Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan Perancangan

Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara


kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan
kebutuhan bahan kimia untuk industri kimia semakin meningkat pula.
Pembangunan industri kimia yang menghasilkan bahan kimia sangat penting karena
dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap industri luar negeri yang pada
akhirnya akan dapat mengurangi pengeluaran devisa untuk mengimpor bahan
tersebut.

Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah amonia. Bahan kimia
ini dapat diproduksi dari gas sintesis sebagai bahan intermediet dalam industri
kimia. Secara langsung amonia digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk
(urea, ammonium nitrate, ammonium sulphate) dan bahan baku pada proses
pembuatan nitric acid dan lain sebagainya (Pujaatmaka, 1999).

Kebutuhan amonia didalam negeri masih belum terpenuhi karena Indonesia


masih mengimpor amonia. Dan kegiatan ekspor amonia masih cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diperoleh kebutuhan ekspor dan
impor amonia di Indonesia yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor dan Impor Amonia di Indonesia


Tahun Impor (Ton) Ekspor (Ton)
2009 49.044,634 1.180.811,87
2010 92.953,592 1.162.978,58
2011 84.671,566 1.067.926,76
2012 338.658,927 959.888,64
2013 171.160,838 793.510,481
2014 59.123,837 683.538,615
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015.
Di Indonesia, ada beberapa produsen amonia salah satunya adalah PT.
Pupuk Kalimantan Timur. Perusahaan tersebut berlokasi di Bontang, Kalimantan
Timur, anak perusahaan PT. Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Pupuk
Kaltim sendiri kini membangun pabrik baru di Bontang. Pabrik Kaltim-5 dengan
kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Di luar Kaltim-5, perusahaan ini sudah memiliki
lima pabrik dengan kapasitas total untuk amonia 2,51 juta ton (Antara, 2014).

Proyeksi kebutuhan amonia dalam negeri semakin meningkat seiring


dengan peningkatan industri-industri yang menggunakannya. Oleh karena itu, maka
pendirian pabrik amonia akan membawa dampak positif. Pendirian pabrik amonia
di Indonesia dinilai strategis dengan alasan sebagai berikut:
1. Pendirian pabrik amonia di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri,
sehingga dapat mengurangi impor.
2. Menghemat devisa negara dengan mengurangi impor.
3. Menambah devisa negara dengan melakukan ekspor.
4. Mendukung berkembangnya pabrik yang menggunakan amonia sebagai bahan
baku.
5. Membuka lapangan kerja baru, sehingga mengurangi jumlah pengangguran di
Indonesia.

1.2 Lokasi Pabrik

Pemilihan lokasi pabrik didasarkan atas pertimbangan yang banyak untuk


mencapai keuntungan baik dari sisi teknis maupun ekonomis. Sebuah pabrik
hendaknya memiliki lokasi yang strategis sehingga biaya produksi dan
distribusinya dapat diminimalkan. Adapun faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pabrik tersebut antara lain:
1. Ketersediaan bahan baku sangat tercukupi karena pabrik berada di kawasan industri
Bontang, Kalimantan Timur. Bahan baku berupa nitrogen dapat diperoleh dari
udara dan gas metan dapat diperoleh dari PT. Pertamina.
2. Sarana transportasi darat yang memadai serta terletak didekat pelabuhan. Sehingga,
pemenuhan bahan baku maupun pemasaran produk dapat berlangsung dengan
mudah.
3. Prospek pemasaran baik karena letaknya di kawasan industri sehingga banyak
industri yang membutuhkan produk amonia.
4. Penyediaan air untuk proses, air pendingin, air utilitas dan untuk kebutuhan lainnya,
tidak mengalami kesulitan, karena dekat dengan laut.
5. Banyak tersedia tenaga ahli karena pendidikan dan ekonominya cukup stabil. Dan
juga merupakan daerah yang menarik para tenaga kerja dari luar daerah.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka dipilih untuk mendirikan pabrik amonia di
daerah Kompleks PT Pupuk Kalimatan Timur, Desa Loktuan, Kecamatan Bontang
Utara, Bontang, Kalimantan Timur (Pemkot, 2001).

