Anda di halaman 1dari 47

BAB II

URAIAN PROSES

2.1 Bahan Baku


2.1.1 Bahan Baku Pembuatan Amonia
2.1.1.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang diperlukan pada proses pembuatan amonia terdiri atas gas
alam, air, dan udara.
1. Gas Alam
Komponen utama yang terdapat pada gas alam adalah metana (CH4). Gas alam yang
dibutuhkan oleh PUSRI disuplai oleh Pertamina dari sumur gas di Prabumulih. Proses
pengiriman gas dilakukan melalui pipa bawah tanah berjarak 120 km.

Gas alam yang dikirim dari Pertamina ini memiliki spesifikasi seperti yang
ditunjukkan oleh Tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Karakteristik dan komposisi gas alam

Komposisi Kuantitas Satuan


Gas alam
Metana (CH4) 74,95
Etana (C2H6) 6,77
Propana (C3H8) 5,36
Iso-Butana (i-C4H10) 0,82
Nomal-Butana (n-C4H10) 1,08 % Mol
Iso-Pentana (I-C5H12) 0,32
Nomal-Pentana (n-C5H12) 0,22
Heksana (C6H14) 0,18
Karbon dioksida (CO2) 10,30
Nitrogen (N2) 0
Sumber: Unit Operasi P-1V, 2010

Kebutuhan gas alam untuk keseluruhan pabrik ammonia dan utilitas diperkirakan
mencapai 66,390 Nm3/jam. Gas alam pada battery limit PUSRI-IB bertekanan 14,4 kg/cm2G
dan temperatur 28 C.

2. Air
Pada pabrik amonia, air digunakan sebagai air umpan boiler (boiler feed water) dan
air pendingin (cooling water). Kebutuhan air umpan boiler dan air pendingin tersebut
masing-masing adalah 4,97 m3/jam dan 0,9 MT/MT NH3. Kebutuhan kedua jenis air tersebut
disediakan oleh unit utilitas. Bahan baku air ini berasal dari Sungai Musi, yang lokasinya
berdekatan dengan PT PUSRI. Jumlah air Sungai Musi yang digunakan di unit utilitas
sebanyak 2000 m3/jam.
Karakteristik dan komposisi air sungai Musi yang diproses di unit utilitas disajikan
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik dan komposisi air Sungai Musi

Komponen Kuantitas Satuan


Ph 6,5 7,5
Komposisi Ppm
Turbiditas sebagai SiO2 49
P alkalinitas sebagai CaCO3 0
M alkalinitas sebagai CaCO3 19,4
Cl2 sebagai Cl- 3,4
Sulfat sebagai SO42- 4,2
Amoniak sebagai NH3 3,9
Kesadahan Ca2+ sebagai CaCO3 5,5
Kesadahan Mg2+ sebagai CaCO3 6,4
Besi sebagai Fe 2,06
Silika sebagai SiO2 15 - 64
Padatan tersuspensi 42
Padatan terlarut 64
Material organik 18,7

Tekanan 2,25 kg/cm2G


Temperatur 28,5 C
Sumber: Utilitas P-1V, 2010

3. Udara
Udara pada pabrik Pusri digunakan sebagai udara instrumen dan udara proses. Udara
proses digunakan sebagai sumber gas nitrogen dalam pembuatan amonia. Udara instrumen
digunakan untuk keperluan seperti aerasi, udara campuran dan lainnya. Udara diperoleh dari
lingkungan sekitar pabrik. Komposisi udara yang diambil dari alam disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komposisi udara

Komponen Kuantitas (%mol)


Nitrogen (N2) 78,084
Oksigen (O2) 20,947
Argon (Ar) 0,934
Sumber: Utilitas P-1V, 2011

Jumlah udara instrumen yang digunakan untuk unit amonia sebanyak 5,33 Nm3/jam.
Udara instrumen yang diambil dari udara bebas dengan kompressor memiliki spesifikasi
seperti disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Spesifikasi udara instrument

Spesifikasi Kuantitas Satuan


Tekanan 7 kg/cmG
Temperatur 28 C
Kualitas Bebas minyak
Sumber: Utilitas P-1V, 2010

2.1.1.2. Bahan Baku Penunjang


Bahan baku penunjang yang digunakan pada proses pembuatan ammonia terdiri atas
hidrogen, katalis, dan bahan-bahan kimia lainnya.
1. Hidrogen
Hidrogen digunakan untuk keperluan start-up pada PUSRI-IB. Gas ini disuplai dari
PUSRI II, III, dan IV. Tekanan dan temperatur untuk masing-masing gas tersebut adalah 67
kg/cm2G dan 177oC. Jumlah gas hidrogen yang digunakan adalah sebanyak 1301,44
Nm3/jam.

2. Katalis
Katalis pada pabrik PUSRI hanya digunakan pada pabrik ammonia karena pada
pabrik urea tidak memerlukan katalis dalam reaksinya. Jenis katalis yang digunakan pada
pabrik amonia dapat dilihat pada Tabel 2.5..

Tabel 2.5. Jenis-jenis katalis pada pabrik amoniak

Nama katalis Lokasi penggunaan


Unicat Desulfurizer
Co-Mo (Cobalt-Molybdenum) Hydrotreater
ZnO Guard chamber
NiO Reformer, metanator
Fe3O4 / Cr2O3 HTSC
Cu / ZnO LTSC
Besi berpromotor Konverter amonia
Sumber: Ammonia P-1V, 2006

2.1.2. Bahan Baku Pembuatan Urea


2.1.2.1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi urea adalah amonia cair dan
gas karbon dioksida (CO2). Amonia cair merupakan hot product yang diperoleh dari pabrik
amonia, sedangkan gas CO2 juga diperoleh dari pabrik amonia sebagai keluaran dari stripper
CO2.
1. Amonia Cair
Spesifikasi amonia cair yang digunakan pada pabrik urea disajikan pada Tabel 2.6.
berikut ini.
Tabel 2.6. Spesifikasi amonia cair sebagai bahan baku pabrik urea

Spesifikasi Kuantitas Satuan


Tekanan 20 (min. 18) kg/cm2G
o
Temperatur 25 - 30 C
Jumlah 40,7 MT/jam
Sumber: Ammonia P-IV, 2006

2. Gas CO2
Spesifikasi gas karbon dioksida (CO2) yang digunakan pada pabrik urea disajikan
pada Tabel 2.7. berikut:
Tabel 2.7. Spesifikasi gas CO2 sebagai bahan baku pabrik urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 0,6 kg/cm2G
o
Temperatur 38 C
Komposisi
CO2 (dry basis) 98 (min) % berat
H2 O jenuh
Belerang total 1 (maks) ppm vol
Sumber: Urea P-IV, 2006

2.1.2.2. Bahan Baku Penunjang


1. Kukus (steam)
Spesifikasi kukus yang digunakan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 2.8. Spesifikasi kukus pabrik urea

Spesifikasi Kuantitas Satuan


Tekanan (kukus tekanan sedang) 42 kg/cm2G
o
Temperatur (kukus tekanan sedang) 399 C
Fouling factor 0,0001 m2 jam oC/kkal
Jumlah 67,82 MT/jam
Sumber: Utilitas P-IV, 2006

2. Air Demin
Spesifikasi air demin yang digunakan disajikan pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Spesifikasi air demin pabrik urea

Spesifikasi Kuantitas Satuan


Tekanan 5,3 kg/cm2G
o
Temperatur 28 C
Jumlah 10 MT/jam
SiO2 0,05 (maks) ppm
Total padatan terlarut 0,5 (maks) ppm
Sumber: Urea P-IV, 2005

3. Air Pendingin
Spesifikasi cooling water yang digunakan disajikan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Spesifikasi cooling water pabrik urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 4 kg/cm2G
o
Temperatur 32 C
Faktor fouling 0.0002 m2 jam oC/kkal
Inhibitor 30-50 Ppm
pH 6.5 7.5
Turbidity 3 (maks) Ppm
Total hardness 25 (maks) ppm sebagai CaCO3
Warna 10 (maks) sebagai harzen unit
Fe 0.1 (maks) Ppm
Cl2 8 (maks) Ppm
Sulfat 10 ppm sbg SO4
Minyak Trace
Total dissolved solid 80 (maks) Ppm
Sumber: Utilitas P-1V, 2006
4. Udara Instrumen
Spesifikasi air pendingin yang digunakan disajikan pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11. Spesifikasi udara instrumen pabrik urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan (di pipa header udara instrumen) 7 kg/cm2G
o
Temperatur 28 C
Jumlah 200 Nm3/jam
Dew point 40 o
C
Kualitas bebas minyak
Sumber: Utilitas P-IV, 2006

5. Air Umpan Boiler


Spesifikasi air umpan boiler untuk desuperheater dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12. Spesifikasi air umpan boiler pabrik urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 58.1 kg/cm2G
o
Temperatur 113 C
Total solid 0.25 ppm sebagai CaCO3
Kadar SiO2 0.03 (maks) ppm sebagai SiO2
Konduktivitas elektrik 1 micro ohm/cm
Sumber: Utilitas P-IV, 2006
6. Nitrogen
Spesifikasi nitrogen sebagai bahan baku disajikan pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13. Spesifikasi nitrogen yang digunakan pada pabrik urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 4 Kg/cm2G
o
Temperatur 28 C
Komposisi
NOx 10 (maks) ppm
O2 300 (maks) ppm
Sumber: Urea P-1V, 2007

7. Listrik
a. Motor
di atas 1500 kW : 3,8 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
di atas 110 kW-1500 kW : 2,3 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
antara 0.5 kW-110 kW : 440 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
di bawah 0.5 kW : 115 atau 250 , 1 fasa, frekuensi 50 Hz.
Atau 440 kv, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
b. Penerangan
spesifikasinya 220 V, 1 fasa, dan frekuensi 50 Hz
c. Sistem Pengontrol
spesifikasinya 110 V, tegangan AC.
d. Instrumentasi
spesifikasinya 110 V, 1 fasa, dan frekuensi 50 Hz.

2.2 Proses Produksi


2.2.1. Proses Produksi Amonia
Proses produksi amonia menggunakan proses Kellogg dari Kellogg Overseas
Corporation, USA. Proses pembuatan amonia secara umum terdiri dari enam tahap utama
dan satu tahap utilitas, yaitu:
1. Tahap persiapan gas umpan (feed treating)
2. Tahap produksi gas sintesis (syn gas production)
3. Tahap pemurnian gas sintesis (syn gas purification)
4. Tahap sintesis amonia (ammonia synthesis)
5. Tahap pendinginan dan pemurnian produk (refrigerant system)
6. Tahap pengambilan kembali gas gurahan (purge gas recovery)
7. Sistem utilitas pabrik
Berikut Blok Diagram Pabrik Amonia Pusri IV :

Gambar 2.1. Blok Diagram Pabrik Amonia Pusri IV


1. Tahap Penyiapan Gas Umpan (Feed Treating)
Berdasarkan battery limit, gas alam yang dipasok dari Pertamina UP III Plaju di-set
oleh PUSRI memiliki spesifikasi temperatur pada 28 oC dan tekanan 14,1 kg/ cm2G. Bahan
baku gas alam yang diterima dari Pertamina tersebut masih mengandung beberapa zat yang
tidak diinginkan, seperti:
1) Sulfur (anorganik dan organik)
2) Gas CO2
Gas alam tersebut akan melewati Knock Out Drum (Mechanical Filter) untuk
pemisahan partikel padat dengan menggunakan prinsip perbedaan berat jenis. KO drum
tersebut juga dilengkapi dengan demister yang berfungsi untuk menangkap cairan berupa
buih atau mist yang terkandung dalam umpan gas alam. Setelah melalui KO drum, umpan gas
alam ini akan terbagi menjadi dua aliran utama. Pertama, untuk bahan baku produksi gas
sintesis yang akan diumpankan ke ammonia converter. Kedua, sebagai bahan bakar (fuel)
untuk arch burner, auxilary boiler, dan untuk keperluan produksi steam bertekanan tinggi.
Blok Diagram pada Feed Treating dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

