Anda di halaman 1dari 27

KUMPULAN MATERI

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

Oleh

FAISAL SEPTIAN MABRURI

Kelas 1A

SEKOLAH TINGGI DAN ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP SEBELAS APRIL SUMEDANG
PENDIDIKAN JASMANI
2019
MATERI
MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

I. Pemakaian Huruf
A. Huruf abjad. Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan
kecil.
B. Huruf vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda aksen é dapat digunakan pada
huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
C. Huruf konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y,
dan z.
1. Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2. Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong. Ada 3: ai, au, dan oi.
E. Gabungan huruf konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
F. Huruf kapital
1. Huruf pertama kata pada awal kalimat
2. Huruf pertama petikan langsung
3. Huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan
agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan
yang diikuti nama orang (tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang)
5. Huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi,
atau tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada
bentuk lengkapnya
6. Huruf pertama unsur-unsur nama orang
(tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti) huruf
pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis
atau satuan ukuran (tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran)
7. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan
sebagai bentuk dasar kata turunan).
8. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur
nama peristiwa sejarah (tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang
tidak digunakan sebagai nama).
9. Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur
nama geografi yang diikuti nama diri geografi (tidak dipakai untuk
unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi dan nama
diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis) nama diri
atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya
menggambarkan kekhasan budaya
10. Huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali
kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk (tidak dipakai untuk
kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi)
11. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan,
dokumen resmi, dan judul karangan
12. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan
makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan
untuk yang tidak terletak pada posisi awal
13. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan
yang digunakan dengan nama diri.
14. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang
digunakan dalam penyapaan atau pengacuan
(tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau
penyapaan)
15. Huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan
16. Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya
yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan
yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.
G. Huruf miring
1. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip
dalam tulisan
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata
3. Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia
(Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan
dicetak miring digarisbawahi)
H. Huruf tebal
1. Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel,
daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran
2. Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu
digunakan huruf miring.
3. Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang
bilangan yang menyatakan polisemi dalam cetakan kamus.

II. Penulisan Kata


A. 'Kata sekolah dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan
B. Kata turunan
1. Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan
2. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti
atau mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika
hanya mendapat awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis
bawahi
3. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat
awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4. Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai
dalam kombinasi: adipati, narapidana
5. Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia
6. Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh
kata esa dan kata yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih
C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-
mayur
D. Gabungan kata
1. Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing hitam
2. Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di
antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan
pengertian: alat pandang-dengar, anak-istri saya
3. Ditulis serangkai untuk 47
pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah,
astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasis
wa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa
, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada
, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, mata
hari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna,
radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sedia
kala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Suku kata - Pemenggalan kata
1. Kata dasar
a. Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak
pernah diceraikan): ma-in.
b. Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata:
ba-pak.
c. Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
d. Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang
berurutan di tengah kata: ul-tra.
2. Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-
kan.
3. Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi
F. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya,
kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka
G. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya: betulkah, bacalah
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa
pun, satu kali pun
3. Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya
untuk adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalau
pun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, wala
upun
H. Singkatan dan akronim
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A.
2. Singkatan nama resmi shshshs pemerintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik: DPR, SMA
3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik: dst., hlm.
4. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada
setiap huruf: a.n., s.d.
5. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda titik: cm, Cu
6. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret
kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI
7. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf
awal huruf kapital: Akabri, Iwapi
8. Akronim yang bukan namahshsjxnajanxua diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil: pemilu, tilang
I. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan
lambang bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab
atau angka Romawi.
1. Fungsi
a. menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan
waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas,
b. melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat,
c. menomori bagian karangan dan ayat kitab suci,
2. Penulisan
a. Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf
b. Lambang bilangan tingkat
c. Lambang bilangan yang mendapat akhiran -an
d. Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan
e. Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat
f. Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan
utuh yang besar
g. Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi
h. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat
J. Kata ganti
1. Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya: kusapa, kauberi
2. Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya: bukuku, miliknya
K. Kata sandang. si dan sang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya: sang Kancil, si pengirim