Gambar 1.1 Peta Lokasi Rencana Pendirian Pabrik Amonia

1.3 Perancangan Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi dari pabrik akan mempengaruhi perhitungan teknis


maupun ekonomis dalam perancangan pabrik. Pada dasarnya, semakin besar
kapasitas produksi, maka keuntungan juga semakin besar.

Dengan menggunakan data dari Tabel 1.1 diperoleh kenaikan impor per
tahun adalah 53,13% dan kenaikan ekspor per tahun adalah 10,19%. Serta rata-rata
pertumbuhan per tahunnya adalah 8,43%. Sehingga dapat ditentukan konsumsi
pada tahun 2025 adalah 72.926.071,15 ton dan perkiraan ekspor pada tahun 2025
dengan asumsi kenaikan ekspor per tahun sebesar 5% adalah 142.288,56 ton. Maka
diperoleh konsumsi amonia pada tahun 2025 adalah 72.926.071,15 ton.
Menurut data dari Fertecon diketahui kebutuhan konsumsi amonia dari tahun 2000
hingga 2025 ditunjukkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Kapasitas Ammonia di dunia tahun 2000 - 2025

Dari grafik diatas diketahui bahwa kebutuhan konsumsi amonia dunia pada
tahun 2025 adalah sebesar 275,7 juta ton sedangkan untuk kebutuhan konsumsi
amonia di asia pada tahun 2025 adalah sebesar ±200 juta ton (Fertecon, 2013).

Berdasarkan data dari perhitungan diatas maka pabrik amonia ini


direncanakan memiliki kapasitas produksi sebesar 500.000 ton/tahun. Kapasitas itu
dipilih berdasarkan perkiraan kebutuhan amonia di Indonesia tahun 2025 adalah
sekitar 72.926.071,15 ton. Dengan asumsi tidak adanya penambahan pabrik amonia
baru sehingga kapasitas produksi amonia konstan. Pabrik ini direncanakan dapat
memenuhi 0,68% kebutuhan amonia. Sedangkan dengan melihat grafik konsumsi
amonia dunia menurut Fertecon maka kapasitas pabrik ini dapat memenuhi 0,18%
dari kebutuhan konsumsi amonia dunia tahun 2025.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk

Dalam proses produksi amonia terdapat bahan baku utama yang digunakan,
yaitu metana dan nitrogen untuk menghasilkan produk berupa amonia
menggunakan proses pembuatan dengan teknologi yang terpilih. Untuk mengetahui
spesifikasi bahan baku dan produk, berikut ini merupakan sifat fisik dan kimia dari
bahan baku dan produk dalam proses produksi amonia yang dapat dilihat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku dan Produk

No. Sifat Fisik dan Kimia Metana Nitrogen Amonia Satuan

1. Rumus Molekul CH4 N2 NH3 -


2. Berat Molekul 16 28 17 gram/mol
3. Wujud Gas tak berwarna Gas tak berwarna Gas atau cair -
4. Kapasitas Panas (Cp) 8,4795 (T= 0 oC) 6,773 (T=0 oC) 8,59 (T=27 oC) kal/mol.K
5. Viskositas 47,835(T=27 oC) 13,326 (T=-148 oC) 129,33 (T=27 oC) Pa.s
o
6. Titik Didih -258,7 -195,8 -33,35 C
o
7. Titik Beku -296,5 -209,9 -107,9 C
8. Densitas 0,042 0,072 0,045 lb/ft3
Sumber : Perry’s Chemical Engineers 8th edition, 2008

