Anda di halaman 1dari 6

Labotarium Survey dan Pemetaan

Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik


Universitas Indonesia

Anggota Kelompok : 1. Onal Putra – 1706035593

2. Mahardhika Ravi Dwi Syahputra - 1706035555

3. Daniel Martua - 1706986984

4. M. Rayhandyono - 1706035561

5. Farhan Azhar Junaedi - 1706036015

Kelompok : A5

Hari/Tanggal Praktikum : Kamis, 4 Oktober 2018

Judul Praktikum : 05- Menghitung elevasi geometri tanah dengan


metode “ HI dan Rise and Fall”

Nama Asisten : Andika Sya’ban

Tanggal Pengumpulan : Selasa, 20 Oktober 2018 Paraf :

A. TUJUAN
Untuk menemukan perbedaan ketinggian antara dua titik.
B. DASAR TEORI
Pengukuran permukaan (Levelling) adalah pengukuran ketinggian
permukaan geometri bumi diantara 2 titik yang menjadi landasan atau acuan.
Metode levelling dibagi 4 yaitu : barometer, hypsometer, pengukuran langsung
dan, pengukuran tak langsung. Sedangkan pencatatan pengkuran (levelling
field book) dibagi 2 tipe yaitu metode rise and fall dan metode height of
instrument.
Metode rise and fall mencatat beberapa nilai yang terukur pada alat ukur
secara berturut-turut. Metode ini dapat dipercaya dalam hal pencatatan hasil
perhitungan dalam format standar karena mengurangi nilai kesalahan. Hasil
pengukuran yang dilakukan beberapa kali dapat mengoreksi nilai kesalahan
sistem.
Labotarium Survey dan Pemetaan
Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Nilai ketinggian sesungguhnya (ketinggian dari permukaan air laut) pada


titik A adalah 100.522 m, perbedaan ketinggian antara 2 titik adalah 2.312m -
2.533m = -0.221m. sehingga ketinggian pada titik b adalah 100.301 m.
Metode height of instrument, pada titik tertentu dari ketinggian instrumen
dimana elevasi dari garis antara 2 titik yang terbaca terlihat selalu konstan.
Elevasi dari titik yang tidak diketahui bisa didapatkan dengan mengurangi
pembacaan sesuai ketinggian instrumen.

Dari gambar diatas, ketinggian titik a adalah 2.365 m dan elevasi garis pada
I1 adalah 102.365 yang didapatkan dengan menambah elevasi titik A (100m)
dan ketinggian titik A (2.365m). sehingga elevasi titik S1 (101.130 m) yang
diperoleh dengan mengurangi pembacaan instrumen I1 (1.235 m) dari
ketinggian instrumen (102.365 m). Kemudian pada saat instrumen berada di
titik I2 diketahui ketinggian S1 (0.685m) dengan demikian ketinggian alat pada
titik I2=101.81 m. Hal itu didapat dengan menambah ketinggian titik S1
(101.130m) dengan ketinggian S1(0.685m) pada pembacaan.
Labotarium Survey dan Pemetaan
Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

C. DATA PRAKTIKUM
BM
BS = 16,35 dm
RL = 10 dm

Point A B C D E
FS 15,65 14,45 13,05 15,4 17,55
BS 15,7 15,4 15,1 14,6 -

D. PENGOLHAN DATA

1. Metode Rise and Fall


Titik BS(dm) FS(dm) Rise(dm) Fall(dm) RL(dm) Remark
0 16,35 - - - 10 BM
A 15,7 15,65 0,7 - 10,7
B 15,4 14,45 1,25 - 11,95
C 15,1 13,05 2,35 - 14,3
D 14,6 15,4 - 0,3 14
E - 17,55 - 2,95 11,05

2. Metode H.I.
Titik BS(dm) FS(dm) HI(dm) RL(dm) Remark
0 16,35 - 26,35 10 BM
A 15,7 15,65 26,4 10,7
B 15,4 14,45 27,35 11,95
C 15,1 13,05 29,4 14,3
D 14,6 15,4 28,6 14
E - 17,55 - 11,05