III. Pemakaian tanda baca


A. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
2. Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu
deretan)
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu atau jangka waktu
4. Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka
5. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
(tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah)
6. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya
7. Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat
atau (2) nama dan alamat penerima surat
B. Tanda koma
1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan
3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya)
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi
5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya atau tanda seru)
7. Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan
8. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka
9. Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki
10. Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga
11. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka
12. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi
13. Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal
kalimat untuk menghindari salah baca
C. Tanda titik koma
1. Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara
2. Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk
D. Tanda titik dua
1. Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian
itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan)
2. Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
3. Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan
4. Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab
dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan
E. Tanda hubung
1. Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah
oleh penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak
ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris)
2. Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat
satu huruf saja pada pangkal baris)
3. Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang
4. Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan
bagian-bagian tanggal
5. Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata
atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata
6. Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka
dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau
kata, dan (v) nama jabatan rangkap
7. Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa asing
F. Tanda pisah
1. Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberi penjelasan di luar bangun kalimat
2. Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau
keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas
3. Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke'
atau 'sampai dengan'
4. Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda
hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya
G. Tanda tanya
1. Dipakai pada akhir kalimat tanya
2. Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya
H. Tanda seru
1. Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
ataupun rasa emosi yang kuat
I. Tanda elipsis
1. Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
2. Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau
naskah ada bagian yang dihilangkan
3. Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu
dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan
teks dan satu untuk menandai akhir kalimat
J. Tanda petik
1. mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain
2. mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat
3. mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung.
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di
belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang
dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat
6. Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda
petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris
K. Tanda petik tunggal
1. mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain
2. mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing
L. Tanda kurung
1. mengapit keterangan atau penjelasan
2. mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan
3. mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan
4. mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan
M. Tanda kurung siku
1. mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu
memang terdapat di dalam naskah asli
2. mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung
N. Tanda garis miring
1. dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim
2. dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap
O. Tanda penyingkat
1. menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun

Pengertian Majas
Pengertian majas adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dengan cara yang imajinatif atau berupa kiasan. Sifat majas secara umum
adalah tidak pada makna yang sebenarnya atau kiasan atau bermakna konotasi.
Penggunaan majas dalam gaya bahasa ini bertujuan untuk membuat
pembaca bisa merasakan efek emosional tertentu dari gaya bahasa tersebut.
Berbagai jenis majas sering digunakan sesuai dengan arah pembicaraan atau efek
gaya bahasa yang diinginkan. Itu sebabnya, dikenal ada banyak jenis majas dalam
bahasa Indonesia.
Macam Macam Majas dan Contoh
Ada berbagai jenis majas yang biasa kita gunakan. Secara garis besar,
macam macam majas ini dapat dibagi ke dalam empat kelompok besar, meliputi :
majas perbandingan, pertentangan, sindiran, dan penegasan. Pembagian ini
didasarkan pada cara mengungkapkan makna kiasan dalam gaya bahasa yang
digunakan.
A. Majas Perbandingan
Jenis majas perbandingan meliputi majas yang menggunakan gaya bahasa
ungkapan dengan cara menyandingkan atau membandingkan suatu objek dengan
objek yang lainnya, yakni melalui proses penyamaan, pelebihan, atau penggantian.
Di dalam majas perbandingan ini pun masih dapat dibagi ke dalam beberapa sub
jenis, seperti:
1. Majas Personifikasi
Majas personifikasi menggunakan gaya bahasa yang ungkapannya seakan
menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia. Majas ini
membandingkan benda mati dan manusia. Jadi, intinya adalah pada
kata ‘person’ yang berarti orang, atau meng-orang-kan benda mati.
Contoh: Pensil itu menari –nari di atas kertas untuk menghasilkan gambar yang
begitu indah.
Keterangan: pensil adalah benda mati yang sudah pasti tidak bisa menari, tapi
digambarkan benda mati tersebut bisa menari layaknya manusia.
Contoh Majas Personifikasi:
a. Pena itu menari-nari di atas kertas.
b. Lia termenung menatap daun-daun yang berjoget diterpa angin.
c. Leptopku sedang kelelahan karena digunakan semalam suntuk.
d. Pepohonan di hutan itu tampak sedih karena musim kemarau panjang.
e. Lautan biru itu seolah menatapku dalam hening.
f. Aku bisa merasakan dinding-dinding di
sekitarku mendengar pembicaraan kita.
g. Baju ini memelukku tubuhku yang kedinginan.
h. Bunga-bunga di taman bercengkerama riang di bawah terik hangat
mentari.
i. Aku tidak bisa menemukan jam tanganku, mungkin dia melarikan diri.
j. Jam berjalan dengan sangat lambat.
2. Majas Metafora
Majas metafora adalah suatu majas yang menggunakan sebuah objek yang
bersifat sama dengan pesan yang ingin disampaikan, melalui suatu ungkapan.
Jadi, satu objek dibandingkan dengan objek lain yang serupa sifatnya, tetapi
bukan manusia.
Contoh: Lily adalah anak emas di keluarga besar Pak Badar.
Keterangan: anak emas adalah ungkapan bagi orang yang dianggap
kesayangan.
Contoh Majas Metafora:
a. Mila adalah bunga desa yang selalu mengagumkan.
b. Lia selalu menjadi buah bibir karena tingkah lakunya yang urakan.
c. Kita harus waspada dengan orang itu karena ia terkenal panjang tangan.
d. Raja hutan itu memiliki suara yang paling menggelegar.
e. Dodi senang sekali dengan buah tangan yang diberikan paman.
f. Ali berusaha keras untuk mengasilkan buah pena ini.
g. Tulisan ini adalah buah pikiran kawan sekelasku.
h. Sang Raja Siang memang selalu membawa kehangatan.
i. Dinda adalah buah hati pasangan yang fenomenal itu.
j. Budi hanya bisa pasrah dianggap sebagai sampah masyarakat.
3. Majas Asosiasi
Majas asosiasi adalah majas yang menggunakan ungkapan dengan
membandingkan dua objek berbeda, namun dianggap sama, yang dilakukan
dengan pemberian kata sambung bagaikan, bak, atau seperti. Perbandingan
dalam majas ini disampaikan secara implisit, sehingga pembaca harus
menganalisa sendiri arti dari perumpamaan yang digunakan.
Contoh: Meskipun bukan saudara kembar, tapi kakak beradik itu bak pinang
dibelah dua.