H2 S H2 O

Mechanical Desulfurizer Dehydration


NG
Filter
Unit

Desulfurizer CO2
RSR HHC
Como ZNO Removal
H2S Removal

Reforming CO2
HHC (Fuel Gas)

Gambar 2.2 Blok Diagram Proses Feed Treating

a. Tahap Penghilangan Sulfur Anorganik


Gas alam dari Pertamina UP III Plaju yang dikirim ke PUSRI masih banyak
mengandung pengotor-pengotor yang tidak diinginkan. Salah satu pengotornya adalah sulfur
anorganik berupa senyawa H2S. Sulfur anorganik tersebut dapat dihilangkan melalui proses
desulfurisasi dengan bantuan katalis dalam sebuah bejana desulfurizer. Proses desulfurisasi
ini sebelumnya menggunakan katalis sponge iron yang terbuat dari serpihan kayu yang telah
dicampur dengan besi oksida dan larutan soda abu. Namun, katalis ini ternyata memiliki
banyak kekurangan, yaitu:
1. Umur katalis pendek (3 bulan)
2. Pressure drop tinggi
3. Perlu injeksi kaustik (NaOH)
Akibat kekurangan yang dimiliki oleh katalis sponge iron, maka dilakukan
penggantian terhadap katalis tersebut. Katalis desulfurisasi yang menggantikan katalis sponge
iron adalah katalis Unicat. Katalis Unicat ini memiliki beberapa kelebihan seperti umur
katalis yang jauh lebih panjang (2 tahun), pressure drop yang rendah, dan tidak
membutuhkan injeksi larutan kaustik (NaOH). Zinc oksida pada katalis akan bereaksi dengan
campuran sulfur dari gas alam membentuk zinc sulfide. Kondisi ini dijaga pada rentang 27
40 oC. Reaksi yang terjadi sebagai berikut.
ZnO + H2S ZnS + H2O

b. Tahap H2O Removal


Merupakan tahap penghilangan air di unit Glycol Absorber dengan menggunakan larutan
TEG ( Tri-Etylene Glicol). Penghilangan air sengaja dilakukan agar air tidak mengganggu
proses berikutnya yang dapat menyebabkan penyumbatan karena air yang membeku.

c. Pemisahan HHC (Heavy Hidrokarbon)


Gas alam dari glycol absorber dibagi menjadi dua arus. Arus pertama masuk kedalam
bagian shell heat exchanger dan didinginkan dengan gas alam bebas HHC. Sementara arus
kedua masuk kedalam bagian Tube Heat Exchanger dan didinginkan dengan HHC cair yang
sudah terpisah dengan gas alam. Kedua arus ini kemudian bergabung kembali dan masuk ke
dalam bagian Tube Chiller untuk didinginkan dengan amonia cair samapi temperaturnya
mencapai -180C. Gas keluar Tube Chiller kemudian masuk ke separator dimana terjadi
pemisahan HHC dan gas alam. Gas alam bebas HHC dimanfaatkan sebagai pendingin di shell
heat exchanger dan HHC cair sebagai pendingin di tube heat exchanger.
Gas alam bebas HHC kemudian dikirim ke CO2 removal, sementara HHC dipanaskan
agar menjadi gas kembali dan dikirim ke Fuel Gas System.

d. Tahap Penghilangan Karbon Dioksida (CO2)


Feed gas dihilangkan kandungan CO2-nya melalui proses absorbsi dengan
menggunakan larutan benfield. Gas CO2 ini perlu dihilangkan dari gas alam karena dapat
menjadi racun bagi katalis pada unit reformer, metanator, unit sintesis, dan unit-unit lainnya.
Jika gas alam masih mengandung CO2, maka katalis pada unit-unit tersebut akan cepat
terdeaktivasi (rusak) sehingga kinerja katalis akan menurun.
Proses absorbsi dilakukan di dalam unit absorber. Gas mengalir dari bawah menara
absorber melalui packing bed dan kontak dengan larutan benfield yang mengalir turun dan
akan menyerap gas CO2 yang terkandung di dalam umpan gas. Reaksi yang terjadi di dalam
unit absorber adalah sebagai berikut.

CO2 + H2O H2CO3


H2CO3 + K2CO3 2KHCO3

Pada kondisi desain, larutan benfield yang diinjeksikan melalui distributor di bagian
atas absorber sebanyak 118,8 m3/ jam. Gas yang telah diserap CO2-nya akan mengalir ke atas
melewati deminster dan selanjutnya mengalir ke absorber overhead separator. Temperatur
gas keluar di top absorber sekitar 93,3 oC, sedangkan temperatur larutan yang mengandung
CO2 di bottom tower sekitar 95,6 oC. Larutan benfield yang kaya CO2 akan dibebaskan CO2-
nya di stripper sehingga larutan benfield yang telah di-recovery dapat digunakan kembali.
Rich benfield solution mengalir dari bottom absorber ke stripper, dimana larutan akan
diturunkan tekanannya dari 14,4 kg/ cm2 G menjadi sekitar 2,07 kg/ cm2 G. Sehingga dengan
penurunan tekanan ini, CO2 akan terlepas dari larutannya dan keluar dari puncak stripper.
Larutan benfield yang telah dilepas CO2-nya akan mengalir dari bawah stripper ke feed
treating flash tank. Di bagian ini, larutan akan di-flash secara bertahap (tekanannya menurun)
hingga terbentuk sebagian uap yang selanjutnya akan dikembalikan ke stripper. Sedangkan,
sisa larutan lean benfield yang keluar akan dipompa kembali ke absorber dengan terlebih
dahulu diturunkan temperaturnya di penukar panas.
Kondisi operasi di absorber dijaga pada tekanan tinggi dan temperatur rendah.
Sedangkan kondisi operasi di stripper dijaga pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Hal
ini disebabkan proses absorpsi gas berlangsung efektif pada tekanan tinggi dan temperatur
rendah, sedangkan proses pelucutan berlangsung efektif pada tekanan rendah dan temperatur
tinggi.

e. Tahap Penghilangan Sulfur Organik


Untuk memisahkan sulfur organik dalam bentuk merkaptan (RSH, RSR), senyawa
sulfur tersebut harus diubah dahulu menjadi sulfur anorganik dengan bantuan injeksi syn gas
(H2) menggunakan katalis Co-Mo dan ZnO. Sulfur organik harus dipisahkan pada tahap feed
treating karena dapat menjadi racun katalis pada proses-proses berikutnya. Gas proses ini
diumpankan ke Co-Mo/ ZnO desulfurizer untuk dihilangkan komponen sulfur organiknya.
Sebelum dihilangkan, senyawa sulfur organik harus diubah dahulu menjadi hidrogen sulfida
(H2S) melalui reaksi dengan hidrogen berlebih. Selanjutnya, H2S direaksikan dengan zinc
oxide. Kebutuhan gas hidrogen untuk keperluan desulfurisasi di-supply dari sebagian aliran
gas sintesis yang diperoleh dari kompresor gas sintesis. Reaksi penghilangan sulfur organik
dapat dituliskan sebagai berikut.

RSH + H2 RH + H2S (katalis CoMo)


H2S + ZnO ZnS + H2O (katalis ZnO)

Kedua reaksi tersebut berlangsung di satu unit vessel, yaitu vessel Co-Mo/ZnO guard
chamber yang berisi katalis 7,5 m3 Co-Mo dan 15 m3 ZnO. Disini sulfur organik berubah
menjadi hidrogen sulfida dan diserap dengan ZnO membentuk seng sulfida.

2. Tahap Produksi Gas Sintesa (Syn-Gas Production)


Gas proses yang telah diolah di area feed treating diharapkan telah bersih dari segala
pengotor dan hanya mengandung gas metana (CH4) saja. Gas proses tersebut selanjutnya
diproses di area reforming atau area pembuatan gas sintesis untuk mendapatkan gas sintesis
yang dibutuhkan dalam pembuatan amonia, yaitu gas H2 dan gas N2. Proses pembuatan gas
sintesis ini berlangsung dalam dua unit, yaitu unit primary reformer dan unit secondary
reformer yang dapat dilihat pada blok diagram dibawah ini :

Steam

Feed Saturator Primary


Treating Reformer
Waste Heat Secondary
Purification
Boiler Reformer

Udara

Gambar 2.3 Blok Diagram Tahap Produksi Gas Sintesa

a. Primary Reformer
Sebelum masuk ke primary reformer, campuran gas dijenuhkan terlebih dahulu
dengan menyemprotkan hot condensat. Gas proses yang telah jenuh bercampur dengan steam
selanjutnya akan diumpankan ke unit primary reforming radiant section dengan steam to
carbon ratio sekitar 3,2 untuk dihasilkan gas sintesis. Primary reformer ini terdiri atas 4 buah
baris dengan masing-masing baris berisi 56 tabung berkatalis nickel oksida. Reaksi steam
reforming ini terjadi pada temperatur 780-820 oC dan secara keseluruhan bersifat endotermis,
sehingga diperlukan pasokan panas dari luar. Panas untuk reaksi tersebut diperoleh dari hasil
pembakaran gas alam dengan Arch Burner yang terletak di daerah radiant section. Udara
yang diperlukan untuk pembakaran dipasok dari Forced Draft (FD) Fan. Sedangkan, flue gas
hasil pembakaran dihisap dengan Induced Draft (ID) Fan dan mengalir di terowongan yang
menghubungkan antara radiant section dengan convection section. Panas yang terbawa gas
buang akan ditransfer ke coil atau heater untuk :
1) pemanasan awal umpan udara yang akan masuk ke secondary reformer,
2) pemanasan awal bahan bakar (fuel) untuk arch burner bari primary reformer,
3) pemanasan umpan masuk untuk primary reformer,
4) pemanasan gas keluaran kompresor yang akan masuk ke bagian mix tee, dan
5) pembuatan superheated steam yang bertekanan tinggi.
Flue gas yang telah dingin meninggalkan convection section pada temperatur 115 oC dan
keluar melalui cerobong ke atmosfer dengan menggunakan ID Fan.
Adapun reaksi steam reforming yang terjadi pada primary reformer unit tersebut adalah:

CH4 + H2O CO + 3H2 - Q


CO + H2O CO2 + H2 + Q

Variabel operasi reformer yang perlu diperhatikan adalah temperatur, tekanan, dan
steam to carbon ratio.
1) Temperatur
Semakin tinggi temperatur reaksi, maka konversi metan akan semakin tinggi. Hal ini
disebabkan reaksi steam reforming bersifat endotermis. Berdasarkan azas Le Chatelier
tentang kesetimbangan untuk reaksi endotermis.
2) Tekanan
Kenaikan tekanan reaksi akan menyebabkan konversi metan menurun. Hal ini disebabkan
selisih koefisien stoikiometri reaktan dengan produk adalah -2. Berdasarkan azas Le Chatelier
tentang kesetimbangan.
3) Steam to carbon ratio
Steam yang diumpankan ke reforming harus cukup agar pembentukan karbon di katalis
tidak terjadi. Kenaikan akan menggeser kesetimbangan ke arah produk reaksi sehingga
konversi metan meningkat, tetapi konsumsi steam dan kebutuhan fuel gas akan meningkat
pula. Dalam operasi, pada umumnya steam to carbon ratio di dalam gas proses inlet primary
reformer berkisar antara 3,2 3,4 tergantung pada kondisi di primary reformer, karena pada
rasio ini operasi akan memberikan kinerja yang optimal dan paling ekonomis.

