UMIMA’TUM RIKHASANAH
1606823771
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Identifikasi Masalah
Judul yang diajukan untuk penelitian ini adalah “Studi Alterasi Hidrothermal
Menggunakan Analisis Petrologi, Petrografi, dan XRD pada Sumur “X” di
Lapangan Panas Bumi Sorik Marapi Sumatera Utara” (Judul dapat berubah
sesuai ketersedian data serta persetujuan dari pemilik data, dalam hal ini PT.
KS ORKA-Sorik Marapi).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Lokasi Proyek Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Jaga rasio gambar,
jangan sampai GEPENG
Deskripsi WKP
6
fumaroles beserta altered ground tersebar di sisi tengah dan barat laut dari
area konsesi.
Preliminary resource model dari wilayah konsesi memperkirakan 4 Commented [FMHS1]: Untuk istilah yang sudah umum,
gunakan bahasa indonesia
area yang memiliki kandungan panas bumi di Sorik Marapi – Areas 1, 2, 3,
and 4. Pengeboran exploration diprioritaskan di Area 1 dan 2 dengan
pengeboran enam (6) sumur telah selesai dilaksanakan pada bulan Mei 2017.
Program pengeboran saat ini telah mengkonfirmasi keberadaan sumber daya
bersuhu tinggi di Pad A (Area 1) dengan hasil perhitungan temperature
melebihi 250°C. Tiga sumur di Pad A memotong formasi dengan
permeability yang sangat tinggi. Di sisi lain, sumur yang dibor di Pad E (Area
2) memotong formasi dengan permeability yang rendah dan dengan hasil Commented [FMHS2]: permeabilitas
7
Struktur Geologi dan Ringkasan Geologi
Fault systemPola sesar yang kompleks berada pada area panas bumi
Sorik Marapi. Fitur struktur utama adalah 35 km Panyabungan pull-apart
basin yang terhampar pada jalur menuju NNW–SSE sepanjang prominent
strikeline SFS. Fault trace dari SFS di Sorik Marapi digambarkan sebagai Commented [FMHS3]: terjemahkan
8
trends bertemu searah dengan area termal Purba Julu thermal yang
diperkirakan merupakan overstep dari SSMW ke CSMF. Segment utara –
NSMF, diperkirakan seluas 4871 m yang bermula pada Aek Godang menuju
Danau Marambe. Beberapa cabang faults dari NSMF, North Sumatran
Marapi East (NSME) dan North Sumatran Marapi West (NSMW). Fault trace
dari NSME (3881m) trends NNE-SSW dipping SW dan dilintasi oleh
beberapa minor faults. Jika suatu istilah bahasa inggris sudah punya istilah
bahasa indonesia yang sudah umum digunakan, gunakan istilah tersebut. Jika
padanannya belum ada atau belum lazim digunakan, gunakan istilah bahasa
inggris tapi ketik miring
9
Marapi. Sementara unit bebatuan dacitic yang paling ekstensif ditemukan di
sisi timur Sorik Marapi dan menuju ke arah area Sirambas dan Sampuraga.
Terdapat outcrops dalam jumlah terbatas karena tanah yang tebal meliputi
semua unit lithological.
Geomorfologi
10
mengakomodasikan trench-parallel shear component dalam jumlah besar
pada oblique motion. Zona paling aktif dari deformation terjadi di antara
trench dan SFS (Hall, 2009). Geomorphology pada SFS terbagi menjadi
beberapa segmen, terdiri dari second order geometrical irregularities yang
membagi fault hingga setidaknya sembilan belas (19) segmen (Sieh dan
Natawidjaja, 2000). Iregularitas seperti yang dinyatakan di atas dan important
tectonic feature pada SFS terletak pada equator (antara 0.1°S dan 1.5°N),
dinyatakan sebagai “equatorial bifurcation”, di mana fault terbentang hingga
dua struktur sub-parallel– segmen Angkola dan Baruman, dengan jarak
terbesar yaitu 35km pada 0.7°N (Figure 3.1). Hal ini dikenal sebagai
Panyabungan pull-apart basin, satu dari tiga belas (13) pull-apart basins yang
dipetakan sepanjang SFS (Muroaka et al., 2010). Segmen fault ini cukup
kompleks, menampilkan geometry typical dari sebuah strike-slip duplex yang
dikaraterisasikan oleh steep imbricate faults, dextral faulting across
step-overs, pressure ridges sepanjang contractional left steps dan sag
ponds/basins pada dilational jogs. Segmen Baruman dan Angkola merupakan
cabang timur laut dan barat daya dari SFS sepanjang equatorial bifurcation.