Keterangan: bak pinang dibelah dua artinya kedua saudara itu memiliki wajah
sangat mirip.
Contoh Majas Asosiasi:
a. Sita dan Siti bak pinang dibelah dua.
b. Harapan Lina akan beasiswa bak gayung bersambut.
c. Pendiriannya memang seperti air di daun talas.
d. Dia sudah lama tidak muncul bagaikan ditelan bumi.
e. Layaknya tiada gading yang tak retak, begitu juga manusia.
f. Nasib kita itu seperti roda yang berputar.
g. Memberi Heni hadiah sama saja seperti menabur garam di lautan.
h. Menasehati kakak beradik itu seperti berbicara dengan tembok.
i. Aku sangat kecewa dengan tindakanmu yang bagaikan duri dalam sekam.
j. Dia sungguh mengecewakan, sikapnya bak pagar makan tanaman.
4. Majas Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu dengan kesan yang
berlebihan, dan bahkan membandingkan sesuatu dengan cara yang hampir tidak
masuk akal.
Contoh: Kakek itu bekerja banting tulang siang malam untuk menghidupi cucu
–cucunya.
Keterangan: bekerja banting tulang siang malam menunjukkan kesan
berlebihan dari tindakan bekerja keras.
Contoh Majas Hiperbola:
a. Dia sudah terbiasa memeras keringat untuk menafkahi keluarga.
b. Luluk girang setengah mati karena mendapat lotre.
c. Dinda menangis sampai air matanya habis karena kehilangan dompet.
d. Lari marathon sungguh melelahkan sampai kakiku terasa mau lepas.
e. Suaranya hampir memecahkan gendang telingaku.
f. Gadis itu berbicara dengan lantang sampai suaranya memenuhi dunia.
g. Dia menguap sampai aku hampir tertelan.
h. Guruku sangat baik seperti malaikat.
i. Soal matematika ini sangat mudah bagiku, sampai bisa kuselesaikan dalam
sekejap mata.
j. Dia bisa berlari sangat cepat secepat kilat.
5. Majas Eufemisme
Majas eufemisme adalah majas dengan gaya bahasa yang menggantikan kata-
kata yang dianggap kurang baik ata kurang etis, dengan padanan kata yang lebih
halus dan bermakna sepadan.
Contoh: Perusahaan XYZ mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kuota
pekerjaan khusus bagi kaum difabel.
Keterangan: kata difabel menggantikan frasa yang dianggap kurang baik, yakni
“orang cacat”.
Contoh Majas Eufemisme:
a. Dia adalah seorang tuna daksa.
b. Kita harus menolong orang yang tuna wisma.
c. Kasihan anak itu, ia terlahir tuna rungu.
d. Guru itu adalah seorang difabel, tapi ia sangat pandai mengajar.
e. Dia terpaksa mendekam di hotel prodeo karena kecelakaan itu.
f. Karena terjerat kasus korupsi, ia harus dihadapkan di meja hijau.
g. Orang tua itu sudah tidak memiliki sanak saudara, makanya ia diletakkan
di panti jompo.
h. Meskipun ia adalah kaum marginal, tapi ia memiliki semangat belajar
tinggi.
i. Jika kita bertemu kaum fakir, kita tidak boleh menghinanya.
j. Dia mengalami gangguan jiwa karena kehilangan pekerjaan dan keluarga
sekaligus.
6. Majas Metonimia
Majas metonimia adalah majas yang menggunakan gaya bahasa dengan
menyandingkan merek atau istilah tertentu yang sudah populer, untuk merujuk
benda yang sebenarnya lebih umum.
Contoh: Agar gigi bersih, kita harus rajin menggosok gigi dengan odol.
Keterangan: yang dimaksud dengan odol di sini adalah pasta gigi, karena odol
sebetulnya adalah merek dagang dari pasta gigi.
Contoh Majas Metonimia:
a. Ayah suka menghisap gudang garam.
b. Paman memintaku membeli djarum super.
c. Agar tidak mabuk perjalanan, minum dulu antimo sebelum berpergian.
d. Jika sedang akhir bulan, aku biasa makan supermi.
e. Tolong ambilkan aqua dingin, aku haus sekali.
f. Rasanya gerah sekali siang ini, aku ingin minum teh gelas saja.
g. Ayo kita pergi naik honda.
h. Aku ingin terbang naik garuda.
i. Tolong ambilkan nokia milik Kakak di dalam kamar.
j. Jika merasa lemas, Kamu bisa meminum sangobion.
7. Majas Simile
Majas Simile ini bisa dikatakan menyerupai majas asosiasi yang menggunakan
kata hubung berupa : bak, bagaikan, atau seperti. Hanya bedanya, pada majas
simile ini tidak membandingkan dua objek yang berbeda, melainkan
