PETUNJUK PERCOBAAN
+5V POWER SUPPLY +5V +5V VARIABLE POWER SUPPLY +5V +5V 3-PHASE TRANSFORMER +5V
PTE-022-01 PTE-022-02 PTE-022-03
10
8 12
6 14
0 - 20V AC
4 16 MAX. 1A
2 18
0 20
+ 0 - 20V DC
- MAX. 1A
MIN. MAX.
ON
OFF
Jl. PUDAK No. 4 Bandung 40113, Jawa Barat-INDONESIA - Phone. +62-22-727 2755 (Hunting)
Fax. +62-22-720 7252 - E-mail: contact@pudak.com - Website: www.pudak.com
Kata Pengantar
Pesawat latih Basic Electricity Trainer dipersiapkan untuk praktek dasar elektronika.
Pesawat latih ini dirancang dalam bentuk modul dan box section sehingga pemakai
mudah mempergunakannya dan mengambil suatu pengertian.
Untuk menunjang proses belajar mengajar praktek elektronika, perlu ada petunjuk
yang mendasari terlaksananya proses belajar mengajar tersebut. Oleh karena itu buku
petunjuk praktek ini dibuat dan menyertai peralatan.
Namun demikian, para pemakai pesawat latih "Basic Electricity Trainer" diharapkan telah
mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penggunaan alat-alat ukur seperti
Osiloskop, Pencacah Frekuensi (Frequency Counter), Generator Fungsi (Function
Generator), dan Multimeter.
Pudak Scientific
i
Daftar Isi
I Pendahuluan ...................................................................................................... 1
II Percobaan-percobaan
III Lampiran
A. Gambar Peralatan
B. Cara Merakit Rak Panel
iii
I. Pendahuluan
Pada buku petunjuk percobaan ini disajikan langkah-langkah penggunaan perangkat latih
Basic Electricity secara sistematis dan jelas dalam melaksanakan percobaan yang meliputi:
EE060001 Teknik Pengukuran DC
EE060002 Hukum Ohm
EE060003 Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan
EE060004 Hambatan Paralel dan Pembagi Arus
EE060005 Jembatan Wheatstone
EE060006 Hambatan Tidak Linear
EE060007 Hubungan Seri dan Paralel Batere
EE060008 Kapasitor Terhubung Seri dan Paralel
EE060009 Kapasitor dan Hambatan Terseri
EE060010 Kumparan dalam Rangkaian DC
EE060011 Transformasi Tegangan dan Arus
EE060012 Prinsip Kerja Relay
EE060013 Pengaruh Sinyal AC pada Hambatan
EE060014 Pengaruh Sinyal AC pada Kapasitor
EE060015 Pengaruh Sinyal AC pada Kumparan
EE060016 RLC Seri dan Resonansi Seri
EE060017 RLC Paralel dan Resonansi Paralel
EE060018 Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RC Paralel
EE060019 Pengaruh Sinyal AC pada Rangkaian RL Paralel
EE060020 Kompensasi Seri
EE060021 Kompensasi Paralel
EE060022 Penyerah Setengah Gelombang
EE060023 Penyearah Gelombang Penuh
EE060024 Rangkaian Tiga Fasa
Setiap nomor percobaan terdiri atas beberapa komponen yang telah disusun
sedemikian rupa sehingga mempermudah pemakai untuk melakukan persiapan,
proses, dan mengambil suatu pengertian.
Komponen-komponen yang dimaksud terdiri dari:
Nomor Percobaan
Judul Percobaan
Pendahuluan |1
1. Tujuan Percobaan
Memberikan petunjuk tentang sasaran yang akan dicapai atau perubahan tingkah
laku yang diharapkan setelah melaksanakan kegiatan percobaan
2. Pendahuluan
3. Buku Bacaan
Adalah daftar buku yang perlu dibaca agar penguasaan materi pada suatu
percobaan cepat tercapai.
4. Peralatan
5. Langkah Kerja
6. Kesimpulan / Tugas
Memberikan suatu gambaran tentang hasil praktek yang telah dilakukan sekaligus
merupakan kontrol apakah percobaan yang dilakukan sudah dimengerti atau tidak.
2 | Pendahuluan
Teknik Pengukuran DC EE060001
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Untuk mengukur arus yang melalui suatu beban digunakan amperemeter yang
dihubungkan secara seri, sedangkan untuk mengukur tegangan pada kedua ujung
beban digunakan voltmeter yang dihubungkan secara paralel dengan beban tersebut.
Bidang elektronika juga erat kaitannya dengan besaran arus dan tegangan listrik,
sehingga seharusnya kedua besaran tersebut dikuasai secara baik, sehingga
benar pada penerapannya.
1. Hayt, W.H.Jr, dan J.E. Kemmerly, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E, "An Introduction to Circuit Analysis, A Systems Approach",
Mc.Graw-Hill, Singapore, 1987.
Teknik Pengukuran DC | 3
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supplyl PTE-022-01
Variable Power Supply PTE-022-02
Saklar SPST
Lampu 6V
Penghambat 3,3Ω/2W, 10Ω, 47Ω, 4k7Ω
2 penghambat 1kΩ
Jumper
Kabel penghubung
Meter dasar (Basic Meter)
2 batere besar
Pendukung: Multimeter digital
V. Langkah Kerja
Gambar 1.1a
4| Teknik Pengukuran DC
+15V +15V
POWER SUPPLY
+5V +5V
A
Jumper
GND GND
-15V
PU D A K
S C I E N T IF IC -15V
Gambar 1.1b
c. Perhatikan yang terjadi pada lampu dan pembacaan amperemeter
ketika jumper belum dan sudah dipasang.
d. Ganti jumper (salah satu penghubung U) dengan menggunakan
saklar SPST.
e. Apa yang terjadi dengan lampu sebelum dan sesudah saklar dihidupkan?
Hasilnya sama dengan menggunakan jumper (penghubung). Hal ini
memperlihatkan bahwa saklar berfungsi sama dengan jumper, tetapi
dengan menggunakan saklar menghidupkan dan mematikan lampu
menjadi lebih mudah.
f. Dalam keadaan saklar tertutup, catat nilai pembacaan arus pada
amperemeter dan polaritas kutub-kutub sumber tegangannya pada
Tabel 1.1b.
g. Kemudian buka saklar. Tukarkan polaritas sumber tegangan.
Tabel 1.1
Teknik Pengukuran DC | 5
3. Cara Menggunakan Amperemeter dan Voltmeter untuk Pengukuran
I s E
R = 3.3Ω
1.5 V B1
L = 6V
1.5 V B2
Gambar 1.2
c. Tutup saklar. Catat nilai pembacaan voltmeter dan amperemeter pada
Tabel 1.2.
Tabel 1.2
6| Teknik Pengukuran DC
4. Pengukuran Hambatan dalam Alat Ukur
a. Siapkan papan plug-in, catu daya DC, penghambat 1kΩ dan 4,7kΩ,
serta dua buah voltmeter.
b. Buat rangkaian seperti Gambar 1.3.
R1
V1
1kΩ V
10 Volt
V
V2 R2
4k7Ω
Gambar 1.3
c. Pasang catu-daya DC pada rangkaian; atur keluarannya agar
memberi tegangan sebesar 10 volt.
d. Nyalakan catu daya dan catat tegangan R1 sesuai dengan yang
ditunjukkan oleh voltmeter.
e. Matikan catu daya dan buat perhitungan tegangan R1 dengan
R1
menggunakan persamaan pembagi tegangan V1 = ⋅ VIN .
R1 + R 2
R1
V1
1KΩ V
10 Volt V
V2 R2
4K7Ω
Gambar 1.4
Teknik Pengukuran DC | 7
i. Nyalakan catu daya. Atur tegangan keluarannya sehingga menjadi 10 volt.
j. Catat tegangan R1 sesuai dengan yang ditunjukkan oleh voltmeter.
k. Matikan catu daya dan buat perhitungan tegangan R1 dengan
R1
menggunakan persamaan pembagi tegangan V1 = ⋅ VIN
R1 + R 2
R2
A
I1
R1
15V
1KΩ
I2
Gambar 1.5
d. Ukur masing-masing arus (I1 dan I2) pada rangkaian dan isi Tabel 1.3.
