Anda di halaman 1dari 114

E06S-01

PETUNJUK PERCOBAAN

BASIC ELECTRICITY TRAINER


PT961104
+15V +15V +15V +15V +15V +15V

+5V POWER SUPPLY +5V +5V VARIABLE POWER SUPPLY +5V +5V 3-PHASE TRANSFORMER +5V
PTE-022-01 PTE-022-02 PTE-022-03

10
8 12
6 14
0 - 20V AC
4 16 MAX. 1A

2 18
0 20

+ 0 - 20V DC

- MAX. 1A

MIN. MAX.

ON

OFF

GND GND GND GND GND GND

-15V -15V -15V -15V -15V -15V

Jl. PUDAK No. 4 Bandung 40113, Jawa Barat-INDONESIA - Phone. +62-22-727 2755 (Hunting)
Fax. +62-22-720 7252 - E-mail: contact@pudak.com - Website: www.pudak.com
 
Kata Pengantar

Pesawat latih Basic Electricity Trainer dipersiapkan untuk praktek dasar elektronika.
Pesawat latih ini dirancang dalam bentuk modul dan box section sehingga pemakai
mudah mempergunakannya dan mengambil suatu pengertian.
Untuk menunjang proses belajar mengajar praktek elektronika, perlu ada petunjuk
yang mendasari terlaksananya proses belajar mengajar tersebut. Oleh karena itu buku
petunjuk praktek ini dibuat dan menyertai peralatan.
Namun demikian, para pemakai pesawat latih "Basic Electricity Trainer" diharapkan telah
mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penggunaan alat-alat ukur seperti
Osiloskop, Pencacah Frekuensi (Frequency Counter), Generator Fungsi (Function
Generator), dan Multimeter.

Pudak Scientific

i
 
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................ i


Daftar Isi .................................................................................................................... iii

I Pendahuluan ...................................................................................................... 1

II Percobaan-percobaan

EE060001 Teknik Pengukuran DC ........................................................................ 3


EE060002 Hukum Ohm ......................................................................................11
EE060003 Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan ...............................................13
EE060004 Hambatan Paralel dan Pembagi Arus ...................................................16
EE060005 Jembatan Wheatstone ........................................................................19
EE060006 Hambatan Tidak Linear.......................................................................22
EE060007 Hubungan Seri dan Paralel Batere .......................................................30
EE060008 Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel ..................................................34
EE060009 Kapasitor dan Hambatan Terseri .........................................................39
EE060010 Kumparan dalam Rangkaian DC ..........................................................42
EE060011 Transformasi Tegangan dan Arus ........................................................45
EE060012 Prinsip Kerja Relay .............................................................................51
EE060013 Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan ....................................................54
EE060014 Pengaruh Sinyal AC pada Kapasitor .....................................................60
EE060015 Pengaruh Sinyal AC pada Kumparan ....................................................63
EE060016 RLC Seri dan Resonansi Seri ...............................................................66
EE060017 RLC Paralel dan Resonansi Paralel .......................................................70
EE060018 Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RC Paralel ...................................74
EE060019 Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RL Paralel ....................................77
EE060020 Kompensasi Seri.................................................................................80
EE060021 Kompensasi Paralel ............................................................................84
EE060022 Penyerah Setengah Gelombang...........................................................88
EE060023 Penyearah Gelombang Penuh .............................................................93
EE060024 Rangkaian Tiga Fasa ....................................................................... 102

III Lampiran

A. Gambar Peralatan
B. Cara Merakit Rak Panel

iii
 
I. Pendahuluan

Pada buku petunjuk percobaan ini disajikan langkah-langkah penggunaan perangkat latih
Basic Electricity secara sistematis dan jelas dalam melaksanakan percobaan yang meliputi:
EE060001 Teknik Pengukuran DC
EE060002 Hukum Ohm
EE060003 Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan
EE060004 Hambatan Paralel dan Pembagi Arus
EE060005 Jembatan Wheatstone
EE060006 Hambatan Tidak Linear
EE060007 Hubungan Seri dan Paralel Batere
EE060008 Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel
EE060009 Kapasitor dan Hambatan Terseri
EE060010 Kumparan dalam Rangkaian DC
EE060011 Transformasi Tegangan dan Arus
EE060012 Prinsip Kerja Relay
EE060013 Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan
EE060014 Pengaruh Sinyal AC pada Kapasitor
EE060015 Pengaruh Sinyal AC pada Kumparan
EE060016 RLC Seri dan Resonansi Seri
EE060017 RLC Paralel dan Resonansi Paralel
EE060018 Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RC Paralel
EE060019 Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RL Paralel
EE060020 Kompensasi Seri
EE060021 Kompensasi Paralel
EE060022 Penyerah Setengah Gelombang
EE060023 Penyearah Gelombang Penuh
EE060024 Rangkaian Tiga Fasa
Setiap nomor percobaan terdiri atas beberapa komponen yang telah disusun
sedemikian rupa sehingga mempermudah pemakai untuk melakukan persiapan,
proses, dan mengambil suatu pengertian.
Komponen-komponen yang dimaksud terdiri dari:

Nomor Percobaan

Menunjukkan urutan percobaan yang ada pada buku ini.

Judul Percobaan

Memberikan gambaran arah dan penekanan percobaan yang akan dilakukan.

Pendahuluan |1
1. Tujuan Percobaan

Memberikan petunjuk tentang sasaran yang akan dicapai atau perubahan tingkah
laku yang diharapkan setelah melaksanakan kegiatan percobaan

2. Pendahuluan

Memberikan suatu gambaran pengetahuan awal sebagai bekal untuk melakukan


suatu percobaan agar tidak terjadi kesalahan dalam menerjemahkan hasil
percobaan.

3. Buku Bacaan

Adalah daftar buku yang perlu dibaca agar penguasaan materi pada suatu
percobaan cepat tercapai.

4. Peralatan

Terdiri atas dua jenis yaitu:

Utama: yang berarti peralatan tersebut adalah kelengkapan yang


menyertai pesawat latih.
Pendukung: yang berarti peralatan tersebut sebagai penunjang dalam praktek
namun tidak menyertai pesawat latih (tambahan yang harus
disiapkan sendiri).

Kedua jenis peralatan tersebut merupakan kelengkapan yang harus disiapkan


untuk melaksanakan suatu kegiatan percobaan.

5. Langkah Kerja

Merupakan petunjuk yang harus diikuti dalam proses melaksanakan suatu


kegiatan praktek karena erat kaitannya dengan hasil yang akan dicapai.

6. Kesimpulan / Tugas

Memberikan suatu gambaran tentang hasil praktek yang telah dilakukan sekaligus
merupakan kontrol apakah percobaan yang dilakukan sudah dimengerti atau tidak.

Di samping hal-hal di atas, buku ini juga menyertakan gambar rangkaian


masing-masing modul yang menyertai pesawat latih. Hal ini berguna untuk
membantu pemakai dalam mempelajari komunikasi sistem digital lebih teknis
serta berguna dalam hal perbaikan bila terjadi kerusakan pada pesawat latih
Basic Electricity Trainer ini.

2 | Pendahuluan
Teknik Pengukuran DC EE060001

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Membaca skala dan cara menggunakan alat ukur.


2. Menggunakan perangkat papan plug-in sebagai perangkat bantu percobaan
yang berkaitan dengan rangkaian sederhana.
3. Memahami sifat dasar arus dan tegangan listrik.

II. Pendahuluan

Dalam perancangan sistem elektronika diperlukan pengertian hal-hal yang


berhubungan dengan pengukuran dan juga tentang tegangan dan arus listrik.

Untuk melakukan pengukuran yang benar diperlukan pengetahuan dan


keterampilan pembacaan meter yang digunakan secara baik. Selain itu juga
diperlukan pengetahuan mengenai sifat-sifat alat ukur yang digunakan dalam
pengukuran, sehingga kesalahan pengukuran dan kerusakan alat ukur yang
dipergunakan dapat dihindari.

Untuk mengukur arus yang melalui suatu beban digunakan amperemeter yang
dihubungkan secara seri, sedangkan untuk mengukur tegangan pada kedua ujung
beban digunakan voltmeter yang dihubungkan secara paralel dengan beban tersebut.

Bidang elektronika juga erat kaitannya dengan besaran arus dan tegangan listrik,
sehingga seharusnya kedua besaran tersebut dikuasai secara baik, sehingga
benar pada penerapannya.

Sumber energi rangkaian elektronika juga mengacu sifatnya kepada kedua


besaran tersebut di atas sehingga sumber energi ini harus juga dikuasai sifat
dasarnya. Khusus untuk sumber tegangan ada istilah yang disebut polaritas,
yaitu pasangan kutub-kutub keluaran sumber yang ditandai oleh tanda (+) yang
disebut polaritas positif dan tanda (-) yang disebut polaritas negatif. Hal yang
terakhir ini wajib diperhatikan bila kita bekerja pada rangkaian listrik, terutama
pada sumber DC.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi-materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr, dan J.E. Kemmerly, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E, "An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach",
Mc.Graw-Hill, Singapore, 1987.

Teknik Pengukuran DC | 3
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supplyl PTE-022-01
Variable Power Supply PTE-022-02
Saklar SPST
Lampu 6V
Penghambat 3,3Ω/2W, 10Ω, 47Ω, 4k7Ω
2 penghambat 1kΩ
Jumper
Kabel penghubung
Meter dasar (Basic Meter)
2 batere besar
Pendukung: Multimeter digital

V. Langkah Kerja

1. Pembacaan Alat Ukur

a. Siapkan meter dasar dan catu-daya tegangan variabel.


b. Dengan posisi saklar catu-daya utama dalam keadaan terbuka,
hubungkan catu-daya ke tegangan PLN.
c. Hubungkan kabel merah ke kutub (+) catu-daya tegangan dan
pembacaan rentangan meter 50V. Kemudian hubungkan kabel hitam
ke kutub (-) catu-daya tegangan variabel dan terminal sekrup ke
soket meter dasar yang bertulisan 0.
d. Kemudian hidupkan catu-daya. Perhatikan pembacaan meter.
e. Lakukan hal yang sama pada nilai rentangan meter dan beberapa
nilai tegangan yang lain, dengan sebelumnya dikonsultasikan dahulu
pada guru.

2. Membuat rangkaian dan mengenal sifat dasar arus/tegangan listrik

a. Siapkan papan plug-in, saklar, catu-daya tegangan utama, lampu 6V,


dan multimeter digital.
b. Hubungkan keseluruhannya menurut Gambar 1.1b di bawah ini.
Sebagai amperemeter gunakanlah multimeter digital.

Gambar 1.1a

4| Teknik Pengukuran DC
+15V +15V

POWER SUPPLY
+5V +5V
A

Jumper

GND GND

-15V
PU D A K
S C I E N T IF IC -15V

Gambar 1.1b
c. Perhatikan yang terjadi pada lampu dan pembacaan amperemeter
ketika jumper belum dan sudah dipasang.
d. Ganti jumper (salah satu penghubung U) dengan menggunakan
saklar SPST.
e. Apa yang terjadi dengan lampu sebelum dan sesudah saklar dihidupkan?
Hasilnya sama dengan menggunakan jumper (penghubung). Hal ini
memperlihatkan bahwa saklar berfungsi sama dengan jumper, tetapi
dengan menggunakan saklar menghidupkan dan mematikan lampu
menjadi lebih mudah.
f. Dalam keadaan saklar tertutup, catat nilai pembacaan arus pada
amperemeter dan polaritas kutub-kutub sumber tegangannya pada
Tabel 1.1b.
g. Kemudian buka saklar. Tukarkan polaritas sumber tegangan.
Tabel 1.1

No. Polaritas (positif/negatif) I (ampere)


1 Positif
2 Negatif
h. Kemudian tutup kembali saklar. Catat kembali nilai pembacaan arus
pada amperemeter dan polaritas kutub-kutub sumber tegangannya
dengan melengkapi Tabel 1.1.
i. Pada percobaan ini diperlihatkan bahwa arah arus berubah bila
polaritas sumber tegangan berubah.

Teknik Pengukuran DC | 5
3. Cara Menggunakan Amperemeter dan Voltmeter untuk Pengukuran

a. Siapkan papan plug-in, dua buah baterai besar, penghambat 3.3Ω/2


watt, dan multimeter digital.
b. Untuk rangkaian listrik pada Gambar 1.2, ingin diketahui besar
tegangan dan arus yang melalui penghambat 3.3Ω. Untuk itu
dirancang suatu rangkaian pada papan plug-in seperti pada Gambar
1.2. Terlihat bahwa untuk mengukur tegangan E, voltmeter dipasang
secara paralel dengan penghambat, sedangkan untuk mengukur arus
I, amperemeter dipasang secara seri dengan penghambat.

I s E

R = 3.3Ω

1.5 V B1
L = 6V
1.5 V B2

Gambar 1.2
c. Tutup saklar. Catat nilai pembacaan voltmeter dan amperemeter pada
Tabel 1.2.
Tabel 1.2

No. E (volt) I (ampere)


1
2

6| Teknik Pengukuran DC
4. Pengukuran Hambatan dalam Alat Ukur

a. Siapkan papan plug-in, catu daya DC, penghambat 1kΩ dan 4,7kΩ,
serta dua buah voltmeter.
b. Buat rangkaian seperti Gambar 1.3.

R1
V1
1kΩ V
10 Volt
V
V2 R2
4k7Ω

Gambar 1.3
c. Pasang catu-daya DC pada rangkaian; atur keluarannya agar
memberi tegangan sebesar 10 volt.
d. Nyalakan catu daya dan catat tegangan R1 sesuai dengan yang
ditunjukkan oleh voltmeter.
e. Matikan catu daya dan buat perhitungan tegangan R1 dengan
R1
menggunakan persamaan pembagi tegangan V1 = ⋅ VIN .
R1 + R 2

f. Bandingkan tegangan R1 hasil pengukuran dengan hasil perhitungan.


Hal ini dapat terjadi karena pengaruh hambatan dalam alat ukur (Ri)
yang terhubung paralel dengan R1.
g. Hitung besar hambatan dalam voltmeter (Ri) dengan menggunakan
V1 ⋅ R2 R ⋅R
persamaan R1,i = , R i = 1 1,i
V − V1 R1 + R1,i

h. Ganti catu-daya DC dengan catu-daya AC seperti pada Gambar 1.4.

R1
V1
1KΩ V

10 Volt V
V2 R2
4K7Ω

Gambar 1.4

Teknik Pengukuran DC | 7
i. Nyalakan catu daya. Atur tegangan keluarannya sehingga menjadi 10 volt.
j. Catat tegangan R1 sesuai dengan yang ditunjukkan oleh voltmeter.
k. Matikan catu daya dan buat perhitungan tegangan R1 dengan
R1
menggunakan persamaan pembagi tegangan V1 = ⋅ VIN
R1 + R 2

l. Bandingkan tegangan R1 hasil pengukuran dengan hasil perhitungan.


Perbedaan ini dapat terjadi karena pengaruh hambatan dalam alat
ukur (Ri) yang terhubung paralel dengan R1.
m. Hitung besar hambatan dalam voltmeter (Ri) dengan terlebih dahulu
menghitung R1,i (R1,i adalah penghambat paralel antara hambatan
dalam alat ukur dan R1) menggunakan persamaan
V1 ⋅ R2 R ⋅R
R1,i = , R i = 1 1,i .
V − V1 R1 + R1,i

5. Meningkatkan rentang ukur amperemeter

a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, penghambat 1kΩ,


10Ω dan 47Ω dan dua buah amperemeter.
b. Perkirakan besarnya arus yang akan diukur untuk menentukan rentang
ukur amperemeter (diperkirakan arus yang lewat di sekitar 15mA).
c. Pada papan plug-in buatlah rangkaian seperti pada Gambar 5.5
R3

R2

A
I1

R1
15V
1KΩ

I2

Gambar 1.5
d. Ukur masing-masing arus (I1 dan I2) pada rangkaian dan isi Tabel 1.3.
Tabel 1.3

Rparalel I1 ( mA ) I2 ( mA )

10Ω
47Ω
10Ω//47Ω

8| Teknik Pengukuran DC
e. Pasang penghambat 10Ω, paralel dengan amperemeter pertama dan
ukur juga masing-masing arus.
f. Lakukan hal yang sama untuk penghambat 47Ω paralel dengan
penghambat 10Ω dengan 47Ω.
g. Dari percobaan terlihat bahwa arus yang terukur lebih kecil karena
pemasangan penghambat, pemasangan penghambat ini diperlukan
untuk meningkatkan rentang ukur amperemeter. Jika arus yang
terukur setengah arus tanpa penghambat paralel, hambatan dalam
amperemeter sama dengan penghambat yang dipasang paralel,
I1 R
sesuai dengan persamaan = 1 .
IRp RP

h. Hitung pula hambatan dalam amperemeter dengan menggunakan


(I2 − I1 )
persamaan R i = ⋅ R2 .
I1

6. Meningkatkan Rentang Ukur Voltmeter

a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, penghambat 1kΩ,


1kΩ, 4k7Ω, dan voltmeter, lalu susun rangkaian seperti pada Gambar 1.6.
b. Perkirakan besarnya tegangan yang akan diukur untuk menentukan
rentang ukur voltmeter (di sekitar 15 volt).

R1
15V
1KΩ
V

R2

Gambar 1.6

c. Ukur tegangan pada R1 dan catat pada Tabel 1.4.


Tabel 1.4

Vin (volt ) R (Ω) VR1(volt )

15 1k

15 1k + 1k

15 1k + 4,7k

Teknik Pengukuran DC | 9
d. Pasang R2 seri dengan R1 masing-masing sebesar 1kΩ dan ukur juga
tegangan pada R1.
e. Lakukan hal yang sama untuk penghambat 4,7kΩ
f. Dari percobaan terlihat bahwa tegangan yang terukur lebih kecil
karena pemasangan penghambat diperlukan untuk meningkatkan
rentang ukur voltmeter.