E. ANALISIS
a. Analisis Percobaan
Labotarium Survey dan Pemetaan
Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Percobaan ini bertujuan untuk elevasi dua titik yang di survei (levelling)
dengan menggunakan 2 metode perhitungan, yaitu metode H.I dan Rise and
Fall. Tapi, percobaan hanya satu kali dengan menggunakan data yang sama.
Langkah awal dari praktikum ini adalah memancangkan 2 pasak secara acak
dan membentuk garis . Pasak pertama dipancangkan ke belakang alat (BD)
dan pasak kedua dipancangkan ke depan alat (FS). Pemancangan kedua
pasak harus kencang menancap ke tanah dan tegak lurus terhadap bidang
tanah agar alat ukur ketinggian bisa dengan tepat menunjukkan hasil
pengukuran. Pemancangan pasak diusahakan tidak terlalu jauh agar kedua
titik bisa lurus, jika pasak dipasangkan jauh dari pasak alat baca maka
dibutuhkan alat bantu berupa meteran gulung atau tali dan rekan praktikan
yang bisa memastikan kedua titik lurus. Setelah itu, di ujung atau titik target
berdiri seorang praktikan untuk memegang levelling staff sebagai alat ukur.
Begitu pula selanjutnya, dengan cara yang sama praktikan mencari nilai BS
dan berbeda 4 titik yang berbeda.

b. Analisis Hasil
Setelah mendapatkan hasil pengukuran menggunakan waterpass dan alat
ukur, maka data yang didapatkan diolah agar mendapatkan area geomtetri
tanah yang terbentuk dari 4 titik.

Elevasi titik bisa dihitung dengan menjumlahkan perbedaan elevasi pada


tiap titik. Kemudian membagi hasil perhitungan dengan menggunakan 2
metode. Metode Rise and Fall menggunakan perbedaan elevasi dari dua titik
yang dibaca dengan alat ukur sehingga mendapatkan ketinggian salah satu
titik. Syarat perhitungan metode ini adalah ketinggian benchmark (titik A)
harus sudah diketahui atau harus dianggap 0. Ketika melakukan perhitungan
perbedaan ketinggian, jika selisih antara benchmark dengan titik yang ingin
diukur adalah positif (+) maka nilai tersebut dimasukkan dalam tabel “Rise”
dan jika nilai yang didapatkan adalah sebaliknya (-) maka dimasukkan dalam
tabel “Fall”. Pengklasifikasian ini sangat perlu karena memudahkan
perhitungan dan penggambaran geometri tanah yang disurvei. Setelah
Labotarium Survey dan Pemetaan
Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

melakukan perhitungan perbedaan elevasi, maka hasil tersebut dijumlahkan


dengan nilai ketinggian benchmark dengan ketentuan data dari rise bernilai
positif (+) dan data dari fall bernilai negatif (-). Hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan perhitungan adalah saat melakukan perhitungan elevasi
maka nilai ketinggian benchmark tidak selalu mengacu pada ketinggian titik
A (benchmark awal) tapi menacu pada ketinggian titik BF pada setiap
pembacaan sehingga benchmark untuk tiap pengukuran berubah-ubah. Tapi
nilai perhitungan ini mengacu pada ketinggian titik A (BM awal). Untuk
menghitung Rise and Fall = BS-FS. Dan RL = RL'+Rise/-Fall.
Untuk metode H.I, H.I = RL’ + BS dan RL = H.I – FS. Hasil yang diperoleh
dari pengolahan data terbukti benar karena menggunakan metode calculation
check dengan hasil 1.05 cm.

c. Analisis Kesalahan
Secara teoritis praktikum ini tidak dapat dihitung nilai kesalahannya
karena belum ada data yang pernah tinggi tanah yang disurvei dan tidak ada
benchmark yang nilai datumnya diketahui. Namun pengukuran ini juga tidak
bisa dikatakan benar karena ada beberapa hal yang menjadi kelalaian
praktikan seperti saat mengukur ketinggian alat menggunakan meteran
gulungan, praktikan tidak mengetahui titik tengah lensa dan agak susah
meluruskan meteran dari pasak ke titik tengah lensa. Selain itu pengukuran
juga menggunakan alat ukur (levelling staff) yang hanya memiliki ketelitian
1 mm.
F. APLIKASI
Praktikum ini dilakukan untuk menunjang pembelajaran sehingga bisa
menghitung perbedaaan elevasi tanah menggunakan 2 metode tersebut
dilapangan.
G. KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


1. Untuk memudahkan perhitungan ketinggian maka area pengukuran perlu
digambar berdasarkan data yang didapat dari pembacaan.
Labotarium Survey dan Pemetaan
Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 2 metode agar praktikan bisa


mengetahui dan membandingkan keduanya.
3. Untuk menghitung ketinggian suatu titik maka diperlukan nilai ketinggian
benchmark atau menganggap nilainya 0 dan pengukuran mengacu di BM.
4. Hasil pengukuran yang didapatkan belum tentu benar karena ada beberapa
kelalaian saat pengukuran.

H. REFERENSI
1. http://www.icsm.gov.au/mapping/surveying2.html
2. Singh, Ron dkk.2000. Basic Surveying. Department of Transportation.

I. LAMPIRAN

Gambar 1. Proses Pengukuran


Sumber : Dokumen Penulis (2018)

Anda mungkin juga menyukai