Tabel 1.3
Rparalel I1 ( mA ) I2 ( mA )
∼
10Ω
47Ω
10Ω//47Ω
8| Teknik Pengukuran DC
e. Pasang penghambat 10Ω, paralel dengan amperemeter pertama dan
ukur juga masing-masing arus.
f. Lakukan hal yang sama untuk penghambat 47Ω paralel dengan
penghambat 10Ω dengan 47Ω.
g. Dari percobaan terlihat bahwa arus yang terukur lebih kecil karena
pemasangan penghambat, pemasangan penghambat ini diperlukan
untuk meningkatkan rentang ukur amperemeter. Jika arus yang
terukur setengah arus tanpa penghambat paralel, hambatan dalam
amperemeter sama dengan penghambat yang dipasang paralel,
I1 R
sesuai dengan persamaan = 1 .
IRp RP
R1
15V
1KΩ
V
R2
Gambar 1.6
15 1k
15 1k + 1k
15 1k + 4,7k
Teknik Pengukuran DC | 9
d. Pasang R2 seri dengan R1 masing-masing sebesar 1kΩ dan ukur juga
tegangan pada R1.
e. Lakukan hal yang sama untuk penghambat 4,7kΩ
f. Dari percobaan terlihat bahwa tegangan yang terukur lebih kecil
karena pemasangan penghambat diperlukan untuk meningkatkan
rentang ukur voltmeter.
VI. Kesimpulan
1. Pada pembacaan skala meter harus diperhatikan rentang ukur meter yang
digunakan agar pada penggunaanya tidak melebihi batas kemampuannya
(tidak menyebabkan kerusakan meter).
2. Pembacaan meter dilakukan dengan jalan membagi jarak antara nilai
utama pada skala dengan jumlah skala terkecil yang ditunjukkan, kemudian
dengan melihat jarum dapat diketahui besarnya nilai pengukuran.
3. Arus mengalir pada sumber tegangan dari polaritas negatif ke positif,
sedangkan pada beban dari polaritas positif ke negatif.
4. Untuk mengukur tegangan pada suatu beban, voltmeter dirangkai secara
paralel dengan beban tersebut.
5. Untuk mengukur arus pada suatu cabang, amperemeter dirangkai secara
seri dengan elemen-elemen yang ada pada cabang tersebut. Arus masuk
ke terminal (+) amperemeter dan keluar dari terminal (-)amperemeter.
10 | Teknik Pengukuran DC
Hukum Ohm EE060002
I. Tujuan
II. Pendahuluan
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Hambatan 100Ω
Jumper
Kabel Penghubung
Meter dasar (Basic Meter)
Pendukung: Multimeter digital
V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, hambatan 100Ω,
saklar, dan multimeter digital.
2. Dengan posisi saklar terbuka, rangkailah alat-alat sesuai dengan Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Hukum Ohm | 11
3. Hidupkan saklar. Dengan meter ukurlah arus I dan tegangan E, dan ukurlah
hambatan R dengan multimeter. Kemudian isi dan lengkapi Tabel 2.1.
Tabel 2.1
E2/R I2.R
No. E (volt) I (amp) R (Ω) I.R (volt) E.I (watt)
(watt) (watt)
1
2
3
4. Daya yang didisipasikan oleh hambatan berupa kalor yang nilainya sesuai
dengan rumus:
P = E.I = I2.R = E2/R.
5. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai E = I.R. Hubungan ini disebut
persamaan hukum Ohm. Hukum Ohm sendiri berbunyi: "Tegangan yang
terdapat pada suatu elemen rangkaian elektronika sama dengan perkalian
arus yang melaluinya dan hambatan antara kedua ujungnya".
VI. Kesimpulan
1. Hubungan antara arus, tegangan, dan hambatan dijelaskan oleh Hukum
Ohm yang berbunyi "Tegangan yang terdapat pada suatu komponen
rangkaian elektronika sama dengan perkalian arus yang melaluinya dan
hambatan antara kedua ujungnya".
2. Dengan menggunakan hukum Ohm nilai hambatan suatu komponen
elektronika dapat diketahui, bila tegangan antara ujung-ujung elemen
tersebut dan arus yang melaluinya diketahui.
12 |Hukum Ohm
Hambatan Seri dan
EE060003
Pembagi Tegangan
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Gambar 3.1
Pada percobaan ini pula akan diperkenalkan suatu hukum dasar yang lain, yaitu
hukum Kirchhoff.
I3
Gambar 3.2
2. Dengan keadaan saklar SPST terbuka (off), buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 3.2 dengan menggunakan papan plug-in.
3. Tutup saklar! Dengan menggunakan multimeter ukurlah arus I1, I2, dan I3,
serta V1, V2, dan V3, juga R1 dan R2. Catat hasilnya pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
No. Besaran listrik Tanpa lampu Dengan lampu
1 V1 ....................(volt)
2 V2 ....................(volt)
3 V3 ....................(volt)
4 I1 .....................(amp)
5 I2 .....................(amp)
6 I3 .....................(amp)
7 R1 ....................(Ω)
8 R2 ....................(Ω)
9 V2+V3 ..............(volt)
10 V1 : V2 : V3 1 : ... : ... 1 : ... : ...
11 R1+R2...............(Ω)
12 Req....................(Ω)
13 (R1+R2) : R1 : R2 1 : ... : ... 1 : ... : ...
Gambar 3.3
11. Catat kembali nilai arus I1, I2, dan I3, serta V1, V2, dan V3.
12. Lengkapi Tabel 3.1.
13. Terlihat bahwa hukum pembagi tegangan tidak lagi benar karena penambahan
beban. Hal ini terjadi karena beban tidak diperhitungkan.
VI. Kesimpulan
1. Arus pada setiap titik dalam suatu simpal tunggal (rangkaian tak bercabang)
selalu sama.
2. Sesuai dengan Hukum Kirchhoff tentang Tegangan, jumlah keseluruhan
tegangan dalam suatu simpul tertutup selalu sama dengan nol.
3. Beberapa hambatan yang terhubung seri memiliki nilai hambatan total yang
sama dengan jumlah keseluruhan masing-masing hambatan tersebut.
Hubungan yang demikian akan membentuk suatu pembagi tegangan.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Penghambat 47Ω
Penghambat 100Ω
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Multimeter digital
V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, saklar, dua buah
penghambat dengan nilai masing-masing 47Ω dan 100Ω, dan
multimeter digital.
Gambar 4.1
3. Ukur arus I1, I2, dan I3, juga tegangan V, serta hambatan R1 dan R2. Catat
hasilnya pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
I. Tujuan
Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat memahami sifat dan
kegunaan jembatan Wheatstone.
II. Pendahuluan
Pada bagian lalu telah diperkenalkan hubungan seri dan hubungan paralel. Ada lagi
suatu hubungan yang disebut Jembatan Wheatstone, yang biasa digunakan pada
penerapan penggunaan sensor. Karena itu sifat hubungan ini patut dipelajari.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Saklar SPST
Penghambat 560Ω, 470Ω, 330Ω, 270Ω, 100Ω.
Potensiometer 1kΩ
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, lima buah penghambat
yang masing-masing nilainya 560Ω, 470Ω, 330Ω, 270Ω, dan 100Ω,
potensiometer 1kΩ, saklar, dan multimeter digital.
2. Dengan saklar SPST sumber tegangan dalam keadaan terputus (off),
susunlah rangkaian seperti pada Gambar 5.1 pada papan plug-in.
Jembatan Wheatstone | 19
Gambar 5.1
3. Hidupkan saklar dan ukurlah beberapa nilai V1, I1, V2, I2, V3, I3, V4, I4, VL,
dan IL, kemudian lengkapi Tabel 5.1. Namakan prosedur ini Percobaan I.
