Akm Aset Takberwujud
Akm Aset Takberwujud
Akm Aset Takberwujud
ASET TAKBERWUJUD
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH:
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Aset tidak berwujud merupakan aset non moneter
yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik, seperti merek dagang,
hak paten, goodwill, dan aset tidak berwujud yang berhubungan dengan teknologi.
Salah satunya seperti merek dagang yang dimiliki oleh perusahaan. Merek dagang
diperlukan karena merek merupakan aset tidak berwujud yang memiliki nilai
ekonomis dan dapat ditingkatkan nilainya dalam pengembangan suatu produk
(Lisvery, 2004). Hak paten juga merupakan aset tidak berwujud yang berperan
penting dalam perusahaan terutama pada perusahaan farmasi. Tanpa izin pemilik
hak paten obat tersebut tidak boleh ditiru, diproduksi dan dijual dengan nama
generik oleh pabrik lain (Himida, 2010). Tidak hanya itu saja goodwill dan aset
tidak berwujud yang berhubungan dengan teknologi juga sangat berpengaruh
terhadap nilai perusahaan Dengan berkembangnya isu-isu baru dalam bidang
ekonomi, menyebabkan perusahan dituntut untuk melakukan inovasi produk agar
mampu bertahan dan berkompetisi. Kegiatan penelitian dan pengembangan
(research and development/R&D) merupakan kegiatan yang berperan dalam sebuah
inovasi. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan yang memiliki
kepentingan komersial dalam 2 kaitannya dengan riset ilmiah murni dan
pengembangan aplikatif di bidang teknologi. Penelitian mengenai hubungan antara
intensitas R&D pada nilai perusahaan yang dilakukan oleh Gleason dan Klock
(2006) dalam Yuliana (2012) mengemukakan bahwa intangible capital yang
penting dan terbukti secara statistik berperan dalam meningkatkan nilai perusahaan
(value of the firm) adalah penelitian dan pengembangan (research and
development/R&D). Utami (2007) dalam Yuliana (2012) mengemukakan intensitas
R&D merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan produk pada
industri farmasi non licence di Indonesia. Perusahaan menciptakan produk baru
atau memperbaharui produk yang sudah ada agar bisa menarik para konsumen
sehingga konsumen loyal terhadap perusahaan dan nantinya akan berdampak pada
peningkatan pendapatan bagi perusahaan. Earning perusahaan yang semakin
3
meningkat menunjukkan prospek perusahaan yang bagus di masa yang datang.
Prospek bagus tersebut akan direspon positif oleh investor. Respon positif dari
investor tersebut akan meningkatkan harga saham untuk selanjutnya akan
meningkatkan nilai perusahaan. Penekanan pada pentingnya nilai dan penyajian
informasi aset tidak berwujud telah mengubah cara perusahaan dinilai. Pada
akuntansi tradisional, perusahaan dinilai berdasarkan besarnya nilai aset berwujud
yang dimiliki. Namun, pada era ekonomi berbasis pengetahuan aset tak 3
berwujudlah yang digunakan untuk menilai perusahaan (Salamudin, et al., 2010)
Menurut Soliha dan Taswan (2002) nilai perusahaan merupakan persepsi investor
terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang
tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Hal itu juga yang mengindikasikan
kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Pengamatan yang terfokus kepada aset
tidak berwujud akan lebih menguntungkan investor dibandingkan melakukan
analisis aset berwujud, terlebih lagi jika nilai saham perusahaan lebih tergantung
kepada aset tidak berwujud dari pada aktiva berwujud, seperti misalnya perusahaan
di sektor consumer goods merupakan contoh yang memiliki nilai aset tidak
berwujud yang tinggi, yaitu brand equity (Cardoza et al, 2006 dalam Setijawan,
2011). Aset tidak berwujud telah menjadi isu dalam memperkuat posisi kompetitif
perusahaan dan dalam mencapai tujuannya. Tujuan perusahaan adalah
mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan tercermin dari harga
sahamnya, semakin meningkatnya perbedaan antara harga saham dengan nilai buku
aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan adanya unexplained value
(Hadiwijaya, 2013). Meskipun aset tidak berwujud telah disajikan dalam laporan
keuangan, namun masih ada unexplained value yang tidak disajikan dalam laporan
keuangan. Unexplained value tersebut biasanya berasal 4 dari aset tidak berwujud
yang dihasilkan secara internal oleh perusahaan. Salah satu penyebab adanya
unexplained value adalah ketidak konsistenan standar akuntansi terkait pengukuran
dan pelaporan aset tidak berwujud dalam laporan keuangan (Siegel dan Borgia,
2007). Salah satu contohnya adalah ketidak jelasan perlakuan aset tidak berwujud
baik yang dihasilkan secara internal maupun dari kombinasi bisnis (merger atau
akuisisi) apakah akan dikapitalisasi atau dibebankan. Oleh karena itu, aset tidak
berwujud perlu dilaporkan dalam neraca untuk menyediakan informasi akuntansi
4
yang relevan mengenai nilai perusahaan yang sesungguhnya. Salah satu contoh
adanya unexplained value adalah nilai software yang disajikan dalam laporan
keuangan tidak mencerminkan nilai aset tidak berwujud yang sebenarnya.
