Anda di halaman 1dari 44

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1. Time Study


Time study merupakan suatu metoda pengukuran waktu kerja yang dikembangkan
oleh F. W. Taylor untuk menentukan suatu sistem kerja yang terbaik. Ada
beberapa macam aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan
hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka tidaklah cukup
sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti.
Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang
pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan
kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.

Langkah-langkah tersebut adalah :


1. Penetapan tujuan pengukuran.
Hal-hal penting yang harus diketahui dan harus ditetapkan adalah untuk apa
hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan
yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.

2. Melakukan penelitian pendahuluan.


- Meneliti waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dan pengukuran waktu yang sebaiknya
dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik.
- Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya
apabila kondisi kerja dan cara kerja belum memenuhi syarat.
- Membakukan secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik, karena
membakukan sistem kerja yang dipilih merupakan suatu hal yang penting
baik dilihat untuk keperluan sebelumnya, pada saat-saat maupun sesudah
pengukuran dilakukan dan waktu baku sudah didapatkan.
6

3. Memilih operator.
Syarat-syarat yang harus dimiliki seorang operator antara lain:

- Memiliki kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.


- Pada saat pengukuran dilakukan, operator mengerti apa saja yang harus
dikerjakan.
4. Melatih operator.
Hal ini dilakukan agar operator terbiasa dengan kondisi kerja dan cara kerja
yang telah ditetapkan (dibakukan), karena yang dicari adalah waktu
penyelesaian pekerjaan yang didapat dari penyelesaian wajar dan bukan
penyelesaian dari orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan.

5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan.


Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan
baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Disini pekerjaan
dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari
pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen ini yang diukur waktunya.

Beberapa alasan penguraian pekerjaan :


- Menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan.
- Melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena belum tentu sama
untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya.
- Memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku.
- Memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standar atau tempat kerja
yang bersangkutan.
Selain itu ada beberapa pedoman penguraian pekerjaan, yaitu:

- Urutkan pekerjaan menjadi elemen-elemennya seterperinci mungkin,


tetapi masih dapat diamati oleh indera pengukur dan dapat direkam
waktunya oleh jam henti yang digunakan.
- Elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa elemen
gerakan.
- Jangan sampai ada elemen yang tertinggal, jumlah dari semua elemen
harus tepat sama dengan satu pekerjaan yang bersangkutan.
7

- Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dari elemen yang lain secara
jelas. Batas-batas diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar
tidak terjadi keragu-raguan dalam menentukan bagaimana elemen
berikutnya bermula.
6. Menyiapkan alat-alat pengukuran.
Alat-alat yang digunakan adalah :

- Jam Henti (stop-watch)


- Lembaran-lembaran pengamatan
- Pena atau pensil
- Papan pengamatan

Setelah langkah-langkah diatas disiapkan secara matang, maka tindakan


selanjutnya adalah melakukan pengukuran waktu.
Rumus yang digunakan dalam pengukuran waktu adalah :
1. Mengelompokkan data-data kedalam sub grup-sub grup.
2. Menghitung rata-rata dari harga rata-rata sub grup

X 
X
k
dimana : X adalah harga rata-rata dari sub grup ke 1
k adalah banyaknya sub grup yang terbentuk
3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian

 X  X 
2


i

N 1
dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.
X i adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran
pengamatam yang telah dilakukan (data)
4. Menghitung standar dari distribusi harga rata-rata sub grup.

X 
n
dimana : n adalah besarnya sub grup.
8

5. Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah.


BKA = X  Zt ( X )

BKB = X  Zt ( X )
6. Uji keseragaman data.
2

  N  X i   X i 
 Zt 2 2 

N'  
  Xi 
 
7. Menghitung waktu siklus.
Dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.
Xi adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran
pengamatan yang telah dilakukan (data).
8. Menghitung waktu normal.
Wn = Ws x P
Dimana : P adalah faktor penyesuaian.
9. Menghitung waktu baku.
Wb = Wn + 1
Atau
Wb = Wn + (% Kelonggaran x Wn)

Dimana : - 1 adalah kelonggaran yang diberikan kepada pekerja untuk


menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
- % kelonggaran berdasarkan faktor yang berpengaruh.

Di atas sering disebut-sebut tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan. Tingkat


ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu
penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu
penyelesaian sebenarnya yang harus dicari). Sedangkan tingkat keyakinan
menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh
memenuhi syarat ketelitian tadi.
9

Di atas telah dikemukakan bahwa ketidakwajaran harus diwajarkan untuk


mendapatkan waktu normal. Yang dimaksud kewajaran adalah jika seorang
operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha yang berlebihan
sepanjang kerja, menguasai hari kerja yang telah ditetapkan, dan menunjukkan
kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Menurut Lawry Maynard dan
Stegemarten ada 4 faktor yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran
dalam bekerja, yaitu: keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi (bahan
untuk penyesuaian).

2.2. Penyesuaian dan Kelonggaran


2.2.1. Penyesuaian
Maksud dilakukannya penyesuaian adalah untuk menormalkan ketidakwajaran
dalam proses sehingga kecepatan kerja dapat berakibat terlalu singkat atau terlalu
cepat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Biasanya penyesuaian dilakukan
dengan mengalikan waktu siklus rata-rata waktu elemen rata-rata dengan suatu
harga p yang disebut penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian
sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu sewajarnya atau
yang normal.

Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat)
maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p1) dan sebaliknya jika operator
berpendapat bahwa bekerjanya dibawah normal maka harga p lebih kecil dari
satu. Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar
maka harga p nya sama dengan satu (p=1). Biasanya melalui pengamatan seorang
pengukur dapat melihat bagaimana operator dapat bekerja apakah bekerjanya
secara wajar atau tidak wajar. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar,
seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator
yang dianggap normal itu
10

Beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian adalah:


1. Cara persentase
Cara persentase yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam waktu
penyesuaian dan besarnya faktor penyesuaian ditentukan oleh pengukur melalui
pengamatannya selama melakukan pengukuran.
2. Cara shumard
Cara shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas
performance kerja dimana setiap kelas memiliki nilai sendiri-sendiri.
Tabel 2.1. Penyesuaiaan Menurut shumard
Penyesuaian Penyesuaian
Kelas Kelas
(Performance) (Cara kerja)
Superlast 100 Good – 65
Fast + 95 Normal 60
Fast 90 Fair + 55
Fast – 85 Fair 50
Excelent 80 Fair – 45
Good + 75 Poor 40
Good - 70

3. Cara westinghouse
Cara westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu: keterampilan,
usaha, kondisi kerja, dan konsistensi kerja
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja
yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai
ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang
dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan
merupakan aptitude untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab
lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan,
pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya.

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan


ciri-ciri dari setiap kelas seperti dikemukakan berikut ini:
11

a. SUPER SKILL
1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
2. Bekerja mendekati sempurna.
3. Terlatih dengan sangat baik
4. Gerakannya cepat karena sudah ahli.
5. Perpindahan dari satu elemen ke elemen lainnya lancar.
6. Secara umum pekerja tersebut dikatakan pekerja yang baik.
b. EXCELENT SKILL
1. Percaya pada diri sendiri.
2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3. Terlihat tTerlatih dengan baik.
4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau
pemeriksaaan.
5. Menggunakan peralatan dengan baik.
6. Bekerja berirama dan terkoordinasi.
7. Bekerjanya lumayan cepat.
c. GOOD SKILL
1. Kwalitas hasil baik.
2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada
umumnya.
3. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
4. Bekerjanya stabil.
5. Gerakannya cepat.
d. AVERAGE SKILL
1. Gerakannya cepat tapi tidak lambat.
2. Gerakannya cukup menunjukan tiadanya keraguan.
3. Bekerjanya cukup teliti.
4. Tampaknya cukup terlatih
e.FAIR SKILL
1. Tampak terlatih tapi belum cukup baik.
2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.
12

3. Terlihat danya perencanaan sebelum melakukan gerakan.


4. Tidak cocok dengan pekerjaannyaSebagian waktu terbuang karena
kesalahannya
d. POOR SKILL
1. Tidak bisa mengkoordinasikan antara tangan dan pikiran
2. Gerakan-gerakannya kaku.
3. Tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
4. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
5. Ragu-ragu dalam melakukan gerakan.
6. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

Secara keseluruhan tampak kelas kelas diatas bahwa yang membedakan kelas
keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan
diri, koordinasi, irama gerakan.

Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran
pekerja dilihat dari segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang
nantinya diperoleh dapat lebih obyektif sesuai dengan kenyataan pada lingkungan
yang akan diteliti.

Untuk usaha atau effort cara westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan
ciri masing masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang
ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini
ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya:
a. EXCESSIVE EFFORT
1. Kecepatan sangat berlebihan
2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi membahayakan
kesehatannya.
3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang
hari kerja.
13

b. EXCELENT EFFORT
1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.
2. Gerakan-gerakannya lebih “ekonomis” daripada operator biasa.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya
4. Banyak memberi saran-saran.
5. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.
6. Gerakan yang salah sangat jarang sekali..
c. GOOD EFFORT
1. Bekerja berirama.
2. Saat-saat menganggur sangat sedikit.
3. Kecepatannya baik dan dapat dipertahannkansepanjang hari.
4. Menggunakan peralatan dengan baik.
d. EVERAGE EFFORT
1. Tidak sebaik good effor, tetapi lebih baik dari poor effort.
2. Bekerjanya dengan stabil.
3. Menerima saran tetapi tidak melaksanakannya.
4. Setup dilaksanakan dengan baik.
5. Melakukan kegiatan perencanaan
e. FAIR EFFORT
1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.
2. Kadang-kadang perhatian tidak ditunjukan pada pekerjaannya.
3. Kurang sungguh-sungguh.
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
5. Terjadi penyimpangan dari kerja baku.
6. Terlampau hati-hati.
7. Gerakannya tidak terencana.
f. POOR EFFORT
1. Banyak membuang waktu.
2. Tidak memperlihatkan adanya minat bekerja.
3. Tidak mau menerima saran-saran.
4. Tampak malas dan lambat bekerja.
14

5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu.


6. Tampak kerjanya tidak diatur rapih.
7. Tidak peduli cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.
8. Mengubah ubah tata letak kerja.
9. Setup kerjanya terlihat lebih baik.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha.
Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja mempunyai keterampilan rendah dengan
usaha yang sungguh sungguh dan keterampilan sangat tinggi dengan usaha yang
tidak/kurang sungguh-sungguh.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja (faktor manajemen) pada cara westinghosue
adalah kondisi fisik lingkungannya seperti pencahayaan, temperatur dan
kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu ideal,
excelent, good, average, fair dan poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi
setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masingpekerja
membutuhkan kondisi ideal sendiri sendiri. Suatu kondisi dianggap good untuk
suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan
lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang cocok dengan untuk
pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal
dari pekerja.

Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor diatas diperlihatkan
pada tabel 2.2 dan tabel 2.3. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan
yang dianggap wajar diberi harga.
Tabel 2.2. Penyesuaian menurut Westinghouse
Faktor Kelas Lambang Penyesuaiaan
Keterampilan Superskill A1 0.15
A2 0.13
Excelent B1 0.11
B2 0.08
Usaha Good C1 0.06
C2 0.03
Average D 0
Fair E1 0.05
15

Tabel 2.3. Lanjutan Penyesuaian menurut Westinghouse


E2 0.1
Poor F1 0.16
F2 0.22
Usaha Excessive A1 0.13
A2 0.12
Excelent B1 0.1
B2 0.08
Good C1 0.05
C2 0.02
Average D 0
Fair E1 0.04
E2 0.08
Poor F1 0.12
F2 0.17
Kondisi kerja Ideal A 0.06
Excelently B 0.04
Good C 0.02
Average D 0
Fair E 0.03
Poor F 0.07
Konsistensi Perfect A 0.04
Excelently B 0.03
Good C 0.01
Average D 0
Fair E 0.02
Poor F 0.04

4. Cara Obyektif
Cara Obyektif adalah cara lagi berdasarkan tingkat kesulitan yang terjadi pada
operator.
5. Cara Bedaux dan Sintesa
Pada dasarnya cara bedaux tidak banyak berbeda dengan cara shumard, hanya saja
nilai nilanya pada cara bedaux dinyatakan dalam “B” (huruf pertama bedaux),
misalanya 60B. Sedangkan cara sintesa dimana waktu penyelesaian setip elemen
gerakan dibandingkan dengan harga yang diperolsh dari tabel data waktu gerakan.

2.2.2. Kelonggaran
Dalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan
menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya, padahal
dalam penentuannya harus disesuaikan dan ditentukan kelonggaran terlebih
dahulu sehingga dapat mencapai waktu baku yang optimal berdasarkan factor
yang berpengaruh pada lingkungan yang diteliti.
16

Kelonggaran diberikan untuk 3 hal yaitu :


1. Kebutuhan pribadi.
Yang termasuk kedalamnya antara lain: minum sekedarnya untuk menghilangkan
rasa haus, bercakap-cakap dengan teman kerja sekedar untuk menghilangkan
ketegangan atau kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan ini sangat jelas sekali
terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, seseorang tidak bisa dipaksa terus menerus
bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja stidak ke toilet, sama sekali
tidak bercakap-cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak saja
merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fsiologis yang
wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja
tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan
produkstifitasnya menurun.

2. Menghilangkan rasa fatique.


Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kualitas.jika fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasikan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih
besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung
terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang
bersangkutan tidak dapat melakukan gerakan kerja sama.

3. Hambatan-hambatan yang tak terhindarkan..

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai


hambatan . ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang
berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula hambatan yang tidak
terhindarkan karena berada diluar kekuasaaan pekerja untuk mengendalikannya
seperti:
- Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
- Mengasah peralatan potong.
- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan dari gudang.
17

Pada tabel 2.4 dibawah ini adalah kelonggaran yang dapat dijadikan acuan berdasarkan kondisi yang berpengaruh:
Tabel 2.4. Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor yang berpengaruh
Faktor Contoh pekerjaan Kelonggaran
A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita
1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk Tanpa beban 0.0 - 6.0 0.0 - 6.0
2. Sanagt ringan Bekerja dimeja, berdir 0.00 - 2.25 Kg 6.0 - 7.5 6.0 - 7.5
3. Ringan Menyekop, ringan 2.25 - 9.00 Kg 7.5 - 12.0 7.5 - 16.0
4. sedang Mencangkul 9.00 - 18.0 Kg 12.0 - 19.0 16.0 - 30.0
5. Berat Mengayun palu yang berat 19.0 - 27.0 Kg 19.0 - 30.0
6. Sangat berat Memanggul beban 27.0 - 50 Kg 30.0 - 50.0
7. Luar biasa berat Memanggul karung beban Diatas 50 Kg

B. Sikap Kerja
1. Duduk Bekerja duduk, ringan 0.0 - 1.0
2. Berdiri diatas dua kaki Baadan tegak, ditumpu dua kaki 1.0 - 2.5
3. berdiri diatas satu kai. Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2.5 - 4.0
4. Berbaring Pada bagian sisi, belakang, atau depan 2.5 - 4.0
5. Membungkuk badan dibungkukan bertumpu pada kedua kai 4.0 - 10

C. Gerakan Kerja
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0-5
3.Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 0-5
4. Pada badan anggota terbatas Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10
5. seluruh anggota badan terbatas Bekerja dilorong pertambangan yang sempit 5 -10
18

Tabel 2.5. Lanjutan kelonggaran berdasarkan faktor yang berpengaruh


D. Kelelahan Mata Pencahayaan baik Buruk
1. Pandangan yang terputus putus Membawa alat ukur 0.00 - 6.0 0.0 – 6.0
2. Pandangan yang hampir terus menerus Pekerjaan pekerjaan yang teliti 6.0 - 7.5 6.0 – 7.5
3. Pandangan terus menerus fokus berubah Memeriksa cacat pada kain, 7.5 - 12.0 7.5 - 16.0
4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap Pemeriksaaan yang sangat teliti 12.0 - 19.0 16.0 – 30.0

E. Keadaan Temperatur Tempat Kerja Temperature Kelemahan normal Berlebihan


1. Beku Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12
2. Rendah 0 - 13 10 - 0 12 – 5
3. Sedang 13 - 22 5-0 8–0
4. Normal 22 - 28 0 -5 0–8
5. Tinggi 28 - 38 5 - 40 8 - 100
6. Sangat tinggi diatas 38 Diatas 40 Diatas 100

