Anda di halaman 1dari 11

Pengertiandari referensi

Influenza merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemui dan sangat mudah menular melalui
udara. Penyakit influenza merupakan penyakit pada saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh
infeksi virus influenza. Sama seperti infeksi virus pada umumnya, influenza berlangsung sekitar 2-7 hari
dan akan sembuh seiring dengan meningkatnya sistem imun seseorang. [1]

Referensi

1. Acip IP, Fiore AE, Fry A, Shay D, Gubareva L, Bresee JS, et al. Antiviral Agents for the Treatment and
Chemoprophylaxis of Influenza Recommendations of the Advisory Committee on. Centers Dis Control -
Morb Mortal Wkly Rep - Recomm Reports [Internet]. 2011;60(1):1–28. Available from:
http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/rr/rr6001.pdf

Pengertian

Flu atau influenza adalah infeksi virus yang menyerang hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Penderita
flu akan mengalami demam, sakit kepala, pilek, hidung tersumbat, serta batuk.

Pilek adalah kondisi yang terjadi pada seseorang saat pengidapnya mengeluhkan adanya hidung
tersumbat maupun berair. Umumnya kondisi ini disebabkan oleh infeksi atau alergi.

Sinusitis adalah peradangan pada dinding sinus yang merupakan rongga kecil berisi udara dan terletak
pada struktur tulang wajah. Saat terinfeksi, rongga ini terisi lendir dan terjadi pembengkakan selaput
lendir, sehingga membuat sumbatan. Ada dua jenis sinusitis, yaitu akut dan kronis (lebih dari 12
minggu).

Tonsilitis, atau yang sering disebut dengan radang amandel, adalah peradangan dan pembengkakan
yang terjadi pada amandel. Peradangan umumnya disebabkan oleh infeksi.

Laringitis merupakan suatu peradangan yang menyebabkan pita suara membengkak, sehingga suara
menjadi serak. Laryngitis atau penyakit laringitis terjadi pada laring, yaitu bagian dari saluran
pernapasan di mana pita suara berada. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penggunaan laring yang
berlebihan, iritasi, atau infeksi.

Bronkitis adalah sebutan untuk infeksi yang menyerang saluran pernapasan utama dari paru-paru atau
yang disebut dengan bronkus. Akibat penyakit ini, maka akan terjadi peradangan atau inflamasi yang
kemudian akan menimbulkan gejala yang mengganggu pernapasan.
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran napas yang menyebabkan terjadinya radang dan penyumbatan di
dalam bronkiolus atau saluran pernapasan kecil di dalam paru-paru. Kondisi ini umumnya dialami oleh
bayi sampai anak-anak usia dua tahun ke bawah.

Pneumonia juga dikenal dengan istilah paru-paru basah. Pada kondisi ini, infeksi menyebabkan
peradangan pada kantong-kantong udara (alveoli) di salah satu atau kedua paru-paru. Akibatnya, alveoli
bisa dipenuhi cairan atau nanah sehingga menyebabkan penderitanya sulit bernapas. Pneumonia bisa
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur.

Patofisiologi

Patofisiologi influenza dimulai dari inhalasi droplet virus influenza, diikuti replikasi virus dan kemudian
infeksi virus menyebabkan inflamasi pada saluran pernafasan.

Virus influenza masuk melalui inhalasi dari droplet yang infeksius, aerosol partikel mikro, maupun
inokulasi langsung lewat sentuhan tangan dari penderita. Virus kemudian mengikat reseptor asam sialat
yang terdapat pada sel epitel jalan napas, khususnya di trakea dan bronkus. Kemudian, replikasi virus
mencapai puncaknya dalam 48 jam pasca infeksi dan jumlah virus berhubungan langsung dengan
derajat keparahan penyakit.

Pada kasus yang berat, terdapat perluasan infeksi virus mencapai bagian paru-paru distal yang sesuai
dengan karakteristik pneumonitis interstisial. Kerusakan pada alveoli yang disertai pembentukan
membran hialin menyebabkan perdarahan dan eksudat keluar dari kapiler alveolar menuju lumen yang
kemudian mengakibatkan gangguan pertukaran gas dan disfungsi napas berat.

