Anda di halaman 1dari 75

BAHAN PEMBELAJARAN V

Teori-teori Sosiologi hukum


Pendahuluan
Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin

yang berarti ‘perenungan’, yang pada gilirannya berasal dari

kata thea dalam bahasa Yunani yang berarti ‘cara atau hasil

pandang adalah suatu konstruksi di alam ide imajinatif

manusia tentang realitas-realitas yang ia jumpai dalam

pengalamanhidupnya.

Adapunyangdisebutpengalamaninitidaklahhanya

pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia dari alam

kehidupannyayangindrawi,tetapijugadiperolehdarialam

kontemplatif-imajinatifnya, khususnya dalam ilmu

pengetahuan yang berobjek manusia dalam kehidupan

bermasyarakatnya.

Apapun sumbernya, apakah pengalamannya yang

indrawi ataukah pengalamannya yang kontemplatif-

imajinatif murni, teori itu adalah suatu himpunan konstruksi

yang dibangun oleh konsep-konsep yang berada di alam

ideimajinatifmanusia,Beradadialamimajinatif,teoriadalah

gambaran atau hasil penggambaran secara reflektif

fenomena yang dijumpai dalam alam pengalamanindrawi

manusia,dibangundenganbahan-bahanpembangunyang

sebagaimanakitaketahuidisebutkonsep.
Betullah apa yang dikatakan secara ringkas dalam

kepustakaanberbahasaInggris,sepertiyangtelahdikatakan di

awal bab ini, bahwa concepts is the building blocks of theories .

Didefinisikan dalam rumusan yang demikian,

berbicaratentang‘teori’,takpelaklagiorangniscayaakan

diperjumpakandenganduamacamrealitas.Yangpertama

adalahrealitasinabstractoyangberadadialamideayang

imajinatif,danyangkeduaadalahpadanannyayangberupa

realitas in concreto yang berada di alam pengalaman yang

indrawi.

Di dalam bahasa falsafati, sementara orang

mengatakan bahwa realitas pertama disebut ‘realitas

nomenon’ (atau ‘nomena’ apabila jamak), sedangkan yang


tersebutkeduadisebut‘realitasfenomenon’(atau‘fenomena’

apabilajamak).

Berhakikat sebagai realitas yang berada di alam

nomena yang imajinatif itu, teori hanya bisa dijembatani

dengan padanannya yang berada di alam realitas fenomena,

vise versa, bersaranakan simbol-simbol yang dalam ilmu

bahasa disebut ‘kata-kata’ atau rangkaiannya yang disebut

‘kalimat’. Ringkasnya kata, teori itu terdiri dari sehimpunan

konsep berikut rangkaian-rangkaiannya yang disebut

‘hukum’ (dalam artinya yang umum dan luas).


Adapun yang disebut hukum dalam artinya yang

umum dan luas ini tak lain daripada kalimat-kalimat

pernyataan tentang adanya keniscayaan dalam duarupa.

Yangpertamaialahkeniscayaanfaktualyangberasaldari

hasil amatan indrawi di alam fenomena (disebut nomos atau

keteraturan empirikal yang objektif); sedangkan yang kedua

ialahkeniscayaanmoralitasyangberasaldarisegugusajaran

yangdiyakinikebenarannyasebagaimanayangbermaqom

dialamnomena(disebutnorma,ataupulaaturanyang

secara subjektif membedakan mana yang baik, yang karena

ituwajibdijalani,danmanapulayangburuk,yangkarenaitu

wajibdijauhi).
Uraian Bahan Pembelajaran
Pendefenisian Teori
Karya-karyaDurkheimdanWebermerupakancontoh

klasik teori makro. Kedua pemikir besar tersebutmelihat

sosiologi sebagai kajian terhadap masyarakat sebagai suatu

keseluruhan, sehingga pengkajian mengenai hukum juga

ditempatkan kerangka pemahaman yang demikian itu

(Raharjo,2010;109).

Durkheimdianggapcukupmemilikjasabesardalam

perkembangan Sosiologi Hukum, dimana beberapa

kajiannyamemangdiperuntukanmembahasfungsihukum

danketeraturansosialsebagaisuatuunsurpentingdalam

realitassosial.

Sosiologi Hukum harus membedakan antara jenis-

jenishukum;klasifikasipertamayangperludiadakanialah

antara hukum yang berkesesuaian dengan kesetiakawanan

organisataukesetiakawanankarenaperbedaan.

Hukum yang berkesesuaian dengan kesetiakawanan

mekanisialahhukumpidana;yangberkesesuaiandengan

organis adalah hukum keluarga, kontrak, dan dagang,

hukum prosedur, hukum administrative dan konstitusional.

Semua hukum yang dapat dirumuskan sebagaiperaturan-

peraturan dengan sanksi-sanksi terorganisasiadalah


berlawanan dengan peraturan-peraturan dengan sanksi-

sanksi yang bertebaran (Johnson, 1994; 104).

Kajian Strukturalisme

Teori strukturalisme adalah teori yang berusaha untuk

memahami aspek-aspek kemasyarakatan yang bertitik tolak

dari pendekatan kepada struktur bahasa yang digunakan

oleh masyarakat tersebut, kemudian juga dasar masyrakat,

yang menganggap subjek atau actor bukan sebagai variabel

bebas, tetapi lebih merupakan variable yang tidakbebas,

yang selalu dipengaruhi dan dikungkung oleh struktur

masyarakat, struktur mana terdapat dalam pikiran alam

bawahsadarmasyarakat(Fuady,2013:24).

Paham strukturalisme dimulai dari sebuah proposisi

yang menyatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem

yangterstruktur,demikianjugadengankebudayaanyang

juga suatu system terstruktur. Dan akhirnya, masyarakat

punmerupakansuatusystemyangterstrukturjuga.Jadi,

menurut paham strukturalisme, manusia telah

terperangkap dalam sistem dan struktur bahasa, sehingga

mau tidak mau ketika mau mencoba memahami segala

sesuatu, maka manusia itu harus juga memahaminya

dalam konsteks struktur dan sistem bahasa yang tadi

(Fuady,2013:118).
Paham strukturalisme menekankan kepada arti

pentingnyasuatu“struktur”dalammasyarakat.Strukturitu

sendirimemilikisifat-sifatsebagaiberikut;

Struktur merupakan suatutotalitas

suatu struktur dapatbertransformasi

Saat bertransformasi, terjadilah auto regulasi

yakni pembentukan relasi-relasi baru dalam

internalstrukturtersebut(Fuady,2013:122).

Bahwa yang dimaksud dengan teori strukturalisme

dalam Sosiologi ialah pemahaman aspek-aspek

kemasyarakatan yang bertitik tolak dari pendekatan kepada

struktur bahasa yang digunakan oleh masyarakat tersebut,

kemudian juga ke struktur dasar masyarakat. (underlying

structure), yang menganggap subjek atau actor bukan


sebagaivariablebebas,tetapiinimerupakanvariabelyang tidak

bebas yang selalu dipengaruhi dan dikungkungoleh struktur

masyarakat, struktur mana terdapat dalam pikiran alam bawah

sadar masyarakat. Karena titik fokusnya ialah “struktur

bahasa”, maka paham ini juga disebut dengan istilah

“struturalis”. (Fuady,2013:119).

SalahsatudarisasarananalisaStrukturalismeialah

strukturdarinorma-normahukum.tidaksemuaorangtahu

bahwanorma-normahukumpalingsedikitmempunyaitiga buah

elemen yang sangatpenting.


Pertamaialahelemendeskripsimengenaisituasi.

Keduaialahelemendisposisiataurekomendasi

Ketigaialahelemensanksi(Podgorecki,1987:390).

Hukumkriminal(hukumpidana)banyakberhubungan

dengan elemen-elemen sanksi dan situasi, dan biasanya

mengabaikan elemen rekomendasi atau norma-norma yang

tersembunyi di belakang aturan-aturan hukum yang

diberikan. Sering terjadi bahwa norma-norma kelihatannya

menjaditidakefektifapabilaelemen-elemenyangdimiliki

dannorma-normatersebuttersebarkedalamfragmen-

fragmen yang berbeda-beda di dalam sistem hukum.

(Podgorecki,1987:390).

Sistem hukum sebagai suatu keseluruhan (dan semua

bagian-bagiannya) di dalam suatu sistim sosial akan

mendorongdanmemaksakanperilakuindividuyangsesuai

denganharapandankeinginandarisistemsosialtersebut,

sehingga karenanya sistem hukum kemudian dipergunakan

sebagai alat untuk menilai perilaku-perilaku setiap individu,

yaitu apakah dan sampai sejauh manakah perilaku-perilaku

merekaitusesauidengantuntutandariaturan-aturandan

norma-norma yang berlaku dari sistem sosial tersebut.

Sistem hukum memiliki beberapa peralatan (misalnya,

hierarki dan norma-norma, intepretasi terhadap norma-

normayangmanaintepretasiinikemudianmenjadikan
norma-norma tersebut sebagai suatu kesatuan yang

kemudiandisebutsebagaisistemhukum,dansebagainya) yang

dipergunakan untuk memelihara kekuatan dari sistem

hukumsebagaisuatukesatuan(Podgorecki,1987:391).

Hubunganteoristrukturalismedengahbidanghukum

yangbersifatfenomenal,adaempatmacamfenomena

hukum menurut strukturalis,yaitu;

Fenomena hukum kelembagaan. misalnya

kelembagaan kepolisian, kejaksaan, pengadilan,

advocate, rumah penjara, lembaga bantuan

hukum, komisi-komisi negara bidang hukum,

danlain-lain.

Fenomena hukum doctrinal. Ini merupakan

pendapat para ahli hukum (doktrin)sebagai

suatusumberhukumyangmemutusperkara.

Fenomena hukum normative. Dalam hal ini

berbentuk aturan dan norma hukum produk

lembagalegislativedanprodukpengadilan.

Fenomenahukumadministrative.Dalamhalini berupa

berbagai peraturan yang diterbitkan oleh badan-

badaneksekutiftingkatdibawahUndng- undang

yang berisikan tata cara mewujudkan

undang-undang ke dalam praktik hukum.

