Disusun Oleh:
Anisa Mutiara S
Dita Prasetyawati
M. khairul Huda
Tri Ratna Murtianti
Gangguan bersihan
jalan napas
7. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
1) Foto thorax/babygram pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang
bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam. Pemeriksaan radiologi thorax pada
bayi dengan BBLR yang biasanya mengalami syndrome gangguan nafas,
menunjukkan gambaran retikulo granular yang difus bilateral atau gambaran
bronkhogram udara serta paru yang tidak berkembang. Kardiomegali mungkin
akibat asfiksia prenatal, maternal diabetes, berhubungan dengan kelainan
jantung bawaan atau pengembangan paru yang buruk (IDAI, 2010).
2) USG kepala terutama pada bayi dengan kehamilan 35 minggu dimulai pada
umur 2 hari untuk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan
intrakranial dengan memvisualisasi ventrikel dan struktur otak garis tengah
dengan fontanel anterior yang terbuka (Merenstein, 2002).
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Penunjang BBLR menurut Asnah (2004) adalah sebagai berikut :
1) Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
2) Hematokrit (Ht) : 43%- 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragic prenatal/perinatal)
3) Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan).
4) Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
5) Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
6) Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) : biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
7) Pemeriksaan Analisa Gas Darah
8. Komplikasi
Kemungkinan yang terjadi pada bayi dengan BBLR menurut Marmi dan Rahardjo
(2015) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan tumbuh kembang
Tingginya angka ibu hamil yang mengalami kurang gizi, seiring dengan hidup
resiko tinggi untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak
menderita kekurangan gizi. Apabila tidak meninggal pada awal kehamilan, bayi
BBLR akan tumbuh dan berkembang lebih lambat, terlebih lagi apabila mendapat
ASI eksklusif yang kurang dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup. Oleh
karena itu bayi BBLR cenderung besar menjadi balita dengan status gizi yang
rendah.
b. Hipotermi
Hipotermi terjadi karena peningkatan penguapan akibat kurangnya jaringan lemak
di bawah kulit dan permukaan tubuh yang lebih luas dibandingkan dengan bayi
yang memiliki berat badan lahir normal. Hipotermi pada BBLR juga terjadi
karena pengaturan suhu tubuh yang belum berfungsi dengan baik dan produksi
panas yang berkurang karena lemak coklat yang belum cukup (Marmi dan
Rahardjo 2015).
c. Asfiksia
Asfiksia atau gagal bernafas secara spontan saat lahir atau beberapa menit setelah
lahir sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR, hal ini disebabkan oleh
kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan pengembangan yang belum sempurna,
otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung atau
pliable thorax (Marmi dan Rahardjo 2015).
d. Infeksi
Bayi premature mudah sekali mengalami infeksi, hal ini terjadi karena daya tahan
tubuh yang masih lemah, serta kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan antibodi yang belum sempurna. Oleh karena itu, tindakan preventif
perlu dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan
prematuritas (BBLR) (Marmi dan Rahardjo, 2015).
e. Perdarahan Intarventrikular
Perdarahan intarventrikular yaitu perdarahan spontan pada ventrikel otak lateral,
biasanya terjadi bersamaan dengan terbentuknya membrane hialin di paru-paru
(Novita, 2011).
f. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia terjadi karena hepar pada bayi premature belum matur atau
belum matang serta kerja sirkulasi enterhepatik yang belum sempurna (Novita,
2011).
g. Kematian
Pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran, bayi dengan berat lahir rendah
kecenderungan untuk terjadinya masalah lebih besar jika dibandingkan dengan
bayi berat badan lahirnya normal. Hal ini dikarenakan organ tubuhnya belum
berfungsi dengan sempurna seperti bayi normal. Oleh karena itu ia mengalami
banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Semakin pendek masa
kehamilannya maka semakin kurang sempurna pertumbuhan organ- organ dalam
tubuhnya sehingga mudah terjadi komplikasi serta meningkatkan angka kematian
pada bayi (Marmi dan Rahardjo 2015)
9. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayi prematuritas maka perawatan dan pengawasan ditujukan pada
pengaturan suhu, pemberian makanan bayi, ikterus, pernapasan, hipoglikemi dan
menghindari infeksi. Berikut penatalaksanaan pada bayi prematuritas atau BBLR
menurut Marmi dan Rahardjo (2015) :
a. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas atau BBLR
Bayi premature dapat dengan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermi karena pusat pengaturan panas belum berfungsi 19 dengan baik,
metabolism rendah dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematuritas harus dirawat dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati
dalam rahim, apabila tidak ada inkubator bayi dapat dibungkus dengan kain dan
di sampingnya ditaruh botol berisi air panas, sehingga panas badannya dapat
dipertahankan.
