KIMIA DASAR
NIM/GRUP : 2031910043/III
4.2 Perhitungan
Berdasarkan percobaan diatas, didapatkan kadar insoluble sebagai berikut :
Diketahui : Massa krusibel kosong = 21,2688 gram
Massa krusibel setelah di furnace = 21,3 gram
Ditanya : Persentase kadar insoluble dalam sampel semen?
Jawab : M2-M1 = 21,3 gram – 21,2668 gram
= 0,0332 gram
% kadar insoluble = 0,0332 x 100 % = 3,32 %
4.3 Pembahasan
Praktikum penentuan insoluble ini bertujuan untuk mengetahui bagian atau
kandungan yang tak terlarut dalam contoh semen. Insoluble pada semen
merupakan zat/impuritis pengotor yang tetap tinggal setelah semen tersebut
direaksikan dengan HCl dan Na2CO3 (Nindita, 2008). Pada percobaan penentuan
insoluble digunaka semen tipe OPC (Ordinary Portland Cement) yaitu jenis
semen yang paling umum digunakan dikalangan masyarakat. Langkah pertama
yang harus dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
untuk percobaan penentuan insoluble. Kemudian, menimbang 1 gram semen
menggunakan neraca analitik dan menempatkannya ke dalam beaker glass.
Penimbangan menggunakan nerca analitik karena neraca ini merupakan neraca
yang akurat yang mempunyai kemampuan mendeteksi bobot pada kisaran 100
gram hingga ± 0,0001 gram (Hendryono, 1994). Langkah selanjutnya yaitu
melarutkan semen tersebut dengan menambahkan HCl pekat sebanyak 10 mL dan
aquades sebanyak 15 mL. Penambahan HCl pekat ini bertujuan sebagai pengurai
senyawa-senyawa mineral yang kemudian akan bereaksi dengan HCl membentuk
garam-garam klorida yang dapat larut dalam air (Fitriawan, 2013). Hal tersebut
menimbulkan perubahan warna pada larutan semen tersebut, yaitu yang awalnya
berwarna abu-abu berubah menjadi warna kuning. Perubahan warna tersebut
mengakibatkan senyawa-senyawa mineral terurai. Dan tujuan pemberian aquades
agar semen itu larut. Selanjutnya yaitu menambahkan aquades panas hingga
volume larutan menjadi 50 mL. Penambahan aquades panas ini fungsinya untuk
memudahkan proses pelarutan dan pembentukan endapan yang kemudian digest
kembali agar larutannya tercampur rata (Fitriawan, 2013). Larutan digest di suhu
100oC hingga mendekati titik didihnya selama 15 menit (SNI 15-2049-2004).
Kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring yang fungsinya untuk
memisahkan filtrat dan residunya. Setelah residu terpisah dari filtratnya, kemudian
mencuci residu tersebut menggunakan air panas, tujuannya untuk melarutkan sisa-
sisa filtrat yang masih berada pada residu. Kemudian residu beserta kertas saring
dimasukkan ke dalam 100 mL NaOH panas selama 15 menit diatas hotplate
dengan suhu mendekati titik didih. Tujuannya untuk melarutkan senyawa tersebut
agar dapat melewati kertas saring sehingga senyawa tersebut tidak bercampur
dengan residu. Kemudian meneteskan indikator metil merah sebanyak 8 tetes ke
dalam larutan tersebut. Kemudian, menambahkan HCl hingga larutan berubah
warna menjadi warna merah muda, HCl tersebut diteteskan sebanyak 60 tetes agar
bisa merubah suasana larutan menjadi asam yang ditandai dengan perubahan
warna yaitu menjadi warna merah muda (SNI 15-2049-2004). Langkah
selanjutnya adalah menyaring kembali larutan dengan kertas whatman no. 40 dan
mencuci residu menggunakan larutan NH4NO3 sebanyak 50 mL yang tujuannya
untuk merubah suasana larutan menjadi basa (SNI 15-2049-2004). Kemudian,
menimbang krusibel platina kosong menggunakan neraca analitik untuk
memperoleh massa awal krusibel kosong yang berguna untuk perhitungan kadar
insoluble dan diperoleh massa krusibel platina kosong yakni 21.2668 gram.
Setelah penyaringan selesai dan residunya tersaring dalam kertas saring whatman
no. 40. Langkah selanjutnya yaitu memasukkan residu kedalam krusibel platina
kosong kemudian memijarkannya menggunakan furnace dengan suhu 900o-
1000oC yang bertujuan untuk mendapatkan endapan kering dalam residu yang
dipanaskan, sehingga endapan kerirng tersebut dapat ditimbang kemudian dicari
hasilnya dengan cara penimbangan yang kemudian didapatkan hasil kadar
insoluble pada contoh semen. Akan tetapi penggunaan furnace tidak dapat
diimplementasikan dikarenakan keterbatasan labolatorium, sehingga percobaan
terakhir hanya sampai di pencucian residu menggunakan larutan NH4NO3. Massa
residu akhir didapatkan dari asisten laboratorium yaitu sebesar 21,3 gram, massa
tersebut digunakan sebagai massa endapan yang telah dipijarkan pada furnace.
Setelah itu dilakukan perhitungan untuk menentukan kadar insoluble dan
didapatkan kadar insoluble sebesar 3,32 %.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan penentuan insoluble yang telah dilakukan, didapatkan kadar
tak larut dalam contoh semen sebesar 3, 32 %
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Setiyo, Didik dan Lusiana, Ariadi, Retno. 2010. Kimia Analisis
Kuantitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Ditanya:
1. Insoluble adalah bagian tidak terlarut dari sebuah larutan. Istilah "tak
larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut,
walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar
tidak ada bahan yang terlarut.
2. Untuk mengetahui kadar ketidak larutan dari sebuah larutan. Agar dapat
diberikan upaya lebih.
3. Dengan cara memperkecil ukuran zat yang akan dicampurkan pada
larutan.
4. 0,75 %. Jika tidak terlarut sempurna maka larutan tudak akan homogen
dan tercampur.
SKEMA KERJA
1 gram sampel
semen
Ditambahkan 15 ml aquades
Hasil
TIME SCHEDULE