Segmen Angkola terdiri atas sebuah continuous fault dengan tikungan 30 di
sebelah dengan gunung berapi Sorik Marapi. Bagian utara dari segmen
tersebut terdiri dari serangkaian discontinuous fault dari tikungan tersebut di
timur gunung Sorik Marapi volcano dan memanjang ke arah barat daya sisi
(flank) Sarulla graben (Sieh and Natawidjaja, 2000). Segmen Angkola dari
SFS menyebabkan gempa yang terkenal (M=7.7) di tahun 1892. SFS terletak
di sepanjang Bukit Barisan di Sumatra, lengkung vulkanis terkait dengan
Palung Sunda. Bukit Barisan terdiri dari setidaknya tigapuluh lima (35)
gunung berapi, salah satunya merupakan active strato-volcano – Sorik Marapi
(2,145m).
11
(Kementrian ESDM, 2017)
12
plutonik yang diperkirakan terjadi di kedalaman dangkal. Hal ini berdasarkan
survei gravity yang sejauh ini tidak mengalami gangguan di level subsurface.
13
kawah gunung Sorik Marapi. Pada area termal lainnya seperti Roburan Dolok
dan Sibanggor Tonga, cairan magma mendominasi discharge.
14
Elektromagnetik dan MT
Model Konseptual
15
(kutipan?)Model konseptual dari wilayah panas bumi Sorik Marapi
berubah dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan bertambahnya data
yang diperoleh. Gambar 14 menunjukan model konseptual terbaru yang
didasari oleh data pengeboran dan interpretasi hasil geosains. Model tersebut
menunjukan system panas bumi tunggal dengan zona upflow yang
diasosiasikan dan berlokasi dekat dengan gunung berapi Sorik Marapi.
16
berasal dari uap sekunder dari air panas bawah tanah yang stabil dan sampel
yang diambil dari Sibanggor Tonga diperkirakan bersuhu hingga 280°C.
17
3. Sistem Vulkanik-Hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di
atas, yang diawali dengan air magmatik yang naik kemudian
bercampur dengan air meteorik.
18
Alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi, tekstur dan
komposisi kimia karena adanya interaksi air-batuan dan transportasi kimia
dari fluida, mineral primer bertransformasi atau teralterasi. Intensitas alterasi
bergantung pada suhu (T), waktu (t), tekstur batuan reservoar, permeabilitas
(k), komposisi fluida (pH, dominasi air/uap, magmatik, meteorik), rezim
hidrotermal, dan hidrologi (Reyes,2000). Proses alterasi merupakan suatu
bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-
cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992). Interaksi antara fluida
hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan
menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan
(mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992, dalam Sutarto,
2004). Pada saat itu, mineral akan membentuk transformasi untuk
menyeimbangkan dengan kondisi lingkungan terbaru. Larutan hidrotermal
pada suatu sistem dapat berasal dari air magmatik, air meteorik, connate atau
air yang mengandung mineral, terjadi selama proses metamorfisme kemudian
menjadi panas di dalam bumi, sehingga pada proses akhir terbentuk larutan
hidrotermal. Bateman (1956), menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah
suatu cairan atau fluida yang panas, kemudian bergerak naik ke atas dengan
membawa komponen-komponen mineral logam, fluida ini merupakan larutan
sisa yang dihasilkan pada proses pembekuan magma.
19
Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur, dan hasil interaksi fluida
dengan batuan yang dilewatinya. Perubahan–perubahan tersebut akan
bergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida (Eh, pH), kondisi
tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi, serta
lama aktifitas hidrotermal. Walaupun faktor–faktor di atas saling terkait,
tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang
paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal. (Creasy, 1961).
Menurut Corbett dan Leach (1996), faktor yang mempengaruhi proses alterasi
hidrotermal adalah sebagai berikut :
20
2. Permeabilitas, pada kondisi batuan yang terekahkan maka
permeabilitas akan menjadi lebih besar serta pada batuan yang
berpermeabilitas tinggi hal tersebut akan mempermudah pergerakan
fluida yang selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara
fluida dengan batuan.
21
4. Komposisi batuan samping, hal ini sangat berpengaruh terhadap
penerimaan bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan
terjadinya alterasi.