F. Keadaan Atmosfer
1. Baik Ruang yang berventilasi baik 0
2. Cukup Ventilasi kurang baik 0-5
3. Kurang baik Adanya debu beracun 5 – 10
4. Buruk Adanya debu beracun diharuskan memakai alat 10 – 20

G. Keadaan Lingkungan yang baik


1. Bersih sehat dengan kebisingan rendah 0
2. Siklus kerja berulang 5 - 10 detik 0–1
3. Siklus kerja berulang 0 - 5 detik 1–3
4. Sangat bising 0–5
5. Terasa adanya getaran lantai 5 - 10
6. Keadaan yang luar biasa 5 – 15
19

2.3. System Manufacturing resource Planning (MRP II)


Pada dasarnya system MRP II merupakan suatu sistem informasi manufakturing
formal dan eksplisit yang mengintegrasikan fungsi utama dalam industri
manufaktur seperti: keuangan, pemasaran, dan produksi. System MRPII
mencakup dan mengintegrasikan semua aspek bisnis perusahaan industri
manufaktur sejak perencanaan strategic bisnis pada tingkat manajemen puncak top
managemen sampai perencanaan dan pengendalian terperinci pada tingkat
manajemen menengah dari supervisor, kemudian memberikan umpan balik
kepada tingkatmanajerial diatasnya. Sistem MRP II dapat digambarkan secara
lengkap melalui suatu diagram seperti tampak dalam gambar 2.1 yang
menjelaskan gambaran singkat tentang mekanisme kerja dari sitem MRP II. Pada
gambar 2.1. tampak bahwa sistem MRP II berawal dari perencanaan strategic
bisnis yang terkait dengan peramalan permintaan, perencanaan keuangan dan
pemasaran. Selanjutnya bagian pemasaran, keuangan dan produksi melalui suatu
tim kerja sama akan mengembangkan rencana produksi dan jadwal induk
produksi yang memenuhi permintaan pasar dengan menggunakan semua sumber
daya yang tersedia dalam perusahaan itu. Tim kerja sama ini harus
mempertimbangkan sumber-sumber daya keuangan, pemasaran, dan
manufakturing ketika mengembangkan rencana produksi dan jadwal induk
produksi. Berikutnya dilakukan perencanaan kebutuhan material (Material
Requirement Planning = MRP). Kemudian perencanaan kebutuhan kapasitas
(Capacity requirement Planning = CRP) dilakukan untuk membandingkan antara
pesanan-pesanan produksi yang direncanakan dan dikeluarkan berdasarkan
periode waktu, kapasitas berdasarkan periode waktu untuk mengetahui kapasitas
yang tersedia itu menjadi kelebihan beban (over load) atau kekurangan beban
(under load). Jika rencana kapasitas (capacity plan) dapat diterima, output dari
MRP akan menjadi basis bagi pesanan produksi (production orders) untuk
diteruskan ke lantai produksi dan basis bagi pesanan pembelian (Purchase
Orders) untuk diterusakan ke pemasok eksternal.
20

Dibawah ini adalah penjelasan tentang sistem Manufakturing Resource Planning


II:

Manufakturing Resource Planning (MRP II)

Peramalan Perencanaan Perencanaan


Permintaan Strategik Bisnis Keuangan dan
Pemasaran

Manajemen Perencanaan
Permintaan Produksi Perencanaan
Kebutuhan Sumber
Pelayanan Daya
pesanan
(Order service)
Penjadwaln Produksi Rough Cut
Final asemmbly
Induk (MPS) Capacity Planning
Schedule
(RCCP)

Rekayasa Produk dan Perencanaan Perencanaan


manufakturing Kebutuhan Material Kebutuahan
(MRP) Kapasitas (CRP)

Pembelian Operation
Pengendalian aktifitas Sequencing

Pengendalian dan Pengendalian Input


penjadwalan pemasok Output.

Akutansi dan
Keuangan

Gambar 2.1. Sistem Manufacturing resource Planning

2.4. Operation Process Chart (OPC)


Operation Process Chart (OPC) adalah suatu peta kerja yang
menggambarkan langkah-langkah proses pengerjaan yang akan dialami bahan,
berikut pemeriksaan dari awal proses sampai produk tersebut selesai
pengerjaanya.Manfaat dari pembuatan OPC yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menentukan kebutuhan operator.
2. Untuk mengetahui kebutuhan tiap komponen.
3. Alat untuk menentukan tata letak fasilitas.
21

4. Alat untuk melakukan perbaikan cara kerja.


5. Alat untuk latihan kerja.

Lambang-lambang yang digunakan untuk membuat OPC adalah:


Operasi (Operation)
Operasi adalah kegiatan dimana bahan diubah bentuk dan ukurannya sesuai
dengan keinginan, baik itu dari proses awal bahan baku sampai proses ke bahan
jadi.
Pemeriksaan (Inspection)
Pemeriksaan adalah kegiatan memeriksa benda atau objek, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan
terhadap suatu objek atau membandingkan objek tertentu dengan suatu objek
standar.
Aktivitas Gabungan
Aktivitas gabungan adalah kegiatan dimana antara proses operasi dan
pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dalam selang waktu yang relatif singkat
yang dilakukan pada satu tempat dan waktu kerja di dalam satu prosedur proses
kerja.
Penyimpanan (Storage)
Penyimpanan adalah seandainya benda kerja disimpan dalam waktu yang lama
dan jika mau diambil kembali biasanya harus berdasarkan rekomendasi atau izin
terlebih dahulu.

2.5. Master Production Schedule (MPS)


Sebelum memulai pembahasan tentang penjadwalan produksi induk (Master
Poduction Scheduling = MPS) perlu dikemukakan kedua istilah tentang MPS
yang digunakan secara bersamaan yaitu: 1. Penjadwalan produksi induk (Master
Produksi Scheduling = MPS), dan 2, jadwal produksi induk (Master Produksi
Schedule = MPS) merupakan hasil dari aktivitas penjadwalan produksi induk
(Master Production Scheduling = MPS).
22

Pada dasarnya jadwal produksi induk (Master Production Schedule) merupakan


suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk bagian pengganti suku cadang)
dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi
output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu.

Berdasarkan uraian di atas kita mengetahui bahwa MPS berkaitan dengan


pernyataan tentang produksi, dan bukan pernyataan tentang permintaan pasar.
MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-item yang
disusun oleh perencana jadwal produksi induk. MPS membentuk jalinan
komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga
seyogyanya bagian pemasaran juga mengetahui informasi yang ada dalam MPS
terutama berkaitan dengan ATP (Available TO Promise) agar dapat memberikan
janji yang akurat kepada pelanggan.

2.5.1. Fungsi Master Production Schedule (MPS):


1. Menjadwalkan produksi dan order pembelian untuk item-item MPS
2. Memberikan input dasar bagi sistem MRP
3. Menjadi dasar bagi penentu kebutuhan sumber daya (tenaga kerja, jam
mesin, dan lain-lain) melalui RCCP
4. Menjadi dasar dalam membuat janji pengiriman (Delivery Promises) pada
konsumen.

2.5.2. Beberapa karakteristik dari Master Production Schedule (MPS):


1. MPS merupakan pernyataan sebagai sesuatu yang akan diproduksi oleh
perusahaan
2. MPS sebelumnya dinyatakan sebagai produk family dalam perencanaan
produksi
3. MPS merupakan suatu peramalan dengan mempertimbangkan ketersediaan
material dan kapasitas back order serta tujuan dan kebijakan manajemen
4. MPS memberikan arah bagi sistem perencanaan kebutuhan material
23

2.5.3. Tujuan Master Production Schedule (MPS):


1. Melalui target tingkat pelayanan terhadap konsumen,
2. Efisiensi penggunaan sumber daya produksi,
3. Mencapai target tingkat produksi.