VI. Kesimpulan
1. Pada pembacaan skala meter harus diperhatikan rentang ukur meter yang
digunakan agar pada penggunaanya tidak melebihi batas kemampuannya
(tidak menyebabkan kerusakan meter).
2. Pembacaan meter dilakukan dengan jalan membagi jarak antara nilai
utama pada skala dengan jumlah skala terkecil yang ditunjukkan, kemudian
dengan melihat jarum dapat diketahui besarnya nilai pengukuran.
3. Arus mengalir pada sumber tegangan dari polaritas negatif ke positif,
sedangkan pada beban dari polaritas positif ke negatif.
4. Untuk mengukur tegangan pada suatu beban, voltmeter dirangkai secara
paralel dengan beban tersebut.
5. Untuk mengukur arus pada suatu cabang, amperemeter dirangkai secara
seri dengan elemen-elemen yang ada pada cabang tersebut. Arus masuk
ke terminal (+) amperemeter dan keluar dari terminal (-)amperemeter.

10 | Teknik Pengukuran DC
Hukum Ohm EE060002

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami hukum


ohm dan aplikasinya.

II. Pendahuluan

Elektronika merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki hukum-hukum tersendiri.


Karena itu hukum-hukum itu harus difahami agar gejala-gejala listrik yang terjadi
dapat dianalisis. Salah satu hukum yang paling mendasar, yaitu hukum Ohm,
menjadi topik percobaan kali ini.

III. Buku Bacaan

Untuk menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan ini, Anda


disarankan membaca buku:

1. Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E, "An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach",
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Hambatan 100Ω
Jumper
Kabel Penghubung
Meter dasar (Basic Meter)
Pendukung: Multimeter digital

V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, hambatan 100Ω,
saklar, dan multimeter digital.
2. Dengan posisi saklar terbuka, rangkailah alat-alat sesuai dengan Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Hukum Ohm | 11
3. Hidupkan saklar. Dengan meter ukurlah arus I dan tegangan E, dan ukurlah
hambatan R dengan multimeter. Kemudian isi dan lengkapi Tabel 2.1.
Tabel 2.1

E2/R I2.R
No. E (volt) I (amp) R (Ω) I.R (volt) E.I (watt)
(watt) (watt)
1
2
3
4. Daya yang didisipasikan oleh hambatan berupa kalor yang nilainya sesuai
dengan rumus:
P = E.I = I2.R = E2/R.
5. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai E = I.R. Hubungan ini disebut
persamaan hukum Ohm. Hukum Ohm sendiri berbunyi: "Tegangan yang
terdapat pada suatu elemen rangkaian elektronika sama dengan perkalian
arus yang melaluinya dan hambatan antara kedua ujungnya".

VI. Kesimpulan
1. Hubungan antara arus, tegangan, dan hambatan dijelaskan oleh Hukum
Ohm yang berbunyi "Tegangan yang terdapat pada suatu komponen
rangkaian elektronika sama dengan perkalian arus yang melaluinya dan
hambatan antara kedua ujungnya".
2. Dengan menggunakan hukum Ohm nilai hambatan suatu komponen
elektronika dapat diketahui, bila tegangan antara ujung-ujung elemen
tersebut dan arus yang melaluinya diketahui.

12 |Hukum Ohm
Hambatan Seri dan
EE060003
Pembagi Tegangan

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Menentukan rangkaian ekuivalen hambatan yang dirangkai secara seri.


2. Memahami sifat pembagi tegangan.
3. Memahami hukum Kirchhoff.

II. Pendahuluan

Suatu rangkaian elektronika biasanya mengandung simpul (node) dan simpal


(loop). Hubungan dasar elemen-elemennya dapat berupa hubungan seri atau
paralel. Simpul adalah suatu (titik) persekutuan ujung-ujung elemen-elemen
rangkaian elektronika. Simpal adalah gabungan elemen-elemen rangkaian
elektronika yang membentuk suatu hubungan tertutup. Hubungan seri adalah
hubungan dua atau lebih buah elemen rangkaian elektronika yang memiliki satu
simpul atau titik sekutu. Hubungan paralel adalah hubungan beberapa elemen
rangkaian elektronika yang memiliki satu simpul pada setiap ujungnya.
Contohnya seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1

Elemen E4 dan E5 memiliki hubungan paralel dan elemen E6 dan E7 memiliki


hubungan seri.

Pada percobaan ini pula akan diperkenalkan suatu hukum dasar yang lain, yaitu
hukum Kirchhoff.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi-materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E, "An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach",
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan | 13


IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Penghambat 47Ω
Penghambat 100Ω
Lampu 6V
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Multimeter digital
V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya I1 R1=47 Ω
tegangan utama, saklar SPST, dua S I2
V2
buah penghambat dengan nilai
masing-masing 47Ω dan 100Ω,
5 V V1 V3 R 2 =1 00 Ω
lampu 6V, dan multimeter digital.

I3

Gambar 3.2
2. Dengan keadaan saklar SPST terbuka (off), buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 3.2 dengan menggunakan papan plug-in.
3. Tutup saklar! Dengan menggunakan multimeter ukurlah arus I1, I2, dan I3,
serta V1, V2, dan V3, juga R1 dan R2. Catat hasilnya pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
No. Besaran listrik Tanpa lampu Dengan lampu
1 V1 ....................(volt)
2 V2 ....................(volt)
3 V3 ....................(volt)
4 I1 .....................(amp)
5 I2 .....................(amp)
6 I3 .....................(amp)
7 R1 ....................(Ω)
8 R2 ....................(Ω)
9 V2+V3 ..............(volt)
10 V1 : V2 : V3 1 : ... : ... 1 : ... : ...
11 R1+R2...............(Ω)
12 Req....................(Ω)
13 (R1+R2) : R1 : R2 1 : ... : ... 1 : ... : ...

14 |Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan


4. Dengan keadaan saklar terbuka, cabutlah catu-daya tegangan dan saklar.
5. Kemudian ukurlah dengan multimeter hambatan yang terpasang secara seri
tersebut. Sebut hasil pembacaan ini disebut Req. Kemudian isikan hasil itu
pada Tabel 3.1.
6. Dari Tabel 3.1 terlihat hubungan bahwa pada rangkaian tak bercabang setiap
titik memiliki nilai arus yang sama.
7. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa tegangan sumber merupakan penjumlahan
masing-masing tegangan (V1 = V2 + V3 atau V1 - V2 - V3 = 0). Hal ini
dinyatakan oleh hukum Kirchhoff tentang tegangan, yang berbunyi: "Tegangan
pada sumber terdistribusi pada rangkaian, tertutup (simpal)".
8. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa hambatan dan nilai tegangan yang terjadi memenuhi
hubungan: V1 : V2 : V3 = (R1+R2) : R1 : R2. Hubungan ini disebut hukum pembagi
tegangan.
9. Terlihat bahwa suatu penghambat seri dapat diganti oleh penghambat yang
besarnya ekuivalen (setara) (Req), yang besarnya adalah jumlah masing-
masing hambatan (Req=R1+R2).
10. Tambahi rangkaian dengan lampu 6 volt seperti pada Gambar 3.3 di bawah ini.

Gambar 3.3
11. Catat kembali nilai arus I1, I2, dan I3, serta V1, V2, dan V3.
12. Lengkapi Tabel 3.1.
13. Terlihat bahwa hukum pembagi tegangan tidak lagi benar karena penambahan
beban. Hal ini terjadi karena beban tidak diperhitungkan.

VI. Kesimpulan
1. Arus pada setiap titik dalam suatu simpal tunggal (rangkaian tak bercabang)
selalu sama.
2. Sesuai dengan Hukum Kirchhoff tentang Tegangan, jumlah keseluruhan
tegangan dalam suatu simpul tertutup selalu sama dengan nol.
3. Beberapa hambatan yang terhubung seri memiliki nilai hambatan total yang
sama dengan jumlah keseluruhan masing-masing hambatan tersebut.
Hubungan yang demikian akan membentuk suatu pembagi tegangan.

Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan | 15


Hambatan Paralel dan
EE060004
Pembagi Arus

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Menentukan rangkaian ekuivalen penghambat paralel.


2. Memahami sifat pembagi arus.
3. Memahami hukum Kirchhoff.

II. Pendahuluan

Rangkaian penghambat paralel memiliki persamaan sifat dengan rangkaian


penghambat seri. Hanya besarannya saja yang berubah, yaitu seluruh pemikiran
mengenai arus diubah menjadi tegangan dan seluruh pemikiran mengenai
tegangan diubah menjadi arus, serta seluruh pemikiran mengenai hambatan
berubah menjadi kebalikan hambatan tersebut, yang biasanya disebut admitansi.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi-materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E, "An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach",
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Penghambat 47Ω
Penghambat 100Ω
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Multimeter digital

V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, saklar, dua buah
penghambat dengan nilai masing-masing 47Ω dan 100Ω, dan
multimeter digital.

16 |Hambatan Paralel dan Pembagi Arus


2. Dengan keadaan saklar SPST
terputus, buatlah rangkaian seperti
pada Gambar 4.1 dengan
menggunakan papan plug-in.

Gambar 4.1

3. Ukur arus I1, I2, dan I3, juga tegangan V, serta hambatan R1 dan R2. Catat
hasilnya pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1

No. Besaran listrik Nilai


1 E (volt)
2 I1 (amp)
3 I2 (amp)
4 I3 (amp)
5 R1 (Ω)
6 R2 (Ω)
7 I2+I3 (amp)
8 1/R1
9 1/R2
10 1/R1+1/R2
11 (1/R1+1/R2):1/R1:1/R2 1 : ... : ...
12 Req (Ω)
13 1/Req
14 I1:I2:I3 1 : ... : ...
4. Dengan keadaan saklar terbuka (off), ukurlah dengan multimeter hambatan
penghambat yang terpasang secara paralel tersebut. Nyatakan hasil pembacaan
tersebut sebagai Req, kemudian isikan hasil tersebut pada Tabel 4.1!
5. Terlihat pada Tabel 4.1 bahwa nilai I1 merupakan penjumlahan nilai arus
yang lain (I1=I2+I3). Gejala ini dapat diterangkan oleh Hukum Kirchhoff
tentang Arus, yang berbunyi:
“Jumlah arus yang masuk ke titik simpul sama dengan jumlah arus yang
keluar dari titik simpul itu.” Atau: “Jumlah aljabar arus di suatu titik simpul
sama dengan nol”. Dengan persamaan: ∑I = 0
6. Terlihat juga pada tabel tersebut bahwa I1:I2:I3=(1/R1+1/R2):(1/R1):(1/R2).
Hubungan ini disebut pembagi arus.
7. Terlihat bahwa suatu penghambat paralel dapat diganti oleh satu
penghambat ekuivalen (Req) yang kebalikan nilai besarnya (1/Req) sama
dengan jumlah masing-masing kebalikan hambatan penghambat itu
(1/Req=1/R1+1/R2).

Hambatan Paralel dan Pembagi Arus | 17


VI. Kesimpulan
1. Sesuai dengan Hukum Kirchhoff, jumlah seluruh arus yang masuk pada
suatu simpul sama dengan nol.
2. Beberapa penghambat yang terhubung paralel memiliki nilai hambatan
total yang kebalikan nilainya sama dengan jumlah masing-masing kebalikan
nilai penghambat tersebut. Hubungan yang demikian akan membentuk
pembagi arus.

18 |Hambatan Paralel dan Pembagi Arus


Jembatan Wheatstone EE060005

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami sifat dan
kegunaan jembatan Wheatstone.

II. Pendahuluan

Pada bagian lalu telah diperkenalkan hubungan seri dan hubungan paralel. Ada lagi
suatu hubungan yang disebut Jembatan Wheatstone, yang biasa digunakan pada
penerapan penggunaan sensor. Karena itu sifat hubungan ini patut dipelajari.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi-materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr, dan J.E. Kemmerly, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta,


1991.
2. Scott, D.E, "An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach",
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Penghambat 560Ω, 470Ω, 330Ω, 270Ω, 100Ω.
Potensiometer 1kΩ
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital

V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, lima buah penghambat
yang masing-masing nilainya 560Ω, 470Ω, 330Ω, 270Ω, dan 100Ω,
potensiometer 1kΩ, saklar, dan multimeter digital.
2. Dengan saklar SPST sumber tegangan dalam keadaan terputus (off),
susunlah rangkaian seperti pada Gambar 5.1 pada papan plug-in.

Jembatan Wheatstone | 19
Gambar 5.1
3. Hidupkan saklar dan ukurlah beberapa nilai V1, I1, V2, I2, V3, I3, V4, I4, VL,
dan IL, kemudian lengkapi Tabel 5.1. Namakan prosedur ini Percobaan I.
Tabel 5.1
Percobaan I Percobaan II
Data 1 Data 2 Data 3 Data 1 Data 2 Data 3
V1
V2
V3
V4
VL
I1
I2
I3
I4
IL -0.002 0 0.002 -0.002 0 0.002
V1
R 1= (Ω)
I1

V2
R 2= (Ω)
I2

V3
R 3= (Ω)
I3

V4
R 4= (Ω)
I4

VL
RL= (Ω)
IL

R1
R4

R2
R3

20 | Jembatan Wheatstone
4. Bagaimanakah kondisi rangkaian bila IL=0 ampere?
5. Dengan mengubah nilai R1 menjadi 560Ω, ukurlah beberapa nilai V1, I1, V2,
I2, V3, I3, V4, I4, VL, dan IL, kemudian lengkapi Tabel 5.1. Namakan
prosedur ini Percobaan II.
6. Dari tabel terlihat bahwa bila IL=0 (rangkaian dalam keadaan seimbang)
berlaku hubungan R1/R4=R2/R3.

VI. Kesimpulan

Suatu hubungan yang sering digunakan dalam sensor adalah jembatan


Wheatstone, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.1. Bila rangkaian ini dalam
keadaan seimbang, tidak akan ada arus yang mengalir pada RL. Keseimbangan
terjadi bilamana R1/R4=R2/R3.

Jembatan Wheatstone | 21
Hambatan Tidak Linear EE060006

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Mengenali macam-macam komponen yang memiliki sifat hambatan tidak linear.


2. Menyebut pengaruh-pengaruh fisik yang menyebabkan komponen tersebut
bersifat tidak linear.

II. Pendahuluan

Selama ini asumsi hambatan komponen yang digunakan adalah linear (nilainya
tidak terpengaruh oleh pengaruh lingkungan). Akan tetapi ada beberapa macam
komponen yang sifat hambatannya tidak linear. Hambatan komponen tersebut
umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, intensitas cahaya, dll.)

Komponen-komponen seperti itu adalah lampu, (penghambat) NTC (Negative


Temperature Coefficient), (penghambat) PTC (Positive Temperature Coefficient),
LDR (Light Dependent Resistor), dan komponen semi-konduktor dioda.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku:

Boylestad, R., and L. Nashelsky, "Electronic Devices and Circuit Theory",


Prentice-Hall of India, New Delhi, 1991.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Variable Power Supply PTE-022-02
NTC
PTC
LDR
Dioda 1N4002, 1N60
Dioda zener 5 V
Penghambat 220Ω/3 watt
Potensiometer 1kΩ
Lampu 6V
Saklar SPST
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital

22 | Hambatan Tidak Linear


V. Langkah Kerja

1. Lampu sebagai hambatan.

a. Siapkan papan plug-in, lampu 6 volt, variable power supply,


amperemeter, dan multimeter digital.
b. Dengan multimeter digital sebagai voltmeter, buatlah rangkaian
seperti pada Gambar 6.1.
I
A
S

Var. + 0 - 6VDC L =6 V E V
-

Gambar 6.1
Tabel 6.1
E
No. I (amp) E (volt) R= (Ω) P=E.I (watt)
I

1 0.12
2 0.13
3 0.14
4 0.15
5 0.16

Grafik 6.1
c. Catat tegangan dan arus pada lampu . Masukkan hasilnya pada Tabel 6.1.
d. Dengan menggunakan Tabel 6.1, rajahlah hambatan terhadap daya
pada Grafik 6.1.
Perhitungan daya adalah daya yang didisipasikan pada lampu yang berupa
kalor. Pada grafik terlihat, dengan menggunakan Hukum Ohm, bahwa
hambatan lampu ternyata tidak linear. Untuk setiap nilai daya yang terdisipasi

Hambatan Tidak Linear | 23


pada lampu hambatan lampu selalu berubah. Semakin tinggi suhu lampu
semakin besar pula hambatannya.

2. Penghambat NTC (Negative Temperature Coefficient Resistor)

a. Siapkan termometer, multimeter digital, dan NTC.


b. Buatlah rangkaian pada papan plug-in seperti pada Gambar 6.2.
Gunakan multimeter sebagai ohmmeter.

Dimasukkan pada
Multimeter Ω NTC bejana berisi
air panas

Gambar 6.2
Tabel 6.2
No. Suhu (°C) Nilai hambatan (Ω)
1
2 90
3 80
4 70
5 60
6 50
7 40
8 …

Grafik 6.2
c. Masukkan NTC dan termometer ke dalam bejana yang berisi air
panas. Sedapat mungkin air panas tersebut air mendidih.
d. Bersamaan dengan suhu air menurun, perhatikan pembacaan
multimeter. Catat hasilnya pada Tabel 6.2.
e. Dengan menggunakan Tabel 6.2, rajahlah grafik hambatan terhadap
suhu pada Grafik 6.2.