Selain itu, cara penghangatan bayi juga dapat dilakukan Skin To Skin
Contact, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi berdekapan
dari kulit ke kulit segera setelah lahir atau setelahnya bayi akan lebih bahagia,
suhu tubuh bayi akan lebih stabil dan lebih normal serta gula darah bayi lebih
meningkat. Ada juga cara yang lain yaitu metode Kangaroo Mother Care, secara
klinis metode ini membuat detak jantung bayi menjadi stabil dan pernapasannya
lebih teratur. Sehingga penyebaran oksigen ke seluruh tubuh lebih baik. Selain itu
cara ini mencegah bayi kedinginan. Bayi dapat tidur dengan nyenyak dan lebih
lama, lebih tenang, lebih jarang menangis dan kenaikan berat badannya menjadi
lebih cepat serta pertumbuhan dan perkembangan motorikpun menjadi lebih baik.
Bagi orang tua, hal ini turut menumbuhkan rasa percaya diri dan kepuasan
bekerja.
b. Makanan bayi premature
Alat pencernaan bayi belum sempurna, lambung masih terlalu kecil, enzim
pencernaan belum matang sedangkan kebutuhan protein 3-5 gram/kgBB dan
kalori 110 kal/kgBB sehingga pertumbuhan dapat meningkat. Pemberian minum
bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung,
reflek masih lemah sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit
dengan frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama
sehingga hanya ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya
kurang, maka ASI dapat diperas dan diberikan dengan sendok perlahan-lahan atau
dengan memasang sonde. Permulaan cairan yang diberikan 50-60 cc/kgBB/hari
terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
c. Ikterus
Semua bayi premature menjadi ikterus karena system enzim hatinya belum matur
dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari
berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolysis dan infeksi
maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul
dini atau lebih cepat bertambah coklat.
d. Pernapasan
Bayi premature mungkin menderita penyakit membrane hialin. Pada penyakit ini
tanda-tanda gawat pernapasan selalu ada dalam 4 jam. Bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator, dada abdomen harus dipaparkan untuk
mengobservasi pernapasan.
e. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi premature yang sakit bayi berberat badan lahir
rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah
secara teratur.
f. Menghindari infeksi
Bayi premature mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh yang
masih rendah, kemampuan leukosit yang masih kurang dan pembentukan antibodi
yang belum sempurna. Oleh karena itu, tindakan preventif sudah dilakukan sejak
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari asuhan keperawatan, tujuan dari pengkajian
itu sendiri adalah pengumpulan data. Pengkajian keperawatan pada pasien kritis
merupakan tahap awal yang sangat penting untuk menentukan rencana keperawatan
berikutnya, mengingat kondisi pasien yang belum stabil. Ada beberapa model
pengkajian yang telah dikembangkan, antara lain model dari North Coast Area Health
Service mengelompokkan menurut system tubuh, berikut adalah model pengkajian
menurut North Coast Area Health Service.
a. Pengkajian North Coast Area Health Service
1) System neurological
Pada pengkajian ini pertama kali dikaji adalah tingkat kesadaran. Pengkajian
kesadaran pada neonatus dihitung berdasarkan :
a) S1 : mata tertutup, tidak menangis, tidak bergerak
b) S2 : mata tertutup, tidak menangis, bergerak
c) S3 : mata terbuka, tidak menangis, tidak bergerak
d) S4 : mata terbuka, tidak menangis, bergerak
e) S5 : mata terbuka, menangis, bergerak
Selain pengkajian pada tingkat kesadaran, pada system neurological juga
dikaji reflek gerak. Berikut reflek pada bayi menurut Novita (2011) :
a) Reflek babinsky (menggenggam) : reflek yang dilakukan dengan cara
telapak kaki ditekan dari arah tumit ke ibu jari secara lateral. Karakteristik
respon yang muncul adalah semua jari kaki hyperekstensi dengan
dorsofleksi pada ibu jari.
b) Reflek rooting (mencari puting) dan reflek sucking (menghisap) : reflek
ini dilakukan dengan menyentuh bibir, dagu atau bagian pinggir dari
mulut dengan tangan atau puting susu. Bayi yang normal akan berespon,
infant akan menggerakkan kepala ke bagian yang disentuh, dengan
membuka mulut memegang, dan menghisap.
c) Reflek moro (kaget) : reflek ini dilakukan dengan memberikan suara atau
goyangan yang membuat bayi terkaget, maka bayi yang normal akan
menggerakkan keempat ekstremitas, telunjuk dan ibu jari membentuk
huruf C.
d) Reflek tonik neck : reflek yang dilakukan dengan meletakkan infant di
tempat tidur, lalu miringkan kepala dengan cepat ke salah satu sisi, maka
bayi yang normal akan memberikan respon apabila muka bayi menghadap
kiri, maka kaki dan lengan kanan ekstensi.