Penjadwalan produksi di setiap perusahaan dapat berbeda berdasarkan hal ini


maka terdapat tiga jenis perusahaan, yaitu:
1. Make to Stock Company
Produk diramalkan direncanakan diproduksi dan disimpan terlebih dahulu
sebelum perusahan menerima pesanan dari pelanggann dengan demikian
lead time antara menerima pesanan dan pengirimannya cukup pendek
rencana produksi di tekan sebagai laju produksi sedangkan MPS dinyatakan
dalam nomor part dari item akhir yang akan diproduksi.
2. Make to Order Company
Dalam perusahaan seperti ini, produksi tidak dijadwalkan sampai ada
pesanan dari pelanggan sehingga lead time antara waktu menerima pesanan
dan pengirimannya cukup panjang contohnya adalah pabrik pembuatan
pesawat terbang.
3. Assembly to Order Company
Perusahaan seperti ini membuat komponen dan sub assembly produk akhir
sampai ada pesanan dari pelanggan penjadwalan dilakukan dalam dua fase,
yaitu fase master scheduling untuk membuat komponen dan produk sub
assembly fase assembly produk akhir merupakan tahap assembly komponen
dan produk sub assembly menjadi produk akhir, contohnya adalah pabrik
mobil.

2.5.4. Rancangan Pembuatan dan Manajemen Master Production Schedule :


2.5.4.1. Rancangan Master Production Schedule (MPS):
1. Pemilihan item-item pemilihan tingkat dalam Bill of Material (BOM) yang
digambarkan dalam jadual item (meliputi komponen dan perakitan akhir),
2. Organisasi jadwal induk produksi dengan kelompok produk,
24

3. Tentukan horizon perencanaan dan arahan hubungan operasional,


4. Plih metode untuk perhitungan.

2.5.4.2. Pembuatan Master Production Schedule (MPS):


1. Dapatkan informasi untuk input peramalan back order (penerimaan pesanan)
dan inventory on hand,
2. Bandingakan draft awal dari MPS,
3. Kembangkan rencana kebutuhan kapasitas kasar (RCCP) pada MPS untuk
memperoleh jadwal yang layak.

2.5.4.3. Pengendalian Master Production Schedule (MPS):


1. Telusuri produksi actual dan bandingkan dengan perencanaan produksi yang
ditentukan jika jumlah MPS yang direncanakan dan pengiriman ingin di
capai,
2. Hitung ketersediaan yang ada untuk menentukan kebutuhan jika pesanan
yang datang dapat dilaksanakan dalam periode yang spesifik,
3. Hitung project on hand jika perencanaan produksi cukup untuk memenuhi
pesanan yang akan datang,
4. Gunakan hasil diatas untuk menetukan MPS atau kapasitas harus revisi atau
diperbaiki.

2.5.4.4 Informasi untuk membuat Master Production Schedule (MPS):


1. Production plan.
2. Demand data.
3. Inventory status.
4. Ordering policy.

2.5.4.5. Item-Item Master Production Schedule (MPS):


1. Jenis item tidak terlalu banyak.
2. Kebutuhannya dapat diramalkan.
3. Mempunyai BOM, sehingga kebutuhan komponen dapat dihitung.
25

4. Dapat diperhitungkan dalam penentuan kapasitas.


5. Menyatakan konfigurasi produk yang dapat dikirim.

2.5.4.6. Istilah yang sering digunakan Master Production Schedule (MPS):


1. Time Bucket, merupakan pembagian Planning Periode yang digunakan
dalam MPS atau MRP.
2. Time Phased Plan, merupakan penyajian rencana dimana semua (Demand,
Order, Inventory) disajikan dalam time bucket. Panjang time bucket
tergantung produknya (bisa bulanan atau mingguan).
3. Time Fences, Perubahan-perubahan dalam MPS akan menjadi sulit, kacau
(Disruptive), dan mahal (cost) apabila dibuat pada saat mendekati waktu
penyelesaian produk untuk menstabilkan jadwal dan memberikan keyakinan
bahwa perubahan-perubahan telah dipertimbangkan secara tepat sebelum
perubahan itu disetujui.
MPS dapat dibagi kedalam beberapa zona waktu dengan menetapkan
prosedur berbeda dengan mengatur perubahan jadwal dalam setiap zona
waktu (time zone) Time Fences memisahkan zona waktu itu. Dengan
demikian time fence dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan atau
petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu)
terdapat bebagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur operasi
manufakturing. Batas-batas diantara periode horizon perencanaan akan
membantu penyusunan MPS dengan cara mengijinkan petunjuk yang
berbeda guna mengatur modifikasi jadwal. Perubahan-perubahan terhadap
MPS dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah apabila mereka terjadi
melewati waktu tunggu kumulatif. Bagaimanpun perubahan-perubahan akan
menjadi sulit dan tidak efisien apabila terjadi dalam time finces. Time finces
yang paling umum dikenal adalah Demand Time Fences (DTF) dan
planning time finces (PTF), dimana DTF ditetapkan pada waktu final
assembly sedangakan PTF ditetapakan pada waktu tunggu kumulatif.
26

Demand time finces (DTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS
dimana dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak
diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat
ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Sedangkan planining time fince (PTF)
didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini
perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya . MPS biasanya
dinyatakan sebagai firm planned orders (FPO) dalam PTF.

Berdasarkan dua jenis time fence di atas didefinisikan tiga periode manajemen
waktu untuk MPS, yaitu: firm (or frozen) periode, slusby period, dan free (or
liquid period). dalam firm (or frozen) period, yaitu periode didalam DTF, tidak
boleh ada perubahan-perubahan terhadap MPS.

Apabila dibutuhkan perubahan-perubahan yang bersifat sangat darurat (emergency


changes) yang harus dibuat, penyusun MPS hanya boleh mengubah setelah
memperoleh persetujuan dari manajemen puncak atau manejer manufakturing.
Dalam slusby period, yaitu periode dintara DTF dan PTF, penyusun MPS hanya
boleh mengubah product mix, dengan tetap memperhatikan ketersediaan dari
meterial dan kapasitas. Dalam periode ini penyusunan MPS tidak dapat mengubah
tingkat produksi tanpa menjamin bahwa material dan sumber-sumber daya lain
dapat disesuaikan untuk mengakomodasi tingkat produksi baru. Dalam free (or
liquid) period, yaitu periode diluar PTF, penyusunan MPS dapat secara bebas
mengubah tingkat produksi untuk memenuhi perubahan-perubahan yang
diantisipasi dalam permintaan oleh bagian pemasaran.

Melewati PTF, terdapat dua fungsi yang diberikan MPS yaitu: (1) Memberikan
suatu input kepada Rough Cut Capacity Planning (RCCP) sebagai dasar bagi
pembuatan keputusan tentang perolehan sumber daya jangka panjang yang
membutuhkan waktu tunggu panjang, serta (2) memberikan visibility yang lebih
besar atas bahan baku dan komponen yang mempunyai waktu tunggu panjang
27

(long-lead-time components and raw material), sehingga memberikan


kemampuan kepada fungsi pembelian untuk berhubungan lebih erat dengan
pemasok (suppliers).
Panjang planning horizon adalah cumulative lead time ditambah beberapa saat
untuk melihat hasilnya. MPS mempunyai 2 macam planning horizon:
1. Untuk production scheduling

Procurement Fabrication Assembly Visibility


3-6 monts

Cumulative Lead Time

MPS planning horizon

Gambar 2.2. Planning horizon untuk production scheduling.

2. Untuk produk dengan long lead time


Procurement lead time
Visibility
Special purpose
One year
Equipment

MPS Planning Horizon

Gambar 2.3. Planning horizon untuk produk long lead time.

2.5.4.7. Orders
Ada 3 jenis order dalam MPS:
1. Planner Order
Adalah order yang rencananya akan dilepaskan (released) dan dibuat setelah
mempertimbangkan supply-demand.
2. Firm Planned Order
Adalah order yang direncanakan akan dibuat diperusahaan ini tapi belum
dilepaskan (released).
3. Orders
Adalah order yang sudah dibuat dan diperintahkan untuk dibuat atau
dikerjakan atau dibuatkan purchase order atau dibuatkan surat pengiriman.
28

2.5.4.8. Format Master Production Schedule (MPS):


Terdiri dari:
1. Nama dan nomor item
2. Periode
3. Ramalan kebutuhan
4. Pesan konsumen yang diterima
5. Tingkat persediaan
6. Jumlah yang dijanjikan
7. Jadwal yang menentukan jumlah dan waktu produksi
Tabel 2.6. Contoh format MPS Untuk MTS
Item No : Description :
Lead Time : Safety Stock :
Order qty : DTF :
PTF :

Period 0 1 2 3 4 5 ... ... n


Forecast
A Order
PAB
ATP
MS
PO

Tabel 2.7. Contoh format MPS Untuk MTO


Item No : Description :
Lead Time : Safety Stock :
Order qty : DTF :
PTF :