Unexplained value tersebut berupa pengeluaran saat proses menghasilkan software,
yang mungkin lebih besar daripada nilai software yang diakui dalam laporan
keuangan, namun nilai tersebut tidak diakumulasikan dalam nilai software. Hal
tersebut dapat mendistorsi pengukuran pendapatan perusahaan dan penilaian
perusahaan (Siegel dan Borgia, 2007). Soraya (2013) melakukan penelitian tentang
aset tidak berwujud dan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai aset tidak
berwujud dan RnD berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pasar
perusahaan. Dan menurut penelitian Setijawan (2011), menguji pengaruh aset tidak
berwujud dan biaya amortisasi terhadap nilai perusahaan, dan hasilnya menyatakan
bahwa goodwill tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan 5 dan biaya amortisasi
berpengaruh tehadap nilai perusahaan. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan ternyata menunjukkan hasil yang berbeda mengenai pengaruh nilai aset
tidak berwujud terhadap nilai pasar perusahaan. Perbedaan perkembangan dan
penggunaan teknologi mungkin dapat mengakibatkan perbedaan dalam
penggunaan aset tidak berwujud. Tingkat penggunaan aset tidak berwujud yang
berbeda menyebabkan perbedaan kinerja keuangan perusahaan dan kemampuan
perusahaan dalam menciptakan nilai. Berdasarkan uraian diatas dan masih
banyaknya perusahaan yang kurang sadar akan pentingnya melaporkan nilai aset
tidak berwujud yang dapat memberikan manfaat ekonomis di masa yang akan
datang dalam laporan keuangan, membuat peneliti ingin menguji pengaruh dari
nilai aset tidak berwujud dan penelitian dan pengembangan terhadap nilai
perusahaan dengan menggunakan data dari perusahaan farmasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. Perusahaan farmasi dipilih sebagai objek
kajian karena perusahaan farmasi merupakan industri yang sangat memanfaatkan
aset tidak berwujud seperti goodwill, merk dagang, hak paten, dan aset tidak
berwujud yang berhubungan dengan teknologi. Industri farmasi merupakan industri
yang intensif melakukan penelitian, industri yang inovatif dan seimbang dalam
penggunaan sumber daya manusia serta teknologi. Dipilihnya perusahaan Farmasi
sebagai sampel dikarenakan perusahaan tersebut memiliki persaingan bisnis yang
5
kuat, misalnya 6 dengan adanya berbagai obat generik, obat cina, obat luar yang
beredar dimasyarakat, mengharuskan perusahaan melakukan pembaharuan produk
dan inovasi bagi keberlangsungan hidup perusahaan farmasi, hal tersebut sangat
bergantung pada aset tidak berwujud yang dimiliki perusahaan. Misalnya pada
perusahaan farmasi seperti Novartis yang menghabiskan dana yang besar untuk
mengembangkan produk baru dan cenderung melaksanakan penelitian dan
pengembangan yang intens.