Temperatur;
Permeabilitas (berhubungan dengan kandungan gas dan sistem
hidrologi);
Komposisi Fluida (pH asam, pH netral, gas, sistem dominasi fasa,
magmatik, dan meteorik);
Komposisi awal batuan;
Durasi aktifitas (mature, immature);
Banyak kejadian hidrotermal; (overprinting of alteration)
Hidrologi dan topografi.
Temperatur
22
Untuk penentuan temperatur dari kondisi geotermal, Reyes (2000)
mengklasifikasikan mineral yang sering di gunakan sebagai geotermometer
berdasarkan data geotermal di Filipina seperti pada Gambar berikut.
23
Inklusi Fluida di Alto Peak, Filipina (Reyes, 2000)
Sumber Fluida
Tipe Alterasi
A. Pengendapan langsung
Mineral sekunder akan terendapkan langsung dari fluida hidrotermal
yang membawanya. Mineral sekunder hasil pengendapan langsung ini
muncul pada rekahan dan rongga pada batuan (Browne, 1983 dalam
Vandani, 2014). Mineral pengisi mencerminkan proses yang
24
mempengaruhi fluida yang bersirkulasi seperti
pendidihan,pendinginan, percampuran fluida, dan perubahan pH
(Browne, 1983 dalam Utami, 2011). Mineral sekunder hasil
pengendapan langsung umumnya terdiri dari kuarsa, kalsit, anhidrit,
adularia, khlorit, dan zeolit.
B. Penggantian/Replacement
Mineral pengganti merekam interaksi antara batuan reservoar dengan
fluidahidrotermal (Browne, 1995 and 1998 dalam Utami, 2011).
Tingkat kehadiran penggantian ini bervariasi dan bergantung pada
permeabilitas (Browne, 1983).Umumnya tipe alterasi penggantian ini
bersifat meluas pada lapangan panas bumi (Utami, 2011). Mineral
sekunder yang hadir sebagai mineral pengganti umumnya kuarsa,
aktinolit, epidot, zeolit, prehnit, khlorit, serisit, kalsit, apatit, anhidrit,
oksida besi, dan mineral lempung.
Permeabilitas
25
oleh ketidakseimbangan antara recharge dan discharge air. Pada saat
masukan air berkurang, akan menurunkan tekanan dalam reservoir sehingga
kondisi pendidihan lebih mudah tercapai, sehingga fasa fluida pun dapat
berevolusi dari fasa air menjadi fasa uap. Proses selanjutnya disebabkan oleh
adanya gas CO yang sangat banyak di sekitar reservoir yang membuat air
klorida terkondensasi sangat cepat dan berpengaruh pada titik didihnya.
Pembebasan/degassing CO2 kembali menurunkan tekanan sehingga kondisi
boiling tercapai lebih dahulu, pada kondisi sangat dalam akibat fase fluida
berubah menjadi steam.
26
pemetaan alterasi, mengingat belum banyak dokumen,jurnal, dan penelitian
yang dilakukan di Indonesia. Data penelitian ini juga dapat menjadi referensi
bagi perusahaan dalam mengembangkan eksplorasi panas bumi.
Respon yang diamati dari studi alterasi ini adalah mineral yang
terubahkan dari setiap sampel core dan cutting yang kemudian dilakukan
analisis megaskopis, petrografi, dan disfraksi sinar X (XRD) berdasarkan
sumur-sumur penelitian. Setelah itu, dari identifikasi mineral alterasi
hidrotermal yang kemudian dibagi kedalam himpunan zona berdasarkan
kedalaman, untuk mendapatkan interpretasi kondisi suhu, permeabilitas, jenis
fluida, zonasi himpunan mineral alterasi bawah permukaan, evolusi sejarah
sistem panas bumi. Kemudian dibuat model 2D penampang dari zona
himpunan mineral alterasi, dan hasil akhirnya adalah interpretasi terhadap
sistem panas bumi serta zona prospek daerah penelitian.
Sebaiknya susun ulang tinjauan pustaka kamu agar lebih runut. Buat pembahan
dari yang lebihumum ke lebih khusus. Saran saya
Panas Bumi
o Klasifikasi sistem panas bumi
o Manifestasi
o Fumarol solfatara, alterasi, dll
Pembahasan alterasi lebih detil
Pembahasan geokimia air yang lebih mendetil
o Pembuatan konseptual model
Tatanan Geologi WKP KS Orga
o Tektonik
o Litologi
o Struktur
o Sistem panas bumi
Metode analisis: petrografi
27
o Klasifikasi batuan
o Identifikasi clay dengna petrografi
Metode analisis: XRD
o Konsep XRD
o Identifikasi clay dengan XRD
dst
BAB III
METODOLOGI
28
2. Deskripsi secara mikroskopis
3.2. Metode Analisis
Metode analisis merupakan metode yang dipakai ketika metode
deskriptif sudah didapatkan hasil berupa data yang kemudian diolah untuk
dilakukan analisis. Hasil pengolahan data dari metode deskriptif akan
didapatkan data berupa litologi, stratigrafi, temperatur dan alterasi batuan
pada sumur penelitian. Kemudian data tersebut dikorelasikan dan dilakukan
analisis, sehingga akan didapatkan kesimpulan tentang kisaran kedalaman
dari reservoir dan karakteristiknya.