2) System respiratory
Pada system ini pengkajian pertama kali dilakukan adalah melihat jalan nafas,
apakah ada sumbatan atau tidak. Apakah pasien terpasang alat bantu nafas,
jika terpasang alat bantu apakah yang tepat digunakan serta berapa ukurannya.
Lihat kondisi mukosa mulut, apakah basah, kering, atau lembab. Lalu kaji
respon batuk, apakah batuk secara spontan, batuk dengan kuat, lemah atau
karena adanya tindakan keperawatan seperti suction. Selanjutnya kaji
respiratory, berapa frekuensi nafas, cepat atau lambat serta kaji apakah
bernafas menggunakan otot bantu pernafasan. Pantau ekspansi dada, simetris
atau tidak. Auskultasi suara nafas tambahan, apakah suara nafas bersih, kasar
atau basah.
3) System cardiovascular
Kaji tanda-tanda vital, kenaikan atau penurunan tanda-tanda vital
mengindikasikan adanya masalah pada system cardiovascular. Lihat
perubahan warna pada kulit serta oedema, sianosis mengindikasikan suplai
oksigen ke jaringan berkurang.
4) System gastrointestinal
Kaji kondisi abdomen, seperti konsistensi abdomen apakah lunak, keras, tebal,
terjadi distensi atau tidak. Kaji juga suara isi perut dengan auskultasi,
dengarkan peristaltik usus apakah terdengar cepat atau lambat atau bahkan
tidak terdengar sama sekali. Kaji feeding tube, seperti tipe apa yang
digunakan, masuk ke gastric, duodenal, atau jejunal. Kaji Total Parenteral
Nutrition (TPN).
5) System genitourinary
Kaji output urine, berapa banyak frekuensinya dalam sehari. Apakah pasien
terpasang selang catheter, berapa ukurannya, serta kapan dipasang. Kaji apa
saja pengeluaran per vagina atau per urethra.
6) System vascular access
Dari vascular access dapat dikaji apa saja yang masuk ke tubuh pasien, seperti
infus dan obat-obatan. Berapa banyak dalam sehari, serta berapa
kecepatannya.
7) System integument dan musculoskeletal
Pada system ini perlu dikaji seluruh bagian musculoskeletal, apakah utuh,
apakah ada patahan. Kaji juga kondisi kulit, apakah ada ruam, oedema atau
perubahan pada kulit. Posisikan kepala pasien dengan sudut 30-40º lebih
tinggi dari tubuh, kecuali jika ada kontraindikasi. Kaji pola aktifitas pasien
seperti kebutuhan Activities of Daily Living (ADL), apakah pasien bisa
melakukan ADL mandiri, semua ADL perlu bantuan, atau hanya memerlukan
bantuan sebagian.
b. Pengkajian terhadap faktor resiko menurut Pratiwi (2013) adalah sebagai berikut :
1) Maternal : usia, riwayat kesehatan yang lalu, perkembangan social, riwayat
pekerjaan.
2) Obstetric : periode, kondisi kehamilan terakhir.
3) Perinatal : antenatal, informasi prenatal maternal health (Deabetus mellitus,
jantung).
4) Intra partum event :
a) Usia gestasi : lebih dari 34 minggu sampai dengan 42 minggu
b) Lama dan karakteristik persalinan : persalinan lama pada kala I dan II, KPD
24 jam.
c) Kondisi ibu : hipotensi/hipertensi, progesif perdarahan, infeksi.
d) Keadaan yang mengidentifikasi fetal, distress lebih dari 120x/menit sampai
160x/menit.
e) Penggunaan analgetik
f) Metode melahirkan : Section caesarea, Forcep, Vacum.
Data pendukung sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan rencana keperawatan. Data dukung yang perlu dikaji antara lain :
a. Laboratorium seperti hematologi dan AGD
b. Rongent
c. USG
d. Foto thorax
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam pengambilan diagnosis, diambil literature diagnosis menurut Standar Diagnosa
Keperawatan (2018). SDKI (2018) diagnosis keperawatan pada neonatus yang
mengalami BBLR adalah sebagai berikut:
a. Pola Napas Tidak Efektif b.d Depresi sistem saraf pusat.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi.
c. Resiko Termoregulasi tidak efektif di buktikan dengan Suplai lemak subkutan
tidak memadai (Imaturitas).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif terpasang infus umbilical,
imunosupresi dibuktikan dengan Berat badan lahir prematuritas (Keadaan terkait).
