Anda di halaman 1dari 42

BAB II

URAIAN PROSES

2.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang


Dalam memproduksi urea bahan baku utama yang dibutuhkan secara
umum, yaitu ammonia dan CO2. Ammonia dihasilkan dengan menggunakan
bahan baku yang berasal dari gas alam dan udara sebagai bahan baku utama dan
meliputi bahan lainnya sebagai penunjang.

2.1.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang Pabrik Ammonia


Bahan baku utama yang diperlukan pada proses pembuatan ammonia
terdiri atas gas alam, air, dan udara.
a. Gas Alam
Gas alam yang dibutuhkan diperoleh dari PT Pertamina, Medco, dan
Conocophilips melalui sistem jaringan pipa milik Pertamina. Gas alam yang
dialirkan diatur aliran dan tekanannya di Unit Gas Metering System (GMS) sesuai
dengan kebutuhan. Unsur Hidrogen di dalam gas alam dibutuhkan untuk pembuatan
ammonia (NH3) dan gas alam juga dibutuhkan sebagai bahan bakar (fuel) untuk
proses pembakaran pada burner dan pembangkit steam. Adapun komposisi serta
sifat fisik gas alam secara desain pada pabrik PUSRI dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Gas Alam

Komponen %Vol (basis kering)


CH4 86,19
C2H6 6,43
C3H8 0,29
i-C4H10 0,07
n-C4H10 0,07
i-C5H12 0,02
n-C5H12 0,01
C6H14 0,10
CO2 5,71
N2 1,11
Sumber: Laboratory Analitical Report Natural Gas
PT PUSRI Palembang, 2023

21
22

Disamping komponen-komponen di atas gas alam juga mengandung


senyawa-senyawa sulfur. Kadar senyawa sulfur yang terdapat dalam gas alam
dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan sifat fisik gas alam dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Kandungan Sulfur pada Gas Alam

Senyawa Kadar Rata-rata (ppm) Maksimum (ppm)


H2S 5,61 6,39
RHS 0,25 0,80
RSSR dan residu Sulfur 0,84 1,35
Total 6,25 8,44
(Sumber : Kellog Ammonia Plant Optimization PT PUSRI Palembang, 2019)

Tabel 2.3 Sifat Fisik Gas Alam

Titik Didih Panas Pembakaran


Komponen Berat Molekul
(F) (Btu/ft)
CH4 16,04 -258,7 911
C2H5 30,07 -127,5 1631
C3H8 44,09 -43,7 2353
i-C4H10 58,12 10,9 3094
n-C4H10 58,12 31,1 3101
i-C5H12 17,15 82,1 3698
n-C5H12 17,15 96,9 3709
C6H14 86,17 155,57 4404
CO2 44,01 -164,9 -
(Sumber : Perry’s Chemical Engineering’s Handbook,1996)

Sifat-sifat kimia gas alam, yaitu :


a) Tidak berwarna
b) Tidak berbau
c) Mudah terbakar
d) Merupakan campuran hidrokarbon yang terdiri dari 60-90 % hidrokarbon
ringan dan hidrokarbon berat serta gas pengotor/inert.
a. Udara
Pada pabrik Ammonia, udara dibutuhkan untuk reaksi oksidasi di
Secondary Reformer, dimana kandungan Nitrogen (N2) dari udara sangat
23

dibutuhkan dalam membentuk produk Ammonia, udara diperoleh dari ambient


(lingkungan sekitar). Komposisi udara dan sifat fisik udara dapat dilihat pada
Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.
Tabel 2.4 Komposisi Udara
Komponen Kuantitas Satuan
Nitrogen (N2) 78,084 % mol
Oksigen (O2) 20,947 % mol
Argon (Ar) 0,934 % mol
(Sumber: Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2023)

Tabel 2.5 Sifat – Sifat Fisik Udara


Sifat Nilai
Densitas pada 0 C 1.292,8 kg/m3
Temperatur kritis -140,7 C
Tekanan kritis 37,2 atm
Densitas kritis 350 kg/m3
Entalpi pada 120 C 1.278 kJ/kg
Panas Jenis pada 1000 C, 0,28 kal/gr
281,65 K dan 0,89876 bar
Faktor kompresibilitas 1.000
Berat Molekul 28,964
Viskositas 1,76 E-5 Poise
Koefisien perpindahan panas 2,94 E-M/m.K
(Sumber: Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book, 1996)

Sifat kimia udara yaitu:


a) Mempunyai sifat yang tidak mudah terbakar, tetapi dapat membantu
proses pembakaran
b) Terdiri dari 79% mol N2 dan 21% mol O2
c) Larut dalam air

Jumlah udara instrumen yang digunakan untuk unit ammonia sebanyak


5,33 Nm3/jam. Udara instrumen yang diambil dari udara bebas melalui kompresor
memiliki spesifikasi seperti disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Spesifikasi Udara Instrumen


Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 7,5 kg/cm2.g
Temperatur 28,0 ˚C
Kualitas Bebas minyak
(Sumber:Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang , 2023)
24

b. Air
Pada pabrik ammonia, air digunakan sebagai air umpan boiler (boiler feed
water) dan air pendingin (cooling water), dimana kebutuhan air tersebut diperoleh
dari Sungai Musi. Air tersebut diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan
kation dan anion yang terdapat pada air, sehingga mempunyai kemurnian H2O
yang sangat tinggi atau disebut dengan Demin Water dan mencegah terjadinya
kerusakan pada peralatan, seperti korosi, endapan lumpur, pembentukan kerak,
dan lain-lain. Sifat-sifat air dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Sifat-Sifat Fisik Air
No. Sifat Nilai
1. Titik didih 100 ˚C
2. Titik Beku 0 ˚C
3. Temperatur Kritis 374 ˚C
4. Tekanan Kritis 218,4 atm
5. Densitas Kritis 324 kg/m3
6. Viskositas pada 20 ˚C 0,01002 Poise
(Sumber: Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book, 1996)

