Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan influenza dengan
berbicara yang ada pada manusia. Sedangkan manfaat dari pembuatan makalah ini adalah
menambah referensi perpustakaan Universitas Jember, khususnya dalam hal pengetahuan
hubungan influenza dengan berbicara untuk mahasiswa. Hasil penulisan makalah ini dapat
berfungsi sebagai pengetahuan yang bisa dijadikan pedoman dalam memahami tentang
hubungan influenza dengan berbicara bagi masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus
2.1.1 Definisi

Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang disebabkan oleh
virus influenza, terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala dan sering
disertaipilek, sakit tenggorokan dan batuk non produktif yang disebabkan oleh virus influenza.
Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri.Influenza Like Illness (ILI)
adalah demam dengan temperatur ≥ 37,8° C atau riwayat demam sebelumnya disertai dengan 2
dari 4 gejala klinis yaitu batuk, sakit kepala, mialgia dan sakit tenggorokan yang terjadi dengan
onset yang akut dalam 48-72 jam.

2.1.2 Etiologi

Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat
dibedakan dengan complement fixation test.Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang
bersifat epidemik. Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe
A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi. Tipe C adalah tipe yang diragukan
sifat patogenisitasnya terhadap manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja.
Viruspenyebab influenza merupakan suatu Orthomyxovirus golongan RNA dan berdasarkan
namanya jelas bahwa virus ini mempunyai afinitas untuk myxo atau musin.
2.1.3 Struktur dan komposisi virus

Virus influenza tergolong ke dalam famili Orthomyxoviridae dan terdiri dari 3 tipe yaitu
influenza A, B dan C. Perbedaan tipe tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik antigenik
dari protein NukleoProtein (NP) dan matriks (M) pada virion virus ini. Influenza A selanjutnya
dibagi atas berbagai subtipe sesuai dengan antigen permukaan Hemaglutinin (H) dan
Neuraminidase (N). Selain itu juga dilakukan penamaan strain virus influenza A berdasarkan
tempat asal ditemukannya virus, nomor isolasi dan tahun diisolasi. Sebagai contoh adalah
influenza A/Hiroshima/52/2005 (H3N2).

Sampai saat ini virus influenza A dikenal mempunyai subtipe H dan 9 subtipe N yang
mana hanya subtipe H1, H2, H3, N1 dan N2 yang diketahui sebagai penyebab beberapa
pandemic influenza di dunia. Influenza B dan C juga mempunyai struktur yang hampir mirip
dengan influenza A, namun antigen H dan N dari kedua tipe virus influenza ini tidak dibagi lagi
atas pembagian subtipe sebab variasi pada antigen H dan N jarang dijumpai pada tipe B dan
bahkan tidak pernah terjadi pada virus influenza. Karena infeksi virus influenza A dan B sangat
sering dijumpai pada manusia, maka penelitian tentang kedua tipe tersebut berkembang dengan
sangat pesat. Influenza A dan B mempunyai morfologi bentuk yang sama. Virion virus
berbentuk partikel sferis yang ireguler dengan diameter sekitar 80-120 nm, serta terbungkusoleh
suatu lapisan selubung yang tersusun oleh zat lipid yang merupakan tempat munculnya antigen
permukaan H dan N.

Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen yang dibungkus oleh protein
nukleokapsid membentuk struktur Ribonukleoprotein (RNP). Setiap gen akan memegang
peranan dalam proses sintesis protein virus, yaitu polymerase B1 (PB1), polymerase B2 (PB2),
polymerase A (PA), hemaglutinin (HA), nukleocapsid protein (NP), neuraminidase (NA), matrix
protein (M)yang terdiri dari 2 jenis yaitu M1 dan M2 (hanya pada virus influenza A) , dan yang
terakhir non structural protein (NS). Perbedaan antara influenza A dan B terletak pada komponen
protein M2 yang hanya dijumpai pada influenza A dan tidak didapati pada influenza B. Untuk
influenza C hanya dididapati 7 segmen genom pengkode sintesis protein dengan tidak
dijumpainya genom penghasil neuraminidase di permukaan virion.

