedikit akan menunjukkan
adanya belerang eteral jika kekeruhan terjadi. Kertas saring yang digunakan pada
percobaan ini dibasahi dengan Pb-asetat dan akan berubah warna menjadi hitam
sebagai hasil reaksi positif belerang tak teroksidasi.
Sustrani (2007) menyatakan bahwa asam urat merupakan hasil akhir
terpenting oksidasi purin dalam tubuh. Asam urat sangat sukar larut dalam air, tetapi
mengendap membentuk garam-garam yang larut dengan alkali. Asam urat dalam urin
akan mereduksi reagen Folin atau Benedict dalam suasana alkalis akan memunculkan
larutan berwarna biru jernih yang merupakan reaksi positif reaksi Benedict. Pengujian
asam urat dilakukan juga dengan tes mureksida, yaitu dengan memanaskan urin
sampai kering yang telah ditambah HNO3 pekat. Asam urat akan dioksidasi oleh
asam nitrat pekat membentuk asam dialurat dan aloksan berkondensasi dengan
ammonia membentuk mureksida (ammonium purpurat) yang berwarna ungu
kemerahan.
Kreatinin adalah hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah
setelah kegiatan dilakukan. Kreatinin merupakan bentuk anhidros dari kreatin sekitar
2% per hari. Kreatin dikonversi menjadi kreatinin dengan penambahan asam atau
basa kuat atau menggunakan enzim keratin hidroksilase. Ginjal membuang kreatinin
dari darah ke urin. Fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin dalam darah meningkat.
Kadar kreatinin dalam plasma darah normalnya adalah 0.6-1.2 mg/dL (Alam &
Hadibroto 2007). Kandungan kreatinin dalam darah dapat diukur secara kalorimetri
dengan reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe terjadi akibat reaksi antara kreatinin dengan pikrat
dalam suasana alkali tanpa deproteinasi, membentuk kompleks kreatinin pikrat
berwarna jingga dan diukur menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang
gelombang 492 nm. Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan
diasamkan. Reaksi Jaffe dilakukan untuk menentukan kreatinin endogen yang
diproduksi dalam tubuh manusia (Pambela 1998).
METODOLOGI
Alat yang digunakan untuk praktikum urin adalah botol mineral 1500 mL,
botol kecil untuk menampung urin yang dibawa saat praktikum, alat tulis, pH
universal, gelas ukur, gelas piala, kertas lakmus, tabung reaksi, penangas, gelas piala
1000 mL berisi air, gegep kayu, kertas saring, corong, tabung reaksi dan rak, pipet
tetes, dan pipet mohr. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum meliputi
urin 24 jam, HCl encer, larutan BaCl2, serbuk Zn, larutan Pb-asetat, natrium
hidroksida, larutan Na2CO3 jenuh, asam urat bubuk, larutan NaCN 5%,
arsenofosfotungstat, larutan NaOH 10%, dan asam pikrat jenuh.
Prosedur Percobaan
Penentuan Sifat Sifat Urin
Praktikum penentuan sifat-sifat urin dilakukan dengan menggunakan beberapa
tahapan untuk mengamati bau, warna, kejernihan, pH dan berat jenis urin. Berikut ini
merupakan langkah-langkan percobannya
Urin selama 24 jam ditampung
Diukur volumenya
X
X
Uap yang dihasilkan diuji dengan menggunakan kertas lakmus dan dilakukan juga
pengujian dengan mengguakan kertas jarring yang dibasahi dengan Nessler
Gambar 2 Prosedur penentuan garam-garam ammonium di dalam urin
Belerang dalam Urin
Belerang dalam urin ada 3 jenis, yaitu belerang anorganik, belerang etereal,
dan belerang tak teroksidasi. Penentuan ada atau tidaknya belerang anorganik dan
belerang etereal dilakukan dengan uji secara berkelanjutan. Sedangkan untuk
belerang tak teroksidasi dilakukan dengan uji yang berbeda. Berikut merupakan
prosedur penentuan belerang aroganik:
10 mL urin dicampurkan dengan 3 mL HCl 0,1 M dan 3 tetes BaCl2
Bila tidak ada endapan yang terbentuk, tambahkan 3 tetes HCL 0,1 M dan kemudian
dipanaskan kembali atau ditambahkan dengan 3 tetes BaCl2
Tabung reaksi ditutup dengan kertas saring yang sudah dibasahi dengan Pb-asetat
Praktikum penentuan asam urat di dalam urin dilakukan dengan dua kali
percobaan. Percobaan pertama menggunakan tes Benedict dengan menggunakan
bahan utama asam urat bubuk, kemudian pada percobaan selanjutnya diganti dengan
urin. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Na2CO3 dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Penentuan ada atau tidaknya kreatinin dalam urin bisa diuji dengan
melakukan reaksi Jaffe dan tes nitroprussida. Tetapi yang dilakukan pada praktikum
urin ini hanya reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe dilakukan dengan sampel urin yang diberikan
tiga perlakuan berbeda untuk kemudian diamati dan dibandingkan ketiganya. Berikut
merupakan langkah langkahnya:
Sebanyak 5 mL urin dimasukkan ke dalam tabung
Kesimpulan
Saran
Alam S dan Hadibroto I. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Alimul A. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Edisi 2. Jakarta (ID):
Salemba.