b. Secondary Reformer
Untuk menyempurnakan reaksi steam reforming (pemecahan gas metana menjadi
CO, CO2 dan H2) diperlukan proses lanjutan di secondary reformer. Gas yang telah
mengalami reforming sebagian di primary reformer akan masuk ke secondary reformer
dengan melewati jacket transfer line. Temperatur masuk ke secondary reformer sekitar 824
o
C. Aliran gas ini akan bertemu dengan campuran steam dan udara di ruang bakar. Sebelum
masuk ke secondary reformer, tekanan dan temperatur udara dinaikkan. Udara ditekan dalam
3 tingkat dan antar tingkat terdapat pendinginan sehingga air yang terbawa udara akan
mengembun dan dapat dipisahkan. Setelah itu, udara akan dipanaskan di combustion air
preheater dan diumpankan ke secondary reformer.
Reaksi di secondary reformer berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi
daripada di primary reformer, yaitu sekitar 900-1200 oC. Secara keseluruhan reaksi bersifat
endotermis, sehingga memerlukan panas dan kebutuhan panas untuk berlangsungnya reaksi
reforming tersebut dipasok sendiri dari panas hasil reaksi hidrogen (dari aliran gas) dengan
oksigen (dari aliran udara). Oksigen untuk keperluan reaksi tersebut berasal dari udara yang
diinjeksikan dari discharge compressor. Jumlah udara yang diinjeksikan ke dalam secondary
reformer diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh perbandingan komposisi H2/N2 yang
tertentu dalam gas yang akan dimasukkan ke dalam ammonia converter (biasanya
perbandingan komposisi H2/N2 sekitar 3,0) . Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
2H2 + O2 2H2O + Q
CH4 + H2O 3H2 + CO - Q
CO + H2O H2 + CO2 + Q
Reaksi ini menggunakan katalis nickel untuk mempercepat laju reaksi dan meningkatkan
perolehan produk.
Parameter proses dalam secondary reformer adalah hasil reaksi dari secondary
reformer diharapkan memilki kadar methane leak maksimal 0,34 % mol. Gas proses keluaran
secondary reformer memiliki temperatur yang tinggi (sekitar 1000 oC) sehingga panas yang
terbawa gas proses ini dimanfaatkan di dua unit steam generator untuk menghasilkan
superheated steam. Gas proses yang temperaturnya telah menurun selanjutnya diumpankan
ke High Temperature Shift Converter.

3. Tahap Pemurnian Gas Sintesa (Syn-Gas Purification)


Komponen gas proses yang keluar dari secondary reformer terdiri atas gas H2, N2,
CO, CO2, Ar, dan CH4. Untuk keperluan sintesa amonia, gas yang diperlukan hanya H2 dan
N2. Oleh karena itu, gas CO dan CO2 perlu dihilangkan karena dapat menjadi racun bagi
katalis dalam unit sintesa amonia berikutnya. Blok diagram pemurnian gas sintesa dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Reforming High Temp. Low Temp.


Shift Converter Shift Converter

Synthesis CO2 Absorber


Loop Methanator

CO2 CO2 Stripper


Gambar 2.4 Blok Diagram Tahap Pemurnian Gas Sintesa

Penghilangan gas CO dan CO2 dilangsungkan dalam shift converter dan methanator.
Kedua gas tersebut dapat diubah menjadi gas metana (CH4) yang merupakan gas inert yang
tidak ikut bereaksi dan tidak merusak katalis. Gas inert lain selain CH4 adalah gas argon (Ar).
Namun, kehadiran gas inert juga harus dibatasi karena jika gas inert hadir dalam jumlah yang
berlebih maka gas tersebut juga akan dapat menghambat jalannya proses dan mengurangi
produk amonia yang dihasilkan.
a. High Temperatur Shift Converter (HTSC)
Unit HTSC berfungsi sebagai reaktor koncersi CO menjadi CO2 dengan bantuan
katalis Promoted Iron Oxide (Fe3O4/Cr2O3) pada temperatur tinggi (sekitar 350-420 oC)
dengan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
CO + H2O H2 + CO2 + Q
HTSC merupakan reaktor unggun tetap berisi katalis besi oksida dengan volume
katalis 66 m3. Tipikal reaksi yang terjadi pada unit HTSC adalah laju reaksinya cepat tetapi
konversinya rendah. Reaksi yang terjadi bersifat eksotermik dan disebut sebagai reaksi
pergeseran gas-air (water-gas shift reaction) atau reaksi pergeseran CO pada temperatur
tinggi (high temperature shift conversion).
Gas masuk ke bagian atas HTSC melalui sebuah distributor kemudian dilewatkan
melalui katalis dan keluar dari bagian bawah converter. Gas masuk pada temperatur 365 C
dan tekanan 30 kg/cm2A, dan keluar pada temperatur 432 C. Kehilangan tekanan dalam
bejana dijaga tetap 0,4 kg/cm2A dan kandungan gas CO yang lolos dijaga tidak lebih dari
3,53 %. Volum.
Gas keluaran HTSC masuk ke shell side HTS effluent WHB untuk memberikan panas
ke air umpan boiler. Setelah meninggalkan WHB gas mengalir ke LTSC. Aliran antara
dilengkapi dengan pembuangan (vent) untuk membuang kelebihan gas proses.

b. Low Temperatur Shift Converter (LTSC)


Unit ini berfungsi mengubah CO menjadi CO2 yang belum terkonversi di unit HTSC
dengan bantuan katalis Tembaga Zinc Alumina (Cu/ZnO/Al2O3). Gas dari HTSC masuk ke
LTSC melalui unggun katalis LTS dengan temperatur masuk 206 C dan keluar melalui
bagian bawah LTS. Aliran ini di bypass pada saat start up atau pada kondisi darurat melalui
line PG-1022-12 untuk menghindari lolosnya CO yang akan menambah beban di metanator.
Temperatur operasi dijaga pada 206 oC agar tidak terlalu dekat dengan titik embun (dew
point) dari campuran kukus dan gas.
Reaksi ini berlangsung pada temperatur rendah (180-260 oC), bersifat eksotermis,
dan konversinya yang cukup tinggi. Reaksi yang terjadi sama dengan reaksi di HTSC, tetapi
disebut reaksi pergeseran CO pada temperatur rendah (low temperature shift conversion).
Parameter operasi di unit LTSC adalah CO leakage di outlet sebesar 0,29 % volum.
Gas panas yang keluar dari bagian bawah LTSC didinginkan di shell side LTS
effluent/BFW exchanger sebagai sumber panas untuk BFW dari BFW pump. Dari HE, gas
proses mengalir melalui tube side CO2 stripper ejector/steam generator untuk
membangkitkan steam dalam semilean flash tank ejector CO2 stripper.

c. Unit Pemisahan Karbon Dioksida (CO2 Absorber dan Stripper)


Pada prinsipnya, pemisahan CO2 pada unit ini sama dengan pemisahan CO2 di
bagian feed treating. Untuk memisahkan CO2 digunakan larutan benfield. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O H2CO3
H2CO3 + K2CO3 2KHCO3

Gas sintesa keluaran dari LTSC dialirkan ke absorber CO2 melalui distributor internal
di bagian bawah menara. Gas mengalir dari bawah ke atas melalui tiga unggun packing dari
slotted ring dan berkontak secara baik dengan aliran larutan lean dan semilean Benfield yang
mengalir dari atas ke bawah.
Tabel 2.14. Susunan Packing didalam Absorber
Bed Jenis Packing Tinggi Unggun (mm)
1 Slotted ring (CS,SS) 38 mm 8550; 600
2 Slotted ring (600 mm CS, 50 mm SS) 6100; 900
3 Slotted ring (600 mm CS, 50 mm SS) 6100; 900
Sumber: Ammonia P-1V, 2009
Larutan lean Benfield masuk pada bagian atas unggun 1. Setiap unggun pada absorber
disangga oleh packing support gas injection plate, liquid distributor, dan hold down grate.
Aliran lean dan semilean Benfield dialirkan melalui sparger dan distributor internal.
Menara absorber dilengkapi dengan demisting pad pada bagian puncak. Gas keluaran
absorber kemudian dialirkan ke produk atas absorber CO2 lalu menuju KO drum untuk
menghilangkan larutan Benfield yang terbawa oleh gas. Gas proses akan meninggalkan
bagian atas KO drum dan dilewatkan melalui shell side metanator feed /effluent exchanger
sebelum dimasukkan ke metanator.
Aliran lean dan semilean benfield bertemu di bagian bawah absorber, dimana
ketinggian cairan di dalam absorber dikendalikan dengan LIC. Tekanan tinggi yang ada pada
absorber dimanfaatkan sebagai penggerak turbin hidrolik untuk memanfaatkan tenaga yang
berasal dari aliran benfield kaya CO2. Turbin hidrolik tersebut berfungsi sebagai penggerak
pompa larutan semilean.
Larutan benfield yang sudah digunakan untuk penyerapan dan jenuh dengan CO2 akan
diregenerasi di stripper sehingga larutan benfiled tersebut dapat digunakan kembali. Jika
dibandingkan dengan proses absorbsi, stripping berlangsung pada tekanan yang lebih rendah
yaitu + 1,1 kg/cm2 dan temperatur yang lebih tinggi + 127 oC. Reaksi proses yang terjadi di
stripping adalah sebagai berikut:
2KHCO3 H2CO3 + CO2 + H2O
Larutan benfield yang kaya CO2 kemudian masuk ke CO2 stripper dari bagian atas.
Kolom stripper tersebut berupa kolom packing yang dilengkapi dengan 3 buah tray,
distributor, trap out pan dan akumulator.

Tabel 2.15. Susunan Packing di dalam stripper


Tinggi Unggun
Bed Jenis Packing
(mm)
1 Slotted ring (CS,SS) 50 mm 9150
2 Slotted ring (CS,SS) 50 mm 600
3 Slotted ring (CS,SS) 50 mm 600
Sumber: Ammonia P-1V, 2009

Larutan Benfield yang kaya CO2 dilewatkan melalui unggun 2 dan akan melepaskan
CO2. Uap CO2 kemudian mengalir ke atas sedangkan kondensat yang terbentuk dikumpulkan
dalam trap-out pan yang mengalir ke reboiler kondensat di CO2 stripper. Ketinggian cairan
(level) di bagian bawah stripper dikontrol dengan LIC.
Sebagian larutan benfield (semilean) ditarik dari trap-out pan yang terletak di bawah
unggun 2 menuju flash tank empat tingkat sambil melepaskan kandungan CO2-nya. Flash
tank ini dilengkapi dengan ejector untuk mengangkat gas dengan menggunakan media
kukus. Keluaran (discharge) dari semua ejektor dimasukkan kembali ke stripper di bawah
unggun 2. Ketinggian cairan pada flash tank dikontrol oleh LI.
Larutan semilean benfield ditarik dari keempat tingkat dengan pompa kemudian
masuk ke bagian tengah absorber. Larutan benfield keluar dari unggun terakhir dan
terkumpul di trap-out pan. Larutan benfield yang telah diregenerasi dikembalikan ke stripper
setelah mengalami pertukaran panas di dalam heat exchanger. Larutan lean benfield yang
terkumpul di dasar stripper kemudian mengalir ke dan mengalami penurunan temperatur
dalam heat exchanger. Larutan lean benfield yang telah dingin kemudian akan dialirkan
kembali ke absorber.
Stripper pada proses CO2 removal system beroperasi pada tekanan 1,1 kg/cm2 di
bagian bawah dan 0,9 kg/cm2 di bagian atas. Hilang tekan normal sebesar 0,18 kg/cm2 yang
diukur dan dilengkapi alarm beda tekanan tinggi.
Gas CO2 keluaran dari stripper diharapkan di atas 99%. Kandungan CO dan CO2
keluaran absorber berturut-turut adalah 0,37 %-mol dan 0,006 %-mol.

d. Metanasi
Proses purifikasi yang terjadi pada tahap shift conversion dan CO2 removal tidak
berlangsung sempurna sehingga masih terdapat gas CO maupun CO2 sisa dalam jumlah kecil.
Walaupun demikian, kandungan CO dan CO2 dalam jumlah kecil ini dapat merusak katalis di
Ammonia Converter. Untuk itu, CO dan CO2 perlu diubah menjadi CH4 di Methanator
sehingga total CO dan CO2 inlet Ammonia Converter 10 ppm. Reaksi metanasi terjadi pada
temperatur 280-360 oC dengan menggunakan katalis Nickel Alumina.
Reaksi metanasi berlangsung menurut persamaan reaksi berikut.

