Attachment
Attachment
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
1
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari
air susu ibu (Kusumawati, 2010).
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin
sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan
dari jalan nafas (Maramis, 2013).
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Kusumawati, 2010).
C. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah pharing atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan
tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan
dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus
yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kusumawati, 2010).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut
(Kusumawati, 2010).
2
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan
juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Hariani, dkk,
2014).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Kusumawati, 2010).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran nafas (Hariani, dkk, 2014).
Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu (1) Tahap patogenesis, penyebab telah ada tetapi
penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa. (2) Tahap dini penyakit, dimulai
dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.(3) Tahap
inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah. (4) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.(5) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi
empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi
kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia (Kusumawati, 2010).
3
D. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali
tidak mau minum (Firdausia, 2013).
Adapun tanda dan gejala yang sering muncul, antara lain :
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Kusumawati, 2010).
4
E. Penatalaksanaan
Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis,
misalnya ekspektoransia untuk mengatasi batuk, sedatif untuk menenangkan
pasien, dan anti peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada
bayi sangat sukar diobati. Penghisapan lendir hidung tidak efektif dan sering
menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran sekret
adalah dengan membaringkan bayi tengkurap. Pada anak besar dapat
diberikan tetes hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder
hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang produktif (pada bronkoinfeksi dan
trakeitis) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein, karena
menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret
hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan tersebut,
terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan dengan penyinaran
(Firdausia, 2013).
F. Komplikasi
5
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme (NANDA NIC
NOC, 2009 : 390).
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawata selama 3x24 jam, suhu
tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil :
a. Keseimbangan suhu tubuh
b. TTV dalam batas normal
Intervensi NIC :
a. Kaji aktivitas kejang
Rasional : Aktivitas kejang menandakan suhu tubuh meningkat dan
juga terjadinya bahaya umum.
b. Pantau hidrasi dan TTV
Rasional : Mengetahui turgor kulit dan kelembaban membrane
mukosa.
6
c. Lepaskan pakaian berlebih dan tutupi klien dengan selimut saja
Rasional : Pakaian berlebih dapat meningkatkan suhu tubuh klien.
d. Ajarkan orang tua untuk memenuhi asupan oral, sedikitnya 2 liter
sehari, dengan tambahan cairan selama aktivitas yang berlebih atau
sedang dalam cuaca panas.
Rasional : Sebagai pedoman demam pada anak yang tdak memiliki
riwayat kejang tidak perlu diobati, kecuali mencapai suhu lebih dari
40°C.
e. Berikan obat antipiretik jika perlu
Rasional : Dapat menurunkan demam
7
Rasional : Dengan posisi tripod pada anak dengan epiglotis atau
pertahankan peninggian kepala sedikitnya 30º.
d. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Mempertahankan stamina agar tidak terjadi kelemahan dan
keletihan pada otot-otot pernapasan.
e. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar,
tipis serta menyerap keringat.
Rasional : Mempertahankan agar jalan nafas tetap terbuka, dan untuk
menghindari penekanan diafragma.
f. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan produksi mukus dan mengi.
8
c. Dapatkan spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman
gram negatif.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan
kerentanan terhadap anti mikrobial.
d. Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang
teridentifikasi dengan kultur.
9
Rasional : Metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi / kebutuhan individu.
g. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan
dan meningkatkan masukan.
10
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
Kriteria hasil :
a. Mencari informasi yang relevan.
b. Mencari pelayanan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
c. Mengikuti rekomendasi program terapi (NANDA NIC NOC : 361).
Intervensi NIC :
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien tentang proses penyakit
Rasional : Mengetahui seberapa besar pengetahuan keluarga klien
dalam memelihara kesehatan.
b. Sediakan informasi tentang kondisi klien
Rasional : Mencegah faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit.
c. Peningkatan kesiapan untuk belajar
Rasional : Memperbaiki kemampuan dan keinginan untuk menerima
informasi
d. Edukasi kesehatan
Rasional : Mengembangkan dan memberikan bimbingan dan
pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara sadar perilaku
yang kondusif untuk kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
komunitas.
e. Kolaborasi dengan tim yang lain.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan
11
NOC : Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan
kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau
terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Kriteria Hasil : Masalah kecemasan teratasi
Intervensi NIC:
a. Kaji tingkat kecemasan orang tua klien
Rasinal : Mengetahui tingkat kecemasan orang tua klien dalam
menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan
pengobatan yang diberikan).
Rasional : Mengatasi kecemasan orang tua klien
c. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
Rasional : Mempertahankan garis komunikasi dan memberikan
dukungan terus-menerus pada orang tua klien.
d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang
kurang dimengerti/ tidak jelas.
Rasional : Memberi kesempatan kepada keluarga untuk memberikan
pertanyaan kepada petugas kesehatan agar dapat mengerti tentang
penyakit klien.
e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan anaknya.
Rasional : Peran serta keluarga dapat membantu dan mempercepat
proses penyembuhan pada klien.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAPORAN KASUS PADA “An. Y.
DENGAN PENYAKIT ”ISPA”
DI PUSKESMAS BONTOMARANNU GOWA
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
14
LAPORAN KASUS PADA “An. A.
DENGAN PENYAKIT ”ISPA”
DI PUSKESMAS BONTOMARANNU GOWA
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
15
LAPORAN KASUS PADA “An. S.
DENGAN PENYAKIT ”ISPA”
DI PUSKESMAS BONTOMARANNU GOWA
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
16