Anda di halaman 1dari 35

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI ALTERASI HIDROTHERMAL MENGGUNAKAN


ANALISIS PETROLOGI, PETROGRAFI, DAN XRD PADA
SUMUR “X” DI LAPANGAN PANAS BUMI SORIK MARAPI
SUMATERA UTARA
PT KS ORKA-SORIK MARAPI

PROPOSAL TUGAS AKHIR

UMIMA’TUM RIKHASANAH
1606823771

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI GEOLOGI
DEPOK
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Maksud dan Tujuan............................................................................................. 4
1.4 Judul Penelitian ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 5
2.1 Geologi Regional dan Karakteristik Lapangan Panas Bumi Sorik Marapi ......... 5
2.2 Sistem Panas Bumi ....................................................................................... 1716
2.3 Alterasi Hidrothermal ....................................................................................... 18
BAB III METODOLOGI ........................................................................................... 2827
3.1. Metode Deskriptif ......................................................................................... 2827
3.2. Metode Analisis ............................................................................................ 2927
3.3. Tahapan Penelitian ........................................................................................ 2927
3.4. Peserta ........................................................................................................... 3029
3.5. Waktu dan Tempat Pengerjaan Tugas Akhir ................................................ 3029
3.6. Jadwal Kegiatan ............................................................................................ 3129
3.7. Diagram Alir ................................................................................................. 3130
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 3331
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 3432

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah, tersebar
sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas bumi
terbesar di dunia. Indonesia mempunyai cadangan panas bumi (geothermal)
terbesar di dunia karena memiliki banyak gunung api. Potensi panas bumi
yang terkandung di Indonesia mencapai 28.617 Megawatt atau 40% dari total
cadangan panas bumi dunia (ebtke.esdm.go.id, 2014). Indonesia menjadi
produsen panas bumi nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat
mengalahkan Filipina yang sebelumnya menempati posisi kedua. Namun,
pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih kurang maksimal. Potensi
Panas Bumi yang sangat besar tersebar di 342 titik potensi di seluruh penjuru
Indonesia. Kapasitas PLTP saat ini sebesar 1.924,5 MW atau baru 11% yang
dimanfaatkan. Pemerintah terus berupaya mendorong investasi panas bumi
untuk mengoptimalkan pemanfaatan panas bumi sebagai salah satu energi
terbarukan (ebtke.esdm.go.id, 2018). Eksplorasi energi panas bumi terus
dilakukan dan berbagai metode terus dikembangkan.
Salah satu metode yang bisa dijadikan acuan dalam eksplorasi yaitu
studi alterasi hidrothermal. Studi alterasi hidrothermal penting dalam
eksplorasi energi panas bumi untuk mengetahui litologi bawah permukaan,
menginterpretasi sistem panas bumi, dan zona prospek panas bumi. Studi
alterasi hidrothermal ini bisa dilakukan secara megaskopis dan mikroskopis.
Deskripsi secara megaskopis dilakukan secara langsung dengan menerapkan
ilmu petrologi. Namun dalam metode ini masih kurang detail dalam
melakukan deskripsi mineral batuan. Oleh karena itu diperlukan deskripsi
secara terperinci secara mikroskopis dengan analisis petrografi dan XRD.

3
1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang akan dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana litologi bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Sorik
Marapi berdasrkan analisis petrologi, petrografi, dan XRD?
2. Bagaimana zona himpunan mieral alterasi Lapangan Panas Bumi
Sorik Marapi berdasrkan analisis petrologi, petrografi, dan XRD?
3. Bagaimana suhu, permeabilitas, dan jenis fluida Lapangan Panas
Bumi Sorik Marapi berdasrkan analisis petrologi, petrografi, dan
XRD?
4. Bagaimana evolusi sejarah sistem panas bumi Lapangan Panas Bumi
Sorik Marapi berdasrkan analisis petrologi, petrografi, dan XRD?
5. Bagaimana sistem panas bumi Lapangan Panas Bumi Sorik Marapi
berdasrkan analisis petrologi, petrografi, dan XRD?
6. Bagaimana zona prospek Lapangan Panas Bumi Sorik Marapi
berdasrkan analisis petrologi, petrografi, dan XRD?
1.3 Maksud dan Tujuan

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui litologi bawah permukaan
2. Menginterpretasi zona himpunan mineral alterasi berdasarkan
kedalaman
3. Menginterpretasi suhu, permeabilitas, dan jenis fluida panas bumi
4. Menentukan evolusi sejarah sistem panasbumi daerah penelitian
5. Menginterpretasi sistem panasbumi daerah penelitian
6. Menginterpretasi zona prospek daerah penelitian
1.4 Judul Penelitian

Judul yang diajukan untuk penelitian ini adalah “Studi Alterasi Hidrothermal
Menggunakan Analisis Petrologi, Petrografi, dan XRD pada Sumur “X” di
Lapangan Panas Bumi Sorik Marapi Sumatera Utara” (Judul dapat berubah
sesuai ketersedian data serta persetujuan dari pemilik data, dalam hal ini PT.
KS ORKA-Sorik Marapi).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional dan Karakteristik Lapangan Panas Bumi Sorik


Marapi
Berikut penjelasan Wilayah Kerja Panas Bumi Sorik Marapi dengan sumber
data diperoleh dari PT Sorik Marapi Geothermal Power: Notice of Resource
Confirmation (NORC), 2017 dalam Buku Potensi Panas Bumi Indonesia Jilid
I, Kementrian ESDM 2017 :

Tabel Informasi WKP Sorik Marapi (Kementrian ESDM, 2017)

5
Lokasi Proyek Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Jaga rasio gambar,
jangan sampai GEPENG

(Kementrian ESDM, 2017)

Proyek Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) terletak di daerah


administratif Kabupaten Mandailing Natal, 350km selatantenggara dari
Medan, ibukota Sumatera Utara.