(Fuady.2013:140).
Analisisstrukturaliskedalamsosiologibidanghukum

antara lain menghasilkan tiga konsep tenatng evolusi

hukumdanperkembananhukum,yaitu;

Konsepyangmenyatakanbahwasuatuhukum berasal

dari alam bawah sadar manusia sebagai faktor

bawaan (innate subconscious), yang

dalamhalinitidakjauhberbedaantarahukum

dalammasyarakatyangtradisionaldanhukum

dalam masyarakat maju. Konsep inisejalan

dengan teori hukumalam.

Oposisi-oposisibineryangmendasar,yangdari

waktukewaktumenyaringbahayaatauresiko

dari produk-produk budaya hukum secara

evolutif,danprodukbudayayangtelahdisaring

tersebutmembentuksuatunorma,prinsip,dan

aturanhukumdalamsuatumasyarakat.

Terdapat benih-benih untuk terbentuknya

berbagaimacamoposisibiner,dimanaoposisi-

oposisi biner tersebut satu sama lainsaling

berkombinasi yang menghasilkan suatu produk

hukum yang merupakan bagian dari sistem

budaya dalam suatu masyarakat (Fuady,

2013:151).
Kaum strukturalisme beranggapan bahwa suatu

realitas sosial terdiri dari berbagai jaringan abstrak yang

berisikan hubungan tertentu. Jejaring itu muncul ke

permukaan dalam bentuk fenomena kultural. Karena itu,

analisis kaum strukturalisme ini sangat berguna untuk

mengetahui bagaimana suatu hubungan hukum antara

anggota masyarakat tersebut, dimana hubungan hukum

kemudian di atur oleh suatu norma hukum (Fuady, 2013:156).

Hal-hal yang tadinya dianggap sederhana dan tidak

penting,justrumemilikiperanyangsangatpentingdalam

menemukan dan memahami gejala sosial budaya, misalnya

adalahbagaimanakitamungkinbisamemahamisuatu

fenomena sosial dengan menggunakan analisis

sebagaimana para ahli Linguistik memahami bahasa

(Sulhanudin,2008).

N.Troubetzkoy(dalamAlanLane,1968)menyatakan

bahwapikirandasardariteoriStrukturaladalah:

Pertama, Linguistik struktural mengalami

lompatan dari studi fenomena kesadaran

linguistik pada infra-struktur nir-sadar.

Kedua, Strukturalisme tidak menganggap istilah-

istilahituindependen,tetapimenganalisis
hubungan antar istilah-istilah yang saling

terikat.

Ketiga, Strukturalisme mengenalkan sistem konsep.

Dan yang terakhir, linguistik struktural

ditujukanuntukmenemukanhukumumum

(general laws) baik secara induksi maupun

dengan caradeduksi.

Lahirnya teori strukturalisme dalam bidang

Antropologi/Sosiologitelahmelahirkanberbagaiperspektif

dalammemandangfenomenabudaya.Denganteoriini,

persoalan-persoalan tanda (simbol dalam bahasa) semakin

mudahdipahami.Halinidikarenakansetiappersoalanbisa

diidentifikasimelaluistrukturdaripersoalantersebut.Karena

dalam konsep ini segala sesuatu yang berbentukdiyakini

memiliki struktur. Susunan unsur-unsur dapat dianalisis

sehinggadapatdiketahuiasal-usulkonsepitudanjuga

gejalanya. Dengan demikian penjelasanya akan semakin

mudah (Sulhanudin,2008).

Strukturalisme begitu berpengaruh pada pemikiran di

kalangan ilmuwan ssosial di tahun 1960-an, terutama di

Perancis. Era strukturalisme ini muncul setelah era

eksistensialisme yang marak setelah Perang Dunia II.

Strukturalisme melakukan beberapa kritik terhadap

eksistensialisme dan juga pemikiran fenomenologi.


Strukturalisme dianggap menghancurkan posisi manusia

sebagai peran utama dalam memandang danmembentuk

dunia (Sulhanudin,2008).

Strukturalisme berkembang pesat di Perancis dengan

tokoh-tokoh utama selain Claude Levi-Strauss, yaitu Micheal

Foucault,J.Lacan,danR.Barthes.Aliraninimunculketika

filsafat eksistensialisme mulaipudar.

Masyarakat yang semakin kaya dan dikendalikan oleh

berbagai bentuk struktur ilmiah-tekno-ekonomis mapan dan

terkomputerisasi memudarkan aliran humanisme romantis

eksistensialisyangberkisarpadasubyekotonom,dayacipta

peorangan, penciptaan makna, dan pilihan proyek masa

depan serta dunia bersama sebagai tempat tinggal yang

manusiawi. Usaha eksistensialisme untuk mengubahdan

memperbaiki keadaan tersebut tidak berdaya dihadapan

kenyataan-kenyataan struktur yang makin kuat yang

mengutamakan kemantapan dan keseimbangan struktural

daripadadinamikakreatifdarisisubyek.

Dengan diilhamioleh Marx dan Freud, para strukturalis

menyangsikanistilah-istilahkayakuncieksistensialisseperti

,"manusia", "kesadaran intensional", "subyek","kebebasan",

"otonomi" dan menggantinya dengan istilah-istilah mereka,

yaitu: "ketidaksadaran", "struktur","diskursus","penanda" dan

"petanda" (Sulhanudin,2008).
Meskipun banyak pertentangan antara

eksistensialismedanstrukturalismetapiadajugayangsaling

melengkapi. Dalampandangan strukturalis manusia terjebak

dalam suatu struktur budaya yang dijalinnya sendiri. Ketika

manusia lahir ia sudah ada dalam suatu struktur, ia memiliki

peran, meskipun kemudian ia mampu memilih atau

membuatsendirisebuahstruktur,tapiiakembaliakan

terjebak di dalamnya. Pandangan ini mirip dengan

faktisitasnya Heidegger dimana manusia terlempar ke dunia

tanpa bisa dirundingkan lebih dulu. Perbedaannya faktisitas

mengandaikan adanya kebebasan yang menegaskan

eksistensialitasmanusia.Sedangkanketerjebakkanmanusia

dalam jaring-jaring struktur mengandaikan hilangnya unsur

subyek dan obyek, semua hanyalah bagian dari tenunan

struktur (Sulhanudin,2008).

Kata “struktur” yang menjadi dasar dari pemikiran

strukturalismedapatkitalacakdenganmemahamiSemiotika

(Semiotics) atau Semiologi (Semiology) yang dikembangkan

secara brilian oleh Saussure untuk mengkaji tanda bahasa.

Saussure memproklamirkan bahwa tanda bahasa dibangun

melalui struktur relasi antar tanda bahasa yang menunjukan

adanyaperbedaaan(Payne,1996:513)(Sulhanudin,2008).
Kajian Fungsional Struktural

Konsep pemikiran paham fungsionalisme mengambil

tempat berpijak dari filsafat yang diajarkan oleh Thomas

Hobbes tentang homo homini lupus, yang menyatakan

bahwa pada prinsipnya, manusia saling berkelahi satu sama

lain. Manusia yang satu akan menjadi serigala bagi yanglain

(Fuady,2013:191).

Teorifungsionalismestrukturaladalahsuatubangunan teori

yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad

sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan

fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan

Herbet Spencer. Pemikiran structural


fungsionalsangatdipengaruhiolehpemikiranbiologisyaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu

terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan,

ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi

agarorganismetersebuttetapdapatbertahanhidup.

Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan

structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai

keteraturansosial.Teoristrukturalfungsionaliniawalnya

berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimanapemikiran


DurkheiminidipengaruhiolehAugusteComtedanHerbert

Spencer.

Comte dengan pemikirannya mengenai analogi

organismic kemudian dikembangkan lagi olehHerbert

Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan

antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya

berkembangmenjadiapayangdisebutdenganrequisite

functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis


substantifSpencerdanpenggerakanalisisfungsional.

Dipengaruhiolehkeduaorangini,studiDurkheim

tertanamkuatterminologiorganismiktersebut.Durkheim

mengungkapkanbahwamasyarakatadalahsebuahkesatuan

dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang

dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai

fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi

seimbang.Bagiantersebutsalinginterdependensisatusama

laindanfungsional,sehinggajikaadayangtidakberfungsi

maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah

yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons

danMertonmengenaistrukturalfungsional.Selainitu,

antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown

juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional

modern.
Teori Fungsionalisme mengajarkan bahwa secara

teknismasyarakatdapatdipahamidenanmelihatsifatnya

sebagai suatu analisis system sosial, dan subsistem sosial,

dengan pandangan bahwa masyarakat pada hakekatnya

tersusunkepadabagian-bagiansecarastruktural,dimana

dalam masyarakat ini terdapat berbagai sistem-sistem dan

faktor-faktor yang satu sama lain mempunyai peran dan

fungsinya masing-masing, saling berfungsi, dan mendukung

dengan tujuan agar masyarakat dapat terus bereksistensi,

dimanatidakadasatubagianpundalammasyarakatyang dapat

dimengerti tanpa mengikutsertakan bagian yang lain,

danjikasalahsatubagianmasyarakatyangberubahakan

terjadigesekan-gesekankebagianlaindarimasyarakatini.

Jadi,pahamfungsionalismeinilebihmenitiberatkan

perhatiannya kepada faktor dan peranan masyarakat secara

makro dengan mengabaikan faktor dan peranan dari

masing-masing individu yang terdapat di dalam masyarakat ini

(Fuady,2013:25).

Fungsionalisme ialah suatu teori sosial murni yang

besar (grand theory) dalam Ilmu Sosiologi, yang

mengajarkan bahwa secara teknis masyarakat dapat

dipahami dengan melihat sifatnya sebagai suatu analisis

sistem sosial, dan subsitem sosial, dengan pandangan

bahwa masyarakat pada hakikatnya tersusun kepada


bagian-bagian secara struktural, dimana di dalam

masyarakat ini terdapat berbagai sistem-sistim dan faktor-

faktor,yangsatusamalainmempunyaiperandanfungsinya

masing-masing, saling berfungsi dan saling mendukung

dengan tujuan agar masyarakat ini terus bereksistensi,

dimanatidakadasatubagianpundalammasyarakatyang

dapat dimengerti tanpa mengikutsertakan bagian yang lain,

danjikasalahsatubagiandarimasyarakatyangberubah,

akanterjadigesekan-gesekandangoyangan-goyanganke

bagianyanglaindarimasyarakatini(Fuady,2013:181).