Tabel 2.8 Karakteristik dan Komposisi Air Sungai Musi


Kondisi Operasi Kuantitas Satuan
pH 6,5-7,5 -
Turbiditas sebagai SiO2 49 ppm
P alkalinitas sebagai CaCO3 0 ppm
M alkalinitas sebagai CaCO3 19,4 ppm
Cl2 sebagaI Cl- 3,4 ppm
Sulfat sebagai SO42- 4,2 ppm
Ammonia sebagai NH3 3,9 ppm
Kesadahan Ca2+ sebagai CaCO3 5,5 ppm
Kesadahan Mg2+ sebagai CaCO3 6,4 ppm
Besi sebagai Fe 2,06 ppm
Silika sebagai SiO2 15-64 ppm
Padatan tersuspensi 42 ppm
Padatan terlarut 64 ppm
Material organik 18,7 ppm
Tekanan 2,25 kg/cm2
Temperatur 28,5 o
C
(Sumber: Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2023)
25

Bahan baku penunjang adalah bahan-bahan yang berfungsi untuk


membantu jalannya proses. Bahan baku penunjang yang digunakan pada proses
pembuatan ammonia terdiri atas hidrogen, katalis, dan bahan-bahan kimia lainnya.
a. Hidrogen
Hidrogen digunakan untuk keperluan start-up pada PT Pupuk Sriwidjaja
dan digunakan untuk aktivasi katalis. Hidrogen (H2) didapatkan melalui proses
reforming dari pabrik ammonia. Tekanan dan temperatur untuk masing-masing
gas tersebut adalah 67 kg/cm2.g dan 177 ˚C.
b. Katalis
Pada pabrik PUSRI, katalis hanya digunakan pada pabrik ammonia karena
pabrik urea tidak memerlukan katalis dalam reaksinya. Tipe katalis yang
digunakan pada pabrik ammonia dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Jenis-jenis Katalis Pada Pabrik Ammonia


Tipe Katalis Lokasi penggunaan
Nickel Reforming Primary Reformer
Chromia (Nickel Reformer) Secondary Reformer
Promoted Iron Oxide High Temp Shift
Copper Low Temp Shift
Promoted Iron Synthesis Converter
Nickel Oxide Methanator
Co-Mo dan Zinc Oxide Desulfurizer
Molecular Sieve Mol Seive Dryers
Activated Carbon Carbon Filter
Zinc Oxide Desulfurizer
Anion Condensate
Cation Polisher
(Sumber: Ammonia unit P-IB, 2023)

c. Bahan Kimia
Selain bahan baku utama dalam proses pabrik ammonia juga diperlukan
bahan kimia untuk membantu jalannya proses agar dihasilkan produk reaksi yang
sesuai. Bahan kimia penunjang pabrik ammonia dapat dilihat pada Tabel 2.10.
26

Tabel 2.10 Bahan Kimia Penunjang Pabrik Ammonia


No. Komponen Kuantitas Satuan Lokasi
1. Larutan
Benfield :
K2CO3 5.675 kg Absorber di pabrik
ammonia
DEA 4.906 lbs Absorber dipabrik
ammonia

V2O5 2.062 lbs Absorber di pabrik


ammonia

Anti foaming agent 88 gallon Absorber di pabrik


ammonia
2. Trietilen Glikol 5.675 kg Feed treating
ammonia
3. Hidrazin 385 lbs Dearator ammonia
(100%)
4. Ammonia 0,41
(Sumber: Pabrik PUSRI IB Palembang, 2023)

2.1.2 Bahan Baku Utama dan Penunjang Pabrik Urea


Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi urea
adalah ammonia cair dan gas karbon dioksida (CO2).
a. Ammonia
Ammonia yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan urea
adalah ammonia cair yang diperoleh dari pabrik ammonia. Ammonia adalah
senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas
dengan bau tajam yang khas. Ammonia mendidih pada suhu - 33oC sehingga
cairan ammonia harus disimpan pada tekanan tinggi atau temperatur yang amat
rendah.
Sifat kimia Ammonia adalah sebagai berikut:
a) Pada suhu kamar (25˚C, 1 atm), ammonia merupakan gas tidak
berwarna yang mempunyai bau tajam (Pringent)
b) Lebih ringan dari udara
c) Sangat mudah larut dalam air (710 volume NH3 larut dalam 1 volume air)
d) Dapat menimbulkan air mata dan menyebabkan sesak nafas (Suffocation)
Sifat fisik dari ammonia selanjutnya seperti dilihat pada Tabel 2.11.
27

Tabel 2.11 Sifat - Sifat Fisik Ammonia


Sifat Nilai
Titik didih -33,4 ˚C
Titik beku -77,70 ˚C
Temperatur kritis 133,25 ˚C
Tekanan kritis 1.657 psi
Tekanan uap cairan 8,5 atm
Spesifik volume pada 70 ˚C 22,7 ft3/lb
Spesifik gravity pada 0 ˚C 0,77
Panas pembentukan pada:
1 ˚C -9,37 kkal/mol
25 ˚C -11,04 kkal/mol
Kelarutan dalam air pada 1 atm (% berat)
0 ˚C 42,80
20 ˚C 33,10
60 ˚C 14,10
Panas spesifik pada 1 atm
0 ˚C 0,5009
100 ˚C 0,5317
200 ˚C 0,5029
(Sumber: Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book, 1996)

b. Karbon Dioksida (CO2)