Deskripsi WKP

Area proyek panas bumi Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP)


meliputi wilayah seluas 629 km2 yang terhampar dari Panyabungan di sisi
barat laut, melewati sisi gunung Sorik Marapi hingga Hulagodang di sisi
tenggara. Area konsesi terletak di dalam fitur graben mencakup beberapa
segment dari Sumatera Fault System. Satu- satunya fitur vulkanis di area ini
adalah gunung Sorik Marapi yang posisinya bersebelahan dengan berada di
sisi utara/selatan/barat/… dari Area 1. Sementara itu manifestasi panas dalam
bentuk solfatara, mata air panas, mata air hangat, kolam mendidih dan

6
fumaroles beserta altered ground tersebar di sisi tengah dan barat laut dari
area konsesi.

Preliminary resource model dari wilayah konsesi memperkirakan 4 Commented [FMHS1]: Untuk istilah yang sudah umum,
gunakan bahasa indonesia
area yang memiliki kandungan panas bumi di Sorik Marapi – Areas 1, 2, 3,
and 4. Pengeboran exploration diprioritaskan di Area 1 dan 2 dengan
pengeboran enam (6) sumur telah selesai dilaksanakan pada bulan Mei 2017.
Program pengeboran saat ini telah mengkonfirmasi keberadaan sumber daya
bersuhu tinggi di Pad A (Area 1) dengan hasil perhitungan temperature
melebihi 250°C. Tiga sumur di Pad A memotong formasi dengan
permeability yang sangat tinggi. Di sisi lain, sumur yang dibor di Pad E (Area
2) memotong formasi dengan permeability yang rendah dan dengan hasil Commented [FMHS2]: permeabilitas

pengukuran temperature temperatur tertinggi tidak melebihi 220°C.

Distribusi temperature menunjukkan bahwa temperature tertinggi


berada di Pad A, mengindikasikan bahwa kemungkinan besar zona upflow
berada di dekat gunung berapi Sorik Marapi.

Tabel Manifestasi Permukaan Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP)

(Kementrian ESDM, 2017)

Geologi Umum WKP Sorik Marapi

7
Struktur Geologi dan Ringkasan Geologi

(Kementrian ESDM, 2017)

Fault systemPola sesar yang kompleks berada pada area panas bumi
Sorik Marapi. Fitur struktur utama adalah 35 km Panyabungan pull-apart
basin yang terhampar pada jalur menuju NNW–SSE sepanjang prominent
strikeline SFS. Fault trace dari SFS di Sorik Marapi digambarkan sebagai Commented [FMHS3]: terjemahkan

highly segmented fracture network dengan serangkaian strike slip faults


(synthetic dan antithetic fault sets) yang berkembang miring (oblique) pada
SFS utama. Fracture network dikarakteristikan oleh parallel right-stepping Commented [FMHS4]: terjemahkan

strike-slip faults, oblique normal faults dan anastomosing secondary faults.


Segmen utama dari Sumatran fault di Sorik Marapi dinyatakan sebagai (1)
North Sumatran Marapi Fault (NSMF), (2) Central Sumatran Marapi Fault
(CSMF) dan (3) South Sumatran Marapi Fault (SSMF). Segmen selatan–
SSMF, terbentang dari Purba Julu hingga barat daya Huta Baringin Jae dan
terdiri dari tiga fault strands – South Sumatran Marapi West (SSMW), South
Sumatran Marapi Central (SSMC) dan South Sumatran Marapi East (SSME).
Ketiganya membentuk struktur menyerupai bunga. Di kedalaman, SSMC dan
SSME diperkirakan bertemu dengan SSMW, diperkirakan adalah batang
utama dari struktur bunga tersebut yang membentuk satu subvertical fault.
Segment tengah - CSMF, diperkirakan sepanjang 3,960m terbentang dari
Purba Julu ke Roburan Lombang. Central Sumatran Marapi West (CSMW)
sejajar dengan CSMF, meliputi toward-dipping NW-SE trending short faults,
diperkirakan merupakan contractional bend feature. Anastomosing fault

8
trends bertemu searah dengan area termal Purba Julu thermal yang
diperkirakan merupakan overstep dari SSMW ke CSMF. Segment utara –
NSMF, diperkirakan seluas 4871 m yang bermula pada Aek Godang menuju
Danau Marambe. Beberapa cabang faults dari NSMF, North Sumatran
Marapi East (NSME) dan North Sumatran Marapi West (NSMW). Fault trace
dari NSME (3881m) trends NNE-SSW dipping SW dan dilintasi oleh
beberapa minor faults. Jika suatu istilah bahasa inggris sudah punya istilah
bahasa indonesia yang sudah umum digunakan, gunakan istilah tersebut. Jika
padanannya belum ada atau belum lazim digunakan, gunakan istilah bahasa
inggris tapi ketik miring

Litologi/Stratigrafi Gunakan penomoran subbab sesuai kaidah Tugas


Akhir Universitas Indonesia

(Kementrian ESDM, 2017)

Lithologi permukaan di area didominasi oleh ndesitic hingga aliran


lava dacitic dan berasosiasi dengan pyroclastics dan deposit lahar. Andesit
dan bebatuan asaltic ditemukan sepanjang sisi (flanks) gunung berapi Sorik

9
Marapi. Sementara unit bebatuan dacitic yang paling ekstensif ditemukan di
sisi timur Sorik Marapi dan menuju ke arah area Sirambas dan Sampuraga.
Terdapat outcrops dalam jumlah terbatas karena tanah yang tebal meliputi
semua unit lithological.

Unit stratigrafi di SMGP dapat dikategorikan menjadi empat (4)


formasi, dari yang tertua hingga termuda yaitu: (1) Basement, (2) Sibanggor
Volcanics, (3) Roburan Volcanics, (4) Sorik Volcanics. Basement terdiri dari
metasedimen Mesozoic hingga Paleozoic (termasuk shale dan limestone),
yang kemungkinan didesak oleh batuan plutonik (termasuk granodiorite dan
quartz diorite) (SKM, 2011). Unit basement sesuai dengan interpretasi oleh
SKM tidak bersinggungan dengan sumur yang dibor hingga kedalaman 2400
mMD. Sibanggor Volcanics memiliki bebatuan basaltic dalam jumlah kecil.
Aliran lava muda dan deposit pyroclastic/volcaniclastic deposits beradiasi
pada gunung berapi Sorik Marapi. Lava di bagian depan gunung berapi
diterminasi sepanjang NW-SE trending Marapi Fault dan deposit
pyroclastic/volcaniclastics deposits yang perlahan menipis di sisi timur
struktur ini. Distribusi permukaan pada unit Roburan Volcanics di SMGP
cukup ekstensif dan terbentang dari Sirambas hingga Maga Lombang. Serupa
dengan Sibanggor Volcanics, pusat eruption dari formasi dacitic-andesitic
formation belum teridentifikasi. Susunan batuan didominasi oleh dacitis
hingga andesitis menunjukkan tekstur pumiceous dan tekstur porous dengan
biotite dalam jumlah besar. Sorik Marapi Volcanics didominasi oleh
komposisi andesitic dengan batuan basaltic dalam jumlah kecil. Aliran lava
muda dan deposit pyroclastic/volcaniclastic deposits beradiasi menuju
gunung berapi Sorik Marapi.