Tabel 5.1
Percobaan I Percobaan II
Data 1 Data 2 Data 3 Data 1 Data 2 Data 3
V1
V2
V3
V4
VL
I1
I2
I3
I4
IL -0.002 0 0.002 -0.002 0 0.002
V1
R 1= (Ω)
I1
V2
R 2= (Ω)
I2
V3
R 3= (Ω)
I3
V4
R 4= (Ω)
I4
VL
RL= (Ω)
IL
R1
R4
R2
R3
20 | Jembatan Wheatstone
4. Bagaimanakah kondisi rangkaian bila IL=0 ampere?
5. Dengan mengubah nilai R1 menjadi 560Ω, ukurlah beberapa nilai V1, I1, V2,
I2, V3, I3, V4, I4, VL, dan IL, kemudian lengkapi Tabel 5.1. Namakan
prosedur ini Percobaan II.
6. Dari tabel terlihat bahwa bila IL=0 (rangkaian dalam keadaan seimbang)
berlaku hubungan R1/R4=R2/R3.
VI. Kesimpulan
Jembatan Wheatstone | 21
Hambatan Tidak Linear EE060006
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Selama ini asumsi hambatan komponen yang digunakan adalah linear (nilainya
tidak terpengaruh oleh pengaruh lingkungan). Akan tetapi ada beberapa macam
komponen yang sifat hambatannya tidak linear. Hambatan komponen tersebut
umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, intensitas cahaya, dll.)
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Variable Power Supply PTE-022-02
NTC
PTC
LDR
Dioda 1N4002, 1N60
Dioda zener 5 V
Penghambat 220Ω/3 watt
Potensiometer 1kΩ
Lampu 6V
Saklar SPST
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Var. + 0 - 6VDC L =6 V E V
-
Gambar 6.1
Tabel 6.1
E
No. I (amp) E (volt) R= (Ω) P=E.I (watt)
I
1 0.12
2 0.13
3 0.14
4 0.15
5 0.16
Grafik 6.1
c. Catat tegangan dan arus pada lampu . Masukkan hasilnya pada Tabel 6.1.
d. Dengan menggunakan Tabel 6.1, rajahlah hambatan terhadap daya
pada Grafik 6.1.
Perhitungan daya adalah daya yang didisipasikan pada lampu yang berupa
kalor. Pada grafik terlihat, dengan menggunakan Hukum Ohm, bahwa
hambatan lampu ternyata tidak linear. Untuk setiap nilai daya yang terdisipasi
Dimasukkan pada
Multimeter Ω NTC bejana berisi
air panas
Gambar 6.2
Tabel 6.2
No. Suhu (°C) Nilai hambatan (Ω)
1
2 90
3 80
4 70
5 60
6 50
7 40
8 …
Grafik 6.2
c. Masukkan NTC dan termometer ke dalam bejana yang berisi air
panas. Sedapat mungkin air panas tersebut air mendidih.
d. Bersamaan dengan suhu air menurun, perhatikan pembacaan
multimeter. Catat hasilnya pada Tabel 6.2.
e. Dengan menggunakan Tabel 6.2, rajahlah grafik hambatan terhadap
suhu pada Grafik 6.2.
Dimasukkan pada
Multimeter Ω PTC bejana berisi
air panas
Gambar 6.3
Tabel 6.3
R
(Ω)
S u h u (c e lc iu s )
Grafik 6.3
c. Masukkan PTC dan termometer ke dalam bejana yang berisi air
panas. Sedapat mungkin air panas tersebut air mendidih.
d. Bersamaan dengan suhu air menurun, perhatikan pembacaan
multimeter. Catat hasilnya pada Tabel 6.3.
e. Dengan menggunakan Tabel 6.3, rajahlah hambatan terhadap suhu
pada Grafik 6.3.
Gambar 6.4
Tabel 6.4
No. Keadaan saklar Hambatan LDR
1
2
c. Pilihlah pembacaan multimeter pada skala ohm. Atur pembacaannya
sehingga nilai hambatan LDR tampak jelas. Catat hasilnya pada Tabel 6.3.
d. Hidupkan saklar sambil memperhatikan nilai pembacaan hambatan
pada multimeter. Bila perlu, ubah skala pembacaan (rentang ukur)
ohmmeter dan mengkalibrasikannya dahulu. Catat hasil pembacaan
pada Tabel 6.4.
e. Terlihat bahwa, bila LDR terkena cahaya, nilai hambatannya menurun.
220Ω /3W
Gambar 6.5
1N4002
1-6 Volt
50 Hz Ch 2
R2 Ch 1
100Ω
Gambar 6.5
k. Atur modus X-Y pada osiloskop dengan cara mengatur saklar TIME/DIV
pada posisi X-Y. Atur juga saklar VOLT/DIV kanal 1 pada 0,1 V/div dan
kanal 2 pada 0,5 V/div.
l. Hubungkan kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan pada R2 dan
kanal 2 osiloskop untuk mengukur tegangan pada rangkaian seri
dioda dan R2.
m. Naikkan tegangan pada Variable Power Supply perlahan-lahan dari 0
Volt hingga 6 Volt. Amati tiap saat pergerakan titik pada osiloskop.
n. Rekam titik-titik tersebut dan hubungkan hingga menjadi sebuah garis.
X-Y
mode
0,5 V/Div
Gambar 6.6
o. Lakukan hal yang sama untuk dioda germanium 1N60.
p. Bandingkan karakteristik dioda pada rangkaian DC dan AC, ambil
kesimpulan dari kedua percobaan ini.
VI. Kesimpulan
1. Hambatan lampu besarnya dipengaruhi oleh arus yang melaluinya. Hal ini
disebabkan kalor yang didisipasikan pada lampu tersebut mengubah nilai
hambatannya.
2. Hambatan pada NTC dan PTC dipengaruhi oleh suhu lingkungan kerjanya.
Semakin tinggi suhu lingkungan pada NTC nilai hambatannya berkurang,
sedangkan pada PTC akan menyebabkan nilai hambatannya menaik.
3. Hambatan pada LDR dipengaruhi oleh cahaya. Semakin terang cahaya nilai
hambatannya semakin kecil.
4. Hambatan pada dioda, jika anoda lebih positif dari katoda, dipengaruhi
oleh arus yang melaluinya.
5. Hal yang menarik pada dioda adalah bila nilai tegangan antara anoda dan
katodanya bernilai negatif, hambatannya akan besar sekali, kecuali pada
dioda zener.
6. Khusus untuk dioda germanium, tegangan anoda dan katoda yang
menyebabkan dioda menghantar berbeda dengan yang lain.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Batere adalah salah satu sumber tegangan DC yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Biasanya kita menyebut batere sebagai satu elemen,
tetapi batere dapat dibentuk dari dua atau lebih elemen. Biasanya satu
elemen mempunyai tegangan tetap sebesar 1,5 volt dan menyediakan arus
yang terbatas. Untuk mendapatkan tegangan dan/atau arus yang diinginkan
untuk perangkat lain, dua atau lebih elemen harus dihubungkan.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 tempat batere
2 batere 1,5 volt
Lampu 3 volt
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter Digital
V. Langkah Kerja
V 3V
1,5 Volt
Gambar 7.1
c. Buka saklar dan ukur tegangan batere ketika arus tidak mengalir.
Nyatakan tegangan ini dengan V1.
d. Tutup saklar, amati lampu, dan ukur tegangan dan arus yang
mengalir. Nyatakan tegangan ini dengan V2.
e. Isi Tabel 7.1 dengan hasil pengukuran.
Tabel 7.1
1,5 Volt
V 3V
1,5 Volt
A
Gambar 7.2
c. Dengan menggunakan voltmeter, ukur tegangan tiap batere.
d. Tutup saklar, amati nyala lampu dan ukur tegangan pada lampu
dengan cara melihat nilai yang ditunjukkan oleh voltmeter.
e. Ukur juga arus yang lewat pada rangkaian.
f. Buka saklar dan buat rangkaian seperti Gambar 7.3.