membandingkan kegiatan dengan menggunakan ungkapan yang maknanya
serupa dan disampaikan secara lebih lugas atau eksplisit. Jadi pembaca langsung
bisa menebak arti dari perumpamaan yang digunakan.
Contoh: Setelah kehilangan kakaknya, Dito bagaikan anak ayam kehilangan
induknya, selalu kebingungan.
Keterangan: bagaikan anak ayam kehilangan induknya menunjukkan adanya
kegiatan yang selalu dalam kebingunan tanpa arah dan tujuan.
Contoh Majas Simile:
a. Sering-seringlah bergaul, agar tidak kurang wawasan, seperti kura-kura
dalam tempurung.
b. Dia selalu saja patuh pada ketua geng itu, seperti kerbau yang ditusuk
hidungnya.
c. Lili memang sudah terkenal sebagai pemalas, seperti beruang di musim
dingin.
d. Adikmu tampak sangat lapar, jalannya seperti singa kelaparan.
e. Rapat hari ini sangat kacau, seperti hutan terserang angin rebut.
8. Majas Alegori
Majas alegori adalah majas dengan gaya bahasa yang menyandingkan suatu
objek dengan kata-kata kiasan bermakna konotasi atau ungkapan.
Contoh: Dalam bahtera rumah tangga, suami adalah nakhodanya.
Keterangan: kata suami diungkapkan sebagai nahkoda, yang bermaksud
sebagai pemimpin keluarga.
Contoh Majas Alegori:
a. Jika sudah sampai pada dermaga kehidupan, pada anaklah kita
akan berlabuh.
b. Ani sedang mencari pelabuhan cintanya, dan pada Adilah ia berlabuh.
c. Dalam pertarungan mencari jati diri, diri kita
sendirilah petarungnya, dan orang tua adalah pelatihnya.
d. Pertandingan politik ini, membutuhkan kapten yang tepat.
e. Di dalam perlombaan memenangkan hati, jurinya adalah perasaan.
9. Majas Sinekdok
Gaya bahasa sinekdok ini menunjukkan adanya perwakilan dalam
mengungkapkan sesuatu. Agar lebih jelas, kita bisa melihat pada pembagian
majas sinekdok ini, di mana majas ini masih terbagi lagi dalam dua macam, yaitu
sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte.
Sinekdok pars pro toto (part/ sebagian mewakili total) adalah gaya bahasa yang
menyebutkan sebagian unsur dengan maksud mewakili keseluruhan benda.
Sedangkan sinekdok totem pro parte (total mewakili part/ sebagian) adalah
kebalikannya, yaitu berupa gaya bahasa yang menunjukkan keseluruhan bagian
yang mewakili hanya pada sebagian benda atau situasi saja.
Contoh:
Pars pro Toto: Selama seminggu ini, Riyan belum juga menampakkan batang
hidungnya.
Keterangan: batang hidung adalah hanya sebagian dari Riyan, padahal yang
dimaksud adalah Riyan seluruhnya.
Totem pro Parte: Indonesia telah berhasil mendapatkan 11 medali emas Asian
Games tahun ini.
Keterangan: Indonesia adalah seluruhnya, padahal yang dimaksud mendapat
medali hanya beberapa orang yang mewakili Indonesia saja.
Contoh Majas Sinekdok Pars Pro Toto:
a. Kita hanya perlu mewakilkan satu kepala saja dalam rapat ini.
b. Ibu membeli tiga ekor ayam untuk pesta nanti malam.
c. Dia hanya menampakkan batang hidungnya sebentar saja, lalu pergi.
Contoh Majas Sinekdok Totem Pro Parte :
a. Malaysia berhasil mengalahkan Thailand dalam pertandingan bola itu.
b. Amerika Serikat menyerang negara-negara yang dianggapnya berbahaya.
c. China menyatakan bahwa negaranya telah terbuka dalam hubungan
internasional.
d. Jepang berhasil menerbangkan rudal tempur terbaru yang diklaim sangat
canggih.
e. Sekolahku memenangkan lomba cerdas cermat di Semarang.
10. Majas Simbolik
Majas simbolik menggunakan gaya bahasa yang membandingkan antara
manusia dengan sikap makhluk hidup lain dalam bentuk ungkapan.
Contoh: Silvi adalah bunga desa yang banyak memiliki kelebihan.
Keterangan: bunga desa menunjukkan sosok yang banyak dikagumi.
Contoh Majas Simbolik:
a. Rian sangat berani seperti raja hutan.
b. Dina disebut-sebut sebagai kembang desa yang dikagumi semua pria.
c. Lisa seperti ratu lebah yang dipuja oleh banyak orang.
d. Dian yang masih menyendiri hingga sekarang memang layak
dianggap bunga teratai, indah tapi susah dijangkau.

B. Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan suatu bentuk gaya bahasa dengan kata-kata
kiasan yang bertentangan dengan yang dimaksudkan sesungguhnya. Jenis majas
pertentangan dapat dibagi ke dalam beberapa subjenis, meliputi :
1. Majas Litotes
Majas litotes adalah majas yang berkebalikan dengan majas hiperbola, tetapi
lebih sempit pada ungkapan yang bertujuan untuk merendahkan diri, dan pada
kenyataannya yang dimaksud tidak seperti yang dikatakan.
Contoh: Jika ada waktu, sudilah kiranya mampir ke gubuk kami.
Keterangan: gubuk yang dimaksud adalah rumah, sekali pun sebetulnya bukan
berbentuk gubuk melainkan rumah yang sudah memiliki bangunan kokoh.
Contoh Majas Litotes:
a. Apalah daya kami hanya bisa menyediakan pondok sederhana ini untuk
kalian.
b. Silahkan dinikmati makanan seadanya ini.
c. Ini uang tanda terima kasih sekedar untuk mengganti ongkos pulsa.
d. Ya, baru mobil butut ini yang bisa kami beli.
e. Semoga kalian bisa nyaman dengan alas sederhana ini.
2. Majas Paradoks
a. Majas paradoks adalah majas dengan ungkapan membandingkan situasi asli
atau fakta dengan situasi yang berkebalikan.
b. Contoh: Aku merasa sepi di tengah – tengah pesta yang ramai ini.
c. Keterangan: sepi dan ramai adalah sesuatu yang bertentangan.
d. Contoh Majas Paradoks:
e. Dia merasa lapar, padahal tinggal di pusat kuliner.
f. Dia tersenyum, meski hatinya sedih karena ditinggal sang kekasih.
g. Ani tetap saja menangis, ketika orang-orang di sekitarnya tertawa.
h. Lia merasa malas di tengah kobaran semangat para relawan.
i. Didi merasa bising di ruangan kosong yang sepi ini.
3. Majas Antitesis
Majas antitesis adalah majas yang memadukan pasangan kata yang memiliki arti
bertentangan.
Contoh: Baik buruk semua ada balasan yang setimpal.
Keterangan: kata baik dan buruk adalah dua makna yang bertentangan dan
saling disandingkan.
Contoh Majas Antitesis:
a. Besar kecil kue ini tetap enak rasanya.
b. Tinggi rendah martabat kita tergantung pada tingkat laku kita.
c. Orang akan menilai baik buruk diri kita dari sikap kita kepada mereka.
d. Sangat penting untuk menilai orang berdasarkan benar salah perbuatan
mereka.
e. Suka benci itu adalah hak kita untuk mengatur perasaan kita sendiri.
f. Kita harus selalu menyapa kawan kita, lupa atau ingat mereka pada kita.
g. Sehat sakit itu adalah anugerah yang harus kita syukuri.
h. Cepat lambat kita pasti akan mendapatkan rejeki.
i. Hidup mati manusia berada di tangah Tuhan.
j. Gemuk kurus bagiku semua wanita itu cantik selama ia memiliki sikap
santun.
4. Majas Kontradiksi Interminis
Adalah gaya bahasa dengan ungkapan menyangkal ujaran yang telah dipaparkan
sebelumnya, dan biasanya diikuti konjungsi, seperti kata kecuali atau hanya saja.
Contoh Majas Kontradiksi Interminis:
a. Kota – kota besar ini semakin mewah, kecuali kota – kota
pinggiran yang semakin tersisih.
b. Pesta ini sangat meriah, hanya saja di sudut kolam itu terlihat sepi.
c. Burung-burung di sini sangat cantik, kecuali burung kecil yang sedang
terluka itu terlihat buruk.
d. Hewan ternak milik Pak Sugi sehat – sehat, hanya saja ada beberapa ternak
yang sakit – sakitan.
e. Mobil-mobil di dealer ini sangat modern, kecuali satu mobil yang ada di
ujung sana terlihat kuno.