Geomorfologi

Sumatran Fault System (SFS) merupakan right-lateral strike-slip fault


sepanjang 1,900 km yang melintasi pulau Sumatera. Zona active deformation
diatribusikan kepada subduction pada plat Indo-Australian plate yang
bergerak di timur laut di bawah plat Eurasian. Ini menghasilkan oblique
convergence pada plat berbatasan yang dikenal sebagai Sunda Trench. SFS

10
mengakomodasikan trench-parallel shear component dalam jumlah besar
pada oblique motion. Zona paling aktif dari deformation terjadi di antara
trench dan SFS (Hall, 2009). Geomorphology pada SFS terbagi menjadi
beberapa segmen, terdiri dari second order geometrical irregularities yang
membagi fault hingga setidaknya sembilan belas (19) segmen (Sieh dan
Natawidjaja, 2000). Iregularitas seperti yang dinyatakan di atas dan important
tectonic feature pada SFS terletak pada equator (antara 0.1°S dan 1.5°N),
dinyatakan sebagai “equatorial bifurcation”, di mana fault terbentang hingga
dua struktur sub-parallel– segmen Angkola dan Baruman, dengan jarak
terbesar yaitu 35km pada 0.7°N (Figure 3.1). Hal ini dikenal sebagai
Panyabungan pull-apart basin, satu dari tiga belas (13) pull-apart basins yang
dipetakan sepanjang SFS (Muroaka et al., 2010). Segmen fault ini cukup
kompleks, menampilkan geometry typical dari sebuah strike-slip duplex yang
dikaraterisasikan oleh steep imbricate faults, dextral faulting across
step-overs, pressure ridges sepanjang contractional left steps dan sag
ponds/basins pada dilational jogs. Segmen Baruman dan Angkola merupakan
cabang timur laut dan barat daya dari SFS sepanjang equatorial bifurcation.
Segmen Angkola terdiri atas sebuah continuous fault dengan tikungan 30 di
sebelah dengan gunung berapi Sorik Marapi. Bagian utara dari segmen
tersebut terdiri dari serangkaian discontinuous fault dari tikungan tersebut di
timur gunung Sorik Marapi volcano dan memanjang ke arah barat daya sisi
(flank) Sarulla graben (Sieh and Natawidjaja, 2000). Segmen Angkola dari
SFS menyebabkan gempa yang terkenal (M=7.7) di tahun 1892. SFS terletak
di sepanjang Bukit Barisan di Sumatra, lengkung vulkanis terkait dengan
Palung Sunda. Bukit Barisan terdiri dari setidaknya tigapuluh lima (35)
gunung berapi, salah satunya merupakan active strato-volcano – Sorik Marapi
(2,145m).

Model Geologi Tentatif

11
(Kementrian ESDM, 2017)

Gambar diatas menunjukkan skema cross-section litologi di SMGP


sebagaimana yang ditemukan pada pengeboran baru-baru ini. Capping
mechanism pada sumur di Pad A dan Pad E terlihat sangat berbeda. Pada Pad
A, karakteristik cap rock adalah penyebaran silica dan interstitial calcite
dengan minor smectite dan interlayered clays yang kadang timbul dalam
jumlah sedang hingga banyak pada discrete sections di dalam Sorik
Volcanics. Pada Pad E, analisis data MT menyimpulkan bahwa terdapat
konduktif tebal yang menyerupai predominant argillic alteration assemblage
di dalam Sorik Volcanics dan Roburan Volcanics. Silica sealing pada dasar
cap rock tidak dapat diobservasi di sumur-sumur Pad E yang mengisyaratkan
tidak adanya aliran hot fluid di area ini.

Reservoir rocks pada umumnya berbentuk dari bebatuan yang


mengalami perubahan dengan komposisi dan struktur awalnya tidak lagi
terlihat dan menampilkan alteration minerals bertemperatur tinggi yang
terekspos dalam proses perubahan. Batuan ini merupakan bagian dari
Sibanggor Formation dimana terjadi peningkatan pada well-formed
secondary mineral crystals dan vein materials dalam jumlah besar
diperkirakan berada terutama di zona-zona fault intersection. Tipe litologi,
level alteration dan keberadaan open fractures menyatakan bahwa volcanic
formation adalah host untuk geothermal reservoir. Unit basement
diidentifikasi oleh SKM (2011) terdiri dari sedimen metamorphosed
Mesozoic hingga Paleozoic dan dan kemungkinan dipengaruhi oleh batuan

12
plutonik yang diperkirakan terjadi di kedalaman dangkal. Hal ini berdasarkan
survei gravity yang sejauh ini tidak mengalami gangguan di level subsurface.

Ringkasan Geokimia Air Panas Bumi

Diagram dan Peta Analisa Air dan/atau Gas serta Isotop

(Kementrian ESDM, 2017)

Pada awalnya kimia air yang dipompa ke dalam sumur SMA-101


merupakan air Cl dari trilinear Cl-SO4-HCO3. Akan tetapi kemudian
diketahui bahwa jenis air ini merupakan immature waters ketika ditempatkan
pada diagram trilinear Na-K-Mg Giggenbach (1981). Hal ini
mengindikasikan bahwa geotermometri tidak berlaku untuk air ini. Akan
tetapi Mg dan SO4 juga digunakan sebagai indikator keberadaan komponen
asam (acid) pada well discharges. Mg dan SO4 dalam level rendah juga
ditemukan pada air di sumur A 101, yang mengindikasikan tidak adanya
komponen asam (acidic) pada discharge. Area CAR-HAR thermal dari kimia
gas-nya. Temperatur pada reservoir di area Sibanggor Tonga diperkirakan
melebihi 300°C sementara Roburan Dolok memiliki temperature yang lebih
rendah yaitu 275°C. Gambar 9 mengkonfirmasi keberadaan cairan magma di

13
kawah gunung Sorik Marapi. Pada area termal lainnya seperti Roburan Dolok
dan Sibanggor Tonga, cairan magma mendominasi discharge.