24 | Hambatan Tidak Linear


f. Terlihat pada grafik bahwa bila suhu suatu NTC meningkat, nilai
hambatannya menurun.

3. Penghambat PTC (Positive Temperature Coefficient Resistor)

a. Siapkan multimeter digital dan PTC.


b. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 6.3 pada papan plug-in.
Gunakan multimeter sebagai ohmmeter.

Dimasukkan pada
Multimeter Ω PTC bejana berisi
air panas

Gambar 6.3
Tabel 6.3

No. Suhu (°C) Nilai Hambatan (Ω)


1 …
2 90
3 80
4 70
5 60
6 50
7 …

R
(Ω)

S u h u (c e lc iu s )

Grafik 6.3
c. Masukkan PTC dan termometer ke dalam bejana yang berisi air
panas. Sedapat mungkin air panas tersebut air mendidih.
d. Bersamaan dengan suhu air menurun, perhatikan pembacaan
multimeter. Catat hasilnya pada Tabel 6.3.
e. Dengan menggunakan Tabel 6.3, rajahlah hambatan terhadap suhu
pada Grafik 6.3.

Hambatan Tidak Linear | 25


f. Terlihat pada grafik bahwa bila suhu suatu PTC meningkat, nilai
hambatannya membesar.

4. LDR (Light Dependent Resistor)


a. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, multimeter
analog, LDR, lampu 6V, dan saklar.
b. Dengan keadaan saklar terputus (off), buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 6.4 pada papan plug-in. Jendela LDR harus menghadap ke lampu.

Gambar 6.4
Tabel 6.4
No. Keadaan saklar Hambatan LDR
1
2
c. Pilihlah pembacaan multimeter pada skala ohm. Atur pembacaannya
sehingga nilai hambatan LDR tampak jelas. Catat hasilnya pada Tabel 6.3.
d. Hidupkan saklar sambil memperhatikan nilai pembacaan hambatan
pada multimeter. Bila perlu, ubah skala pembacaan (rentang ukur)
ohmmeter dan mengkalibrasikannya dahulu. Catat hasil pembacaan
pada Tabel 6.4.
e. Terlihat bahwa, bila LDR terkena cahaya, nilai hambatannya menurun.

5. Hambatan Suatu Dioda


a. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, MULTIMETER
digital, meter dasar (basic meter), dioda silikon 1N4002, dioda
germanium 1N60, penghambat bernilai 220Ω/3W, saklar SPST, dan
potensiometer bernilai 1kΩ.
b. Dengan multimeter digital dipergunakan sebagai voltmeter, buatlah
rangkaian seperti pada Gambar 6.5 pada papan plug-in.
I
S
A
+

220Ω /3W

±15V 1KΩ 1N4002 E V

Gambar 6.5

26 | Hambatan Tidak Linear


Tabel 6.5
No. E (volt) I (mA) Hambatan dioda (Ω)
1 -15
2 -14
3 -13
4 -12
5 -11
6 -10
7 -9
8 -8
9 -7
10 -6
11 -5
12 -4
13 -3
14 -2
15 -1
16 0
17 0.1
18 0.2
19 0.3
20 0.4
21 0.5
22 0.6
23 0.7
24 ...

Grafik 6.4a Grafik 6.4b

Hambatan Tidak Linear | 27


c. Hidupkan kedua saklar. Catat tegangan dan arus, dan lengkapi
Tabel 6.5.
d. Dengan menggunakan data pada Tabel 6.5, rajah arus terhadap
tegangan pada Grafik 6.4a dan rajah hambatan terhadap arus
pada Grafik 6.4b.
e. Terlihat bahwa hambatan suatu dioda tidak tetap, akan tetapi bergantung
pada arus. Hal yang menarik adalah bila tegangan jepit dioda negatif,
hambatannya besar sekali. Hambatan dioda akan berkurang dengan
menaiknya arus. Biasanya dioda disebutkan menghantar jika tegangan
jepit antara anoda dan katoda bernilai sekitar 0.7V.
f. Lakukan hal yang sama seperti di atas untuk dioda germanium 1N60.
Terlihat perbedaannya dengan dioda germanium. Untuk dioda
germanium kurva tegangan terhadap arus pada keadaan panjar maju
lebih curam, sehingga untuk dioda germanium tegangan jepit antara
anoda dan katoda sebesar 0.3V sudah menyebabkan dioda menghantar.
g. Lakukan hal yang sama seperti di atas untuk dioda zener.
h. Untuk dioda zener, tegangan anoda dan katoda negatif tertentu sudah
mampu menyebabkan dioda tembus dan nilai tegangan tersebut tidak
akan berubah lagi. Umumnya besar tegangan negatif tersebut kecil.
i. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan AC, multimeter digital,
meter dasar, dioda silikon 1N4002, dioda germanium 1N60,
penghambat bernilai 1KΩdan 100Ω, dan saklar.
j. Pada papan plug-in, buatlah rangkaian pada papan plug-in seperti
pada Gambar 6.5.
R1
1 KΩ

1N4002

1-6 Volt
50 Hz Ch 2

R2 Ch 1
100Ω

Gambar 6.5
k. Atur modus X-Y pada osiloskop dengan cara mengatur saklar TIME/DIV
pada posisi X-Y. Atur juga saklar VOLT/DIV kanal 1 pada 0,1 V/div dan
kanal 2 pada 0,5 V/div.
l. Hubungkan kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan pada R2 dan
kanal 2 osiloskop untuk mengukur tegangan pada rangkaian seri
dioda dan R2.
m. Naikkan tegangan pada Variable Power Supply perlahan-lahan dari 0
Volt hingga 6 Volt. Amati tiap saat pergerakan titik pada osiloskop.
n. Rekam titik-titik tersebut dan hubungkan hingga menjadi sebuah garis.

28 | Hambatan Tidak Linear


0,1 V/Div

X-Y
mode

0,5 V/Div

Gambar 6.6
o. Lakukan hal yang sama untuk dioda germanium 1N60.
p. Bandingkan karakteristik dioda pada rangkaian DC dan AC, ambil
kesimpulan dari kedua percobaan ini.

VI. Kesimpulan
1. Hambatan lampu besarnya dipengaruhi oleh arus yang melaluinya. Hal ini
disebabkan kalor yang didisipasikan pada lampu tersebut mengubah nilai
hambatannya.
2. Hambatan pada NTC dan PTC dipengaruhi oleh suhu lingkungan kerjanya.
Semakin tinggi suhu lingkungan pada NTC nilai hambatannya berkurang,
sedangkan pada PTC akan menyebabkan nilai hambatannya menaik.
3. Hambatan pada LDR dipengaruhi oleh cahaya. Semakin terang cahaya nilai
hambatannya semakin kecil.
4. Hambatan pada dioda, jika anoda lebih positif dari katoda, dipengaruhi
oleh arus yang melaluinya.
5. Hal yang menarik pada dioda adalah bila nilai tegangan antara anoda dan
katodanya bernilai negatif, hambatannya akan besar sekali, kecuali pada
dioda zener.
6. Khusus untuk dioda germanium, tegangan anoda dan katoda yang
menyebabkan dioda menghantar berbeda dengan yang lain.

Hambatan Tidak Linear | 29


Hubungan Seri dan
EE060007
Paralel Batere

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Memahami sifat-sifat batere jika dihubung seri dan paralel.


2. Menentukan hambatan dalam batere.

II. Pendahuluan

Batere adalah salah satu sumber tegangan DC yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Biasanya kita menyebut batere sebagai satu elemen,
tetapi batere dapat dibentuk dari dua atau lebih elemen. Biasanya satu
elemen mempunyai tegangan tetap sebesar 1,5 volt dan menyediakan arus
yang terbatas. Untuk mendapatkan tegangan dan/atau arus yang diinginkan
untuk perangkat lain, dua atau lebih elemen harus dihubungkan.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku :

1. Hayt, W. H. dan J. E. Kemmerly, “Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach,”
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 tempat batere
2 batere 1,5 volt
Lampu 3 volt
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter Digital

V. Langkah Kerja

1. Tahanan Dalam Batere

a. Siapkan papan plug-in, tempat batere, batere, lampu 3 volt, saklar


SPST, amperemeter, dan voltmeter.
b. Pada papan plug-in buatlah rangkaian seperti Gambar 7.1.

30 | Hubungan Seri dan Paralel Batere


1,5 Volt

V 3V

1,5 Volt

Gambar 7.1
c. Buka saklar dan ukur tegangan batere ketika arus tidak mengalir.
Nyatakan tegangan ini dengan V1.
d. Tutup saklar, amati lampu, dan ukur tegangan dan arus yang
mengalir. Nyatakan tegangan ini dengan V2.
e. Isi Tabel 7.1 dengan hasil pengukuran.
Tabel 7.1

V1 (volt) V2 (volt) I (ampere) V1 − V2


Ri = (Ω)
I

f. Amati perbedaan kedua percobaan ini dan ambil kesimpulan.


g. Arus I mengalir ke seluruh rangkaian tanpa dibagi. Artinya, arus I
juga mengalir melewati catu daya. Ketika catu daya tanpa beban
mempunyai tegangan V1, tetapi ketika catu daya terbebani, catu
daya mempunyai tegangan sebesar V2. Artinya ada tegangan jatuh
sebesar V1 – V2 yang disebabkan oleh hambatan dalam (Ri) catu
daya, yang besarnya dapat dihitung berdasarkan hukum Ohm
V1 − V2
Ri = .
I

Hubungan Seri dan Paralel Batere | 31


2. Rangkaian Seri dan Paralel Batere

a. Siapkan papan plug-in, tempat batere, batere, lampu 3 Volt, saklar


SPST, amperemeter, dan voltmeter (meter dasar dan multimeter).
b. Pada papan plug-in buat rangkaian seperti Gambar 7.2.

1,5 Volt

V 3V

1,5 Volt

A
Gambar 7.2
c. Dengan menggunakan voltmeter, ukur tegangan tiap batere.
d. Tutup saklar, amati nyala lampu dan ukur tegangan pada lampu
dengan cara melihat nilai yang ditunjukkan oleh voltmeter.
e. Ukur juga arus yang lewat pada rangkaian.
f. Buka saklar dan buat rangkaian seperti Gambar 7.3.

3 Volt

1,5 Volt 1,5 Volt


V

Gambar 7.3
g. Ukur tegangan masing-masing batere.
h. Tutup saklar, amati nyala lampu, dan ukur juga tegangan pada
lampu dengan cara melihat nilai yang ditunjukkan oleh voltmeter.
i. Ukur juga arus yang lewat pada rangkaian.
j. Bandingkan kedua percobaan tersebut dan ambil kesimpulan.

32 | Hubungan Seri dan Paralel Batere


VI. Kesimpulan
1. Jika dihubung seri, tegangan tiap batere dijumlahkan, yaitu V = V1 + V2.
2. Tegangan yang dihasilkan sama besar dengan tegangan masing- masing
batere jika keduanya dihubung paralel. Keuntungan batere yang
dihubung paralel adalah arus yang dihasilkan akan lebih besar.

Hubungan Seri dan Paralel Batere | 33


Kapasitor Terhubung Seri
EE060008
dan Paralel

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami


karakteristik kapasitor terhubung seri dan paralel.

II. Pendahuluan

Umpamakan dua buah lempeng (pelat) logam A dan B diletakkan berdekatan,


akan tetapi tidak menempel satu sama lain. A dihubungkan dengan kutub
positif, B dihubungkan dengan kutub negatif sebuah batere melewati sebuah
saklar seperti digambarkan pada Gambar 8.1 berikut:

+
-
lempengan
besi

Gambar 8.1

Jika saklar ditutup, elektron-elektron akan mengalir dari lempeng A menuju


kutub positif batere dan elektron-elektron yang jumlahnya sama mengalir dari
kutub negatif batere mengisi lempeng B. Akibatnya, A kekurangan elektron
sehingga bermuatan positif, dan B kelebihan elektron sehingga bermuatan
positif. Kedua lempeng bermuatan sama besar, tetapi berlawanan jenis.
Keadaan ini menghasilkan beda potensial di antara lempeng-lempeng tersebut,
yang besarnya sama dengan beda potensial kutub-kutub batere.

Jika saklar kemudian dibuka, lempeng A dan B tetap mepertahankan


muatannya masing-masing. Demikian pula beda poptensial antara keduanya.
Jika seutas kawat digunakan untuk menghubungkan kedua lempeng tersebut,
(kedua lempeng dihubung singkat) kelebihan elektron yang berada di
lempeng B akan mengalir melewati kawat menuju lempengan A. Akibatnya
lempeng menjadi tidak bermuatan, atau netral.

Kedua lempeng tadi mengggambarkan sebuah kapasitor. Besarnya muatan


yang terdapat dalam kapasitor sama dengan perkalian tegangan dan
kapasitas kapasitor.

34 | Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel


Q = C⋅V

Pada persamaan ini Q adalah muatan dalam coulomb (C);

C adalah kapasitas kapasitor dalam farad (F)

V adalah potensial (Volt)

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr., and Kemmerly, J.E., "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta,


1991.
2. Scott, D.E., "An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach",
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power Supply PTE-022-02
Saklar tukar SPDT
Kapasitor 2200µF/35V
3 kapasitor 100µF/35 volt
Lampu 6 volt
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital

V. Langkah Kerja

1. Sifat Kapasitor.

a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, saklar SPDT,


kapasitor 2200µF, lampu DC 6 volt, dan multimeter.
b. Buat rangkaian seperti Gambar 8.2 pada papan plug-in.

+
0-6v
-
6V
1

Gambar 8.2

Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel | 35


c. Pilih tegangan DC 6 volt.
d. Pindahkan saklar tukar ke posisi 2. Amati lampu. Apa yang terjadi?
e. Kembalikan tegangan menjadi 0 volt dan pindahkan saklar tukar
ke posisi 1. Amati juga lampu!
f. Pasang voltmeter pada kapasitor. Pastikan hubungan kutub-
kutubnya tepat. Berapa tegangan yang ditunjukkan?
g. Pindahkan saklar ke posisi 2. Apa yang terjadi pada voltmeter?
h. Buka sumber tegangan. Berubahkah penunjukan voltmeter?
i. Pasang kembali sumber tegangan .
j. Pindahkan saklar tukar dari posisi 1 ke posisi 2, lalu kembali ke
posisi 1. Amati yang terjadi pada voltmeter !
k. Atur tegangan pada catu daya pada 0 volt dan pindahkan pemilih
ke posisi 1. Naikkkan tegangan pada catu daya bertahap mulai 0
volt sampai 6 volt. Amati perubahan tiap tahap.
l. Kembalikan posisi pemilih ke posisi 1, Bandingkan dengan
pengamatan sebelumnya!
2. Kapasitor terhubung seri

a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, sakelar SPDT,


tiga buah kapasitor 100µF, dan multimeter.
b. Buat rangkaian seperti Gambar 8.3 pada papan plug-in.

C1
+
0 - 12 v
- C2

C3

1 2

Gambar 8.3
c. Pasang saklar pada posisi 1.
d. Ukur arus yang mengalir ketika C1 yang terpasang.
e. Pindahkan saklar ke posisi 2.
f. Ukur juga arus yang mengalir pada rangkaian!
g. Matikan catu daya dan pasanglah C1 seri dengan C2.
h. Nyalakan catu daya dan ukur arus yang mengalir pada C1 dan C2.
i. Pindahkan saklar ke posisi 2.
j. Ukur juga arus yang mengalir pada rangkaian!
k. Lakukan juga hal yang sama ketika C1, C2 dan C3 terhubung seri.

36 | Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel


l. Isi Tabel 8.1 berikut:
Tabel 8.1. Data Pengamatan
Posisi Saklar Pengukuran dengan
Multimeter (µF)
Posisi 1, I (mA) Posisi 2, I (mA)
C1
C1 & C2 seri
C1, C2 & C3 seri
m. Matikan catu daya, cabutlah amperemeter yang terpasang.
n. Ukur nilai kapasitor pada setiap percobaan menggunakan C meter.
3. Kapasitor terhubung paralel.
a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, sakela SPDT,
tiga buah kapasitor 100µF, dan multimeter.
b. Pada papan plug-in, buatlah rangkaian seperti Gambar 8.4.
c. Pasang saklar pada posisi 1.

+
0 - 12 v
- C1 C2 C3

1 2

Gambar 8.4
d. Ukur arus yang mengalir pada saat hanya C1 yang terpasang, C1
dan C2 terpasang paralel, juga ketika C1, C2 dan C3 terpasang
paralel. Amati!
e. Pindahkan saklar ke posisi 2.
f. Ukur juga arus yang melalui rangkaian.
g. Isi Tabel 8.2 berikut:

Tabel 8.2. Data Pengamatan

Posisi Saklar Pengukuran dengan


Posisi 1, I (mA) Posisi 2, I (mA) Multimeter (µF)

C1
C1 & C2 paralel
C1, C2 & C3 paralel
h. Matikan catu daya, cabutlah amperemeter yang terpasang.
i. Ukur nilai kapasitor pada setiap percobaan menggunakan C meter.

Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel | 37


VI. Kesimpulan
1. Jika dihubung paralel, kapasitor dapat digantikan dengan sebuah kapasitor
pengganti yang besarnya merupakan penjumlahan masing-masing kapasitor.
Ctotal = C1 + C2 + C3+…+Cn
2. Jika dihubung seri, kapasitor dapat digantikan dengan sebuah kapasitor
pengganti yang besarnya dapat dicari menggunakan persamaan berikut:
1 1 1 1 1
= + + + ... +
C total C1 C 2 C 3 Cn

38 | Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel


Kapasitor dan
EE060009
Hambatan Terseri
I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memperkirakan


besaran konstanta waktu.