C. Majas Sindiran
Majas sindiran adalah kelompok macam majas yang menggunakan kata-kata
kiasan yang tujuannya adalah untuk menyindir seseorang atau perilaku dan
kondisi tertentu. Jenis majas sindiran terbagi ke dalam tiga subjenis, meliputi :
1. Majas Ironi
Majas ironi adalah majas yang menggunakan kata-kata bertentangan dengan
fakta yang ada dengan maksud menyindir. Jadi, seperti memuji di awal, tapi
menunjukkan maksud sebenarnya (yakni menyindir) di akhir kalimat.
Contoh Majas Ironi:
a. Bersih sekali tempat ini, sampai –sampai bisa jadi sarang tikus.
b. Wangi sekali bajumu, sampai banyak lalat yang mengerubuti.
c. Besar sekali kadomu, sampai bisa dimasukkan dalam kantong celana.
d. Sepertinya dietmu sukses, berat badanmu naik hingga 10 kg.
e. Kakaknya baik sekali, mengantarkan adik ke sekolah saja enggan.
f. Santun sekali kamu, berbicara saja pakai membentak-bentak.
g. Pandai sekali kamu, matematika bisa mendpatkan nilai nol besar.
h. Rajin sekali adikku ini, matahari sudah di tengah kepala baru bangun.
i. Cepat sekali larimu, dibandingkan dengan kura-kura saja sama.
j. Pengertian sekali kamu, ada tamu tidak pernah dijamu.
2. Majas Sinisme
Majas sinisme ini menggunakan gaya bahasa yang menyampaikan sindiran
secara langsung pada hal yang disindir. Sinisme tidak menggunakan ungkapan
untuk memperhalus sindiran seperti ironi, namun sindiran juga tidak
disampaikan secara kasar.
Contoh Majas Sinisme:
a. Kotor sekali kamarmu sampai debu debu bertebaran di mana -mana.
b. Apek sekali bantal ini seperti tidak pernah dicuci.
c. Kurus sekali kamu seperti orang yang sudah tidak makan setahun.
d. Kamu memang sangat malas, tidak pernah mau membersihkan rumah.
e. Dia itu sangat pelit, tidak pernah mau berbagi.
3. Majas Sarkasme
Majas ini menyampaikan sindiran secara langsung dan sifatnya kasar, sehingga
cenderung seperti hujatan.
Contoh Majas Sarkasme:
a. Dia hanyalah sampah masyarakat yang tak berguna!
b. Dia itu sangat dungu dan tidak tahu apa-apa.
c. Anak itu sangat tolol sehingga membuatku muak.
d. Masakan ini rasanya sungguh membuatku ingin muntah.
e. Pestanya sungguh kacau sehingga aku tidak bisa menikmatinya.
f. Burung itu memang buruk rupa sehingga tidak ada yang mau membelinya.
g. Dodo dikenal sebagai orang yang sangat jorok.
h. Bangunan ini sudah reot dan kumuh seperti tempat pembuangan
sampah.
i. Suara penyanyi ini sangat jelek membuat telingaku sakit.
j. Buku ini jelek sekali, aku pusing dibuatnya.
D. Majas Penegasan
Majas penegasan adalah jenis gaya bahasa yang dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan pengaruh kepada para pembaca atau pendengarnya agar
menyetujui ujaran atau kejadian yang diungkapkan. Majas penegasan dapat
dibagi ke dalam tujuh subjenis, yang meliputi :
1. Majas Pleonasme
Majas ini menggunakan kata-kata yang maknanya sama, sehingga terkesan tidak
efektif, namun hal ini sengaja dilakukan untuk menegaskan suatu hal.
Contoh: Kita harus maju ke depan agar bisa menjelaskan pada teman sekelas.
Keterangan: maju pasti ke depan.
Contoh Majas Pleonasme:
a. Silahkan angkat tangan ke atas bagi yang setuju.
b. Bagi yang merasa mampu mengerjakan soal ini boleh maju ke depan.
c. Kita harus selalu mengingat sejarah di masa lalu.
d. Kita tidak boleh mundur ke belakang meninggalkan dia sendiria.
e. Bagi yang merasa sudah lengkap berkasnya, bisa masuk ke dalam.
2. Majas Repetisi
Gaya bahasa repetisi dilakukan dengan mengulang kata-kata yang ada dalam
sebuah kalimat.
Contoh Majas Repetisi:
a. Dia adalah pelakunya, dia si pencuri itu, dialah yang mengambil jam
tangan milikmu.
b. Saya ingin berubah, saya ingin rajin belajar, saya ingin pintar, saya ingin
menjadi orang sukses.
c. Lili adalah gadis cantik, Lili adalah gadis baik, Lili adalah gadis yang
sempurna.