2.2 Kegunaan Bahan Baku dan Produk

Bahan baku dan produk pada proses produksi amonia ini merupakan bahan-bahan
yang terbaik tidak hanya bahan kimia biasa, namun juga bahan-bahan yang banyak
manfaatnya. Berikut ini merupakan beberapa kegunaan yang terdapat didalam
bahan baku dan produk dalam proses produksi amonia ini dalam kehidupan sehari-
hari yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Kegunaan Bahan Baku dan Produk
No. Komponen Kegunaan
1. Sebagai bahan bakar (biogas) untuk memasak
2. Sebagai bahan bakar kendaraan
1. Metana (CH4)3. Bahan pembuatan pupuk.
4. Sebagai pembangkit tenaga listrik.
5. Sebagai bahan pembuatan ban.
1. Sebagian besar nitrogen dipakai untuk membuat amonia (NH3).
2. Digunakan untuk membuat pupuk nitrogen, seperti urea (CO(NH 2)2) dan ZA
(NH4)2SO4).
3. Sebagai selubung gas inert untuk menghilangkan oksigen pada pembuatan alat
2. Nitrogen (N2)
elektronika karena sifat inert yang dimiliki.
4. Digunakan sebagai pendingin untuk menciptakan suhu rendah, misalnya pada
industri pengolahan makanan.
5. Membuat ruang inert untuk penyimpanan zat-zat eksplosif.
1. Membuat pupuk, seperti urea (CO(NH2)2) dan ZA (NH4)2SO4).
2. Membuat senyawa nitrogen yang lain, seperti asam nitrat, amonium klorida, dan
amonium nitrat.
3. Amonia (NH3)3. Sebagai pendingin dalam pabrik es karena amonia cair mudah menguap dan
menyerap banyak panas.
4. Membuat hidrazin (N2H4), bahan bakar roket.
5. Digunakan pada industri kertas, karet, dan farmasi

2.3 Jenis Proses Pembuatan Produk

Proses pembuatan amonia dari gas alam dan gas sintesis dapat dilakukan dengan 4
proses antara lain:
a. Proses Haber-Bosch
Proses pembuatan amonia dari nitrogen dan hidrogen pertama kali ditemukan oleh
Fritz Haber tahun 1908, seorang ahli kimia dari Jerman. Untuk skala industri
pembuatan amonia ditemukan oleh Carl Bosch, seorang ahli kimia juga dari
Jerman.

Dalam proses ini gas hidrogen diperoleh dari reaksi pembakaran bahan batu bara
dengan udara. Gas nitrogen diperoleh dari udara yang digunakan dalam proses
pembakaran batu bara. Hasil pembakaran yang berupa campuran gas sintesis
(hidrogen, nitrogen, karbon dioksida, karbon monoksida) dicampur dengan steam
agar terjadi reaksi dengan karbon monoksida menghasilkan gas hidrogen dan
karbon dioksida. Karbon dioksida dibuang dengan menggunakan water scrubber
sedangkan gas sintesis mengalami penekanan dan pelepasan karbon monoksida
yang belum terkonversi menjadi karbon dioksida dengan menggunakan amoniacal
euprous.

Setelah melalui tahapan tersebut, gas sintesis masuk ke tahap pembuatan amonia.
Proses Haber-Bosh pertama dilangsungkan pada suhu 500 oC dan tekanan 150 –
350 atm menggunakan katalis serbuk besi yang dicampur dengan Al2O3, MgO, CaO
dan K2O.

b. Proses Kellog
Proses ini merupakan proses sintesa amonia menggunkan bahan baku dari gas alam
dengan reaksi utama antara gas hidrogen dan nitrogen menjadi amonia yang
berlangsung pada seksi amonia converter. Kondisi optimal yang digunakan pada
proses ini adalah menjaga reaksi pada tekanan 140 – 150 kg/cm2 dan temperatur
400 – 500 oC. Amonia converter yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu kellog
horizontal amonia converter dan kellog vertical quench converter.

Gas sintesis murni yang didapat dari proses ini terdiri dari campuran H2 (74,2%),
N2 (24,7%), CH4 (0,8%) dan Ar (0,3%). Semua komposisi gas tersebut kemudian
dipisahkan dengan treatment tertentu sehingga gas sintesis yang dihasilkan hanya
mengandung komponen H2 dan N2. Selanjutnya, proses inti terbentuknya amonia
terjadi di dalam amonia converter yang mereaksikan gas nitrogen dan hidrogen
menghasilkan amonia.