II. Pendahuluan

Telah diketahui bahwa suatu kapasitor dapat menyimpan energi listrik.


Pengisian dan pengosongan energi listrik ini memiliki waktu yang tergantung
pada kapasitas dari kapasitor dan hambatan yang terpasang seri dengannya
yang disebut konstanta waktu yang memiliki satuan detik.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada


percobaan ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr., and Kemmerly, J.E., "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., "An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach",
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Sakelar SPDT
Penghambat 100Ω
Penghambat 47Ω
Kapasitor 2200µF/35V
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Osiloskop penyimpan (storage oscilloscope).

V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, sakelar SPDT,
penghambat bernilai 100Ω dan 47Ω, kapasitor bernilai 2200µF/35V,
multimeter digital, dan osiloskop penyimpan (storage osiloskop).
2. Ukur kedua hambatan dengan menggunakan multimeter. Tuliskan
hasilnya pada Tabel 9.1.
3. Hubung-singkatkan dahulu kedua terminal kapasitor dengan
menggunakan kabel.

Kapasitor dan Hambatan Terseri | 39


4. Rangkai pada papan plug-in Gambar 9.1 dengan posisi multiplekser
pada posisi 2. Gunakan kanal (channel) 1 untuk mengukur V1 dan kanal
(channel) 2 untuk mengukur V2.

Gambar 9.1
Tabel 9.1

No. Posisi R (Ω) V1 (volt) V2 (volt) Waktu (s) C (µF) =RC


saklar
1 1 100
2 1 47
5. Ubahlah posisi multiplekser ke posisi 1! Terlihat pada osiloskop penyimpan
bahwa tegangan V1 pada kapasitor akan menaik. Gunakan pembacaan pada
V2 sebagai titik acuan waktu saat multiplekser diubah ke posisi 1.
6. Tentukan waktu yang menyebabkan tegangan pada kapasitor menjadi
3.15V (63% dari 5V). Isi Tabel 9.1.
7. Setelah mengetahui gambar masing-masing kanal, sket gambar pada
osiloskop untuk masing-masing kanal pada Gambar 9.1a.

Kanal 1 Kanal 2
Gambar 9.1a
8. Kemudian ubah posisi multiplekser ke posisi 2. Terlihat pada osiloskop
bahwa tegangan V1 pada kapasitor akan menurun. Gunakan pembacaan
pada V2 sebagai titik acuan pada saat multiplekser diubah ke 1.
Masukkan hasilnya pada Tabel 9.2.

40 | Kapasitor dan Hambatan Terseri


Tabel 9.2
No. Posisi R (Ω) V1 (volt) V2 (volt) Waktu (s) C (µF) τ=RC
saklar
1 1 100
2 1 47

9. Setelah mengetahui gambar masing-masing kanal, sket gambar-gambar


pada osiloskop untuk masing-masing kanal pada Gambar 9.1b.

Kanal 1 Kanal 2
Gambar 9.1b
10. Cabut hambatan R. Hubung singkatkan dahulu kedua terminal kapasitor
dengan menggunakan kabel sesaat. Ubah nilai R menjadi 47Ω.
Kemudian lakukan percobaan 5, 6, 8. Gambarnya tidak usah dibuat
kembali. Lengkapi Tabel 9.1!
11. Dari tabel terlihat bahwa waktu untuk mencapai tegangan dari 0 volt
menjadi 3.15 volt (63% tegangan sumber) adalah sebesar RC. Besaran
ini disebut konstanta waktu rangkaian RC seri.

VI. Kesimpulan

Kecepatan pengisian dan pengosongan energi listrik suatu rangkaian


kapasitor dan hambatan dinyatakan dalam detik. Kecepatan pengisian
suatu rangkaian sampai mencapai 63% tegangan sumber disebut
konstanta waktu rangkaian tersebut. Konstanta waktu dipengaruhi oleh
kapasitas kapasitor serta nilai hambatan rangkaian.

Kapasitor dan Hambatan Terseri | 41


Kumparan dalam Rangkaian DC EE060010

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami efek


induktansi diri kumparan pada rangkaian arus searah (DC).

II. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, “Rangkaian Listrik“, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E, “An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach”,
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

III. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power SUpply PTE-022-02
Saklar SPST
2 lampu 3 volt
Lampu Neon
Resistor 68Ω
Resistor 47Ω
Kumparan 500 lilitan
Kumparan1000 lilitan
Inti besi bentuk U
Inti besi bentuk I
Jumper
Kabel penghubung
Meter dasar (Basic Meter)
Pendukung:

IV. Langkah Kerja


1. Siapkankan sumber tegangan utama, saklar SPST, dua buah lampu 3 volt,
penghambat 68Ω, kumparan 500 & 1000 lilitan, inti besi bentuk U & I.
2. Rangkai dibuat pada papan plug-in seperti Gambar 10.1 dengan posisi
saklar terbuka.
3. Tutup saklar pada rangkaian dan amati yang terjadi pada kedua bola
lampu. Secara bersamaankah keduanya menyala?
4. Buka saklar pada rangkaian dan amati yang terjadi pada kedua bola lampu.
5. Ganti kumparan dengan sebuah penghambat 47Ω.
6. Tutup saklar pada rangkaian dan amati yang terjadi pada kedua bola
lampu. Secara bersamaankah keduanya menyala?

42 | Kumparan dalam Rangkaian DC


7. Buka saklar pada rangkaian dan amati yang terjadi pada kedua bola lampu.

500

68Ω 9 Volt

1000

3V 3V

Gambar 10.1
8. Siapkan catu daya tegangan utama, catu daya tegangan variabel, saklar
SPST, kumparan 500 & 1000 lilitan, inti besi bentuk U & I, lampu neon,
penghambat 68Ω.
9. Pada papan plug-in, buat rangkaian seperti pada Gambar 10.2, dengan
saklar pada kondisi terbuka.

500

12 Volt

1000

Gambar 10.2

10. Atur catu daya sehingga memberikan tegangan 12 volt.


11. Tutup saklar dan amati menyala atau tidak menyalanya lampu neon.
12. Buka saklar dan amati juga menyala atau tidak menyalanya lampu neon.
13. Ganti kumparan dengan penghambat 68 Ω.
14. Tutup saklar dan amati menyala atau tidak menyalanya lampu neon.
15. Buka kembali saklar dan amati juga menyala atau tidak menyalanya
lampu neon.
16. Buat kesimpulan dari percobaan ini.
V. Kesimpulan
1. Ketika saklar pada kondisi tertutup, medan magnetik ditimbulkan oleh
kumparan. Perubahan medan magnetik akan menyebabkan beda potensial

Kumparan dalam Rangkaian DC |43


pada kumparan. Beda potensial ini akan menyebabkan arus induksi diri yang
berlawanan arah dengan arus catu daya dan melemahkan arus tersebut.
2. Ketika rangkaian DC dengan sebuah kumparan dalam kondisi tertutup, induksi
diri sebuah kumparan akan menyebabkan arus yang lewat tertunda.

Arus
Primer

On

Kumparan

Arus
Induksi Diri

Gambar 10.3
3. Ketika saklar pada kondisi terbuka, medan magnetik pada kumparan akan
terganggu (menghilang). Perubahan medan magnetik ini akan menyebabkan
tegangan pada kumparan. Tegangan induksi yang dihasilkan ini relatif besar.
Ini akan menyebabkan arus induksi diri yang mempunyai arah yang sama
dengan arus primer.
Arus
Primer

Off

Kumparan

Arus
Induksi Diri

Gambar 10.4

44 | Kumparan dalam Rangkaian DC


Transformasi Tegangan
EE060011
dan Arus

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami prinsip


kerja transformator untuk mengubah tegangan.

II. Pendahuluan

Transformator adalah sebuah perangkat elektromagnetik yang memiliki dua atau


lebih lilitan yang terhubung. Gambar 11.1 menunjukkan sebuah transformator
ideal dengan dua buah lilitan. Transformator disebut ideal jika inti tidak
menyebabkan rugi-rugi dan dapat ditembus oleh medan magnet dengan mudah.
Di samping itu, transformator ideal juga memiliki medan yang terarah dan
lilitannya tidak mengakibatkan rugi-rugi.

φ
I1 I2

V1 E1 N1 N2 E2 V2

Gambar 11.1

Pada Gambar 11.1, komponen dasar sebuah transformator adalah inti, lilitan
primer (N1), dan lilitan sekunder (N2). E1 dan E2 adalah besar medan yang
terjadi pada masing-masing lilitan N1 dan N2.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr,Kemmerly, J.E, “Rangkaian Listrik“, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E, “An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach”,
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Variabel Power Supply PTE-022-02
Kumparan 500 lilitan

Transformasi Tegangan dan Arus | 45


Kumparan 1000 lilitan
Penghambat 470 Ω
Penghambat 47 Ω
Penghambat 4k7 Ω
Saklar SPST
Inti besi bentuk U
Inti besi bentuk I
Lampu 6 Volt
2 x Basic Meter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter Digital

V. Langkah Kerja

1. Transformator Tegangan

a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, catu daya


variabel, saklar SPST, kumparan 500 & 1000 lilitan, inti besi bentuk U
& I, lampu 6volt dan voltmeter.
b. Pada papan plug-in buat rangkaian seperti pada Gambar 2, pada
kondisi saklar terbuka.
1000

500

5V V V

Gambar 11.2
c. Atur catu daya agar memberi tegangan DC 5 volt, tutup saklar, dan
amati yang terjadi pada voltmeter.
d. Pada kondisi saklar terbuka, amati juga yang terjadi pada voltmeter.
e. Ganti catu daya DC dengan catu daya AC dengan tegangan sebesar 6
volt. Lakukan penggantian dalam kondisi saklar terbuka.
f. Tutup saklar dan catat tegangan yang ditunjukkan oleh voltmeter.
1000
500

V V

Gambar 11.3

46 | Transformasi Tegangan dan Arus


g. Pada kondisi saklar terbuka, buat rangkaian seperti ditunjukkan
Gambar 11.3.
h. Tutup saklar dan atur catu daya sehingga memberikan tegangan 6
volt. Catat tegangan yang ditunjukkan oleh voltmeter.
i. Lengkapi Tabel 11.1 berikut:
Tabel 11.1

N1 N2 V1 (volt) V2 (volt) N1 : N2 V1 : V2
1000 500
500 1000
j. Tukar kembali posisi kumparan menjadi seperti Gambar 11.1. Ubah
tegangan catu daya menjadi 6 volt AC, kemudian pasang lampu 6
volt pada kumparan sekunder, dan amati nyala lampu.
k. Buktikan hal ini dengan perhitungan.

2. Tranformasi Arus

a. Siapkan papan plug-in, catu daya tegangan utama, catu daya


variabel, saklar SPST, kumparan 500 & 1000 lilitan, inti besi bentuk U
& I, lampu 6 volt dan amperemeter.
b. Pada papan plug-in buat rangkaian seperti pada Gambar 11.4. Saklar
ada pada kondisi terbuka.
1000

500

6V

A A

Gambar 11.4
c. Atur catu daya agar memberi tegangan 6 volt. Tutup saklar dan
ukur arus yang lewat pada kumparan primer dan kumparan
sekunder Ukur juga tegangan pada kumparan sekunder. Catat hasil
pengukuran itu pada Tabel 11.2
Tabel 11.2

N1 N2 V1 (volt) V2 (volt) I1 (mA) I2 N1:N2 V1:V2 I1:I2


(mA)
1000 500
1000 500
1000 500 0

Transformasi Tegangan dan Arus | 47


d. Ubah tegangan pada catu daya menjadi 12 volt, lalu ukur arus yang lewat
pada masing-masing kumparan dan tegangan pada kumparan sekunder.
e. Lepaskan lampu dari rangkaian sehingga kumparan sekunder menjadi
tanpa beban.
f. Ukur arus yang lewat pada masing-masing kumparan dan tegangan
pada kumparan sekunder.
g. Pasang penghambat 470Ω sebagai beban pada kumparan sekunder,
kemudian ukur arus yang lewat dan tegangan pada kumparan sekunder.
h. Lengkapi Tabel 11.3 berikut dengan cara mengganti beban pada
kumparan sekunder.
Tabel 11.3

RL (Ω) v2 (volt) I2 (mA) P (watt)



47
470
4k7
0
Keterangan: Nilai RL tak terhingga (∞) berarti beban dicopot dari
kumparan sekunder dan rangkaian dibiarkan terbuka.
Nilai RL sama dengan nol berarti beban dicopot dari
rangkaian sekunder dan kedua terminal disambungkan.

3. Induksi Magnetik

a. Pada papan plug-in buatlah rangkaian seperti Gambar 11.5.

U S
100
0

Gambar 11.5
b. Masukkan magnet ke dalam kumparan dan amati amperemeter
ketika magnet dimasukkan.
c. Keluarkan kembali magnet dari kumparan sambil mengamati
amperemeter saat magnet dikeluarkan.
d. Ulangi percobaan ini, akan tapi gerak magnet dibuat lebih cepat pada
waktu memasukkan dan mengeluarkannya ke dan dari dalam kumparan.

48 | Transformasi Tegangan dan Arus


e. Buatlah kembali rangkaian seperti Gambar 11.5, akan tetapi kali ini
kumparan jangan dipasang pada papan plug-in melainkan dihubungkan
dengan dua buah kabel penghubung agar kumparan bebas bergerak.
f. Pegang magnet dengan erat dan gerakkan kumparan sehingga
magnet masuk ke dalam kumparan.Amati amperemeter ketika
magnet masuk ke dalam kumparan.
g. Kemudian gerakkan kumparan kembali berlawanan arah dengan
gerakan tadi sehingga kumparan menjauhi magnet. Amati juga
amperemeter ketika magnet keluar dari kumparan.
h. Lakukan kembali percobaan ini, akan tetapi lakukan lebih cepat
dalam menggerakkan kumparan.
i. Bandingkan kedua percobaan tadi! Apa yang mempengaruhi besar
dan arah arus?
Tabel 11.4

Kumparan Imasuk (mA) Ikeluar(mA)


(lilit)
500
1000
500 + 1000
500 + 1000
j. Serikan kumparan 1000 lilitan dengan kumparan 500 lilitan sehingga
seperti:

A
1000
500

U
S

Gambar 11.6
k. Masukkan magnet ke dalam kumparan 500 lilitan dan amati
amperemeter ketika magnet dimasukkan.

Transformasi Tegangan dan Arus | 49


l. Keluarkan kembali magnet dari kumparan sambil mengamati
amperemeter saat magnet dikeluarkan.
m. Ulangi percobaan ini untuk kumparan 1000 lilitan. Catat arus yang
terjadi ketika magnet dimasukkan ke dan dikeluarkan dari kumparan.
n. Bandingkan kedua percobaan ini dan ambil kesimpulan.

VI. Kesimpulan
1. Transformator terdiri atas dua buah kumparan pada inti besi yang tertutup.
2. Jika kumparan sekunder mempunyai lilitan yang lebih sedikit dibandingkan
kumparan primer, tegangan pada kumparan sekunder akan lebih kecil.
3. Jika kumparan sekunder mempunyai lilitan yang lebih banyak dibandingkan
kumparan primer, tegangan pada kumparan sekunder akan lebih besar.
4. Ketika besar tegangan diturunkan oleh transformator, arus yang lewat akan
lebih besar pada saat kumparan sekunder terbebani.
5. Arus yang lewat ketika transformator tidak terbebani disebut arus tanpa beban.
6. Untuk transformator ideal, perbandingan jumlah lilitan pada masing-masing
kumparan akan sebanding dengan besar tegangan pada masing-masing
kumparan sehingga, N1 : N2 = V1 : V2.
7. Tegangan pada kumparan sekunder mulai menurun dari nilai
maksimumnya tanpa beban dengan penambahan arus dan mencapai nol
ketika beban dalam keadaan maksimum (kumparan sekunder dalam
keadaan hubung singkat).
8. Arus berbanding lurus dengan kecepatan rata-rata pergerakan magnet atau
kumparan dan arah arus bergantung pada arah gerakan.
9. Arus induksi juga bergantung pada jumlah lilitan pada kumparan.

50 | Transformasi Tegangan dan Arus


Prinsip Kerja Relay EE060012

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami prinsip


kerja saklar elektromagnetik/relai.

II. Pendahuluan

Pada bangunan rumah dan industri, sering diperlukan pengaturan sistem


kelistrikan yang bermacam-macam dan untuk mengatur saklar agar terbuka atau
tertutup dalam kondisi arus dan tegangan yang besar.

Masalah yang muncul karenanya antara lain:

1. Saklar untuk daya besar sukar dijangkau oleh pelanggan, selain itu
membutuhkan tempat yang besar dan mahal harganya.
2. Saklar untuk daya besar dapat membahayakan operator.

Saklar elektromagnetik, yang disebut relai bekerja pada arus kecil dan kontaktor
magnetik dapat menyelesaikan masalah ini.

Dalam percobaan ini dipelajari prinsip kerja relai.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan membantah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, “Rangkaian Listrik“, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E, “An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach”,
McGraw-Hill, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Variabel Power Supply PTE-022-02
Kumparan 1000 lilitan
Saklar SPST
Inti besi bentuk I
Plat kontaktor
Lampu 6V
Jumper
Kabel penghubung

Prinsip Kerja Relay | 51


V. Langkah Kerja

1. Relai Saklar Mati

a. Pada papan plug-in buat rangkaian seperti Gambar 12.1.