Menurut pandangan perspektif teoritis ini, perilaku

atau struktur sosial atau sesungguhnya hukum,dalam

mempelajari haruslah dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi

manifestasiyangmanadimaksudkandenganfungsi-fungsi

manifestasi ini adalah konsekuensi-konsekuensi yan

diharapkan dari tindakan-tindakan sosial; dan dalam

kaitannya dengan fungsi-fungsi latent baik yang tidak

diharapkan maupun yang tidak diketahui (Podgorecki,

1987:384).

Model-model fungsionalisme yang menggambarkan

suatu masyarakat permulaanya sangat bernilai karena

model-modeldapatmemperlihatkanbahwahukumadalah

merupakan suatu fenomena sosial yang dependen atau

tergantung kepada faktor-faktor laindalam masyarakat


(karena sistem hukum dibentuk oleh kekuatan-kekuatan

yang berada di luar sistem tersebut (Podgorecki, 1987:385).

Dalam kajian Sosiologi terdapat beberapa teori

tentang perubahan masyarakat, teori-teori tersebut sebagai

berikut;

Teori perkembangan tiga tahap dari Agute


Comte, yaitu dari tahap teologis, ke tahap
metafisis,danterusketahappositif.
Teori ekuilibrium dari Talcott Parsons, yang
menyatakan adanya perubahan dalam
masyarakatsecarasedikitdemisedikit(evolusi).
TeorikemajuandanpembagiankerjadariEmile
Durkheim, yang menyatakan bahwa karena
faktor kemajuan dan pembagian kerja, maka
masyarakat berkembang dan berubah darisistim
masyarakatyangmekaniskkesistemmasyarakat
yangorganik.
Teori evolusi Darwinisme dari Herbert Spencer, yang
menyatakan bahwa seperti perkembangan
mahluk hidup, suatu masyarakat juga
Berkembang dari yang sederhana menuju ke
systemmasyarakatyankompleks.
TeoriperjuangankelasdariKarlmarx,dimana
masyarakatberkembangdarisystemmasyarakat
yang borjuis, aristokrat, dan kapitalisyang
berkelas-kelas, kepada sistem masyarakat tanpa
kelas (Fuady, 2013:195).

Teori Perkembangan Tiga Tahap Dari Agute Comte

Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling

terkenal.Kamupositivispercayabahwamasyarakatmerupakan

bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris

dapatdipergunakanuntukmenemukanhukum-hukumsosial

kemasyarakatan.Aliraninitentunyamendapatpengaruhdari

kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan

kemajuan dari revolusiPerancis.

Pendiri filsafat positivis yangsesungguhnya adalah Henry

de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi

Comte.MenurutSimonuntukmemahamisejarahorangharus

mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang

menguasaiprosesperubahan.Mengikutipandangan3tahap

dariTurgot,Simonjugamerumuskan3tahapperkembangan

masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap

metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang

mendasari masyarakat industri (Kajian Tokoh

Sosiologi\AugusteComte).

Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam

bukunyatheCourseofPositiviePhilosoph,yangmerupakan
sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan

merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang

semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan.

Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan

dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis

antara gejala-gejala (diinspirasi dari de Bonald), sedangkan

dinamikaadalahurutangejala-gejala(diinspirasidarifilsafat

sejarah Condorcet). Bagi Comte untuk menciptakan

masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang

kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini

mempunyai4ciri,yaitu:

Metodeinidiarahkanpadafakta-fakta

Metode inidiarahkan pada perbaikan terus

meneursdarisyarat-syarathidup

Metodeiniberusahakearahkepastian

Metodeiniberusahakearahkecermatan.

Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu

yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode

historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu

alam,tetapimetodehistoriskhususberlakubagimasyarakat

yaituuntukmengungkapkanhukum-hukumyangmenguasai

perkambangangagasan-gagasan

Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam

Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi


pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat

dilakukan berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus

percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan

manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar untuk

mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik

untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan

hukum-hukum itu.

Comte juga melihat bahwa masyarakat sebagai

suatu

keseluruhanorganiskyangkenyataannyalebihdarisekedar

jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Danuntuk

mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode

penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa

masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya

gejalafisik.

Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian

empirisyangbiasajugadigunakanolehbidang-bidangfisika

danBiologi,yaitupengamatan,dimanadalammetodeini

[eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya

dantentunyatidaksemuafaktadicatat,hanyayangdianggap

pentingsaja.MetodekeduayaituEksperimen,metodeinibisa

dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode ini

memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu


Perbandingan,tentunyametodeinimemperbandingkansatu

keadaandengankeadaanyanglainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte

berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang

bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu,

pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling


lama dalam sejarah manusia, dan dalam

periodeinidibagilagikedalam3subperiode,

yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang

dominandalammasyarakatprimitif,meliputi

kepercayaan bahwa semua benda memiliki

kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri.

Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa


ada kekuatan-kekuatan yang mengatur

kehidupannya atau gejala alam.

Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai


digantikan dengan yang tunggal, dan

puncaknya ditunjukkan adanyaKhatolisisme.

Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi


antaratahapteologisketahappositif.Tahap

ini ditandai oleh satu kepercayaan akan

hukum-hukum alam yang asasi yang dapat

ditemukandalamakalbudi.

Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan


data empiris sebagai sumber pengetahuan

terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu


sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini

menunjukkan bahwa semangat positivisme

yang selalu terbuka secara terus menerus

terhadapdatabaruyangterusmengalami

pembaharuan dan menunjukkan dinamika

yang tinggi. Analisa rasional mengenaidata

empiris akhirnya akan memungkinkan

manusia untuk memperoleh hukum-hukum

yang bersifatuniformitas.

Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya


akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada
keteraturansosial,dimanadalamkonsensusituterjadisuatu
kesepakatanpandangandankepercayaanbersama,dengan
katalainsutaumasyarakatdikatakantelahmelampauisuatu
tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah
melakukanhalyangsamasesuaidengankesepakatanyang
ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang
menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk
melakukan
konsensusdemitercapainyasuatuketeraturansosial.
Padatahapteologis,keluargamerupakansatuansosial
yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa
(yangmemunculkanrasanasionalisme/kebangsaan)menjadi
suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positifmuncul
keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat
industri dimana yang dipentingkan disini adalahsisi
kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan
adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu
keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini).

Pemetaan tokoh dan teori dalam kajian strukturalisme

Ciri-ciristrukturalisme adalah pemusatan pada

deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan,

penyingkapantabiat,sifat-sifatyangterkaitdengansuatu hal

melaluipendidikan.Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa hal

hirarki, komponen danunsur,erdapat metode, model

teoritisyangjelas,distingsiyangjelas.

Para ahli strukturalisme menentang eksistensialime serta

fenomenologi yang masih di anggap terlalu

individualistisdankurangilmiah.Salahsatuyangterkenal

adalahpandanganMauriceMerleau-Pontyyangmenentang

fenomenologi dan eksistensialisme tubuh manusia. Merleau-

Ponty menekankan bahwa hal yang fundamental dalam

identitasmanusiaadalahbahwakitaadalahobjek-objekfisik yang

masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-

bedadanunikdalamruangdanwaktu.
Ferdinand De Saussure dalam linguistik.Sebagai

penemu stuktur bahasa, Saussure berargumen dengan

melawanparasejarawanyangmenangdalampendekatan

filologi.Diamengajukanpendekatanilmiah,yangdidekati

dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya dalam

pembuatannya yang bertujuan menolong

komnunikasidalam masyarakat. Dipengaruhi oleh Emile

Durkheim dalam sebuah social fact, yang berdasar pada

objektivitas di mana

psikologidantatanansosialdipertimbangkan.

Saussure memandang bahasa sebagai gudang

(lumbung) dari tanda tanda diskusif yang dibagikan oleh

sebuah komunitas. Bahasa bagi Saussure adalah modal

interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu ilmu yang

disebut semiologi.

Levi-Strauss dalammasyarakat Metode Strauss adalah

anthropologidanlinguistiksecaraserempak.Unsur-unsur

yang digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan

masyarakatnya sendiri. Dalam proses analisisnya, manusia

kemudian dipandang sebagai suatu porsi dari struktur, yang

tidak dikonstitusikan oleh analisis itu, melainkan dilarutkan

dengan analisis. Perubahan penekanan dari manusia ke

strukturmerupakanciriumumpemikiranstrukturalis.
Lev Vygotsky,Jacques

LacandanJeanPiaget dalam

psikologi.Jacques Lacan (Freudian)dalam


psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure dan Levi-

Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud

denganbahasadanargumenyang,sebagaisebuahtatanan kode,

bahasa dapat mengungkapkan ketidaksadaran orang

itu.Halinimasalah,bahwabahasaselalubergerakdan

dinamis,termasukmetafora,metonomi,kondensasiserta

pergeserannya. Jean Piaget sendiri menggambarkan

strukturalismenya sebagai sebuah struktur yangterpadu,

yaitu yang unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar

struktur itu sendiri. Sistem itu ditangkap melaluikognisi

anggotamasyarakatsebagaikesadarankolektif.

Roland Berthes menerapkan analis strukturalis


pada kritik sastra dengan menganggap berbagai macam
ekspresi atau analisis bahasa sebagai bahasa yang berbeda-
beda. Tugas kritik sastra adalah terjemahan, yaitu
mengekspresikan sistem formal yang telahdibentangkan
penulisnya dengan suatu bahasa. Hal ini terkait dengan
kondisizamannya.
Michel Foucault dalam filsafat,strukturalisme modern
ataupoststrukturalismedalambidangfilsafatadalahdengan
mendekati subjektivitas dari generasi dalam berbagai
wacana epistemik dari tiruan maupun pengungkapannya.
Sebagaimana peran isntitusional dari pengetahuan dan
kekausaan dalam produksi dan
pelestarian disiplin tertentu dalam lingkungan dan ranah
sosialjugaberlakupendekatanitu.Dalamdisiplinini,Focault
menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktek dari
kegilaan,kriminalitas,hukuman,seksualitas, kumpulan
catatan itu dapat menormalisasi setiap individu dalam
pengertianmereka.
Pierre Bourdieu Bourdieu pada awalnya menghasilkan

karya-karya yang memaparkan sejumlah pengaruh teoritis,

termasuk fungsionalisme, strukturalisme dan

eksistensialisme, terutama pengaruh Jean Paul Sartre dan

Louis Althusser.