Virus influenza diselubungi oleh suatu lapisan lipid yang terdiri dari 2 lapisan.Dua
glikoprotein virus yaitu HA dan NA terlekat pada selubung virus tersebut. Pada lapisan selubung
tersebut didapati jugaprotein M2 yang berfungsi sebagai ion channel pump untuk stabilitas pH di
dalam endosom. Struktur protein M1 terletak di bawah selubung dan berfungsi sebagai protein
struktural dan membantu pemindahan RNP pada saat terjadi proses replikasi virus. 26 Virus
influenza relatif tahan pada suhu 0-40 C selama berminggu-minggu tanpa kehilangan daya
hidup. Virus menjadi tidak infeksius pada suhu -200 C dan rusak bila terkena eter atau derivat
alkohol.

2.1.4 Patogenesis
Ketika membicarakan tentang patogenesis infeksi virus influenza, maka tidak akan
terlepas dari tinjauan aspek virologinya mengingat sifat virus influenza yang khas terutama
dalam hal perubahan genetik.Untuk mempermudah maka pembahasan dapat dibagi atas dua
bagian besar yaitu faktor viral dan faktor pejamu.

Virus influenza mempunyai protein permukaan HA yang mempunyai spesifisitas


terhadap sel yang mengandung reseptor α (2,6) linkage sialic acid. Akan tetapi mutasi pada gen
virusmenyebabkan virus influenza yang biasanya dijumpai pada binatang seperti burung, babi,
kuda ataupun mamalia laut dapat menginfeksi manusia. Diduga mutasi terjadi pada titik
antigenik HA, yang memungkinkan HA menjadi dapat melekat pada 2 jenis reseptor sialic acid
yang berbeda yaitu α (2,3) dan α (2,6). Hal ini dijumpai pada kasus infeksi virus influenza A
H5N1 avian pada manusia dan pada saat pandemi flu Spanyol 1918 yang diakibatkan oleh H1N1
avian.

Namun perbedaan diantara keduanya adalah transmisimanusia ke manusia pada H5N1


belumlah dijumpai, sedangkan pada H1N1 (1918) hal tersebut terjadi dan menjadi penyebab
terjadinya pandemi flu Spanyol pada tahun 1918. Taunberger dkk (2005) menemukan bahwa
terdapat perbedaan sekuensi gen polimerase PB1, PB2 dan PA antara H1N1 1918 dengan virus
H5N1 yang mengakibatkan perbedaan urutan asam amino pada RNA polimerase keduanya.
Perbedaan inilah yang diduga sebagai penyebab mengapa transmisi antara manusia pada H5N1
belum terjadi.Hal ini dikonfirmasi oleh Hatta (2007) yang mendapati bahwa substitusi asam
amino pada PB2 mempunyai efek peningkatan adaptasi pada manusia, peningkatan virulensinya,
dan adaptasi kemampuan replikasi pada temperatur di saluran nafas.

Selain dari kemampuan untuk berikatan dengan reseptor sialic acid spesifik pada epitel
kolumnar saluran nafas, virulensi juga ditentukan oleh derajat replikasi, kemampuan virus
influenza untuk menginduksi reaksi inflamasi dan mekanisme kemampuan virus untuk
menghindari aktivitas sistem imunitas tubuh manusia.

Replikasi virus ditandai dengan lepasnya ikatan protein virus dengan sel epitel saluran
nafas dan beredarnya partikel virus influenza baru, baik ke sel yang berada didekatnya atau
akandibatukkan ke udara bebas. Lepasnya ikatan dengan protein virus membutuhkan suatu
enzim protease yang dihasilkan oleh sel epitel saluran nafas. Melalui proses mutasi tertentu,
virus influenza yang mempunyai derajat virulensi tinggi mempunyai kemampuan untuk
melakukan replikasi tanpa adanya protease. Fenomena ini diamati terjadi pada pada virus
influenza A H1N1 (1918) dan influenza A H5N1. Meskipun masih kontroversial, namun diduga
hal inimerupakan jawaban sementara terhadap fakta didapatinya RNA virus influenza A H5N1 di
luar saluran nafas, yaitu di saluran cerna dan di darah.

Faktor viral load juga dianggap mempunyai peranan penting dalam menentukan derajat
kefatalan akibat infeksi virus influenza.Menno (2006) pada penelitiannya terhadap pasien
penderita infeksi infuenza A H5N1 di Vietnam mendapatkan bahwa pada kasus infeksi yang
fatal didapati viral load yang tinggi pada faring penderita dan juga didapati RNA virus di rektum
dan darah penderita, hipersitokinemia (IL 10, IL 6 dan IFN α), dan jumlah limfosit T yang
sedikit di darah.

