Anda di halaman 1dari 14

Pada hari Kamis tepatnya tanggal 18 November 2019, kami melakukan

kunjungan industri ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) untuk memenuhi


mata kuliah Radiokimia dan Kimia Inti. Rombongan terdiri dari ±100 orang dan
dibagi menjadi dua bis agar memudahkan dalam pembagian alokasi yang
dikunjungi di BATAN. Sesampainya disana kami disuguhkan dengan video awal
mula sejarah BATAN. Badan Tenaga Nuklir Nasional, disingkat BATAN,
adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Indonesia yang bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatan tenaga nuklir. Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian
teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk
Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara tersebut mempunyai
tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif
dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga
atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65
tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom
dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 1964
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5
Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi
nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang
iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama
(Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa
fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat
Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga
Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987)
disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji
keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas nuklir lainnya.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No.
10 tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur
pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir(BATAN) dengan unsur pengawas
tenaga nuklir (BAPETEN).
BATAN memiliki fasilitas pemanfaatan teknik berkas neutron, difraksi sinar-X dan Teknik
Analisis Nuklir untuk litbang material, industri, kesehatan dan lingkungan. Teknik Berkas Neutron
dan Analisis Nuklir memiliki keunggulan dibandingkan teknik-teknik lain seperti mampu
mengkarakterisasi bahan yang mengandung unsur-unsur ringan dengan akurasi dan sensitifitas
yang tinggi dalam penentuan unsur. Teknik berkas neutron dan difraksi sinar-X adalah dua dari
sekian banyak teknik yang digunakan untuk karakterisasi material. Aplikasi kedua teknik tersebut
merupakan komplemen satu sama lain, meliputi spektrum yang cukup lebar baik dari jenis dan
dimensi material, maupun pada skala waktu, energi eksitasi dan transfer momentum dari proses-
proses fisika, kimia maupun biologi yang terjadi pada material. Teknik berkas neutron, difraksi
sinar-X dan teknik analisis nuklir dapat memecahkan permasalahan di bidang industri, lingkungan
dan kesehatan. melalui proses reaksi nuklir antara neutron dengan uranium yang berlangsung di
teras reaktor akan menghasilkan populasi (hamburan) neutron sebanyak 10pangkat4
neutron/cm/detik. Dengan jumlah tersebut, neutron aktif digunakan untuk karakterisasi struktur
unsur logam dan menganalisis unsur lingkungan dengan akurasi lebih tinggi dibandingkan dengan
metode lainnya.

Destinasi pertama yang kami kunjungi yaitu radioisotop dan radiofarmaka.Kami


Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju dan
mengunjungi bagian
Radioisotop dan radiofarmaka

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI (PROSES


DASAR)

Ringkasan

Jika partikel bermuatan listrik menembus ke dalam materi, maka atom materi
tersebut akan tereksitasi dan atau terionisasi. Karena pengaruh medan listrik
inti atom maka arah partikel bermuatan akan berbelok dengan tiba-tiba dan
kecepatannya berkurang, sehingga kemudian energinya habis. Arah gerak
elektron, yaitu partikel bermuatan, berbelok dengan tajam pada saat
bertumbukan dengan atom, sebaliknya energi partikel berat bermuatan listrik
tidak begitu berkurang sewaktu bertumbukan dengan atom dan tidak
mengalami perubahan arah, sehingga dapat melaju dengan lurus. Oleh
karena itu untuk partikel berat bermuatan listrik, pengurangan laju radiasi
karena menembus materi tak perlu diperhitungkan. Peristiwa bergabungnya
positron dan elektron dan berubah menjadi 2 foton yang masing-masing
berenergi 0,51 MeV disebut anihilasi elektron. Semakin pendek panjang
gelombang foton, kekuatan menembusnya ke dalam materi semakin besar.
Pada saat menembus materi, radiasi  dapat kehilangan energi karena adanya
efek fotolistrik dan efek Compton. Pada saat berinteraksi dengan materi,
foton yang energinya lebih besar daripada 1,02 MeV dapat membentuk satu
pasang elektron yang terdiri dari positron dan negatron. Dalam reaksi inti
yaitu penyerapan neutron oleh inti, inti atom dapat memancarkan bermacam-
macam partikel misalnya proton, deuteron, partikel , neutron dan radiasi .