Karbon dioksida mempunyai berat molekul 44 gr/mol. Sifat fisika dari
CO2 dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Sifat-Sifat Fisika CO2


Sifat Nilai
Titik didih -57,5 C
Titik beku normal -78,4 C
Temperatur kritis 38 C
Tekanan kritis 0,6 kg/cm3
Panas peleburan 1.900 kal/ mol
Panas penguapan 6.030 kal/mol
(Sumber: Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book, 1996)

Sifat-sifat kimia karbon dioksida yaitu sebagai berikut:


a) Pada temperatur kamar (250C, 1 atm) merupakan gas tidak berwarna.
b) Mempunyai bau dan rasa yang lemah.
c) Tidak beracun dan memiliki efek sesak apabila terhirup (akibat
kekurangan oksigen) serta gangguan terhadap keseimbangan badan.
28

d) Larut dalam air (pada 15 0C, 760 mmHg dengan perbandingan 1 volume
CO2 dalam 1 volume air).
Bahan baku penunjang yang digunakan pada proses pembuatan urea terdiri
atas kukus (steam), udara instrumen, air demin, nitrogen, air pendingin, listrik,
dan bahan-bahan kimia lainnya.
a. Steam
Spesifikasi steam yang digunakan disajikan pada Tabel 2.13 berikut ini.
Tabel 2.13 Spesifikasi Steam Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan (kukus tekanan sedang) 42 kg/cm2.g
Temperatur (kukus tekanan sedang) 399 ˚C
Fouling factor 0,0001 m2 jam oC/kkal
Jumlah 67,82 MT/jam
(Sumber: Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2023)

b. Udara Instrumen
Spesifikasi udara instrumen yang digunakan disajikan pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Spesifikasi Udara Instrumen Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan (di pipa header udara instrumen) 7,5 kg/cm2.g
Temperatur 28 ˚C
Jumlah 200 Nm3/jam
Dew point –40 ˚C
Kualitas Bebas minyak
(Sumber:Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2023)

c. Nitrogen
Spesifikasi nitrogen yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.15 berikut
ini.
Tabel 2.15 Spesifikasi Nitrogen yang Digunakan pada Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 4 kg/cm2.g
Temperatur 28 ˚C
O2 300 (maks) ppm
(Sumber: Unit Urea PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2023)

d. Air Demin
Spesifikasi air demin disajikan pada Tabel 2.16 berikut ini.
29

Tabel 2.16 Spesifikasi Air Demin Pabrik Urea


Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 5,3 kg/cm2.g
Temperatur 28 ˚C
Jumlah 10 MT/jam
SiO2 0,05 (maks) ppm
Total padatan terlarut 0,5 (maks) ppm
(Sumber: Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2023)

d. Air Pendingin (Cooling Water)


Spesifikasi cooling water yang digunakan disajikan pada Tabel 2.17 berikut.
Tabel 2.17 Spesifikasi Cooling Water Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 6,2 kg/cm2.g
Temperatur 32 ˚C
Faktor fouling 0,0002 m2 jam˚C/kkal
Inhibitor 30 – 50 ppm
pH 6,5 – 7,5
Turbidity 3 (maks) ppm
Total hardness 25 (maks) ppm sebagai CaCO3
Fe 0,1 (maks) ppm
Cl2 8 (maks) ppm
Minyak Trace
Total dissolved solid 80 (maks) ppm
(Sumber: Unit Utilitas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang,2023)

2.2 Deskripsi Proses


PT Pupuk Sriwidjaja Palembang melakukan dua tahap proses dalam
memproduksi pupuk urea, yaitu proses pembuatan ammonia dan proses pembuatan
urea. Terdapat tiga pabrik dalam proses produksi, yaitu pabrik utilitas, pabrik
ammonia, dan pabrik urea. Proses produksi utama terjadi di pabrik ammonia dan
pabrik urea. Sedangkan pabrik utilitas sebagai penunjang dalam proses produksi
amonia dan urea. Bahan baku pabrik ammonia yang merupakan udara dan gas
alam akan diproses menghasilkan ammonia cair dan gas karbon dioksida. Produk
dari pabrik ammonia ini akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan urea pada
pabrik urea.
30

2.2.1 Proses Produksi Ammonia


PUSRI-IB menggunakan proses Kellogg dari Kellogg Overseas
Corporation, USA untuk memproduksi amoniak. Ammonia diproduksi dari
campuran gas H2 dan N2 dengan rasio H2 : N2 = 3 : 1. Selain dua komponen
tersebut, campuran bahan baku juga berisi komponen gas-gas inlet yang dibatasi
kandungannya seperti Ar dan CH4. Komponen ini didapatkan dari bahan baku
utama, yaitu gas alam dan udara. Proses pembuatan ammonia terdiri dari enam
tahapan utama dan utilitas, yaitu:
1. Tahap pengolahan gas umpan (feed treating), meliputi:
a. Tahap penghilangan sulfur anorganik
b. Tahap penghilangan karbon dioksida (CO2)
c. Tahap penghilangan sulfur organik
2. Tahap produksi gas sintesis (Reforming Syn-Gas ), meliputi:
a. Tahap primary reforming
b. Tahap secondary reforming
3. Tahap pemurnian gas sintesis (Syn-Gas purification), meliputi:
a. Reaksi pergeseran gas CO (shift conversion)
b. Pemisahan gas CO2 (CO2 Removal)
c. Metanasi
4. Tahap sintesis ammonia (ammonia synthesis), meliputi:
a. Kompresi gas sintesis
b. Sintesis ammonia (syn loop)
5. Tahap pendinginan dan pemurnian produk (refrigerant system)
6. Tahap purge gas recovery
a. Pengambilan kembali gas gurah ammonia (ammonia recovery unit)
b. Pengambilan kembali gas gurah hidrogen (hydrogen recovery unit)
7. Sistem utilitas pabrik
a. Sistem kukus (steam generation system)
b. Air umpan boiler (boiler feed water)
c. Udara pabrik dan udara instrument (plant air and instrument air)
31