3 Volt
Gambar 7.3
g. Ukur tegangan masing-masing batere.
h. Tutup saklar, amati nyala lampu, dan ukur juga tegangan pada
lampu dengan cara melihat nilai yang ditunjukkan oleh voltmeter.
i. Ukur juga arus yang lewat pada rangkaian.
j. Bandingkan kedua percobaan tersebut dan ambil kesimpulan.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
+
-
lempengan
besi
Gambar 8.1
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power Supply PTE-022-02
Saklar tukar SPDT
Kapasitor 2200µF/35V
3 kapasitor 100µF/35 volt
Lampu 6 volt
Meter dasar (Basic Meter)
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
V. Langkah Kerja
1. Sifat Kapasitor.
+
0-6v
-
6V
1
Gambar 8.2
C1
+
0 - 12 v
- C2
C3
1 2
Gambar 8.3
c. Pasang saklar pada posisi 1.
d. Ukur arus yang mengalir ketika C1 yang terpasang.
e. Pindahkan saklar ke posisi 2.
f. Ukur juga arus yang mengalir pada rangkaian!
g. Matikan catu daya dan pasanglah C1 seri dengan C2.
h. Nyalakan catu daya dan ukur arus yang mengalir pada C1 dan C2.
i. Pindahkan saklar ke posisi 2.
j. Ukur juga arus yang mengalir pada rangkaian!
k. Lakukan juga hal yang sama ketika C1, C2 dan C3 terhubung seri.
+
0 - 12 v
- C1 C2 C3
1 2
Gambar 8.4
d. Ukur arus yang mengalir pada saat hanya C1 yang terpasang, C1
dan C2 terpasang paralel, juga ketika C1, C2 dan C3 terpasang
paralel. Amati!
e. Pindahkan saklar ke posisi 2.
f. Ukur juga arus yang melalui rangkaian.
g. Isi Tabel 8.2 berikut:
C1
C1 & C2 paralel
C1, C2 & C3 paralel
h. Matikan catu daya, cabutlah amperemeter yang terpasang.
i. Ukur nilai kapasitor pada setiap percobaan menggunakan C meter.
II. Pendahuluan
1. Hayt, W.H.Jr., and Kemmerly, J.E., "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., "An Introduction to Circuit Analysis, A System Approach",
McGraw-Hill Book Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Sakelar SPDT
Penghambat 100Ω
Penghambat 47Ω
Kapasitor 2200µF/35V
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Osiloskop penyimpan (storage oscilloscope).
V. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in, catu-daya tegangan utama, sakelar SPDT,
penghambat bernilai 100Ω dan 47Ω, kapasitor bernilai 2200µF/35V,
multimeter digital, dan osiloskop penyimpan (storage osiloskop).
2. Ukur kedua hambatan dengan menggunakan multimeter. Tuliskan
hasilnya pada Tabel 9.1.
3. Hubung-singkatkan dahulu kedua terminal kapasitor dengan
menggunakan kabel.
Gambar 9.1
Tabel 9.1
Kanal 1 Kanal 2
Gambar 9.1a
8. Kemudian ubah posisi multiplekser ke posisi 2. Terlihat pada osiloskop
bahwa tegangan V1 pada kapasitor akan menurun. Gunakan pembacaan
pada V2 sebagai titik acuan pada saat multiplekser diubah ke 1.
Masukkan hasilnya pada Tabel 9.2.
Kanal 1 Kanal 2
Gambar 9.1b
10. Cabut hambatan R. Hubung singkatkan dahulu kedua terminal kapasitor
dengan menggunakan kabel sesaat. Ubah nilai R menjadi 47Ω.
Kemudian lakukan percobaan 5, 6, 8. Gambarnya tidak usah dibuat
kembali. Lengkapi Tabel 9.1!
11. Dari tabel terlihat bahwa waktu untuk mencapai tegangan dari 0 volt
menjadi 3.15 volt (63% tegangan sumber) adalah sebesar RC. Besaran
ini disebut konstanta waktu rangkaian RC seri.
VI. Kesimpulan
I. Tujuan
III. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power SUpply PTE-022-02
Saklar SPST
2 lampu 3 volt
Lampu Neon
Resistor 68Ω
Resistor 47Ω
Kumparan 500 lilitan
Kumparan1000 lilitan
Inti besi bentuk U
Inti besi bentuk I
Jumper
Kabel penghubung
Meter dasar (Basic Meter)
Pendukung:
500
68Ω 9 Volt
1000
3V 3V
Gambar 10.1
8. Siapkan catu daya tegangan utama, catu daya tegangan variabel, saklar
SPST, kumparan 500 & 1000 lilitan, inti besi bentuk U & I, lampu neon,
penghambat 68Ω.
9. Pada papan plug-in, buat rangkaian seperti pada Gambar 10.2, dengan
saklar pada kondisi terbuka.
500
12 Volt
1000
Gambar 10.2
Arus
Primer
On
Kumparan
Arus
Induksi Diri
Gambar 10.3
3. Ketika saklar pada kondisi terbuka, medan magnetik pada kumparan akan
terganggu (menghilang). Perubahan medan magnetik ini akan menyebabkan
tegangan pada kumparan. Tegangan induksi yang dihasilkan ini relatif besar.
Ini akan menyebabkan arus induksi diri yang mempunyai arah yang sama
dengan arus primer.
Arus
Primer
Off
Kumparan
Arus
Induksi Diri
Gambar 10.4
I. Tujuan
II. Pendahuluan
φ
I1 I2
V1 E1 N1 N2 E2 V2
Gambar 11.1
Pada Gambar 11.1, komponen dasar sebuah transformator adalah inti, lilitan
primer (N1), dan lilitan sekunder (N2). E1 dan E2 adalah besar medan yang
terjadi pada masing-masing lilitan N1 dan N2.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Variabel Power Supply PTE-022-02
Kumparan 500 lilitan
V. Langkah Kerja
1. Transformator Tegangan
500
5V V V
Gambar 11.2
c. Atur catu daya agar memberi tegangan DC 5 volt, tutup saklar, dan
amati yang terjadi pada voltmeter.
d. Pada kondisi saklar terbuka, amati juga yang terjadi pada voltmeter.
e. Ganti catu daya DC dengan catu daya AC dengan tegangan sebesar 6
volt. Lakukan penggantian dalam kondisi saklar terbuka.
f. Tutup saklar dan catat tegangan yang ditunjukkan oleh voltmeter.
1000
500
V V
Gambar 11.3
N1 N2 V1 (volt) V2 (volt) N1 : N2 V1 : V2
1000 500
500 1000
j. Tukar kembali posisi kumparan menjadi seperti Gambar 11.1. Ubah
tegangan catu daya menjadi 6 volt AC, kemudian pasang lampu 6
volt pada kumparan sekunder, dan amati nyala lampu.
k. Buktikan hal ini dengan perhitungan.
2. Tranformasi Arus
500
6V
A A
Gambar 11.4
c. Atur catu daya agar memberi tegangan 6 volt. Tutup saklar dan
ukur arus yang lewat pada kumparan primer dan kumparan
sekunder Ukur juga tegangan pada kumparan sekunder. Catat hasil
pengukuran itu pada Tabel 11.2
Tabel 11.2
3. Induksi Magnetik
U S
100
0
Gambar 11.5
b. Masukkan magnet ke dalam kumparan dan amati amperemeter
ketika magnet dimasukkan.
c. Keluarkan kembali magnet dari kumparan sambil mengamati
amperemeter saat magnet dikeluarkan.
d. Ulangi percobaan ini, akan tapi gerak magnet dibuat lebih cepat pada
waktu memasukkan dan mengeluarkannya ke dan dari dalam kumparan.
A
1000
500
U
S
Gambar 11.6
k. Masukkan magnet ke dalam kumparan 500 lilitan dan amati
amperemeter ketika magnet dimasukkan.
VI. Kesimpulan
1. Transformator terdiri atas dua buah kumparan pada inti besi yang tertutup.
2. Jika kumparan sekunder mempunyai lilitan yang lebih sedikit dibandingkan
kumparan primer, tegangan pada kumparan sekunder akan lebih kecil.
3. Jika kumparan sekunder mempunyai lilitan yang lebih banyak dibandingkan
kumparan primer, tegangan pada kumparan sekunder akan lebih besar.
4. Ketika besar tegangan diturunkan oleh transformator, arus yang lewat akan
lebih besar pada saat kumparan sekunder terbebani.
5. Arus yang lewat ketika transformator tidak terbebani disebut arus tanpa beban.
6. Untuk transformator ideal, perbandingan jumlah lilitan pada masing-masing
kumparan akan sebanding dengan besar tegangan pada masing-masing
kumparan sehingga, N1 : N2 = V1 : V2.