Respon imun tubuh terhadap virus influenza mencakup peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan
IFN-α oleh sel yang terinfeksi. Peningkatan sitokin memuncak pada 48 hari kedua pascainfeksi dan
sesuai dengan berat gejala yang dialami pasien.

Antibodi serum (IgM, IgG, dan IgA) terhadap hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) baru muncul
setelah satu minggu pascainfeksi dan belum berperan dalam proteksi terhadap penyakit akut, namun
dapat memberikan imunitas dan proteksi terhadap reinfeksi oleh tipe virus yang sama hingga beberapa
tahun.

3. Taubenberger JK, Morens DM. The pathology of influenza virus infections. Annu Rev Pathol [Internet].
2008 [cited 2017 Aug 1];3:499–522. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2504709&tool=pmcentrez&rendertype=abstract

4. Hayden FG, Fritz R, Lobo MC, Alvord W, Strober W, Straus SE. Local and systemic cytokine responses
during experimental human influenza A virus infection. Relation to symptom formation and host
defense. J Clin Invest [Internet]. 1998 Feb 1 [cited 2017 Aug 1];101(3):643–9. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9449698
5. van Riel D, Munster VJ, de Wit E, Rimmelzwaan GF, Fouchier RAM, Osterhaus ADME, et al. H5N1 Virus
Attachment to Lower Respiratory Tract. Science (80- ) [Internet]. 2006 Apr 21 [cited 2017 Aug
1];312(5772):399–399. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16556800

Patofisiologi sinusitis melibat faktor-faktor seperti obstruksi jalur drainase sinus (ostium sinus),
gangguan pergerakan silia, serta gangguan keseimbangan jumlah dan kualitas mukus.

Peran Obstruksi pada Ostium Sinus

Sinus merupakan rongga yang steril. Aliran mukus sinus bersifat satu arah dari sinus melalui ostium sinus
menuju rongga hidung. Infeksi saluran pernapasan atas akibat virus atau paparan alergen dapat
menimbulkan edema mukosa yang menyebabkan penyempitan ostium sinus yang lambat laun akan
mengakibatkan obstruksi yang mengganggu aliran mukus sinus.

Referensi

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal in buku ajar telinga hidung, tenggorok, kepala, dan
leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2014.

3. Peters AT, Spector S, Hsu J, Hamilos DL, Baroody FM, Chandra RK. Diagnosis and management of
rhinosinusitis: a practice parameter update. Ann Allergy Asthma Immunol. 2014;113:347-385.

8. Brook I, Brusch JL. Chronic sinusitis. Ramadan HH, Meyers AD. Medical treatment of pediatric sinusitis.
https://emedicine.medscape.com/article/873149-overview

9. Sharma GK, Taliaferro HG. Recurrent sinusitis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459372/

Patofisiologi tonsilitis dipengaruhi faktor imun dan mikroorganisme. Adanya infeksi virus seperti
Rhinovirus atau bakteri seperti group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS) melalui hidung dan mulut
serta faktor imunologis menyebabkan terjadinya tonsilitis dan komplikasinya. [1,2]

Mikroorganisme

Sekitar 80% tonsilitis disebabkan oleh virus dan sisanya 15-30% oleh bakteri. Mikroorganisme yang
memasuki tubuh melalui hidung dan mulut akan tersaring di tonsil.

Referensi

1. Shah U. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess. 2018. https://emedicine. medscape.com/article/871977-


overview#a5

2. NCBI. Tonsillitis: Overview. 2019. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK401249/#top

3. Alotaibi A. Tonsillitis in Children Diagnosis and Treatment Measures. Saudi J Med. 2017;2(8):208-215.
5. Georgalas C, Tolley N, Narula A. Tonsillitis. BMJ Clin Evid. 2014; 2014: 0503.

Patofisiologi laringitis adalah inflamasi pada laring yang disebabkan infeksi atau trauma. Inflamasi ini
akan mengganggu vibrasi plika vokalis dan menghasilkan gejala laringitis.