3.3. Tahapan Penelitian
Penelitian terdiri dari 4 tahapan pekerjaan yang meliputi :
1. Tahap studi pustaka, pengumpulan data-data sekunder dari
pengkajian literatur yang berhubungan dengan geologi daerah
penelitian dan berdasarkan teori yang mendukung penelitian ini.
Tahap studi pustaka ini sangat penting dipakai untuk menjadi acuan
pertama menentukan karakteristik dari wilayah yang akan diteliti.
2. Tahap pengumpulan data, pada tahap ini dilakukan pengumpulan
data- data primer antara lain dengan mengambil sampel serbuk bor
yang terdapat pada zona alterasi dan batuan reservoirnya. Sampel
batuan ini selanjutnya dianalisis untuk mengetahui sifat fisik dan
mineralogi batuan. Analisis sifat fisik batuan bertujuan untuk
mengetahui karakteristik sifat fisik batuan reservoirnya seperti
porositas, permeabilitas, dan densitas.
3. Tahap pengolahan dan analisis data, pada tahap ini terdiri dari
beberapa langkah, yaitu :
a. Analisis petrologi
Melakukan deskripsi berupa jenis litologi dan komposisi
mineral, kehadiran mineral alterasi dan intensitas alterasi
menggunakan sampel setangan dengan bantuan lup dan asam
khlorida (HCl).
b. Analisis petrografi
29
Melakukan deskripsi kehadiran mineral sekunder dalam sayatan
tipis sampel serbuk bor. Pengamatan dilakukan dengan bantuan
mikroskop polarisasi.
c. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)
Melakukan kualitatif maupun kuantitatif dengan
mengidentifikasi mineral individu misalnya lempung dan zeolit.
Sampel dipilih dari semua unit litologi dan dianalisis, kemudian
dipersiapkan untuk difraksi sinar-x dengan fraksi mikron <4
menggunakan pengaduk mekanis untuk memisahkan
phylosilicates dari matriks batuan. Kristal mineral yang akan
diidentifikasi misalnya zeolit, karbonat, lempung dan sulfida
yang dipetik dari sampel batuan dengan menggunakan mesin
penggilingan otomatis.
d. Analisa temperatur
Analisa dilakukan dengan melihat keterdapatan mineral yang
telah teralterasi sesuai suhu tempat mineral tersebut terbentuk
sebagai indikator.
4. Tahap interpretasi data
Interpretasi data dilakukan setelah semua tahapan mulai dari studi
pustaka, pengumpulan data serta tahapan pengolahan dan analisis
data yang telah selesai dilakukan.
3.4. Peserta
Mahasiswa yang mengajukan penelitian tugas akhir di PT KS
ORKA-Sorik Marapi merupakan mahasiswa Program Studi S1 Geologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,
yaitu :
Nama : Umima’tum Rikhasanah
NPM : 1606823771
E-mail : umimatum.rikhasanah@ui.ac.id
No. : 085771917400
3.5. Waktu dan Tempat Pengerjaan Tugas Akhir
30
Pelaksanaan penelitian tugas akhir diajukan oleh pemohon pada
Waktu : Januari – … 2020
Tempat :
Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dapat disesuaikan
dengan ketentuan dan kebijakan yang diberikan oleh perusahaan yang
diberitahukan ke pemohon.