Terdapat3konseppentingdalampemikiranBourdieu

yaitu Habitus, Field dan Modal. Berikut ini akan dibahas

ketiga konsep tersebut dan akan dijelaskan interaksi ketiga

konsep ini dalam masyarakat. Habitus adalah “struktur

mental atau kognitif” yang digunakan aktor untuk


menghadapi kehidupan sosial. Setiap aktor dibekali

serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang

mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari,

danmenilaiduniasosial.Melaluipola-polaitulahaktor

memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara

dialektishabitusadalah”produkinternalisasistruktur”dunia

sosial.Ataudengankatalainhabitusdilihatsebagai”struktur

sosialyangdiinternalisasikanyangdiwujudkan”.
Habitus mencerminkan pembagian obyektifdalam
struktur kelas seperti umur, jenis kelamin, kelompok dan

kelas sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya

posisidalamkehidupansosialdiduduki.Habitusberbeda- beda

pada setiap orang tergantung pada wujud posisi

seseorang dalam kehidupan sosial; tidak setiap orang sama

kebiasaannya; orang yang menduduki posisi yang sama

dalamkehidupansosial,cenderungmempunyaikebiasaan

yangsama.

Habitus lebih didasarkan pada keputusan impulsif,

dimana seorang individu bereaksi secara efisien dalam

semua aspek kehidupan. Habitus menghasilkan dan

dihasilkanolehkehidupansosial.Disatupihakhabitusadalah

struktur yang menstruktur artinya habitus adalah sebuah

struktur yang menstruktur kehidupan sosial. Dilain pihak

habitusadalahstrukturyangterstruktur,yaituhabitusadalah

strukturyangdistrukturolehduniasosial.

Habitus menjadi konsep penting baginya dalam

mendamaikanidetentangstrukturdenganidetentang

praktek. Ia berusaha mengkonsepkan kebiasaan dalam

berbagai cara,yaitu:

Sebagai kecenderungan-kecenderungan empiris untuk

bertindak dalam cara-cara yang khusus

(gayahidup).
Sebagai motivasi, preferensi, cita rasa atau

perasaan(emosi).

Sebagaiperilakuyangmendarahdaging.

Sebagai suatu pandangan tentang dunia

(kosmologi).

Sebagai keterampilan dan kemampuan sosial

praktis.

Sebagai aspirasi dan harapan berkaitan dengan

perubahanhidupdanjenjangkarier.

Field bagi Bourdieu lebih bersifat relasional ketimbang


struktural. Field adalah jaringan hubungan antar posisi

obyektif di dalamnya. Keberadaan hubungan ini terlepas

dari kesadaran dan kemauan individu. Field bukanlah

interaksi atau ikatan lingkungan bukanlah intersubyektif

antara individu. Penghubung posisi mungkin agen individual

atau lembaga, dan penghubi posisi ini dikendalikan oleh

struktur lingkungan.

Bourdieu melihat field sebagai sebuah arena

pertarungan. Struktur Field lah yang menyiapkan dan

membimbing strategi yang digunakan penghuni posisi

tertentu yang mencoba melindungi atau meningkatkan

posisi mereka untuk memaksakan prinsip penjenjangan

sosial yang paling menguntungkan bagi produk mereka

sendiri. Field adalah sejenis pasar kompetisi dimana


berbagai jenis modal (ekonomi, kultur, sosial, simbolik)

digunakandandisebarkan.Lingkunganadalahlingkungan

politik(kekuasaan)yangsangatpenting;hirarkihubungan

kekuasaandidalamlingkunganpolitikmembantumenata

semua lingkungan yanglain.

Ada 4 modal yang berperan dalam masyarakatyang

menentukan kekuasaan sosial dan ketidaksetaraan sosial,

pertama modal ekonomis yang menunjukkan sumber

ekonomi. Kedua, modal sosial yang berupa hubungan-

hubungan sosial yang memungkinkan seseorang

bermobilisasi demi kepentingan sendiri. Ketiga, modal

simbolik yang berasal dari kehormatan dan prestise

seseorang. Dan keempat adalah modal budaya yang

memiliki beberapa dimensi,yaitu:

Pengetahuanobyektiftentangsenidanbudaya.

Citarasabudaya(culturaltaste)danpreferensi.

Kualifikasi-kualifikasi formal (seperti gelas-gelar

universitas).

Kemampuan-kemampuan budayawi dan

pengetahuanpraktis.

Kemampuan untuk dibedakan dan untuk

membuat oerbedaan antara yang baik dan

buruk.
Modal kultural ini terbentuk selama bertahun-tahun

hinggaterbatinkandalamdiriseseorang.Setelahdibahas

tentang ketiga konsep diatas maka akan dijelaskan

hubungan ketiga konseptersebut.

Habitusdanranahmerupakanperangkatkonseptual

utamayangkrusialbagikaryaBourdieuyangditopangoleh

sejumlahidelainsepertikekuasaansimbolik,strategidan

perbuatanbesertaberaganjenismodal.

Habitus mendasari Field yang merupakan jaringan

relasiantarposisi-posisiobyektifdalamsuatutatanansosial

yang hadir terpisah dari kesadaran individu. Field semacam

hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur

posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan

masyarakatyangterbentuksecaraspontan.

Habitus memungkinkan manusia hidup dalam

keseharian mereka secara spontan dan melakukan

hubungandenganpihak-pihakdiluardirinya.Dalamproses

interaksidenganpihakluartersebutterbentuklahField.

Dalam suatu Field ada pertarungankekuatan-kekuatan

antara individu yang memiliki banyak modal dengan

individu yang tidak memiliki modal. Diatas sudah di

singgung bahwa modal merupakan sebuah konsentrasi

kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam

field dimana di dalam setiap field menuntut untuksetiap


individuuntukmemilikimodalgaradapathidupsecarabaik dan

bertahan didalamnya.

Pemetaan tokoh dan teori dalam kajian fungsional


struktural
TeoriFungsionalismeStrukturalmenekankankepada

keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-

perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah

fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan

keseimbangan. Menurut teori ini masyarakat merupakan

suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau

elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam

keseimbangan.Perubahanyangterjadipadasuatubagian

akanmembawaperubahanpulaterhadapbagianyanglain.

Asumsidasarnyaadalahbahwasetiapstrukturdalamsistem

sosial,adalahfungsionalterhadapyanglain.Sebaliknyakalu

tidakfungsionalmakastrukturitutidakakanadaatauakan

hilang dengansendirinya.

Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa

semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi sutu

masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan- lahan

dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik, penganut teori

Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya kepada

masalah bagaimana cara menyelesaikannya


sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan Robert K.

Merton sebagai penganut teori ini berpendapatbahwa

objek analisa sosiologi adalah fakta sosial seperti; peranan

sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi

kelompok, pengendaliansosial.

Teorifungsionalismestrukturaladalahsuatubangunan

teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di

abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali

mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile

Durkheim dan HerbetSpencer.

Asumsi-asumsi dasarnya adalah bahwa seluruh

struktur sosial atau setidaknya diprioritaskan, menyumbang

terhadap suatu integrasi dan adaptasi sistem yang berlaku,

artinya pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi

oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat

sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ

yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut

merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut

tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan

pendekatan lainnya pendekatan struktural fungsional ini

juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.

Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional & Kritiknya

(Kingsley Davis dan Wilbert Moore). Menurut mereka, dalam

masyarakatpastiadastratifikasiataukelas,stratifikasisosial
merupakanfenomenayangpentingdanbersifatuniversal.

Stratifikasi adalah keharusan fungsional, semua masyarakat

memerlukan sistem seperti dan keperluan ini sehingga

memerlukan stratifikasi. Mereka memandang sistem

stratifikasisebagaisebuahstruktur,dantidakmengacupada

stratifikasiindividupadasystemstratifikasi,melainkanpada

sistem posisi(kedudukan).

Pusat perhatiannya ialah bagaimana agar posisi

tertentumemilikitingkatprestiseberbedadanbagaimana agar

individu mau mengisi posisi tersebut. Masalah

fungsionalnya ialah bagaimana cara masyarakat memotivasi

danmenempatkansetiapindividupadaposisiyangtepat. Secara

stratifikasi masalahnya ialah bagaimanameyakinkan individu

yang tepat pada posisi tertentu danmembuat

individutersebutmemilikikualifikasiuntukmemegangposisi

tersebut.

Penempatan sosial dalam masyarakat menjadi

masalah karena tiga alasan mendasar,

Posisi tertentu lebih menyenangkan daripadaposisi

yanglain.

Posisi tertentu lebih penting untuk menjaga

keberlangsungan masyarakat daripada posisi yang

lain.
Setiap posisi memiliki kualifikasi dan bakatyang

berbeda.

Posisi yang tinggi tingkatannya dalam stratifikasi

cenderung untuk tidak diminati tetapi penting untuk

menjaga keberlangsungan masyarakat, jugamemerlukan

bakat dan kemampan terbaik. Pada keadaan ini masyarakat

dianjurkanagarmemberirewardkepadaindividuyang

menempati posisi tersebut agar dia menjalankan fungsinya

secaraoptimal.Jikainitidakdilakukanmakamasyarakat

akan kekurangan individu untuk mengisi posisi tesebut yang

berakibatpadatercerai-berainyamasyarakat.

Fungsionalisme Struktural Taclott Parsons, mengenal

empat fungsi penting untuk semua system dan terkenal

dengan istilah AGIL. Fungsi-fungsi penting tersebut ialah

Adaptation, Goal Atteinment, Integration, dan Latency.

Adaptation ( adaptasi), Sistem tersebut harus


menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan

setelah itu membuat lingkungan sesuai dengan

kebutuhan.

Goal Atteinment (Pencapaian tujuan), Sistem


tersebut harus mendefenisikan dan mencapai

tujuannya.