CO + 3H2 CH4 + H2O + Q


CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O + Q

Parameter operasi pada unit metanator dalah konsentrasi CO dan CO2 di outlet 10
ppm.
Gas proses dari CO2 absorber, setelah dipanaskan di shell side dari heat exchanger,
masuk ke metanator melalui bagian atas. Gas proses tersebut kemudian melewati katalis
Nickel Alumina lalu keluar dari bagian bawah vessel.
Temperatur di dalam metanator dikendalikan dengan TI. Jika temperatur di dalam
metanator naik terlalu tinggi, maka alarm TAH akan menyala. Bila TAH menyala, solenoid
XY akan menutup control valve untuk menghentikan aliran gas masuk ke metanator. Secara
bersamaan, interlock system akan menutup MOV untuk menghindari gas lolos melewati XV
yang memasuki metanator.
HS yang terdapat di control panel berfungsi untuk mentripkan XY dan MOV secara
manual. HS digunakan untuk membuka dan menutup MOV secara perlahan. Jika aliran gas
masuk metanator terhenti, kenaikan tekanan akan menggerakkan PIC untuk membuang gas
ke atmosfer.
Dari metanator, aliran gas didinginkan di sisi buluh lalu masuk ke sisi cangkang,
kemudian mengalir ke kompresor dari tangki larutan.

4. Tahap Sintesis Amonia


Tahap sintesis amonia merupakan tahap akhir pada pabrik amonia. Pada tahap ini akan
dilakukan proses pembentukan amonia dari N2 dan H2. Amonia di ambil sebagai produk,
sedangkan H2 dikembalikan lagi ke syn-loop dan CH4 sebagai tail gas dimanfaatkan untuk
fuel. Tahap sintesis amonia terdiri dari tahap kompresi, chiller, refrigerant loop, KO drum
hingga ke amonia converter. Tahap sintesis amonia dapat dilihat pada gambar 2.5.

Purification

Compressor Chiller

Refrigerant
Loop

Ammonia KO Drum
Converter

PGRU NH3

Gambar 2.5 Blok Diagram Tahap Sintesis Amonia

a. Tahap Kompresi Gas (Syn-Gas Compression)


Gas proses yang akan disintesis di ammonia converter terlebih dahulu akan
dimampatkan di dalam kompresor gas sintesis. Syn-Gas Compressor mempunyai dua buah
casing dengan pendingin yang terletak di antara dua casing. Pemampatan gas ini
dilangsungkan dalam empat tingkat sehingga tekanan gas sintesis yang diperoleh sama
dengan tekanan operasi di unit sintesis amonia. Penggerak utama dari syn-gas compressor
adalah steam turbine extraction (gabungan antara back pressure turbine dan condensing
turbine). Kompresor tersebut beroperasi pada kondisi normal speed 10.535 rpm, rate speed
10.622 rpm, continuous speed 11.153 rpm, dan operation speed pada range 85 105 % dari
normal speed (9.029 11.153 rpm).
Syn-Gas Compressor terbagi menjadi 2 segmen yaitu Low Pressure Case Compressor
dan High Pressure Case Compressor. Masing-masing segmen tersebut memiliki dua
tingkatan kompresi. Jadi, syn-gas compressor memiliki empat tingkat kompresi. LP case
compressor menerima gas dari suction drum pada tekanan masuk 32,59 kg/cm2A dan
menaikkan tekanan gas di tingkat pertama menjadi 57,32 kg/cm2A dan 99,85 kg/cm2A di
tingkat kedua. HP case compressor menaikkan tekanan gas menjadi 173,39 kg/cm2A di
tingkat ketiga dan 179,31 kg/cm2A di tingkat keempat.
Gas proses keluar dari kompresor tingkat pertama pada temperatur 110,3 oC. Gas
tersebut kemudian didinginkan di water cooler dan masuk ke KO drum. Gas proses kemudian
diumpankan ke dalam kompresor tingkat kedua untuk menaikkan tekanannya menjadi 99,85
kg/cm2A. Temperatur gas yang keluar dari kompresor tingkat kedua mencapai 114,8 oC. Gas
proses tersebut kemudian didinginkan dengan cooling water di dalam dan didinginkan lebih
lanjut dengan ammonia refrigerant hingga mencapai 4,4 oC. Kandungan air yang terkandung
di dalam gas proses dipisahkan di dalam KO drum. Selanjutnya gas proses dikeringkan lebih
lanjut di dalam molecular sieve dryer.
Gas dingin yang telah kering dimasukkan ke HP case compressor pada tekanan 98,88
kg/cm2A. Gas tersebut kemudian dikompresi hingga tekanannya mencapai 173,39 kg/cm2A
pada kompresor tingkat ketiga. Gas tersebut kemudian bercampur dengan gas daur ulang dan
dikompresi hingga tekanannya mencapai 179,31 kg/cm2A pada kompresor tingkat keempat.
Syn-gas compressor digerakkan oleh turbin uap dengan menggunakan HP steam
bertekanan 123 kg/cm2G dengan laju 107 ton/jam. Exhaust steam keluaran turbin uap
merupakan MP steam bertekanan 42,2 kg/cm2G dengan laju 35,45 ton/jam ke condensing
turbine dan 72,3 ton/jam berupa extraction steam. Laju alir extraction steam dikendalikan
oleh FIC.
Kompresor dan turbin dilengkapi dengan lube/seal oil console, termasuk lube & oil
pump motor, auxiliary lube & seal oil pump turbine, overhead seal oil tank, lube oil filters &
coolers, seal oil traps, dan degassing tank. Selain itu, kompresor dan turbin juga dilengkapi
dengan sinyal penanda (alarm), yaitu low oil pressure alarm, auxiliary pump start alarm,
high and low seal oil level alarm, dan high filter differential pressure alarm pada lube & seal
oil system.
b. Tahap Sintesis Loop
Gas sintesis bertekanan tinggi keluaran dari kompresor akan diumpankan menuju
separator minyak, kemudian melewati penukar kalor yang dilengkapi dengan bypass untuk
mengatur temperatur gas sintesis sebelum masuk ke ammonia converter. Reaksi sintesis
amonia berlangsung menurut persamaan reaksi berikut.

N2 + 3 H2 2 NH3 + Q
Reaktor amonia ini mempunyai dua unggun utama dan catalyst basket yang dapat
dikeluarkan untuk keperluan mengganti atau memuat katalis amonia. Karakteristik unggun
katalis pada ammonia converter ditampilkan pada Tabel 2.16. berikut.

Tabel 2.16. Karakterisitik Unggun Katalis pada Ammonia Converter


Unggun Volume (m3) Berat (kg) Kedalaman (m)
1 9,2 26,055 1,65
2 11,9 32,408 2,057
3 17,6 48,76 2,947
4 25,3 68,902 3,689
Sumber: Ammonia P-1V, 2009

Ruang anulus antara silinder catalyst basket dan high pressure shell merupakan celah
untuk gas pendingin shell. Sebagian besar gas umpan dialirkan melalui HCV melewati anulus
dan masuk ke tube side HE untuk dipanaskan dengan gas panas yang keluar dari unggun
pertama. Sedangkan sebagian gas umpan lainnya dialirkan melalui HIC dengan mem-bypass
HE. Aliran gas umpan yang kedua ini berfungsi untuk mengendalikan temperatur gas proses
yang masuk ke unggun pertama. Gabungan gas sintesa mengalir ke bawah melalui katalis
besi. Gas yang telah sebagian bereaksi mengalir melalui grid supporting catalyst dan masuk
ke ruang antara unggun bawah dengan basket wall.
Reaksi yang berlangsung di dalam Ammonia converter ini hanya menghasilkan
perolehan produk amonia sebesar 17 % mol. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang
banyak, gas yang belum bereaksi di-recycle secara terus-menerus agar bisa bereaksi kembali.
Produk NH3 yang diperoleh berwujud gas dengan temperatur relatif tinggi (sekitar 450 oC).
Sehingga, panas yang terbawa produk dimanfaatkan untuk mengolah BFW dan memanaskan
gas proses yang akan masuk ke ammonia converter. Setelah itu, produk amonia akan diolah
di bagian refrigeration system untuk diolah menjadi produk amonia cair yang jauh lebih
murni. Sedangkan gas-gas yang tidak bereaksi/ inert (seperti CH4, Ar, dan gas lainnya)
dibuang secara kontinu supaya tidak terjadi akumulasi yang dapat mengganggu proses pada
ammonia converter. Gas yang dibuang ini akan diolah di bagian recovery unit untuk diambil
gas-gas yang masih potensial untuk dimanfaatkan.

5. Tahap Pendinginan dan Pemurnian Produk


Amonia yang terbentuk dalam ammonia converter dipisahkan dari komponen yang
lain dengan cara pendinginan bertahap karena temperatur titik embun amonia lebih besar dari
komponen yang lain, sehingga ammonia akan mengembun terlebih dahulu dan dapat
dipisahkan dari komponen yang lain.
Tahap refrigeration system pada dasarnya adalah mendinginkan gas keluaran
ammonia converter yang diikuti proses pemurnian dengan separator dan flashing / let down
system sehingga diperoleh produk amonia yang murni dan gas-gas yang terlarut dilepaskan
menjadi inert refrigeration.
Terdapat beberapa peralatan di seksi pemurnian produk , diantaranya yaitu refrigerant
flash drum tingkat I, II dan III yang merupakan unit pemisah ammonia secara bertahap
dengan proses pengembunan, Refrigerant receiver yang berfungsi menampung ammonia
yang telah mengembun serta Refrigernt kompressor yang mempunyai 2 fungsi yaitu untuk
menjaga tekanan yang dikehendaki pada refrigerant flash drum serta untuk menaikkan
tekanan uap ammonia menjadi 16,7 kg/cm2 sehingga dapat diembunkan dan didinginkan
dengan menggunakan cooling water.
Akumulasi gas-gas inert yang terpisah dari amonia dibuang (purge) dalam dua tahap,
yaitu High Pressure Purge Gas yang dikirim ke pengolahan gas buang (Purge Gas Recovery
Unit - PGRU) dan Low Pressure Purge Gas dikirim ke Primary Reformer sebagai bahan
bakar. Produk Amonia (hot product) dikirim ke Pabrik Urea sebagai bahan baku pembuatan
urea dan sisanya (cold product) dikirim Tangki Penyimpan Amonia (NH3 Storage).