Uraian

1. Interaksi radiasi  dan elektron dengan materi.

1.1. Pengurangan energi.

Jika menembus materi, radiasi  berenergi tinggi akan kehilangan energinya


menurut 2 tahap sebagai berikut:

a. atom tereksitasi atau terionisasi oleh energi radiasi ,


b. sewaktu melaju di dekat inti atom materi, radiasi  dibelokkan arahnya
oleh medan listrik inti atom dan kecepatannya berkurang, dengan
hilangnya energi tersebut menyebabkan terjadinya atenuasi radiasi
(Bremstrahlung).

Setiap kali partikel  bertumbukan dengan atom, arah geraknya mengalami


pembelokan yang besar dan pergerakannya zigzag seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 1. Penyerapan radiasi di dalam materi dihitung menurut rumus
eksponensial.

Jika energi elektron menjadi lebih besar dari beberapa MeV, ada kemungkinan
inti atom dapat tereksitasi, tetapi persentasenya sangat kecil.

Pada proses Bremstrahlung energi elektron (E) berbanding dengan kuadrat


nomor atom (Z) dibagi massa elektron (E = (Z/m)2).

1.2. Daya perlambatan.

Energi partikel bermuatan listrik yang hilang per satuan jarak pada waktu
menembus materi disebut daya perlambatan linear (S). Perbandingan S dan
kerapatan materi () disebut daya perlambatan massa (Sm = S/), artinya
energi yang hilang pada materi bermassa 1 g dengan luasan 1 cm2. Meskipun
materinya berbeda, daya perlambatan massa terhadap radiasi  atau elektron
hampir sama, karena Sm tidak berubah secara drastis.

1.3. Kurva serapan dan jangkauan radiasi 

Pada Gambar 2 diperlihatkan kurva serapan radiasi  dari P-32 oleh


aluminium. Jarak yang dilalui partikel sampai energi geraknya habis disebut
jangkauan maksimum radiasi .

1.4. Hamburan.

Hamburan partikel  disebabkan oleh interaksinya dengan inti atom atau


elektron orbital materi. Untuk memperkecil hamburan digunakan materi
dengan nomor atom yang kecil. Pada pengukuran radioaktivitas radiasi ,
dapat terjadi hamburan radiasi  oleh materi pendukung sumber. Peristiwa ini
disebut hamburan balik dan akan mempengaruhi hasil pengukuran. Besarnya
hamburan balik bergantung pada nomor atom dan tebal materi penghambur,
makin tebal materi hamburan balik makin besar, sampai mencapai nilai
konstan, dan disebut hamburan balik jenuh. Koefisien hamburan balik
berubah berdasarkan nomor atom dan tebal materi pendukung, energi
radiasi , dan faktor lain. Jika materi cukup tebal, maka nilai koefisiennya
konstan, hal ini disebut koefisien hamburan balik jenuh.

Hubungan antara hamburan balik jenuh dengan nomor atom materi


penghambur diperlihatkan pada Gambar 3.

1.5. Anihilasi pasangan elektron-positron.

Pada interaksi positron dengan materi, energi geraknya dapat berkurang


hingga habis seperti halnya pada interaksi antara elektron dengan materi.
Positron yang kehilangan energi geraknya bergabung dengan elektron dan
berubah menjadi 2 buah foton yang dipancarkan ke arah yang berlawanan.
Peristiwa ini disebut anihilasi pasangan. Dalam hal ini, karena seluruh massa
pasangan menjadi energi foton, maka energi masing-masing foton adalah
0,51 MeV.