6
BAB II
Pembahasan
7
tersebut merupakan aset berwujud atau takberwujud. Contoh dari kondisi tersebut
adalah compact disc yang berisi perangkat lunak komputer (computer software)
atau komputer yang didalamya terdapat database.Dalam situasi seperti ini maka
diperlukan pertimbangan untuk menentukan elemen mana yang lebih signifikan.
Aset takberwujud pada awal pengakuannya harus diakui sebagai biaya perolehan.
Pengukuran biaya perolehan aset takberwujud tergantung dari kondisi aset
takberwujud tersebut diakuisisi. Terdapat beberapa kemungkinan cara perolehan
aset takberwujud, yaitu:
1. Perolehan terpisah
2. Akuisisi sebagai bagian dari kombinasi bisnis
3. Akuisisi dengan hibah pemerintah
4. Pertukaran aset
5. Aset takberwujud yang dihasilkan secara internal (goodwill dan aset
takberwujud lainnya).
Perolehan Terpisah
1. Harga pembelian, termasuk bea impor dan pajak yang tidak dapat
dikembalikan, dikurangi diskon dan rabat;
8
2. Biaya yang secara langsung dapat diatribusikan yang terjadi dalam
menyiapkan aset tersebut sehingga siap untuk digunakan sesuai tujuan
penggunaannya.
Pertukaran Aset
Cara lain perolehan aset takberwujud adalah melalui pertukaran aset non
moneter atau sekelompok aset moneter, atau kombisnasi dari aset moneter dan aset
non moneter. Jika aset yang diperoleh tidak diukur dengan nilai wajar, maka biaya
perolehan aset takberwujud diukur sesuai dengan jumlah tercatat dari aset yang
dilepaskan.
Hal-hal yang perlu diertimbangkan entitas untuk aruskas di masa depan adalah :
1. Konfigrasi (contohnya resiko,waktu, dan jumlah) dari arus kas dari aset yang
diterima berbeda dari konfigurasi arus kas dari aset yang ditukarkan;
2. Nilai spesifik entitas dari bagian operasinya yang diengaruhi entitas oleh
perubahan transaksi sebagai akibat dari pertukaran.
9
Aset Takberwujud yang Dihasilakan Secara Internal
Goodwill hanya boleh diakui sebgai akibat dari kombinasi bisnis. Goodwilll
yang timbu secara internal tidak diakui sebagai aset takberwujud karena tidak
memenuhi kriteria pengakuan sebagai berikut.
1. Tahap Penelitian
Penelitian adalah penelitian orisinal dan terencana yang dilaksanakan dengan
harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu
yang baru. Seluruh biaya penelitian harus dibebankan pada periode yang
bersangkutan.
Contoh–contoh kegiatan penelitian adalah:
a. Kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan baru;
b. Pencarian (evaluasi dan seleksi final) untuk penerapan atas penemuan riset
atau pengetahuan lainnya;
c. Pencarian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa;
dan
d. Perumusan, desain, evaluasi, dan seleksi final berbagai kemungkinan
alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa yang baru
atau ditingkatkan.
2. Tahap Pengembangan
Pengembangan adalah temuan penelitian atau pengetahuan lainnya pada
suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk, proses, sistem,
atau jasa yang sifatnya baru atau yang mengalami perbaikan subtansial, sebelum
dimulainya produksi komersial atau pemakaian.
Contoh–contoh kegiatan pengembangan adalah:
a. desain, konstruksi, serta pengujian prototipe dan model sebelum produksi
atau sebelum digunakan.
b. desain, peralatan, cetakan, dan pewarnaan yang melibatkan teknologi baru.
10
c. desain, konstruksi, dan operasi, pabrik percontohan, yang skalanya tidak
ekonomis, untuk produksi komersial.
d. desain, konstruksi, dan pengujian alternatif bahan baku, peralatan, produk,
proses, sistem, atau jasa, yang baru atau yang diperbaiki.