Model Geokimia Tentatif (kenapa model geologi tentatif ada 2 kali?)

(Kementrian ESDM, 2017)

Berdasarkan data yang diperoleh dari area termal dan sumur-sumur


yang ada, sebuah model geokimia disusun. Suatu system acidic magmatis
dapat ditemukan di bawah Sorik Marapi yang mencapai area termal Namenek
dan Siambang. Aliran fluid begerak ke atas ke arah timur menuju area
fumarole di Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga, ke arah utara menuju
Roburan sumber air panas Dolok, dan keluar ke mata air hangat Roburan
Lombang. Dalam pergerakannya menuju Sibanggor dan Roburan Dolok,
cairan asam dinetralisir oleh reaksi dari bebatuan, sebagaimana terlihat pada
data tabel isotop.

Ringkasan Geofisika WKP Sorik

14
Elektromagnetik dan MT

(Kementrian ESDM, 2017)

Pada daerah penelitian, Aanomali terjadi di persimpangan antara


lapisan bawah hydrothermal alteration cap (10 Ωm) dan zona yang memiliki
conductance level relatif tinggi di lapisan resistive di atasnya. Anomali
tersebut naik ke lapisan yang lebih tinggi membentuk struktur menyerupai
kubah di sektiar stasiun MT SM140, 053, 057, 189, 045,139, 032, 050
daN203 di area Sibanggor, yang menukik turun di arah utara dan mencapai
kedalaman -600m (Tano Bato dan Sampuraga). Diperkirakan terdapat daerah
pflow di bawah Sibanggor Julu di mana cairan reservoir panas meningkat dan
bermigrasi melalui fault utama. NW-SE cross-section: model ini
mengidentifikasi keberadaan layer konduktif yang hampir berkesinambungan
antara Sibangor Julu dan Ruboran Dolok. Resistive body membentuk kubah
di pusat area Torbelerang dan Sibanggor. Ditemukan lapisan konduktif yang
menebal di barat laut area di mana sumur SME-201 berada. Penebalan lapisan
konduktif ini menunjukan adanya pola outflow, yang kemungkinan besar
terjadi bersamaan dengan penurunan suhu secara bertahap. W-E
cross-section: Model ini terdisi dari dua kantung anomali low resistivity
kurang dari 10 Ωm. Konduktor menurun ke arah barat sekitar -1000m. Sumur
SME-201 dibor mengarah ke anomali ini dan berdasarkan pengukuran,
bersuhu 190°C. Berdasarkan hasil pengeboran sumur SME-201, sumur ini
terletak di margin sumberdaya. (kutipan?)

Model Konseptual

15
(kutipan?)Model konseptual dari wilayah panas bumi Sorik Marapi
berubah dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan bertambahnya data
yang diperoleh. Gambar 14 menunjukan model konseptual terbaru yang
didasari oleh data pengeboran dan interpretasi hasil geosains. Model tersebut
menunjukan system panas bumi tunggal dengan zona upflow yang
diasosiasikan dan berlokasi dekat dengan gunung berapi Sorik Marapi.

Model Konseptual WKP Sorik Marapi

(Kementrian ESDM, 2017)

(kutipan?)Dengan zona upwelling tunggal, campuran cairan dan gas


magmatis naik secara vertical ke puncak gunung Sorik dan dari sana
mengeluarkan gas magmatis dan cairan yang memiliki garam tinggi dengan
pH yang sangat rendah. Bagian dari campuran cairan tersebut mengalir secara
lateral dan bermigrasi dari fraktur atau faults mengarah ke area Sibanggor dan
muncul di permukaan sebagai sumber air panas dan fumarole. Dalam
pergerakannya, cairan asam tersebut berinteraksi dengan bebatuan dan
overlying aquifer membentuk geothermal system yang mature dengan pH
netral yang bermanifestasi menjadi sumber air panas. Hal ini didukung oleh
data stable isotope (δO and δD) yang menunjukan sampel fumarole
condensates, kecuali yang diperoleh dari kawah gunung Sorik, terletak di kiri
jalur air meteoric. Sampel dari Roburan mengindikasikan bahwa sampel ini

16
berasal dari uap sekunder dari air panas bawah tanah yang stabil dan sampel
yang diambil dari Sibanggor Tonga diperkirakan bersuhu hingga 280°C.

(kutipan?)Distribusi suhu dari sumur-sumur yang dibor di Pad A


menunjukan penampang isothermal yang luas dan slight-reversal di tingkatan
lebih dalam di SMA-102 mengisyaratkan bahwa bagian utara dari area
Sibanggor kemungkinan besar berada pada batas luar thermal plume utama.
Sebagaimana disimpulkan dari trend hydrothermal alteration dan isotherms
serta interpretasi data MT, kemungkinan besar pusat sumber daya panas bumi
di Sibanggor terletak di sisi timur lereng gunung berapi Sorik Marapi. Sifat
jinak (benign) dari cairan yang berada di sumur-sumur di Pad A
mengkonfirmasi bahwa cairan upflow tersebut telah melalui proses netralisasi
substansi. Karakteristik utama dari sistem ini adalah adanya zona dua-tahap
di atas brine reservoir utama yang telah terprediksi bahkan sejak pengeboran
masih dilangsungkan dikarenakan keberadaan bladed calcite umum di semua
sumur pada kedalaman +100 hingga +500 mASL.