Gambar 12.1
b. Atur S1 sehingga plat menempel.
c. Model seperti ini adalah sebuah saklar elektromagnetik yang disebut
relai. Ada dua bagian rangkaian yang terpisah, yaitu rangkaian pengatur
di sisi kiri yang bertegangan 15 Volt DC dan rangkaian saklar di sisi
kanan yang dilengkapi dengan lampu 6V sebagai indikator.
d. Nyalakan kedua buah sumber tegangan dan saklar harus dalam
keadaan terbuka.
e. Tutup saklar, Amati lampu indikator. Menyalakah lampu? Amati juga
posisi plat.
f. Ambil kesimpulan dari percobaan ini.

2. Relai Saklar Menyala

a. Pada papan plug-in buatlah rangkaian seperti Gambar 12.2.


b. Rangkaian ini hanya berbeda dengan rangkaian pada Gambar 12.1
pada posisi plat dan tidak menempel pada S1.
c. Nyalakan kedua sumber tegangan. Tutup saklar, atur S1 agar plat
dapat menempel dan amati lampu indikator! Menyala atau tidak
menyalakah lampu indikator?
d. Tutup saklar dan amati lampu indikator.
e. Buka kembali saklar dan amati juga lampu.
f. Ambil kesimpulan dari percobaan ini.

52 | Prinsip Kerja Relay


Gambar 12.2

VI. Kesimpulan
1. Dengan menggunakan relai, arus kontrol yang kecil dapat mengatur operasi
yang membutuhkan arus besar. Relai juga dapat mengatur beberapa
rangkaian yang memerlukan pemicu yang berbeda secara serentak.
2. Arus akan mengalir pada rangkaian pengatur ketika saklar tertutup. Kumparan
berlaku seperti sebuah elektromagnet dan menarik plat kontaktor dan ini akan
menyebabkan lampu menyala atau padam sesuai dengan rangkaian.

Prinsip Kerja Relay | 53


Pengaruh Sinyal AC
EE060013
Pada Hambatan

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami


pengaruh sinyal AC pada komponen pasif hambatan.

II. Pendahuluan

Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal DC terhadap komponen pasif. Pada
bagian ini akan dibahas pengaruh sinyal AC terhadap komponen pasif hambatan.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power Supply PTE-022-02
Saklar SPST
Hambatan 100Ω
Hambatan 220Ω
Hambatan 470Ω
Hambatan 47Ω
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter digital

V. Langkah Kerja

1. Pengaruh Sinyal AC Terhadap Hambatan Terhubung Seri

a. Siapkan papan plug-in, hambatan 100Ω dan 47Ω, saklar, osiloskop,


dan generator sinyal.
b. Dalam keadaan saklar terbuka, buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 13.1 pada papan plug-in.

54 | Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan


Gambar 13.1
Tabel 13.1
VS V2
Frek V2 V3 I= (A) V3 V2 + V3
No (volt R1 R2 = (Ω)
(Hz) (volt) (volt) I (volt)
)
1 100
2 1000
3 10000
4
c. Bila perlu kalibrasilah osiloskop.
d. Hidupkan saklar, kemudian gunakan osiloskop pada kanal (channel) 1
untuk melihat VS. Bersamaan dengan itu aturlah (adjust) generator
sinyal agar menghasilkan sinyal sinus dengan puncak ke puncak
sebesar 1,5Vpp dan frekuensinya 1kHz. Setelah itu catat V2 dan V3
pada Tabel 13.1.
e. Kemudian atur ulang generator sinyal agar menghasilkan frekuensi
100 Hz.
f. Gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, V2, dan V3 Usahakan
nilai puncak ke puncak VS = 1,5Vpp dengan mengatur generator sinyal.
Kemudian catat tegangan puncaknya pada Tabel 13.1.
g. Atur ulang generator sinyal agar menghasilkan frekuensi 10kHz.
h. Gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, V2, dan V3. Usahakan
nilai puncak ke pucak VS= 1,5Vpp dengan mengatur generator sinyal.
Kemudian catat tegangan puncaknya pada Tabel 13.1.
i. Pada percobaan ini terlihat bahwa untuk penghambat, nilai
hambatannya tidak berubah terhadap frekuensi dan berlaku
penjumlahan tegangan biasa yaitu VS=V2+V3.

2. Pengaruh Sinyal AC terhadap Penghambat terhubung Paralel

a. Siapkan papan plug-in, penghambat 100Ω, 220Ω, dan 470Ω, saklar


SPST, osiloskop, dan generator sinyal.

Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan | 55


b. Dalam keadaan saklar terbuka, buat rangkaian seperti pada Gambar
13.2 pada papan plug-in.
I

I1 I2 I3

VS R1 R2 R3

Gambar 13.2

Tabel 13.2
VS V1 V2 V3 V V V3 Itotal
No =
1 (A) I = 2 (A) = (A) =
(Vpp) (Vpp) (Vpp) (Vpp) I 2 R
I
3
3 R1 2 R3 I1 +I2 +
I3
1 2
2 4
3 6
4 8
5 10

c. Bila perlu kalibrasi osiloskop.


d. Hidupkan saklar, kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk
melihat VS, V1, V2, dan V3. Bersamaan dengan itu aturlah generator
sinyal agar menghasilkan sinyal sinus dengan puncak ke puncak
sebesar 2Vpp dan frekuensinya 100 Hz. Setelah itu catat V1,V2 dan V3
pada Tabel 13.2.
e. Ubah tegangan pada generator sinyal menjadi 4 Vpp.
f. Ukur juga tegangan pada V1, V2, dan V3., dengan cara melihat pada
kanal 1 osiloskop.
g. Lakukan juga percobaan tersebut untuk tegangan sumber sebesar 6
Vpp, 8Vpp, dan 10Vpp.

56 | Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan


Tabel 13.3

No F V1 V2 V3 V V V3 Itotal =
(Vpp) (Vpp) (Vpp) I =
1 (A) I = 2 (A) I = (A)
(Hz) 3 R1 2 R
2
3 R3 I1 +I2 +
I3
1 50
2 100
3 500
4 1000
5 10.000
h. Pasang kembali generator sinyal pada rangkaian dengan
tegangan sebesar 10 V pp.
i. Hidupkan saklar, kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk
melihat Vs. Bersamaan dengan itu kalibrasi generator sinyal agar
menghasilkan sinyal sinus dengan puncak sebesar 10 Vpp dan
frekuensinya 50Hz.
j. Gunakan juga kanal 2 untuk melihat V1, V2 dan V3. Usahakan nilai
puncak Vs sebesar 10Vpp. Kemudian catat tegangan masing-masing
pada Tabel 13.3.
k. Ulangi percobaan untuk masing-masing frekuensi 100, 500, 1000,
dan 10.000 Hz.
l. Pada percobaan terbukti bahwa berlaku penjumlahan arus biasa yaitu
Itotal=I1+ I2 + I3.

3. Hukum Pembagi Tegangan

a. Siapkan papan plug-in, Variable power supply, saklar SPST, dua buah
penghambat dengan nilai masing-masing 47Ω dan 100Ω, lampu 6V,
dan multimeter digital.

I1 R1=47 Ω

S V2 I2

6 Volt V V3 R2=100 Ω

I3

Gambar 13.3
b. Dengan keadaan saklar terbuka, buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 13.3. dengan menggunakan papan plug-in.
c. Tutup saklar! Dengan meter ukurlah arus I1, I2, dan I3, serta V1, V2,
dan V3, juga R1 dan R2. Catat hasilnya pada Tabel 13.4.

Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan | 57


d. Dengan keadaan saklar terbuka, cabutlah catu-daya tegangan dan
saklar.
e. Kemudian ukurlah dengan multimeter hambatan yang terpasang
secara seri tersebut. Hasil pembacaan ini disebut Req. Isikan hasil
pengukuran ini pada Tabel 13.4.
Tabel 13.4

No. Besaran listrik Tanpa lampu Dengan lampu


1 V1....................(volt)
2 V2....................(volt)
3 V3....................(volt)
4 I1.....................(amp)
5 I2.....................(amp)
6 I3
.....................(amp)
7 R1 ....................(Ω)
8 R2 ....................(Ω)
9 V2+V3 ..............(volt)
10 V1 : V2 : V3 1 : ... : ... 1 : ... : ...
11 R1+R2...............(Ω)
12 Req....................(Ω)
13 (R1+R2) : R1 : R2 1 : ... : ... 1 : ... : ...
f. Dari Tabel 13.4 terlihat bahwa setiap titik pada rangkaian memiliki
nilai arus yang sama.
g. Dari Tabel 13.4 terlihat bahwa tegangan sumber merupakan penjumlahan
tegangan masing-masing penghambat (V1 = V2 + V3). Hal ini dinyatakan
oleh Hukum Tegangan Kirchhoff, yang berbunyi: "Tegangan pada sumber
terdistribusi pada rangkaian yang tidak bercabang ".
h. Dari Tabel 13.2 terlihat bahwa hambatan dan nilai tegangan yang
terjadi memenuhi hubungan: V1 : V2 : V3 = (R1+R2) : R1 : R2.
Hubungan ini disebut pembagi tegangan.
i. Terlihat bahwa suatu penghambat seri dapat diganti oleh
penghambat yang besarnya ekuivalen (Req) yang besarnya adalah
jumlah masing-masing resistor (Req=R1+R2).
j. Tambahkan dengan lampu 6 Volt seperti pada Gambar 13.4 di bawah ini:
I1 R1=47 Ω

S V2 I2

6 Volt V V3 R2=100 Ω L = 6V

I3

Gambar 13.4

58 | Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan


k. Catat kembali nilai arus I1, I2, dan Iy, serta V1, V2, dan V3.
l. Lengkapi Tabel 13.4.
m. Terlihat bahwa pembagi tegangan tidak lagi benar karena penambahan
beban. Hal ini terjadi karena beban tidak diperhitungkan.

VI. Kesimpulan
1. Besar nilai hambatan suatu penghambat dalam suatu rangkaian tidak
dipengaruhi oleh frekuensi sinyal AC yang diumpankan.
2. Hukum pembagi tegangan juga berlaku pada rangkaian AC.

Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan | 59


Pengaruh Sinyal AC
EE060014
Pada Kapasitor

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami


pengaruh sinyal AC pada komponen pasif kapasitor.

II. Pendahuluan

Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal DC terhadap komponen pasif
yang berupa penghambat. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengaruh
sinyal AC dengan berbagai macam frekuensi terhadap komponen pasif kapasitor.

Pada percobaan ini akan dilihat hubungan antara tegangan pada kapasitor dan
hambatan yang diserikan. Rangkaian yang demikian memiliki arus yang sama
pada setiap titik pada rangkaian, karena membentuk loop tunggal, sedangkan
tegangan pada kapasitor bergantung pada frekuensi sinyal masukan.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
Penghambat 1.5 kΩ
Kapasitor 100nF
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop

60 | Pengaruh Sinyal AC pada Kapasitor


V. Langkah Kerja

1. Tegangan Pada Kapasitor

a. Siapkan papan plug-in, penghambat 1,5kΩ, kapasitor 100nF, saklar,


osiloskop, dan generator sinyal.
b. Dalam keadaan saklar terbuka, buat rangkaian seperti pada Gambar
14.1 pada papan plug-in.
R =1,5KΩ

S I
V
R
1,5 V V V C =100 n F
S c

Gambar 14.1
Tabel 14.1
VR
Frek VS VR VC I= VC √(VR2+VC2) VR + VC
R ZC = (Ω)
No (Hz) (volt) (volt) (volt) I (Volt) (volt)
(A)
1 700
2 1000
3 2000
4
c. Bila perlu kalibrasi ulang osiloskop.
d. Hidupkan saklar kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat
VS. Bersamaan dengan itu atur (stel) generator sinyal agar menghasilkan
sinyal sinus dengan tegangan sebesar 1,5Vpp dan frekuensinya 1kHz.
Setelah itu catat tegangan VR dan VC pada Tabel 14.1.
e. Atur generator sinyal agar menghasilkan frekuensi 700Hz.
f. Kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, VR, dan
VC. Usahakan nilai puncak VS=1,5Vpp dengan mengatur generator
sinyal. Catat tegangan puncaknya pada Tabel 14.1.
g. Atur generator sinyal agar menghasilkan frekuensi 2kHz.
h. Kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, VR, dan
VC. Usahakan nilai tegangan puncak VS=1,5Vpp dengan mengatur
generator sinyal. Catat tegangan puncaknya pada Tabel 14.1.
i. Lengkapi Tabel 14.1.
j. Pada percobaan ini terlihat bahwa reaktansi kapasitor berubah
terhadap frekuensi. Nilai reaktansi kapasitor (ZC) berkurang dengan
bertambahnya frekuensi.
k. Setiap tegangan, baik VS, VR, mau pun VC, berbeda fasa satu sama lain,
karenanya ini disebut fasor yang memiliki hubungan VS=√(VR2+VC2). Jadi
tegangan VS tidak dapat diperoleh dengan jalan menjumlahkan VR dan VS
secara biasa (VS ≠ VR+VC).

Pengaruh Sinyal AC pada Kapasitor | 61


2. Diagram Fasor

a. Rangkaian sama dengan Gambar 14.1.


b. Kemudian letakkan tanah (ground) osiloskop pada ujung positif C,
kanal 1 pada ujung positif R, dan kanal 2 pada ujung negatif C.
c. Lengkapi beda fasa pada Tabel 14.2 dengan mengubah-ubah
frekuensi generator sinyal. Acuan beda fasa 0° pada VR.
Tabel 14.2
Frekuensi ϕ
No
(Hz) (°)
1 700
2 1000
3 2000

d. Diagram fasor untuk tegangan pada penghambat dilambangkan oleh


tanda panah horizontal menunjuk ke kanan dan panjangnya
menunjukkan besar tegangan pada hambatan tersebut.
e. Diagram fasor untuk tegangan pada kapasitor dilambangkan oleh
tanda panah vertikal menunjuk ke bawah dan panjangnya
menunjukkan besar tegangan pada kapasitor tersebut.
f. Diagram fasor untuk tegangan sumber dilambangkan oleh hasil
resultan vektor fasor tegangan pada hambatan dan kapasitor.
g. Gambarkan untuk masing-masing frekuensi diagram fasornya!
h. Untuk setiap frekuensi, VR dan VC memiliki beda fasa tertentu.

VI. Kesimpulan
1. Nilai reaktansi suatu kapasitor dipengaruhi frekuensi. Besarnya berkurang
jika frekuensi sinyal AC yang diumpankan membesar.
2. Dengan cara penggambaran fasor, terlihat sudut antara fasor tegangan
pada kapasitor membentuk sudut 90° tertinggal terhadap tegangan pada
hambatan. Hal ini sesuai dengan percobaan yang tertera pada Tabel 14.1.

62 | Pengaruh Sinyal AC pada Kapasitor


Pengaruh Sinyal AC
EE060015
Pada Kumparan

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami


pengaruh sinyal AC pada komponen pasif kumparan.

II. Pendahuluan

Pada bagian percobaan yang lalu telah dibahas pengaruh sinyal DC terhadap
komponen pasif. Pada bagian ini akan dibahas pengaruh sinyal AC terhadap
kumparan.

Pada percobaan ini pula akan dilihat hubungan antara tegangan pada kumparan
dan hambatan yang terhubung seri. Rangkaian yang demikian memiliki arus yang
sama pada setiap titik karena rangkaian tersebut tidak bercabang.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E, ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
Penghambat 560 Ω
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop

V. Langkah kerja

1. Tegangan pada Kumparan

a. Siapkan papan plug-in, penghambat 560Ω, kumparan 1000 lilit berinti


besi lingkup tertutup, saklar, osiloskop, dan generator sinyal.
b. Dalam keadaan saklar terbuka, buat rangkaian seperti pada Gambar
15.1 pada papan plug-in.

Pengaruh Sinyal AC pada Kumparan | 63


R =560Ω

S
VR I

1,5 V V VL L =1000 lilit


S

Gambar 15.1
Tabel 15.1
Frek VS VR VL VR VL
No I= (A) Z E = (Ω) √(VR2+VL2)(V) VR + VL
(Hz) (volt) (volt) (volt) R I

1 100
2 1000
3 2000

c. Bila perlu kalibrasi ulang osiloskop.


d. Hidupkan saklar kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat
VS bersamaan dengan pengaturan generator sinyal agar menghasilkan
sinyal sinus dengan puncak 1.5Vpp dan frekuensi 1kHz. Catat VR dan VL
pada Tabel 15.1.
e. Atur kembali generator sinyal agar menghasilkan frekuensi 100Hz.
f. Kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, VR dan
VL. Usahakan nilai Vs=1.5Vpp dengan mengatur generator sinyal.
Catat tegangan puncaknya pada Tabel 1.
g. Atur ulang generator sinyal sehingga memberikan frekuensi 2 kHz.
h. Gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, VR, dan VL.
Usahakan nilai VS=1.5Vpp dengan mengatur generator sinyal. Catat
tegangan puncaknya pada Tabel 15.1.
i. Pada percobaan ini terlihat bahwa nilai impedansi kumparan berubah
terhadap frekuensi. Nilai impedansi kumparan (ZL) bertambah dengan
menaiknya frekuensi.
j. Setiap tegangan, baik VS, VR, mau pun VL berbeda-beda fasanya,
karenanya ini disebut fasor, dan memiliki hubungan VS=√(VR2+VL2).
Jadi tegangan VS tidak dapat diperoleh dengan menjumlahkan VR dan
VL secara biasa (Vs≠VR+ VL).