2. Interaksi partikel berat bermuatan listrik dengan materi.

Partikel bermuatan listrik selain elektron disebut partikel berat bermuatan


listrik. Pada saat menembus materi, partikel berat bermuatan listrik
mengionisasi dan atau mengeksitasi atom, sama seperti halnya elektron, dan
karena massanya lebih besar daripada elektron, maka partikel tersebut tidak
kehilangan banyak energinya sewaktu bertumbukan dengan elektron, dan
juga cenderung tidak mengalami perubahan arah sehingga mampu
menembus dengan arah lurus (Gambar 1). Pengurangan energi partikel berat
bermuatan listrik pada saat interaksi, umumnya dapat diabaikan, sehingga
perlambatannya tidak dipengaruhi oleh materi. Jika partikel, yang
merupakan partikel berat bermuatan listrik, menembus materi, maka jumlah
pasangan ion per satuan jarak (ionisasi spesifik) bertambah bersamaan
dengan berkurangnya kecepatannya. Di udara, ionisasi spesifik menunjukkan
energi maksimal sebesar 370 keV, yaitu 3 milimeter dari akhir
lintasan. Gambar 4 memperlihatkan kurva yang menunjukkan ionisasi spesifik
sepanjang lintasan radiasi , dan disebut "kurva Bragg". Peristiwa ini juga
berlaku untuk partikel berat bermuatan listrik lain misalnya proton dan
deuteron.

3. Interaksi foton dengan materi.

3.1. Koefisien atenuasi.

Jika radiasi  atau radiasi-X menembus materi, maka akan terjadi interaksi
dengan materi dan mengalami pengurangan energi. Atenuasi karena interaksi
adalah proses pengurangan energi foton atau perubahan arah foton. Rasio
atenuasi foton dalam materi yang tebalnya 1 cm disebut koefisien atenuasi
(). Pada umumnya, semakin besar energi foton, semakin besar juga nilai -
nya. Oleh karena itu, daya tembus foton dalam materi semakin besar bila
panjang gelombangnya semakin pendek. Pada materi tertentu, koefisien
atenuasi dapat berubah berdasarkan rapat jenis materi tersebut, disebut
koefisien atenuasi massa (m). Untuk materi tertentu, koefisien atenuasi
massa yang hanya berhubungan dengan panjang gelombang foton, dan
merupakan rasio atenuasi foton dengan luasan 1 cm2 dan massa 1 g.
Pada Gambar 5diperlihatkan atenuasi foton oleh timbal.

3.2. Efek fotolistrik.

Peristiwa terlepasnya elektron orbital suatu atom karena interaksi dengan


radiasi  dinamakan efek fotolistrik. Elektron yang dilepaskan pada peristiwa
tersebut disebut fotoelektron, dan energi geraknya adalah selisih antara
energi ionisasi elektron orbital dan energi radiasi . Pada saat energi
radiasi  kecil, kebanyakan fotoelektron terlepas dengan arah tegak lurus
pada arah radiasi, tetapi bila energinya besar maka fotoelektron terpancar ke
arah depan dalam jumlah yang banyak. Secara teori, semakin besar ikatan
antara elektron dan inti atom maka semakin besar persentase terjadinya efek
fotolistrik; untuk elektron pada kulit K akan terjadi efek fotolistrik sebesar
kira-kira 80%.
3.3. Efek Compton.

Peristiwa terjadinya tumbukan antara foton dan elektron dalam suatu atom
yang mengakibatkan sebagian energi foton menjadi energi gerak elektron dan
sebagian energi hamburan foton disebut efek Compton (Gambar 6). Bila
energi foton cukup besar, efek Compton dapat terjadi pada elektron orbital
yang energi ikatnya dapat diabaikan. Selanjutnya, seperti diperlihatkan
pada Gambar 6, elektron dianggap sebagai elektron bebas, energi dan
momentumnya sama besar sebelum dan sesudah bertumbukan. Dalam hal ini
terjadi tumbukan elastis sempurna antara foton dan elektron. Koefisien
atenuasi pada efek Compton ialah jumlah dari perbandingan energi gerak
elektron antibonding dan perbandingan energi hamburan foton. Koefisien
atenuasi pada efek Compton sebanding dengan nomor atom materi.