6. Tahap Pemanfaatan Ulang Gas Gurahan (Purge Gas Recovery)


PGRU merupakan unit yang berfungsi mengolah purge gas dari pabrik Ammonia,
dimana purge gas tersebut masih mengandung NH3 dan H2 yang masih dapat dimanfaatkan
kembali untuk meningkatkan produksi dan efisiensi pabrik.
Tipe proses PGRU yang ada di PT. PUSRI:
1. Cryogenic proses, yang ada di PGRU P-IV; ARU dan HRU pada PUSRI I-B
2. Membran proses, di PGRU P-III
Pada unit PGRU ini, purge gas yang memiliki komposisi design H2 : 61,1 % mol, N2 :
20,2 % mol, Ar : 3,79 % mol, CH4 : 12,78 % mol dan NH3 : 2,13 % mol diolah dengan proses
tersebut diatas menjadi produk sebagai berikut :
1. Produk utama berupa gas kaya H2 dengan kemurnian 75-80% yang selanjutnya
dimanfaatkan kembali ke pabrik Amonia yang diumpankan di inlet 129-C.
2. Produk samping berupa tail gas/fuel gas dengan komposisi H2 15,29% mol dan CH4
34,15% mol yang dimanfaatkan untuk tambahan bahan bakar di primary reformer
sehingga diharapkan dapat mengurangi pemakaian gas bumi sebagi fuel.
3. Amonia, yang merupakan hasil pemisahan di unit recovery PGRU akan dikirim
kembali ke pabrik Urea dan juga digunakan sebagai make up untuk refrigerant
receiver pabrik Amonia.

a. Ammonia Recovery Unit (ARU)


Akumulasi gas inert yang dipisahkan (purge gas) dilewatkan ke dalam ammonia
recovery unit (ARU). Tujuan dari proses tersebut adalah untuk mengambil kembali NH3 yang
ikut terbawa di dalam purge gas dari syn-loops dan purge gas dari refrigeration system.
Akumulasi gas-gas inert yang terpisah dari amonia dibuang (purge) dalam dua tahap,
yaitu high pressure purge gas yang dikirim ke hydrogen recovery unit (HRU) sebagai bahan
baku dan low pressure purge gas yang sudah diambil kandungan amonianya dikirim ke
primary reformer sebagai tambahan bahan bakar.
Produk amonia (hot product) dikirim ke Pabrik Urea sebagai bahan baku pembuatan
urea dan sisanya (cold product) dikirim ke tangki penyimpan amonia (NH3 Storage) dan ke
chiller.

b. Hydrogen Recovery Unit (HRU)


High pressure purge gas dari ammonia recovery unit (ARU) dikirim ke hydrogen
recovery unit (HRU). Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan kembali gas H2 yang
terikut dari syn-loops purge gas. Proses di HRU tersebut dilangsungkan di dalam cold box
untuk memisahkan H2 dari tail gas (metan, CH4). Produk H2 yang dihasilkan akan dikirim
kembali ke ammonia converter untuk menambah produksi amonia. Sedangkan tail gas
(metan, CH4) yang dihasilkan sebagai by product dikirim ke primary reformer sebagai
tambahan bahan bakar.

2.2.2. Proses Produksi Urea


Pabrik Urea merupakan pabrik penghasil urea prill dengan menggunakan bahan baku
NH3 dari pabrik amonia dan CO2. Pabrik Urea di-design untuk memproduksi sebanyak 1725
metrik ton urea prill setiap hari dengan satu train berdasarkan pada proses ACES (Advanced
Cost and Energy Saving). Secara garis besar, proses pembuatan urea pada PT Pusri
mencakup lima seksi utama sebagai berikut :
1. Seksi sintesa
2. Seksi purifikasi/ dekomposisi
3. Seksi kristalisasi dan pembutiran
4. Seksi recovery
5. Seksi pengolahan kondensat proses
Garis besar proses produksi urea pada PUSRI-IV dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Blok Diagram Pabrik Urea PUSRI-IV

1. Seksi Sintesis Urea


Urea dihasilkan dengan reaksi yang sangat Eksotermis antara NH3 dan CO2 yang akan
membentuk Ammonium Karbamat. Selanjutnya ammonium karbamat secara dehidrasi
endotermis akan berubah menjadi urea. Reaksi tersebut berlangsung dalam sebuah rector urea
yang beroperasi pada tekanan 175 kg/cm2.G dan temperatur 190oC. Perbandingan mol NH3
terhadap CO2 adalah 4,0 (mol/mol) yang diatur dengan jumlah umpan NH3 cair. Reaktor urea
yang digunakan berupa sebuah bejana tegak lurus dengan 9 baffle plate di dalamnya untuk
menghindari pencampuran balik. Dinding bagian dalam reaktor tersebut dilapisi dengan
stainless steel 316-L urea grade.
Reaksi yang terjadi di dalam reaktor terdiri dari dua tahap:
Pembentukan karbamat
2NH3 + CO2 NH2COONH4 H = -28,5 kkal/mol
Dehidrasi
NH2COONH4 NH2CONH2 + H2O H = +3,6 kkal/mol
Selama reaksi berlangsung, jika temperatur operasi telah mencapai temperatur 190 oC
dan tekanan 175 kg/cm2 maka digunakan perbandingan H2O terhadap CO2 adalah sebesar
0.46, sedangkan perbandingan NH3 terhadap CO2 adalah 4, sehingga akan dicapai waktu
tinggal selama 36 menit dan konversi reaksi sebesar 70%. Setelah mencapai konversi CO2
sebesar 70 %, larutan urea dari dalam reactor akan mengalir melalui pipa bagian bawah
reaktor dan masuk ke stripper (2-DA-101) secara gravitasi, laju aliran urea ke stripper diatur
untuk menjaga level larutan dalam reaktor tetap konstan. Batasan level reaktor dijaga pada
angka satu meter diatas garis over flow reaktor untuk menghindari aliran balik gas CO2 dari
stripper ke reaktor.

Stripper berfungsi sebagai pemisah kelebihan NH3 dan menguraikan amonium


karbamat yang tidak terkonversi di larutan sintesis urea melalui pemanasan yang
menggunakan kukus dan CO2 stripping pada tekanan operasi yang sama. Selama proses
dekomposisi, hidrolisis urea menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Reaksi hidrolisis urea
adalah sebagai berikut :

NH2CONH2 + H2O
CO2 + 2NH3

Pada bagian atas stripper, larutan urea sintesis dari reaktor akan kontak dengan gas
yang dipisahkan dari bagian bawah melalui sieve trays, dimana komposisi larutan diatur
secara adiabatis untuk membuat proses pelucutan CO2 berlangsung secara efektif. Fungsi tray
di bagian atas stripper adalah untuk memisahkan kelebihan amonia dan mengatur
perbandingan mol NH3 terhadap CO2 dari larutan urea untuk mendapatkan level yang sesuai
agar proses pelucutan dapat terjadi. Di bagian bawah stripper, amonium karbamat dan
kelebihan amonia dalam larutan urea sintesis dipisahkan oleh CO2 stripping dan kukus
pemanas falling film heater. Kukus tekanan sedang tersebut kemudian dijenuhkan dalam
tangki penjenuh / saturated drum, kemudian dimasukkan di sisi tube untuk memberikan
panas yang diperlukan. Kondisi operasi stripper dilangsungkan pada tekanan 175 kg/cm2G
dan temperatur 175-180 oC. Tekanan kukus diatur oleh pengatur tekanan dari tangki
penjenuh, sehingga larutan keluar stripper mengandung 12,5-15,5 % amonia. Gas yang
keluar dari bagian atas stripper kemudian dikirim ke carbamate condenser no 1, 2.

Campuran gas dari bagian puncak stripper dikirim ke karbamat kondenser no. 1 dan
no.2 yang dioperasikan secara pararel. Dalam carbamate condenser, gas yang keluar dari
stripper dicampur dengan larutan carbamate recycle di bagian atas dan didistribusikan
melalui tubes kemudian dikondensasikan dan diserap oleh larutan absorben. Panas yang
terbentuk di karbamat kondenser yang diperoleh karena adanya pembentukan karbamat dan
kondensasi amonia digunakan untuk menghasilkan kukus tekanan rendah (5,5 Kg/cm2 G) di
karbamat no.1 dan untuk memanaskan larutan urea dari stripper setelah mengalami
penurunan tekanan menjadi 17 kg/cm2.G di karbamat kondenser no. 2. Condenser
dioperasikan pada tekanan 175 Kg/cm2 G dan suhu 175 oC. Gas dan larutan dari bottom
condensor dimasukkan ke reaktor.
Di unit scrubber, amonia dan karbon dioksida yang keluar dari bagian atas reaktor
diserap oleh resikel karbamat dari absorber tekanan tinggi. Tekanan operasinya sama dengan
tekanan di sintesis urea. Temperatur operasi di bagian atas dan bagian bawah scrubber tidak
dapat dinyatakan dengan tepat. Bila temperatur bagian bawah scrubber tinggi artinya
penyerapan NH3 dan CO2 oleh larutan daur-ulang cukup bagus. Batasan temperatur berkisar
antara 175-180 oC pada scrubber bagian bawah.

2. Seksi Kristalisasi dan Pembutiran


Pada seksi ini, larutan urea yang sudah bebas dari kandungan karbamat dikristalkan
pada kondisi vakum oleh crystallizer yang terdiri dari 2 bagian. Bagian atas adalah vacuum
concentrator, sedangkan bagian bawah adalah crystallizer yang dilengkapi dengan agitator.
Kristal urea yang dihasilkan pada seksi ini masih berbentuk bubur urea.
Crystallizer berfungsi untuk membentuk kristal urea melalui penguapan air dari
larutan urea yang jenuh. Air turun melalui barometric leg. Vacuum concentrator dan
crystallizer harus dioperasikan sedemikian rupa sehingga slurry yang keluar dari bawah
crystallizer mengandung 30-35% berat kristal urea. Jaket air bertemperatur tinggi digunakan
pada bejana crysrtallizer dan pipa untuk menghindari terjadinya pembekuan kristal urea pada
bejana atau pipa. Air panas disirkulasikan melalui pompa dari tangki melalui absorber
tekanan tinggi, dan pemanas awal (preheater) amonia. Slurry disirkulasikan dari bagian
bawah crystallizer dengan menggunakan pompa sirkulasi.
Vacuum concentrator dioperasikan pada tekanan 72,5 mmHgA dan temperatur 60 oC.
Kondisi ini dipilih untuk menghindari pembentukan biuret yang berlangsung pada temperatur
tinggi (di atas 90oC). Air diuapkan dan larutan urea yang super jenuh turun ke bawah. Kristal
urea yang terbentuk tumbuh menjadi besar karena adanya kontak dengan larutan urea yang
super jenuh. Panas untuk menguapkan air diambil dari panas sensibel larutan urea yang baru
masuk, panas kristalisasi urea, dan panas yang diambil dari sirkulasi bubur urea ke absorber
bertekanan tinggi. Crystallizer dioperasikan pada tekanan atmosfer dan temperatur 60oC.
Kristal-kristal urea dengan kadar air sekitar 1,9 % dimasukkan ke pengering
terfluidakan. Pengering terfluidakan (fluidized dryer) berfungsi untuk mengeringkan kristal
urea hingga kandungannya kurang dari 0,2% dengan udara panas lalu masuk ke menara
pembutir. Udara untuk pengering terfluidakan diambil dari forced fan for dryer yang
dipanaskan dalam air heater for dryer. Temperatur udara di aliran masuk tidak boleh lebih
dari 120 C karena dapat melelehkan kristal urea. Larutan induk yang dipisahkan oleh
prethickener dan centrifuge mengalir ke bawah, masuk ke tangki mother liquor, dipanasi
dengan kukus pemanas melalui tube untuk menghindari kristalisasi, dan dikirim kembali ke
line discharge pompa sirkulasi crystallizer.
Kristal urea kering dikirim ke menara pembutir melalui pipa pneumatic. Menara
pembutir (prilling tower) berfungsi sebagai tempat pembentukan butiran (prill) urea. Lebih
dari 99,8 % kristal urea dikumpulkan di siklon. Tepung Urea dari Centrifuge sebelum ke
Melter di Prilling Tower terlebih dahulu di panasi dengan udara panas yang ditiupkan dan
diisap ke atas. Setiba di Melter, tepung Urea yang 99,68 % dilelehkan memakai Steam Low
pada temperatur 138 0C. Sistem ini didesain dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga
temperatur lelehan urea sedikit diatas titik leleh urea (132,7 oC) dengan tujuan untuk
menjaga pembentukan biuret seminimal mungkin dan menjaga waktu tinggal sekecil
mungkin. Kukus tekanan rendah (5 kg/cm2G) dialirkan ke melter sebagai pemanasnya.
Lelehan urea dari head tank didistribusikan secara merata ke distributor lalu turun ke
bawah berbentuk hujan dalam menara pembutir. Ketika lelehan urea turun dari menara
pembutir, dari bagian bawah ditiup dengan udara sehingga hujan urea tersebut membeku
(dalam bentuk butiran) selama perjalanan turun ke bawah. Prill Urea yang terbentuk turun ke
bawah melalui belt conveyor yang berjalan ke PPU (Gudang Pupuk) sebagai produk Urea.