7. Tegangan pada kumparan sekunder mulai menurun dari nilai
maksimumnya tanpa beban dengan penambahan arus dan mencapai nol
ketika beban dalam keadaan maksimum (kumparan sekunder dalam
keadaan hubung singkat).
8. Arus berbanding lurus dengan kecepatan rata-rata pergerakan magnet atau
kumparan dan arah arus bergantung pada arah gerakan.
9. Arus induksi juga bergantung pada jumlah lilitan pada kumparan.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
1. Saklar untuk daya besar sukar dijangkau oleh pelanggan, selain itu
membutuhkan tempat yang besar dan mahal harganya.
2. Saklar untuk daya besar dapat membahayakan operator.
Saklar elektromagnetik, yang disebut relai bekerja pada arus kecil dan kontaktor
magnetik dapat menyelesaikan masalah ini.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Power Supply PTE-022-01
Variabel Power Supply PTE-022-02
Kumparan 1000 lilitan
Saklar SPST
Inti besi bentuk I
Plat kontaktor
Lampu 6V
Jumper
Kabel penghubung
Gambar 12.1
b. Atur S1 sehingga plat menempel.
c. Model seperti ini adalah sebuah saklar elektromagnetik yang disebut
relai. Ada dua bagian rangkaian yang terpisah, yaitu rangkaian pengatur
di sisi kiri yang bertegangan 15 Volt DC dan rangkaian saklar di sisi
kanan yang dilengkapi dengan lampu 6V sebagai indikator.
d. Nyalakan kedua buah sumber tegangan dan saklar harus dalam
keadaan terbuka.
e. Tutup saklar, Amati lampu indikator. Menyalakah lampu? Amati juga
posisi plat.
f. Ambil kesimpulan dari percobaan ini.
VI. Kesimpulan
1. Dengan menggunakan relai, arus kontrol yang kecil dapat mengatur operasi
yang membutuhkan arus besar. Relai juga dapat mengatur beberapa
rangkaian yang memerlukan pemicu yang berbeda secara serentak.
2. Arus akan mengalir pada rangkaian pengatur ketika saklar tertutup. Kumparan
berlaku seperti sebuah elektromagnet dan menarik plat kontaktor dan ini akan
menyebabkan lampu menyala atau padam sesuai dengan rangkaian.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal DC terhadap komponen pasif. Pada
bagian ini akan dibahas pengaruh sinyal AC terhadap komponen pasif hambatan.
1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power Supply PTE-022-02
Saklar SPST
Hambatan 100Ω
Hambatan 220Ω
Hambatan 470Ω
Hambatan 47Ω
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter digital
V. Langkah Kerja
I1 I2 I3
VS R1 R2 R3
Gambar 13.2
Tabel 13.2
VS V1 V2 V3 V V V3 Itotal
No =
1 (A) I = 2 (A) = (A) =
(Vpp) (Vpp) (Vpp) (Vpp) I 2 R
I
3
3 R1 2 R3 I1 +I2 +
I3
1 2
2 4
3 6
4 8
5 10
No F V1 V2 V3 V V V3 Itotal =
(Vpp) (Vpp) (Vpp) I =
1 (A) I = 2 (A) I = (A)
(Hz) 3 R1 2 R
2
3 R3 I1 +I2 +
I3
1 50
2 100
3 500
4 1000
5 10.000
h. Pasang kembali generator sinyal pada rangkaian dengan
tegangan sebesar 10 V pp.
i. Hidupkan saklar, kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk
melihat Vs. Bersamaan dengan itu kalibrasi generator sinyal agar
menghasilkan sinyal sinus dengan puncak sebesar 10 Vpp dan
frekuensinya 50Hz.
j. Gunakan juga kanal 2 untuk melihat V1, V2 dan V3. Usahakan nilai
puncak Vs sebesar 10Vpp. Kemudian catat tegangan masing-masing
pada Tabel 13.3.
k. Ulangi percobaan untuk masing-masing frekuensi 100, 500, 1000,
dan 10.000 Hz.
l. Pada percobaan terbukti bahwa berlaku penjumlahan arus biasa yaitu
Itotal=I1+ I2 + I3.
a. Siapkan papan plug-in, Variable power supply, saklar SPST, dua buah
penghambat dengan nilai masing-masing 47Ω dan 100Ω, lampu 6V,
dan multimeter digital.
I1 R1=47 Ω
S V2 I2
6 Volt V V3 R2=100 Ω
I3
Gambar 13.3
b. Dengan keadaan saklar terbuka, buatlah rangkaian seperti pada
Gambar 13.3. dengan menggunakan papan plug-in.
c. Tutup saklar! Dengan meter ukurlah arus I1, I2, dan I3, serta V1, V2,
dan V3, juga R1 dan R2. Catat hasilnya pada Tabel 13.4.
S V2 I2
6 Volt V V3 R2=100 Ω L = 6V
I3
Gambar 13.4
VI. Kesimpulan
1. Besar nilai hambatan suatu penghambat dalam suatu rangkaian tidak
dipengaruhi oleh frekuensi sinyal AC yang diumpankan.
2. Hukum pembagi tegangan juga berlaku pada rangkaian AC.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal DC terhadap komponen pasif
yang berupa penghambat. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengaruh
sinyal AC dengan berbagai macam frekuensi terhadap komponen pasif kapasitor.
Pada percobaan ini akan dilihat hubungan antara tegangan pada kapasitor dan
hambatan yang diserikan. Rangkaian yang demikian memiliki arus yang sama
pada setiap titik pada rangkaian, karena membentuk loop tunggal, sedangkan
tegangan pada kapasitor bergantung pada frekuensi sinyal masukan.
1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
Penghambat 1.5 kΩ
Kapasitor 100nF
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
S I
V
R
1,5 V V V C =100 n F
S c
Gambar 14.1
Tabel 14.1
VR
Frek VS VR VC I= VC √(VR2+VC2) VR + VC
R ZC = (Ω)
No (Hz) (volt) (volt) (volt) I (Volt) (volt)
(A)
1 700
2 1000
3 2000
4
c. Bila perlu kalibrasi ulang osiloskop.
d. Hidupkan saklar kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat
VS. Bersamaan dengan itu atur (stel) generator sinyal agar menghasilkan
sinyal sinus dengan tegangan sebesar 1,5Vpp dan frekuensinya 1kHz.
Setelah itu catat tegangan VR dan VC pada Tabel 14.1.
e. Atur generator sinyal agar menghasilkan frekuensi 700Hz.
f. Kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, VR, dan
VC. Usahakan nilai puncak VS=1,5Vpp dengan mengatur generator
sinyal. Catat tegangan puncaknya pada Tabel 14.1.
g. Atur generator sinyal agar menghasilkan frekuensi 2kHz.
h. Kemudian gunakan osiloskop pada kanal 1 untuk melihat VS, VR, dan
VC. Usahakan nilai tegangan puncak VS=1,5Vpp dengan mengatur
generator sinyal. Catat tegangan puncaknya pada Tabel 14.1.
i. Lengkapi Tabel 14.1.
j. Pada percobaan ini terlihat bahwa reaktansi kapasitor berubah
terhadap frekuensi. Nilai reaktansi kapasitor (ZC) berkurang dengan
bertambahnya frekuensi.
k. Setiap tegangan, baik VS, VR, mau pun VC, berbeda fasa satu sama lain,
karenanya ini disebut fasor yang memiliki hubungan VS=√(VR2+VC2). Jadi
tegangan VS tidak dapat diperoleh dengan jalan menjumlahkan VR dan VS
secara biasa (VS ≠ VR+VC).
VI. Kesimpulan
1. Nilai reaktansi suatu kapasitor dipengaruhi frekuensi. Besarnya berkurang
jika frekuensi sinyal AC yang diumpankan membesar.
2. Dengan cara penggambaran fasor, terlihat sudut antara fasor tegangan
pada kapasitor membentuk sudut 90° tertinggal terhadap tegangan pada
hambatan. Hal ini sesuai dengan percobaan yang tertera pada Tabel 14.1.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian percobaan yang lalu telah dibahas pengaruh sinyal DC terhadap
komponen pasif. Pada bagian ini akan dibahas pengaruh sinyal AC terhadap
kumparan.