Patogenesis

Laring terdiri dari ikatan muskulokartilago yang dilapisi oleh mukosa. Terdapat tiga regio laring, yaitu
supraglotis (mencakup epiglotis dan aritenoid), glotis (mencakup plika vokalis), dan subglotis. Pada
daerah ini terdapat empat kartilago mayor yang menopang struktur laring, yaitu kartilago tiroid,
kartilago krikoid, epiglotis, dan sepasang kartilago aritenoid. Muskulus intrinsik pada laring menempel
pada kartilago aritenoid dan mempengaruhi posisi, panjang, dan torsi plika vokalis.

Referensi

1. Wood JM, Athanasiadis T, Allen J. Laryngitis. 2014;349:g5827. https://doi.org/10.1136/bmj.g5827

2. House SA, Fisher EL. Hoarseness in adults. Am Fam Physician. 2017;96(11):720-8


https://www.aafp.org/afp/2017/1201/p720.html

5. Meyer TK. The larynx for neurologists. Neurologist. 2009;15(6):313-8

Disfungsi membran mukosiliar dan hipersekresi mukus pada bronkus merupakan patofisiologi bronkitis
akut yang menyebabkan timbulnya batuk produktif.

Bronkitis akut merupakan inflamasi pada daerah bronkus yang ditandai dengan adanya batuk dan
biasanya terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas. Beberapa pasien yang mengalami infeksi
saluran pernapasan atas, infeksi dan inflamasi dapat menjalar sampai ke trakea, bronkus, dan
bronkiolus. Sel-sel dari jaringan bronkial akan teriritasi dan membran mukosa menjadi hiperemis dan
edema. Hal ini menyebabkan fungsi mukosiliar akan terganggu. Akibatnya, saluran udara menjadi
tersumbat oleh debris dan iritasi akan semakin memberat. Tubuh akan merespon dengan melakukan
sekresi mukus yang berlebih (hipersekresi mukus). Adanya refleks batuk membantu eliminasi mukus dari
saluran napas.[1,2,3]

Pada beberapa hari pertama infeksi, keluhan bronkitis akut biasanya akan serupa dengan infeksi saluran
pernapasan atas. Namun, pada bronkitis akut batuk akan menetap lebih dari 5 hari. Pada pasien yang
sehat, infeksi virus akan tereliminasi dan membran mukosa akan kembali normal pada 7-10 hari.
Namun, pada kasus infeksi bakteri biasanya inflamasi akan menetap sebelum diberikan pengobatan
definitif.[1,2]

Referensi
1. Chamberlain NR. Respiratory Airway Infections: Bronchitis and Bronchiolitis. [internet]. 2014:[cited
2018 November 27]. Available from:
http:/ww.atsu.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/lecture/reairin2.htm

2. Wenzel RP, Fowler AA. Acute Bronchitis. The New England Journal of Medicine. 2006;355:2125-2130.

3. Fayyaz J. Bronchitis. [internet]. 2018:[cited 2018 November 27]. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/297108-overview

Patofisiologi bronkiolitis terjadi karena adanya infeksi pada traktus respiratori yang mengakibatkan
cedera dan reaksi inflamasi pada bronkiolus.

Infeksi

Setelah masuknya droplet melalui saluran pernafasan, akan terjadi infeksi virus dan timbul keluhan pada
4-6 hari setelah masa inkubasi. Infeksi dimulai dari saluran pernafasan atas kemudian menyebar sampai
ke saluran pernafasan bawah dalam beberapa hari.

Referensi

4. Friedman, J. N., et al. CPS Position Statement. Bronchiolitis : Recommendations for Diagnosis,
Monitoring and Management of Children One to 24 Months of Age. 2018;19(9):485-491

5. American Academic Of Pediatrics. Clinical Practice Guideline : Diagnosis And Management Of


Bronchiolitis. 2006;118,1774

6. Oymar, Knut et al. Scandinavian Journal Of Trauma, Rescucitation and Emergency Medicine: Acute
Bronchiolitis In Infants, A Review. 2014 22:23

7.Meissner, H. C. The New England Journal of Medicine: Viral Bronchiolitis in Children. 2016;374;62-72