Terdapat enam kriteria pengakuan spesifik yang harus dipenuhi seluruhnya agar
biaya pengembangan dapat dikapitalisasi, yaitu :
11
standar sebelum adanya pengeluaran tersebut dan biaya dapat diukur dan dapat
diatribusikan ke aset secara andal.
Entitas harus memiliki salah satu dari 2 (dua) dasar pengukuran aset tak
berwujud,yaitu (1) model biaya perolehan dan (2) model revaluasi. Jika entitas
memilih menggunakan model revaluasi maka semua aset dalam kelas yang sama
harus diperlakukan sama,kecuali apabila tidak ada pasar aktif untuk aset tersebut.
Model Revaluasi
Apabila model revaluasi dipilih oleh entitas, maka nilai aset setelah
pengukuran awal dinilai berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan akumulasi
amortisasi da akumulasi rugi penurunan nilai.
12
operator taksi tersebut adalah Rp 240.000.000 dan nilai akumulaasi penyusutan per
31 desember 2015 adalah Rp 80.000.000.
Amortisasi
1. Harapan manfaat aset bagi entitas dan apakah aset dapat dikelola secara
efisien oleh tim manajemen lain.
2. Tipe siklus hidup produk bagi aset dan informasi umum mengenai estimasi
masa manfaat dari aset serupa yang digunakan untuk keperluan yang serupa.
3. Jenis teknis,teknologi,komersial atau jenis lain dari keusangan.
4. Stabilitas industry dimana aset beroperasi dan perubahan permintaan pasar
atau produk atau jasa yang dihasilkan aset.
5. Perkiraan atas tindakan competitor atau competitor potensial.
6. Tingkat pengeluaran perawatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
manfaat ekonomis masa depan dari aset dan kemampuan entitas serta niat
entitas untuk mencapai tingkat tersebut.
13
7. Periode pengendalian aset dan hokum atau batasan serupa dalam
pemanfaatan aset,seperti masa berlaku sewa yang berhubungan.
8. Apakah masa manfaat aset tergantung dengan masa manfaat aset entitas
lainnya.
Jumlah yang diamortisasi adalah harga perolehan aset(atau harga pasar dalam
hal menggunakan model revaluasi) dikurangi nilai sisanya. Amortisasi dimulai
pada saat aset tersebut siap untuk dipergunakan dan dihentikan pada saat aset
tersebut dihentikan penggunaannya atau direklasifikasi menjadi aset tidak lancer
dimiliki untuk dijual sesuai PSAK 58.
Kas Rp600.000.000
Perhitungan amortisasi juga memerlukan estimasi nilai sisa. Dalam kasus aset
takberwujud,nilai sisa biasanya diasumsikan sama dengan nol,kecuali jika ada
komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset takberwujud tersebut pada akhir
masa manfaatnya atau terdapat pasar aktif aset tersebut dan nilai sisa dapat
ditentukan dengan mengacu ke pasar aktif tersebut serta terdapat kemungkinan
14
besar bahwa pasar aktif tersebut masih tetap ada pada akhir masa manfaat aset. Nilai
sisa, seperti halnya masa amortisasi,harus ditelaah tiap akhir periode. Apabila
terdapat revisi, maka harus diperlakukan secara prospektif(yaitu mengubah nilai
amortisasi periode mendatang).
Masa manfaat ‘tidak terbatas’ bukan berarti masa manfaat ‘tidak terhingga’.
Masa manfaat tersebut harus ditentukan berdasarkan rencana pengeluaran masa
depan yang dibutuhkan untuk merawat aset pada standar kinerjanya.
Entitas harus menilai apakah terdapat indikasi penurunan nilai disetiap akhir
periode pelaporan. Apakah terdapat indikasi penurunan nilai,maka entitas
membandingkan antara jumlah tercatat aset takberwujud dengan nilai terpulihkan
(sesuai PSAK 48).
15
menentukan tanggal pelepasan aset seperti itu, entitas menerapkan kriteria dalam
PSAK 23: Pendapatan untuk mengakui pendapatan dari penjualan barang. PSAK
30: Sewa diterapkan untuk pelepasan dengan cara transaksi jual dan sewa-balik.