3.4. Produksi pasangan.

Pada waktu foton yang berenergi lebih dari 1,02 MeV menembus materi dan
mendekati inti atom, karena pengaruh medan listrik yang kuat dari inti atom,
foton berubah dan membentuk satu pasangan yaitu positron dan elektron
yang masing-masing berenergi sebesar 0,51 MeV. Peristiwa ini disebut
produksi pasangan. Energi sebesar 1,02 MeV ini disebut nilai batas ambang
produksi pasangan. Jumlah koefisien atenuasi radiasi  pada produksi
pasangan makin bertambah bersamaan dengan bertambahnya energi foton,
di sisi lain juga sebanding dengan Z (Z+1) dari materi. Jumlah koefisien
atenuasi efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan disebut
koefisien atenuasi linear. Pada Gambar 5 diperlihatkan koefisien atenuasi
foton oleh timbal.

4. Interaksi neutron dengan materi.

Karena neutron tidak bermuatan listrik, seperti halnya foton, maka jarak
lintasannya menembus materi lebih panjang daripada jarak tembus partikel
bermuatan listrik. Dan meskipun tidak berenergi tinggi, neutron dapat masuk
dengan mudah ke dalam inti atom. Oleh karena itu neutron mempunyai peran
penting dalam interaksinya dengan inti atom.

Dalam reaksi inti yang berupa penyerapan neutron, akan dipancarkan partikel
misalnya proton, deuteron, partikel , neutron, radiasi  dan kombinasi
sejumlah partikel tersebut. Reaksi penyerapan neutron oleh inti dapat
mengakibatkan reaksi pembelahan inti atom menjadi 2 atau lebih inti hasil
belah. Pada umumnya, makin kecil energi neutron maka semakin besar
probabilitas terjadinya reaksi inti.

Dengan neutron yang berenergi kurang dari 500 keV, terjadi hamburan
elastis dan tangkapan neutron, reaksi seperti ini memperlihatkan hamburan
elastis dan tangkapan resonansi terhadap energi spesifik. Bila energi neutron
kecil, probabilitas tangkapan berbanding terbalik dengan kecepatan neutron
yaitu 1/v (hukum 1/v). Dengan neutron yang mempunyai energi sekitar 500
keV hingga 10 MeV, selain hamburan elastis dan tangkapan elektron, dapat
juga terjadi hamburan inelastis dan transformasi inti. Dengan energi sekitar
10 MeV hingga 50 MeV, mungkin terjadi pancaran lebih dari 2 partikel. Akibat
hamburan elastis, sebagian energi neutron dapat dipindahkan menjadi energi
inti atom. Semakin kecil massa inti atom, maka semakin besar energi neutron
yang hilang akibat tumbukan. Berdasarkan hal ini, inti atom hidrogen dapat
menurunkan energi neutron secara efisien karena massanya sama.

BATAN Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka untuk Penuhi


Kebutuhan Kesehatan di Indonesia

(Serpong, 22/11/2017) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai penyedia teknologi produksi
radioisotop dan radiofarmaka, bekerja sama dengan PT. Kimia Farma, telah berhasil memproduksi secara
komersial 3 (tiga) produk kit-radiofarmaka dan 2 (dua) senyawa bertanda untuk berbagai tujuan aplikasi
kesehatan, seperti diagnosa kanker tulang, diagnosa kanker tiroid, terapi paliatif kanker hingga diagnosa
penyakit jantung dan ginjal. Selain itu, BATAN juga tengah melakukan riset produksi radiofarmaka yang
potensial dimanfaatkan untuk diagnosa penyakit TBC, fungsi paru dan jantung, serta terapi keloid, kanker tiroid
dan prostat.

Saat ini masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengenal pemanfaatan nuklir untuk pengobatan
maupun tentang kedokteran nuklir di Indonesia. “Oleh karena itu kita ingin terus menerus menggiatkan dan
mempromosikan apa itu nuklir, termasuk kedokteran nuklir,” demikian disampaikan oleh Kepala BATAN, Djarot
Sulistio Wisnubroto dalam sambutan pembukaan acara Temu Bisnis Penggunaan Radioisotop dan
Radiofarmaka yang digelar oleh BATAN di Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi, Kawasan Puspiptek,
Tangerang Selatan, Rabu (22/11).

Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI), Eko Purnomo, menyampaikan saat ini banyak
masyarakat Indonesia yang melakukan pengobatan dengan kedokteran nuklir di luar negeri, dimana
dibutuhkan biaya yang tinggi dan antrian yang cukup panjang. Masyarakat kurang mendapat informasi bahwa
kedokteran nuklir di Indonesia telah mampu melakukan pengobatan yang sama. “Ada tiga syarat yang harus
dipenuhi untuk dapat memberikan layanan kedokteran nuklir, yaitu ada alatnya, ada SDMnya (dokter spesialis
Kedokteran Nuklir) dan ada radioisotop/radiofarmakanya,” kata Eko.

Pada acara Temu Bisnis ini BATAN bersama para stakeholders membahas upaya meningkatkan
komersialisasi dan pemanfaatan produk BATAN, khususnya produk radioisotop dan radiofarmaka. Para
stakeholders terdiri dari produsen dan distributor radioisotop dan radiofarmaka, rumah sakit, industri pengguna
produk, badan regulasi, calon pengguna potensial serta penyedia jasa layanan transportasi produk radioisotop
dan radiofarmaka. Sehingga diperoleh pemetaan potensi pengembangan komersialisasi produk radioisotop
dan radiofarmaka dibidang kesehatan dan industri serta berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi oleh
pengguna.
Dari hasil kegiatan ini, Djarot menyimpulkan terdapat 4 point yang harus dilakukan untuk meningkatkan
komersialisasi dan pemanfaatan produk BATAN, khususnya produk radioisotop dan radiofarmaka. Yang
pertama adalah perlunya menjaga kontinuitas ketersediaan produk radioisotop dan radiofarmaka, agar para
pengguna dapat terlayani dengan baik.

Kedua, perlu dilakukan koordinasi yang intens (sampai ke level pelaksana) dengan para regulator yaitu
BAPETEN, BPOM dan Kementrian Kesehatan dengan menekankan pentingnya teknologi nuklir untuk
kesejahteraan masyarakat selain pentingnya masalah keamanan dan keselamatannya. Dijajaki kemungkinan
regulasi satu pintu, meskipun tidak mudah.

Ketiga, BATAN sebagai clearing house teknologi nuklir di Indonesia dapat melakukan tindakan yang lebih aktif
untuk menjawab permasalahan yang muncul terkait teknologi nuklir di Indonesia. Keempat, perlu adanya
sinergi yang baik dan saling mendukung diantara para mitra pengguna maupun industri radioistop dan
radiofarmaka.

“BATAN akan sangat senang kalau bisa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi masyarakat,
khususnya pemanfaatan radioisotop dan radiofarmaka yang merupakan hasil atau produk dari reaktor nuklir
kita sendiri,” kata Djarot. “Jangan sampai kita bergantung pada import,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua PKNI, Eko Purnomo menambahkan, ini menjadi tugas kita bersama untuk meningkatkan
pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia agar masyarakat kita tidak lari ke luar negeri. “Kedokteran nuklir
butuh dukungan dari berbagai pihak terkait, termasuk BATAN. Kita harus bekerja bersama, tidak bisa sendiri-
sendiri, harus saling mendukung untuk berkembang dan maju bersama,” kata Eko. “Dengan sering
berkomunikasi, akan diperoleh solusi-solusi terbaik untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat
Indonesia,” pungkasnya. (mirah)

Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju


Nama PUI: Pusat Unggulan Iptek Sains dan Teknologi Baterai dan MagnetLembaga Induk: Badan Tenaga
Nuklir NasionalProvinsi: BantenWebsite: http://www.batan.go.id/pstbmAlamat: Gd. 43, Kawasan
PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Selatan

Profil PSTBM BATAN

Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) mempunyai visi menjadi unggulan di regional dalam bidang
material maju dan teknologi nuklir. Tugas utama untuk pengembangan material maju yang berdampak pada
industri dan masyarakat dengan memanfaatkan berbagai fasilitas, termasuk teknologi nuklir sebagai salah satu
keunggulan lembaga litbang BATAN. Kegiatan litbang Material Maju yang dilaksanakan meliputi material
baterai, material magnet dan material temperatur tinggi, yang diharapkan dapat menjawab solusi permasalahan
energi, kesehatan, lingkungan, hankam dan industri. Selain dari itu, kegiatan ini mendukung peningkatan
pemanfaatan SDA lokal, sesuai dengan rencana jangka panjang menengah nasional (RPJMN 2015-2019).

