Anda di halaman 1dari 12

Makalah

“IMUNOMODULATOR”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. Tiwi Marsanda Nurkamiden (821419001)


2. Mira Octaviani Darwis (821419004)
3. Syah Randol Genti (821419006)
4. Putri Cahyani Lawani (821419010)
5. Silvana Pandju (821419014)
6. Muhammad Ihsan Ashri Tulutugon (821419018)
7. Indri Ayu Saleh (821419020)
8. Dea Rahmatia Sofyan (821419024)
9. Nur Novita Saleh (821419029)
10. Diky Riadi Kobandaha (821419034)
11. Ni Luh Widiastuti (821419033)
12. Selvi Ayu Setiarini Gunawan (821419039)

A-S1 FARMASI 2019


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Wawasan Budaya “IMUNOMODULATOR”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gorontalo, April 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................….. ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................... ….. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1
1.2.1 Tujuan Penelitian.............................................................................1
1.2.2 Manfaat Penelitian........................................................................ 1
BAB 2 DASAR TEORI.......................................................................... 2
2.1 Imunomodulator.......................................................................….. 2
2.2 Macam-macam Metode Uji aktivitas imunomodulator .................. 2
2.3 Persyaratan Imunomodulator....................................................….. 3
BAB 3 DASAR TEORI.......................................................................... 2
2.1 Peran Tanaman Sebagai Imunomodulator Alami............................ 2
2.2 Hubungan imunomodulator dan Covid-19............... ..................... 2
BAB 4 PENUTUP…………............................................................... …... 7
3.1 Kesimpulan...............................................................................…. 7
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Imunomodulator
Imunomodulator adalah substansi atau obat yang dapat memodulasi fungsi
dan aktivitas sistem imun. Imunomodulator dibagi menjadi 3 kelompok: i)
imunostimulator, berfungsi untuk meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun,
ii) imunoregulator, artinya dapat meregulasi sistem imun, dan iii) imunosupresor
yang dapat menghambat atau menekan aktivitas sistem imun. Kebanyakan
tanaman obat yang telah diteliti membuktikan adanya kerja imunostimulator,
sedangkan untuk imunosupresor masih jarang dijumpai. Pemakaian tanaman obat
sebagai imunostimulator dengan maksud menekan atau mengurangi infeksi virus
dan bakteri intraseluler, untuk mengatasi imunodefisiensi atau sebagai perangsang
pertumbuhan sel-sel pertahanan tubuh dalam sistem imunitas (BLOCK dan
MEAD, 2003). Bahan yang dapat menstimulasi sistem imun disebut biological
response modifiers (BRM), dibagi menjadi dua kelompok yaitu bahan biologis
dan sintetik. Yang termasuk bahan biologis diantaranya adalah sitokin
(interferon), hormon timus dan antibodi monoklonal, sedangkan bahan sintetik
antara lain adalah senyawa muramil dipeptida (MDP) dan levamisol (TIZARD,
2000).
Pada prinsipnya kerja sistem imun dalam menghadapi invasi bahan asing dari
luar tubuh bekerja secara serempak, ibaratnya seperti suatu konser musik dengan
sel limfosit T-helper (Th)CD4+ sebagai dirigen-nya. Dengan kata lain,
suseptibilitas dan resistensi hewan terhadap infeksi mikroba sangat tergantung
pada aktivasi dari sel ThCD4+ yang berdiferensiasi menjadi 2 kelompok
berdasarkan pola sekresi sitokin, yakni pola respon Th1 dan pola respon Th2.
Sitokin merupakan protein pembawa pesan kimiawi, atau mediator komunikasi
interseluler ENING WIEDOSARI: Peranan Imunomodulator Alami (Aloe vera)
dalam Sisitem Imunitas Seluler dan Humoral 166 berperan mengendalikan respon
imun baik pada sistem imunitas seluler maupun humoral (TIZARD, 2000).
Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor
paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini
dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui sistem
komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk
meningkatkan fagositosis mikro dan makro (Gambar 1). Mekanisme pertahanan
spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini
pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit
penggunaan imunomodulator, dalam praktek.
Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak tergantung
pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh senyawa dengan
berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena itu usaha untuk
mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan metode uji
imunbiologi saja.Metode pengujian yang dapat dilakukan adalah metode in vitro
dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi dan
kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari
limfosit B dan T.
Immunomodulator membantu memperbaiki sistem kekebalan tubuh atau
menenangkan sistem kekebalan yang over aktif. Namun immonomodulator tidak
meningkatkan sistem kekebalan seperti yang dilakukan oleh immunostimulant (seperti
contohnya Echinacea). Immunomodulator direkomendasikan untuk orang-orang dengan
penyakit autoimun dan secara luas digunakan pada penyakit-penyakit kronik untuk
mengembalikan sistem kekebalan dalam rangka membantu orang-orang yang
mengkonsumsi antibiotik atau terapi anti virus jangka panjang (termasuk terapi
antiretroviral untuk pengobatan HIV). Immunomodulator bekerja dengan cara
menstimulasi sistem pertahanan natural atau adaptif, seperti contohnya mengaktifkan
sitokin yang secara alamiah akan membantu tubuh dalam memperbaiki sistem kekebalan
tubuh.
Golongan sterol dan sterolin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan adalah
immunomodulator yang sangat baik. Jenis ini bisa dengan mudah didapatkan dalam
segala macam buah-buahan dan sayuran segar. Namun kandungannya akan hilang setelah
dimasak. Ada beberapa nama obat atau produk (seperti Moducare) yang sangat kaya
dengan sterol dan sterolin. Immunomodulator alamiah lainnya termasuk ginseng,
chamomile tea, minuman lemon atau zaitun, ekstrak jamur resihi dan esktrak daun zaitun.
Berbagai obat yang mengandung immunomodulator jenis ini antara lain Biobran, AHCC,
Noxylane-4 dan MGN 3.
Pengobatan dengan immunomodulator sintetis, seperti azathioprine, 6-
mercaptopurine, methotrexate, and mycophenolate mofetil, akan bekerja dengan cara
mensupresi sistem imun dan menurunkan inflamasi di saluranpencernaan pada orang-
orang dengan inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, dan Crohn’s disease.
Tacrolimus juga dapat digunakan pada Crohn’s disease pada saat penyakit tersebut sudah
tidak efektif lagi terhadap pemberian kortikosteroid. Pada anak-anak, immunomodulator
lebih jarang menimbulkan gagal pertumbuhan (jika dibandingkan dengan pemberian
kortikosteroid)
2.2 Macam-macam metode uji aktivitas imunomodulator
1. Metode bersihan karbon ("Carbon-Clearance")
Pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari
daerah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.
2. Uji granulosit
Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang
difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan
ini dilakukan di bawah mikroskop.
3. Bioluminisensi radikal
Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen dengan granulosit
atau makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.
4. Uji transformasi limfosit T
Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen. Timidin bertanda
( 3 H) akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju
permbentukan dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan
fitohemaglutinin A (PHA) atau konkanavalin A (Con A).
2.3 Persyaratan Imunomodulator
Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:
 Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.
 Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.
 Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.
 Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek
samping farmakologik yang merugikan.
 Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Peran Tanaman Sebagai Imunomodulator Alami
Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan
mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan
terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral.
Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat
berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini
biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar
bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada
imunitas.
Pemanfaatan obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman semakin
diminati karena tidak mempunyai efek samping seperti halnya obat-obatan dari
bahan kimia atau sintetis (Sumaryono, 2002). Berikut ini beberapa jenis tanaman
yang berperan sebagai imunomodulator.
3.1.1 Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai imunomodulator