c. Proses Lurgi
Pada proses Lurgi reaksinya berlangsung dalam reactor fixed bed dengan
menggunakan oksigen dan steam pada kisaran tekanan 2000 – 3000 kPa (20 – 30
atm). Oksigen dan steam dimasukkan kedalam gasifier melalui celah ke dalam
rotary grate. Temperatur gasifikasi sekitar 560 – 620 oC dan tergantung dari
karakteristik umpan. Kandungan metan dan karbondioksida masing-masing 10%
dan 28% dalam gasifier. Crude gas dari Lurgi gasifier yang diproses dalam
beberapa langkah yaitu pengolahan limbah panas, shift conversion, penghilangan
tar, phenol dan produk lain. Nitrogen cair melalui proses scrubbing akan
menghasilkan gas sintesis yang murni dilanjutkan proses kompresi dan terakhir
proses pembuatan amonia.

d. Proses Haldor-Topsoe
Dalam proses ini gas hidrogen diperoleh dari proses reforming gas alam dengan uap
air. Reaksi pembentukan amonia bersifat eksotermis. Reaksi pembentukan amonia
ini baik dijalankan pada tekanan yang tinggi. Secara teoritis konversi optimum akan
dicapai pada rasio gas dengan yang hampir sama dengan keadaan stoikiometri yaitu
3:1. Keaktifan katalis akan sangat mempengaruhi konversi yang dihasilkan.
Keaktifan katalis akan semakin turun dengan bertambahnya usia katalis.
Temperatur yang terlalu tinggi dan racun katalis seperti, senyawa sulfur, CO, dan
CO2 dapat merusak katalis.

e. Proses Koppers – Totzek


Proses ini berawal dari gasification steam generation washing pada fase cair dengan
tekanan yang rendah dan suhu yang tinggi. Campuran homogen dari batubara,
oksigen dan steam memiliki suhu 1925 oC. Steam dan karbon bereaksi endotermik
sehingga terjadi penurunan suhu hingga 1480 oC. Gas sintesis yang dihasilkan
memiliki sulfur, CO dan CO2 yang bersifat racun bagi katalis, sehingga perlu
dilakukan proses penghilangan sulfur, CO dan CO2. Gas sintesis yang telah murni
kemudian diumpankan dalam amonia converter dengan katalis Fe2O3 yang sangat
reaktif pada suhu 300 oC – 500 oC. Konversi amonia overall yang dihasilkan proses
ini adalah 88,8%.

Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Dari Berbagai Proses Pembuatan Amonia
Proses Haber Bosch Kellog Lurgi Haldor Topsoe Kopper- Totzek
1) Lebih ekonomis1) Penggunaan energi yang 1) Bahan baku1) Bahan baku1) Bahan baku yang
karena oksigen jauh lebih efisien menghasilkan menghasilkan digunakan lebih
lebih murah 2) Bahan baku hidrogen lebih hidrogen lebih banyak ekonomis
menghasilkan hidrogen banyak 2)Kualitas peralatan dan2) Konversi yang
lebih banyak 2) Konversi lumayan ketahanan lebih baik lumayan besar yaitu
3) Menggunakan peralatan besar yaitu sekitar3)Penggunaan energi 88%
dan katalis yang lebih 60% yang lebih efisien
baik 4)Proses menggunakan
Kelebihan 4) Pembentukan produk tekanan rendah (100 -
sampingan dapat 200 atm)
dikurangi 5) Menggunakan katalis
5) Proses menggunakan yang baik
tekanan rendah (100 - 200 6) Konversi tinggi
atm)
6) Konversi tinggi yaitu
99,82%

1) Proses menggunakan 1) Katalis yang digunakan 1) Suhu yang1) Perlu penambahan 1)Proses
tekanan tinggi tidak tahan terhadap digunakan pada steam menggunakan
2) Menggunakan energi sulfur dan klorin proses lumayan2) Katalis yang tekanan dan suhu
yang sangat banyak. 2) Menggunakan investasi tinggi digunakan tidak tahan tinggi
3) Bahan baku (batu desain reaktor yang besar terhadap sulfur dan 2)Menggunakan
bara) hanya
3) Perlu penambahan steam. klorin energi yang sangat
menghasilkan banyak.
Kekurangan
hidrogen sedikit 3) Bahan baku (batu
dibandingkan gas bara) hanya
alam. menghasilkan
4) Konversi rendah hidrogen sedikit
hanya sekitar 20 –
25%