PSTBM BATAN didukung oleh fasilitas nuklir yang merupakan satu-satunya di Indonesia, yaitu Reaktor Riset
Serbaguna GA.Siwabessy, dengan fasilitas nuklir terpadu, yaitu laboratrium Hamburan Neutron, Radiografi
Neutron dan Analisis Aktivasi Neutron. Selain dari itu, PSTBM memiliki potensi SDM yang berkualifikasi
pendidikan tinggi S2/S3, profesor, professional dan juga memiliki kompetensi yang sesuai dengan kepakaran di
bidang material maju dan teknologi nuklir. Jejaring kerjasama dengan berbagai institusi baik secara nasional,
regional maupun internasional yang dilakukan selama ini merupakan modal utama dari PSTBM. Pengakuan
masyarakat ilmiah pada PSTBM, sudah dibuktikan dengan melahirkan dua organisasi Indonesian Neutron
Scattering Society (INSS) dan Indonesian Materials Research Soceity (MRS-Ina) yang sudah diakui oleh
organisasi internasional.
Program hilirisasi hasil produk unggulan PSTBM sudah dilaksanakan melalui kerja sama industri yang didanai
melalui program INSINas Konsorsium, Program Pengembangan Teknologi Industri dan Program Inovasi
Industri yang dibiayai oleh Kemenristekdikti.

Produk Hasil Litbang

1. MIBI
Fungsi : untuk diagnosis
fungsi Jantung
Deskripsi
Produk : Teknologi ini
digunakan untuk
mendeteksi penyakit arteri
koroner dan mengevaluasi
fungsi myocardial.
Kit MIBI (methoxyisobutylis
onitrile) merupakan
radiofarmaka untuk
diagnosis perfusi miokard
(otot jantung) dan
diagnosis fungsi jantung.
Keunggulan : Hasil
pencitraan menggunakan
MIBI memberikan informasi
yang lebih akurat tentang
kondisi jantung pasien
(pencitraan fisiologis bukan
anatomis). Diagnosis
jantung menggunakan
radiofarmaka telah menjadi
modalitas utama di
beberapa negara, sehingga
jumlah pemanfaatannya
sangat besar. Sebelumnya,
belum ada teknologi
produksi radiofarmaka ini di
dalam negeri sehingga
seluruh kebutuhan
radiofarmaka di dalam
negeri harus diimpor dari
luar negeri.
Izin edar dari BPOM
Nomor: GKL1412428144A1
Tgl 30 Januari 2014

2. MDP
Fungsi : untuk diagnosis
tulang.
Deskripsi Produk : Kit
MDP (methylene
diphosphonate) merupakan
penyidik tulang untuk
diagnosa kelainan pada
tulang seperti : mengetahui
anak sebar tumor pada
tulang, tumor tulang
primer, infeksi pada tulang
dan penyakit metabolik
tulang.
Keunggulan : Dapat
memberikan gambaran
sebaran kanker di dalam
tulang di seluruh tubuh. Hal
ini mutlak dilakukan dalam
penentuan stadium
penyakit kanker. Produk ini
dapat digunakan untuk
mengetahui adanya
metastasis kanker di tulang
yang sulit dideteksi dengan
metode lainnya. Pengguna
selama ini menggunakan
produk impor yang kurang
terjamin kualitasnya akibat
dari proses pengangkutan.
Izin edar dari BPOM
Nomor: GKL1412428044A1,
Tgl 30 Januari 2014