3. Seksi Recovery
Seksi recovery berfungsi untuk menyerap sisa gas CO2 dan NH3 yang keluar dari unit
dekomposisi dengan menggunakan air dan larutan urea di dalam absorber. Selanjutnya,
larutan ini di daur ulang ke reaktor urea. Peralatan utama di seksi Recovery meliputi High
Pressure Absorber (HPA) dan Low Pressure Absorber (LPA). Sedangkan peralatan lain yang
digunakan meliputi washing column, pompa absorber tekanan tinggi, carbamate boost-up
pump, tangki larutan karbamat, dan pompa larutan karbamat.
Proses yang terjadi adalah gas CO2 dan NH3 dari HPD masuk ke HPA B (bawah),
dimana sekitar 70 % gas tersebut akan terserap, sedangkan sisanya akan terserap di HPA A
(atas) dan Washing Column. Media penyerap di Washing Column berasal dari LPA dan
Mother Liquor, sedangkan Media pendingin :meliputi Urea dari Kristalizer; Cold Water dan
Hot Water. Sementara itu, gas CO2 dan NH3 yang berasal dari LPD masuk ke LPA, kemudian
diserap dengan larutan karbamat encer, urea, dan air.

4. Seksi Pengolahan Kondensat Proses


Pada seksi ini, kondensat proses akan diolah untuk dihilangkan kandungan amonia
dan ureanya. Seksi ini terdiri dari 2 alat utama berupa process condensate stripper dan urea
hydrolizer.
Amonia akan dilucuti dengan menggunakan kukus pada process condensater stripper.
Sedangkan, urea yang terkandung di dalamnya akan didekomposisi di hydrolizer. Dari bagian
bawah process condensate stripper dihasilkan kondensat yang sudah bebas amonia dan urea.
Larutan dari bagian tengah process condensate stripper yang mengandung urea < 4.300 ppm
dikirim ke hydrolizer untuk dihidrolisis menjadi NH3 dan CO2. Kondisi operasi yang
optimum dari hidrolisa urea adalah pada temperatur 195 oC dan tekanan 26 kg/cm2G. Dari
hasil ini, sebanyak 10.000 ppm dikonversi menjadi NH3 dan CO2 menjadi < 10 ppm dengan
waktu tinggal sekitar 25 menit.

2.3 Produk
Pupuk urea dan amoniak merupakan produk utama yang dihasilkan PT. PUSRI.
Selain itu, dihasilkan pula produk samping berupa karbon dioksida cair, dry ice, nitrogen cair,
gas nitrogen, oksigen cair, dan gas oksigen.

2.3.1 Produk Utama

Produk utama yang dihasilkan oleh PT. PUSRI Palembang adalah pupuk urea dalam
bentuk butiran (prilled). Selain itu produk utama PT. PUSRI Palembang adalah ammonia cair
yang digunakan pada proses pembuatan urea sebagai bahan baku yang direaksikan dengan
CO2. Adapun kapasitas produksi atau jumlah produk yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel
2.17.

Tabel 2.17. Produksi tahunan amonia dan urea PT. PUSRI (dalam MT/year)
PRODUK 2004 2005 2006 2007 2008

Amonia 1.440.150 1.332.050 1.349.970 1.381.150 1.301.990

Urea 2.187.550 2.045.860 2.051.250 2.020.760 1.950.130

Sumber: www.pusri.co.id, 2011

Spesifikasi Urea yang dihasilkan oleh PT. Pusri Palembang dapat dilihat dari tabel
2.18. Sedangkan spesifikasi dari Amoniak yang dihasilkan di pabrik amoniak PT. Pusri
Palembang dapat dilihat pada tabel 2.19 di bawah ini.
Tabel 2.18. Spesifikasi urea PT. PUSRI
PRODUK SPESIFIKASI KANDUNGAN KETERANGAN
UREA Nitrogen 46.0 % Minimum
Biuret 0.5 % Maksimum
Moisture 0.5 % Maksimum
Prill Size : 6 - 8 US Mesh 95 % Minimum
pass 25 US Mesh 2% Maksimum
Appearances :
- White. prilled. free flowing. free from harmful substances
Loading Rate :
- M.Tons per WWDSHEX.UU for Urea in Bags and
- 3.500 M.Tons per WWDSHEX.UU for Urea in Bulk
Vessel Draft :
- 6.5 meters
Sumber: www.pusri.co.id, 2011

Tabel 2.19. Spesifikasi amoniak PT. PUSRI


PRODUK SPESIFIKASI KANDUNGAN KETERANGAN
AMONIAK NH3 99.5 % Minimum
H2O 0.5 % Maksimum
Oil 5 ppm Maksimum
Loading Facility :
- Loading Rate 300 M.Tons / hr
- Vessel LOA permitted 190 meters
- Vessel Draft : 6.5 meters maximum
- - Type of Vessel : Semi / Full Refrigerated Vessel
Sumber: www.pusri.co.id, 2011
2.3.2 Produk Samping

Selain menghasilkan produk utama yang berupa urea dan amoniak, PT. Pusri
Palembang juga menghasilkan beberapa produk samping yang bernilai ekonomis. Produk-
produk samping yang dihasilkan oleh PT. Pusri yaitu:
a. Amoniak Ekses
b. Nitrogen dan Oksigen Cair
Dalam pabrik pemisah udara (Air Separation Unit) prinsipnya adalah melakukan
fraksionasi terhadap kandungan nitrogen dan oksigen yang terdapat dalam udara bebas.
Kandungan H2O yang terdapat dalam udara tersebut diuapkan untuk dihilangkan. Dengan
titik didih yang berbeda, pada suhu minus 183 derajat Celcius, Oksigen (O2) mencair dan
memisahkan diri dari Nitrogen (N2).

c. CO2 dan es kering (dry ice)


Pabrik ini menggunakan proses dari perusahaan Gases Industriales Buenos Aires, Argentina
dengan kemampuan produksi 55 ton CO2 cair per hari. CO2 cair berasal dari gas CO2 yang
berlebih dari pabrik amoniak yang dikirim ke pabrik CO2 cair. Setelah gas CO2 dimurnikan,
lalu didinginkan pada suhu minus 30 derajat Celcius. Pada tekanan 15kg/cm2 gas CO2
berubah menjadi cair. CO2 cair umumnya digunakan dalam industri minuman dan blanket.

2.4 Utilitas
Dalam suatu pabrik kimia unit penunjang/utilitas merupakan unit pendukung yang
bertugas mempersiapkan kebutuhan operasional pabrik ammonia dan urea, khusunya yang
berkaitan dengan penyediaan dalam bahan baku dan bahan pembantu. Selain itu juga
menerima buangan dari pabrik ammonia dan urea untuk diolah sehingga dapat dimanfaatkan
lagi atau dibuang agar tidak mengganggu lingkungan.
Unit utilitas di PT. Pupuk Sriwidjaja (PT. PUSRI) khususnya pada Dinas Operasi P-
IV terdiri dari :
1. Water treatment
2. Demineralized water treatment
3. Cooling water system
4. Plant Air dan Instrument Air
5. Steam System
6. Electric Power Generation System (EPGS)
7. Pusri Effluent Treatment (PET)
8. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
2.4.1 Water Treatment
Sungai musi merupakan sumber utama ait yang sering digunakan oleh PT. PUSRI.
Namun, sebelum digunakan air tersebut harus mengalami beberapa perlakuan agar memenuhi
standar yang sudah ditetapkan. Water Treatment Plant adalah pabrik yang mengolah air
sungai menjadi bersih (filtered water). Proses pengolahan pada Water Treatment meliputi
koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi. Air bersih (filtered water) yang dihasilkan
digunakan untuk make-up cooling water, bahan baku demin water, air minum dan service
water. Blok diagram water treatment dapat dilihat pada gambar berikit :

Gambar 2.7 Unit Water Treatment PT. Pusri Palembang


Secara garis besar persyaratan air yang dipakai di pabrik utilitas untuk Water
Treatment adalah sebagai berikut :
1. Bahan Baku (Air Sungai)
Spesifikasi bahan baku air sungai Musi dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 2.20. Spesifikasi Bahan Baku Air Sungai Musi


Kondisi Operasi Rata-rata Maksimum
Tekanan (kg/cm2) - 2,25
0
Temperatur ( C) 28,5 30
Turbidity sebagai SiO2 49 7,6
P alkalinitas sebagai CaCO3 Nil 65
M alkalinitas sebagai CaCO3 19,4 Nil
Klorin sebagai Cl (ppm) 3,4 38,5
Sulfat sebagai SO4 4,2 6,4
Ammonia sebagai NH3 3,9 7
Ca Hardness sebagai CaCO3 8,5 11,3
Mg hardness sebagai MgCO3 6,4 18,4
Iron sebagai Fe (ppm) 1,6 13,8
Silica sebagai SiO2 (ppm) 20,5 4,2
Suspended solid (ppm) 42 40,1
BOD5 (ppm) 50 94
Organic matter (ppm) 18,7 70
Minyak (ppm) 7,7 105
Ammonia bebas (ppm) 2,2 30
pH 6,9 7,6
Sumber : Utilitas P-1V, 2006

2. Air Filter
Kualitas air filter yang diinginkan dari proses ini adalah :
1. pH antara 6,5-7,5
2. Turbidity lebih kecil dari 3 ppm
3. Total kation kurang dari 50 ppm equivalent CaCO3
4. Warna maksimum 20 ppm
5. Residual clhorine konsentrasinya harus positif an kurang dari 0,5 ppm.
Spesifikasi water treatment plant meliputi:
1. Kapasitas desain : 1000 m3/jam
2. Normal operasi : 660-720 m3/jam
3. Kondisi operasi
a. Sungai musi : memiliki pH 7-9, turbidity 20-80 ppm dan kandungan Sio 10-25 ppm
b. Flouilator, pada pH 5,5-6,2, turbidity < 3,0
c. Filtered Water Storage : pH 7,0-7,5 turbidity < 10 ppm

Peralatan utama pada proses Water Treatment adalah :


1. Pompa sungai (2 buah)
2. Premix-Tank (Flocculator)
3. Clarifier (Floctreactor)
4. Clearwell
5. Pompa Transfer (3 buah)
6. Sand Filter (6 buah)
7. Filter Water Storage
8. Sistem injeksi bahan kimia
9. Pompa make-up Demin Plant (2 buah)
10. Pompa make-up Cooling Water (2 buah)