Sumber : Appl, Max. 1999


BAB III
DESKRIPSI PROSES

3.1 Pemilihan Proses

Untuk dapat mengetahui proses yang akan dipilih dalam memproduksi amonia
maka dapat dilihat kondisi operasi pada masing-masing proses seperti pada Tabel
3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Perbandingan Kondisi Proses Pembuatan Amonia


Proses Haber Bosch Kellogg Lurgi Koppers-Totzek Haldor-Topsoe
Suhu 500 oC 500 oC 560 - 620 oC 1925 oC 500 oC
Tekanan 200 - 350 atm 100 - 200 atm 20 - 30 atm 123 atm 100 - 200 atm
Konversi 20 - 25% 99,82% 61% 88,8% 99,88%

Sumber hidrogen Batubara Gas alam Gas alam Batubara Gas alam/nafta

8,3 Gkal/MT 7,2 Gkal/MT 8,9 Gkal/MT 12,3 Gkal/MT 6,9 Gkal/MT
Kebutuhan energi
amonia amonia amonia amonia amonia
Sumber: Appl, Max. 1999.

Berdasarkan Tabel 3.1 maka proses yang dipilih adalah Haldor-Topsoe dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Dapat menghasilkan amonia dalam kapasitas yang besar
b. Kualitas peralatannya lebih baik dan mempunyai ketahanan lebih baik
c. Penggunaan energi yang lebih efisien
d. Dengan tekanan yang lebih tinggi dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi
e. Proses ini banyak dipakai oleh pabrik yang memproduksi bahan amonia di
Indonesia seperti PT. Petrokimia Gresik dan PT. Pupuk Kaltim.

3.2 Tahapan Proses


3.2.1 Tahap Persiapan Bahan Baku
a. Unit Desulfurisasi
Gas metana sebagai bahan baku harus dibersihkan dari hidrokarbon berat dan
kandungan sulfurnya. Gas alam untuk proses masuk kedalam knock out drum untuk
dipisahkan kandungan hidrokarbon berat yang terkandung didalamnya. Kemudian
setelah terpisah dari hidrokarbon beratnya, gas alam masuk ke dalam unit
desulfurisasi untuk dihilangkan atau diturunkan kandungan sulfurnya.

Proses desulfurisasi adalah proses yang berfungsi untuk mengubah sulfur organik
yang terkandung dalam natural gas menjadi sulfur anorganik serta menyerap sulfur
anorganik. Proses desulfurisasi berguna untuk menghilangkan/mengurangi
senyawa sulfur yang terkandung didalam gas alam yang merupakan racun pada
katalis nikel di seksi reforming. Gas alam pada umumnya mengandung sulfur dalam
bentuk H2S/sulfur anorganik dan sulfur organik seperti merkaptan yang rumus
molekulnya RSH. Untuk mengubah sulfur organik menjadi sulfur anorganik maka
sulfur organik direaksikan dengan gas hidrogen.
H2 + RSH  H2S + RH ....................................................................................
(3.1)

Pada saat proses desulfurisasi terjadi reaksi sebagai berikut:


ZnO + H2S  ZnS + H2O .................................................................................
(3.2)
Gas alam yang sudah bebas dari sulfur kemudian dapat digunakan sebagai bahan
baku proses untuk diubah menjadi H2 dan direaksikan dengan N2 untuk
menghasilkan amonia.

b. Unit Reforming
Tujuan dari proses reforming adalah untuk memperoleh gas H2 dan N2 sebagai
bahan baku yang digunakan dalam reaksi sintesa amonia, yang didapat melalui
suatu reaksi katalitik reforming antara hidrokarbon dengan steam. Reaksi reforming
berlangsung dalam dua tahap, yaitu di primary reformer dan di secondary reformer.
Primary reformer tempat terjadinya reaksi reformasi menghasilkan gas H2 dengan
mereaksikan gas alam dengan steam untuk menghasilkan gas sintesa dan secondary
reformer untuk menyediakan N2. Reaksi steam reforming dari hidrokarbon dapat
diuraikan sebagai berikut:
CH4 + H2O  CO + H2 ...................................................................................... (3.3)
Disamping reaksi diatas, terjadi juga reaksi kesetimbangan pergeseran air (water
gas shift reaction) antara CO dan uap air:
CO + H2O  CO2 + H2 ...................................................................................... (3.4)
Di secondary reformer oksigen yang terkandung didalam udara akan membakar
CO, sisa metana, dan hidrogen. Reaksi yang terjadi didalam secondary reformer
sebagai berikut:
2H2 + O2  2H2O ...............................................................................................
(3.5)
CO + H2O  CO2 + H2 ....................................................................................... (3.6)
CH4 + H2O  CO + H2 ....................................................................................... (3.7)