64 | Pengaruh Sinyal AC pada Kumparan


2. Diagram Fasor

a. Rangkaian sama dengan Gambar 15.1.


b. Letakkan tanah (ground) osiloskop pada ujung positif kumparan L, kanal
1 pada ujung positif penghambat R, dan kanal 2 pada ujung negatif L.
c. Lengkapi beda fasa pada Tabel 15.2 dengan mengubah-ubah
frekuensi generator sinyal. Acuan beda fasa 0° pada VR.
Tabel 15.2
No Frekuensi (Hz) ϕ ( °)
1
2
3

d. Diagram fasor untuk tegangan pada penghambat dilambangkan


dengan tanda panah horizontal menunjuk ke kanan dan panjangnya
menunjukkan besar tegangan pada penghambat tersebut.
e. Diagram fasor untuk tegangan pada kumparan dilambangkan oleh
tanda panah vertikal menunjuk ke atas dan panjangnya menunjukkan
besar tegangan pada lilitan tersebut.
f. Diagram fasor untuk tegangan sumber dilambangkan dengan hasil
resultan fasor tegangan penghambat dan fasor tegangan kumparan.
g. Gambarkan untuk masing-masing frekuensi diagram fasornya!
h. Setiap frekuensi, VR dan VL memiliki beda fasa yang berbeda.

VI. Kesimpulan
1. Nilai reaktansi suatu kumparan dipengaruhi frekuensi. Besarnya bertambah
jika frekuensi sinyal yang diumpankan membesar.
2. Dengan cara penggambaran fasor, terlihat sudut antara fasor tegangan
pada kumparan membentuk sudut 90° mendahului tegangan hambatan.

Pengaruh Sinyal AC pada Kumparan | 65


RLC Seri dan Resonansi Seri EE060016

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami gejala


resonansi pada rangkaian RLC seri.

II. Pendahuluan

Gabungan komponen pasif penghambat, kapasitor, dan kumparan dapat


menghasilkan gejala yang disebut resonansi. Resonansi ini bergantung pada
bentuk rangkaiannya. Karenanya pada percobaan ini akan digunakan bentuk
rangkaian yang paling mendasar, yaitu rangkaian resonansi seri. Pada resonansi
seri ketiga komponen tersebut diserikan. Pada percobaan ini akan diperlihatkan
sifat rangkaian resonansi tersebut.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W. H. dan J. E. Kemmerly, “Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach,”
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
Penghambat 1.5kΩ
Kapasitor 100nF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter Digital
LCR Meter

V. Langkah kerja

1. Resonansi dan Tegangan Pada RLC Seri.

a. Siapkan papan plug-in, penghambat 1.5kΩ, kapasitor 100nF,


kumparan 1000 lilit, Inti besi I, generator sinyal, saklar, dan osiloskop.
b. Kalibrasi osiloskop.
c. Dengan menggunakan papan plug-in dan dalam keadaan saklar
terbuka, buat rangkaian seperti pada Gambar 16.1.

66 |RLC Seri dan Resonansi Seri


R =1.5KΩ L =1000 lilit

V VL
R

1,5 V V V
c C =100nF =Z
S

Gambar 16.1
Tabel 16.1
Frek VS VR VL VC I =…… Z =……
No. √(VS2+( VL-VC)2)
(Hz) ( volt ) ( volt) ( volt ) ( volt ) (A) (Ω)
1
2
3
4
5
6
d. Hidupkan saklar dan dengan menggunakan osiloskop kanal 1, catat
puncak tegangan VS, VR , VL, dan VC pada Tabel 16.1 untuk beberapa
nilai frekuensi sumber. Pada tiap-tiap frekuensi tersebut periksa
kembali nilai besar sinyal. Sinyal harus tetap memiliki nilai puncak ke
puncak 1,5VPP dan frekuensi100Hz-3kHz.
e. Atur agar salah satu frekuensi yang dicatat menyebabkan VR terbesar.
f. Frekuensi yang demikian dinamakan frekuensi resonansi seri.
g. Tegangan-tegangan tersebut memiliki besar tegangan dan fasa yang
berbeda, karenanya tegangan tersebut juga disebut fasor.
h. Juga perhatikan bahwa terdapat hubungan VS=√(VR2+(VL-VC)2 ).
i. Plot nilai hambatan terhadap frekuensi pada Grafik 16.1. Terlihat
grafik memiliki nilai minimum.
Z ( Ω)

F (H z )

Grafik 16.1

RLC Seri dan Resonansi Seri| 67


2. Diagram fasor

a. Susunlah rangkaian yang sama dengan Gambar 16.1.


b. Kemudian letakkan tanah (ground) osiloskop pada ujung positif kapasitor
C. Kanal 1 pada ujung positif L, dan kanal 2 pada ujung negatif C.
c. Lengkapi kolom beda fasa (ϕCL) pada Tabel 16.2 dengan mengubah-
ubah frekuensi generator sinyal dengan nilai-nilai yang sama dengan
nilai-nilai pada Tabel 16.1. Acuan beda fasa 0° pada C.
Tabel 16.2
Frekuensi ϕCL ϕLR
No
(Hz) ( °) ( °)
1
2
3
4
5
6
7
d. Kemudian letakkan tanah osiloskop pada ujung positif L. Kanal 1
pada ujung positif R dan kanal 2 pada ujung negatif L.
e. Lengkapi kolom beda fasa (ϕCL) pada Tabel 16.2 untuk nilai-nilai
frekuensi yang sama dengan nilai-nilai frekuensi pada Tabel 16.1. Acuan
beda fasa 0° pada VR.
f. Diagram fasor untuk tegangan pada penghambat dilambangkan oleh
tanda panah horizontal menunjuk ke kanan dan panjangnya
menunjukkan besar tegangan pada penghambat tersebut. Diagram
fasor ini merupakan fasor acuan 0°.
g. Diagram fasor untuk tegangan pada kapasitor dilambangkan oleh
tanda panah vertikal menunjuk ke bawah dan panjangnya
menunjukkan besar tegangan kapasitor tersebut.
h. Diagram fasor untuk tegangan pada kumparan dilambangkan oleh
tanda panah vertikal menunjuk ke atas dan panjangnya menunjukkan
besar tegangan pada kumparan tersebut.
i. Diagram fasor untuk tegangan sumber dilambangkan oleh hasil
resultan fasor tegangan pada penghambat, kapasitor, dan kumparan.
j. Gambarkan diagram fasornya!
k. Untuk setiap frekuensi, VR dan VL memiliki beda fasa yang berbeda.

68 |RLC Seri dan Resonansi Seri


VI. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian RLC seri disebut beresonansi seri pada suatu frekuensi
jika komponen kapasitif dan induktif tidak berpengaruh, jika dioperasikan
pada frekuensi tersebut. Jadi seakan-akan kedua komponen tersebut
dihubung-singkatkan.
2. Ketika suatu rangkaian RLC seri dalam keadaan beresonansi, impedansinya
memiliki nilai minimum, dan tegangan pada L dan C saling meniadakan.
3. Pada resonansi seri terlihat bahwa nilai tegangan pada penghambat paling
besar. Karena itu resonansi seri sering kali disebut resonansi tegangan.
4. Dengan cara penggambaran fasor, terlihat bahwa fasor tegangan pada
penghambat dan fasor tegangan pada kapasitor membentuk sudut 90°
dengan fasor tegangan kapasitor tertinggal terhadap fasor tegangan
penghambat, sedangkan dengan kumparan fasor tegangan penghambat
membentuk sudut 90° dengan fasor tegangan kumparan mendahului fasor
tegangan penghambat. Dengan demikian tegangan kapasitor dan tegangan
kumparan akan saling melemahkan atau saling meniadakan. Besar
keseluruhan fasor tersebut menentukan sudut dan besar tegangan VS. Hal
ini sesuai dengan hasil percobaan yang tertera pada Tabel 16.1

RLC Seri dan Resonansi Seri| 69


RLC Paralel dan
EE060017
Resonansi Paralel

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami gejala


resonansi pada rangkaian RLC paralel.

II. Pendahuluan

Gabungan komponen pasif penghambat, kapasitor, dan kumparan dapat


menghasilkan gejala yang disebut resonansi. Resonansi ini bergantung pada
bentuk rangkaiannya. Karenanya pada percobaan ini akan digunakan bentuk
rangkaian yang paling mendasar, yaitu resonansi paralel. Pada resonansi paralel
ketiga komponen tersebut disusun secara paralel. Pada percobaan ini akan
diperlihatkan sifat rangkaian resonansi tersebut.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W. H. dan J. E. Kemmerly, “Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach,”
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 penghambat 100 Ω
Kapasitor 470nF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
3 adapter amperemeter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop

70 |RLC Paralel dan Resonansi Paralel


V. Langkah kerja

1. Resonansi Dan Arus Pada RLC Paralel

a. Siapkan papan plug-in, penghambat 100Ω (dua buah), kapasitor


470nF, kumparan 1000 lilit, generator sinyal, saklar, adapter
amperemeter (tiga buah), dan osiloskop.
b. Bila perlu kalibrasi ulang osiloskop.
c. Dengan menggunakan papan plug-in dan dalam keadaan saklar
terbuka, buatlah rangkaian seperti pada Gambar 17.1.
R1 =100Ω IS

S
AA AA
IR IL

AA

1 ,5 V V R 2 =100Ω IC L = 1 0 0 0 lilit VL
S
C = 470 nF

Gambar 17.1
Tabel 17.1
Frek VS VL VS − VL IR IC IL V
No IS = √(IR2+(IL-IC)2) Z = I
l
R1
(Hz) (volt) (volt) (A) (A) (A) S

1
2
3
4
5
6
7
d. Hidupkan saklar dan dengan menggunakan osiloskop kanal 1, catat
tegangan puncak VS dan VL, juga arus IR, IC dan IL pada Tabel 17.1
untuk beberapa nilai frekuensi sumber. Pada setiap frekuensi tersebut
periksalah kembali besar VS agar tetap bernilai puncak ke puncak 1,5VPP.
e. Usahakan salah satu frekuensi yang dicatat menyebabkan E terbesar.
Frekuensi yang demikian dinamakan frekuensi resonansi paralel yang
menyebabkan arus IS terkecil.

RLC Paralel dan Resonansi Paralel | 71


f. Tegangan dan arus tersebut memiliki besar dan fasa yang berbeda,
karenanya besaran-besaran tersebut dapat dinyatakan dengan fasor.
g. Juga perhatikan bahwa terdapat hubungan IS=√(IR2+(IL-IC)2).
h. Rajahlah nilai impedansi RLC paralel (Z) terhadap frekuensi pada
Grafik 17.1. Terlihat grafik memiliki nilai maksimum.

Grafik 17.1

2. Diagram Fasor

a. Buatlah rangkaian yang sama dengan rangkaian pada Gambar 17.1.


b. Kemudian hubungkan tanah (ground) osiloskop ke ujung negatif
penghambat R1, kanal 1 ke ujung positif penghambat R2, dan kanal 2
ke ujung positif kapasitor.
c. Lengkapi beda fasa (ϕCR) pada Tabel 17.2 untuk frekuensi generator
sinyal yang berbeda-beda, dengan nilai frekuensi yang sama dengan nilai-
nilai pada Tabel 17.1. Acuan beda fasa 0° pada arus yang melalui R2.
Tabel 17.2
Frekuensi ϕCR ϕLR
No
(Hz) ( °) ( °)
1
2
3
4

d. Kemudian hubungkan kanal 1 tetap pada ujung positif R2 dan kanal 2


pada ujung positif kumparan.
e. Lengkapi beda fasa (ϕLR) pada Tabel 17.2 untuk frekuensi-frekuensi
generator sinyal yang nilai-nilainya sama dengan nilai-nilai pada
Tabel 17.1. Acuan beda fasa 0° pada penghambat R2.
f. Diagram fasor untuk arus pada penghambat dilambangkan oleh
tanda panah horizontal menunjuk ke kanan dan panjangnya

72 |RLC Paralel dan Resonansi Paralel


menunjukkan besar arus yang melalui penghambat tersebut. Diagram
fasor ini merupakan fasor referensi 0°.
g. Diagram fasor untuk arus pada kapasitor dilambangkan oleh tanda
panah vertikal menunjuk ke atas dan panjangnya menunjukkan besar
arus kapasitor tersebut.
h. Diagram fasor untuk arus pada kumparan dilambangkan oleh tanda
panah vertikal menunjuk ke bawah dan panjangnya menunjukkan
besar arus pada kumparan tersebut.
i. Diagram fasor untuk arus sumber dilambangkan oleh hasil resultan
fasor arus pada hambatan, kapasitor dan lilitan.
j. Gambarkan diagram fasor untuk setiap frekuensi yang tertera pada
Tabel 17.2!

VI. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian RLC paralel disebut beresonansi paralel pada suatu
frekuensi jika komponen kapasitif dan induktif tidak berpengaruh, jika
dioperasikan pada frekuensi tersebut. Jadi seakan-akan kedua komponen
tersebut diputuskan.
2. Suatu rangkaian RLC paralel dalam keadaan beresonansi memiliki nilai
impedansinya yang maksimum dan arus pada L dan C saling menghilangkan.
3. Pada resonansi paralel terlihat bahwa nilai arus yang melalui penghambat
paling besar. Karena itu resonansi paralel sering kali disebut resonansi arus.
4. Sudut fasa antara arus kapasitor (C) dan arus kumparan(L) berbeda 180°, yang
membawa akibat kedua arus pada keadaan resonansi saling menghilangkan.

RLC Paralel dan Resonansi Paralel | 73


Pengaruh Sinyal AC
EE060018
Pada Rangkaian RC Paralel

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami


hubungan arus AC pada penghambat dan kapasitor rangkaian RC paralel.

II. Pendahuluan

Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal AC terhadap komponen pasif
kapasitor dan penghambat yang diserikan. Pada bagian ini, kedua rangkaian itu
akan dibahas pada bentuk paralelnya, terutama hubungan antara arus yang
melaluinya. Rangkaian yang demikian memiliki tegangan yang sama pada
masing-masing komponen, karena membentuk dua buah node bersama.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan.
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 penghambat 100Ω
Kapasitor tantalum 1µF 35V
Inti besi I
3 adapter amperemeter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop

V. Langkah kerja

1. Arus Pada Kapasitor

a. Siapkan papan plug-in, dua buah hambatan 100Ω, kapasitor


tantanlum 1µF/35V, saklar, osiloskop, tiga buah adapter
amperemeter, dan generator sinyal.

74 |Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RC Paralel


b. Dalam keadaan saklar terbuka, buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 18.1 pada papan plug-in.
R =100 Ω IS
AA
S

AA AA
IR IC

1,5 V V R =100 Ω C =1µF


S

Gambar 18.1
Tabel 18.1
Frekuensi IS IR IL √(IR2+ IC2) IR + IC
No
(Hz) (A) (A) (A) (A) (A)
1 1000
2
3

c. Bila perlu, kalibrasi ulang osiloskop.


d. Hidupkan saklar dan atur generator sinyal agar menghasilkan sinyal
sinus dengan puncak (VS) sebesar 1,5VPP dan frekuensinya 1kHz.
e. Kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 dan adapter untuk melihat
IS, IR, dan IC. Catat tegangan puncak pada Tabel 18.1.
f. Pada percobaan ini terlihat bahwa arus IS, IR, dan IC berbeda fasa satu
sama lain dan mempunyai besar arus yang berbeda, karenanya arus ini
juga disebut fasor, dan memiliki hubungan IS=√(IR2+IC2). Jadi untuk
memperoleh arus IS tidak dapat dijumlahkan secara biasa (IS=IR+IC).
2. Diagram Fasor
a. Buatlah rangkaian sama dengan rangkaian pada Gambar 18.1.
b. Hubungkan tanah (ground) osiloskop ke simpul persekutuan adapter
amperemeter (AA).,kanal 1 ke ujung positif hambatan, dan kanal 2
ke ujung positif kapasitor.
c. Lengkapi kolom beda fasa pada Tabel 18.2 dengan nilai-nilai fasa pada
frekuensi generator sinyal yang berbeda-beda. Acuan beda fasa 0° pada IR.
Tabel 18.2
No Frekuensi (Hz) Beda fasa ϕ (°)
1 1000
2
3

Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RC Paralel | 75


d. Diagram fasor untuk arus pada penghambat dilambangkan dengan
menggunakan tanda panah horizontal ke arah kanan, yang
panjangnya menunjukkan besar arus pada pehambat tersebut.
e. Diagram fasor untuk arus pada kapasitor dilambangkan dengan
menggunakan tanda panah vertikal menunjuk ke bawah dan
panjangnya menunjukkan besar arus pada kapasitor tersebut.
f. Diagram fasor untuk arus sumber dilambangkan oleh hasil resultan
fasor arus pada hambatan dan pada kapasitor.
g. Gambarkan diagram fasor untuk frekuensi-frekuensi yang tercantum
pada Tabel 18.2!

VI. Kesimpulan
1. Arus pada rangkaian yang mengandung kapasitor dan diberi sinyal AC
dapat memiliki fasa yang berbeda dengan arus pada rangkaian yang tidak
mengandung kapasitor, karenanya disebut fasor arus.
2. Dengan cara penggambaran fasor, sudut antara fasor arus pada
penghambat dan fasor arus pada kapasitor dapat diperlihatkan. Kedua
fasor ini membentuk sudut 90°, dengan arus pada kapasitor tertinggal
terhadap arus pada penghambat. Besar kedua fasor arus ini menentukan
sudut fasa dan besar arus IS. Ini sesuai dengan hasil percobaan yang
tertera pada Tabel 18.1.

76 |Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RC Paralel


Pengaruh Sinyal AC
EE060019
Pada Rangkaian RL Paralel

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Memahami hubungan antar arus AC pada rangkaian RL paralel.