2.2 Sistem Panas Bumi


Menurut Hochtein & Browne (2000), sistem panasbumi merupakan
perpindahan panas alami dalam volume tertentu dari kerak bumi yang
membawa panas dari sumber panas ke tempat pelepasan panas, yang
umumnya adalah permukaan tanah. Sistem panasbumi ini dikategorikan
menjadi 3 (tiga) jenis sistem (Hochtein & Browne, 2000), yaitu:
1. Sistem Hidrotermal, merupakan proses transfer panas dari sumber
panas ke permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida
meteorik dengan atau tanpa jejak dari fluida magmatik. Daerah
rembesan berfasa cair dilengkapi air meteorik yang berasal dari
daerah resapan. Sistem ini terdiri atas: sumber panas, reservoir
dengan fluida panas, daerah resapan dan daerah rembesan panas
berupa manifestasi.
2. Sistem Vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur
magma ke permukaan melibatkan konveksi fluida magma. Pada
sistem ini jarak ditemukan adanya fluida meteorik.

17
3. Sistem Vulkanik-Hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di
atas, yang diawali dengan air magmatik yang naik kemudian
bercampur dengan air meteorik.

Sistem panasbumi tersusun oleh lima aspek penting, yaitu: sumber


panas, reservoir, batuan penutup, sumber fluida dan siklus hidrologi. Sistem
ini erat dengan mekanisme pembentukan magma dan kegiatan vulkanisme.
Ilmu geologi mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan
Eksplorasi energi panas bumi di Indonesia dalam pemanfaatan tidak langsung
yaitu pembangkit listrik. Ilmu geologi dapat menyediakan informasi seperti :

 Indikasi vulkanisme aktif/tidak aktif


 Tipe sumber panas
 Litologi reservoir
 Lokasi zona permeable
 Proses alterasi hodrothermal dan komposisi fluida
 Umur dari sistem panas bumi
 Potensi geohazard (bencana geologi) yang mungkin timbul

Menurut Wahyuningsih, 2005, Sekitar 80% lokasi panas bumi di


Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif seperti Sumatra (81
lokasi), Jawa (71 lokasi), Bali dan Nusa Tenggara (27 lokasi), Maluku (15
lokasi), dan terutama Sulawesi Utara (7 lokasi). Sedangkan yang berada di
lingkungan non vulkanik aktif yaitu di Sulawesi (43 lokasi), Bangka Belitung
(3 lokasi), Kalimantan (3 lokasi), dan Papua (2 lokasi). Sistem panas bumi di
Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal yang mempunyai
temperatur tinggi (>225˚C), hanya beberapa yang mempunyai temperatur
sedang (150-225˚C).

2.3 Alterasi Hidrothermal

18
Alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi, tekstur dan
komposisi kimia karena adanya interaksi air-batuan dan transportasi kimia
dari fluida, mineral primer bertransformasi atau teralterasi. Intensitas alterasi
bergantung pada suhu (T), waktu (t), tekstur batuan reservoar, permeabilitas
(k), komposisi fluida (pH, dominasi air/uap, magmatik, meteorik), rezim
hidrotermal, dan hidrologi (Reyes,2000). Proses alterasi merupakan suatu
bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-
cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992). Interaksi antara fluida
hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan
menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan
(mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992, dalam Sutarto,
2004). Pada saat itu, mineral akan membentuk transformasi untuk
menyeimbangkan dengan kondisi lingkungan terbaru. Larutan hidrotermal
pada suatu sistem dapat berasal dari air magmatik, air meteorik, connate atau
air yang mengandung mineral, terjadi selama proses metamorfisme kemudian
menjadi panas di dalam bumi, sehingga pada proses akhir terbentuk larutan
hidrotermal. Bateman (1956), menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah
suatu cairan atau fluida yang panas, kemudian bergerak naik ke atas dengan
membawa komponen-komponen mineral logam, fluida ini merupakan larutan
sisa yang dihasilkan pada proses pembekuan magma.

Alterasi dan mineralisasi adalah suatu bentuk perubahan komposisi


pada batuan baik itu kimia, fisika ataupun mineralogi sebagai akibat pengaruh
cairan hidrotermal pada batuan, perubahan yang terjadi dapat berupa
rekristalisasi, penambahan mineral baru, larutnya mineral yang telah ada,
penyusunan kembali komponen kimia-nya atau perubahan sifat fisik seperti
permeabilitas dan porositas batuan ( Pirajno,1992). Alterasi dan mineralisasi
bisa juga termasuk dalam proses pergantian unsur-unsur tertentu dari mineral
yang ada pada batuan dinding digantikan oleh unsur lain yang berasal dari
larutan hidrotermal sehingga menjadi lebih stabil. Proses ini berlangsung
dengan cara pertukaran ion dan tidak melalui proses pelarutan total, artinya
tidak semua unsur penyusun mineral yang digantikan melainkan hanya unsur-
unsur tertentu saja.

19
Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur, dan hasil interaksi fluida
dengan batuan yang dilewatinya. Perubahan–perubahan tersebut akan
bergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida (Eh, pH), kondisi
tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi, serta
lama aktifitas hidrotermal. Walaupun faktor–faktor di atas saling terkait,
tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang
paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal. (Creasy, 1961).

Menurut Corbett dan Leach (1996), faktor yang mempengaruhi proses alterasi
hidrotermal adalah sebagai berikut :

1. Temperatur dan tekanan, peningkatan suhu membentuk mineral yang


terhidrasi lebih stabil, suhu juga berpengaruh terhadap tingkat
kristalinitas mineral, pada suhu yang lebih tinggi akan membentuk
suatu mineral menjadi lebih kristalin, menurut Noel White (1996),
kondisi suhu dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe
alterasi yang terbentuk. Temperatur dan tekanan juga berpengaruh
terhadap kemampuan larutan hidrotermal untuk bergerak, bereaksi
dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan–bahan yang akan
bereaksi dengan batuan samping.

Model Konseptual Alterasi Hidrothermal (Sillitoe, 2010)

20
2. Permeabilitas, pada kondisi batuan yang terekahkan maka
permeabilitas akan menjadi lebih besar serta pada batuan yang
berpermeabilitas tinggi hal tersebut akan mempermudah pergerakan
fluida yang selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara
fluida dengan batuan.

Mineralogi dan Alterasi dalam Sistem Hidrothermal (Corbet & Leach,


1996)
3. Komposisi kimia dan konsentrasi larutan hidrotermal, jika keduanya
bergerak, bereaksi dan berdifusi memiliki pH yang berbeda-beda
sehingga banyak mengandung klorida dan sulfida, konsentrasi encer
sehingga memudahkan untuk bergerak.