Integration (integrasi), Sistem tersebut harus


mampumensinergiskanantarkomponendalam
sistem tersebut dan juga ketiga fungsi yang lain

(Adaptation, Goal Atteinment, Latency)

Latency(pemeliharaanpola),Sistemtersebutjuga
harusmelengkapi,memeliharadanmemperbaiki,

baikmotivasiindividualmaupunpola-polakultural

yangmenciptakandanmenopangmotivasi.

ParsonmendesainskemaAGILdiatasuntukdigunakan

disemua tingkat dalam sistem teoritisnya, yaitu: Organisme

perilakuialahsistemtindakanyangmelaksanakanfungsi

adaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian

melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan

menetapkan tujuan system dan mengoptimalkan sumber

daya yang ada untuk mencapai tujuan. Sistem Sosial

menjalankan fungsi integrasi dengan mengendalikan setiap

komponennya. Dan Sistem Kultural melaksanakan fungsi

pemeliharaanpola.

FungsionalismeStrukturalRobertK.MertonSebagai

seorangyangmungkindianggaplebihdariahliteorilainnya telah

mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang

teori-teori fungsionalisme, (ia) adalah seorang

pendukungyangmengajukantuntutanlebihterbatasbagi

perspektifini.Mengakuibahwapendekatanini(fungsional-
struktural) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan

Sosiologis.

Mertontelahmengutiptigapostulatyangiakutipdari

analisa fungsional dan disempurnakannya, diantaranyaialah

Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional

masyarakat yang dapat dibatasi sebagai

suatukeadaandimanaseluruhbagiandari

system sosial bekerjasama dalam suatu

tingkatan keselarasan atau konsistensi

internal yang memadai, tanpa menghasilkan

konflik berkepanjangan yang tidak dapat

diatasiataudiatur.AtaspostulatiniMerton

memberikan koreksi bahwa kesatuan

fungsional yang sempurna dari satu

masyarakat adalah bertentangan dengan

fakta. Hal ini disebabkan karena dalam

kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang

fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat

pula bersifat disfungsional bagi kelompok

yanglain.

Postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang

menganggap bahwa seluruh bentuksosial

dankebudayaanyangsudahbakumemiliki
fungsi-fungsipositif.Terhadappostulatini

dikatakan bahwa sebetulnya disamping

fungsipositifdarisistemsosialterdapatjuga

dwifungsi. Beberapa perilaku sosialdapat

dikategorikan kedalam bentuk atau sifat

disfungsi ini. Dengan demikian dalam

analisis keduanya harusdipertimbangkan.

Postulat ketiga, yaituindispensabilityyang

menyatakan bahwa dalam setiap tipe

peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek

materiil dan kepercayaan memenuhi

beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah

tugas yang harus dijalankan dan merupakan

bagian penting yang tidak dapat dipisahkan

dalam kegiatan sistem sebagaikeseluruhan.

Menurut Merton, postulat yang kertiga ini

masih kabur (dalam artian tak memiliki

kejelasan), belum jelas apakah suatu fungsi

merupakankeharusan.

EmileDurkheim,Masyarakatmoderndilihatoleh

Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki

realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki

seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang

harus dipenuhi oleh bagian-bagian yangmenjadi


anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng.

Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi makaakan

berkembangsuatukeadaanyangbersifatpatologis.

Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi

ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.

Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi

yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian

yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai

keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat

menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga

danmenyebabkanperubahandalamstrukturkeagamaan.

Pukulanyangdemikianterhadapsistemdilihatsebagai

suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi

dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat

dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut

keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu

sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk

padaketidakseimbanganatauperubahansosial.

Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown,

MalinowskidanBrowndipengaruhiolehahli-ahlisosiologi

yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan

keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang

hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model

organis.Didalambatasannyatentangbeberapakonsep
dasarfungsionalismedalamilmu-ilmusosial,pemahaman

Radcliffe-Brown(1976:503-511),mengenaifungsionalisme

struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional

kontemporer: Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu

berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara

penguburan,adalahmerupakanbagianyangdimainkannya

dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu

merupakan sumbangan yang diberikannya bagi

pemeliharaan kelangsungan struktural (Radcliffe-Brown

(1976:505).

Coser dan Rosenberg (1976: 490), melihatbahwa

kaumfungsionalismestrukturalberbedasatusamalaindi dalam

mendefinisikan konsep-konsep Sosiologi mereka. Sekalipun

demikian adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan

dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan

sosiologis standar. Struktur menunjuk pada seperangkatunit-

unitsosialyangrelatifstabildanberpola, atau suatu sistem

dengan pola-pola yang relatif abadi.Lembaga-lembaga

sosial seperti keluarga, agama, atau pemerintahan, termasuk

struktur kelembagaan partai

politikadalahcontohdaristrukturatausistemsosialyang

masing-masing merupakan bagian yang saling

bergantungan satu sama lain (norma-norma mengatur

statusdanperanan)menurutbeberapapolatertentu.
Coser dan Rosenberg (1976: 490) membatasi fungsi

sebagaikonsekuensi-konsekuensidarisetiapkegiatansosial

yang tertuju pada adaptasi penyesuaian suatu struktur

tertentu dari bagian-bagian komponennya. Dengan

demikian fungsi menunjuk kepada proses dinamis yang

terjadi di dalam struktur itu. Hal ini melahirkan masalah

tentangbagaimanaberbagainormasosialyangmengatur

status-status,inimemungkinkanstatus-statustersebutsaling

berhubungan satu sama lain dan berhubungandengan

sistem yang lebihluas.


Penutup
Mahzab strukturalisme yang berkembang, bermula

darikonsepLinguistikStrukturalyangdikembangkanoleh

Saussure. Menurutnya, bahasa sebagai sebuah sistem tanda

harusdilihatkedalamtahapantunggalsementara(single

temporalplane).Saussuremembedakantigajenisbahasa

dalam konsepnya, yaitu Signifier, Signified, Arbitrer, dan

Differences.
Signifier danSignified berbeda satu sama lain.

Signifier adalah petanda, bisa dipahami karena adanya signified.

Sedangkan signified adalah penanda, apapun yang ditangkap

oleh pancaindera.

Kemudian strukturalisme yang dikembangkan oleh

ClaudeLeviStraussadalahbeberapakonsepcaraberpikir akal

manusia yang dianggapnya elementer dan yang karena

itubersifatuniversal(Koentjaraningrat,1987:233).Dalam

melihat struktur bahasa, Strauss tetap menggunakan

metode linguistik Saussure untuk menginvestigasikan

kebudayaan.Kebudayaanbisadireduksikedalambentuk oposisi

biner (0-1). Maksudnya adalah adanya elaborasi dari

differences,hubunganhirarkisdenganprinsipumum0-1,

pemahamanbahwa0-1selalubersifatberlawanandan

beroposisi,sertarelasiantara0dan1bersifatnatural,stabil,

danobjektif.
Strukturalisme disini bersifat anti-humanis, untuk

memahami struktur, manusia sebagai subjek harus

dipisahkan secara radikal dari kebudayaan. Tugas

antropologi struktural disini adalah untuk melakukan

investigasi terhadap deep structure. Misalnya dalam

menganalogikan orkes simfoni. Seorang struktural-

fungsionalis akan datang ke konser musik dan tertarik pada

peranan-peranan dan status-status yang membentuk

organisasi sosial orkes simfoni. Kemudian dia akan meminta

partitur dan menginvestigasi deep structure lewat susunan

nada, aransemen sebagai fakta “matematis”, oposisi biner

yang objektif.

Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran

filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua

masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur

yang sama dan tetap.

Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada

deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan,

penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikatoleh

waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-

unsursistemtersebutmelaluipendidikan.Strukturalisme

menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu

obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur

pada setiaptingkat).
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai

metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner

tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-

ilmukemanusiaandenganilmu-ilmualam.Akantetapi

introduksi metode struktural dalam bermacam bidang

pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk

mengangkatstrukturalismepadastatussistemfilosofis.

Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari

pemikiranEmileDurkheim,dimanapemikiranDurkheimini

dipengaruhiolehAugusteComtedanHerbertSpencer.

Comtedenganpemikirannyamengenaianalogiorganismik

kemudiandikembangkanlagiolehHerbertSpencerdengan

membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat

dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi

apayangdisebutdenganrequisitefunctionalism,dimanaini

menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan

penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang

ini, studi Durkheim tertanam kuat terminologi organismik

tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat

adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya

terdapatbagianbagianyangdibedakan.

Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi

masing masing yang membuat sistem menjadi seimbang.

Bagiantersebutsalinginterdependensisatusamalaindan
fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka

akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang

menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan

Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu,

antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown

juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional

modern.Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini

jugadipengaruhiolehpemikiranMaxWeber.Secaraumum,

duaaspekdaristudiWeberyangmempunyaipengaruhkuat

adalah:Visisubstantifmengenaitindakansosial,Strateginya

dalam menganalisastruktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini

berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam

menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam

menginterpretasikan keadaan
BAHAN PEMBELAJARAN VI
Hukum dan Solidaritas Sosial
Pendahuluan
Teori-teori mengenai masyarakat, berkembang sesuai

dengan perkembangan masyarakatnya. Dari masa ke masa,

teori-teori tersebut mengalami perkembangan dan

perubahan bahkan ada yang turut tenggelambersama

dengan bertumbuhnya teori baru (kadang kala para

akademisi sering menyebutkan teori lama sudah datang

ajalnya). Dalam konteks tersebut, kita tidak boleh

menyanggah bahwa perubahanperubahan teorimengenai

masyarakat itu terjadi di dalam suatu masyarakat yang

dinamis dengan daya pergerakan yang tinggi. Beragam teori

mengenai masyarakat itu memperlihatkan bahwa

kemampuan masyarakat untuk berubah itulah yang menjadi

faktor penting dalam memahami masyarakat. Artinya,

masyarakat tidak dapat dimengerti dari suatu variabel,

pernyataan,danasumsidarisebuahteorisaja,melainkan

mestidilihatsecarariildankontekstual.

DalampemikiranDurkheimmengenaisolidaritassosial

dalamkaryanyaTheDivisionOfLabouryaitusecaramekanis

dan organis. Kedua terminologi tersebut perlu dipahami

dalam kerangka teori-teori Durkheim mengenai masyarakat.