Period 0 1 2 3 4 5 ... ... n


Forecast
A Order
PAB
ATP
MS
PO

1. Actual order (pesanan konsumen)


Merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti (Certain).
29

2. Project available balance (proyeksi persediaan/ on hand)


Merupakan proyeksi on-hand inventory dari waktu-kewaktu selama horizon
perencanaan MPS, yang menunjukan status Inventory yang diproyeksikan
pada akhir dari setiap periode waktu dalam horizon perencanaan MPS.
Dalam kasus ini perhitungan PAB dapat dipandang sebagai suatu
perbandingan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand). Apabila
PAB bernilai negatif berarti pada periode itu produksi atau penawaran
(supply) tidak mampu memenuhi permintaan (demand). Sebaliknya untuk
lingkungan manufakturing make to stock, kenaikan terus-menerus dalam
nilai PAB menunjukkan bahwa nilai inventory dari item yang dijadwalkan
itu semakain menumpuk. Berdasarkan informasi PAB, berbagai
kebijaksanaan dan tindakan korektif dapat diambil untuk perbaikan terus-
menerus dari proses manufakturing. PAB dinyatakan melewati PTF hanya
sebagai informasi saja, sementara MPS dan ATF, tidak direncanakan
melewati PTF (Planning Time Fence).
3. Available to promise (jumlah yang bisa dijanjikan)
Merupakan informasi yang sangat berguna bagi departemen pemasaran
untuk mampu memberikan jawaban yang tepat pernyataan pelanggan
tentang: “kapan anda dapat mengirimkan item yang telah dipesan itu ?”.
Nilai ATP memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk
tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan
pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat
membuat janji yang tepat kepada pelanggan. ATP dapat juga dihitung secara
kumulatif untuk memberikan informasi tentang Cumulative ATF pada waktu
periode tertentu. ATP = on hand – actual order total
4. Master schedule (jadwal produksi)
Berupa keputusan tentang kuantitas yang akan diproduksi dan saat
diproduksi itu memasuki stock. Ditentukan dengan memperlihatkan
ketersediaan material dan kapasitas. Total dari master schedule untuk setiap
individual part harus sama dengan total yang dinyatakan dalam rencana
produksi.
30

5. Planned Order
Dihitung apabila PAB minus, perhitungan kebutuhan tergantung pada
periode net requirement.
PO = F + SS – PABt-1
Rumus-rumus yang digunakan dalam penentuan jadwal induk produksi:
o Project Available Ballance (PAB)
Pada daerah DTF
PABt = PABt-1 + MSt - AOt
Pada daerah PTF
PABt = PABt-1 + MSt – Max(AOt,Ft)
Pada daerah setelah PTF
PABt = PABt-1 + MSt - Ft
o Available To Promise (ATP)
Pada perioda 1
ATPt = PABnow + MSt - AOsebelum ada MS berikutnya
Pada perioda selanjutnya
ATPt = MSt - AOsebelum ada MS berikutnya

2.6. Perencanaan Produksi (Production Planning)


2.6.1. Konsep Dasar Manajemen Permintaan
Pada dasarnya manajemen permintaan didefinisikan sebagai suatu fungsi
pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusun
jadwal induk mengetahui dan menyadari semua permintaan produk itu. Dalam
manajemen permintaan dikenal dua sumber utama yang berkaitan dengan
informasi permintaan produk yaitu:
1. Ramalan terhadap produk (independent demand) yang bersifat tidak pasti
(uncertain).
2. Pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti (dependent demand).
31

Dalam industri manufaktur dikenal adanya dua jenis permintaan terhadap


material, parts, atau produk yang terkait langsung dengan atau diturunkan dari
struktur bill of material untuk produk akhir atau untuk item tertentu. Permintaan
untuk material, parts atau produk yang diturukan dari bill of material tidak boleh
diramalkan tetapi harus dihitung. Sebagai contoh kita akan memproduksi 100
mobil maka ban yang dibutuhkan untuk mobil tersebut adalah 100 mobil x 5 ban
termasuk cadangan = 500 buah ban.

Perencanaan produksi merupakan bagian dari rencana strategis perusahaan dan


dibuat secara harmonis dengan rencana bisnis (business planning). Perencanaan
produksi dapat diartikan menentukan tingkat atau rate produksi pabrik yang
dinyatakan secara agregate. Dan tujuannya adalah:
1. Memproduksi sesuai demand.
2. Memproduksi pada kegiatan konstan.
3. Menentukan kebutuhan sumber daya yang meliputi: tenaga kerja, material,
fasilitas, peralatan dan modal.
4. Menjadi langkah awal bagi seluruh kegiatan produksi.

Karakter dari perencanaan produksi biasanya tidak rinci, rencana dibuat untuk
familly atau kelompok produk. Dan satuan yang digunakan dapat berbeda antara
satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, seperti ton, gallon, waktu produksi
standar, satuan uang, dan lain-lain. Namun, hal ini juga tergantung pada tipe
bisnis apakah make to order atau make to stok.

Pada dasarnya perencanaan produksi dapat dikemukakan melalui empat langkah


utama , sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi, beberapa
informasi yang dibutuhkan adalah jumlah permintaan yang bersifat pasti
atsu tidak pasti (diramalkan) selama periode tertentu, selanjutnya adalah
backlog (pesanan yang telah diterima pada waktu lalunamun belum
dikirim)
32

2. Mengembangkan data yang relevan itu menjadi informasi yang teratur.


3. Menentukan kapasbilitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya
yang ada.
4. Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh pihak yang
bersangkutan.
Untuk rencana produksi harus mengacu pada permintaan total, sehingga formula
umum untuk rencana produksi adalah:
Rencana Produksi = (Permintaan Total – Inventory awal) + Inventoru Akhir
Untuk mentrasformasikan antara rencana produksi bulanan ke rencana produksi
harian menggunakan formula:
Rencana Produksi Bulanan
Rencana Produksi Harian 
Jumlah hari kerja dalam bulan itu
Terdapat perbedaan antara sitem MRP II dan JIT, dimana sistem MRPII
menetapkan rencana produksi bulanan, mingguan dan Just in time menetapkan
rencana produksi harian atau jam.

Dalam menghadapi demand yang berfluktuasi, strategi yang digunakan untuk


perencanaan produksi meliputi:
1. Produksi bervariasi mengikuti tingkat demand yang terjadi, yaitu:
a. Dengan menambah atau mengurangi tenaga kerja, atau mengubah jumlah
shift.
b. Dengan melakukan lembur atau mengurangi jumlah tenaga kerja.
2. Produksi pada tingkat konstan, yaitu:
a. Dengan menumpuk jumlah tenaga kerja, tetapi melakukan lembur atau
mengurangi jumlah tenaga kerja.
b. Dengan menambah atau mengurangi sub-kontrak.
3. Kombinasi strategi-strategi diatas.
a. Metode transportasi.
- Metode transportasi least cost
33

Tabel 2.8.Tabel Kapasitas untuk transportasi


Periode Demand Reguler Time Over Time Sub Contrak
……. …….. ……….. ………. ………..
Total ……… …………. ……….. ………….

Tabel 2.9.Tabel Perhitungan untuk transportasi


Periode
Periode Capacity
1 2 3 4 …
RT
1 OT
SC
Demand

Tabel 2.10. Tabel Summary


Periode Demand Reguler Time Over Time Sub Contrak Total Supply End Inv
……. ………….. ………….. ………….. ……………. ……… ………
Total ……… ……… ……….. ……… …………. ………..