Pemanfaatan obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman semakin


diminati karena tidak mempunyai efek samping seperti halnya obat-obatan dari
bahan kimia atau sintetis (SUMARYONO, 2002). Lidah buaya (Aloe vera)
merupakan salah satu tanaman obat dari suku Liliaceae, tanaman ini berasal dari
Afrika, masuk Indonesia sekitar abad ke-17, mempunyai daya adaptasi tinggi dan
kegunaan beraneka ragam. Pada umumnya, tanaman ini dapat diperbanyak secara
vegetatif melalui anakan, sehingga akan lebih cepat tumbuh (RAHAYUNI et al.,
2002). Dengan demikian, Aloe vera merupakan salah satu jenis tanaman obat
tradisional yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Ekstrak berupa
gelmengandung zat aktif monosakarida dan polisakarida (terutama dalam bentuk
mannosa) yang disebut acemannan (acetylated mannose), mempunyai efek pada
sistem imunitas tubuh hewan. Penelitian in vitrodan in vivo tanaman ini juga telah
banyak dilakukan, terutama pada model hewan coba dan diketahui bahwa Aloe
vera memiliki efek dan khasiat sebagai antikanker, antiinflamasi, antidiabetik,
antimikroba dan antioksidan (KAUFMAN, 1999). Pemanfaatan lidah buaya
sebagai imbuhan pakan (feed additive) mampu menekan konversi pakan (3,5%)
dalam pakan ayam pedaging (SINURAT et al., 2003).
Penambahan gel lidah buaya juga terbukti efektif sebagai zat antibiotik
dengan menurunkan populasi bakteri aerobik pada saluran pencernaan ayam
petelur (PASARIBU et al., 2005). Sebagai imunomodulator, Aloe vera dapat
meningkatkan aktivitas anti-kanker pada pengobatan menggunakan melatonin
(LISSONI et al., 1998). Acemannan meningkatkan aktivitas makrofag dari sistem
imun sistemik terutama dalam darah dan limpa serta meningkatkan produksi NO
makrofag (DJERABA dan QUERE, 2000). Fraksi karbohidrat dari gel Aloe vera
(acemannan) dapat meningkatkan produksi IL-12 dan maturasi dari sel dendritik
sehingga sel dendritik sebagai antigen presenting cell (APC) dapat meningkatkan
ekspresi molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II (LEE et al.,
2001), dengan demikian fungsi limfosit ThCD4+menjadi optimal. Sebelumnya
dilaporkan bahwa pemberian acemannan yang bersamaan dengan vaksin NDV
(Newcastle disease virus) dan IBDV (Infectious bursal disease virus) pada ayam
pedaging (setelah menetas) menyebabkan kenaikkan titer antibodi (CHINNAH et
al., 1992).
Dari uraian di atas setidaknya menggambarkan bahwa zak aktif acemannan
yang dikandung lidah buaya dapat berfungsi sebagai imunomodulator dengan
meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun yang cenderung berpolarisasi ke
arah Th1. Respon ini
ditunjukkan dengan meningkatkan aktivitas sel makrofag dan sel dendritik
sebagai antigen presenting cells (APC) (DJERABA dan QUERE, 2000; LEE et
al., 2001).Acemannan meningkatkan aktivitas makrofag dilakukan melalui
reseptor manosa yang terdapat di permukaan selnya, sedangkan terhadap sel
dendritik melalui peningkatan ekspresi molekul MHC kelas II. Respon ini
memacu transkripsi ke dua gen APC tersebut untuk memproduksi IL-12, yang
akhirnya memacu diferensiasi sel ThCD4+ menjadi sel efektor Th1 dan
memproduksi IFN- γ. Selanjutnya IFN- γberperan dalam fungsi kritis imunitas
nonspesifik dan spesifik, yaitu mengaktifkan makrofag, merangsang ekspresi
MHC kelas I dan II APC, merangsang efek sitolitik sel natural killer (NK) dalam
melisis sel-sel yang terinfeksi virus dan bekerja terhadap sel B dalam switching
subkelas IgG yang berpartisipasi dalam eliminasi mikroba. Dari pembahasan ini
dapat disimpulkan bahwa zak aktif lidah buaya yaitu acemannan berpotensi
sebagai imunostimulator yang menyebabkan respon imun berpolarisasi ke arah
Th1. Pola respon imun ini sangat penting sebagai pertahanan terhadap patogen
intraseluler seperti virus, beberapa jenis bakteri dan parasit. Pemanfaatan tanaman
obat tradisional bukanlah diisolasi zat aktifnya melainkan dapat langsung
digunakan oleh peternak. Untuk itu, masih perlu dilakukan penelitian tentang efek
imunomodulasi tanaman lidah buaya secara in vivo pada hewan ternak coba
3.1.2 Mekanisme Imunomodulator Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia
L.)

