Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang disebabkan

karena kadar glukosa (gula sederhana) dalam darah meningkat

(hiperglikemi), glukosa adalah suatu gangguan metabolisme karbohidrat

yang diperlukan sebagai sumber tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh.

Diabetes tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan

komponen genetik dan linkungan yang sama kuat dalam proses timbulnya

penyakit tersebut. Pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini dapat

terlihat jelas dengan tingginya penderita diabetes yang berasal dari orang tua

yang memiliki riwayat diabetes melitus sebelumnya. Diabetes melitus tipe 2

sering juga di sebut diabetes life style karena penyebabnya selain faktor

keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin,

makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup penderita yang tidak sehat juga

bereperan dalam terjadinya diabetes ini (Betteng dkk, 2014).

Penderita diabetes mellitus memiliki resiko mengalami kerusakan

ginjal yang disebut nefrotik diabetik atau DM tipe 2 berkembang hinga 10-

20% menjadi ginjal kronik dalam waktu 5-10 tahun (Kee J L, 1990).

Indikasi penurunan ginjal sebesar 50% dibandingkan dengan peningkatan

kadar kreatinin yang memiliki indikasi penurunan fungsi ginjal dengan 75%

(Soeparman dkk, 2001).

1
2

Komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus disebabkan

karena mengkonsumsi obat kimia secara terus-menerus yang merusak kerja

organ pankreas pada metabolisme karbohidrat dalam menghasilkan insulin

Anti-diabetika oral yang diberikan pada penderita diabetes mellitus

dalam jangka panjang akan menyebabkan komplikasi lambat yang berupa

infark jantung, retinopati, polineuropati, nefropati, dan dapat pula timbul

kerusakan ginjal dengan hiperfiltrasi dan keluarnya albumin dalam urin

yang sering kali bersifat fatal. ( Tjay, 2008 )

Penelitian Huetal (2001), menyatakan terdapat rata-rata 34%

kesalahan dosis pada pasien lansia yang diberikan antibiotik setelah

disesuaikan dengan dilakukan pemeriksaan pada kadar kreatinin (Tam,

2000).

Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu

parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana fungsi ginjal yang

berkaitan dengan laju filtrasi glomerulus. Kreatin adalah produk protein otot

yang merupakan hasil akhir metabolisme yang dilepaskan oleh otot dengan

kecepatan yang konstan dan diekskresikan dalam urine dengan kecepatan

yang sama. Kreatin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan

sekresi dalam plasma relatif konstan konsentratsinya pada plasma dari hari

ke hari (Anonim, 2000; Corwin, 2001).

Kreatinin terbuat dari zat yang disebut kratin, yang dibentuk ketika

makanan berubah menjadi energi melalui proses yang disebut metabolisme,

sekitar 2% dari kreatinin tubuh diubah menjadi kreatinin setiap hari. Kadar
3

kreatinin darah yang lebih besar normal pada metode Jaffe reaction pada

laki laki 0,6 – 1,1 mg/dl dan wanita 0,5 – 1,9 mg/dl (Sodeman, 1995).

Pengukuran kadar kreatinin serum tidak dapat digunakan sebagai

salah satu cara untuk menilai fungsi ginjal, terutama pada lansia yang jelas

mengalami penurunan masa otot, sehingga dapat berpengaruh pada

pengkuran kadar pada batas bawah dinilai dengan penanda penyakit ginjal

kronik yang lain seperti diabetes dan hipertensi (Sennang et al,2005; Tam,

2000; NKF KDOQI, 2000).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka timbul permasalahan

“Bagaimana gambaran kadar kreatinin pada penderita diabetes melitus di

Rumah Sakit dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran kadar kreatinin pada penderita diabetes

mellitus di Rumah Sakit dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.4 Tujuan Khusus

a. Mengukur kadar kreatinin penderita diabetes mellitus berdasarkan

usia.

b. Mengukur kadar kreatinin penderita diabetes mellitus berdasarkan

jenis kelamin.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti.

Peneliti mendapatkan pengalaman dan wawasan serta keterampilan

dalam mengukur kadar kreatinin


4

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu memberikan

pengetahuan kepada masyarakat untuk mengetahui pemeriksaan kreatinin

pada penderita DM yang sudah lanjut lansia (lansia).