Ongkos-ongkos yang digunakan dalam perencanaan Produksi:


1. Ongkos penambahan tenaga kerja (Hirring).
2. Ongkos pengurangan tenaga kerja (Lay Off).
3. Ongkos lembur dan pengurangan waktu kerja.
4. Ongkos persediaan dan kekurangan persediaan.
5. Ongkos subkontrak.
Rumus-rumus yang digunakan dalam perencanaan produksi:
a Rencana Produksi =  demand INVakhir  INVawal
b Kebutuhan Jam Orang = Rencana Produksi x Waktu Baku
KebutuhanJamKerja
c Kebutuhan Tenaga Kerja =
 Hari kerja  Jam kerja
 Demand  Waktu Baku
d Jam Kerja =
 Harikerja  Jam Kerja
e RMH = TK  HK t  JK

RMH
f Regular Time =
Kebutuhan Jam Orang/unit
34

g Inventory Akhir = UPRT  Demand  Inventoryt 1

Kebutuhan Jam Orang


h Tenaga Kerja diperlukan =
HK t  JK/hari
i Total Supply =  UPRT   UPOT   UPCS
j Ending Inventory = TotalSupply  Demand  Inventory t 1

Tujuan dari perencanaan produksi adalah:


1. Mengatur strategi produk
a Memproduksi sesuai demand.
b Memproduksi pada tingkat konstan.
2. Menentukan kebutuhan sumber daya, meliputi:
a Tenaga kerja.
b Material.
c Fasilitas.
d Peralatan.
e Modal.
3. Menjadi langkah awal bagi seluruh kegiatan produksi.
Dalam memproduksi tentu adakalanya demand-nya tidak menentu maka strategi
untuk menghadapi demand yang tidak menentu atau berpola musiman dapat
digunakan beberapa strategi, yaitu:

2.7. Perencanaan Kapasitas


2.7.1. Permasalahan Perusahaan secara umum tentang kapasitas
Ketika perusahaan BATA membangun pabrik untuk memproduksi sepatu, para
manajernya mempunyai berbagai gagasan tentang jumlah pasang sepatu yang
akan dihasilkan pabrik tersebut. Ketika perusahaan ASTRA membangun pabrik
perakitan mobil manajernya mempunyai perkiraan tertentu mengenai jumlah
mobil yang akan diproduksi. Sebuah rumah sakit dibangun atas dasar jumlah
tempat tidur yang terbatas dan pendaftaran sekolah dibatasi oleh jumlah dan
ukuran ruang kelas. Fasilitas - fasilitas ini dibangun dengan suatu ukuran atau
35

mempunyai “kapasitas” tertentu. Penentuan dan perumusan kapasitas organisasi


tergantung pada pengertian (definisi) kapasitas itu sendiri dan peralatan peralatan
dengan mana para manajer pabrik mengelola kapasitas. Kegiatan penentuan dan
pembaharuan kebutuhan-kebutuhan kapasitas ini disebut perencanaan kapasitas

Kapasitas suatu fasilitas adalah konsep mendua tidak seperti kapasitas satu botol
bir yang berisi satu liter bir dan tidak lebih dalam keadaan apapun juga. Kapasitas
adalah suatu tingkat keluaran suatu kapasitas keluaran dalam periode tertentu, dan
merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu.
Suatu kapasitas organisasi merupakan konsep dinamik yang dapat diubah dan
dikelola. Untuk berbagai keperluan, kapasitas dapat disesuaikan dengan tingkat
penjualan yang sedang berfluktuasi yang dicerminkan dalam jadwal produksi
induk (master production schedule).

Perencanaan kapasitas adalah proses menentukan tingkat kapasitas yang


diperlukan untuk melakukan jadwal produksi, dibandingkan kapasitas yang
tersedia dan tindakan-tindakan penyesuaian yang diperlukan terhadap tingkat
kapasitas atau jadwal produksi. Jika terjadi kekurangan kapasitas, hasilnya berupa
kekurangan pencapaiaan target produksi, pengiriman produk ke konsumen
terlambat dan kehilangan kepercayaan sistem manajemen, sebaliknya jika
kapasitas berlebihan dapat mengakibatkan utilisasi sumber rendah, operasi pabrik
tidak efisien, biaya tinggi dan berkurangnya margin keuntungan.
Hubungan antara kapasitas dengan jadwal induk adalah sangat penting, karena
jadwal induk produksi mencerminkan apa yang akan diproduksi organisasi (tidak
perlu apa yang akan dijual), kemampuan untuk memenuhi rencana ini tergantung
pada kapasitas yang tersedia sekarang atau dalam jangka pendek diwaktu
mendatang atau tergantung pada kemampuannya untuk memperluas kapasitas ini
dalam jangka lebih panjang, dan seperti telah kita ketahui jadwal yang realistik
menjadi kunci keberhasilan operasi organisasi yang mengakibatkan seluruh
sumber daya terikat untuk memuaskan kebutuhan kuantitasnya dan komitmen hari
pengiriman. Dalam konteks ini, kapasitas juga berarti: jumlah masukan sumber
36

daya-sumber daya yang tersedia relatif untuk kebutuhan keluaran pada waktu
tertentu.

Dalam perencanaan kapasitas, waktu adalah sangat penting. Waktu dapat


menimbulkan masalah lain dalam konsep kapasitas. Seorang manajer yang
membicarakan tentang kapasitas akan membicarakan kuantitas keluaran dalam
periode waktu tertentu, tetapi berapa lama ?. Setiap perusahaan akan berbeda-beda
dalam menentukan seberapa lama tingkat keluaran yang harus dicapai. Sebagai
contoh: bila kita mengatakan bahwa suatu pabrik mempunyai kapasitas X unit,
kita tidak mengetahui apakah dicapai dalam satu hari atau dalam enam bulan.
Untuk mengindari masalah ini: konsep “tingkat pengoperasian terbaik” (best
operating level) perlu digunakan. Ini merupakan tingkat kapasitas untuk mana
proses dirancang dan merupakan volume keluaran dimana biaya rata-rata per unit
adalah minimum, seperti ditunjukan dalam gambar berikut ini:

Biaya
rata-rata
perunit
keluaran
Tingkat pengoperasian
terbaik

Volume Produksi

Gambar 2.4. Tingkat pengoperasian terbaik

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kapasitas ini mempunyai berbagai


pengertian atau definisi yaitu:
1. Design capacity, yaitu tingkat keluaran persatuan waktu untuk mana pabrik
dirancang.
2. Rated capacity, yaitu tingkat keluaran per satuan waktu yang menunjukan
bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk
memproduksinya. (Biasanya lebih besar daripada design capcity karena
perbaikan-perbaikan periodik dilakukan terhadap mesin mesin atau proses-
proses.
37

3. Standard capacity, yaitu tingkat keluaran persatuan waktu yang ditetapkan


sebagai “sasaran” pengoperasian bagi manajemen, suvervisi dan para
operator mesin; dapat digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran.
Kapasitas standar adalah sama dengan rated capacity dikurangi cadangan
keperluan pribadi, tingkat sisa standar, berhenti untuk pemeliharaan standar,
cadangan untuk pengawasan kualitas standar, dan sebagainya.
4. Actual dan Operating capacity, yaitu tingkat keluaran rata-rata persatuan
waktu selama periode-periode waktu yang telah lewat. Ini adalah kapasitas
standar cadangan-cadangan, penundaan, tingkat sisa nyata, dan sebagainya.
5. Peak capacity, yaitu jumlah keluaran per satuan waktu (mungkin lebih
rendah daripada rated, tetapi lebih besar daripada standar) yang dapat
dicapai melalui maksimasi keluaran, dan akan mungkin dilakukan dengan
kerja lembur, penambahan tenaga kerja, menghapuskan penundaan-
penundaan, mengurangi jam istirahat, dan sebagainya.
Kapasitas atau tingkat keluaran ini pada umumnya dinyatakan dalam satuan-
satuan sebutan persamaan, seperti batang, ton, kilogram, meter, atau jam kerja
yang tersedia, sedangkan satuan-satuan waktu yang sangat penting bagi
perencanaan kapasitas dapat dinyatakan dalam satuan, seperti jam, hari, minggu,
atau bulan. Dalam praktek diantara pengertian-pengertian kapasitas diatas:
perusahaan biasanya menggunakan tingkat kapasitas nyata atau kapasitas
pengoperasian yang ditentukan dari laporan-laporan atau catatan-catatan pusat
kerja. Bila informasi ini tidak tersedia, “rated capacity” digunakan dan dapat
diperkirakan dengan rumusan:

Jumlah Jam Presentase Efesiensi


Rated capacity = kerja
mesin penggunaan sistem
mesin

Sebagai contoh, suatu pusat kerja beroperasi 6 hari dalam seminggu dengan basis
dua “shift” (8 jam per shift) dan mempunyai empat mesin dengan kemampuan
yang sama. Bila mesin-mesin digunakan 750% dari waktu pada tingkat efesiensi
38

sistem sebesar 90%, tingkat keluaran dalam jam kerja standar perminggu dapat
dihitung sebagai berikut:
Rated capacity = (4) (8 x 6 x 2) (0.75) (0.90)
= 259 jam kerja standar / minggu.