Patofisiologi pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP) melibatkan peradangan


paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proliferasi mikroba
patogen pada alveolus dan respon imun tubuh terhadap proliferasi tersebut menyebabkan peradangan.
Mikroorganisme masuk ke saluran napas bagian bawah melalui beberapa cara, yaitu secara aspirasi dari
orofaring, inhalasi droplet, penyebaran melalui pembuluh darah, serta penyebaran dari pleura dan
ruang mediastinum. [1]

Dalam keadaan normal, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada paru karena mekanisme
pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan saluran napas dan paru antara lain:

Pertahanan mekanis oleh bulu hidung dan konka untuk menyaring partikel besar agar tidak mencapai
saluran napas bawah
Refleks muntah dan batuk untuk mencegah aspirasi

Struktur trakeobronkial yang bercabang-cabang untuk menjebak mikroorganisme yang kemudian akan
dibersihkan oleh mukosiliar dan faktor antibakteri yang membunuh patogen yang berhasil masuk

Flora normal yang menghalangi pertumbuhan bakteri yang virulensinya lebih kuat

Mikroorganisme yang berhasil lolos dan mencapai alveolus akan disingkirkan oleh makrofag alveolar
atau sel Langhans. Makrofag alveolar selanjutnya memicu respon inflamasi untuk membantu proses
pertahanan tubuh [2]

Referensi

1. Priyanti ZS. Konsensus Pneumonia [Internet]. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Available from:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/Xsip/konsensus-pneumonia/pneumonia.htm

2. Mandel LA, Wunderink RG. Pneumonia. In: Kasper DL, Hauser SL, Jamesson JL, Fauci AS, Longo DL,
Loscalzo J, editors. Harrison’s Pronciples of Internal Medicine. 19th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2015. p.
803–13.

3. Kelly MS, Sandora TJ. Community-Acquired Pneumonia. In: Kliegman RM, editor. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Philadelphia; 2016. p. 2088–93.

Gejala

gejala influenza

Gejala sistemik yang muncul mendadak setelah 1-2 hari periode inkubasi, yang ditandai oleh demam,
menggigil, nyeri otot, sakit kepala, lemas, dan penurunan nafsu makan. Keluhan pernapasan seperti
batuk kering, nyeri tenggorok, dan pilek dapat terjadi bersamaan dengan gejala sistemik, namun yang
lebih menjadi keluhan utama biasanya adalah gejala sistemik dibandingkan gejala pernapasan.

Nyeri otot terutama dikeluhkan pada tungkai dan lengan atau otot punggung. Nyeri sendi tanpa disertai
tanda-tanda radang sendi. Nyeri pada mata khususnya saat melihat ke samping dan disertai rasa
terbakar atau peningkatan produksi air mata.

Referensi

2. NICE. Influenza - Seasonal [Internet]. National Institute for Health and Care Excellence. 2015 [cited
2017 Jul 31]. Available from: https://cks.nice.org.uk/influenza-seasonal#!topicsummary

7. Coiras MT, Pérez-Breña P, García ML, Casas I. Simultaneous detection of influenza A, B, and C viruses,
respiratory syncytial virus, and adenoviruses in clinical samples by multiplex reverse transcription
nested-PCR assay. J Med Virol. 2003;69(1):132–44.
13. Boivin G, Hardy I, Tellier G, Maziade J. Predicting influenza infections during epidemics with use of a
clinical case definition. Clin Infect Dis. 2000;31(5):1166–9.

14. Monto AS, Gravenstein S, Elliott M, Colopy M, Schweinle J. Clinical Signs and Symptoms Predicting
Influenza Infection. Arch Intern Med [Internet]. 2000;160(21):3243–7. Available from:
http://archinte.ama-assn.org/cgi/content/abstract/160/21/3243

15. Covalciuc KA, Webb KH, Carlson CA. Comparison of Four Clinical Specimen Types for Detection of
Influenza A and B Viruses by Optical Immunoassay ( FLU OIA Test ) and Cell Culture Methods Comparison
of Four Clinical Specimen Types for Detection of Influenza A and B Viruses by Optical Immunoa.
1999;37(12):3971–4.