3. Bagi akademik

Sebagai sumber referensi dan menambah daftar

perpustakaan untuk memperlancar proses pembelajaran untuk penelitian

selanjutnya.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang karena peningkatan kadar glukosa darah di dalam tubuh sehingga

mengakibatkan penurunan sekresi insulin yang progresif yang

dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2007), penyakit ini

didefinisikan sebagai serangkaian gangguan metabolik yang berisikan

karbohidrat, protein, dan lemak karena berkurangnya insulin didalam tubuh

akibat glukosa tidak dapat direspon oleh tubuh sehingga kadar glukosa

darah meningkat dalam waktu yang lama dan dikeluarkan oleh urin (Wright

Mc,2008).

Insulin sangat dibutuhkan dalam regulasi metabolisme karbohidrat,

sehingga pada penderita diabetes mellitus yang mengalami kerusakan kerja

dari produksi insulin sehingga akan mengganggu metabolisme karbohidrat

didalam tubuh. Insulin terdiri dari 2 rantai polipeptida yang dihasilkan oleh

sel β pankreas dan struktur dari insulin manusia dengan 12 residud asam

amino pada rantai A dan 30 residus pada rantai B yang dihubungkan oleh

adanya dua buah rantai disulfide (Granner, 2003).

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyebab utama pada

pertama penyakit ginjal kronis (nefroti diabetik). Sekitar 44% penyakit

ginjal kronik diakibatkan oleh diabetes mellitus, dimana pembagian


6

presentasenya 7% diakibatkan diabetes tipe 1 dan 37% oleh diabetes tipe 2

(Suwitra, 2009).

Pada pasien DM berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,

sepertinya terjadinya batu saluarn kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis

akut maupun kronik, dan juga berbagai bentuk glomeluronefritis atau sering

disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien, akan tetapi yang

terbanya dan terkait secara pathogenesis dengan diabetesnya adalah ginjal

diabetik/ nefrotik diabetik (Rasyid,2009).

2.1. 1 Gejala Diabetes Mellitus

Diabetes berpengaruh diberbagai organ sistem didalam tubuh

terdapat jangka waktu tertentu yang disebut komplikasi. Kadar gula darah

meningkat sampai diatas nilai normal 160-180 mg/dl. Komplikasi dati

diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrofaskuler dan makrofaskuler.

Gejala lain adalah peningkatan gula darah dapat mengakibatkan fungsi

ginjal semakin tidak berfungsi seperti Poliphagia (banyak makan) polidipsia

(banyak minum), Poliuria (banyak kencing/ sering kencing di malam hari),

nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg

dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes melitus

yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa

kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur,

gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan

pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran
7

atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari

4kg (Restyana Noor F, 2008).


8

2.1. 2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut (Isselbacher, 2013), diabetes mellitus mempunyai

golongan glukosa antara lain :

a. Tipe 1 insulin independent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes

mellitus bergantungan terhadap insulin (IDMPI), keadaan ini dapat

dikatakan muncul ketika sebagian besar sel β pankreas sudah rusak.

Patogenesnya dimulai dengan adanya kerentanan genetik pada daerah HLA

(human leucocte antigen) pada saat makanan maupun virus yang masuk ke

dalam lingkungan akan terjadi aktivitas insulitis dan infiltrasi limfosit T

teraktivasi, terjadi aktivasi autoimonitas dengan melakukan perubahan

sendiri menjadi sel asing, dan secara tidak langsng akan menyerang sel β

dan berdampak pada insulin dan mengakibatkan diabetes mellitus

(Isselbacher, 2013).

b. Tipe 2 adalah non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)

atau diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) keadaan ini kan

berdampak pada usia pertengahan dan lansia dengan pasien yang bisa dilihat

dengan cirri kegemukan dan gejala yang ditimbulkan lebih terlihat terhadap

dibandingkan dengan IDDM, dan diagnosanya sering dibuat individu tanpa

peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin

(Isselbacher, 2013).