1. Feed Treating Unit


Proses pengolahan bahan baku ditujukan untuk memperkecil gangguan
pada proses dan peralatan pabrik sehingga efisiensi pabrik menjadi optimal.
Gangguan-gangguan tersebut berupa zat-zat seperti partikel padat, hidrokarbon
fraksi berat, sulfur (anorganik dan organik) dan gas CO2. Gas alam di battery limit
tersedia pada 28oC dan 14,1 kg/cm2 (tergantung supply dari Pertamina UP III
Plaju). Gas alam ini akan melewati Knock Out Drum (KO drum) 1-200-F untuk
pemisahan partikel padat dengan prinsip seperti siphon. Kotoran ini harus
dipisahkan karena akan menyumbat aliran pada bed katalis desulfurisasi. KO
drum 1-200-F juga dilengkapi dengan demister untuk menangkap cairan (buih,
mist) yang terkandung dalam umpan gas alam. Aliran gas alam dibagi menjadi
dua buah aliran, yaitu aliran untuk bahan baku (60%) dan aliran untuk bahan
bakar atau fuel (40%).
Gas alam yang digunakan untuk bahan bakar (fuel gas) akan dialirkan dulu
melewati fuel gas preheat coil 1-101-BC6 di zona konveksi sebelum dikirim ke
pabrik ammonia. Fuel gas yang panas kemudian digunakan sebagai bahan bakar
untuk arch burner.
a. Pemisahan Sulfur Anorganik
Sulfur anorganik dalam bentuk senyawa hidrogen sulfida (H2S)
dihilangkan dengan cara gas proses dikirim ke desulfurizer (201-D) untuk diserap
sulfur yang ada pada gas alam. Adapun desain awal 201-D berisi sponge iron
sebagai media penyerap H2S dan suasana pada 201-D dijaga basa dengan adanya
unit untuk injeksi caustic. Namun ada modifikasi dimana saat ini 201-D tidak lagi
menggunakan sponge iron dan injeksi caustic sudah tidak dipergunakan. Saat ini
digunakan Zinc Oxyde (ZnO) sebagai media penyerap dengan temperatur inlet
dinaikan menjadi 50 oC dengan menggunakan jacket heater dengan media
pemanas steam LS. Reaksi yang terjadi adalah:
ZnO + H2S ZnS + H2O

Senyawa sulfur anorganik inhibitor harus dihilangkan dari gas bumi


karena:
1) Dapat mereduksi inhibitor pada system benfield.
32

2) Akan terbawa oleh gas CO2 dan akan merusak compressor CO2 di urea.
3) Merupakan racun bagi katalis pada proses selanjutnya.

Pengecekan sulfur dilakukan secara rutin, H2S outlet diharapkan ≤ 1 ppm.


Gas dengan kandungan sulfur rendah kemudian dipanaskan pada heat
exchanger (201-C) sebelum menuju ke absorber (201-E).
b. CO2 Removal Pretreatment Section
CO2 merupakan racun bagi katalis pada seksi berikutnya yang
menggunakan katalis. Dengan adanya CO2 maka akan terjadinya reaksi methanasi
pada katalis Cobalt Molybdenum dalam desulfurizer (108-D). Oleh karena itu CO2
ini harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan Benfield.
Pemisahan CO2 dari gas proses dilakukan dengan menginjeksikan larutan benfield
pada sebuah menara absorber. Gas keluar dari bagian atas CO2 absorber (201-E).
Sementara larutan benfield yang kaya akan CO2 masuk ke CO2 stripper (202-E),
untuk melepaskan CO2 dari larutan dengan cara stripping memakai uap panas dari
reboiler (203-C) dengan reaksi adalah :
2KHCO3 → K2CO3 + H2O + CO2
Proses ini dimanfaatkan untuk meregenerasi larutan benfield. Komposisi larutan
benfield sebagai berikut :
1) K2CO3 (Potasium Carbonate) 30% berat, berfungsi sebagai penyerap CO2.
2) DEA (Diethanolamine) 2-3% berat, berfungsi sebagai activator.
3) V2O5(Vanadium Pentoxide) 0,8% berat, berfungsi sebagai corrosion
inhibitor
4) Ucon 500 HB sebagai anti foaming agent.
Reaksi penyerapan CO2 pada absorber adalah sebagai berikut :

CO2(g) + H2O(g) → H2CO3(g)


H2CO3(g) + K2CO3(l) → 2KHCO3(l)
Larutan Benfield yang telah diregenerasi digunakan kembali untuk
menyerap CO2 dari gas proses. Kondisi operasi di absorber dijaga pada tekanan
tinggi 27,2 kg/cm2 dan temperatur 95 oC. Sedangkan kondisi operasi di stripper
dijaga pada tekanan rendah 1,2 kg/cm2 dan temperatur tinggi 129 oC. Hal ini
disebabkan proses absorpsi gas berlangsung efektif pada tekanan tinggi dan
temperatur rendah, sedangkan proses pelucutan berlangsung efektif pada tekanan
33