21
4. Komposisi batuan samping, hal ini sangat berpengaruh terhadap
penerimaan bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan
terjadinya alterasi.

Sementara itu menurut Reyes (2000), faktor yang mempengaruhi alterasi


hidrotermal adalah:

 Temperatur;
 Permeabilitas (berhubungan dengan kandungan gas dan sistem
hidrologi);
 Komposisi Fluida (pH asam, pH netral, gas, sistem dominasi fasa,
magmatik, dan meteorik);
 Komposisi awal batuan;
 Durasi aktifitas (mature, immature);
 Banyak kejadian hidrotermal; (overprinting of alteration)
 Hidrologi dan topografi.

Menurut Reyes (2000), data yang di peroleh dari mineralogi hidrotermal


yaitu:

 Temperatur (Mineralogi hidrotermal; Inklusi fluida)


 Kandungan kimia fluida/sumber fluida (Mineralogi hidrotermal :
Kumpulan mineral pH netral/pH asam; Diagram Stabilitas dan data
inklusi fluida)
 Permeabilitas;
 Proses hidrotermal;
 Sejarah temperatur.

Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral


sekunder tersendiri, tergantung kepada temperatur dan pH fluida panasbumi,
disebut sebagai himpunan mineral. Munculnya kumpulan mineral alterasi
tertentu akan menunjukkan komposisi pH fluida asal dan temperatur fluida
panasbumi tersebut.

Temperatur

22
Untuk penentuan temperatur dari kondisi geotermal, Reyes (2000)
mengklasifikasikan mineral yang sering di gunakan sebagai geotermometer
berdasarkan data geotermal di Filipina seperti pada Gambar berikut.

Mineral Indikator sebagai Geothermometer (Reyes, 2000)


Selain itu, inklusi fluida (kenapa tiba2 jadi inklusi fluida??) dapat
menentukan suhu, umumnya mineral yang digunakan adalah anhidrit, kuarsa,
kalsit, wairakit, K-Feldspar, siderit dan spalerit (Reyes, 2000). Inklusi fluida
homogen memberikan informasi diagram yang menyajikan suhu secara
presisi dan untuk menentukan suhu stabil suatu sumur.

23
Inklusi Fluida di Alto Peak, Filipina (Reyes, 2000)

Sumber Fluida

Himpunan alterasi mineral dapat mengindikasikan keasaman atau


kekorosifan suatu fluida, dibagi menjadi 2:

1. Alterasi pH Netral, berasosiasi dengan sistem geotermal mature


2. Alterasi Asam, berasosiasi dengan sistem geotermal immature

Tipe Alterasi

Mineral hidrotermal muncul sebagai mineral pengganti, pengisi


rongga, dan pengisi urat. Terbagi menjadi dua yaitu pengendapan langsung
dan penggantian:

A. Pengendapan langsung
Mineral sekunder akan terendapkan langsung dari fluida hidrotermal
yang membawanya. Mineral sekunder hasil pengendapan langsung ini
muncul pada rekahan dan rongga pada batuan (Browne, 1983 dalam
Vandani, 2014). Mineral pengisi mencerminkan proses yang

24
mempengaruhi fluida yang bersirkulasi seperti
pendidihan,pendinginan, percampuran fluida, dan perubahan pH
(Browne, 1983 dalam Utami, 2011). Mineral sekunder hasil
pengendapan langsung umumnya terdiri dari kuarsa, kalsit, anhidrit,
adularia, khlorit, dan zeolit.
B. Penggantian/Replacement
Mineral pengganti merekam interaksi antara batuan reservoar dengan
fluidahidrotermal (Browne, 1995 and 1998 dalam Utami, 2011).
Tingkat kehadiran penggantian ini bervariasi dan bergantung pada
permeabilitas (Browne, 1983).Umumnya tipe alterasi penggantian ini
bersifat meluas pada lapangan panas bumi (Utami, 2011). Mineral
sekunder yang hadir sebagai mineral pengganti umumnya kuarsa,
aktinolit, epidot, zeolit, prehnit, khlorit, serisit, kalsit, apatit, anhidrit,
oksida besi, dan mineral lempung.

Permeabilitas

Perpotongan sesar sebagai sumber permeabilitas salahsatunya??.


Bukti-bukti dari adanya keterdapatan sesar dapat dilihat dari:

 Zona permeabel terdeteksi pada sumur


 Vein melimpah
 Alterasi sepenuhnya pada batuan samel
 Kehadiran milonit dan batuan tersesarkan
 Kehadiran alterasi asam dibawah 200 m.

Mineral indikator permeabilitas baik : Kuarsa, Adularia, Wairakit, Kalsit,


Pirit, Illit. Mineral indikator permeabilitas buruk : Intensitas alterasi rendah,
kehadiran prehnite, pumpellit, pirhotit, dan melimpahnya titanit,
kemenerusan illit-smektit >230°C; matriks dolomit/siderit >180 °C.

Evolusi Fluida Geotermal

Evolusi fluida merupakan proses yang penting dalam analisis sistem


geotermal. Nicholson (1992) menjelaskan beberapa proses penyebab
terjadinya evolusi fluida geotermal. Proses yang pertama yaitu diakibatkan

25
oleh ketidakseimbangan antara recharge dan discharge air. Pada saat
masukan air berkurang, akan menurunkan tekanan dalam reservoir sehingga
kondisi pendidihan lebih mudah tercapai, sehingga fasa fluida pun dapat
berevolusi dari fasa air menjadi fasa uap. Proses selanjutnya disebabkan oleh
adanya gas CO yang sangat banyak di sekitar reservoir yang membuat air
klorida terkondensasi sangat cepat dan berpengaruh pada titik didihnya.
Pembebasan/degassing CO2 kembali menurunkan tekanan sehingga kondisi
boiling tercapai lebih dahulu, pada kondisi sangat dalam akibat fase fluida
berubah menjadi steam.

