Anda di halaman 1dari 3

C.

Malpraktek dalam Keperawatan


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.Malpraktik lebih spesifik dan
terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum.
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat
dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan
segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban
penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari
apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap
pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan
rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut secara
hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya
penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera
fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan cedera yang
dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran
kewajiban perawat terhadap pasien).

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas.Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.

Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :


Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih
jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara
adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan
laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan
dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut
akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini,
perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat, misalnya
menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya
informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah kesalahan
tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa
mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang
jelas berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data
baru yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk
pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan
tulisan. Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap
pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi,


kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan
dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah
kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling
berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang
baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
D. Pembuktian Malpraktek di Bidang Pelayanan Kesehatan
Malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan di wilayah tersebut.
Andaikan akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat
terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treaement) karena perikatan dalam transaksi terapeutik
antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning
verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat verbintenis).
Sebagai contoh adanya complain terhadap tenaga perawatan dari pasien yang menderita radang uretra
setelah pemasangan kateter. Apakah hal ini dapat dimintakan tanggung jawab hukum kepada tenaga
keperawatan?Yang perlu dipahami semua pihak apakah ureteritis bukan merupakan resiko yang melekat
terhadap pemasangan kateter?Apakah tenaga perawatan dalam memasang kateter telah sesuai dengan
prosedur professional?Hal-hal inilah yang menjadi pegangan untuk menentukan ada dan tidaknya
malpraktek.
Apabila didakwa telah melakukan kesalahan profesi,hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi
siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam mebuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal ini tenaga perawatan didakwa telah melakukan criminal malpractice, harus dibuktikan apakah
perbuatan tenaga perawatan tersebut telah memenuhi unsur tindak pidananya yakni:
a. Apakah perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin yang salah (sengaja, ceroboh, atau hanya
kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehungga
mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya
unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati
ataupun kurang praduga.

Anda mungkin juga menyukai