Walaupun infeksi influenza telah cukup sering diteliti, namun pola inflamasi dan regulasi
sistem imun pada pasien influenza masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. Infeksi influenza
pada saluran nafas akan segera diikuti dengan produksi sitokin pro inflamasi yang bersifat
kemoreaktan menarik sel-sel imun menuju ke lokasi infeksi di saluran nafas dan semakin
memperberat inflamasi yang ada. Sitokin yang mempunyai peranan terpenting diantaranya
adalah Tumor Necrotizing Factor (TNF) α/β, Interleukin (IL)-6, Interferon (INF) α/γ, IL-8 dan
Macrophage Inhibitory Factor (MIF)-12. Sitokin-sitokin ini akan berinteraksi dengan organum
vasculosum of the lamina terminalis (OVLT) untuk membentuk PGE2. Hal ini akan
meningkatkanset point thermoregulator hipotalamus dan mengakibatkan terjadinya demam.
Sitokin-sitokin ini juga akan memprovokasi timbulnya gejala tambahan lain baik lokal
respiratorik maupun sistemik (gambar 3).

Beberapa subtipe influenza seperti A H1N1 (1918) dan A H5N1 mempunyai kemampuan
yang sangat poten dalam menginduksi sitokin pro inflamasi (terutama TNF α) melalui
perangsangan produk antigen genom NS1. Gen NS1 juga mampu menekan kerja interferon
tubuh yang merupakan zat anti replikasi virus yang dihasilkan oleh tubuh manusia. Produksi
sitokin ini sendiri diawali oleh proses apoptosis, baik yang bersifat alamiah (sebagai respon
pertahanan tubuh untuk membatasi proses replikasi virus), maupun apoptosis yang diinduksi
akibat infeksi virus influenza tersebut. Kematian dan kerusakan sel-sel tersebut akan memicu
pelepasan sitokin pro inflamasi dan timbulnya reaksi inflamasi lokal dan sistemik.

Penyebaran virus influenza terjadi melalui droplet infection dimana virus dapat tertanam
pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau langsung memasuki alveoli, tergantung
dariukuran partikel (droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpapar dengan
mukoprotein yang mengandung sialic acid yang dapat berikatan dengan alpha 2,6
sialioligosakarida yang berasal dari membran sel dimana residu sialic acid yang dapat berikatan
dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang
terdapat pada membran mukosa merupakan penyebab mengapa virus avian influenza tidak dapat
mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini
akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah.
Tetapi virus mengandung protein neuramidase pada permukaannya yang dapat memecah ikatan
tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas untuk kemudian
bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu
singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari,
lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan
membengkak dan intinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan
inklusi.
Gbr. 3. Patogenesis gejala dan tanda akibat infeksi virus influenza29

Beberapa penelitian menunjukkan tingginya koinsidensi antara infeksi virus influenza


dengan infeksi pneumonia bakterial.Ternyata kerusakan dari sel epitel saluran nafas dan
gangguan pergerakan silia merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi bakterial.Omar
(1998) menemukan bahwa sel epitel columnar yang terinfeksi influenza mempunyai peningkatan
kemampuan perlekatan terhadap bakteri Stafilokokus aureus.Bahkan Zambon (2001)
mendapatkan bahwa koinfeksi bakteri akan memperkuat proses pelepasan HA melalui
mekanisme tidak langsung. Mekanisme yang pertama adalah protease dari bakteri akan
membantu memperkuat efek protease seluler dalam proses pelepasan hasil replikasi.Mekanisme
yang kedua, diduga beberapa enzim bakteri seperti streptokinase atau sfafilokinase membantu
proses aktivasi beberapa sub tipe virus. Disebutkan juga bahwa infeksi virus influenza dapat
memperlemah respon imunitas makrofag terhadap infeksi bakteri.