rendah dan temperatur tinggi. Target yang ingin dicapai adalah konsentrasi CO 2
outlet (inlet primary refomer) kurang dari 1%-volume.
Parameter yang dikontrol pada tahap ini adalah:
1) Aliran lean benfield ke absorber
Aliran lean benfield yang terlalu rendah menyebabkan tidak optimalnya
proses penyerapan CO2. Laju alir lean benfield dijaga pada 118,8 m3/jam.
2) Temperatur stripper
Temperatur gas keluar stripper dijaga pada 38oC. Jika temperatur terlalu
rendah menyebabkan pelepasan CO2 tidak sempurna sehingga lean benfield masih
mengandung banyak CO2 sehingga penyerapan CO2 di absorber tidak optimal.
c. Pemisahan Sulfur Organik
Sulfur organik dalam bentuk senyawa Merkaptan (RSH, RSR) tidak dapat
langsung dipisahkan, tetapi harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa
Hidrogen Sulfida (H2S), kemudian H2S tersebut dipisahkan dengan cara
mereaksikan dengan ZnO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
RSR + 2H2 → 2RH + H2S (katalis CoMo)
H2S + ZnO → ZnS + H2O (katalis ZnO)
Umpan gas masuk ke vessel organic sulphur removal yang berisi katalis 7,5
m3 Co-Mo dan 15 m3 ZnO pada temperatur 399 oC. Disini sulfur organik berubah
menjadi hidrogen sulfida dan diserap dengan ZnO membentuk seng sulfida.
Target yang ingin dicapai adalah konsentrasi H 2S outlet (inlet primary refomer)
kurang dari 1 ppm. Variabel operasi yang harus diperhatikan adalah:
1) Rasio hidrogen terhadap gas umpan (H2/gas umpan)
Rasio hidrogen terhadap gas umpan dirancang untuk 0,01 mol/mol.
Umumnya kenaikan rasio H2/gas umpan akan memperbaiki tingkat desulfurisasi
yang dihasilkan.
2) Temperatur dan tekanan
Umumnya, sedikit kenaikan temperatur masukan akan memperbaiki tingkat
konversi sulfur. Temperatur dijaga pada kondisi 371-399 oC. Sedangkan semakin
tinggi tekanan, makin baik desulfurisasi. Tekanan operasi dijaga pada kondisi
44,67 kg/cm2.
34

2. Reforming Syn-Gas
Gas proses, yang telah diolah di area feed treating dengan komponen
utamanya CH4, selanjutnya akan diproses di area reforming sebagai berikut:

a. Primary Reformer (101-B)


Gas proses yang telah melewati unit feed treating dicampur dengan uap air
(steam) dan dipanaskan di mixed feed coil pada bagian convection section.
Kemudian dialirkan ke dalam primary reformer yang terdiri dari tube katalis atau
reaktor-reaktor tabung berisi katalis Nikel Oksida (NiO) agar terjadi reaksi steam
reforming. Reaksi steam reforming terjadi pada temperatur 780-820 oC dan secara
keseluruhan bersifat endotermis. Panas untuk reaksi tersebut berasal dari
pembakaran fuel gas pada burner . Adapun reaksi steam reforming tersebut
adalah:
CH4(g) + H2O(g) ⇄ CO(g) + 3H2(g) + Q

CO(g) + H2O(g) ⇄ CO2(g) + H2(g) - Q

Reaksi keseluruhan steam reforming adalah:

CH4(g) + 2H2O(g) ⇄ CO2(g) + 4H2(g) + Q

Komposisi gas outlet 101-B secara desain dapat dilihat pada Tabel 2.18.
Tabel 2.18 Komposisi Gas Outlet 101-B Secara Desain

Komponen Xi (% mol)
N2 0,09
H2 66,45
CH4 12,28
Ar 0
CO2 11,22
CO 9,95
Temperature (oC) 807,8
Pressure (kg/cm2.g) 37,21
MW 14,024
35

Density (kg/m3) 5,6


(Sumber: Deskripsi Proses PUSRI-IB, 2023)

Variabel operasi reformer yang perlu diperhatikan adalah temperatur,


tekanan, dan steam to carbon ratio.
1) Semakin tinggi temperatur reaksi, maka konversi metan akan semakin
tinggi. Hal ini disebabkan reaksi steam reforming bersifat endotermis.
Berdasarkan azas Le Chatelier tentang kesetimbangan untuk reaksi
endotermis, jika temperatur reaksi meningkat, maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah produk reaksi.
2) Kenaikan tekanan reaksi akan menyebabkan konversi metan menurun. Hal
ini disebabkan selisih koefisien stoikiometri reaktan dengan produk adalah
2. Berdasarkan azas Le Chatelier tentang kesetimbangan, jika tekanan
reaksi meningkat, maka kesetimbangan akan bergeser ke ruas yang
memiliki jumlah koefisien stoikiometri yang lebih kecil.
3) Umpan steam ke reformer harus cukup agar pembentukan karbon di katalis
tidak terjadi. Kenaikan faktor steam to carbon ratio akan menggeser
kesetimbangan ke arah produk reaksi sehingga konversi metan meningkat,
tetapi konsumsi steam dan kebutuhan fuel gas akan meningkat pula. Pada
umumnya steam to carbon ratio di dalam gas proses inlet primary
reformer berkisar antara 3,2 – 3,4 tergantung pada kondisi di primary
reformer. Persen metan, CH4 outlet primary reformer 1-101-B dirancang
sebesar 12,36%- volume. Jika nilai konsentrasi metan di atas nilai ini,
maka proses yang terjadi di primary reformer dapat dikatakan tidak
berlangsung sempurna. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya temperatur proses reformer tidak mencapai temperatur set point
yang telah ditetapkan, terjadi deaktivasi katalis reformer sehingga reaksi
steam reforming tidak berlangsung secara sempurna.

b. Secondary Reformer (103-D)