Sedangkan menurut Utami, dkk (1999), evolusi juga dapat


diakibatkan kondisi reservoir yang sangat permeabel sehingga larutan klorida
lama kelamaan mengendapkan kuarsa atau vein yang menutup pori yang
menyebabkan uap terpisah dan mengalami perubahan reservoir lalu baru
datanglah fraktur akibat tekanan menyebabkan reservoir kembali permeabel.

Metode Studi Alterasi Hidrothermal

Alasan pemilihan studi mineral alterasi hidrothermal ini karena


dapat menghasilkan informasi mengenai karakteristik geologi dan
penampang alterasi hidrotermal bawah permukaan daerah panas bumi yang
bersangkutan. Dengan tujuan yang lebih spesifik, yaitu:

1. Mengetahui litologi bawah permukaan


2. Menginterpretasi zona himpunan mineral alterasi berdasarkan
kedalaman
3. Menginterpretasi suhu, permeabilitas, dan jenis fluida panas bumi
4. Menentukan evolusi sejarah sistem panasbumi daerah penelitian
5. Menginterpretasi sistem panasbumi daerah penelitian
6. Menginterpretasi zona prospek daerah penelitian

Laporan pemetaan alterasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran


kepada mahasiswa dan masyarakat terhadap potensi suatu daerah panas bumi,
ditinjau dari sisi alterasi hidrotermal. Serta menjadi referensi bagi mahasiswa
atau masyarakat umum yang tertarik melakukan studi lanjut mengenai

26
pemetaan alterasi, mengingat belum banyak dokumen,jurnal, dan penelitian
yang dilakukan di Indonesia. Data penelitian ini juga dapat menjadi referensi
bagi perusahaan dalam mengembangkan eksplorasi panas bumi.

Respon yang Diamati

Respon yang diamati dari studi alterasi ini adalah mineral yang
terubahkan dari setiap sampel core dan cutting yang kemudian dilakukan
analisis megaskopis, petrografi, dan disfraksi sinar X (XRD) berdasarkan
sumur-sumur penelitian. Setelah itu, dari identifikasi mineral alterasi
hidrotermal yang kemudian dibagi kedalam himpunan zona berdasarkan
kedalaman, untuk mendapatkan interpretasi kondisi suhu, permeabilitas, jenis
fluida, zonasi himpunan mineral alterasi bawah permukaan, evolusi sejarah
sistem panas bumi. Kemudian dibuat model 2D penampang dari zona
himpunan mineral alterasi, dan hasil akhirnya adalah interpretasi terhadap
sistem panas bumi serta zona prospek daerah penelitian.

Sebaiknya susun ulang tinjauan pustaka kamu agar lebih runut. Buat pembahan
dari yang lebihumum ke lebih khusus. Saran saya

 Panas Bumi
o Klasifikasi sistem panas bumi
o Manifestasi
o Fumarol solfatara, alterasi, dll
 Pembahasan alterasi lebih detil
 Pembahasan geokimia air yang lebih mendetil
o Pembuatan konseptual model
 Tatanan Geologi WKP KS Orga
o Tektonik
o Litologi
o Struktur
o Sistem panas bumi
 Metode analisis: petrografi

27
o Klasifikasi batuan
o Identifikasi clay dengna petrografi
 Metode analisis: XRD
o Konsep XRD
o Identifikasi clay dengan XRD
 dst

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metode Deskriptif


Dalam tugas akhir ini, penelitian yang digunakan bersifat deskriptif
dengan menggunakan sampel serbuk bor (cutting). Metode deskriptif dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi mineral-mineral yang
hadir dalam sampel serbuk bor. Identifikasi mineral itu sendiri dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
1. Deskripsi secara megaskopis

28
2. Deskripsi secara mikroskopis
3.2. Metode Analisis
Metode analisis merupakan metode yang dipakai ketika metode
deskriptif sudah didapatkan hasil berupa data yang kemudian diolah untuk
dilakukan analisis. Hasil pengolahan data dari metode deskriptif akan
didapatkan data berupa litologi, stratigrafi, temperatur dan alterasi batuan
pada sumur penelitian. Kemudian data tersebut dikorelasikan dan dilakukan
analisis, sehingga akan didapatkan kesimpulan tentang kisaran kedalaman
dari reservoir dan karakteristiknya.
3.3. Tahapan Penelitian
Penelitian terdiri dari 4 tahapan pekerjaan yang meliputi :
1. Tahap studi pustaka, pengumpulan data-data sekunder dari
pengkajian literatur yang berhubungan dengan geologi daerah
penelitian dan berdasarkan teori yang mendukung penelitian ini.
Tahap studi pustaka ini sangat penting dipakai untuk menjadi acuan
pertama menentukan karakteristik dari wilayah yang akan diteliti.
2. Tahap pengumpulan data, pada tahap ini dilakukan pengumpulan
data- data primer antara lain dengan mengambil sampel serbuk bor
yang terdapat pada zona alterasi dan batuan reservoirnya. Sampel
batuan ini selanjutnya dianalisis untuk mengetahui sifat fisik dan
mineralogi batuan. Analisis sifat fisik batuan bertujuan untuk
mengetahui karakteristik sifat fisik batuan reservoirnya seperti
porositas, permeabilitas, dan densitas.
3. Tahap pengolahan dan analisis data, pada tahap ini terdiri dari
beberapa langkah, yaitu :
a. Analisis petrologi
Melakukan deskripsi berupa jenis litologi dan komposisi
mineral, kehadiran mineral alterasi dan intensitas alterasi
menggunakan sampel setangan dengan bantuan lup dan asam
khlorida (HCl).
b. Analisis petrografi

29
Melakukan deskripsi kehadiran mineral sekunder dalam sayatan
tipis sampel serbuk bor. Pengamatan dilakukan dengan bantuan
mikroskop polarisasi.
c. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)
Melakukan kualitatif maupun kuantitatif dengan
mengidentifikasi mineral individu misalnya lempung dan zeolit.
Sampel dipilih dari semua unit litologi dan dianalisis, kemudian
dipersiapkan untuk difraksi sinar-x dengan fraksi mikron <4
menggunakan pengaduk mekanis untuk memisahkan
phylosilicates dari matriks batuan. Kristal mineral yang akan
diidentifikasi misalnya zeolit, karbonat, lempung dan sulfida
yang dipetik dari sampel batuan dengan menggunakan mesin
penggilingan otomatis.
d. Analisa temperatur
Analisa dilakukan dengan melihat keterdapatan mineral yang
telah teralterasi sesuai suhu tempat mineral tersebut terbentuk
sebagai indikator.
4. Tahap interpretasi data
Interpretasi data dilakukan setelah semua tahapan mulai dari studi
pustaka, pengumpulan data serta tahapan pengolahan dan analisis
data yang telah selesai dilakukan.