2. Menggambar diagram fasor untuk rangkaian RL paralel.

II. Pendahuluan

Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal AC terhadap komponen pasif
kumparan dan hambatan yang dirangkai seri. Pada bagian ini, rangkaian yang akan
dibahas adalah bentuk paralel hambatan dan kumparan, terutama hubungan antara
arus yang melaluinya. Rangkaian yang demikian memiliki tegangan yang sama pada
masing-masing komponen, karena membentuk dua buah simpul bersama.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E, ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 penghambat 100Ω
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
3 adapter amperemeter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop

V. Langkah kerja

1. Arus Pada Kumparan

a. Siapkan papan plug-in, dua buah penghambat 100Ω, kumparan 1000 lilit,
saklar, osiloskop, tiga buah adapter amperemeter, dan generator sinyal.

Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RL Paralel | 77


b. Dalam keadaan saklar terbuka, buatlah rangkaian pada Gambar 19.1
pada papan plug-in.
R =100Ω IS
AA
S
AA AA
IR IL

R =100 Ω L=1000 lilit


1,5 V V
S

Gambar 19.1
Tabel 19.1
Frek IS IR IL √(IR2+ IL2) IR+ IL
No
(Hz) (A) (A) (A) (A.) (A)
1 1000
2
3
c. Bila perlu kalibrasi ulang osiloskop.
d. Hidupkan saklar, atur generator sinyal agar menghasilkan sinyal sinus
dengan puncak (VS) sebesar 1,5VPP dan frekuensi sebesar 1kHz.
e. Kemudian gunakan kanal 1 osiloskop dan adapter arus untuk
melihat IS, IR dan IL. Kemudian catat tegangan-tegangan puncaknya
pada Tabel 19.1.
f. Pada percobaan ini terlihat bahwa arus IS, IR, dan IL berbeda-beda
fasanya, karenanya arus ini juga disebut fasor, dan memiliki
hubungan IS=√(IR2+IL2). Jadi arus IS tidak dapat diperoleh dengan
menjumlahkan IR dan IL secara biasa (IS ≠ IR+IL).
2. Diagram Fasor

a. Buatlah rangkaian sama dengan rangkaian pada Gambar 19.1.


b. Letakkan tanah (ground) osiloskop pada simpul adapter amperemeter
(AA), kanal 1 pada ujung positif penghambat dan kanal 2 pada ujung
positif kumparan.
c. Lengkapi kolom beda fasa ϕ pada Tabel 19.2 untuk berbagai
frekuensi generator sinyal. Acuan beda fasa 0° pada IR.
Tabel 19.2
No Frekuensi (Hz) Beda fasa ϕ (°)

1 1000

2
3

78 |Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RL Paralel


d. Diagram fasor untuk arus pada hambatan dilambangkan oleh tanda
panah horizontal menunjuk ke kanan dan panjangnya menunjukkan
besar arus hambatan tersebut.
e. Diagram fasor untuk arus pada kumparan dilambangkan oleh tanda
panah vertikal menunjuk ke atas dan panjangnya menunjukkan besar
arus pada kumparan tersebut.
f. Diagram fasor untuk arus sumber dilambangkan oleh hasil resultan
fasor arus pada penghambat dan pada kumparan.
g. Gambarkan diagram fasor untuk frekuensi-frekuensi yang tercantum
pada Tabel 19.2!

VI. Kesimpulan
1. Arus AC yang mengalir pada rangkaian yang mengandung kumparan dapat
memiliki fasa yang berbeda-beda, karenanya arus tersebut digambar
dengan diagram fasor.
2. Dengan cara penggambaran fasor, sudut antara fasor arus pada
penghambat dan fasor arus pada kumparan dapat diperlihatkan. Kedua
fasor itu membentuk sudut 90°, dengan fasor arus penghambat
mendahului fasor arus pada kumparan. Besar kedua fasor ini menentukan
sudut fasa dan besar arus IS. Ini sesuai dengan hasil-hasil percobaan yang
tertera pada Tabel 19.1.

Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RL Paralel | 79


Kompensasi Seri EE060020

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat mencari beda fasa
sebelum kompensasi dan setelah kompensasi seri.

II. Pendahuluan

Sebelumnya sudah dipelajari tentang hubungan seri antara kumparan dan


penghambat. Pada percobaan ini dipelajari pengaruh kapasitor yang
dihubungkan seri terhadap hubungan seri kumparan dan penghambat.

Penambahan kapasitor terhadap rangkaian dapat mempengaruhi beda fasa,


faktor kualitas dan daya.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W. H. dan J. E. Kemmerly, “Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach,”
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Penghambat 100 Ω
Penghambat 220 Ω
Kapasitor 2,2µF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter

V. Langkah kerja
1. Pada papan plug-in, buatlah rangkaian seperti pada Gambar 20.1.

80 |Kompensasi Seri
C1
L1 2,2µ F
1000 lilit

R2 R1
220Ω 100Ω

Gambar 20.1
2. Nyalakan generator fungsi pada frekuensi 1KHz dan tegangan sebesar 18VPP.
3. Pasang kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan pada R1 dan kanal 2
osiloskop untuk mengukur tegangan pada R2.
4. Gambarkan bentuk gelombang masing-masing kanal osiloskop dan ukur
besar sudut antara VR2 dan VR1.

... V/Div

... s/Div

... V/Div

Gambar 20.2
5. Hitung besar beda fasa antara VR2 dan VR1 dengan menggunakan
persamaan berikut:
ϕ = (TVR1 − TVR2 ) ⋅ Time
Div

3600
α= ⋅ϕ
∑ Kotak ⋅ Time Div
VR 1 max
I1 =
2 ⋅ R1
6. Hitung besar arus yang mengalir
7. Ukur tegangan Vin dan VL1 dengan menggunakan multimeter. Buat diagram
fasornya.

Kompensasi Seri | 81
VL1

VIN

Grafik 20.1
8. Pasang kapasitor 2,2 µF seri dengan kumparan. Atur kembali tegangan
pada generator fungsi sehingga tegangan R1 sama dengan sebelum
kapasitor dipasang.
9. Gambar kembali bentuk gelombang masing-masing kanal. Hitung juga
besar sudut antara VR2 dan VR1.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 20.3
10. Dengan menggunakan multimeter, ukur kembali VR1, VL, dan VC.
Kemudian buat diagram fasornya.

VL

VC

VIN

Grafik 20.2
11. Tegangan pada kapasitor (VC) dapat dihitung jika diketahui VR1 dan beda
fasa sebelum kompensasi (α1) dan setelah kompensasi (α2) dengan cara:
VC = VR (tan α 1 − tan α 2 )

82 |Kompensasi Seri
12. Hitung daya (P) dan faktor kualitas (QC) dengan menggunakan persamaan
berikut:
2
VR1
P=
R

Q C = P(tan α1 − tan α 2 )

13. Hitung pula faktor kualitas induktor (QL = VL1 ∗ I) dan buat diagram fasornya.

QL

QC

Grafik 20.3

VI. Kesimpulan

Hubungan seri kapasitor menghasilkan daya reaktif QC, yang mempunyai beda
fasa sebesar 180° dengan QL. Daya reaktif utama rangkaian dikurangi selisih QL
dan QC. Pada saat ini rangkaian tidak terbebani

Kompensasi Seri | 83
Kompensasi Paralel EE060021

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat menentukan beda


fasa sebelum kompensasi dan setelah kompensasi paralel.

II. Pendahuluan

Sebelumnya sudah dipelajari tentang hubungan paralel antara kumparan dan


penghambat. Pada percobaan ini dipelajari pengaruh kapasitor yang
dihubungkan seri terhadap hubungan paralel kumparan dan penghambat.

Penambahan kapasitor terhadap rangkaian dapat mempengaruhi beda fasa,


faktor kualitas dan daya.

III. Buku bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W. H. dan J. E. Kemmerly, “Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.


2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach,”
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Penghambat 100 Ω
2 penghambat 10 Ω dua buah
Kapasitor 1µF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter

V. Langkah Kerja
1. Pada papan plug-in, buatlah rangkaian seperti pada Gambar 21.1.

84 |Kompensasi Paralel
C1

1000
L1 F
1000 lilit

R2 R1 R3
220Ω 100Ω 10Ω

Gambar 21.1
2. Nyalakan generator fungsi pada frekuensi 1KHz dan tegangan sebesar 18 VPP.
3. Pasang kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan pada R1 dan kanal 2
osiloskop untuk mengukur tegangan pada R2.
4. Gambarkan bentuk gelombang masing-masing kanal osiloskop dan hitung
besar sudut antara VR2 dan VR1.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 21.2
5. Hitung IR2, IL1, I, φ1 dan buat diagram fasornya.
VPP V
V= , I= , I = IR + IL
2 2

2 2 R
I
ϕ1 = Cos −1 R1
I

IL

IR

Grafik 21.1

Kompensasi Paralel | 85
6. Tambahkan R3 dan C1 pada rangkaian dengan cara dihubungkan paralel.
7. Pasang kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan R3 dan kanal 2
osiloskop untuk mengukur tegangan R1.
8. Gambarkan bentuk gelombang masing-masing kanal osiloskop.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 21.3
9. Hitung besar IC1, I dan φ2, kemudian gambar diagram fasornya

, I = I R 2 + (I L − I C )
VR 3
I C1 =
2 2

R3
I R2
ϕ 2 = cos −1
I

IC

IR

Grafik 21.2
10. Arus IC1 dapat dihitung jika IR2, ϕ1 dan ϕ2 diketahui, dengan menggunakan
persamaan IC1 = IR1 (tan ϕ1 − tan ϕ 2 ) .

11. Hitung juga daya


(P = VR2 ⋅ IR2 ) dan faktor kualitas (Q C = P(tan ϕ1 − tan ϕ 2 )) .
Gambar juga diagram fasornya.

86 |Kompensasi Paralel
IL
IC

IR

Grafik 21.3

VI. Kesimpulan

Dengan menghubungkan kapasitor secara paralel, daya semu yang


dikonsumsi dapat dikurangi pada daya aktif yang konstan, pada kondisi diberi
tegangan dan tidak terbebani.

Kompensasi Paralel | 87
Penyearah Setengah Gelombang EE060022

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Memahami prinsip kerja penyearah setengah gelombang.


2. Memahami pengaruh kapasitor penghalus terhadap tegangan keluaran.

II. Pendahuluan

Peralatan elektronika pada umumnya menggunakan tegangan DC untuk dapat


beroperasi, sedangkan sumber listrik biasanya berupa tegangan AC. Karena itu
alat pengubah tegangan AC menjadi tegangan DC. Pengubah itu disebut
penyearah (rectifier).

Rangkaiannya mengandung beberapa dioda. Bentuk konfigurasi dioda tersebut


menentukan sifat penyearahan sinyal AC, sehingga ada istilah penyearah
setengah gelombang dan penyearah gelombang penuh.

Pada bagian ini akan dibahas sifat-sifat penyearah setengah gelombang dan
istilah-istilah yang berhubungan dengannya.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Boylestad, R., and L. Nashelsky, ”Electronic Devices and Circuit Theory”,


Prentice-Hall of India, New Delhi, 1991.
2. Millman, J., and C.C. Halkias, ”Integrated Electronics”, McGraw-Hill Book
Company, Singapore, 1972.
3. Millman, J., and A. Grabel, ”Microelectronics”, McGraw-Hill Book Company,
Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power Supply PTE-022-02
Dioda 1N4002
Penghambat 100kΩ dan 4k7Ω
Kapasitor 1µF/35V dan 10µF/35V
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Osiloskop

88 | Penyearah Setengah Gelombang


V. Langkah Kerja
1. Proses Penyearahaan Gelombang

a. Siapkan papan plug-in, sumber tegangan AC, dioda 1N4002,


penghambat 100kΩ, multimeter digital, dan osiloskop.
b. Dengan keadaan sumber tegangan AC mati, rangkailah rangkaian
seperti pada Gambar 22.1 pada papan plug-in.
A B

1N4002
+ 1uF/
10V(RMS) 100kΩ
35V

Gambar 22.1
c. Hidupkan sumber tegangan AC.
d. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk
pengukuran AC ukur tegangan pada titik A kemudian isikan hasilnya
pada Tabel 22.1.
Tabel 22.1
Hasil pengukuran
Hasil pengukuran Multimeter
osiloskop

Pengukuran Pengukuran Pengukuran Nilai Puncak



VA (volt) -
VB (volt) -
e. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk
pengukuran DC, ukur tegangan pada titik B, kemudian isikan hasilnya
pada Tabel 22.1.
f. Dengan menggunakan osiloskop yang diatur untuk pengukuran DC,
hubungkan kanal 1 pada titik A dan kanal 2 pada titik B. Tempatkan
pembacaan kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan kanal 2
pada bagian bawah. Sket gambar yang tampak pada Grafik 22.1 dan
isikan hasil pengamatan pada Tabel 22.1.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 22.1

Penyearah Setengah Gelombang | 89


g. Matikan sumber tegangan AC.
h. Lengkapi Tabel 22.1.
i. Terlihat pada tampilan osiloskop bahwa bagian negatif sinyal AC
hilang dan hanya bagian yang positif saja yang diloloskan.

2. Pengaruh Kapasitor Penghalus

a. Siapkan kapasitor tantalum 1µF/35V, kapasitor elektrolit 10µf/35V,


dan penghambat 4k7Ω.
b. Dengan masih menggunakan rangkaian seperti pada Gambar 1,
tambahkan kapasitor pada posisi seperti yang digambarkan dengan
garis putus-putus pada Gambar 22.1.
c. Hubungkan multimeter yang telah diatur untuk pengukuran DC
dengan titik B.
d. Hidupkan sumber tegangan AC dan sket sinyal yang tampak pada
osiloskop pada Grafik 22.2.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 22.2
e. Lihat hasil pengukuran multimeter dan isikan pada Tabel 22.2.
Tabel 22.2
Pengukuran Osiloskop Pengukuran Multimeter

Kapasitor Penghambat
No. Vr puncak-puncak Tegangan rata-rata
(µF) (Ω) (DC)
(V)
(volt)
1
2
3
4
f. Terlihat pada hasil pengukuran bahwa dengan menggunakan kapasitor,
hasil penyearahan mendekati sinyal DC. Tampak masih terdapat sisa-sisa
gelombang pada titik B. Gelombang ini disebut riak (ripple) dan
dinyatakan besarnya oleh tegangan riak (Vr). Untuk mengukur besarnya
tegangan riak tersebut lakukan prosedur percobaan berikut.
g. Atur kanal 2 osiloskop untuk pengukuran AC.

90 | Penyearah Setengah Gelombang


h. Ukur tegangan riak puncak ke puncak titik B dan isikan hasilnya
pada Tabel 22.2.
i. Matikan sumber tegangan AC.
j. Tukar kapasitor 1µF/35V dengan kapasitor 10µF/35V.
k. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 22.2.
l. Matikan sumber tegangan AC.
m. Tukar penghambat 100kΩ dengan penghambat 4k7Ω.
n. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 22.2.
o. Matikan sumber tegangan AC.
p. Lepaskan penghambat 4k7Ω.
q. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 22.2.
r. Ubah pengaturan kanal 2 osiloskop menjadi pengukuran DC.
Tempatkan tampilan kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan
kanal 2 di bawahnya.
s. Sket gambar yang tampak pada osiloskop pada Grafik 22.3.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

-
Grafik 22.3

Penyearah Setengah Gelombang | 91


VI. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian penyearah setengah gelombang meloloskan sinyal AC
sinus setengah gelombang saja.
2. Bila sebuah kapasitor dipasang paralel dengan beban, tegangan keluaran
penyearah mendekati tegangan DC murni. Karenanya kapasitor tersebut
dikatakan kapasitor penghalus (smoothing capacitor).
3. Tegangan tidak rata (tidak halus) yang masih terkandung pada tegangan
DC yang telah dihaluskan dinamakan tegangan riak tegangan DC.
4. Antara tegangan AC hasil pengukuran dengan osiloskop dan hasil
pengukuran dengan multimeter ada hubungannya: nilai pengukuran
osiloskop = nilai pengukuran multimeter × 2 . Nilai tegangan hasil
pengukuran multimeter disebut tegangan RMS.
5. Antara tegangan DC hasil pengukuran dengan osiloskop dan hasil
pengukuran dengan multimeter ada hubungannya: nilai pengukuran
osiloskop = nilai pengukuran multimeter x π. Nilai tegangan hasil
pengukuran multimeter disebut tegangan rata-rata.
6. Semakin besar nilai kapasitor semakin mendekati pula tegangan yang
dihasilkan dengan tegangan DC murni.
7. Semakin besar beban/arus beban semakin besar pula riak tegangan DC
yang dihasilkan.
8. Tegangan keluaran suatu penyearah dengan penghalus kapasitor akan
sama dengan tegangan puncak tegangan AC-nya.
9. Dari kesimpulan 4 dan 5 dapat ditarik kesimpulan akhir:

“Semakin besar beban yang dihubungkan pada rangkaian penyearah nilai


kapasitor penghalus harus semakin besar, agar tegangan riaknya cukup
kecil untuk mempengaruhi kerja beban tersebut”.

92 | Penyearah Setengah Gelombang


Penyearah Gelombang Penuh EE060023

I. Tujuan

Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:

1. Memahami prinsip kerja penyearahan gelombang penuh.


2. Memahami pengaruh kapasitor penghalus.
3. Membandingkan antara penyearah gelombang penuh dengan penyearah
setengah gelombang.

II. Pendahuluan

Pada bagian lalu telah dibahas sifat-sifat dari penyearah setengah gelombang.
Dengan menggunakan empat buah dioda yang disusun sedemikian rupa maka
akan diperoleh penyearah gelombang penuh. Penyearah gelombang penuh ini
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan penyearah setengah
gelombang. Karena itu pada bagian ini akan dibahas mengenai sifat-sifat dari
penyearah gelombang dan istilah-istilah yang berhubungan dengannya.