3. DTPA
Fungsi : untuk diagnosis
fungsi ginjal.
Deskripsi
Produk : Teknologi ini
merupakan teknologi yang
digunakan untuk pencitraan
ginjal, untuk menilai perfusi
ginjal dan untuk
menentukan GFR
(Glomerular Filtration Rate).
Keunggulan : Produk ini
dapat digunakan untuk
mengukur GFR yang sulit
diukur dengan metode
lainnya secara akurat.
Sebelumnya, belum ada
teknologi produksi ini di
dalam negeri. Pengguna
selama ini menggunakan
produk impor yang kurang
terjamin kualitasnya akibat
dari proses pengangkutan
yang kondisinya sulit
terjaga dengan baik. Hasil
pencitraan menggunakan
DTPA memberikan
informasi yang lebih akurat
tentang kondisi ginjal
pasien. Hasil tersebut
diperlukan oleh klinisi
dalam menentukan
langkah-langkah
penanganan pasien
Izin edar dari BPOM
Nomor: GKL1412427944A1,
Tgl 30 Januari 2014
4. Radiofarmaka
Senyawa Bertanda Sm- 153

EDTMP
Fungsi : digunakan untuk
terapi paliatif pada
penderita kanker yang
sudah metastasis.
Deskripsi
Produk : Radiofarmaka S 153

m-EDTMP ini dapat


digunakan untuk terapi
paliatif pada penderita
kanker, termasuk kanker
tulang akibat metastasis.
Sediaan ini dapat
menggantikan morfin untuk
mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan oleh penderita
kanker di tulang.
Keunggulan
: Radiofarmaka ini dapat
mengurangi rasa nyeri
akibat kanker di tulang
selama sekitar 1 bulan.
Khasiat ini jauh lebih
unggul dibandingkan
dengan morfin yang hanya
efektif beberapa saat saja
serta adanya efek adiktif
dari morfin.
Izin edar dari BPOM
Nomor: GKL1612428843A1,
Tgl 31 Oktober 2016
5. Radiofarmaka
Senyawa Bertanda I- 131

MIBG
Fungsi : untuk diagnosa
dan terapi kanker
neuroblastoma
Deskripsi
Produk : Radiofarmaka
131I -MIBG
(metaiodobenzylguanidine)
merupakan radiofarmaka
untuk diagnosis dan terapi
kanker neuroblastoma.
Sebagai bahan diagnosis
telah mendapat ijin edar
dari Badan POM, sedang
sebagai bahan terapi masih
memerlukan uji klinis lebih
lanjut.
Keunggulan
: Radiofarmaka ini dapat
digunakan untuk
mendeteksi kanker
neuroblastoma, termasuk
sebarannya. Hasil diagnosis
ini sangat diperlukan untuk
menentukan tindakan yang
tepat. Diagnosis ini masih
sulit dilakukan dengan
metode lainnya.
Pengguna dapat
memperoleh layanan
kesehatan ini di tanah air
dengan produksi dalam
negeri karena produk ini
sulit sekali jika harus
diimpor dari luar negeri
mengingat harus segera
digunakan setelah dibuat.
Tidak dapat disimpan
dalam waktu lama.
Izin edar dari BPOM
Nomor: GKL1412427843A1,
Tgl 5 September 2014

6. Radiofarmaka
Senyawa Bertanda I- 125

Seed Brakhiterapi
Fungsi : untuk terapi solid
tumor, seperti: prostat,
payudara dll.
Deskripsi
Produk : Sumber radiasi
laju dosis rendah untuk
terapi kanker payudara dan
prostat, ditanamkan
(implantasi) ke dalam
jaringan kanker dengan
dampak yang kecil
terhadap sel-sel tubuh
disekitarnya dan dalam
penanganan tidak
memerlukan rawat inap.
Keunggulan : Penanganan
kanker dengan seed
brakhiterapi ini memilki
efek samping yang relatif
kecil. Fasilitas yang
diperlukan pun relative
sederhana mengingat
kecilnya radioaktivitas
radioisotop yang
digunakan. Penderita
kanker tidak perlu ke luar
negeri untuk mendapatkan
pelayanan dengan seed
brakhiterapi. Beberapa
rumah sakit dari luar negeri
sangat gencar menawarkan
pelayanan dengan seed
brakhiterapi kepada para
penderita kanker di dalam
negeri.
Dalam proses registrasi ke
Kementrian Kesehatan oleh
PT. Kimia Farma, Tbk.

Anda mungkin juga menyukai