BagiDurkheim,solidaritasbanyakdipengaruhiolehfakta
sosialitumemperlihatkanadanyaberbagaicaradanusaha

manusia untuk membangun suatu komunitas, atau apa yang

disebutnyamasyarakat.

LewisCoser(1971)menjelaskanbahwayangdimaksud

Durkheim mengenai fakta sosial adalah suatu ciri atau sifat

sosial yang kuat yang tidak harus dijelaskan pada level

biologidanpsikologi,tetapisebagaisesuatuyangberada secara

khusus di dalamdiri manusia.

Ritzer (2004) juga menjelaskan bahwa fakta sosial,

dalam teori Durkheim itu bersifat memaksa karena

mengandung struktur-struktur yang berskala luas misalnya

undang-undang yang melembaga. Sesuai dengan

pernyataanbeliaubahwa:Suatufaktasosialharusdikenal oleh

kekuatan memaksanya yang bersifat eksternalyang

memaksa atau mampu memaksa individu, dan hadirnya

kekuataninidapatdikenalkalautidakdiikuti,baikdengan adanya

suatu sanksi tertentu maupun sesuatu perlawanan

yangdiberikankepadasetiapusahaindividuyangcondong

untukmelanggarnya.

Namun orang dapat juga mengenalnya dengan

tersebarnya fakta sosial itu dalam kumpulan itu, asalkan dia

dapat memperhatikan bahwa eksistensi fakta sosial itu

sendiri terlepas dari bentuk-bentuk individu yang

diasumsikandalampenyebarantersebut(EmileDurkheim
1964). indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanis

adalahruanglingkupdankerasnyanilai-nilaiyangbersifat

menekan (represif). Nilai-nilai ini men-justifikasi setiap

prilaku sebagai sesuatu yang jahat, mengancam atau

melanggarkesadarankolektifyangkuattersebut.

Hukuman pada pelaku kejahatan memperlihatkan

pelanggaran moral dari kelompok tersebut melawan

ancaman atau penyimpangan yang demikian tersebut,

karenamerekadipandangsudahmerusakkanketeraturan

sosial. Hukuman tidak harus mencerminkan pertimbangan

rasionalyangmendalammengenaijumlahkerugiansecara

objektif yang memojokkan masyarakat itu, juga tidak

merupakan pertimbangan yang diberikan untuk

menyesuaikan hukuman itu dengan kejahatannya,

sebaliknyaganjaranitumenggambarkandanmenyatakan

kemarahankolektifyangmuncul.Sebenarnyatidakterlalu

banyak sifat orang yang menyimpang atau tindakan

kejahatannyasepertiolehpenolakanterhadapkesadaran

kolektif yang diperlihatkannya, tetapi perlu diketahui suatu

sifat kejahatan muncul dari umpan balik nilai-nilai

masyarakat.Yangpentingdarisolidaritasmekanisadalah

bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat

homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan

sebagainya. Homogenitas ini hanya mungkinkalau


pembagian kerja bersifat minim (Johnson,1986),Berlawanan

dengan solidaritas mekanis, solidaritas organis muncul

karena pembagian kerja yang bertambah besar. Solidaritas ini

didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang

tinggi.Salingketergantunganitubertambahsebagaihasil dari

bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang

memungkinkan dan juga menggalakkan

bertambahnyaperbedaanpadakalanganindividu.
Uraian Bahan Pembelajaran
Pendefenisian Solidaritas Sosial

Dalam pemikiran Durkheim mengenaisolidaritas sosial

dalamkaryanyaTheDivisionOfLabouryaitusecaramekanis

dan organis. Kedua terminologi tersebut perlu dipahami

dalam kerangka teori-teori Durkheim mengenai masyarakat.

BagiDurkheim,solidaritasbanyakdipengaruhiolehfakta

sosialitumemperlihatkanadanyaberbagaicaradanusaha

manusia untuk membangun suatu komunitas, atau apa yang

disebutnyamasyarakat.

LewisCoser(1971)menjelaskanbahwayangdimaksud

Durkheim mengenai fakta sosial adalah suatu ciri atau sifat

sosial yang kuat yang tidak harus dijelaskan pada level

biologidanpsikologi,tetapisebagaisesuatuyangberada

secara khusus di dalam diri manusia. Ritzer (2004) juga

menjelaskanbahwafaktasosial,dalamteoriDurkheimitu

bersifat memaksa karena mengandung struktur-struktur

yang berskala luas misalnya undang-undang yang

melembaga.Sesuaidenganpernyataanbeliaubahwa:

Suatu fakta sosial harus dikenal oleh kekuatan

memaksanya yang bersifat eksternal yang memaksa

atau mampu memaksa individu, dan hadirnya

kekuatan ini dapat dikenal kalau tidak diikuti, baik

dengan adanya suatu sanksi tertentu maupun sesuatu


perlawanan yang diberikan kepada setiap usaha

individu yang condong untuk melanggarnya.Namun

orang dapat juga mengenalnya dengan tersebarnya

faktasosialitudalamkumpulanitu,asalkandiadapat

memperhatikan bahwa eksistensi fakta sosial itu

sendiri terlepas dari bentuk-bentuk individuyang

diasumsikan dalam penyebaran tersebut (Emile

Durkheim1964)(Setiawan,2013).

Solidaritas Sosial Dalam Perspektif Sosiologi Dan Hukum


SosiologEmileDurkheimmenamakanhalpembagian

kerja tersebut dengan sebutan solidaritas. Selanjutnya,

Durkheimmembagijenissolidaritastersebutkedalamdua

bentuksesuaidenganperkembanganmasyarakatsaatitu dan

hingga kini rasanya masih relevan untuk dikemukakan.

Pertama, solidaritas organik. Yakni, solidaritas yang

terbangun antara sesame manusia yang didasari akar-akar

humanisme serta besarnya tanggung jawab dalam

kehidupan sesama. Solidaritas tersebut mempunyai

kekuatan sangat besar dalam membangun kehidupan

harmonis antara sesama.


Karena itu, landasan solidaritas

tersebut lebih bersifat lama dan tidak temporer.

Kedua, solidaritas mekanistik. Bentuk hubungan antar

sesama selalu dilandaskan pada hubungan sebab akibat

(kausalitas), bukan pada kesadaran akan nilai-nilai

kemanusiaan. Hubungan yang terjalin lebih bersifat

fungsionalsehinggalebihtemporersifatnya.Padatataran

lebih luas, bisa saja solidaritas yang terbangun di dalamnya

didasarkan pada kacamata niaga, yang di dalamnya

berlaku hukum untungrugi.

Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah

“kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan

hubungan antara individu dan atau kelompok yang

didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang

dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional

bersama”.

Solidaritassosialmenurutnya,sebagaimanayangtelah

diungkapkan,dibagimenjadiduayaitu:pertama,mekanik

adalah solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu

“kesadarankolektif”(collectiveconsciousness)bersamayang

menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan

sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga

masyarakat yang sama itu. Yang ikatan utamanyaadalah

kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmenmoral.


Sedangkan yang kedua, organik adalah solidaritas yang

muncul dari ketergantungan antara individu atau kelompok

yangsatudenganyanglainnyaakibatspesialisasijabatan

(pembagiankerja).

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya,

pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan

solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam

bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan

ketergantunganyangmengikatorangkepadasesamanya,

karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh

kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang

‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam

masyarakatyangswa-sembadadanterjalinbersamaoleh

warisanbersamadanpekerjaanyangsama.

Dalam masyarakat modern yang 'organik', para

pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang

lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk

tertentu (bahan makanan, pakaian, dan lain-lain) untuk

memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang

semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa

kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari

kesadaran kolektif-seringkali malah berbenturan dengan

kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada

suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu

sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang

memiliki solidaritas mekanis hukum seringkali bersifat

represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang

akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas

kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu;

hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan

keutuhankesadaran.Sebaliknya,dalammasyarakatyang

memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia

bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk

memulihkanaktivitasnormaldarisuatumasyarakatyang

kompleks.

Menurut Durkheim Terjadi Suatu evolusi berangsur-

berangsur dari Solidaritas mekanis ke solidaritasorganis

yang didasarkan atas pembagian kerja. Evolusi itu dapat

dilihat dari meningkatnya hukum restitutif yang

mengakibatkan berkuranya hukum represif dan dari

melemahnyakesadarankolektif.Surutnyakesadarankolektif

itu tampak paling jelas didalamnya hilangnya artiagama.

Dengan demikian maka terdapat lebih banyak ruang bagi

perbedaan-perbedaan individual. Tetapi Durkheim

mengemukakanpadawaktuyangsamabahwakesadaran

kolektif dalam segi-segi tertentu justru bertambahkuat,


yaitudimanakesadarankolektifinimemberitekanankepada

martabatindividu.

Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena

semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan

suatu kebingungan tentang norma dan semakin

meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan

sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-

normasosialyangmengaturperilaku.Durkheimmenamai

keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala

bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol

adalah bunuhdiri.
Faktor Pendukung Dan Perusak Solidaritas Sosial
Perspektifhukumdalamkonteksinteraksisosialdapat

mengalami perubahan dalam pengaturan dan penerapan.

Hukum yang diharapkan bisa memecahkan masalah secara adil

dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, dalam

kenyataanbisaberubahkearahpengaturandanpenerapan

hukumanbagisiapayangkuatdialahyangmenang.Inilah

fenomena yang mewarnai penerapan hukum dalam konteks

sosial.

Perubahan dalam penerapan hukum itu merupakan

fenomenayangberlangsungsecaraalami,karenaituperlu

dipahami apa yang sesungghnya terjadi, mengapa hal itu

bisa terjadi dan bagaimana penerapan hukumitu


berlangsung. Diskursus tentang penerapan hukum dalam

masyarakatmerupakantopikyangmenarikkarenasering

bersifat kontroversial. Terdapat pakar yang berpendapat

bahwa secara konseptual perangkat hukum merupakan

instrumenyanginherntdalamkehidupansosial,tetapi

dalam kenyataan hal itu terkesampingkan. Karena itulah

masyarakat menuntut perlunya “tatanan hukum baru”dalam

rangka menjaga ketertibansosial.