III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Boylestad, R., and L. Nashelsky, ”Electronic Devices and Circuit Theory”,


Prentice-Hall of India, New Delhi, 1991.
2. Millman, J., and C.C. Halkias, ”Integrated Electronics”, McGraw-Hill Book
Company, Singapore, 1972.
3. Millman, J., and A. Grabel, ”Microelectronics”, McGraw-Hill Book Company,
Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Sumber tegangan AC
4 dioda 1N4002
Penghambat 4k7 dan 100kΩ
Kapasitor 1µF/35V dan 10µF/35V
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Sumber AC
Osiloskop

Penyearah Gelombang Penuh | 93


V. Langkah Kerja

1. Proses Penyearahan Gelombang

a. Siapkan papan plug-in, sumber tegangan AC, empat buah dioda


1N4002, penghambat 100kΩ, multimeter digital, dan osiloskop.
b. Dengan keadaan sumber tegangan AC mati, susunlah rangkaian
seperti Gambar 23.1 pada papan plug-in.
A B

+
10V(RMS) 1uF/ 35V 100kΩ

4X
1N4002

Gambar 23.1
c. Hidupkan sumber tegangan AC.
d. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk pengukuran
AC, ukur tegangan pada titik A, kemudian isikan hasilnya pada Tabel 23.1.
Tabel 23.1

Hasil pengukuran
Hasil pengukuran multimeter
osiloskop

Pengukuran Pengukuran
Pengukuran Nilai puncak
× 2 ×π

VA (volt) -
VB (volt) -

e. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk


pengukuran DC, ukur tegangan pada titik B, kemudian isikan hasilnya
pada Tabel 23.1.
f. Dengan menggunakan osiloskop yang diatur untuk pengukuran DC,
hubungkan kanal 1 dengan titik A dan kanal 2 dengan titik B.
Tempatkan pembacaan kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan
kanal 2 pada bagian bawah. Sket gambar yang tampak pada Grafik
23.1 dan isikan hasil pengamatan itu pada Tabel 23.1.

94 | Penyearah Gelombang Penuh


... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 23.1
g. Matikan sumber tegangan AC.
h. Lengkapi Tabel 23.1.
i. Terlihat pada pengamatan bahwa bagian negatif sinyal AC akan
diubah menjadi positif sedangkan bagian positif tetap ada.

2. Pengaruh Kapasitor Penghalus

a. Siapkan kapasitor tantalum 1µF/35V, kapasitor elektrolit 10µF/35V,


dan penghambat 4k7Ω.
b. Dengan masih menggunakan rangkaian seperti pada Gambar 23.1,
tambahkan kapasitor pada posisi seperti yang tergambar dengan
garis putus-putus.
c. Hubungkan multimeter yang telah diatur untuk pengukuran DC
dengan titik B.
d. Hidupkan sumber tegangan AC dan sket sinyal yang tampak di layar
osiloskop pada Grafik 23.2.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 23.2
e. Lihat hasil pengukuran multimeter dan isikan pada Tabel 23.2.

Penyearah Gelombang Penuh | 95


Tabel 23.2

Pengukuran osiloskop Pengukuran multimeter


Kapasitor Penghambat
No Vr puncak-puncak Tegangan rata-rata
(µF) (Ω) (DC)
(volt)
(volt)
1
2
3
4

f. Terlihat pada hasil pengukuran bahwa dengan menggunakan


kapasitor hasil penyearahan mendekati sinyal DC. Tampak masih
terdapat sisa-sisa gelombang pada titik B. Gelombang ini disebut riak.
Besarnya disebut tegangan riak (Vr). Untuk mengukur besarnya
tegangan riak tersebut, lakukanlah prosedur percobaan berikut.
g. Atur kanal 2 osiloskop untuk pembacaan AC.
h. Ukur tegangan riak puncak ke puncak titik B dan isikan hasilnya
pada Tabel 23.2.
i. Matikan sumber tegangan AC.
j. Tukar kapasitor 1µF/35V dengan kapasitor 10µF/35V.
k. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 23.2.
l. Matikan sumber tegangan AC.
m. Tukar penghambat 100kΩ dengan penghambat 4k7Ω.
n. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 23.2.
o. Matikan sumber tegangan AC.
p. Lepaskan penghambat 4k7Ω.
q. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 23.2.
r. Ubah pengaturan kanal 2 osiloskop untuk pengukuran DC. Tempatkan
kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan kanal 2 di bawahnya.
s. Sket gambar yang tampak pada osiloskop pada Grafik 23.3.

96 | Penyearah Gelombang Penuh


... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 23.3

3. Proses Penyearahaan Gelombang Menggunakan Center Tapped (CT)

a. Siapkan papan plug-in, sumber tegangan AC, empat buah dioda


1N4002, penghambat 100kΩ, multimeter digital, dan osiloskop.
b. Dengan keadaan sumber tegangan AC mati, susunlah rangkaian
seperti pada Gambar 23.2 pada papan plug-in.

1N4002
A B
12 V

R1 C1
1KΩ 1µF/35V

CT

1N4002
12 V

Gambar 23.2
c. Hidupkan sumber tegangan AC.
d. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk pengukuran
AC, ukur tegangan pada titik A, kemudian isikan hasilnya pada Tabel 23.3.

Penyearah Gelombang Penuh | 97


Tabel 23.3

Hasil pengukuran
Hasil pengukuran multimeter
osiloskop

Pengukuran Pengukuran
Pengukuran Nilai puncak
× 2 ×π

VA (volt) -
VB (volt) -
e. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk
pengukuran DC, ukur tegangan pada titik B, kemudian isikan hasilnya
pada Tabel 23.3.
f. Dengan menggunakan osiloskop yang diatur untuk pengukuran DC,
hubungkan kanal 1 dengan titik A dan kanal 2 dengan titik B.
Tempatkan tampilan kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan
kanal 2 pada bagian bawah. Sket gambar yang tampak pada Grafik
23.4 dan isikan hasil pengamatan itu pada Tabel 23.3.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 23.4
g. Matikan sumber tegangan AC.
h. Lengkapi Tabel 23.3.
i. Terlihat pada pengamatan bahwa bagian negatif sinyal AC akan
diubah menjadi positif, sedangkan bagian positif tetap ada.

4. Pengaruh Kapasitor Penghalus

a. Siapkan kapasitor tantalum 1µF/35V, kapasitor elektrolit 10µF/35V,


dan penghambat 4k7Ω.
b. Dengan masih menggunakan rangkaian seperti pada Gambar 23.2,
tambahkan kapasitor pada posisi seperti yang tergambar dengan
garis putus-putus.
c. Hubungkan multimeter yang telah diatur untuk pengukuran DC
dengan titik B.
d. Hidupkan sumber tegangan AC dan sket sinyal yang tampak pada
osiloskop pada Grafik 23.5.

98 | Penyearah Gelombang Penuh


... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 23.5
e. Lihat hasil pengukuran multimeter dan isikan hasil itu pada Tabel 23.4.
Tabel 23.4

Pengukuran osiloskop Pengukuran multimeter


Kapasitor Hambatan
No Vr puncak-puncak Tegangan rata-rata
(µF) (Ω) (DC)
(volt)
(volt)
1
2
3
4

Terlihat pada hasil pengukuran bahwa dengan menggunakan


kapasitor, hasil penyearahan mendekati sinyal DC. Tampak masih
terdapat sisa-sisa gelombang pada titik B. Gelombang ini disebut riak
(ripple) dan besarnya disebut tegangan riak (Vr). Untuk mengukur
besar tegangan riak tersebut, lakukanlah prosedur percobaan berikut.
f. Atur kanal 2 osiloskop untuk pengukuran AC.
g. Ukur tegangan puncak ke puncak riak titik B dan isikan hasilnya
pada Tabel 23.4.
h. Matikan sumber tegangan AC.
i. Tukar kapasitor 1µF/35V dengan kapasitor 10µF/35V.
j. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 23.4.
k. Matikan sumber tegangan AC.
l. Tukar penghambat 100kΩ dengan penghambat 4k7Ω.
m. Lihat hasil pengukuran titik B dengan osiloskop dan multimeter
digital, kemudian catat hasilnya pada Tabel 23.4.
n. Matikan sumber tegangan AC.

Penyearah Gelombang Penuh | 99


o. Lepaskan penghambat 4k7Ω.
p. Lihat hasil pengukuran titik B pada osiloskop dan multimeter digital,
kemudian catat hasilnya pada Tabel 23.4.
q. Ubah pengaturan kanal 2 osiloskop untuk pengukuran DC. Tempatkan
kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan kanal 2 di bawahnya.
r. Sket gambar yang tampak pada osiloskop pada Grafik 23.6.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Grafik 23.6

VI. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian penyearah gelombang penuh akan meloloskan sinyal AC
sinus seluruhnya dengan bagian negatifnya diubah menjadi positif.
2. Bila pada beban dipasang sebuah kapasitor paralel dengan beban tersebut,
tegangan keluaran akan mendekati tegangan DC murni. Karenanya
kapasitor tersebut dikatakan kapasitor penghalus (smoothing capacitor).
3. Gelombang yang masih terkandung pada tegangan DC yang telah
dihaluskan dinamakan tegangan riak tegangan DC.
4. Ada hubungan antara tegangan AC hasil pengukuran dengan osiloskop dan
tegangan AC hasil pengukuran dengan multimeter, yaitu (nilai pengukuran
osiloskop) = (nilai pengukuran multimeter) × 2 . Nilai tegangan hasil
pengukuran multimeter disebut tegangan RMS.
5. Ada hubungan antara tegangan DC hasil pengukuran dengan osiloskop dan
tegangan DC hasil pengukuran dengan multimeter, yaitu (nilai pengukuran
osiloskop) = (nilai pengukuran multimeter × π/2) . Nilai tegangan hasil
pengukuran multimeter disebut tegangan rata-rata.
6. Semakin besar nilai kapasitor, semakin mendekati pula tegangan DC yang
dihasilkan dengan tegangan DC murni.
7. Semakin besar beban/arus beban, semakin besar pula tegangan riak pada
tegangan DC-nya.
8. Tegangan keluaran suatu penyearah dengan penghalus kapasitor akan
sama dengan tegangan puncak tegangan AC-nya.

100 | Penyearah Gelombang Penuh


9. Dari kesimpulan 4 dan 5 dapat ditarik kesimpulan akhir:
“Semakin besar beban yang dihubungkan pada rangkaian penyearah, semakin
besar nilai kapasitor penghalus yang harus digunakan, agar tegangan riak-nya
cukup kecil agar tidak mempengaruhi kerja beban tersebut”.
Bila dibandingkan dengan penyearah setengah gelombang, hasil yang
didapat pada penyearah gelombang penuh, dapat dilihat:
a. Frekuensi tegangan riak penyearah gelombang penuh dua kali
frekuensi tegangan riak penyearah setengah gelombang.
b. Untuk beban dan nilai kapasitor yang sama, tegangan riaknya lebih kecil.
c. Pada tegangan keluaran tanpa kapasitor terlihat bahwa untuk
penyearah setengah gelombang ada bagian yang bernilai nol selama
setengah perioda sinyal AC. Akan tetapi pada penyearah gelombang
penuh, bagian yang bernilai nol tidak ada. Hal ini berarti bahwa
penyearah gelombang penuh dapat memberikan daya yang lebih besar
kepada beban pada konfigurasi beban dan kapasitor yang sama.

Penyearah Gelombang Penuh | 101


Rangkaian 3 Fasa EE060024

I. Tujuan
Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:
1. Menggunakan notasi sumber dan beban tiga fasa.
2. Memahami sifat-sifat sumber dan beban Wye dan Delta.
3. Memahami sifat-sifat beban simetrik dan tak simetrik.

II. Pendahuluan
Energi listrik untuk konsumen perindustrian umumnya dibutuhkan dalam jumlah
yang amat besar. Karena itu penyalurannya berbeda dengan penyaluran untuk
konsumen perumahan biasa, untuk mengurangi energi yang hilang sewaktu
disalurkan. Bila pada konsumen biasa hanya dibutuhkan dua kawat (satu fasa),
maka untuk konsumen industri digunakan tiga kawat atau empat kawat (tiga
fasa). Dengan demikian daya yang hilang tersebut dapat ditekan. Karena itu
pada perindustrian banyak digunakan rangkaian fasa tiga, karena fasa tiga ini
dapat juga digunakan untuk rangkaian-rangkaian yang membutuhkan satu fasa.
Pada bagian ini akan dibahas dasar-dasar rangkaian tiga fasa. Hubungan umum
rangkaian tiga fasa, baik untuk beban mau pun untuk sumber, ada dua macam,
yaitu Wye (bintang) dan Delta, seperti diperlihatkan pada Gambar 24.1. Beban dan
sumber tiga fasa Wye dapat memiliki tiga atau empat kawat. Yang memiliki empat
kawat terdiri atas R, S, T, dan N, sedangkan yang memiliki tiga kawat tidak
menggunakan N. Sumber dan beban tiga fasa delta hanya menggunakan tiga
kawat saja yang terdiri atas R, S, dan T.
V2
R S R S

N
V1 V2
V1 V3

V3

T T
Sumber Tiga Fasa Y Sumber Tiga Fasa Delta

R S L2

R S
N
L1 L2

L3 L3
L1

T
Beban Tiga Fasa Y Beban Tiga Fasa Delta

Gambar 24.1

102 | Rangkaian Tiga Fasa


III. Buku Bacaan

Untuk membantu dan menambah pengetahuan tentang materi pada percobaan


ini, Anda disarankan membaca buku-buku:

1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E. ,”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.

IV. Peralatan
Utama: Modul Three Phase Transformer PTE-022-03
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Osiloskop

V. Langkah Kerja

1. Sumber Tiga Fasa

a. Siapkan osiloskop.
b. Hubungkan RST primer ke jala-jala listrik (PLN).
c. Hubungkan tanah (ground) osiloskop ke titik N sekunder.
d. Hubungkan kanal 1 osiloskop ke R dan kanal 2 ke S sekunder.
e. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
gambar 24.2.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 24.2
f. Hubungkan kanal 1 osiloskop ke T. Buatlah sketsanya pada Gambar 24.3.
g. Hubungkan kanal 2 osiloskop ke R. Buatlah sketsanya pada Gambar 24.4.

Rangkaian Tiga Fasa | 103


... S/Div

Ch 1 ... V/Div ... V/Div

Ch 2 ... V/Div ... V/Div

Gambar 24.3 Gambar 24.4


h. Hubungkan tanah osiloskop ke R sekunder.
i. Hubungkan kanal 1 pada S dan kanal 2 ke T.
j. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
Gambar 24.5.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 24.5
k. Hubungkan tanah osiloskop ke S.
l. Hubungkan kanal 1 ke T dan kanal 2 ke R.
m. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
Gambar 24.6.

... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 24.6
n. Hubungkan tanah osiloskop ke T.
o. Hubungkan kanal 1 ke R dan kanal 2 ke S.
p. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
Gambar 24.7.

104 | Rangkaian Tiga Fasa


... V/Div

... S/Div

... V/Div

Gambar 24.7
q. Bandingkan tegangan pada langkah 1 sampai 6 dan tegangan pada
langkah 7 sampai 14.

VI. Kesimpulan
1. Sumber sinyal 3 fasa dapat dipandang sebagai konfigurasi star dan delta.
2. Sumber sinyal 3 fasa masing-masing berbeda fasa 120° satu sama lain.

3. Vdelta = √3.Vstar.

Rangkaian Tiga Fasa | 105


III

106 |
A.
+15V +15V +15V +15V +15V +15V

Lampiran
+5V POWER SUPPLY +5V +5V VARIABLE PPOWER
TE-0 22 -02
SUPPLY +5V +5V 3-PHASE TRANSFORMER
PTE -02 2-03 +5V
PTE-02 2-0 1
LAMPIRAN

ON

+ 0 - 2 0V DC
MAX. 1A
-
M IN. M AX .
O FF
Gambar Peralatan

10
8 12
6 14
0 - 2 0V AC
4 16 M AX. 1 A

2 18
0 20

ON

OF F
GND GND GND GND GND GND

-15V -15V -15V -15V -15V -15V


Lampiran | 107
B. Cara Merakit Rak Panel
1. Keluarkan semua perangkat ASSEMBLY RACK, yang terdiri atas:
2 buah kaki panjang (a); 6 buah baut kepala kunci "L" (e);
2 buah penopang pendek (b); 4 buah baut kepala obeng "+" (f).
3 batang alumunium (c); 6 buah penutup plastik (g).
6 buah baut kuningan (d);
2. Pasangkan kaki panjang dan kaki pendek, kemudian ikatkan dengan
menggunakan baut berkepala obeng "+", masing-masing 2 buah (lihat
gambar inset 2). Kencangkan ikatan masing-masing baut.
3. Masukkan baut kuningan pada lubang berulir pada batang alumunium
masing-masing dua buah (kiri dan kanan). Perhatikan gambar inset 1,
posisi celah yang lebih dalam (X) pada batang alumunium dipasang
menghadap ke bawah.
4. Setelah baut kuningan terpasang semua, satukan batang-batang
alumunium ini dengan kaki besi dengan memasukkan ujung baut kuningan
ke lubang yang sudah tersedia pada kaki besi, ikatlah penyangga ini
dengan baut kepala kunci "L", jangan langsung dikencangkan. Pasanglah
semua batang alumunium pada sebelah kaki terlebih dahulu.
5. Pasangkan kaki besi yang lain pada sisi yang lain batang-batang
alumunium, kemudian pasangkan juga baut pengikatnya.
6. Setelah semua batang alumunium terpasang dan terikat dengan baik, barulah
kencangkan ikatan baut pengikat ini dengan menggunakan kunci "L".
7. Tutuplah lubang baut dengan penutup plastik (g).

a c

g
X
d

108 | Lampiran

Anda mungkin juga menyukai