Disusun oleh
Dosen Pengampu :
YOGYAKARTA
2019
Pendahuluan
Definisi
Etiologi
a. Infeksi persisten
Pada infeksi, terdapat antigen mikroba. Pada proses infeksi ini akan muncul kompleks
imun pada organ yang terinfeksi
b. Autoimun
Terjadi kompleks imun yang berasal dari tubuh sendiri. Kompleks imun mengendap
pada ginjal, sendi dan pembuluh darah
c. Ekstrinsik
Pada reaksi ini, antigen yang berperan adalah antigen lingkungan. Tempat kompleks
imun mengendap yaitu paru
Patofisiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe III muncul ketika terdapat antibodi dalam jumlah
kecil dan antigen dalam jumlah besar, yang membentuk kompleks imun yang kecil
dan sulit diekskresikan dari sistem sirkulasi. Kompleks imun ini memiliki sifat
sebagai antigen terlarut yang tidak berikatan dengan permukaan sel. Ketika antigen ini
berikatan dengan antibodi, maka terbentuk kompleks imun dengan berbagai ukuran.
Kompleks imun yang berukuran besar dapat dimusnahkan oleh makrofag, namun
kompleks imun yang berukuran kecil, sulit untuk dimusnahkan oleh makrofag
sehingga dapat lebih lama bertahan dalam sirkulasi.
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan
yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis alergi ekstrinsik) atau dari
jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai antigen yang berlebihan
tanpa disertai respon antibodi yang efektif. Oleh karena makrofag belum dapat
memusnahkan kompleks imun, sehingga perangsangan terhadap makrofag ini terjadi
secara terus menerus dan berakibat terhadap rusaknya jaringan.
Kompleks imun yang terdiri dari antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3 atau
IgA diendapkan di membran basal vaskuler dan membran basal ginjal sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan luas. Kompleks ini juga dapat menimbulkan
agregasi trombosit, aktivasi makrofag, perubahan permiabilitas vaskuler, aktivitas sel
mast, produksi dan pelepasan mediator inflamasi dan bahan kemotaktik serta influks
neutrofil. Bahan toksik ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya.
(Gambar 1)
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kompleks imun dapat mengendap di jaringan
yaitu : ukuran kompleks imun yang kecil serta permiabilitas vaskuler yang meningkat
antara lain karena histamin yang dilepas sel mast.
Kompleks antigen antibodi dapat mengaktifkan beberapa sistem imun sebagai berikut:
1. Aktivasi komplemen
5. Menimbulkan mikrotrombi
6. Melepas amin vasoaktif
7. Mengaktifkan makrofag
Bentuk Reaksi
Terdapat 2 bentuk reaksi hipersensitivitas tipe III yaitu : reaksi lokal atau sistemik.
Gambar 2. Kompleks imun dan hipersensitivitas tipe III pada Reaksi Arthus
Sasaran anafilatoksin adalah pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos dan
leukosit perifer yang menimbulkan kontraksi otot polos, degranulasi sel mast,
peningkatan permiabilitas vaskular dan respon tripel terhadap kulit. Neutrofil yang
diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang
digumpalkan melepaskan berbagai bahan seperti protease, kolagenase dan bahan
vasoaktif. Akhirnya terjadi perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
Proses ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Suntikan obat dapat memacu pembentukan kompleks imun (1), lalu mengaktivasi
komplemen melalui jalur klasik (2), dan kompleks imun diikat oleh sel mast (3),
menimbulkan degranulasi oleh neutrofil yang memacu kemotaksis (4) dan melepas
enzim litik (5).
Gambar 4. Skema interaksi molekuler, seluler dan jaringan pada reaksi arthus
Serum sickness adalah merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III, yang berasal
dari injeksi heterologus protein asing atau serum. Ataupun merupakan reaksi sekunder
dari obat-obatan non protein. Serum sickness pertama kali diperkenalkan oleh Von
Pirquet dan Shick pada tahun 1905. Serum sickness merupakan sindrom yang terdiri
dari : demam, erupsi kulit (urtikaria), nyeri sendi dan limpadenopati pada regio yang
diinjeksi. Pemberian obat-obatan seperti penisilin, NSAID (Nonsteroidal anti
inflammatory drugs) juga berhubungan dengan penyakit yang mirip dengan serum
sickness.
Patofisiologi
Pada saat tubuh terpapar antigen asing, dimana tidak terdapat antibodi, serum
sickness dapat muncul setelah 1-2 minggu. Serum sickness ini muncul saat antibodi
terbentuk dan patogenesa serum sickness berhubungan dengan interaksi sirkulasi
antigen dan antibodi yang membentuk kompleks imun pada lingkungan dengan
kelebihan antigen.
Interaksi imunologi pada serum sickness timbul ketika antigen mampu mengenali
sirkulasi pada saat pembentukan antibodi. Kompleks imun dengan ukuran kecil tidak
menyebabkan inflamasi, kompleks imun yang berukuran besar biasanya dimusnahkan
oleh sistem retikuloendotelial sistem. Sedangkan yang berkuran intermediet, dapat
mengendap pada dinding pembuluh darah dan jaringan, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan oleh karena aktivasi komplemen dan granulosit. Sel endotelial meningkat
pada saat adhesi molekul, monosit dan makrofag melepaskan sitokin proinflamasi.
Kemudian sel inflamasi lainnya direkrut serta terjadi nekrosis pada pembuluh darah.
Serum sickness sekunder merupakan antigen yang muncul dari sistem imun.
Serum sickness sekunder memiliki gejala onset yang pendek dan gejala yang
berlebihan. Penyakit kompleks imun muncul dengan penyebab yang masih belum
jelas. Faktor yang mungkin berperan yaitu : level yang tinggi dari kompleks imun,
defisiensi relatif dari komplemen sehingga berdampak terhadap rendahnya
kemampuan eliminasi kompleks imun.
Etiologi
Beberapa penyebab dari serum sickness yaitu : obat-obatan yang mengandung protein
tertentu :
Gejala Klinis
Serum sickness muncul setelah 1-3 minggu terpapar dengan agen penyebab.
Waktu yang paling singkat untuk muncul yaitu 12-36 jam. Gejala klinis dapat berupa :
Demam, malaise (100%), demam dengan suhu tinggi dalam beberapa hari.
Erupsi kulit (93%) berupa urtikaria, muncul pada anteror badan bagian bawah,
periumbilikalis, aksila dan menyebar ke bagian atas badan dan ekstremitas. Dapat
pula muncul rash seperti morbili, palpabel purpura, eritema simplex, eritema
multiform,pruritus dan edema.
Gastrointestinal (67%)
Mialgia (37%)
Dipsneu (20%)
Limpadenopati (17%)
Diagnosa Banding
Cyroglobulinemia
Glomerulonepritis
Hepatitis viral
Infeksius mononukleosis
Endikarditis infeksi
Kawasaki disease
Leukocytoclastic vasculitis
Sickle Cell Anemia
Pemeriksaan Penunjang