Peralihan dari solidaritas mekanik ke yang organis

tidak selalu merupakan proses yang lancar danpenuh

keseimbangan tanpa ketegangan. Karena ikatan sosial

primordial yang lama dalam bidang agama, kekerabatan,

dan komunitas dirusak oleh meningkatnya pembagian kerja,

mungkin ada ikatan-ikatan sosial lainnya yang tidak berhasil

menggantikannya. Akibatnya masyarakat menjadi terpecah

yang ditandai individu-individu terputus dengan ikatan

sosialnya, dan kelompok yang menjadi perantaraindividu

menjaditidakberkembangdenganbaik.

Studitentangperubahanhukumsangatlekatdengan

cara mengarahkan peran manusia sebagaimana yang

diharapkan.Disiniposisihukummenjadimultidimensi

dalam kehidupan manusia, oleh karena itu dalam perubahan

hukum juga menyangkut secara langsung terhadap

keperluanketertibansosialyangmeliputinilaidannorma
sosial, sistem kemasyarakatan, kebiasaan dan relasi sosial

yang belum maupun yang sudah mapan, dan sistem

kelembagaan sehingga meskipun ada pergeseran tetapi

pranata hukum diharapkan tetap terjaga.

Perubahan hukum dalam kehidupan sosial merupakan

suatukenyataanyangterjadidalamusahamanusiauntuk

mencapai tujuan hidupnya. Perubahan hukum itu bisa

berbentuk evolusi, transformasi ataupun revolusi,

tergantungdaridinamikanya.Perubahanhukumjugabisa

terjadi secara sepotong-sepotong (graduil) atau serempak

(radical). Perubahan hukum dan akibatnya terhadap kondisi

masyarakat telah menjadi fakta dalam kehidupan manusia,

sebagai reaksi atas rangsangan dari luar maupun dari dalam

masyarakat sendiri. Akibat dari perubahan itu terhadap

kehidupan manusia menimbulkan efek positif ataupun

negatif.

Selainperubahanhukum(lawchange),dikenaljuga

perkembangan hukum (law development), yaitu suatu

perubahanyangditujukanuntukmencapaikemajuanatau

perbaikan keadaan hidup masyarakat. Dengan perkataan lain

perkembangan hukum berkaitan dengan rekayasa yang

dapatdicapaimelaluipenggunaanilmupengetahuanuntuk

memperbaikitatanansosialagardenganperbaikanitu
manusia dapat hidup lebih layak sesuai dengan

martabatnya.

Dengndemikiandalamrangkaperkembanganhukum

(setelah menjadi kenyataan) selalu menuntut penyesuaian

diridarianggotamasyarakatyangadadidalamnya.Tetapi

menyesuaikan saja tidaklah cukup, memahami dan

menghayatiperaturanbaruadalahlebihpentinguntuk

menghindari kekacauan di dalam masyarakat akibat dari

kemajuan yang telah dicapai. Pemikiran ini berdasarkan

argumen bahwa pada hakikatnya keberadaan hukum adalah

untukmenyelesaikanbenturankepentinganantarsesama

manusia (conflict of human interests) yang terjadi di

masyarakat melalui proses distribusi keadilan ( dispensing

justices).

Bagi masyarakat tertentu perkembangan hukum bisa

dianggap sebagai pemicu terjadinya kontradiksi yang

menajam dan keras bahkan menjadi penyebab timbulnya

kerusuhansosialkarenaimplementasinyayangtidakadil.

Pandanganinididasarkanpadafaktayangterjadidisekitar

kehidupan manusia bahwa, instrumen hukum tidak bekerja

secara memuaskan dan justru memicu konflik yang

membesar dan distruktif. Masyarakat sering dikecewakan

oleh tindakan dari aparat yang tidak adil, tidak tegas,

bertele-tele, tidak tuntas dan cenderungmencari-cari


kesalahan orang (extra yudicial crime). Bahkan masyarakat

sering melihat dan merasakan kolusi antar preman

(lawer maupunhigh) dengan aparat penegak hukum,

sehingga muncul istilah seperti mafia pengadilan atapun

mafia penyidikan.

Potret solidaritas sosial dalam konteksmasyarakat

dapat muncul dalam berbagai kategori atas dasar

karakteristiksifatatauunsuryangmembentuksolidaritasitu

sendiri. Veeger, K.J. (1992) mengutip pendapatDurkheim

yangmembedakansolidaritassosialdalamduakategori:

Solidaritas mekanis
Solidaritasmekanisini,terjadidalammasyarakatyang

memiliki ciri khas keseragaman pola-pola relasi sosial,

memiliki latar belakang pekerjaan yang sama dan

kedudukansemuaanggota.Apabilanilai-nilaibudayayang

melandasi relasi mereka, dapat menyatukan mereka secara

menyeluruh. Maka akan memunculkan ikatan sosialyang

kuatdanditandaidenganmunculnyaidentitassosialyang kuat

pula. Individu menyatukan diri dalam kebersamaan,

sehingga tidak ada aspek kehidupan yang tidak

diseragamkanolehrelasi-relasisosialyangsama.Individu

melibatkan diri secara penuh dalam kebersamaan pada

masyarakat. Karena itu, tidak terbayangkan bahwahidup


merekamasihdapatberlangsungapabilasalahsatuaspek

kehidupandipisahkandarikebersamaan.

Solidaritas mekanis menunjukan berbagai komponen

atau indikator penting. Contohnya yaitu, adanya kesadaran

kolektif yang di dasarkan pada sifat ketergantunganindividu

yangmemilikikepercayaandanpolanormatifyangsama.

Individualitas tidak berkembang karena di hilangkanoleh

tekanan aturan atau hukum yang bersifat represif. Sifat

hukuman cenderung mencerminkan dan menyatakan

kemarahankolektifyangmunculataspenyimpanganatau

pelanggarankesadarankolektifdalamkelompoksosialnya.

Singkatnya,solidaritasmekanisdidasarkanpadasuatu

“kesadaran kolektif” (collective consciousness) yang di

lakukan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan

sentimentotaldiantaraparawargamasyarakat.Individu

dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen dalam

banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi

dalam seluruh aspek kehidupan, baik sosial, politik bahkan

kepercayaan atauagama.

Doyle Paul Johnson (1994), secara terperinci

menegaskan indikator sifat kelompok social yang di

dasarkan pada solidaritas mekanis, yakni :

Pembagian kerjarendah
Kesadaran kolektifkuat

Hukum represifdominan

Individualitasrendah

Konsensusterhadappolanormatifpenting

Adanya keterlibatan komunitas dalam menghukum

orang yangmenyimpang

Secararelatifsifatketergantunganrendah

Bersifat primitif ataupedesaan.

Contoh masyarakat solidaritas mekanis dan organis. Yaitu

masyarakat yang memiliki pola pembagian kerja yang sedikit,

seperti pada masyarakat desa. Masyarakat desa memiliki

homogenitas pekerjaan yang tinggi misalnya sebagai

petani. Karena kesamaan yang dimiliki oleh masyarakat

desa, membuat membuat kesadaran kolektif antara individu

di dalam masyarakat itu sangattinggi. Masyarakat desa

juga homogenitas dalam hal kepercayaan

dibandingkanmasyarakatkota.Homogenitasitulahyang

mepersatukan masyarakatdesa.

Solidaritas organis
Solidaritasorganisterjadidimasyarakatyangrelatif

kompleks dalam kehidupan sosialnya namun terdapat

kepentinganbersamaatasdasartertentu.Padakelompok

sosialnya,terdapatciri-ciritertentu,yaitu:
Adanya pola antar-relasi yang parsial dan

fungsional

Terdapatpembagiankerjayangspesifik,

Adanya perbedaan kepentingan, status,

pemikiran dansebagainya.

Perbedaan pola relasi-relasi dapat membentuk ikatan

sosial dan persatuan melalui pemikiran yang membutuhkan

kebersamaan serta diikat dengan kaidah moral, norma,

undang-undang, atau seperangkat nilai yang bersifat

universal.Karenaitu,ikatansolidaritastidaklagimenyeluruh,

melainkan terbatas pada kepentingan bersama yangbersifat

parsial.

Solidaritas organis muncul karena pembagian kerja

bertambahbesar.Solidaritasinididasarkanpadatingkat

saling ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan ini di

akibatakankarenaspesialisasiyangtinggidiantarakeahlian

individu. Spesialisasi ini juga sekaligus mengurangi

kesadaran kolektif yang ada dalam masyarakat mekanis.

Akibatnya, kesadaran dan homogenitas dalam kehiduan

sosial tergeser. Keahlian yang berbeda dan spesialisasi itu,

munculah ketergantungan fungsional yang bertambah

antara individu-idividu yang memiliki spesialisasi dansecara

relatif lebih otonom sifatnya. Menurut Durkheimitulah


pembagiankerjayangmengambilalihperanyangsemuladi

dasarkan oleh kesadarankolektif.

Contoh dalam solidaritas organis ialah perusahaan

dagang. Alasan yang mempersatukan organisasi itu

kemungkinan besar ialah motivasi-motivasi anggotanya.

Keinginanmerekaakanimbalanekonomiyangakandi

terimaataspartisipasinya,dandidalamorganisasidagang

masing-masing anggotanya akan merasa tergantungsatu

dengan yang lain. Misalnya dalam suatu pabrik, ada

kecenderunganorangberadadimesinteknisi,pengawas,

penjual, orang yang memegang pembukuan, sekretaris, dan

seterusnya. Semua kegiatan mereka memiliki hubungan

spesialisasi dan saling ketergantungan. Sehingga sistem

tersebut membentuk solidaritas menyeluruh yang berfungsi

berdasarkanpadasalingketergantungan.

