MORAL di SD
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Konsep Dasar PKN SD
Yang dibina oleh Bapak Drs. Imam Nawawi, M.Si
Disusun oleh
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah tentang Pendekatan PKN
Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD ini dapat dengan baik terselesaikan
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada
Bapak Drs. Imam Nawawi, M.Si selaku Dosen pengampu mata kuliah Konsep
Dasar PKN SD yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya, hal ini dikarenakan keterbatasan
waktu, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penyusun, oleh karena itu
penyusun sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun
untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, semoga Allah SWT,
membalas amal kebaikannya. Amin.
Dengan segala pengharapan dan doa semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
2.1 Pendidikan Nilai dan Moral dalam Standar Isi PKn SD ........................ 4
2.3 PKn sebagai Mata Pelajaran yang Memiliki Misi Pendidikan Nilai
dan Moral ................................................................................................................ 7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
nilai keagamaan dari tanggungjawabnya. Dalam konteks itu maka pendidikan nilai
moral di Indonesia mencakup nilai moral keagamaan dan nilai moral sosial juga
nilai sosioestika.
Dengan berubahnya Pendidikan Kewaraganegaraan Negara (PKN) menjadi
Pendidikan Moral Pendidikan (PMP) Bbaik menurut Kurikulum tahun 1975/1976
maupun Kurikulum tahun 1984, pengembangan civic virtue dan civic culture dalam
praksis demokrasi, yang seyogyanya menjadi jati diri PKN, berubah menjadi
pendidikan prilaku moral, yang dalam kenyataannya lepas dari konteks pendidikan
cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi. Hal ini terjadi, seperti juga pada perubahan
kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975, antara lain karena belum berkembangnya
paradigma civic Education yang melandasi dan memandu pengembangan
kurikulumnya.
Di SD PPKn bertujuan untuk menanamkan sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari yang didasarkan kepada nilai-nilai Pancasila baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, dan memberikan bekal kemampuan
untuk mengikuti pendidikan di SLTP” (Depdikbud, 1993:1).
1. Bagaimana pendidikan nilai dan moral dalam standar isi PKn SD?
2. Bagaimana pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD?
3. Bagaimana PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki misi pendidikan nilai
dan moral?
4. Bagaimana merancang dan mengembangkan nilai dalam proses
pembelajaran PKn untuk semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pendidikan nilai dan moral dalam standar
isi PKn SD.
2. Untuk mengetahui dan memahami pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai
dan moral di SD.
3. Untuk mengetahui dan memahami PKn sebagai mata pelajaran yang
memiliki misi pendidikan nilai dan moral.
3
PEMBAHASAN
4
5
umum meliputi substansi kurikuler yang di dalamnya mengandung nilai dan moral
sebagai berikut.
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, Cinta
lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan Negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata
tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan
daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem
hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak Asasi Manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
Penghormatan dan perlindungan ham.
4. Kebutuhan warga Negara, meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan
warga Negara.
5. Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan kontitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
6. Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daearah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem
politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem
pemerintahan, Pers dalam mastrakat demokrasi.
7. Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara dan ideology
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, Pengamatan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan shari-hari, Pancasila sebagai ideologgi
terbuka.
8. Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan
organisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi, dan
Mengevaluasi globalisasi.
6
atau moral. Dalam konteks Pendidikan Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan, yang
merupakan mata pelajaran yang sarat dengan nilai sosial, pendidikan nilai yang
mencakup substansi dan proses pengembangan nilai patriotisme yang sengaja
dikemas untuk melahirkan individu sebagai warga negara yang cerdas dan baik,
rela berkorban untuk bangsa dan negara.
Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal
1 butir 1 UU Sidikan 20/2003, ditegaskan bahwa pendidikan adalah: … Usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut
dalam pasal 3 dikemukakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
2.3 PKn sebagai Mata Pelajaran yang Memiliki Misi Pendidikan Nilai dan
Moral
oleh Budi Pekerti yang diintegrasikan kedaiam semua mata pelajaran dan usaha
sekolah, mata pelajaran Agama yang diatur oleh Kementrian Agama, dan
Kelompok Pengetahuan Sosial yang mencakup Ilmu Bumi dan Sejarah. Sedangkan
di dalam Kurikulum SMA tahun 1950/1951, kelihatannya diwadahi oleh mata
pelajaran Tata Negara, Sejarah, dan Ilmu Bumi. (Djojonegoro, 1996:96-100)
Sebagai perbandingan, pada tahun 1954 dikeluarkan Undang-Undang
No.12 Tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, yang
pada dasarnya merupakan pemberlakuan kembali UU No. 4 Tahun 1950 di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kurun waktu berlakunya
undang-undang tersebut terbit Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965, yang
isinya antara lain menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk “...melahirkan
warga negara sosialis, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Masyarakat
Sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun materiil dan yang
berjiwa Pnacasila...” (Djojonegoro, 1996:103). Tujuan tersebut, tampaknya bersifat
ambivalen karena menekankan pada pengembangan warga negara yang sosialis,
dan yang berjiwa Pancasila, dan memberi indikasi masuknya paham komunisme,
yang memang pada saat itu masuk melalui PGRI nun-vak sentral yang beraliran
kiri. Pada era inilah SMP dan SMA muncul mata pelajaran “Civics” yang isinya
didominasi oleh materi indoktrinasi Manipol USDEK. Pelajaran Civics ini pada
kenyataanya digunakan untuk kepentingan indoktrinasi penguasa pada saat itu.