2.2 Suara Bindeng (Rhinolalia)

Suara bindeng atau sengau (rhinolalia) adalah keluarnya suara yang tak seperti
biasa.Gejala tersebut biasanya muncul saat seseorang menderita flu berat. Ternyata warna suara
tak hanya dibentuk dari pita suara.Rongga di wajah, terutama di bagian mulut dan hidung, juga
berpengaruh. Jika ada hal yang membuat rongga di hidung dan mulut yang tersumbat cairan
lendir akan mengeluarkan suara sengau.

2.2.1 Jenis Suara Bindeng

Ada dua jenis bindeng.Yakni, aperta dan oklusa.Bindeng oklusa terjadi akibat sumbatan
benda cair (ketika pilek) atau padat (polip, tumor, benda asing) yang menyumbat. Bindeng
aperta terjadi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut.Yang
paling sering, itu terjadi karena stroke. Bindeng aperta juga terjadi bila ada kerusakan struktur
anatomi.Misalnya, penyakit ozaena (rhinitis chronic atrophy).Penyakit itu jarang terjadi, tapi
sangat bahaya.Sebab, penyakit tersebut menggerogoti struktur dalam hidung.

2.2.2 Lendir (Ingus)

Bentuknya basah, licin,dan sedikit lengket. Cairan tersebut diproduksi oleh selaput
mukosa, yaitu lapisan sel pelindung rongga dan saluran tubuh yang terhubung langsung dengan
dunia luar.Beberapa bagian tubuh yang dilapisi selaput ini di antaranya bibir, telinga, lubang
hidung, mulut, saluran pencernaan, alat kelamin, dan dubur.Lendir hidung yang sering dianggap
mengganggu ini terbuat dari protein.Di samping itu, ada pula karbohidrat, garam, dan jaringan
sel sebagai bahan penyusun.Kandungan garam menjadikan si kental terasa asin.
Ingus umumnya dihasilkan oleh lapisan sel pada saluran sinus.Rata-rata tubuh
memproduksi 1-2 liter ingus per hari.Ini untuk menjaga membran nasal tetap lembab.Ingus
memainkan fungsi penting menangkap molekul-molekul bau dan menghubungkan lebih dari 100
reseptor bau dalam rongga hidung manusia. Lendir tersebut akan menangkap partikel-partikel,
seperti debu atau serbuk tanaman, kemudian melarutkannya.