Sesuai dengan prinsip pengakuan, jika entitas mengakui biaya penggantian
sebagian dari aset tak berwujud ke dalam jumlah tercatat aset tak berwujudnya,
maka entitas juga menghentikan pengakuan jumlah tercatat dari bagian yang
diganti. Jika tidak praktis bagi entitas untuk menentukan nilai wajar bagian aset tak
berwujud yang diganti tersebut, maka entitas dapat menggunakan biaya
penggantian sebagai suatu indikasi berapa biaya perolehan dari bagian yang diganti
pada saat penggantian tersebut diperoleh atau dihasilkan secara internal.
Piutang imbalan pada pelepasan aset tak berwujud diakui awalnya dengan
nilai wajarnya. Jika pembayaran untuk aset tak berwujud tersebut ditangguhkan,
maka piutang imbalan tersebut diakui setara harga tunainya. Perbedaan antara
jumlah nominal imbalan dan harga tunai diakui sebagai pendapatan bunga sesuai
dengan PSAK 23: Pendapatan yang mencerminkan hasil efektif atas piutang
tersebut.
Amortisasi aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas tidak berakhir
ketika aset tersebut tidak lagi digunakan, kecuali aset tersebut sudah disusutkan
seluruhnya atau diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual (atau
termasuk dalam kelompok aset lepasan yang diklasifikasikan sebagai aset dimiliki
untuk di jual) sesuai dengan PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk
Dijual dan Operasi yang Dihentikan.
2.5 Penyajian Aset Takberwujud dan Akun Terkait
Dalam laporan posisi keuangan, aset takberwujud termasuk dalam aset tidak
lancar. Dalam laporan laba rugi komprehensif, penyajian beban amortisasi dan
kerugian dari penurunan nilai sebagai bagian dari laba operasi berkelanjutan,
kecuali apabila kerugian dari penurunan nilai tersebut berhubungan dengan operasi
tidak berkelanjutan.
16
Entitas mengungkapkan hal berikut untuk setiap kelas aset tak berwujud,
dipisahkan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tak
berwujud lain:
1. umur manfaat tidak terbatas atau terbatas, dan jika umur manfaat terbatas, umur
manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan;
2. metode amortisasi yang digunakan untuk aset tak berwujud dengan umur
manfaat terbatas;
3. jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara gabungan dengan
akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;
4. pos dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain yang mana
amortisasi aset tak berwujud termasuk di dalamnya;
5. rekonsiliasi atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
a. penambahan, yang secara terpisah mengindikasikan aset tak berwujud dari
pengembangan internal, diperoleh secara terpisah, dan diperoleh melalui
kombinasi bisnis;
b. aset digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual atau termasuk
dalam kelompok aset lepasan dan dikelompokan sebagai dimiliki untuk
dijual sesuai dengan PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk
Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan penghapusan lainnya;
c. peningkatan atau penurunan selama periode yang berasal dari revaluasi dan
dari pengakuan rugi penurunan nilai atau pembalikan dalam penghasilan
komprehensif lain sesuai dengan PSAK 48: Penurunan Nilai Aset (jika ada);
d. rugi penurunan nilai yang diakui dalam rugi laba selama periode sesuai
dengan PSAK 48 (jika ada);
e. rugi penurunan nilai yang dibalik dalam rugi laba selama periode sesuai
dengan PSAK 48 (jika ada);
f. setiap amortisasi yang diakui selama periode;
g. selisih kurs neto yang timbul dari nilai penjabaran laporan keuangan ke mata
uang penyajian, dan penjabaran operasi luar negeri ke mata uang penyajian
yang digunakan entitas; dan
h. perubahaan lain pada jumlah tercatat aset tersebut selama periode.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Aset takberwujud termasuk kedalam aset tidak lancar dan PSAK 19 Aset
Takberwujud mensyaratkan beberap pengungkapan yang harus dilakukan entitas
terkait dengan aset takberwujud yang dimiliki entitas.
18
DAFTAR PUSTAKA
19