3.6. Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan
Kegiatan
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Pekerjaan
Laboratorium
Analisis dan
Interpretasi
Penyusunan
Laporan Akhir
31
32
BAB IV
PENUTUP
Demikian rincian rencana penelitian Tugas Akhir yang saya ajukan kepada PT
KS ORKA-Sorik Marapi dan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut dilampirkan
juga surat pengantar dari Program Studi Geologi Universitas Indonesia, Curriculum
Vitae, dan catatan akademis mahasiswa. Kami juga menyatakan diri siap untuk
mengikuti prosedur yang ada dalam pelaksanaan pengerjaan tugas akhir dengan
sungguh-sungguh. Saya berharap pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dapat
dilaksanakan dengan baik dan mendapat bimbingan, bantuan, serta arahan dari
pihak instansi. Selain itu, pihak instansi diharapkan dapat ikut serta mengevaluasi
hasil pengerjaan penelitian tugas akhir yang akan dilakukan. Besar harapan saya
agar proposal penelitian tugas akhir ini dapat disetujui mengingat sangat berartinya
kegiatan ini. Atas kerja samanya, saya ucapkan terima kasih.
Umima’tum Rikhasanah
NPM. 1606823771
33
DAFTAR PUSTAKA
Bateman,A.M., (1956). The Formation Mineral Deposits, London : John Wiley &
Sons, Inc., New York : Chapman & Hall, Limited.
Browne, P. R. L., (1983). Lectures on Geothermal Geology and Petrology, Lecture
material on Geothermal Training Programme, United Nation University,
Iceland
Corbett, G.J., dan Leach, T.M., (1996). Southwest Pacific Rim Gold-Copper
System: Structure, Alteration, and Mineralization, Manual Kursus Singkat
Eksplorasi di Baguio, Philippines
Creasy, L. R. (1961). Presstressed Concrete Cylindrical Tanks. John Wiley & Sons
Hochstein, M.P. and Browne, P.R.L. Surface manifestations of geothermal systems
with volcanic heat sources. In Encylopedia of Volcanoes
Hochstein, M. P., (1995). Classification and Assessment of Geothermal Resources,
Geothermal Reservoir Course, Geothermal Institute, University of Auckland.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2017). Panduan Potensi Panas
Bumi
Nicholson, K. (1992). Geothermal fluids: chemistry and exploration techniques,
Springer Science & Business Media
Pirajno, F. (1992). Hydrothermal Mineral Deposits, Principles and Fundamental
Concepts for the Exploration Geologist., New York: Springer.
Reyes, Agnes G. (2000). Petrology and mineral alteration in hydrothermal systems:
from diagenesis to volcaninc catatstrophes.” The United Nations University
Sillitoe, R.H. (2010) Porphyry Copper Systems. Economic Geology, 105, 3-41.
Sutarto. 2004. Petunjuk Praktikum Endapan Mineral Edisi Kedua. Laboratorium
Endapan Mineral, Jurusan Teknik Geologi, UPN Veteran Jogjakarta
Utami, P. and Browne, P. R. L., (1996). Petrology of core and cutting samples from
wells ULB-01 and ULB-02, Ulumbu geothermal field, Flores, Indonesia,
Proceedings of 25th Silver Anniversary Convention Indonesian Petroleum
Association, p. 215 – 225
Utami, Pri, dan Browne. (1999). Subsurface hydrothermal alteration in the
kamojang geothermal field, west java, Indonesia.”
34
Utami, P., (2011). Hydrothermal Alteration and the Evolution of the Lahendong
Geothermal System, North Sulawesi, Indonesia, Thesis, The University of
Auckland
Vandani, C. P. K., Sari, I. W. A., Mulyaningsih, E., Utami, P., Yunis, Y. (2014).
Studi Alterasi Hidrotermal Bawah Permukaan di Lapangan Panas Bumi
“Beta”, Ambon dengan Metode Petrografi. Prosiding Seminar Nasional
Kebumian Ke-7. Yogyakarta
Wahyuningsih, Rina (2005). Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi
di Indonesia. Subdit Panas Bumi. Kolokium Hasil Lapangan-DIM
White, N., Hedenquist, J., Izawa, E., Arribas, A., (1996). Epithermal gold deposits:
Styles, characteristics, and exploration. Resource Geol. Spec. Publ.
Humas EBTKE ESDM (2018). Indonesia Peringkat 2 Produsen Listrik Panas Bumi
Lampaui Filipina. Dapat diakses di :
http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/28/1948/indonesia.peringkat.2.produse
n.listrik.panas.bumi.lampaui.filipina.?lang=en, diakses pada 24 Juni 2019
Humas EBTKE ESDM (2018). Buka IIGCE 2018, Menteri ESDM Paparkan
Terobosan Pengembangan Panas Bumi Indonesia. Dapat diakses di :
http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/28/1948/indonesia.peringkat.2.produse
n.listrik.panas.bumi.lampaui.filipina.?lang=en, diakses pada 24 Juni 2019
35