Pada percobaan ini pula akan dilihat hubungan antara tegangan pada kumparan
dan hambatan yang terhubung seri. Rangkaian yang demikian memiliki arus yang
sama pada setiap titik karena rangkaian tersebut tidak bercabang.
1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E, ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
Penghambat 560 Ω
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
V. Langkah kerja
S
VR I
Gambar 15.1
Tabel 15.1
Frek VS VR VL VR VL
No I= (A) Z E = (Ω) √(VR2+VL2)(V) VR + VL
(Hz) (volt) (volt) (volt) R I
1 100
2 1000
3 2000
VI. Kesimpulan
1. Nilai reaktansi suatu kumparan dipengaruhi frekuensi. Besarnya bertambah
jika frekuensi sinyal yang diumpankan membesar.
2. Dengan cara penggambaran fasor, terlihat sudut antara fasor tegangan
pada kumparan membentuk sudut 90° mendahului tegangan hambatan.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
Penghambat 1.5kΩ
Kapasitor 100nF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter Digital
LCR Meter
V. Langkah kerja
V VL
R
1,5 V V V
c C =100nF =Z
S
Gambar 16.1
Tabel 16.1
Frek VS VR VL VC I =…… Z =……
No. √(VS2+( VL-VC)2)
(Hz) ( volt ) ( volt) ( volt ) ( volt ) (A) (Ω)
1
2
3
4
5
6
d. Hidupkan saklar dan dengan menggunakan osiloskop kanal 1, catat
puncak tegangan VS, VR , VL, dan VC pada Tabel 16.1 untuk beberapa
nilai frekuensi sumber. Pada tiap-tiap frekuensi tersebut periksa
kembali nilai besar sinyal. Sinyal harus tetap memiliki nilai puncak ke
puncak 1,5VPP dan frekuensi100Hz-3kHz.
e. Atur agar salah satu frekuensi yang dicatat menyebabkan VR terbesar.
f. Frekuensi yang demikian dinamakan frekuensi resonansi seri.
g. Tegangan-tegangan tersebut memiliki besar tegangan dan fasa yang
berbeda, karenanya tegangan tersebut juga disebut fasor.
h. Juga perhatikan bahwa terdapat hubungan VS=√(VR2+(VL-VC)2 ).
i. Plot nilai hambatan terhadap frekuensi pada Grafik 16.1. Terlihat
grafik memiliki nilai minimum.
Z ( Ω)
F (H z )
Grafik 16.1
I. Tujuan
II. Pendahuluan
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 penghambat 100 Ω
Kapasitor 470nF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
3 adapter amperemeter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
S
AA AA
IR IL
AA
1 ,5 V V R 2 =100Ω IC L = 1 0 0 0 lilit VL
S
C = 470 nF
Gambar 17.1
Tabel 17.1
Frek VS VL VS − VL IR IC IL V
No IS = √(IR2+(IL-IC)2) Z = I
l
R1
(Hz) (volt) (volt) (A) (A) (A) S
1
2
3
4
5
6
7
d. Hidupkan saklar dan dengan menggunakan osiloskop kanal 1, catat
tegangan puncak VS dan VL, juga arus IR, IC dan IL pada Tabel 17.1
untuk beberapa nilai frekuensi sumber. Pada setiap frekuensi tersebut
periksalah kembali besar VS agar tetap bernilai puncak ke puncak 1,5VPP.
e. Usahakan salah satu frekuensi yang dicatat menyebabkan E terbesar.
Frekuensi yang demikian dinamakan frekuensi resonansi paralel yang
menyebabkan arus IS terkecil.
Grafik 17.1
2. Diagram Fasor
VI. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian RLC paralel disebut beresonansi paralel pada suatu
frekuensi jika komponen kapasitif dan induktif tidak berpengaruh, jika
dioperasikan pada frekuensi tersebut. Jadi seakan-akan kedua komponen
tersebut diputuskan.
2. Suatu rangkaian RLC paralel dalam keadaan beresonansi memiliki nilai
impedansinya yang maksimum dan arus pada L dan C saling menghilangkan.
3. Pada resonansi paralel terlihat bahwa nilai arus yang melalui penghambat
paling besar. Karena itu resonansi paralel sering kali disebut resonansi arus.
4. Sudut fasa antara arus kapasitor (C) dan arus kumparan(L) berbeda 180°, yang
membawa akibat kedua arus pada keadaan resonansi saling menghilangkan.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal AC terhadap komponen pasif
kapasitor dan penghambat yang diserikan. Pada bagian ini, kedua rangkaian itu
akan dibahas pada bentuk paralelnya, terutama hubungan antara arus yang
melaluinya. Rangkaian yang demikian memiliki tegangan yang sama pada
masing-masing komponen, karena membentuk dua buah node bersama.
1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E., ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan.
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 penghambat 100Ω
Kapasitor tantalum 1µF 35V
Inti besi I
3 adapter amperemeter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
V. Langkah kerja
AA AA
IR IC
Gambar 18.1
Tabel 18.1
Frekuensi IS IR IL √(IR2+ IC2) IR + IC
No
(Hz) (A) (A) (A) (A) (A)
1 1000
2
3
VI. Kesimpulan
1. Arus pada rangkaian yang mengandung kapasitor dan diberi sinyal AC
dapat memiliki fasa yang berbeda dengan arus pada rangkaian yang tidak
mengandung kapasitor, karenanya disebut fasor arus.
2. Dengan cara penggambaran fasor, sudut antara fasor arus pada
penghambat dan fasor arus pada kapasitor dapat diperlihatkan. Kedua
fasor ini membentuk sudut 90°, dengan arus pada kapasitor tertinggal
terhadap arus pada penghambat. Besar kedua fasor arus ini menentukan
sudut fasa dan besar arus IS. Ini sesuai dengan hasil percobaan yang
tertera pada Tabel 18.1.
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian lalu telah dibahas pengaruh sinyal AC terhadap komponen pasif
kumparan dan hambatan yang dirangkai seri. Pada bagian ini, rangkaian yang akan
dibahas adalah bentuk paralel hambatan dan kumparan, terutama hubungan antara
arus yang melaluinya. Rangkaian yang demikian memiliki tegangan yang sama pada
masing-masing komponen, karena membentuk dua buah simpul bersama.
1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E, ”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Saklar SPST
2 penghambat 100Ω
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
3 adapter amperemeter
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
V. Langkah kerja
a. Siapkan papan plug-in, dua buah penghambat 100Ω, kumparan 1000 lilit,
saklar, osiloskop, tiga buah adapter amperemeter, dan generator sinyal.
Gambar 19.1
Tabel 19.1
Frek IS IR IL √(IR2+ IL2) IR+ IL
No
(Hz) (A) (A) (A) (A.) (A)
1 1000
2
3
c. Bila perlu kalibrasi ulang osiloskop.
d. Hidupkan saklar, atur generator sinyal agar menghasilkan sinyal sinus
dengan puncak (VS) sebesar 1,5VPP dan frekuensi sebesar 1kHz.
e. Kemudian gunakan kanal 1 osiloskop dan adapter arus untuk
melihat IS, IR dan IL. Kemudian catat tegangan-tegangan puncaknya
pada Tabel 19.1.
f. Pada percobaan ini terlihat bahwa arus IS, IR, dan IL berbeda-beda
fasanya, karenanya arus ini juga disebut fasor, dan memiliki
hubungan IS=√(IR2+IL2). Jadi arus IS tidak dapat diperoleh dengan
menjumlahkan IR dan IL secara biasa (IS ≠ IR+IL).
2. Diagram Fasor
1 1000
2
3
VI. Kesimpulan
1. Arus AC yang mengalir pada rangkaian yang mengandung kumparan dapat
memiliki fasa yang berbeda-beda, karenanya arus tersebut digambar
dengan diagram fasor.