16. Prince HE, Leber AL. Comparison of Complement Fixation and Hemagglutination Inhibition Assays for
Detecting Antibody Responses following Influenza Virus Vaccination Comparison of Complement
Fixation and Hemagglutination Inhibition Assays for Detecting Antibody Responses follo. Clin Diagn Lab
Immunol. 2003;10(3):481–2.

17. Newton DW, Mellen CF, Baxter BD, Atmar RL, Menegus MA. Practical and Sensitive Screening
Strategy for Detection of Influenza Virus Practical and Sensitive Screening Strategy for Detection of
Influenza Virus. 2002;40(11):1–5.

Beberapa tanda kalau seseorang mengalami sinusitis adalah kemerahan dan pembengkakan pada
saluran hidung, keluarnya cairan seperti nanah, dan pembengkakan di mata dan pipi. Diagnosis sinusitis
pada dewasa ditegakkan berdasarkan dua atau lebih gejala, satu diantaranya harus berupa sumbatan
(kongesti hidung) atau munculnya sekret hidung dengan atau tanpa nyeri (tekan) pada wajah atau
gangguan fungsi penghidu.

Diagnosis sinusitis pada anak-anak ditegakkan berdasarkan dua atau lebih gejala, satu diantaranya harus
berupa sumbatan (kongesti hidung) atau munculnya sekret hidung dengan atau tanpa nyeri tekan wajah
atau batuk. Gejala tersebut didukung pula dengan hasil pemeriksaan penunjang yang positif.

7. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C, et al. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps 2012. Rhinology. 2012;50(23):p1-298.

Umumnya gejala tipikal dari tonsilitis, seperti nyeri tenggorokan, disfagia, odinofagia, limfadenopati
servikal, suara serak, demam, halitosis, sakit kepala dan hilangnya napsu makan. Namun, dapat terdapat
gejala atipikal pada anak berupa nyeri perut, mual dan muntah. [2]

2. NCBI. Tonsillitis: Overview. 2019. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK401249/#top


Laringitis dapat diketahui dengan adanya tanda dan gejala berupa disfonia, disfagia, odinofagia,
tenggorokan kering dan gatal, globus faringeus, batuk kering kronik, edema laring, dan pada kondisi
yang berat dapat timbul stridor. Pemeriksaan fisik pada laringitis difokuskan untuk menilai patensi
saluran napas, adanya perubahan mukosa, adanya sekresi, dan massa pada laring.

Referensi

1. Wood JM, Athanasiadis T, Allen J. Laryngitis. 2014;349:g5827.


https://doi.org/10.1136/bmj.g5827g5827

Bronkitis akut merupakan infeksi akut saluran napas bagian trakeobronkial sehingga tanda khas dari
penyakit ini adalah batuk produktif yang menetap selama kurang dari 3 minggu. Namun, 20% pasien
dapat mengalami keluhan batuk sampai dengan 4 minggu. Sputum pada bronkitis akut dapat bening
atau berwarna, namun adanya sputum berwarna tidak dapat membedakan penyebab infeksi apakah
karena virus atau bakteri.

Referensi

3. Fayyaz J. Bronchitis. [internet]. 2018:[cited 2018 November 27]. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/297108-overview

4. Singh A, Zahn E. Bronhitis Acute. Starpearls.[internet]. 2018:[cited 2018 November 2018]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448067/

8. Worrall G. Acute bronchitis. Canadian Family Physician. 2008;54:238-239.

Gejala bronkiolotis

Dari hasil anamnesis, tanda yang dapat ditemui berupa sesak nafas, batuk, pilek, anak malas makan atau
sulit menyusu. Demam bisa menyertai namun bersifat subfebris. Gejala umumnya akan memuncak
dalam 3-5 hari dan sembuh dalam 10 hari. Pada bayi prematur, terkadang terdapat gejala apnea.

5. American Academic Of Pediatrics. Clinical Practice Guideline : Diagnosis And Management Of


Bronchiolitis. 2006;118,1774

Keluhan pasien sesuai dengan gejala pneumonia antara lain:

Demam, dapat disertai menggigil atau berkeringat dan takikardi

Riwayat batuk pilek beberapa hari sebelumnya.