c. Unit Shift Converter


Untuk memurnikan gas sintesa H2 dan N2 maka kandungan CO dan CO2 harus
dihilangkan karena dapat pula menjadi racun bagi katalis di NH3 converter, Oleh
karena itu CO diubah terlebih dahulu menjadi CO2 pada unit shift converter. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
CO + H2O  CO2 + H2 ....................................................................................... (3.8)

d. Unit CO2 Removal


Unit ini bertujuan untuk memurnikan gas sintesa yang berfungsi menyerap gas CO2
yang terdapat pada gas proses, sehingga gas sintesa (H2 dan N2) bebas dari CO2.
CO2 dalam gas proses diserap dengan menggunakan kalium karbonat dengan reaksi
penyerapan sebagai berikut:
CO2 + K2CO3 + H2O  2KHCO3 ....................................................................... (3.9)

e. Unit Metanasi
Unit ini bertugas mengubah gas CO dan CO2 yang masih tersisa pada gas proses
menjadi CH4, sehingga reaksi pembentukan amonia tidak terganggu oleh kehadiran
CO dan CO2. Reaksi yang terjadi di metanasi adalah:
CO + 3H2  CH4 + H2O ...................................................................................
(3.10)
CO2 + 4H2  CH4 + 2H2O ............................................................................... (3.11)

3.2.2 Tahap Reaksi


Tahap ini menjadi inti dari proses pembuatan amonia. Reaksi antara H2 dengan N2
menjadi amonia terjadi pada unit sintesa amonia. Reaksi sintesa amonia adalah
reaksi eksotermis dengan reaksi sebagai berikut:
N2 + 3H2  2NH3 ....................................................................................................
(3.12)
Reaksi ini adalah reaksi kesetimbangan dan tidak seluruh reaktan bereaksi
membentuk amonia karena itu sebagian besar gas yang keluar dari converter akan
disirkulasikan kembali ke converter. Amonia yang dihasilkan memiliki konsentrasi
sekitar 15 – 20%.

3.2.3 Tahap Pemurnian atau Pemekatan


Untuk menaikkan konsentrasi amonia maka gas sintesa yang tidak habis bereaksi
disirkulasikan kembali untuk menghasilkan amonia. Amonia yang awalnya
memiliki konsetrasi sekitar 15 – 20% akan mengalami peningkatan konsentrasi
hingga mencapai 99,8%. Amonia dengan konsentrasi tinggi ini akan
dikondensasikan dengan cooler-cooler dan dipisahkan fase gas dan cairnya.
Amonia cair ini akan diturunkan tekanannya sehingga gas yang terlarut akan
terlepas dari larutan. Amonia cair ini diturunkan tekanannya hingga tekanan
atmosfer hingga temperaturnya turun sampai -33°C kemudian dikirim ke tangki
penyimpanan.

3.2.4 Tahap Penyimpanan Produk


Semua amonia cair disimpan dalam tangki penyimpanan yang dijaga pada
temperatur sekitar -33°C dan tekanan atmosfir. Amonia tersebut dipertahankan
dalam bentuk cair dalam tangki dengan sistem refrigerasi, yaitu dengan menghisap,
menekan, dan mengkondensasikan uap yang ada dalam tangki yang ditimbulkan
oleh adanya panas yang merambat masuk kedalam penyimpanan amonia.
3.3 Diagram Alir Kualitatif