3. Intervensi
No Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan f. Monitor frekuensi, irama,
keperawatan selama 3x24 kedalaman, dan upaya dalam
jam, diharap masalah pola bernapas
napas dapat teratasi dengan g. Monitor pola napas ex:
kriteria hasil : dispnea, takipnea
1. Tidak ada pernapasa h. Monitor adanya sputum
cuping hidung score 5 i. Monitor bunyi napas tambahan
2. Tidak mengalami ex: gurgling, mengi, wheezing,
takikardi score 5 ronkhi kering
3. Pola napas membaik j. Monitor saturasi oksigen dan
(reguler) score 5 nilai AGD
4. Tidak sianosis k. Monitor hasil X-ray thorax
l. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemberian terapi
Keterangan : oksigen
a. Score 1 : menurun
m. Lakukan fisioterapi dada, jika
b. Score 2 : cukup menurun
c. Score 3 : sedang perlu
d. Score 4 : cukup membaik n. Lakukan suction kurang lebih
e. Score 5 : membaik 15 detik
o. Berikan oksigen, jika perlu
p. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemberian terapi
oksigen
q. Identifikasi alat bantu napas
yang tepat
r. Identifikasi ketepatan fraksi
pemberian terapi oksigen
s. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
t. Auskultasi bunyi napas
u. Edukasi terhadap keluarga
tentang pemberian alat bantu
napas yang dipasang kepada
psien
v. Kolaborasi dengan dokter,
radiologi, dan laboratorium
terkait tindakan lain
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan selama 2. Identifikasi perlunya selang
3x24jam, diharap masalah penggunaan nasogastritik
defisit nutrisi dapat teratasi 3. Manitor asupan makanan
dengan kriteria hasil : 4. Monitor berat badan
1. Tidak ada penurunan 5. Monitor hasil pemeriksaan
berat badan laboratorium
6. Lakukan oral higyn sebelum
makan bila perlu
7. Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain untuk
menentukan jumlah kebutuhan
gizi yang diperlukan
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda vital baik score
keperawatan selama 5
3x24jam, diharap masalah 2. Monitor warna dan suhu kulit
resiko termoregulasi tidak 3. Mandikan bayi dengan suhu
terjadi dengan kriteria hasil : ruangan 21-24ºC
1. Suhu tubuh baik score 5 4. Mandikan bayi selama 5-10
2. Suhu kulit baik score 5 menit 2 kali dalam sehari
3. Frekuensi nadi baik 5. Pasang alat pemantau suhu
score 5
kontingue
Keterangan : 6. Tempatkan bayi baru lahir di
a. Score 1 : menurun bawah radiant warmer
b. Score 2 : cukup menurun 7. Pertahankan kelembapan
c. Score 3 : sedang inkubator 50% atau lebih untuk
d. Score 4 : cukup membaik mengurangi kehilangan panas
e. Score 5 : membaik karena evaporasi
8. Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu
bahan bahan yang akan kontak
pada bayi
10. Demonstrasikan teknik
keperawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR
11. Kolaborasi antipiretik jika
diperlukan
4 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
keperawatan selama infeksi lokal dan sistemik
3x24jam, diharap tidak 2. Batasi jumlah pengunjung
terjadi infeksi dengan 3. Cuci tangan sebelum dan
kriteria hasil : sesudah kontak dengan pasien
1. Tidak demam score 5 dan lingkungan pasien
2. Tidak ada kemerahan 4. Pertahankan tindakan aseptik
score 5 pada pasien beresiko tinggi
3. Tidak bengkak score 5
5. Ajarkan mencuci tangan
4. Leukosit baik score 5
(L : 10.000 – 20.000) dengan benar kepada keluarga
6. Ajarkan etika batuk pada
keluarga
Keterangan : 7. Kolaborasi pemberian
a. Score 1 : menurun imunisasi jika perlu
b. Score 2 : cukup menurun
c. Score 3 : sedang
d. Score 4 : cukup membaik
e. Score 5 : membaik
DAFTAR PUSTAKA
Dwienda, O., Lieva M., Eka M.S. & Rina Y. (2014). Asuhan Kebidanan Neonates, Bayi/Balita
dan Anak Pra Sekolah Untuk Para Bidan. Yogyakarta : Deepublish
Marmi & Rahardjo, K. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Mutianingsih, R. (2014). Sinopsis Tesis. Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan
Kejadian Ikterus, Hipoglikemi, dan Infeksi Neonatorum. Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang. Tersedia di
ws.ub.ac.id/selma2010/public/images/…/2014 0424152856_7575. pdf diunduh pada
hari Senin tanggal 18 November 2019
Novita, R. V.T. (2011). Keperawatan Maternitas. Bogor : Ghalia Indonesia
Nurarif, A.H. & Kusuma. (2015). Aplikasi NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Med Action
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (1st ed.). Jakarta:
DPP PPNI
PPNI, T. P. sdki D. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta: DPP
PPNI.