Klasifikasi status komplikasi diabetes melitus, tidak semua

penyakit komplikasi kronis disertakan seperti gagal ginjal, glaukoma,

retinopati, impoten, gangren, dan tuberkulosis. Sehingga proporsi responden


9

yang mengalami komplikasi dapat menjadi underestimate dari keadaan

sebenarnya. Pemilihan penyakit kronis yang diteliti disesuaikan pada

penyakit yang terdapat pada data sekunder Riskesdas tahun 2007 dan lebih

diutamakan penyakit yang menggunakan tatalaksana obatobatan. Terdapat

pula keterbatasan lain yaitu pada status kesakitan hipertensi dan diabetes

tidak diketahui mana penyakit yang mendahului. Namun, pada penelitian ini

hipertensi tidak dieksklusi karena berdasarkan beberapa penelitian

seseorang yang mengidap diabetes melitus bersamaan dengan hipertensi

berpotensi besar untuk terkena penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan

penyakit kronis lainnya. (Kesmas, 2013).

2.1.3 Patogenitas Diabetes Mellitus

Faktor DM karena adanya gangguan insulin, resistensi insulin,

produksi gula yang berlebih dan metabolik lemak. Pada tahap awal

ngangguan glukosa tetap mendekati normal, karena sel β pankreas terjadi

peningkatan produksi insulin sehingga tidak dapat mempertahankan

hiperinsulinemia. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi

glukosa menyebabkan diabetes dengan hipergligekemia puasa, sehingga

terjadi kegagalan pada sel β. (DeFronzo, 1988)


10

2.1.4 Manifestasi Klinis

Gejala klasok DM seperti poliuria , polidikdi, polifagia, dan

penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena

meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang atas ginjal untuk glukosa

sehingga dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi,

karena mekanisme terganggu dengan penolakan maka polidiksi pun tidak

terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi

hiperosmolar akibat hiperglikemia berat. DM pada lansia umumnya bersifat

asipmtomatik. (Wijaya dan Putri, 2013)

2.2 Ginjal
Salah satu organ yang terpenting di dalam tubuh berfungsi sebagai

sumber pembuangan dari filtrasi glomerulus. Ginjal di dalam tubuh ada 2

buah, sehingga jika salah satu ginjal tidak berfungsi maka masih bada satu

ginjal yang masih bekerja untuk menyaring dan membersihkan darah.

Aliran darah yang dibutuhnya mencapai 1.2 liter/meter atau sekitar 1700

liter/hari maka darah akan disaring menjadi cairan titrasi sebanyak 170 liter/

hari ke tubulus. Cairan filtrate akan berproses di dalam tubulus sehingga

berakhir dan keluar dari berupa urin sebanyak 1-2 liter/hari (Guytin, 2007).

Ginjal dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal dan berada dibelakang

peritonim yang terbentuk oleh unit fungsional yang berfungsi sebagai

regulator pada ginjal dengan cara menyaring darah kemudian mereabsorbsi


11

cairan molekul yang masih dibutuhkan tubuh. Ginjal terletak pada bagian

belakang abdomen atas dibagian belakang peritoneum dibawah hati dan

limpa ( Price, 2005).

2.2.1 Pengaruh Diabetes Mellitus Terhadap Fungsi Ginjal

Kadar glukosa darah akan difiltrasi oleh glomerulus dan kembali

kedarah oleh system reabsorbsi tubuli ginjal. Reabsorbsi glukoosa

berhubungan dengan fosforilasi oksidatif dan penyediaan ATP

(adrenosintrifofat). Sistem tubuler akan mereabsorbsi glukosa terbatas

sampai kecepatan 350mg/menit. Kadar glukosa naik filtrate glumerulus

akan mengandung lebih banyak glukosa dibandingkan yang direabsorbsi.

Kelebihan glkosa akan keluar bersama urin yang menghasilkan glukosurya

yaitu adanya glukosa darah melebihi 170-180mg/dl yang disebut dengan

ambang ginjal untuk glukosa ( Mayes P, 1985).

Filtrasi glumerulus yang meningkat akan mengikuti

perubahan fungsi ginjal akibat dibetes, peningkatan permeabilitas

glomerulus sehingga masa ginjal sebagai akibat dari hipertrofi pada

glumerulus, missal area filtrasi kapiler. Terjadi penumpukan makro molekul

, immunoglobulin dan agregatnum imun pada glomerulus dan mesangium.