2. Dengan cara penggambaran fasor, sudut antara fasor arus pada
penghambat dan fasor arus pada kumparan dapat diperlihatkan. Kedua
fasor itu membentuk sudut 90°, dengan fasor arus penghambat
mendahului fasor arus pada kumparan. Besar kedua fasor ini menentukan
sudut fasa dan besar arus IS. Ini sesuai dengan hasil-hasil percobaan yang
tertera pada Tabel 19.1.
I. Tujuan
Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat mencari beda fasa
sebelum kompensasi dan setelah kompensasi seri.
II. Pendahuluan
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Penghambat 100 Ω
Penghambat 220 Ω
Kapasitor 2,2µF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter
V. Langkah kerja
1. Pada papan plug-in, buatlah rangkaian seperti pada Gambar 20.1.
80 |Kompensasi Seri
C1
L1 2,2µ F
1000 lilit
R2 R1
220Ω 100Ω
Gambar 20.1
2. Nyalakan generator fungsi pada frekuensi 1KHz dan tegangan sebesar 18VPP.
3. Pasang kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan pada R1 dan kanal 2
osiloskop untuk mengukur tegangan pada R2.
4. Gambarkan bentuk gelombang masing-masing kanal osiloskop dan ukur
besar sudut antara VR2 dan VR1.
... V/Div
... s/Div
... V/Div
Gambar 20.2
5. Hitung besar beda fasa antara VR2 dan VR1 dengan menggunakan
persamaan berikut:
ϕ = (TVR1 − TVR2 ) ⋅ Time
Div
3600
α= ⋅ϕ
∑ Kotak ⋅ Time Div
VR 1 max
I1 =
2 ⋅ R1
6. Hitung besar arus yang mengalir
7. Ukur tegangan Vin dan VL1 dengan menggunakan multimeter. Buat diagram
fasornya.
Kompensasi Seri | 81
VL1
VIN
Grafik 20.1
8. Pasang kapasitor 2,2 µF seri dengan kumparan. Atur kembali tegangan
pada generator fungsi sehingga tegangan R1 sama dengan sebelum
kapasitor dipasang.
9. Gambar kembali bentuk gelombang masing-masing kanal. Hitung juga
besar sudut antara VR2 dan VR1.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Gambar 20.3
10. Dengan menggunakan multimeter, ukur kembali VR1, VL, dan VC.
Kemudian buat diagram fasornya.
VL
VC
VIN
Grafik 20.2
11. Tegangan pada kapasitor (VC) dapat dihitung jika diketahui VR1 dan beda
fasa sebelum kompensasi (α1) dan setelah kompensasi (α2) dengan cara:
VC = VR (tan α 1 − tan α 2 )
82 |Kompensasi Seri
12. Hitung daya (P) dan faktor kualitas (QC) dengan menggunakan persamaan
berikut:
2
VR1
P=
R
Q C = P(tan α1 − tan α 2 )
13. Hitung pula faktor kualitas induktor (QL = VL1 ∗ I) dan buat diagram fasornya.
QL
QC
Grafik 20.3
VI. Kesimpulan
Hubungan seri kapasitor menghasilkan daya reaktif QC, yang mempunyai beda
fasa sebesar 180° dengan QL. Daya reaktif utama rangkaian dikurangi selisih QL
dan QC. Pada saat ini rangkaian tidak terbebani
Kompensasi Seri | 83
Kompensasi Paralel EE060021
I. Tujuan
II. Pendahuluan
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Penghambat 100 Ω
2 penghambat 10 Ω dua buah
Kapasitor 1µF
Kumparan 1000 lilit
Inti besi I
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Generator sinyal
Osiloskop
Multimeter
V. Langkah Kerja
1. Pada papan plug-in, buatlah rangkaian seperti pada Gambar 21.1.
84 |Kompensasi Paralel
C1
1µ
1000
L1 F
1000 lilit
R2 R1 R3
220Ω 100Ω 10Ω
Gambar 21.1
2. Nyalakan generator fungsi pada frekuensi 1KHz dan tegangan sebesar 18 VPP.
3. Pasang kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan pada R1 dan kanal 2
osiloskop untuk mengukur tegangan pada R2.
4. Gambarkan bentuk gelombang masing-masing kanal osiloskop dan hitung
besar sudut antara VR2 dan VR1.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Gambar 21.2
5. Hitung IR2, IL1, I, φ1 dan buat diagram fasornya.
VPP V
V= , I= , I = IR + IL
2 2
2 2 R
I
ϕ1 = Cos −1 R1
I
IL
IR
Grafik 21.1
Kompensasi Paralel | 85
6. Tambahkan R3 dan C1 pada rangkaian dengan cara dihubungkan paralel.
7. Pasang kanal 1 osiloskop untuk mengukur tegangan R3 dan kanal 2
osiloskop untuk mengukur tegangan R1.
8. Gambarkan bentuk gelombang masing-masing kanal osiloskop.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Gambar 21.3
9. Hitung besar IC1, I dan φ2, kemudian gambar diagram fasornya
, I = I R 2 + (I L − I C )
VR 3
I C1 =
2 2
R3
I R2
ϕ 2 = cos −1
I
IC
IR
Grafik 21.2
10. Arus IC1 dapat dihitung jika IR2, ϕ1 dan ϕ2 diketahui, dengan menggunakan
persamaan IC1 = IR1 (tan ϕ1 − tan ϕ 2 ) .
86 |Kompensasi Paralel
IL
IC
IR
Grafik 21.3
VI. Kesimpulan
Kompensasi Paralel | 87
Penyearah Setengah Gelombang EE060022
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian ini akan dibahas sifat-sifat penyearah setengah gelombang dan
istilah-istilah yang berhubungan dengannya.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Variable Power Supply PTE-022-02
Dioda 1N4002
Penghambat 100kΩ dan 4k7Ω
Kapasitor 1µF/35V dan 10µF/35V
Jumper
Kabel Penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Osiloskop
1N4002
+ 1uF/
10V(RMS) 100kΩ
35V
Gambar 22.1
c. Hidupkan sumber tegangan AC.
d. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk
pengukuran AC ukur tegangan pada titik A kemudian isikan hasilnya
pada Tabel 22.1.
Tabel 22.1
Hasil pengukuran
Hasil pengukuran Multimeter
osiloskop
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Grafik 22.1
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Grafik 22.2
e. Lihat hasil pengukuran multimeter dan isikan pada Tabel 22.2.
Tabel 22.2
Pengukuran Osiloskop Pengukuran Multimeter
Kapasitor Penghambat
No. Vr puncak-puncak Tegangan rata-rata
(µF) (Ω) (DC)
(V)
(volt)
1
2
3
4
f. Terlihat pada hasil pengukuran bahwa dengan menggunakan kapasitor,
hasil penyearahan mendekati sinyal DC. Tampak masih terdapat sisa-sisa
gelombang pada titik B. Gelombang ini disebut riak (ripple) dan
dinyatakan besarnya oleh tegangan riak (Vr). Untuk mengukur besarnya
tegangan riak tersebut lakukan prosedur percobaan berikut.
g. Atur kanal 2 osiloskop untuk pengukuran AC.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
-
Grafik 22.3
I. Tujuan
II. Pendahuluan
Pada bagian lalu telah dibahas sifat-sifat dari penyearah setengah gelombang.
Dengan menggunakan empat buah dioda yang disusun sedemikian rupa maka
akan diperoleh penyearah gelombang penuh. Penyearah gelombang penuh ini
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan penyearah setengah
gelombang. Karena itu pada bagian ini akan dibahas mengenai sifat-sifat dari
penyearah gelombang dan istilah-istilah yang berhubungan dengannya.
IV. Peralatan
Utama: Papan plug-in
Sumber tegangan AC
4 dioda 1N4002
Penghambat 4k7 dan 100kΩ
Kapasitor 1µF/35V dan 10µF/35V
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Multimeter digital
Sumber AC
Osiloskop
+
10V(RMS) 1uF/ 35V 100kΩ
4X
1N4002
Gambar 23.1
c. Hidupkan sumber tegangan AC.
d. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk pengukuran
AC, ukur tegangan pada titik A, kemudian isikan hasilnya pada Tabel 23.1.