Kapasitas yang dinyatakan sebagai suatu “rate” tersebut (misal, jam standar per
minggu) dipengaruhi oleh berbagai faktor; baik tenaga kerja, fasilitas, alternatif
urutan pengerjaan, pemeliharaan preventif, dan sebagainya, maupun faktor-faktor
yang tidak dapat dikendalikan, seperti kerusakan mesin, tingkat absensi,
kekurangan bahan, pengerjaan kembali dan sisa produksi, prestasi kerja, dan
masalah peralatan yang tidak biasa.

Manajemen operasi yang menekankan pentingnya dimensi waktu kapasitas. Dari


sudut pandang ini, kapasitas pada umumnya dibedakan antara perencanaan
kapasitas jangka pendek, perencanaan kapasitas jangka menengah, perencanaan
kapasitas jangka panjang. Secara lebih terperinci pembedaan perencanaan
kapasitas atas dasar lama waktu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan kapasitas jangka panjang (long range) yang lebih dari satu
tahun. Dimana sumber daya - sumber daya produktif memakan waktu yang
lama untuk memperoleh atau menyelesaikannya, seperti bangunan,
peralatan, atau fasilitas. Perencanaan kapasitas jangka panjang memerlukan
partisipasi dan persetujuan dari manajemen puncak.
2. Perencanaan kapasitas jangka menengah yang dalam rencana-rencananya
dalam bulanan atau kuartalan untuk 6 sampai 18 bulan yang akan datang.
Dalam hal ini, kapasitas dapat bervariasi karena alternatif-alternatif seperti
penarikan tenaga kerja, pemutusan kerja, peralatan baru, sub contracting dan
pembelian peralatan bukan utama.
3. Perencanaan kapasitas jangka pendek yang kurang dari satu bulan. Ini
dikaitkan pada proses penjadwalan harian atau mingguan dan menyangkut
pembuatan penyesuaiaan untuk menghapuskan “variance” antara keluaran
yang direncanakan dan keluaran nyata. Keputusan perencanaan mencakup
39

alternatif-alternatif seperti kerja lembur, pemindahan personalia, pengantian


routing produksi

Bagi perusahaan biasanya adalah tidak ekonomik untuk menambah atau


mengurangi tenaga kerja dengan naik turunya penjualan. Ini bukan berarti bahwa
jumlah karyawan adalah sumber daya kapasitas yang tetap, tetapi penyesuaian-
penyesuaian besar (substansial) dapat dibuat tanpa harus menarik lebih banyak
orang dan kemudian memutuskan hubungan kerja dengan mereka.

Sebagai contoh, anggap bahwa suatu perusahaan untuk memproduksi produk A


memerlukan karyawan yang bekerja normal 5 hari kerja selama 40 jam dengan
jumlah sebagai berikut:
Juni ……………………300
Juli …………………….400
Agustus ……………….600
September …………….450
Oktober ……………….400

Beban kerja dalam bulan Agustus adalah dua kali lipat bulan juni. Bagaimanapun
juga, jumlah orang yang dibutuhkan adalah dalam artian “karyawan ekuivalen”
yang bekerja 40 jam satu minggu. Tetapi jumlah jam per minggunya dapat diubah
dan kelebihan jumlah kerja dapat disub kontrakan atau dengan penimbunan
persediaan. Berikut ini merupakan sebuah rencana feasible bagi jam kerja pabrik
untuk memenuhi kebutuhan penjualan dengan menggunakan tenaga kerja konstan:
Tabel 2.11. Rencana feasible kerja pabrik
Jumlah jam Karyawan ekuivalen
Bulan
per minggu yang dikontrak dari luar
Juni 350 34 -
Juli 350 46 -
Agustus 350 58 92
September 350 51 -
oktober 350 46 -
40

Pengguanaan kerja lembur, sub kontrak dari luar, atau penimbunan persediaan
merupakan keputusan-keputusan manajerial dan tergantung pada biaya relatif
masing-masing alternatif.

Khusus tentang kerja lembur yang direncanakan untuk menghadapi periode


penjualan puncak mempunyai berbagai kebaikan dan kelemahan. Kebaikan kerja
lembur adalah menaikan upah karyawan sehingga akan membuat para karyawan
lebih senang. Kerja lembur meminimumkan kebutuhan penarikan lebih banyak
karyawan dan kemudian memberhentikan mereka. Perubahan jumlah karyawan,
naik atau turun. Biasanya menghasilkan produktivitas rendah, disamping itu
kadang-kadang perusahaan tidak dapat memperoleh cukup orang dengan
keterampilan yang disyaratkan.

Kerja lembur bukannya tanpa masalah, salah satu masalah adalah bahwa
pendapatan karyawan berfluktuasi karena kerja lembur tidak dapat dilaksanakan
secara teratur dan terus menerus. Masalah lain adalah turunya produktivitas bila
pekerjaan tidak didasarkan kecepatan mesin atau kecepatan tetap ban berjalan
(conveyor) dan bila produksi menurun selama kerja lembur, biaya-biaya tenaga
kerja selama jam-jam tersebut menjadi penghalang.

2.7.2. Penentuan Kebutuhan Kapasitas


Pada dasarnya penentuan jumlah unit kapasitas (misal, jam kerja karyawan atau
mesin) yang diperlukan selama periode waktu tertentu dibuat melalui perhitungan
rasio permintaan terhadap kapasitas satu unit sumber daya. Jadi, bila 500 jam
kerja karyawan dibutuhkan untuk memenuhi permintaan selama satu bulan dan
seorang karyawan bekerja 160jam perbulan, maka diperlukan karyawan 3125
karyawan. Dalam praktek, bagaimanapun juga, sejumlah faktor-faktor tambahan
harus dipertimbangkan dalam penentuan kebutuhan kapasitas ini.

Jumlah total jam sumber daya standar yang dibutuhkan utuk memenuhi
permintaan akan X produk dengan Ni setiap jenis produk adalah sama dengan
41

waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan dan memproduksi setiap unit


ditambah waktu untuk mempersiapkan setiap kumpulan, atau:
X
Hstd =  Oi(Ti  Si)  Bi.Ni
i 1
dimana,
Hstd = Jumlah total sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan
Oi = Jumlah unit keluaran X yang diperlukan
Ti = waktu pengoperasian standar per unit X
Si = waktu persiapan standar per unit keluaran X
Bi = waktu standar untuk mempersiapkan sekumpulan X
Ni = Jumlah kumpulan X yang diperlukan
X = Jumlah jenis produk

Jumlah sumber daya nyata yang dibutuhkan adalah jam sumber daya standar
dibagi efisien dan produktivitas atau:
H
Hact = std
Eo.Pw.Em
dimana,
Hact = Jam sumber daya nyata yang dibutuhkan
Eo = Efisiensi Organisasional
Pw = Produktivitas operator
Em = Efisiensi mesin, faktor pemeliharaan, faktor mesin rusak

Jumlah unit sumber daya yang diperlukan (peralatan, mesin, atau karyawan)
adalah sama dengan jam sumber daya nyata yang dibutuhkan dibagi jumlah jam
yang tersedia per unit sumber daya.
H
Nr = act
H
avl
dimana,
Nr = Jumlah unit sumber daya yang dibutuhkan (peralatan, mesin, atau
karyawan)
42

Havl = Jumlah jam yang tersedia per unit sumber daya selama periode
waktu tertentu.

Contoh persoalan:
Suatu perusahaan menghadapi permintaan produknya sebesar 200 unit. Ada 22
hari kerja per bulan. Waktu pengoperasian standar per unit sebesar 8 jam, dan ini
memerlukan waktu setengah jam untuk persiapan setiap unit 200 Unit produk
akan diproses dalam 10 kumpulan. Pada akhir setiap kumpulan, mesin harus diuji
dan disesuaikan kembali sebelum kumpulan berikutnya diproses: waktu
penyiapan ini memerlukan 4 jam. Efisiensi organisasional diperkirakan 950 %,
dari mesin-mesin beroperasi dengan efisiensi dengan efisiensi 90%, ini berarti
selama mesin dioperasikan dengan kecepatan wajar, diperlukan waktu penundaan
untuk pemeliharaan selama 480 menit perhari. Mesin-mesin dijalankan 8 jam per
hari dan para operator mesin bekerja sesuai dengan standar (1.00). Berapa jumlah
mesin yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan bulanan.
Penyelesaian

Hstd =  Oi(Ti  Si)  Bi.Ni


X
i1
Hanya ada 1 produk, sehingga x = 1 dan
Hstd = 200 ( 8 + 0,5 ) + 4 ( 10 ) = 1740 Jam standar
H std 1740
Hact = =  2035,1 jam nyata
Eo.Pw.Em 0,95(1,0)0,90

H 2035,1
act
Nr = =  11,56 mesin
H avl 22(8)
43

2.8. Rough Cut Capasity Planning (RCCP)


Rough Cut Capasity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki
perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS.
RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua
hierarki perencanaan prioritas produksi.