2.4.2 Demin Water (Air Bebas Mineral)


Air Demin adalah air yang sudah tidak mengandung mineral, baik berupa kation
maupun anion. Air Demin biasanya dipakai sebagai bahan baku pembuatan uap air. Mineral
yang terkandung dalam air diambil dengan cara menggunakan air pengikat resin pengikat ion.
Garam terlarut dalam air berkaitan dalam bentuk ion positif (cation) dan negatif (anion). Ion-
ion tersebut dihilangkan dengan cara pertukaran ion di alat penukar ion (Ion Exchanger).
Mula-mula air bersih (filtered water) dialirkan ke carbon filter (CF) yang didalamnya
terdapat activated carbon untuk pengikat zat organik dan penghilangan bau/warna. Dari CF,
air mengalir ke cation exchanger yang diisi resin cation yang akan mengikat cation dan
melepaskan ion H+. Selanjutnya air mengalir ke anion exchanger dimana anion dalam air
bertukar dengan ion OH- dari resin anion.
Air demin kemudian disimpan ditangki penyimpanan (demin water storage). Setiap
periode tertentu, resin yang dioperasikan untuk pelayanan (service) akan mengalami
kejenuhan dan tidak mampu mengikat cation/anion secara optimal, pengaktifan kembali
dengan cara regenerasi. Regenerasi resin dilakukan dengan proses kebalikan dari operasi
service. Resin cation diregenerasi menggunakan larutan H2SO4, sedangkan resin anion
menggunakan larutan NaOH.
Water Demineralizer Unit dapat dilihat pada gambar beikut :
Gambar 2.8 Unit Demin Water PT. Pusri Palembang

2.4.3 Cooling Water System (Sistem Air Pendingin)


Sistem air pendingin merupakan sistem yang menyediakan air pendingin dengan
kualitas dan kuantitas tertentu yang diperlukan untuk pendinginan proses di pabrik.
Tipe sistem air pendingin di PUSRI yaitu open recirculating atau sistem air sirkulasi
terbuka, dimana sirkulasi maksudnya air yang telah mendinginkan proses disirkulasi untuk
dipakai kembali dan terbuka maksudnya sistem berhubungan dengan lingkungan luar.
Keberhasilan dari Cooling water treatment tergantung dari beberapa faktor yaitu:
a. Jenis treatment yang digunakan
b. Kontrol yang baik terhadap parameter-parameter yang ditetapkan
c. Adanya pengertian dan penguasaan dari personil yang menangani treatment tersebut.
Peralatan utama pada sistem air pendingin di PUSRI-1V meliputi:
a. Cooling Tower
b. Basin
c. ID Fan
d. Pompa sirkulasi air pendingin
e. Sistem injeksi bahan kimia
Pada pabrik utilitas PUSRI-1B tipe cooling towe ryang digunakan adalah aliran lawan
arah jujut mekanis (counter flow mechanical draft) sedangkan pada PUSRI II, PUSRI III,
dan PUSRI IV tipe cooling tower yang digunakan adalah aliran silang jujut mekanis
(crossflow mechanical draft).
Proses pendinginan di cooling tower yang telah menyerap panas proses pabrik
dialirkan kembali ke cooling tower untuk didinginkan. Air dialirkan kebagian atas cooling
tower kemudian dijatuhkan ke bawah dan akan kontak langsung dengan aliran udara yang
dihisap oleh Induced Draft (ID) Fan. Akibat kontak dengan aliran udara terjadi proses
pengambilan panas dari air oleh udara dan juga terjadi proses penguapan sebagian air dengan
melepas panas laten yang akan mendingikan air yang jatuh ke bawah.
Air yang telah menjadi dingin tersebut dapat ditampung di Basin dan dapat
dipergunakan kembali sebagai cooling tower. Pada proses pendinginan di cooling tower
sebagian air akan menguap dengan mengambil panas laten. Oleh karena itu harus
ditambahkan air make-up dari Water Treatment Plant. Fasilitas pada cooling water
Departement Operasi Pusri IV dapat dilihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Fasilitas Cooling Water PT. Pusri Palembang

2.4.4 Pabrik Udara dan Udara Instrument (PA/IA)


Plant Air atau udara pabrik adalah udara bertekanan yang digunakan untuk berbagai
keperluan pabrik. Udara Instrument adalah udara bertekanan yang telah dikeringkan atau
dihilangkan kandungan airnya.
Udara pabrik digunakan untuk udara purging, mesin pengantongan pupuk (bagging),
udara pembersihan area, pengadukan dan peralatan lain seperti snapper. Sumber udara pabrik
secara normal adalah kompresor udara pabrik ammonia dan sumber tambahan adalah
kompresor udara standbly. Tekanan udara pabrik adalah 5 kg/cm2 pada temperatur ambient.
Sistem Udara Proses dan Udara Instrument dapat dilihat pada gambar 2.10.

Diagram PA/IA
INSTRUMENT
AIR RECEIVER

Udara Pabrik
P= 5 kg/cm2

Udara Steam LS
dari 101-J DRYER-A DRYER-B
P= 9
kg/cm2

KOMPRESOR
UDARA Udara
STANDBY Instrumen
P = 7 kg/cm2

Gambar 2.10 Sistem Udara Proses dan Udara Instrument PT. Pusri Palembang

2.4.5 Steam System


Steam (uap air bertekanan), di pabrik umumnya digunakan sebagai penggerak turbin-
turbin yang akan menggerakkan pompa atau kompresor, pemanas di heater atau reboiler,
media stripping. Alat pembangkit steam disebut boiler. Bahan baku pembuatan steam adalah
air bebas mineral (air demin).
Steam yang dihasilkan di pabrik utilitas terdiri dari dua jenis sebagai berikut:
a. Steam bertekanan menengah (medium steam) dengan spesifikasi :
1. Tekanan : 42 kg/cm2
2. Temperatur : 3900C
3. Dihasilkan dari boiler (WHB dan P, Boiler)
b. Steam tekanan rendah (low steam) dengan spesifikasi :
1. Tekanan : 3,5 kg/cm2
2. Temperatur : 1500C
Peralatan penghasil steam adalah boiler. Boiler pada PT. PUSRI khsuusnya di pabrik
utilitas PUSRI-1V terdiri dari dua macam, yaitu:
Waste Heat Boiler (WHB) dan Packed Boiler (PB). Diagram proses waste heat boiler dan
Packed Boiler (PB) dapat dilihat pada gambar berikut :

WASTE HEAT BOILER


pH : 9.6 10.2
Stack PO4 : 15 20 ppm
Cond : < 100 mmhos/cm
Bypass Stack SiO2 < 0.50 ppm

PO4

Economizer BFW

Evaporator
Produk
Steam MS
42 kg/cm2

Superheater LS

GTG Exhaust GTG


800 oC Flash Drum
400 oC

BURNER
Gas Alam

Gambar 2.11 Diagram proses Waste Heat Boiler (WHB)


PACKAGE BOILER
Stack
BFW
Economizer pH : 9.6 10.2
PO4 : 15 20 ppm Produk
Gas Alam Cond : < 100 mmhos/cm Steam MS
SiO2 < 0.50 ppm 42 kg/cm2

Flash Drum
Burner Evaporator

F.D. Fan
Superheater
T

Udara

Gambar 2.12 Diagram proses Packed Boiler (PB)


WHB memiliki kapasitas (desain) 90 ton/jam, tekanan steam 42,5 kg/cm2, temperatur
steam 400C. Bahan bakar yang digunakan adalah gas alam dengan sumber panas berasal dari
exhaust GTG dan supplemental burner (grid type duct burner).
Adapun proses pengolahan air umpan boiler yang dimana air demin sebelum menjadi
air umpan boiler harus dihilangkan dulu gas-gas terlarutnya terutama oksigen dan CO2
melalui proses deaerasi. Oksigen dan CO2 dapat menyebabkan korosi pada perpipaan dan
tube-tube boiler.
Proses deaerasi dilakukan dalam Daerator dalam 2 tahap, yaitu:
1. Mekanis dimana proses stripping dengan steam LS. Proses ini dapat menghilangkan
oksigen sampai 0,007 ppm.
2. Kimia dimana reaksi dengan N2H4 dapat menghilangkan sisa oksigen (traces) dengan
reaksi :
N2H4 + O2 N2 + H2O
N2H4 juga bereaksi dengan besi :
N2H4 + 6Fe2O3 4Fe3O4 + 2H2O + N2
Produk steam memiliki 42 kg/cm2 dan temperatur 4000C.

2.4.6 Electric Power Generation System (EPGS)


Dalam penggadaan tenaga listriknya PT. PUSRI mempunyai pembangkit yang
dikelola sendiri. Lsitrik yang dihasilkan oleh Pembangkit (GTG) PUSRI dikonsumsi sendiri
oleh Pabrik PUSRI (total 35 MW).
Di PT. PUSRI listrik digunakan sebagai sumber energi untuk menggerakkan motor-
motor listrik, penerangan (lampu), peralatan kendali dan instrumentasi, perlatan bengkel,
peralatan perkantoran dan peralatan-peralatan lainnya.
Blok diagram Gas Turbin Generator (GTG) PT. Pusri dapat dilihat pada gambar 2.13.
Sistem pembangkit tenaga listrik PT. PUSRI merupakan sistem pembangkit tersendiri yang
terdiri dari dua jenis sistem pembangkit yaitu pembangkit utama dan pembangkit emergency.
1. Pembangkit Utama
Pembangkit utama berupa Gas Turbine Generator (GTG), Bahan Bakar GTG berasal
dari gas alam yang berfungsi melayani kebutuhan tenaga listrik utama pabrik, perbengkelan,
perkantoran, perumahan dan lainnya. Bahan bakar GTG berasal dari gas alam dengan
spesifikasi 13,8 kV, 50 Hz dan 3 phase.
2. Pembangkit Emergency
Pembangkit emergency terdiri dari emergency diesel generator yang berfungsi
melayani beban-beban yang sangat kritis di pabrik apabila pembangkit utama mengalami
gangguan dan uninteruptible power supply (UPS) yang berfungsi melayani beban-beban
listrik yang tidak boleh terputus supply listriknya, seperti power supply untuk panel kendali
(control room).
Gambar 2.13 Blok Diagram GTG PT. Pusri Palembang

2.5 Pengolahan Lingkungan

Pabrik PT PUSRI menghasilkan limbah yang banyak mengandung zat urea dan
ammonia (dalam bentuk cair maupun gas) yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia dan lingkungan. Karena lokasi pabrik PT PUSRI di tepi sungai, penanganan limbah
yang kurang baik akan mencemari air Sungai Musi yang merupakan sumber air bagi
masyarakat Palembang dan sekitarnya. Diagram Pengolahan Limbah PT Pusri dapat dilihat
pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Diagram Pengolahan Limbah PT. Pusri Palembang
Limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang ada di PT PUSRI dapat digolongkan
menjadi 3 jenis menurut fasanya yakni limbah cair, gas, dan padat. Limbah padat meliputi
katalis bekas yang sudah tidak terpakai lagi dan sampah domestik. Limbah cair meliputi
bocoran-bocoran/ ceceran-ceceran zat reaktan dan produk (fluida proses) dari alat-alat yang
ada, dan oli bekas yang sudah tidak terpakai lagi. Sedangkan limbah gas termasuk
didalamnya uap amonia, debu urea, dan kebisingan.
Menyadari masalah tersebut, PT PUSRI membangun unit pengolahan limbah untuk
menangani masalah limbah pabrik tersebut. Untuk mengolah limbah cair digunakan unit
pengolahan limbah, Pusri Effluent Treatment (PET), dan Unit Pengolahan Limbah dengan
cara minimalisasi pengolahan air limbah di pabrik urea (MPAL) dan IPAL. Sedangkan
limbah yang berbentuk gas diolah di Purge Gas recovery Unit (PGRU). Sistem penanganan
limbah di PT PUSRI berada dibawah tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan dibagi
tugasnya menurut fasa limbah yang terlibat, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

A. Penanganan Limbah Cair


Sistem penanganan limbah cair dibagi menjadi dua, yaitu sistem penanganan tertutup
dan sistem penanganan terbuka.