Jika dianalisa secara cermat, baik ide, instrumentasi, maupun praksisnya,
walaupun namanya sudah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan Negara, yang
dapat diidentikkan dengan Civic Education di Amerika Serikat, nuansa
kurikulernya masih kental dengan sifat indoktrinasi dengan sedikit aplikasi
pendekatan yang demokratis. Dalam kondisi belum berkembangnya paradigma
civic Education untuk Indonesia, pada tahun 1975/1976 muncul mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang visi misinya berorientasi pada value
inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Kondisi ini
bertahan sampai disempurnakannya Kurikulum PMP Thun 1975/1976 menjadi
Kurikulum PMP tahun 1984, dengan visi dan misi yang sama namun dengan
muatan baru Pedoman Pemahaman, Penghayatan, dan Pengalaman Pancasila (P-4)
atau Eka Prasetya Pancakarsa, dengan 36 butir nilai Pncasila sebagai muatannya.
15
Namun demikian visi dan misinya masih kental dengan value inculcation, yang ada
dasarnya merupakan improvisasi dari unavoidable indoctrination.
Dengan berubahnya Pendidikan Kewaraganegaraan Negara (PKN) menjadi
Pendidikan Moral Pendidikan (PMP) Bbaik menurut Kurikulum tahun 1975/1976
maupun Kurikulum tahun 1984, pengembangan civic virtue dan civic culture dalam
praksis demokrasi, yang seyogyanya menjadi jati diri PKN, berubah menjadi
pendidikan prilaku moral, yang dalam kenyataannya lepas dari konteks pendidikan
cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi. Hal ini terjadi, seperti juga pada perubahan
kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975, antara lain karena belum berkembangnya
paradigma civic Education yang melandasi dan memandu pengembangan
kurikulumnya.
Keadaan ini ternyata terus berlanjut sampai berubahnya Kurikulum PMP
1984 menjadi Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
tahun 1994, yang walaupun namanya mencakup kajian pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1989,
tetapi karakteristik kurikulernya sangat kental dengan pendidikan moral Pancasila,
yang didominasi oleh proses value inculcation dan knowledge dissemination. Hal
tersebut dapat disimak dari profil kurikulum PPKn 1994, yang menunjukkan
karakteristik sebagai berikut (Depdikbud:1993). Di SD PPKn bertujuan untuk
menanamkan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan
kepada nilai-nilai Pancasila baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat, dan memberikan bekal kemampuan untuk mengikuti pendidikan di
SLTP” (Depdikbud, 1993:1). Sementara itu di SLTP, PPKn bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan menghayati nilai-
nilai Pancasila dalam rangka pembentukan sikap dan perilaku sebagai pribadi,
anggota masyarakat dan warga negara yang bertanggung jawab serta memberi
bekal kemampuan untuk mengikuti pendidikan di jenjang pendidikan menengah”
(Depdikbud, 1994:2). Sedangkan di SMU, PPKn bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan mengembangkan kemampuan memahami, mengahayati, dan
meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman berperilaku dan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menjadi warga negara yang
16
bertanggung jawab dan dapat diandalkan, serta memberi bekal kemampuan untuk
belajar lebih lanjut. (Depdikbud, 1994b:2)
Keadaan itu sangat paradoksal dengan hakikat kehidupan bermasyarakat-
bangsa dan bernegara yang cenderung lebih bersifat dan bernuansa holistik. Oleh
karena itu proses pembelajaran lebih mendorong pada penerimaan nilai Pancasila
sebagai kapalan dari pada sebagai tilikan holistik yang kontekstual.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa PPKn 1994 secara paradigmatik
sesungguhnya masih sama dengan PMP sebelumnya. Dengan kata lain, Pendidikan
Pancasila masih tetap berperan sebagai core atau concerto-nya, dengan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu accompanyment-nya. Dari situ dapat
dipahami, mengapa prilaku demokratis yang cerdas dan religius, yang menjadi
karakteristik civic Education dalam masyarakat madani, belum sepenuhnya
berkembang dalam masyarakat-bangsa Indonesia. Hal itu tampak dalam berbagai
gejala lawlessness atau ketakpatuhan hukum yang melanda semua lapisan
masyarakat-bangsa Indonesia saat ini. Demokrasi ternyata kini lebih banyak
diucapkan sebagai retorika politik, dari pada diwujudkan dalam perilaku
bermasyarakat-bangsa dan bernegara Indonesia. Sepertinya pendidikan moral
Pancasila yang disampaikan melalui PPKn di Sekolah dan Penataran P-4 diberbagai
lapisan masyarakat nyaris tanpa bekas dan tanpa makna (meaningless).
Isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat yang lebih cenderung bersifat
sekuler dan berpijak serta bermuara pada perkembangan moral kognitif, kiranya
terdapat beberapa hal yang dapat diadaptasikan bagi kepentingan pendidikan nilai
di Indonesia dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
18
18
19
3.2 Saran
1. Untuk para tenaga pendidik di sekolah dasar, agar selalu menanamkan dan
mengembangkan pendidikan nilai dan moral kepada para peserta didik
dalam setiap proses belajar mengajar.
2. Untuk para peserta didik di sekolah dasar, agar selalu menerapkan
pendidikan nilai dalam setiap kegiatan sehari-hari.
3. Untuk para orang tua, agar selalu menanamkan, menguatkan,
mengembangkan dan menerapkan pendidikan nilai dan moral kepada anak-
anaknya di rumah dan di setiap kegiatan sehari-hari.
4. Untuk pemerintah, agar selalu merancang dan mengembangkan pendidikan
nilai dan moral dalam proses pembelajaran di setiap jenjang pendidikan,
khususnya di jenjang sekolah dasar.
19
DAFTAR RUJUKAN
20