d. Siti begitu baik, Siti begitu mulia, Siti-lah yang selalu menolongku setiap
kali aku ada masalah.
e. Buku ini buku yang bagus, buku ini sangat istimewa, buku inilah yang
mampu merubah sudut pandangku.
f. Di tempat ini aku pertama kali bertemu dengannya, di tempat ini aku
berkenalan, di tempat ini aku selalu menunggunya, di tempat ini pula ia
meninggalkanku.
g. Rumah ini adalah tempat paling nyaman, rumah ini adalah tempat paling
istimewa, rumah inilah tempat tinggalku satu-satunya.
h. Gadis itu telah berhasil merayuku, gadis itu berhasil memikat
hatiku, gadis itulah yang selalu mengisi ingatanku.
i. Komputer inilah yang selalu menemaniku, komputer inilah yang
mengatarkanku pada kesuksesan, komputer ini sudah seperti saudaraku.
j. Kota ini adalah tempat kelahiranku, kota ini tempatku dibesarkan, dan
di kota ini pula aku akan mati.
3. Majas Retorika
Majas retorika dilakukan dengan memberikan penegasan dalam bentuk kalimat
tanya, yang sesungguhnya tidak perlu dijawab.
Contoh Majas Retorika:
a. Kapan Aku pernah memintamu untuk membohongiku?
b. Apa ada orang yang mau ditipu?
c. Siapa yang rela jika harus kehilangan orang yang dikasihinya?
d. Apa kita pernah meminta mendapatkan semua keberkahan ini?
e. Kapan Aku memintamu untuk iri kepadaku?
f. Siapa yang tidak ingin hidup makmur dan sejahtera?
g. Siapa yang senang bila keluarganya berantakan?
h. Siapa yang tidak berduka bila rumahnya kebakaran?
i. Apa kita pernah meminta seorang pemimpin yang hanya memikirkan diri
sendiri?
j. Siapa yang tidak ingin mendapat pemimpin yang amanah?
4. Majas Klimaks
Majas ini mengurutkan sesuatu dari tingkatan yang rendah ke tinggi.
Contoh Majas Klimaks:
a. Bayi, anak kecil, remaja, hingga orang tua seharusnya memiliki
kehidupan yang layak dan sejahtera.
b. PAUD, TK, SD, SMP, SMA, kita harus bisa menyisipkan pendidikan
karakter di setiap tahapannya.
c. Kecil, sedang, besar, semua buah ini akan kubeli.
d. S, L, M, XL, XXL, kita semua memiliki ukuran pakaian itu.
e. Anak-anak, muda, tua, bisa menikmati fasilitas yang kami berikan ini.
f. Masyarakat di pelosok, desa, kota, sudah selayaknya mendapat
kesejahteraan hidup yang baik.
5. Majas Antiklimaks
Gaya bahasa ini berkebalikan dengan klimaks, yakni gaya bahasa yang
menegaskan sesuatu dengan mengurutkan suatu tingkatan dari tinggi ke
tingkatan yang rendah.
Contoh Majas Antiklimaks:
a. Masyarakat modern, desa, hingga yang pelosok seharusnya memiliki
akses kesehatan yang layak.
b. Lansia, dewasa, remaja, anak-anak, juga bayi, boleh datang ke pesta
yang kita adakan.
c. Tua, muda, juga anak-anak punya hak yang sama untuk bahagia.
d. Ukuran jumbo, sedang, kecil, tersedia di toko kami.
e. S3, S2. S1. juga D3, boleh mendaftarkan diri di perusahaan ini.
7. Majas Pararelisme
Gaya bahasa paralelisme biasanya terdapat dalam puisi, yang dilakukan dengan
mengulang-ulang sebuah kata di dalam berbagai definisi berbeda. Jika
pengulangan dilakukan di awal, maka disebut sebagai anafora. Namun, jika kata
yang diulang ada pada bagian akhir kalimat, maka disebut epifora.
Contoh Majas Paralelisme:
Cinta itu sabar.
Cinta itu lemah lembut.
Cinta itu memaafkan.
Cinta itu tidak serakah.
Kasih itu penyabar.
Kasih itu tidak pernah marah.
Kasih itu selalu mengerti.
8. Majas Tautologi
Majas ini menggunakan kata-kata yang memiliki sinonim untuk menegaskan
kondisi atau ujaran tertentu.
Contoh Majas Tautologi:
a. Hidup akan terasa aman, damai, dan tenteram, apabila kita semua bisa
saling menghormati.
b. Dia adalah gadis yang penuh dengan kasih, sayang, dan cinta.
c. Gadis di pelaminan itu adalah gadis yang cantik, manis, dan anggun.
d. Suasana di pesta ini sangat ramai, meriah, gegap gempita.
e. Kelas ini terasa begitu sepi, sunyi, senyap, tidak ada yang hadir.

Anda mungkin juga menyukai