Tabel 23.1
Hasil pengukuran
Hasil pengukuran multimeter
osiloskop
Pengukuran Pengukuran
Pengukuran Nilai puncak
× 2 ×π
VA (volt) -
VB (volt) -
... S/Div
... V/Div
Grafik 23.1
g. Matikan sumber tegangan AC.
h. Lengkapi Tabel 23.1.
i. Terlihat pada pengamatan bahwa bagian negatif sinyal AC akan
diubah menjadi positif sedangkan bagian positif tetap ada.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Grafik 23.2
e. Lihat hasil pengukuran multimeter dan isikan pada Tabel 23.2.
... S/Div
... V/Div
Grafik 23.3
1N4002
A B
12 V
R1 C1
1KΩ 1µF/35V
CT
1N4002
12 V
Gambar 23.2
c. Hidupkan sumber tegangan AC.
d. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk pengukuran
AC, ukur tegangan pada titik A, kemudian isikan hasilnya pada Tabel 23.3.
Hasil pengukuran
Hasil pengukuran multimeter
osiloskop
Pengukuran Pengukuran
Pengukuran Nilai puncak
× 2 ×π
VA (volt) -
VB (volt) -
e. Dengan menggunakan multimeter digital yang diatur untuk
pengukuran DC, ukur tegangan pada titik B, kemudian isikan hasilnya
pada Tabel 23.3.
f. Dengan menggunakan osiloskop yang diatur untuk pengukuran DC,
hubungkan kanal 1 dengan titik A dan kanal 2 dengan titik B.
Tempatkan tampilan kanal 1 pada bagian atas layar osiloskop dan
kanal 2 pada bagian bawah. Sket gambar yang tampak pada Grafik
23.4 dan isikan hasil pengamatan itu pada Tabel 23.3.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Grafik 23.4
g. Matikan sumber tegangan AC.
h. Lengkapi Tabel 23.3.
i. Terlihat pada pengamatan bahwa bagian negatif sinyal AC akan
diubah menjadi positif, sedangkan bagian positif tetap ada.
... S/Div
... V/Div
Grafik 23.5
e. Lihat hasil pengukuran multimeter dan isikan hasil itu pada Tabel 23.4.
Tabel 23.4
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Grafik 23.6
VI. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian penyearah gelombang penuh akan meloloskan sinyal AC
sinus seluruhnya dengan bagian negatifnya diubah menjadi positif.
2. Bila pada beban dipasang sebuah kapasitor paralel dengan beban tersebut,
tegangan keluaran akan mendekati tegangan DC murni. Karenanya
kapasitor tersebut dikatakan kapasitor penghalus (smoothing capacitor).
3. Gelombang yang masih terkandung pada tegangan DC yang telah
dihaluskan dinamakan tegangan riak tegangan DC.
4. Ada hubungan antara tegangan AC hasil pengukuran dengan osiloskop dan
tegangan AC hasil pengukuran dengan multimeter, yaitu (nilai pengukuran
osiloskop) = (nilai pengukuran multimeter) × 2 . Nilai tegangan hasil
pengukuran multimeter disebut tegangan RMS.
5. Ada hubungan antara tegangan DC hasil pengukuran dengan osiloskop dan
tegangan DC hasil pengukuran dengan multimeter, yaitu (nilai pengukuran
osiloskop) = (nilai pengukuran multimeter × π/2) . Nilai tegangan hasil
pengukuran multimeter disebut tegangan rata-rata.
6. Semakin besar nilai kapasitor, semakin mendekati pula tegangan DC yang
dihasilkan dengan tegangan DC murni.
7. Semakin besar beban/arus beban, semakin besar pula tegangan riak pada
tegangan DC-nya.
8. Tegangan keluaran suatu penyearah dengan penghalus kapasitor akan
sama dengan tegangan puncak tegangan AC-nya.
I. Tujuan
Setelah melaksanakan percobaan ini Anda diharapkan dapat:
1. Menggunakan notasi sumber dan beban tiga fasa.
2. Memahami sifat-sifat sumber dan beban Wye dan Delta.
3. Memahami sifat-sifat beban simetrik dan tak simetrik.
II. Pendahuluan
Energi listrik untuk konsumen perindustrian umumnya dibutuhkan dalam jumlah
yang amat besar. Karena itu penyalurannya berbeda dengan penyaluran untuk
konsumen perumahan biasa, untuk mengurangi energi yang hilang sewaktu
disalurkan. Bila pada konsumen biasa hanya dibutuhkan dua kawat (satu fasa),
maka untuk konsumen industri digunakan tiga kawat atau empat kawat (tiga
fasa). Dengan demikian daya yang hilang tersebut dapat ditekan. Karena itu
pada perindustrian banyak digunakan rangkaian fasa tiga, karena fasa tiga ini
dapat juga digunakan untuk rangkaian-rangkaian yang membutuhkan satu fasa.
Pada bagian ini akan dibahas dasar-dasar rangkaian tiga fasa. Hubungan umum
rangkaian tiga fasa, baik untuk beban mau pun untuk sumber, ada dua macam,
yaitu Wye (bintang) dan Delta, seperti diperlihatkan pada Gambar 24.1. Beban dan
sumber tiga fasa Wye dapat memiliki tiga atau empat kawat. Yang memiliki empat
kawat terdiri atas R, S, T, dan N, sedangkan yang memiliki tiga kawat tidak
menggunakan N. Sumber dan beban tiga fasa delta hanya menggunakan tiga
kawat saja yang terdiri atas R, S, dan T.
V2
R S R S
N
V1 V2
V1 V3
V3
T T
Sumber Tiga Fasa Y Sumber Tiga Fasa Delta
R S L2
R S
N
L1 L2
L3 L3
L1
T
Beban Tiga Fasa Y Beban Tiga Fasa Delta
Gambar 24.1
1. Hayt, W.H. dan J.E. Kemmerly, ”Rangkaian Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1991.
2. Scott, D.E. ,”An Introduction to Circuit Analysis, A system Approach”,
McGraw-Hill Company, Singapore, 1987.
IV. Peralatan
Utama: Modul Three Phase Transformer PTE-022-03
Jumper
Kabel penghubung
Pendukung: Osiloskop
V. Langkah Kerja
a. Siapkan osiloskop.
b. Hubungkan RST primer ke jala-jala listrik (PLN).
c. Hubungkan tanah (ground) osiloskop ke titik N sekunder.
d. Hubungkan kanal 1 osiloskop ke R dan kanal 2 ke S sekunder.
e. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
gambar 24.2.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Gambar 24.2
f. Hubungkan kanal 1 osiloskop ke T. Buatlah sketsanya pada Gambar 24.3.
g. Hubungkan kanal 2 osiloskop ke R. Buatlah sketsanya pada Gambar 24.4.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Gambar 24.5
k. Hubungkan tanah osiloskop ke S.
l. Hubungkan kanal 1 ke T dan kanal 2 ke R.
m. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
Gambar 24.6.
... V/Div
... S/Div
... V/Div
Gambar 24.6
n. Hubungkan tanah osiloskop ke T.
o. Hubungkan kanal 1 ke R dan kanal 2 ke S.
p. Amati sinyal yang tampak pada osiloskop. Buatlah sketnya pada
Gambar 24.7.
... S/Div
... V/Div
Gambar 24.7
q. Bandingkan tegangan pada langkah 1 sampai 6 dan tegangan pada
langkah 7 sampai 14.
VI. Kesimpulan
1. Sumber sinyal 3 fasa dapat dipandang sebagai konfigurasi star dan delta.
2. Sumber sinyal 3 fasa masing-masing berbeda fasa 120° satu sama lain.
3. Vdelta = √3.Vstar.
106 |
A.
+15V +15V +15V +15V +15V +15V
Lampiran
+5V POWER SUPPLY +5V +5V VARIABLE PPOWER
TE-0 22 -02
SUPPLY +5V +5V 3-PHASE TRANSFORMER
PTE -02 2-03 +5V
PTE-02 2-0 1
LAMPIRAN
ON
+ 0 - 2 0V DC
MAX. 1A
-
M IN. M AX .
O FF
Gambar Peralatan
10
8 12
6 14
0 - 2 0V AC
4 16 M AX. 1 A
2 18
0 20
ON
OF F
GND GND GND GND GND GND
a c
g
X
d
108 | Lampiran