Guna menempatkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang


diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottlenecks) adalah
cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu
manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang
tingkat produksi dimasa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.

Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi
dan MPS kedalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber
daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang,
kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan.

RCCP adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya (Resource


Requirements Planning = RCCP) kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci
daripada RRP dalam beberapa hal seperti: RCCP di disagregasikan kedalam level
item atau SKU (Stockeeiping Unit), RCCP didisagregasikan berdasarkan periode
waktu harian atau mingguan dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber
daya produksi.
Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melakukan RCCP
yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead
times).
3. Menentukan Bill Of Resources.
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.
44

RCCP adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya (Resource


Requirements Planning = RCCP) kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci
daripada RRP dalam beberapa hal seperti: RCCP di disagregasikan kedalam level
item atau SKU (Stockeeiping Unit), RCCP didisagregasikan berdasarkan periode
waktu harian atau mingguan dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber
daya produksi.
Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melakukan RCCP
yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead
times).
3. Menentukan Bill Of Resources.
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

Dalam perencanaan kebutuhan kapasitas kasar (RCCP) dapat dilakukan dengan


tiga teknik RCCP yaitu:
1. Pendekatan Total Faktor (Capacity Planning Using Overal Factor Approach
= CPOF).
2. Pendekatan Daftar Tenaga Kerja (Bill Of Labour Approach = BOLA).
3. Pendekatan Profil Sumber ( Resource Profile Approach).

2.8.1. Pendekatan Total Faktor (Capacity Planning Using Overal Factor


Approach = CPOF)
CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS, waktu total yang diperlukan untuk
memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF
mengkalikan waktu total tiap familly terhadap jumlah MPS untuk memperoleh
waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian
dibagi menjadi waktu penggunanaan masing-masing sumber dengan mengkalikan
total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.
Langkah pembuatan CPOF:
45

1. Hitung proporsi waktu untuk tiap departemen


waktu masing - masing departemen
Proporsi waktu 
waktu total
2. Hitung kebutuhan kapasitas total
Kapasitas total = Waktu total operasi x MPS untuk masing masing periode
3. Hitung kapasitas untuk masing masing departemen
Kapasitas = kebutuhan kapasitas total x proporsi masing-masing departemen

2.8.2. Pendekatan Daftar Tenaga Kerja (Bill Of Labour Approach = BOLA).


Sedangkan BOLA adalah jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh
dengan mengkalikan waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga
kerja dengan jumlah produk MPS. CPOF dan BOLA mempertimbangkan lead
time. Kedua pendekatan ini mengasumsikan bahwa seluruh komponen dibuat
bersamaan dengan perakitan.
Langkah pembuatan BOLA
1. Pembuatan MPS
a. Untuk pembuatan MPS dilakukan pada masing-masing departemen
Tabel 2.12. Jadwal induk untuk produksi dua produk
Bulan
M1 M2
Produk
Produk 1 b11 b12
Produk 2 b21 b22

2. Waktu total pembuatan produk diperoleh dari daftar tenaga kerja (BOLA)
Tabel 2.13. Daftar tenaga kerja
Produk
P1 P2
Stasiun kerja
Stasiun kerja 1 a11 a12
Stasiun kerja 2 a21 a22

3. Hitung kapasitas untuk tiap departemen.


Maka perencanaan kebutuhan kapasitas kasar (RCCP)
46

Tabel 2.14. perencanaan kebutuhan kapasitas kasar


Bulan
M1 M2
Stasiun kerja
Stasiun kerja 1 c11 c12
Stasiun kerja 2 c21 c22
Perhitungan kapasitas:
c11 = a11 . b11 + a12 . b21
c12 = a11 . b12 + a12 . b22
c21 = a21 . b11 + a22 . b21
c22 = a21 . b12 + a22 . b22

2.8.3. Pendekatan Profil Sumber ( Resource Profile Approach).


RPA merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak
serinci perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP).
Langkah pembuatan Pendekatan profil sumber (RPA):
1. Lakukan pembuatan MPS
Untuk produksi dua produk jadwal induk (MPS)
Tabel 2.15. Jadwal induk untuk produksi dua produk
Bulan
M1 M2 M2
Produk
Produk 1 b11 b12 b13
Produk 2 b21 b22 b23

2. Profil sumber
Tabel 2.16. Profil sumber
Sisa waktu
2 1 0
Produk
Produk 1 a112 a111 a110
Produk 2 b212 a211 a210
Melakukan perhitungan pada Stasiun kerja
2 1 0
P1 b11 b12 b13
P2 b21 b22 b23
47

3. Membuat perencanaan kebutuhan kapasitas kasar


Tabel 2.17. perencanaan kebutuhan kapasitas kasar
Bulan
M1 M2 M3
Stasiun kerja
SK 1 a112 a111 a110
SK 2 b212 a211 a210

Contoh Perhitungan:
c11 = a11 . b11 + a111 . b12 + a112 . b13 + a210 . b21 + a211 . b22 + a212 . b23
c12 = a110 . b12 + a111 . b13 + a210 . b22 + a211 . b23
c13 = a110 . b13 + a210 . b23
c21 = a120 . b11 + a121 . b12 + a112 . b13 + a220 . b21 + a221 . b22 + a222 . b23
c22 = a120 . b12 + a121 . b13 + a220 . b22 + a221. b23
c23 = a120 . b13 + a220 . b23

Untuk mengetahui yang dibutuhkan stasiun kerja untuk produk 1 pada bulan M1
yaitu dengan mengkalikan jumlah permintaan bulan M1 dengan waktu yang
diperlukan stasiun kerja SK 1 pada bulan batas penyerahan, jumlah permintaan
untuk bulan M2 dengan yang diperlukan stasiun kerja SK 1 satu bulan sebelum
batas penyerahan dan jumlah permintaan M3 dengan waktu yang diperlukan
stasiun kerja SK 1 dua bulan sebelum batas penyerahan. Proses diulang untuk
produk selanjutnya
Keterangan:
aik = waktu produksi produk k di stasiun kerja i
n = jumlah produk
bkj = jumlah produk k (MPS) pada periode j.
Ci = kapasitas yang dihasilkan
Karena memproduksi waktu produk lebih dari satu maka formula kebutuhan
kapasitas stasiun kerja k pada periode j adalah:

a b
ik . kj untuk semua i,j
48

2.9. Metode Pengukuran Kapasitas


1. Theoritical capacity ( synonym: maximum capacity, design capacity)
Merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing
yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti tiga shift
perhari, tujuh hari perminggu, tidak ada down time mesin dan lain-lain.
Dengan demikian theoritical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang
tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti
atau istirahat, down time mesin atau alasan lainnya. Sebagai contoh jika suatu
pusat kerja mempunyai 4 mesin dan dijadwalkan untuk beroperasi dalam satu
shift selama 8 jam, perode 5 hari per minggu, maka kapasitas teoritis 4 x 8 x 5
= 160 jam kerja / minggu. Jam kerja ini selanjutnya dapat diterjemahkan
kedalam unit produksi dengan menggunakan jam kerja standar.
2. Demonstrated capacity ( synonym: actual capacity, effective capacity)
Merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada
pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja dimasa
lalu, yang biasnya diukur dengan menggunakan angka rata-rata berdasarkan
beban kerja normal. Sebagai contoh: jika suatu pusat kerja menghasilkan rata-
rata 650 unit per periode kerja, sedangkan jam kerja standar adalah 0.2 jam per
unit produk maka demonstrated capacity dihitung sebagai 650 unit / periode x
0.2 jam standar / unit = 130 jam standar / periode.
3. Rated capacity (synonym: calculated capacity, Nominal capacity)
Diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas
yang telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui
pengadaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisai dan efesiensi.

Anda mungkin juga menyukai