(Arsono, 2009)

2.2.2 Pemeriksaan Gangguan Fungsi Ginjal

Pemeriksaan dilakukan dengan mendiagnosa hasil laboratorium

yang dilakukan funsi dari ginjal adalah penetapan melakukan kadar


12

kreatinin dan ureum didalam dara untuk mengetahui gangguan fungsi

glomerulus.( Wouters, OJ. et al., 2015)


13

2.3 Kreatinin

Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu

parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi

dalam plasma dan ekskresi di urin 24 jam relatif konstan (Sideman, 1995).

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir

konstan dan di ekresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,

konsentrasinya asam uratrelatif konstan dalam plasma. Kadar yang lebih

besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal

(Corwin, 2001). Rasio kadar asam urat kreatinin dalam sampel sewaktu:

Rasio > 0,8 rasio ini > 0,9 dan rasio > 0,7 (terjadi hiperurisemia) yang

disebabkan oleh gagal ginjal (Schlattner dkk, 2006).

2.3.1 Metabolisme Kreatinin

Kadar kreatinin tetap normal jika penderita belum mengalami

kerusakan pada fungsi ginjal. Kadar kreatinin dapat dapat tinggi cepat

sampai 2/3 bagian dar nefron rusak dan kerusakan pada glomerulus akut.

Kreatinin diekresikan oleh glomerulus, dan tidak diabsorbsi oleh tubulus,

tidak dimetabolis oleh ginjal, kadar kreatinin darah dalam kondisi stabil,

tidak dipengaruhi oleh protein makanan atau metabolism tubuh untuk

penetapan filtrasi glomerulus (Lisyani, 2003).

Kadar kreatinin meningkat disebabkan karena penyakit ginjal

diabetes, kelebihan kreatinin dari (10-20) disekresikan oleh tubulus. Kadar

kratinin akan meningkat bila kegagalan ginjal mencapai 50% dan semakin
14

cepat hingga 70%. Ekskresi kreatinin akan berkurang pada usia 40 tahun

dan mlai meningkat pada usia 60-70 tahun ekskresi hanya 50% dari umur

dewasa tanpa ada kelainan ginjal (Lisyani, 2003).

2.3.2 Hubungan Diabetes Mellitus dengan Kreatinin

Adanya gangguan pada pankreas, dimana pankreas adalah organ

tubuh yang memproduksi hormon insulin, yang bertanggung jawab dalam

mempertahankan gula dalam darah normal. Akibat adanya gangguan pada

pankreas maka kadar glukosa dapat meningkat yang melewati batas ambang

kemampuan ginjal 160-180 mg/dl sehingga fungsi ginjal dapat di rusak,

yang dibuang di darah salah satunya adalah kreatinin (Baron, 2013).

Pada gangguan ginjal, pemeriksaan kreatinin merupakan salah satu

parameter untuk melihat fungsi ginjal. Seiring dengan diabetes yang

berlangsung lama menyebabkan glomeruloklerosis yang disertai dengan

proteinuria dan kegagalan ginjal (Evlyn, 2010).

Pada penyakit diabetes mellitus, terjadi ganguan metabolisme

karbohidrat, sehingga karbohidrat tidak lagi sebagai sumber energi. Protein

dan lemak digunakan sebagai sumber energi (Baron, 2013).


15

2.3.3 Metode Untuk Pemeriksaan Kreatinin

A. Metode Jaffe

Prinsip dari metode Jaffe adalah kreatinin didalam susunan alkali

membentuk kompleks warna jingga dengan asam pikrat. Absorban dari

kompleks dengan konsentrasi kreatinin dalam sampel. Metode Jaffe lebih

teliti dan sensitif dibandingkan dengan metode lain (Kee, JL. 1990).
16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah diskriktif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan pada laboratorium RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai

April 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi penelitian adalah pasien rawat jalan dan rawat inap

diambil di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

3.3.2 Sampel penelitian yang digunakan adalah sampel jenuh.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah kadar kreatin darah.

3.5 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah darah vena anterior. Reagen yang

dibutuhkn alkohol 70%, 1 kit reagen keratin.

Alat-alat yang digunakan: Autoanalyser BS300, Micropipet, Centrifuge.