Batuk, batuk produktif atau non-produktif dimana sputum dapat mukoid, purulen, atau dengan bercak
darah. Bila terdapat batuk darah atau hemoptisis dapat dicurigai penumonia komuniti MRSA
(Methicillin-resistant Staphylococcus aureus)

Sesak napas, tergantung beratnya penyakit, dapat disertai dengan retraksi subkosta, interkosta,
suprasternal dan penggunaan otot bantu napas

Nyeri dada pleuritik, bila telah gangguan telah mencapai pleura

Pada anak, infeksi berat menyebabkan letargi dan sianosis

Keluhan lainnya seperti nyeri kepala, mialgia, atralgia, kelelahan, mual, dan muntah [2]

2. Mandel LA, Wunderink RG. Pneumonia. In: Kasper DL, Hauser SL, Jamesson JL, Fauci AS, Longo DL,
Loscalzo J, editors. Harrison’s Pronciples of Internal Medicine. 19th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2015. p.
803–13.

Endoskopi nasal adalah pemeriksaan untuk mengevaluasi bagian dalam rongga hidung dan sinus dengan
tujuan menilai ada tidaknya masalah.

Endoskopi nasal bisa memberikan hasil normal dan tidak normal. Berikut penjelasannya:

1. Hasil normal

Hasil dikatakan normal bila rongga, membran mukosa, dan tulang-tulang hidung terlihat normal.

2. Hasil abnormal

Hasil endoskopi hidung dikatakan tidak normal bila ditemukan:

Polip hidung

Sumbatan pada hidung

Tanda-tanda sinusitis

Pembengkakan mukosa yang disertai kondisi hidung berair yang tidak kunjung membaik

Benjolan atau tumor dalam rongga hidung

Benda asing dalam rongga hidung atau sinus

Sekat rongga hidung yang bengkok atau tidak simetris (deviasi septum nasal)

Kanker paru-paru adalah kondisi ketika sel ganas (kanker) terbentuk di paru-paru.
Walaupun sering terjadi pada perokok, kanker paru-paru juga bisa terjadi pada orang yang bukan
perokok, terutama pada orang yang sering terpapar zat kimia di lingkungan kerjanya atau terpapar asap
rokok dari orang lain.

Gejala Kanker Paru-Paru

Semakin awal diketahui, keberhasilan pengobatan juga semakin tinggi. Namun sayangnya, kanker paru-
paru sering tidak menimbulkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul ketika tumor sudah cukup
besar atau kanker telah menyebar ke jaringan dan organ sekitar. Sejumlah gejala yang dapat dirasakan
penderita kanker paru-paru adalah:

Batuk kronis

Batuk darah

Penurunan berat badan drastis

Nyeri dada dan tulang

Sesak napasnapas

Diagnosis Kanker Paru-paru

Diagnosis kanker paru-paru dapat dilakukan melalui foto Rontgen, CT scan, dan biopsi jaringan paru.
Dari ketiga pemeriksaan tersebut, dokter dapat menentukan jenis dan stadium kanker. Bila diperlukan,
dokter paru dapat melakukan PET scan untuk melihat penyebaran kanker di seluruh tubuh.

De Groot, et al. (2018). The Epidemiology of Lung Cancer. Translational Lung Cancer Research, 7(3), pp.
220-233.

Dela Cruz, et al (2013). Lung Cancer: Epidemiology, Etiology, and Prevention. Clinics in Chest Medicine,
doi:10.1016/j.ccm.2011.09.001.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015). Pusat Data dan Informasi. Situasi Penyakit Kanker.

American Cancer Society (2018). Non-Small Cell Lung Cancer.

National Health Service UK (2015). Health A-Z. Lung Cancer.

National Institute of Health (2018). MedlinePlus. Lung Cancer.

Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Lung Cancer.

Marks, J. Everyday Health (2017). Lung Cancer: Complications.

Pietrangelo, A. Healthline (2016). Everything You Need to Know About Lung Cancer.

Eldrige, L. Verywell Health (2019). Lung Cancer Complication.

Anda mungkin juga menyukai