2.3 Suara Parau (Serak)

2.3.1 Bagaimana gejala pilek, flu, dan alergi dapat mengganggu suara

Beberapa atlet berpikir bahwa baik-baik saja untuk berlatih saat cedera, meskipun itu
menyakitkan.Tentu saja itu bukan keputusan yang baik. Atlet vocal berada pada bidang yang
sama – jika kamu memaksakan suaramu ketika pilek, flu, atau gejala alergi, kamu beresiko
terhadap kerusakan pita suara permanen.
Atlet vocal adalah orang yang menggunakan suaranya lebih dari hanya percakapan
biasa.Orang ini adalah guru, pegawai pusat informasi, menteri, pembicara umum, penyanyi, dan
lain-lain.Ketika kamu bergantung pada suaramu untuk hidup, maka sangat penting untuk
menjaganya dari kerusakan.
2.3.2 Efek-efek alergi, pilek, dan flu
Banyak pasien saya datang untuk mengeluhkan sakitnya, tetapi mereka memaksakan
berbicara. Sehingga ketika mereka memaksakan maka suaranya menjadi serak atau bahkan
kehilangan seluruh suaranya
Ketika kamu memaksakan suaramu saat pilek, pita suaramu bisa membengkak, yang mana
pada kondisi ini disebut dengan laryngitis.Ketika kamu terkena laryngitis, memaksakan suaramu
adalah ide yang buruk. Bahkan jika kamu tetap bernyanyi pada pertunjukan atau memberi kuliah
selama 3 jam, sebaiknya menunda atau mencari pengganti, atau kamu bisa berakhir celaka.
Pengobatan laryngitis termasuk mengistirahatkan suara – menggunakannya terlalu sering dapat
merusaknya pada jangka waktu yang lama yang dapat membutuhkan operasi.
Jika kamu gejala alergi, pilek, atau flu yang menyebabkan kamu batuk dan sering
membersihkan tenggorokanmu, atau jika kamu khawatir terjangkit laryngitis, cek pada ahli
laryngitis.Pembersihan tenggorokan dan batuk adalah hal traumatic untuk pita suaramu yang
dapat mengakibatkan kerusakan jika gejalanya tidak ditangani secara cepat.Ahli laryngitismu
dapat membantu untuk mengoptimalkan pengobatan dan membantu menjaga suaramu terhadap
kerusakan jangka panjang.
2.3.3 Memperlakukan dan menghindari kerusakan suara jangka panjang
Beberapa dari kita tidak terlalu memikirkan tentang suara kita sebagai hal nyata yang
membutuhkan perawatan – sampai kita tidak bisa menggunakannya karena penyakit.Ketika
kamu sakit dan kehilangan suaramu, kamu mungkin berpikir bahwa hal tersebut normal sebagai
bagian dari sakit.
Hidrasi adalah perawatan terhadap suara yang penting karena air membantu mengurangi
mucus yang kemudian melumasi pita suara ketika bergetar.Pita suara dapat kering dengan
cepat.Dan itu membutuhkan waktu yang lama untuk menghidrasinya.Langkah terbaik untuk
tetap menjaga hidrasimu tetap pada tahap optimal adalah dengan minum banyak air.Tidak teh,
kopi, air soda.Minum minuman yang berkafein terlihat seolah menghidrasimu, tetapi bahkan
membuatmu lebih kering.Sayangnya, obat yang menghilangkan kemampatan hidung dapat
mengdehidrasi pita suara.Tentunya kita tertekan dengan pentingnya penghentian nikotin.Tidak
hanya karena berhubungan dengan kanker, tetapi juga panas yang dapat merusak jaringan pita
suara.
Lama kelamaan, pita suaramu dapat mengalami lesi, yang mempertimbangkan penggunaan
dan cedera (sakit) dari penggunaan dan penyalahgunaan suara yang konstan. Lesi ini dapat
melebar dan membuat suaramu memburuk dan semakin memburuk sampai membutuhkan
operasi penghilangan.
Tim kami mencoba untuk sebisa mungkin tidak melakukan operasi.Tetapi terkadang operasi
pita suara itu dibutuhkan karena kerusakan yang permanen.
Sebelum kami mengoperasi, kami hampir selalu memulai pasien kamu untuk program terapi
suara untuk melihat apakah lesi dapat mengecil dan hilang. Kemampuan untuk kembali ke awal
adalah hal yang biasa untuk pertumbuhan pita suara, tetapi tidak dapat hilang dengan sendirinya
– itu membutuhkan kesabaran dan keuletan baik pasien maupun tim dokter. Terkadang kami bisa
membatalkan operasi, yang mana hal tersebut menyenangkan bagi semua orang.

Ada beberapa cara untuk merawat kerusakan pita suara. Tetapi, seperti semua kondisi medis,
pencegahan adalah kuncinya.Jika kamu sakit, jangan coba paksakan suaramu.Ini mengecewakan
jika harus kehilangan penampilan atau melewatkan berbicara saat kerja, tetapi itu tentu terpukul
jika harus melakukan operasi untuk menyelamatkan suaramu.

BAB III

PEMBAHASAN

Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus
influenza, terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai
pilek, sakit tenggorokan dan batuk non produktif yang disebabkan oleh virus influenza. Lama
sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri. Influenza Like Illness (ILI)
adalah demam dengan temperatur ≥ 37,8° C atau riwayat demam sebelumnya disertai dengan 2
dari 4 gejala klinis yaitu batuk, sakit kepala, mialgia dan sakit tenggorokan yang terjadi dengan
onset yang akut dalam 48-72 jam.

Penyakit ini dapat mengganggu kerja sistem organ manusia, misalnya pernafasan,
pencernaan, fungsi bicara, dan lain-lain.

Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila,
etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya,
yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya
menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007 ;
Hilger PA,1997)

2.1.2 Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis
hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan
mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik yang
berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri
melalui konduksi tulang ; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,
proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal. (Soetjipto D & Wardani
RS,2007)

Pembentukan Lendir

Pada permukaan kavum nasi dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang
berkesinambungan dengan berbagai sifat dan ketebalan. Secara umum sel-sel pada hidung dan
mukosa sinus terdiri atas 4 tipe sel yaitu : Sel kolumnar bersilia, sel kolumnar tidak bersilia, sel
basal dan sel goblet. Mukosa yang melapisi terdiri atas dua tipe yaitu tipe olfaktorius dan
sebahagian besar tipe respiratorius. Mukosa olfaktorius terdapat pada permukaan atas konka
superior dan dibawahnya terletak mukosa respiratorius. Lapisan mukosa respiratorius terdiri atas
epitel,membran basalis dan lamina propia( Ballenger, 1994 ; Hilger, 1997).