Gas keluaran primary reformer diumpankan ke secondary reformer untuk
menyempurnakan reaksi steam reforming,. Untuk melihat komposisi gas outlet
36

102-D secara desain dapat di lihat pada Tabel 2.19. Reaksi yang terjadi pada
secondary reformer adalah:
2H2(g) + O2(g) ⇌ 2H2O(g) – Q

CH4(g) + H2O(g) ⇌ CO(g) + 3H2(g) + Q

CO(g) + H2O(g) ⇌ CO2(g) + H2(g) – Q


Tabel 2.19 Komposisi Gas Outlet 103-D Secara Desain
Komponen Xi (% vol)

N2 23,08
H2 54,74
CH4 0,34
Ar 0,30
CO2 7,94
CO 13,60
Temperature (oC) 1.002,5 oC
Pressure (kg/cm2 g) 35,20
.
(Sumber: Deskripsi Proses PUSRI-IB, 2023)

Q Reaksi di secondary reformer berlangsung pada temperatur yang lebih


tinggi dibandingkan di primary reformer, yaitu 900–1200 oC. Hal ini ditujukan
agar proses steam reforming berlangsung secara sempurna. Secara keseluruhan
reaksi bersifat endotermis sehingga memerlukan panas. Kebutuhan panas ini
didapat dari panas reaksi antara H2 dan O2, bukan dari api burner seperti di
primary reformer. Dimana terjadi pembakaran secara cepat di chamber pada bagian
atas dari secondary reformer ketika udara proses dan steam yang sudah dipanaskan
dikontakkan dengan gas proses. Oksigen untuk keperluan reaksi tersebut berasal
dari udara yang diinjeksikan ke dalam secondary reformer.
Jumlah udara yang diinjeksikan ke dalam secondary reformer diatur
sedemikian rupa sehingga diperoleh perbandingan H2 dan N2 sebesar 3:1 di dalam
gas yang akan dimasukkan ke dalam ammonia converter. Untuk memeriksa
kandungan gas sintesa maka dilakukan analisa gas. Jika jumlah gas yang dibakar
berubah, maka harus dilakukan perubahan terhadap aliran udara untuk menjaga
perbandingan yang tetap antara H2 dan N2. Jadi, reaksi steam reforming di
37

secondary reformer mempunyai dua tujuan, yaitu menyempurnakan reaksi steam


reforming dari primary reformer sekaligus menghasilkan N2 sebagai bahan baku
sintesis ammonia. Rancangan konsentrasi CH4 keluaran secondary reformer
sebesar 0,34% volume. Gas keluar dilewatkan melalui WHB (Waste Heat Boiler)
untuk memanaskan BFW (Boiler Feed Water) dalam memproduksi high steam
dan menurunkan temperatur gas menjadi 371oC menuju unit pemurnian gas
sintesa.
3. Syn-Gas Purification
Komponen gas proses yang keluar dari secondary reformer terdiri dari H2,
N2, CO, CO2, Ar, dan CH4. Untuk keperluan sintesis ammonia, komponen gas
sintesis yang diperlukan adalah H2 dan N2. Kehadiran CO dan CO2 tidak
diinginkan ada di dalam umpan reaktor ammonia karena dapat menjadi racun bagi
katalis ammonia. Oleh karena itu, gas proses (syn-gas) harus dimurnikan dari
pengotor CO dan CO2. Tahapan pemurnian gas proses adalah sebagai berikut:
a. High Temperature Shift Converter (HTSC)
Kandungan CO pada gas proses lebih sulit dipisahkan dibandingkan
kandungan CO2. Oleh karena itu, CO harus dikonversi terlebih dahulu menjadi
CO2 agar mudah dipisahkan. Unit HTSC berfungsi sebagai reaktor konversi CO
menjadi CO2 dengan bantuan promoted iron oxide catalyst (Fe3O4/Cr2O3) pada
temperatur tinggi (350–420 oC). Hal ini ditujukan untuk mendapatkan kecepatan
reaksi yang tinggi karena laju reaksi akan cepat pada temperatur tinggi. Reaksi
yang terjadi bersifat eksotermik dan disebut reaksi pergeseran gas-air (watergas
shift reaction) atau reaksi pergeseran CO pada temperatur tinggi (high
temperature shift converter):
CO(g) + H2O(g) ⇌ CO2(g) + H2(g) - Q
Gas masuk ke bagian atas HTSC melalui sebuah distributor kemudian
dilewatkan melalui katalis dan keluar dari bagian bawah converter. Gas masuk
pada temperatur 365 °C dan tekanan 30 kg/cm2, keluar pada temperatur 432 °C.
Hilang tekan dalam bejana dijaga tetap 0,4 kg/cm 2 dan kandungan gas CO yang
lolos dijaga tidak lebih dari 3,53% volum. Konsentrasi CO outlet HTSC
perancangan adalah sebesar 3,28% volume.
b. Low Temperature Shift Converter (LTSC)
38

LTSC dalam operasi normalnya dijaga pada temperatur 206 oC. Temperatur
inlet LTSC diatur oleh TIC-1011 yang merupakan bypass 103-C dengan
mengatur BFW masuk ke 103-C2 dan sekaligus mengatur temperatur gas
inlet LTSC. Reaksi di LTSC sama dengan HTSC namun dioperasikan pada
temperatur lebih rendah untuk mendapatkan CO leak yang rendah sekaligus
meringankan beban methanator. CO leak yang diharapkan sesuai desain pabrik
adalah maksimum 0,3% mol dry basis.
LTSC bisa dioperasikan pada temperatur lebih rendah namun harus
memperhatikan temperatur agar tidak terlalu dekat dengan dew point dari
campuran gas dan steam. Temperatur operasi juga bisa dinaikan apabila kinerja
katalis sudah turun, namun tidak boleh melebihi 260 oC yang merupakan suhu
maksimal katalis.
Pengendalian Proses Unit Temperatur shift converter (HTS dan LTS). Beberapa
variable yang mempengaruhi kondisi dan reaksi di shift converter sebagai berikut:

1. Temperatur inlet HTS dinaikkan.


Kenaikkan temperatur inlet HTS akan mengakibatkan:
a) CO yang lolos HTS akan naik.
b) Temperatur outlet HTS akan naik.
2. Temperatur inlet LTS dinaikkan.
Kenaikkan temperatur inlet LTS akan mengakibatkan:
a) CO outlet LTS akan naik.
b) CH4 outlet methanator akan naik.
c) Inert gas di Syn Loop akan naik.
d) Temperatur outlet methanator akan naik.
e) Produksi Ammonia akan turun.
3. Temperatur inlet LTS diturunkan.
Penurunan temperatur inlet LTS akan mengakibatkan:
a) CO outlet LTS akan turun.
b) CH4 outlet methanator akan turun.
c) Inert gas di Syn Loop akan turun.
d) Temperatur outlet methanator akan turun.
e) Produksi Ammonia akan naik.
39

c. CO2 Removal
Proses ini berfungsi untuk menyerap gas CO 2 yang terbentuk dari proses
reforming sebagai produk samping yang dibutuhkan pada pembuatan urea,
sehingga sintesa gas H2 dan N2 sesedikit mungkin kandungan CO2-nya sebelum
diumpankan ke dalam unit ammonia converter. Proses ini memakai larutan
Benfield (larutan K2CO3) yang dialirkan berlawanan arah dari CO 2 absorber untuk
mengabsorpsi gas CO2 dalam campuran gas. Reaksi yang terjadi adalah:
K2CO3 + CO2 + H2O ⇌ 2KHCO3 + Q

Setelah CO diubah menjadi CO2 di seksi konversi shift sampai kandungan


CO sekitar 0,32% mol, selanjutnya CO2 tersebut diturunkan kandungannya
sampai 0,1% mol (basis kering) dengan cara absorpsi menggunakan larutan
Benfield (K2CO3). Larutan benfield mengandung sekitar 29,13% berat K2CO3,
DEA sekitar 2,91% berat sebagai aktivator, dan Vanadium Oksida (V2O5)
fungsinya sebagai inhibitor korosi dengan konsetrasi sekitar 0,7% berat.
Flow lean benfield pada kondisi desain dibuat sekitar 160 m3/hr yang
dipompakan menuju demisting pada bagian atas absorber (101-E). Temperatur gas
outlet 101-E dijaga 70 oC dan rich solution dijaga 118 oC. Gas proses dari
absorber diharapkan CO2 maksimum mencapai 0,1% vol, sedangkan larutan rich
solution akan diregenerasi dan dilepas CO 2-nya pada stripper (102-E). Aliran rich
solution diturunkan tekanannya dari 24 kg/cm2 menjadi 8 kg/cm2 untuk
menggerakan hydrolic 107-JHT. Karena adanya penurunan tekanan, maka CO2
akan di flash dari larutan dan turun ke bawah melalui packing ring carbon steel
dan stainless steel. Larutan akan diregenerasikan dengan kontaknya larutan dan
uap air yang menuju ke atas melalui column.
Pada bagian atas stripper, disemprotkan air pencuci yang disirkulasikan oleh
pompa 116-J dan sebagian di kirim ke 111-C sebagai umpan untuk menghasilkan
motive steam ejector pada 132-F. Air pencuci yang disirkulasikan pada 116-J
didinginkan di LP BFW exchanger 132-C dan CO2 quench cooler 107-C sebelum
digunakan kembali pada stripper 102-E sebagai air pencuci.
Larutan semi lean (sebagian terlepaskan) dengan sendirinya pada temperatur
121 oC setelah keluar dari bed kedua menuju ke 132-F. Di 132-F selanjutnya
larutan ini akan di flash pada tekanan 1,83 kg/cm2, 1,6 kg/cm2, 1,54 kg/cm2 dan
40

1,4 kg/cm2. Uap-uapnya di kirim ke stripper 1-102-E melalui ejector-ejector.


Larutan semi lean dari 132-F pada 111 oC dipompakan via 107-J ke absorber, dan
dimasukan di bagian atas bed kedua tower tersebut. Pada outlet bottom stripper,
lean benfield pada temperatur 126 oC didinginkan oleh 109-C menjadi 70 oC yang
kemudian dipompakan sebagai penyerap pada top absorber oleh 108-J.
d. Methanasi
Kedua tahapan proses di atas (CO shift dan CO2 removal) tidak
berlangsung sempurna sehingga baik CO maupun CO2 masih tersisa dalam jumlah
kecil. Meskipun demikian CO dan CO2 dalam jumlah kecil ini akan merusak
katalis ammonia converter. Oleh karena itu, CO dan CO2 harus dikonversi terlebih
dahulu menjadi CH4 di methanator 1-106-D shingga total CO dan CO 2 inlet
ammonia converter < 10 ppm. Reaksi pada metanator terjadi pada temperatur
280-360 oC dengan menggunakan katalis Nickel Alumina (Ni/Al2O3), sebagai
berikut:
CO(g) + 3H2(g) ⇌ CH4(g) + H2O(g) - Q