Armstrong J.W. 2002. Air kehidupan: penyembuhan dengan terapi urin. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Aryulina D. 2004. Biologi 2. Jakarta (ID): ESIS.
Basuki. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang (ID): CV Infomedika.
Bhattacharya dan Chakraborty GK. 2005. A Handbook of Clinical Pathology.
Kolkata (IN): Academic.
Brooker C. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.
Budiarso I. 2002. Terapi Auto Urin. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Darmanto D. 2001. Seluk-Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta (ID): Yayasan Obor
Indonesia.
Evelin P. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta (ID): Gramedia.
Fizahazny. 2009. Biokimia. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Frandson F. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Yogyakarta (ID):
Universitas Gadjah Mada.
Ganong W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakatra (ID): EGC.
Hegner B. 2003. Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta (ID): EGC.
James J, Baker C, Swain H. Principles of Science for Nurses. Oxford (UK):
Blackwell Science.
Julijanto N. 1998. Penentuan kadar ammonia dalam urin dengan metode Nessler.
[Skripsi]. [Internet]. [Dikutip 25 November 2013]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro 62 hal. Dapat diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/30662/.
Karmana O. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Jakarta (ID): Grafindo Media Utama.
Manz F. Hydration Status in United Kingdom and Germany. London (UK):
Macmillan Publishers Ltd.
Muchtadi D. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Jilid II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Nuni. 2010. Info penting tentang asam urat. [Internet]. [dikutip tanggal 26 November
2013]. Dapat diunduh dari: http ://nuni34.multiply.com/journal/item/6.
Pratiwi. 1998. Biologi. Jakarta(ID): Erlangga.
Prayitno S. 2012. Perbedaan Konsumsi Cairan pada Remaja Obesitas dengan Non
Obesitas. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Pribadi FW dan Ernawati DA. 2010. Efek catechin terhadap kadar asam urat, c-
reactive protein (crp) dan molandialdehid darah tikus putih (Rattus
norvegicus) hiperurisemia. Jurmal Mandala of Health. [Internet]. [dikutip
tanggal 23 November 2013]; 4(1): 39-46. Dapat diunduh dari:
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan%202010%20pdf/EF
EK%20CATECHIN%20TERHADAP%20KADAR%20ASAM%20URAT,%20C%E2%80%9
3REACTIVE%20PROTEIN(CRP)%20DAN%20MALONDIALDEHID%20DARAH%20TIK
US%20PUTIH.pdf.
Pusdiknas. 1989. Hematologi. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan.
Santoso H. 2012. Biokimia Hematologi. Bandung (ID): Poltekes Bandung.
Santoso. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Shanti D. 2010. Penyebab asam urat yang penting untuk anda kenali. [Internet].
[dikutip tanggal 26 November 2013]. Dapat diunduh
dari:http://www.dunia-ibu.org/artikel/kesehatan/penyebab-asam-urat-yang-
penting-untuk-anda-kenali.htmL.
Siangproh, W., N. Teshima, T. Sakai, S. Katoh, O. Chailapakul, 2009, Alternative Method for
Measurement of Albumin/Creatinine Ratio using Spectrophotometric Seguential Injection
Analysis, talanta, 79:1111-1117
Soewolo. 2005.Fisiologi Manusia.Malang (ID): JICA.
Sofitri EN. 2012. Hiperurisemia pada pra diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas.
1(2):86-91.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): EGC.
Underwood. 1997. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta (ID): Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Wilkonson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
Yayasan Spirita. 2009. HIV dan Penyakit Ginjal. http://spiritia.or.id
LAMPIRAN
JOB DESK