17

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pengambilan Darah Vena

Pengambilan akan dilakukan pada vena. Dilakukan posisi lengan

lurus jari mengepal lalu dibersihkan dengan kapas alkohol 70% terlebih

dahulu tunggu sampai kering. Tourniquet dipasang pada lengan atas kira-

kira diatas siku ± 3 cm dari lengan pasien juga diminta untuk mengepalkan

tangannya supaya pembuluh vena dapat terlihat jelas. Spuit yang masih

steril dimasukkan dalam pembuluh darah vena yang sudah siap dengan

lubang jarum menghadap keatas. Setelah terlihat mengalir dalam spuit,

penghisap spuit ditarik perlahan-lahan sampai didapatkan sejumlah 3 mL

darah.

Tourniquet dilepas kemudian diambil kapas kering taruh di atas

jarum dan spuit dicabut secara perlahan-laha, bekas tusukan ditekan dengan

menggunakan kapas alkohol. Jarum dilepas dari spuit, lalu darah dibiarkan

mengalir masuk kedalam tabung reaksi melalui dinding.

3.6.2 Cara Pembuatan Serum

Tabung reaksi berisi darah didiamkan pada suhu kamar selama 15-

30 menit hingga darah membeku. Sampel darah yang telah beku di

centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.


18

3.7 Persiapan Sampel

Serum harus dipisahkan segera dari endapan sel-sel darah setelah

pengambilan, spesimen darah tidak boleh didiamkan lebih dari 1 jam.

3.7.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum

Metode : Jaffe Reaction

Prinsip : kreatinin + asam pieric → kreatinin –

picrate kompleks

Program : Absorbansi

Panjang Gelombang : 490 nm

Suhu : 30°C

Tabel 1. Pengukuran Terhadap Blanko Reagen

No. Blangko Standart Sampel

1 Serum - 100 µl 1000 µl

2 Standart - - -

3 Reagen 1000 µl 1000 µl 1000 µl

Isi masing-masing tabung dicampur, lalu diinkubasi selama 30 detik dengan

suhu 37°C dibaca absorbansi terhadap blanko kurang dari 60 menit.


19

3.7.2 Nilai Normal

Nilai normal pemeriksaan kreatinin

Laki-laki : 0,6 -1,1 mg/dl

Perempuan : 0,5 -0,9 mg/dl

3.7.3 Definisi Operasional

Kadar kreatinin adalah kadar kreatinin dalam serum darah sewaktu

yang di periksa dengan metode Jaffe Reaction menggunakan alat

autoanalyzer kimia klinik BS300.

Penderita Diabetes Mellitus adalah orang yang didiagnosa

menderita Diabetes Mellitus rawat jalan dan rawat inap di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen bulan Juni tahun 2018 .

3.7.4 Analisis Data

Data hasil pemeriksaan kadar kreatinin penderita DM pada lansia

yang diperoleh, diedit dan dikelompokkan bredasarkan usia dan jenis

kelamin.
20

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Sampel penelitian adalah laki laki ataupun wanita yang menderita

penyakit diabetes mellitus yang diperiksa di Laboratorium RSUD Soehadi

Prijonegoro Sragen pada bulan Juni 2018 dengan total populasi sebanyak 36

responden yang terdiri dari 12 orang laki laki (L) dan 24 orang perempuan

(P).

4. 2. Hasil Penelitian

Tabel 4.1. Data Hasil Penelitian Kadar Kreatinin Pada Penderita Diabetes
Mellitus Di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen Di Bulan Juni 2018
Berdasarkan Usia

Usia Kadar Kreatinin


(Tahun) (mg/dl)
<N N >N
10-20 1 - -
>20-30 - 2 -
>30-40 1 - -
>40-50 3 3 3
>50-60 2 3 10
>60-70 - 3 4
>70-80 - - -
>80 - - 1

Berdasarkan dari tabel 4.1 menunjukkan pada 10 dari 36 responden

pada rentang usia >50 – 60 tahun memiliki kadar kreatinin yang melebihi

batas dan penambahan umur mempengaruhi keadaan ginjal.


21

Tabel 4.2.Data Hasil Penelitian Kadar Kreatinin Pada Penderita Diabetes


Mellitus Di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen Di Bulan Juni 2018
Berdasarkan Jenis Kelamin
.
Usia Kadar Kreatinin
(Tahun) (mg/ dl)
<N N >N

Laki-Laki 2 3 7

Perempuan 5 8 11

Berdasarkan dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa penderita Diabetes

Mellitus dengan kadar kreatinin yang tinggi didominasi oleh perempuan

sebanyak 11 orang.