1. Sistem Penanganan Limbah Tertutup


Pada sistem penanganan limbah tertutup, limbah dari sumber-sumber yang ada
dialirkan melalui pipa ke collecting pit yang terdapat pada masing-masing pabrik. Limbah
yang diolah secara tertutup merupakan kategori limbah cair dengan konsentrasi urea, amonia,
dan minyak yang tinggi (urea > 10000 ppm, NH3 > 3500 mg/L, dan minyak > 100 ppm).
Limbah jenis ini dihasilkan dari overflow tangki-tangki penyimpanan (misalnya pada tangki
karbamat dan dissolving tank), kebocoran pada pompa, kompresor, dan pipa.
Limbah cair yang berasal dari proses produksi akan diolah di Instalasi Pengolahan
Limbah (IPAL). IPAL PUSRI terdiri dari beberapa alat antara lain oil separator, bak MPAL,
ekualisasi, emergency pond, wetland dan kolam aerasi. Untuk limbah cair yang
mengandung minyak dipisahkan di oil separator lalu masuk ke collecting pit dan akan diolah
lebih lanjut di PUSRI Effluent Treatment (PET).
a. PUSRI Effluent Treatment (PET)
Pengolahan limbah di PET menggunakan prinsip penguraian (hidrolisis) dan
pelucutan (stripping) sehingga dihasilkan off gas yang mengandung CO2 dan NH3, serta
dihasilkan treated water. Off gas hasil pengolahan di PET akan dikirim ke unit urea untuk
diproses kembali, sedangkan treated water akan dikirim ke unit pengolahan limbah secara
biologi untuk diolah kembali.
Air limbah yang diolah di PET memiliki spesifikasi sebagai berikut.
Tabel 2.21. Spesifikasi air limbah yang dikirim ke PET
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan atmosferik
Temperatur 30 - 40 C
Komposisi
NH3 3000 mg/L
Urea 8500 mg/L
Laju alir minimum 30 m3/jam
Laju alir normal 50 m3/jam
Laju alir maksimum 65 m3/jam
Pengotor berupa 10 ppm
minyak (maks)
Sumber: Unit LH, 2006

PT PUSRI memiliki 2 train sistem pengolahan limbah cair tertutup. Proses


pengolahan limbah cair dengan PET diawali dengan masuknya limbah dari collecting pit ke
separator minyak untuk dipisahkan kandungan minyaknya. Limbah yang relatif bersih dari
minyak (kandungan minyaknya < 5 ppm) kemudian keluar dari separator menuju ke buffer
tank untuk disimpan sementara. Selanjutnya, limbah akan dikirm ke hydrolizer-stripper
dengan terlebih dahulu melewati preheater.
Unit hydrolizer berupa sebuah kolom yang terbagi menjadi 2 bagian secara vertikal
dimana satu sisi terdapat sieve tray sedangkan sisi yang lainnya kosong. Pada kedua sisi
tersebut, diinjeksikan kukus. Limbah pada buffer tank kemudian dialirkan ke bagian bawah
hydrolizer sisi sieve tray sambil diinjeksikan kukus (42 kg/cm2). Larutan akan menguap dan
kandungan urea yang ada pada larutan akan terhidrolisis menjadi menjadi CO2 dan NH3 pada
temperatur 210 oC dan tekanan 24 kg/cm2G. Selanjutnya, gas NH3 dan CO2 keluar dari
bagian atas kolom hydrolizer, sedangkan uap larutan akan mengembun pada bagian atas
kolom dan jatuh ke bawah. Cairan ini akan melewati sieve tray dimana merupakan tempat
terjadinya kontak antara cairan dengan uap larutan yang naik ke atas atau dengan kukus yang
naik ke atas pada sisi kolom lainnya. Larutan dengan kadar urea dan amonia yang rendah
akan terkumpul pada bagian bawah sisi kolom yang kosong untuk kemudian dipompakan ke
kolom stripper. Larutan dari hydrolizer dimasukkan ke unit stripper pada bagian atas
bersama dengan larutan reflux dan dari bagian bawah diinjeksikan kukus bertekanan rendah
(7 kg/cm2, 170 oC) yang naik keatas bersama-sama dengan gas keluaran hydrolizer yang
masuk ke stripper pada bagian atas. Tekanan dan temperatur dijaga pada 6 kg/cm2G dan
140 oC. Kolom stripper ini berisi tray-tray untuk memperluas bidang kontak. Sisa karbamat
dan amonia diharapkan sudah terhidrolisis dan teruapkan seluruhnya ketika larutan mencapai
bagian bawah stripper. Larutan ini kemudian didinginkan dan ditampung pada tangki treated
effluent water. Kandungan urea, amonia, dan minyak pada treated water masing-masing 0
ppm, < 5 ppm, dan 0 ppm. Selanjutnya, treated water didinginkan dengan air pendingin
sehingga temperaturnya turun menjadi 40 oC dan siap diolah kembali di unit pengolahan
limbah secara biologis. Gas-gas yang keluar dari bagian atas stripper kemudian didinginkan
dan ditampung dalam sebuah tangki. Fasa cair hasil pendinginan tersebut dimasukkan
kembali ke dalam stripper sebagai larutan reflux. Sedangkan fasa gasnya (off gas) tidak
terkondensasi dan mengandung NH3 dan CO2 yang dikirim ke absorber pada tekanan rendah
di pabrik urea. Air hasil olahan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan domestik
maupun dijual keluar. Unit hydrolizer-stripper dapat mengolah limbah dengan beban 100 m3/
jam.

b. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. Pusri dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.15 Blok Diagram IPAL PT. Pusri Palembang

Air limbah yang masih mengandung ammonia akan masuk ke bak MPAL. Bak ini
berfungsi untuk memisahkan air limbah dengan air bukan limbah seperti air hujan dan air
dari water treatment. Air limbah ini dialirkan dari sumbernya secara gravitasi dengan sistem
tertutup (melalui pipa) menuju bak MPAL. Jika kandungan ammonia lebih dari 500 ppm,
limbah akan masuk ke emergency pond lalu masuk ke ekualisasi sedangkan jika kandungan
ammonia kurang dari 500 ppm maka akan langsung masuk ke ekualisasi untuk dinetralkan
menjadi senyawa ammonium dengan penginjeksian asam sulfat. Uap ammonia dari
emergency pond akan diserap oleh air di unit scrubber, dan air hasil penyerapan diolah di
hydrolizer stripper.
Jika kandungan ammonia kurang dari 500 ppm, limbah masuk ke dalam ekualisasi
lalu limbah akan masuk ke wetland. Wetland menggunakan media eceng gondok untuk
menyerap senyawa ammonium yang berfungsi sebagai nutrien tanaman. Setelah melalui
wetland, limbah akan masuk ke kolam aerasi untuk meningkatkan kandungan oksigen lalu
limbah dialirkan ke sungai Musi.

Sistem penanganan limbah terbuka merupakan sistem penanganan limbah cair yang
menggunakan saluran-saluran terbuka/ selokan yang terdapat di areal pabrik. Limbah cair
jenis ini dihasilkan dari air buangan pencucian alat, blow down, kondensat keluaran steam
trap, dan limbah rumah tangga pabrik. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan pula adanya
limbah-limbah dengan kandungan urea, minyak, dan amonia tinggi yang seharusnya diolah
secara tertutup. amun karena suatu hal, limbah ini mengalir ke pengolahan limbah sistem
terbuka. Sistem ini juga mengolah treated water hasil olahan PET.
Sistem terbuka memanfaatkan parit-parit yang telah disediakan yang bermuara pada 2
jalur utama (main sewer). Dua jalur utama tersebut kemudian mengalir ke kolam limbah
(biological pond). Dalam pengolahan sistem terbuka, kandungan minyak yang ada sebisa
mungkin dikurangi sejak awal karena bila masuk ke kolam limbah sehingga dapat
mengurangi keefektifan pengolahan dengan kolam limbah itu sendiri. Untuk itu, pada
beberapa saluran dalam pabrik dipasang oil skimmer atau alat penangkap minyak. Minyak
yang telah berhasil ditangkap oleh unit ini kemudian ditampung dalam tong untuk selanjutnya
disimpan di bangsal B3. Minyak-minyak ini secara rutin dibeli oleh produsen oli untuk
diregenerasi kembali.

c. Kolam Limbah
Sistem kolam limbah menerapkan proses pengolahan limbah secara biologis. Proses
yang terjadi adalah:
Perubahan/ konversi subtansi halus yang tidak mengendap atau larut menjadi flok biologi
Penghilangan kebutuhan oksigen biokimia (Biological Oxygen Demand/ BOD) dari
limbah oleh bakteri pereduksi BOD
Konversi amonia dan senyawa lainnya yang mengandung nitrogen menjadi nitrat oleh
bakteri nitrifikasi (seperti nitrosomonas)
Kolam limbah dibagi menjadi enam kolam kecil (6 biological pond). Dari enam
kolam kecil tersebut 2 buah dicadangkan untuk menampung flow limbah bila tiba-tiba
melonjak sedangkan 4 buah lainnya dalam keadaan beroperasi. Empat kolam tersebut terdiri
dari tangki pre-sedimentasi, tangki sedimentasi, tangki aerasi, dan kolam darurat (emergency
pond).
Proses yang terjadi dalam kolam limbah adalah kontak antara air limbah yang masuk
dengan lumpur biologi yang sudah terbentuk di tangki aerasi yang mengandung oksigen yang
cukup. Kemudian, terjadi pemisahan cairan dan padatan dimana padatan akan mengendap
dan cairan akan dikeluarkan. Lumpur yang terakumulasi di bak akan digunakan untuk proses
biologi berikutnya.

d. Thickener
Lumpur dari kolam limbah dialirkan dengan pompa lumpur menuju ke thickener
dimana konsentrasi dan kepekatan lumpur akan bertambah melalui proses penghilangan air.
Pemekatan lumpur berlangsung dalam sludge blanket melalui tekanan gravitasi dan pelepasan
kandungan air akibat pengadukan lumpur secara kontinyu. Lumpur dikentalkan dari 0,75 %-
berat padatan menjadi 4 %-berat padatan pada lapisan bawah. Lumpur pekat kemudian di
tampung di penampungan lumpur (sludge reservoir).

e. Filter Press
Lumpur pekat (thickener) di penampungan lumpur dikirim ke filter preas untuk
dipekatkan lagi dan dihilangkan kadar airnya hingga menjadi ampas padatan (cake). Larutan
polimer dari tangki polimer diinjeksikan ke aliran lumpur umpan filter press. Penambahan
polimer bertujuan untuk memperbaiki spesifikasi ampas filter dengan kandungan padatan 40
%-berat.

A. Penanganan Limbah Padat


Limbah padat yang secara rutin dihasilkan adalah katalis bekas. Katalis-katalis dengan
komponen utama besi dan nikel termasuk dalam golongan bahan B3 (bahan beracun dan
berbahaya) sehingga pengelolaannya harus mengikuti peraturan yang berlaku. Hingga saat
ini, disposal dari katalis-katalis tersebut dilakukan dengan sistem landfill pada daerah green
barrier.
Limbah padat yang lain adalah lumpur hasil pengerukan di biological pond. Sebelum
dibuang, lumpur-lumpur ini dikeringkan dahulu pada Sludge Removal Facilities.
Pembuangan lumpur kering ini dilakukan secara landfill pada daerah green barrier milik PT
PUSRI. Adapun untuk sampah domestik, PT PUSRI menyerahkan pengelolaannya kepada
pihak ketiga.

B. Penanganan Limbah Gas


Limbah gas dari PT PUSRI berasal dari popping uap amonia dari tangki amonia,
sistem perpipaan, dan bejana bertekanan, debu urea yang lepas dari menara pembutir, dan
kebisingan yang diakibatkan oleh aktivitas pabrik.
Amoniak memang merupakan unsur pencemar gas yang paling dominan di PT PUSRI
karena fasanya yang berupa gas pada tekanan atmosfer dan baunya yang sangat menyengat
dan mengganggu, serta berbahaya (mudah terbakar). Untuk mengatasi hal ini PT PUSRI telah
melakukan pembangunan Purge Gas Recovery Unit (PGRU), memasang scrubber pada vent,
dan membuat green barrier.

Anda mungkin juga menyukai