Secara struktural susunan lapisan mukosa pada daerah yang lebih sering terkena aliran udara
mukosanya akan lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel skuamosa. Dalam
keadaan normal warna mukosa adalah merah muda dan selalu basah karena dilapisi oleh palut
lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa
dan sel-sel goblet. (Ballenger JJ,1994 ; Soetjipto D & Wardani RS,2007)

Pada keadaan sehat mempunyai PH 7 atau sedikit asam, dan lebih kurang komposisinya
adalah 2,5-3% musin, garam 1-2% dan air 95%. Mukus ini juga mengandung IgA. Terdapat pada
seluruh rongga hidung (kecuali vestibulum), sinus, telinga dan lainnya. Gerakan silia di
bawahnya menggerakkan lapisan lendir ini, bersamaan dengan materi-materi asing yang
terperangkap olehnya, secara berkesinambungan ke arah faring dan esophagus untuk kemudian
ditelan atau dibatukkan.

Palut lendir terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan perisiliar, yang menyelimuti batang sillia,
lebih tipis dan kurang lengket ; dan lapisan kedua terletak di atasnya adalah lapisan superfisial.
Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum dan protein sekresi dengan
molekul yang lebih rendah. Lapisan ini sangat berperan penting pada gerakan silia, karena
sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia didalam cairan ini.
Keseimbangan cairan diatur oleh elektrolit . Penyerapan diatur oleh transpor aktif natrium (Na+ )
dan sekresi digerakkan oleh klorida(Cl- ). Tingginya permukaan cairan perisiliar ditentukan oleh
keseimbangan antara kedua elektrolit ini, dan derajat permukaan ini menentukan kekentalan
palut lendir (Ballenger,1994; Weir,1994; Hilger 1997)

Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung glikoprotein mukus. Diduga
mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan
mukosiliar, menelan atau bersin. Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur
dingin, kelembaban rendah, gas atau aeosol yang terinhalasi, serta menginaktifkan virus yang
terperangkap (Ballenger, 1994; Weir,1994; Waguespack,1995)

Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza
yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009). Setiap
orang sudah mengenal dan sudah pernah menderita penyakit ini. Bila terserang penyakit ini
pekerjaan sehari-hari akan terhalang, karena gejala penyakit ini ialah rasa tidak enak badan,
demam, rasa pegal linu, lemas, lesu, bersin-bersin dan terasa nyeri di otot-otot dan sendi
(Prabu, 1996).
Virus ditularkan melalui air liur terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk, bersin
atau melalui kontak langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita. Ada dua jenis
virus influenza yang utama menyerang manusia yaitu virus A dan virus B (Spikler, 2009).
Virus ini beredar di seluruh dunia dan dapat mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan
jenis kelamin. Influenza diketahui menyebabkan epidemi tahunan dan umumnya mencapai
puncaknya pada musim dingin di daerah beriklim sedang. Sampai saat ini sudah ditemukan
beberapa vaksin yang bisa menangani virus influenza (CDC, 2011)
Untuk menghilangkan gejala yang menyertai dapat menggunakan obatobatan yang sesuai
bila diperlukan (Mubarak, 2009). Perlu diperhatikan bahwa obat- obatan ini hanya digunakan
untuk meringankan gejala bukan untuk mengatasi virus penyebabnya. Obat-obatan ini dapat
diperoleh tanpa resep karena termasuk obat bebas. Untuk itu dalam pemilihan obat flu
diperlukan kehati-hatian dan harus didasarkan pada gejala flu yang muncul. Pengetahuan
tentang influenza sangat diperlukan dalam pemilihan obatnya sehingga masyarakat dapat
memperhatikan komposisi obat flu yang diminum agar komponen obat sesuai dengan gejala
yang flu yang dialami (BPOM, 2006).

Anda mungkin juga menyukai