4.2 Pembahasan

Schlattner, dkk (2006) mengatakan bahwa kadar kreatinin yang

ditunjukan oleh penderita diabetes mellitus dalam batas nilai normal

menunjukan bahwa penderita belum mengalami gangguan fungsi ginjal.

Lisyani, (2003) mengatakan bahwa keadaan kreatinin lebih dari

batas normal menunjukan sudah terdapat gangguan fungsi ginjal sebagai

salah satu akibat terjadinya penyakit nefrotik diabetik, dimana sebagian dari

kreatinin tersebut telah disekresi oleh tubulus. Kadar kreatinin dalam darah

meningkat perlahan bila kegagalan ginjal telah mencapai 50% dan

meningkat cepat apabila mencapai 70% dan disertai 2/3 bagian dari seluruh

nefron rusak dan pada keadaan glomerulus yang akut.


22

Presentase yang lebih tinggi pada responden perempuan (11 orang)

menunjukan lebih tingginya kadar kreatinin pada responden perempuan

dibanding pada responden laki-laki.


23

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan pemeriksaan kadar kreatinin pada penderita diabetes

mellitus yang diperiksa di Laboratorium RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen

dengan 36 responden diperoleh hasil sebagai berikut :

1) Semakin tinggi umur responden penderita diabetes mellitus maka kadar

kreatinin juga akan meningkat.

2) Presentase tingginya kadar kreatinin pada responden perempuan lebih

banyak dari pada responden laki laki

5.2. Saran

Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kadar kreatinin

penderita diabetes mellitus berdasarkan lama sakit dan jenis konsumsi obat.

.
24

DAFTAR PUSTAKA

Mayes P, Granner, Rodwell, Martin, 1985. Biokimia Harper. Edisi 20.


Penerbit Buku Kedokteran EEG. Jakarta.

McWright Bodgan, 2008. Panduan Bagi Penderita Diabetes. PT.


Pustakaraya. Jakarta

Lisyani, S. 2003. Pemeriksaan Kelainan Ginjal dan Saluran Kemih Dalam


Patologi Klinik. Semarang, Fak. Ked. UNDIP.

Price A S, Wilson M N, 2005. Patofisiologi Knsep Klinis Proses – Proses


Penyakit. Edisi 6. Alih Bahasa : Hariawati Hartanto. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
25

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Kadar Kreatinin Penderita Diabetes Mellitus Di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro


Sragen Pada Bulan Juni 2018.
No. Usia (Tahun) Jenis kelamin Kadar Kreatinin
mg/ dl Keterangan
1. 49 Perempuan 0,6 <N
2. 49 Perempuan 0,83 N
3. 52 Perempuan 3,2 >N
4. 61 Laki-laki 0,92 N
5. 69 Perempuan 0,83 N
6. 16 Laki-laki 0,60 <N
7. 65 Laki-laki 1,56 >N
8. 32 Laki-laki 0,61 <N
9. 51 Perempuan 1,01 N
10. 48 Perempuan 0,58 <N
11. 69 Laki-laki 2,8 >N
12. 48 Perempuan 2,9 >N
13. 59 Perempuan 1,5 >N
14. 60 Laki-laki 2,9 >N
15. 48 Perempuan 0,62 <N
16. 60 Perempuan 0,72 <N
17. 41 Perempuan 2,18 >N
18. 22 Perempuan 0,89 N
19. 54 Perempuan 0,96 N
20. 53 Perempuan 7,4 >N
21. 57 Perempuan 0,74 <N
22. 55 Perempuan 3,8 >N
23. 58 Laki-laki 2,5 >N
24. 61 Perempuan 2,9 >N
25. 50 Perempuan 0,84 N
26. 43 Laki-laki 0,78 N
27. 47 Perempuan 2,1 >N
28. 61 Laki-laki 2,74 >N
29. 28 Perempuan 0.96 N
30. 56 Laki-laki 1,12 N
31. 57 Perempuan 2,58 >N
32. 66 Perempuan 0,88 N
33. 59 Laki-laki 1,92 >N
34. 53 Perempuan 2,1 >N
35. 51 Perempuan 2,6 >N
36. 80 Laki-laki 3,4 >N

Anda mungkin juga menyukai