Contoh lainnya yaitu dalam masyarakat dengan

solidaritas mekanis, proses perubahan kepemimpinan di

lakukansecaraturuntemurundarikepalasukuatauetua

adat.Berbedadenganmasyarakatorganisprosessuksesi

kepemimpinan di lakukan dengan melibatkan partisipasi

masyarakat atau individu. Contohnya seperti pemilihan

umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia melalui

Pemilihan Umum yang melibatkan seluruh warga Negara

Indonesia.
Karl Manheim lebih mencermati pandangan Durkheim,

di mana dalam solidaritas organis di ciptakanpembagian

kerja dalam kelompok sosial. Pembagian kerja tersebut

membagiaktivitasyangmulanyahanyadilaksanakanoleh

satu individu menjadi lebih besar dengan bagian-bagian

yang saling melengkapi satu sama lain. Pembagian kerja

akanmenimbulkansebuahintegrasisosialyangkuat,secara

fungsional di butuhkan untuk saling melengkapi. Karena itu

untukmemunculkansuatusolidaritassosialdalamkelompok

berdasarkan kepentingan bersama yang sifatnyatertentu.

Nampak bahwa pada solidaritas organis menekankan

tingkat saling ketergantungan yang tinggi, akibat dari

spesialisasi pembagian pekerjaan dan perbedaan di

kalangan individu. Perbedaan individu akan mengurangi

kesadaran kolektif, yang tidak penting lagi sebagaidasar

untuk keteraturan sosial. Kuatnya solidaritas organis

menurutDurkheimditandaidenganeksistensihukumyang

bersifat restitutif atau memulihkan, melindungi pola

ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu

yang terspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam

masyarakat.

Doyle Paul Johnson pun secara terperincimenegaskan

indikator sifat kelompok sosial atau masyarakat pada

solidaritas organis,yakni;
Pembagian kerjatinggi;

Kesadaran kolektiflemah;

Hukumrestitutif/memulihkandominan;

Individualitastinggi;

Konsensus pada nilai abstrak dan umum

penting;

Badan-badan kontrol sosial menghukumorang

yangmenyimpang;

Saling ketergantungan tinggi;dan

Bersifat industrialperkotaan.

Peranan Hukum Sebagai Perekat Solidaritas


Bagi Emile Durkheim, masyarakat berbeda dengan

individu(JohnJ.Macionis,Sociology),Masyarakatberadadi

luar(beyond)individu.Masyarakatadasebelum,ditengah,

dansetelahkehadiranindividudidunia.Masyarakatakan tetap

ada kendati individu-individu sudah tidak lagi menjadi

anggotanya. Masyarakatlah yang punya kekuasaan

mengarahkanpemikirandantindakanmanusia.Sebabitu,

kajian psikologi atau biologi dianggap tidak pernah bisa

menangkap inti pengalaman sosial seseorang. Segera

setelah dibentuk oleh sekumpulan orang, masyarakat

seterusnya bergerak secara mandiri. Bahkan, masyarakat

menuntut kepatuhan dari orang-orang yang telah

membentuknya.
Bagi Durkheim, struktur sosial adalah pola perilaku

manusiayangmeliputinorma,nilai,dankepercayaan.Pola

perilaku tersebut dikodifikasi di dalam budaya. Struktur

sosial juga disebut Durkheim sebagai fakta sosial. Fakta

sosialadalahstruktursosialyangbenar-benaradadiluar

individu,sifatnyapermanen,bukantrend.Selainstruktur,

masyarakat juga punya fungsi. Fungsi ini memastikan

masyarakat mampu beroperasi. Salah satu fakta sosial

adalah kriminalitas. Bagi Durkheim, secara sosial fungsi

kriminalitas tidaklah abnormal. Eksisnya kriminalitas

menunjukkan kemampuan masyarakat dalam

mendefinisikan moralitas. Sanksi yang diberikan sanksi

masyarakat atas para pelaku kriminal menunjukkan

eksistensi norma sosial yang harus dipatuhi setiap

anggotanya. Durkheim juga menyatakan, masyarakat tidak

hanyaberadadiluarindividumelainkanjugadidalam-nya.

Personalitas pribadi merupakan representasi masyarakat di

dalam diri individu. Konsekuensi logisnya, apapun yang

individu lakukan, bayangkan, pikirkan, putuskan,

sesungguhnya dipengaruhi apa yang masyarakat

introjeksikankepadanya.Masyarakat-lahyangmengaturapa

yang boleh diinginkan individu, bagaimana cara

mencapainya,sertaapasajabatasannya.
Durkheimjugamenyorotintegrasisosial.Pandangan

menarik Durkheim mengenai ini adalah kasus bunuh diri.

Menurut Durkheim, bunuh diri lebih banyak terjadi dalam

masyarakat yang lemah integrasi sosialnya. Dalam sebuah

penelitian – dimuat dalam karya tulisnya, Suicide tingkat

bunuhdirirendahdikalanganmasyarakatKatolikketimbang

Protestan. Bagi Durkheim penyebabnya adalah, penekanan

kolektivitaspadamasyarakatKatoliklebihbesar,sementara

Protestan lebih kepada individualitas. Durkheim berbeda

dengan Weber dalam memandang konsep masyarakat

tradisional dan modern. Bagi Durkheim, masyarakat modern

punya pembatasan yang lebih sedikit atas individu

ketimbangyangdilakukanmasyarakattradisional.Akibat

sedikitnyaketerlibatanmasyarakatatasindividumodern,

masyarakat modern cenderung menciptakan anomie.

Anomie adalah kondisi di mana individu hanya sedikit

mendapat bimbingan moral dari masyarakat. Akibat anomie,

tingkatperceraian,kehamilandiluarnikah,bunuhdiri,stress

dandepresiindividuallebihbanyakterdapatdimasyarakat

modern ketimbangtradisional.

Durkheim juga mengkomparasikan kohesi sosial antara

masyarakat tradisional dengan modern. Komparasi Durkheim

lakukan atas aspek solidaritas sosial. Pada masyarakat

pra-industrial, tradisi bertindak sebagai perekat


sosial(kohesi)masyarakat.Masyarakatnyamengembangkan

solidaritas-mekanik.Solidaritas-mekanikadalahikatansosial

berdasarkan nilai-nilai moral dan sentimen bersama dan

masih kuat dianut serta dipatuhi oleh para anggota

masyarakat. Solidaritas-mekanik sekaligus merupakan

produk kesamaan struktur, okupasi, dan prosessosial

masyarakat.

Dalammasyarakatindustri,kepadatanmoral(moral
density) meningkat. Peningkatan berakibat pada
melemahnya solidaritas-mekanik yang membuat individu
merasatidaklagiterikattradisi.Sebagaipenggantinyadi
masyarakat modern muncul solidaritas-organik yaitu ikatan
sosial berdasarkan spesialisasi dan kesalingtergantungan
okupasi antaranggota masyarakat. Perbedaan spesialisasi
kerja (okupasi) pada masyarakat modern membuat para
anggotanya saling bergantung satu sama lain.
Ketergantungan bukan karena punya nilai, norma, atau
budaya serupa melainkan kepentingan okupasi. Transaksi
antar kepentingan okupasi direkat oleh uang. Dalam
membangun rumah misalnya, terdapat sejumlah profesi
yang saling bergantung seperti arsitek, mandor, teknik sipil,
tukanglistrik,tukangpipa,buruhbangunankasar,ataupun
pejabatyangmengurusIzinMendirikanBangunan.Mereka
tidakbisabekerjasendiridalammendirikansuatubangunan,
dan mereka hanya mau bekerja jika kompetensi masing-
masing diimbali dengan uang.
Penutup
Durkheim menggunakan istilah solidaritas mekanis

untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya. Solidaritas

mekanis lebih menekankan pada sesuatu kesadaran kolektif

bersama (collective consciousness yang menyandarkan pada

totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata

ada pada warga masyarakat yang sama.

Solidaritas mekanis merupakan sesuatu yang

bergantungpadaindividu-individuyangmemilikisifat-sifat

yangsamadanmenganutkepercayaandanpolanorma

yang sama pula. Oleh karena itu sifat individualitas tidak

berkembang, individual ini terus menerus akan dilumpuhkan

olehtekananyangbesarsekaliuntukkonformitas.Individu

tersebuttidakharusmengalamiataumenjalanisatutekanan

yangmelumpuhkan,karenakesadaranakanpersoalanhal

yang lain mungkin juga tidak berkembang. Inilah yang

menjadi akar memudarnya atau deintegrasi nilai pada

solidaritasmekanis.

Pertama,perludiketahuibahwanilaibarangbersifat

ekonomis semakin lama nilainya akan menyusut. Kedua,

kesadaran kolektif sebenarnya tidak stagnan atau tetap,

melainkanbergerakliardalamsetiaptindakanmasyarakat.

Berlawanan dengan solidaritas mekanis, solidaritas

organis muncul karena pembagian kerja yang bertambah


besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling

ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu

bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi

dalampembagianpekerjaan,yangmemungkinkandanjuga

menggalakkan bertambahnya perbedaan pada kalangan

individu.

Munculnya perbedaan-perbedaan pada kalangan


individu ini merombak kesadaran kolektif itu, yang pada
gilirannyamenjadikurangpentinglagisebagaidasaruntuk
keteraturan sosial dibandingkan dengan saling
ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-
individuyangmemilikispesialisasidansecararelatiflebih
otonomsifatnya.
Seperti yang dinyatakan Durkheim bahwa“itulah
pembagian kerja yang terus saja mengambil peran yang
tadinya diisi oleh kesadaran kolektif”. Durkheim
mempertahankan bahwa kuatnya solidaritas organis itu
ditandai oleh pentingnya undang-undang yangbersifat
memperbaiki, menyehatkan maupun yang bersifat
memulihkan(restitutif)daripadayangbersifatrepresif.
Tujuan dari kedua bentuk undang-undang tersebut
sangat berbeda. Undang-undang represif lebih
mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakankuat
sedangkan undang-undang restitutif berfungsi
mempertahankan atau melindungi polasaling
ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu yang
berspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat.Olehkarenaitu,sifatganjaran-ganjaranyang diberikan kepada
seseorang pelaku kejahatan berbeda dalamkeduaundang-
undangitu.Mengenaitipesanksi
yangbersifatrestitutifDurkheimmengatakan“bukanbersifat balas dendam,
melainkan hanya sekedar menyehatkan keadaan”.
Terlaksananya undang-undang represif sebenarnya bukan
memperkuat keadaan karena sudah adanya investasi nilai tetapi represif
sedikit demi sedikit akan menuju kepada undang-undang restitutif.

Anda mungkin juga menyukai