CH4 Udara
Steam

Shift
Desulfurisasi Reforming CO2 Removal
H2 Converter H2
H2
CH4 CH4 Udara CH4
CH4
CO2 Steam CO2
CO2
CO CO
CO
Ar Ar
Ar
N2 N2
N2
Unit Sintesa
Refrigerasi Metanasi
H2 Amonia
H2 Shift
Desulfurisasi N2 Reforming N2
Ar H2 Convert
Ar
T = 400 ◦C NH3 T = 500 - 800 ◦C CH4 T = 270 - 480
P = 30 bar P = 30 bar CO2 P = 33 bar
CO
NH3 CH4
Ar
N2
Sumber : Topsoe, 2007
T = -5 ◦C Unit Sinte
P = 5 - 18 bar
Refrigerasi
H2 Amonia
N2 T = 500 ◦C
Ar P = 150 ba
NH3

NH3
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Handbook Desain Pabrik Kimia”, 2000.


Antara, “Dari Mitsui Menjadi Milik Anak Negeri”, 2014, Antara News.
Aries, RS., & Newton, RD., 1955, Chemical Engineering Cost Estimation, McGraw-Hill
Companies Inc, United States of America.
BPS, “Data Ekonomi dan Perdagangan serta Ekspor-Impor”, 2015, Badan Pusat
Statistik.
Brownell, LE, & Young, EH., 1959, Equipment Design, Wiley Eastern Limited, New
Delhi.
Coulson, J. M., Richardson J. F., Sinnot R. K., “Chemical Engineering Vol 6, An
Introduction to Chemical Engineering Design”, 1989, Pergamon Press, Singapore.
Evans, FL., 1974, “Equipment Design Handbook for Refineries and Chemical Plants”
Vol. 2, 2ndedn, Gulf Publishin Company, Houston, Texas.
Fertecon, “Ammonia Outlook”, 2013, UK, Informa.
Geankoplis, CJ., 1993, “Transport Processes and Unit Operations” 3thedn, Prentice-Hall
inc, New Jersey
Kern, DQ., 1950, “Process Heat Transfer”, McGraw-Hill Company, Singapore.
Kirk, RE., & Othmer, D.F., 2007, “Encyclopedia of Chemical Engineering Technology,
5th Edition, Volume 22”, The Interscience Publisher Division of John Wiley and
Sons Inc, New York.
Max, Appl., “Amonia Principles and Industrial Practice”, 1999, Wiley-VCH, New
York.
McCabe, WL., Smith, JC., & Harriot, P., 1993, “Unit Operations of Chemical
Engineering”, McGraw-Hill Inc, Singapore.
Nielsen, Svend Erik., “Latest Development in Amonia Production Technology”, 2007,
Haldor-Topsoe, Denmark.
Pemkot, “Profil Kota Bontang Kalimantan Timur”, 2001, Pemkot Bontang, Bontang.
Perry, RH., & Green, DW., 1997, “Perry’s Chemical Engineers Handbook” 7thedn,
McGraw-Hill Companies Inc, United States of America.
Perry, RH., & Green, DW., 2008, “Perry’s Chemical Engineers Handbook” 8thedn,
McGraw-Hill Companies Inc, United States of America.
Peters, MS. & Timmerhaus, KD., 1991, “Plant Design and Economics for Chemical
Engineers” 4thedn, McGraw-Hill Book Co, Singapore.
PT Pupuk Kalimantan Timur, “Diktat Bahan Bacaan Amonia”, 2002, PT Pupuk
Kalimantan Timur, Bontang.
Pujaatmaka, A. Hadyana, “Kimia Untuk Universitas”, 1999, Jakarta, Erlangga.
Smith, JM., Van Ness, HC., & Abbott, MM., 2005, “Introduction to Chemical
Engineering Thermodynamics” 7thedn, McGraw-Hill Inc, Singapore.
Ulrich, GD., 1984, ”A Guide To Chemical Engineering Process Design and Economics”,
John Wiley and Sons Inc, Canada.
Vilbrandt, FC, & Dryden, CE., 1959, “Chemical Engineering Plant Design” 4thedn,
McGraw Hill International Book Company, Kogakusha Ltd, Tokyo.
Yaws, CL., 1999, “Chemical Properties Handbook”, McGraw-Hill Companies, New
York.

Anda mungkin juga menyukai