3.4. Peserta
Mahasiswa yang mengajukan penelitian tugas akhir di PT KS
ORKA-Sorik Marapi merupakan mahasiswa Program Studi S1 Geologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,
yaitu :
Nama : Umima’tum Rikhasanah
NPM : 1606823771
E-mail : umimatum.rikhasanah@ui.ac.id
No. : 085771917400
3.5. Waktu dan Tempat Pengerjaan Tugas Akhir

30
Pelaksanaan penelitian tugas akhir diajukan oleh pemohon pada
Waktu : Januari – … 2020
Tempat :
Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dapat disesuaikan
dengan ketentuan dan kebijakan yang diberikan oleh perusahaan yang
diberitahukan ke pemohon.
3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan
Kegiatan
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Pekerjaan
Laboratorium
Analisis dan
Interpretasi
Penyusunan
Laporan Akhir

3.7. Diagram Alir

31
32
BAB IV

PENUTUP

Demikian rincian rencana penelitian Tugas Akhir yang saya ajukan kepada PT
KS ORKA-Sorik Marapi dan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut dilampirkan
juga surat pengantar dari Program Studi Geologi Universitas Indonesia, Curriculum
Vitae, dan catatan akademis mahasiswa. Kami juga menyatakan diri siap untuk
mengikuti prosedur yang ada dalam pelaksanaan pengerjaan tugas akhir dengan
sungguh-sungguh. Saya berharap pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dapat
dilaksanakan dengan baik dan mendapat bimbingan, bantuan, serta arahan dari
pihak instansi. Selain itu, pihak instansi diharapkan dapat ikut serta mengevaluasi
hasil pengerjaan penelitian tugas akhir yang akan dilakukan. Besar harapan saya
agar proposal penelitian tugas akhir ini dapat disetujui mengingat sangat berartinya
kegiatan ini. Atas kerja samanya, saya ucapkan terima kasih.

Depok, Juli 2019


Pemohon Tugas Akhir,

Umima’tum Rikhasanah
NPM. 1606823771

33
DAFTAR PUSTAKA

Bateman,A.M., (1956). The Formation Mineral Deposits, London : John Wiley &
Sons, Inc., New York : Chapman & Hall, Limited.
Browne, P. R. L., (1983). Lectures on Geothermal Geology and Petrology, Lecture
material on Geothermal Training Programme, United Nation University,
Iceland
Corbett, G.J., dan Leach, T.M., (1996). Southwest Pacific Rim Gold-Copper
System: Structure, Alteration, and Mineralization, Manual Kursus Singkat
Eksplorasi di Baguio, Philippines
Creasy, L. R. (1961). Presstressed Concrete Cylindrical Tanks. John Wiley & Sons
Hochstein, M.P. and Browne, P.R.L. Surface manifestations of geothermal systems
with volcanic heat sources. In Encylopedia of Volcanoes
Hochstein, M. P., (1995). Classification and Assessment of Geothermal Resources,
Geothermal Reservoir Course, Geothermal Institute, University of Auckland.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2017). Panduan Potensi Panas
Bumi
Nicholson, K. (1992). Geothermal fluids: chemistry and exploration techniques,
Springer Science & Business Media
Pirajno, F. (1992). Hydrothermal Mineral Deposits, Principles and Fundamental
Concepts for the Exploration Geologist., New York: Springer.
Reyes, Agnes G. (2000). Petrology and mineral alteration in hydrothermal systems:
from diagenesis to volcaninc catatstrophes.” The United Nations University
Sillitoe, R.H. (2010) Porphyry Copper Systems. Economic Geology, 105, 3-41.
Sutarto. 2004. Petunjuk Praktikum Endapan Mineral Edisi Kedua. Laboratorium
Endapan Mineral, Jurusan Teknik Geologi, UPN Veteran Jogjakarta
Utami, P. and Browne, P. R. L., (1996). Petrology of core and cutting samples from
wells ULB-01 and ULB-02, Ulumbu geothermal field, Flores, Indonesia,
Proceedings of 25th Silver Anniversary Convention Indonesian Petroleum
Association, p. 215 – 225
Utami, Pri, dan Browne. (1999). Subsurface hydrothermal alteration in the
kamojang geothermal field, west java, Indonesia.”

34
Utami, P., (2011). Hydrothermal Alteration and the Evolution of the Lahendong
Geothermal System, North Sulawesi, Indonesia, Thesis, The University of
Auckland
Vandani, C. P. K., Sari, I. W. A., Mulyaningsih, E., Utami, P., Yunis, Y. (2014).
Studi Alterasi Hidrotermal Bawah Permukaan di Lapangan Panas Bumi
“Beta”, Ambon dengan Metode Petrografi. Prosiding Seminar Nasional
Kebumian Ke-7. Yogyakarta
Wahyuningsih, Rina (2005). Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi
di Indonesia. Subdit Panas Bumi. Kolokium Hasil Lapangan-DIM
White, N., Hedenquist, J., Izawa, E., Arribas, A., (1996). Epithermal gold deposits:
Styles, characteristics, and exploration. Resource Geol. Spec. Publ.
Humas EBTKE ESDM (2018). Indonesia Peringkat 2 Produsen Listrik Panas Bumi
Lampaui Filipina. Dapat diakses di :
http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/28/1948/indonesia.peringkat.2.produse
n.listrik.panas.bumi.lampaui.filipina.?lang=en, diakses pada 24 Juni 2019

Humas EBTKE ESDM (2018). Buka IIGCE 2018, Menteri ESDM Paparkan
Terobosan Pengembangan Panas Bumi Indonesia. Dapat diakses di :
http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/28/1948/indonesia.peringkat.2.produse
n.listrik.panas.bumi.lampaui.filipina.?lang=en, diakses pada 24 Juni 2019

35

Anda mungkin juga menyukai