Mengkudu (M. citrifolia) merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi
bagimasyarakat Indonesia. Buah mengkudu banyak mengandung protein,
polisakarida,skopoletin, asam askorbat, prokseronin dan prokseroninase (Sjabana
dan Bahalwan,2002). Dilaporkan oleh Furuzawa, et al.(2003)senyawa
polisakarida dalam jus buahmengkudu mempunyai potensial sebagai profilaktik
maupun terapetik sebagaiimunomodulator terhadap system tumorsarcoma 180.
Ada beberapa laporan penelitianyang berbeda mengenai efek jus
mengkuduterhadap sel-sel hati (hepatoseluler).Dilaporkan oleh Stadlbauer et al.
(2005), bahwa terjadi 2 kasus hepatotoksisitas setelahmengkonsumsi Noni juice,
akan tetapidilaporkan oleh Westet al. (2006), bahwa Noni juicetidak
menyebabkan terjadinyahepatotoksisitasImunomodulator adalah suatu senyawa
yangdapat mempengaruhi sistem imun humoralmaupun seluler. Seperti yang
telah diketahui mempunyai aktivitas imunomodulator, di dalam buahnya terdapat
beberapa senyawa kimia, diantaranya adalah protein, polisakarida,
skopoletin,damnakantal, prokseronin dan prokseroninase. Senyawa-senyawa
tersebut mempunyai kelarutan danaktivitas yang berbeda. Ada beberapa pendapat
yang berbeda mengenai efek jus buah mengkudu terhadapsel-sel hati dan adanya
beberapa kasus yang dilaporkan bahwa pemberian vaksin hepatitis B
dapatmenyebabkan efek samping yang menuju terjadinya penyakit auto-imun.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap mekanisme imunomodulator
ekstrak n-heksana (EH). Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) mengandung
polisakarida yang berfungsi sebagai immunomodulator (Hirazumi, 2013).
Manfaat buah mengkudu pada sistem imun belum diketahui oleh masyarakat
Ekstrak buah mengkudu mengandung polisakarida 6-D-glycopyranose
pentaacetate yang dapat meningkatkan produksi opsonin dan komplemen
sehingga meningkatkan fagositosis sel leukosit polimorfonuklear atau neutrofil
(Utomo & Sukoco, 2006). Neutrofil diukur karena dapat menjadi parameter berat
ringannya infeksi. Neutropenia akan memudahkan terjadinya infeksi. Semakin
rendah jumlah neutrofil, semakin besar pula kemungkinan infeksi oleh berbagai
jenis bakteri (Murray, 2009).
3.1.3 Rimpang Temu Putih [Curcuma zedoaria(Christm.) Roscoe)]
RIMPANG temu putih adalah salah satu tanaman yang secara tradisional
digunakan oleh masyarakat sebagai stimulan, karminatif, diuretik, antidiare,
antiemetik dan antipiretik(1,2). Kandungan kimia utama dari rimpang temu putih
antara lain minyak atsiri, saponin, flavonoid, polifenol, dan polisakarida. Studi
praklinik menunjukkan bahwa rimpang temu putih memiliki khasiat sebagai
kholeretik, antasida, dan spasmolitik. Ekstrak etanol rimpang temu putih memiliki
khasiat sebagai fungisida dan antitumor(3).Polisakarida dari tanaman tingkat
tinggi dan jamur dapat meningkatkan dan mengaktivasi respon imun dari
makrofag yang berperan dalam aktivitas imunomodulator, antitumor,
penyembuhan luka, dan aktivitas terapeutik lainnya(4). Polisakarida rimpang temu
putih adalah salah satu komponen yang manfaatnya belum diteliti lebih lanjut.
Salah satu penelitian tentang polisakarida rimpang temu putih menunjukkan
bahwa komponen tersebut memiliki aktivitas antitumor pada sel sarcoma 180(5),
dan secara in vitro dapat meningkatkan aktivitas makrofag, aktivitas enzim
lisosomal dan sekresi sitokin TNF-α(6).Sistem imun memegang peranan penting
dalam eliminasi antigen yang masuk ke dalam tubuh atau kelainan fungsional
yang terjadi di dalam tubuh seperti halnya tumor. Respon imun terhadap sel tumor
diperantarai oleh respon imun bawaan dan dapatan.Sel pada respon imun bawaan
yang bertanggung jawab pada eliminasi tumor antara lain Natural Killer cells (sel
NK) dan makrofag. Sel pada respon imun dapatan yang bertanggung jawab pada
eliminasi tumor adalah sel T sitotoksik. Karena pentingnya respon imun terhadap
eliminasi sel tumor, maka banyak dikembangkan sediaan yang dapat menstimulasi
respon imun sebagai terapi tambahan bagi penderita tumor atau kanker. aktivitas
imunomodulasi fraksi polisakarida rimpang temu putih terhadap respon imun
yang berperan dalam eliminasi sel tumor antara lain makrofag, sel T dan sel B.
Ekstraksi rimpang temu putih dengan air dan presipitasi menggunakan alkohol
95% dilakukan untuk menarik polisakarida dari serbuk kering simplisia dan
efeknya terhadap respon imun non spesifik dan spesifik diuji pada mencit Swiss
Webster.
3.2 Hubungan Imunomodulator dengan Covid-19

Anda mungkin juga menyukai