CO2(g) + 4H2(g) ⇌ CH4(g) + 2H2O(g) - Q

Kedua reaksi diatas bersifat eksotermis maka suhu reaktor dapat meningkat
hingga lebih dari 300 oC. Untuk menjaga reaktor dari resiko kenaikan suhu yang
terlalu berlebih, reaktor dipasang alarm yang secara otomatis terhubung dengan
control valve yang dapat meninghentikan aliran gas menuju methanator. Gas
keluaran dari methanator memiliki konsentrasi CO sekitar 0.37% mol. Gas hasil
metanasi ini didinginkan dengan menggunakan BFW sebagai media pendingin.
Tujuan dari pendinginan ini untuk mengembunkan kandungan air yang terdapat di
dalam gas hasil metanasi.
Untuk menjaga agar CO dan CO2 yang lolos ke seksi berikutnya terjaga
pada batas normal, maka beberapa parameter harus di jaga stabil.
a) Temperatur inlet dijaga normal dalam rentang 285–310 °C.
b) Bila kandungan CO dan CO2 yang lolos methanator tinggi, naikkan
kecepatan reaksi dengan menaikkan temperature inlet.
c) Bila kandungan CO dan CO2 inlet methanator tinggi, maka temperature
outlet akan naik, kurangi gas yang masuk absorber agar beban absorber
berkurang serta perbaiki kualitas dan tambahkan sirkulasi media penyerap
41

(larutan benfield).

4. Ammonia Synthesis Loop


Proses ini adalah tahap paling penting dalam pembuatan ammonia. Pada
tahap ini gas sintesa yang telah mengandung H 2 dan N2 serta bebas dari racun dan
zat-zat pengotor direaksikan untuk membentuk NH 3. Proses pembentukan
ammonia ini melalui beberapa tahap kompresi, ammonia synthesis, dan
refrigerant system.
a. Syn-Gas Compression
Gas sintesis yang akan disintesis di ammonia converter akan
dimampatkan terlebih dahulu di dalam syn-gas compressor 1-103-J untuk
menaikkan tekanannya
dari 32,6 kg/cm2 menjadi 100 kg/cm2. Pemampatan ini dilangsungkan dalam dua
tingkat. Pemampatan tingkat pertama berlangsung di dalam low pressure case
compressor, kemudian didinginkan, dan pemampatan kedua di dalam high
pressure case compressor. Tujuan peningkatan tekanan gas sintesis ini agar reaksi
kesetimbangan ammonia bergeser ke arah produk sehingga produksi ammonia
maksimal. Sedangkan tujuan pendinginan gas sintesis agar kandungan air dapat
dipisahkan.
Pada LP case kompresor, tekanan gas sintesis akan naik hingga 64,5 kg/cm2.
Aliran gas proses meninggalkan discharge LP case kompresor melalui tube side
intercooler kompresor. Setelah itu, gas sintesis didinginkan dalam dua tingkat.
Pertama dengan cooling water di cooler 1-130-C, setelah itu didinginkan dengan
cooling water di cooler 1-116-C dan dengan ammonia di chiller 1-129-C.
Pendinginan ini menurunkan temperatur gas sintesis sampai 4oC dan
mengembunkan sebagian besar kandungan air. Kandungan air yang mengembun
(kondensat) dipisahkan di dalam KO drum 1-105-F2. Gas sintesis yang berkadar
air rendah dilewatkan ke dalam molecular sieve drier 1-109-D. Pada pengering
ini, seluruh sisa-sisa kandungan air akan diserap.
Gas sintesis yang kering kemudian dialirkan ke dalam high pressure case
compressor. Di dalam HP case compressor, gas proses bersama-sama dengan gas
recycle dari ammonia converter, akan didinginkan kemudian dimampatkan lebih
42

lanjut hingga mencapai tekanan 177,5 kg/cm 2. Gabungan aliran keluar dari HP
case kompresor ini kemudian menuju ke syn-loop. Pada bagian suction wheel
terakhir, gas sintesis akan digabung dengan aliran gas recycle.
b. Ammonia Synthesis (Syn-Loops)
Ammonia converter 1-105-D berisi sekitar 77,1 m3 promoted iron catalyst.
Katalis diisikan ke dalam internal basket yang dirancang terdiri dari dua unggun
terpisah di dalam reaktor ammonia horizontal. Unggun katalis tersebut terbagi atas
tiga bagian. Unggun pertama berisi sepertiga dari jumlah keseluruhan katalis
untuk membatasi kenaikan temperatur. Gas umpan diinjeksikan ke bagian atas
unggun pertama untuk mengatur temperatur gas sintesis (gas proses). Setelah
keluar dari unggun pertama, gas proses mengalir ke dalam interchanger 1-122-C
sebelum dilewatkan ke dalam unggun kedua. Pembagian katalis di dalam ketiga
unggun di dalam ammonia converter 1-105-D dapat dilihat pada Tabel 2.20
adalah sebagai berikut:

Tabel 2.20 Pembagian Katalis dalam Ammonia Converter 1-105-D


Panjang
Volume
Unggun Berat (kg) Unggun
(m3)
(m)
1 25,7 56.540 7,59
2A 25,7 71.960 7,61
2B 25,7 71.960 7,61
TOTAL 77,1 200.460 22,81
(Sumber: PT PUSRI Palembang, 2023)

o
Pada temperatur sekitar 454–482 C dan tekanan 173–177 kg/cm2,
sebagian gas proses (N2 dan H2) akan terkonversi menjadi ammonia (NH3). Reaksi
sintesis ammonia adalah sebagai berikut:
N2(g) + 3H2(g) ⇌ 2NH3(g) - Q

Perbandingan antara N2 dan H2 adalah 1:3. Konsentrasi ammonia di dalam


gas proses yang keluar dari ammonia converter adalah sekitar 17,2%-mol. Gas
panas yang keluar dari konverter akan didinginkan di converter effluent/steam
generator 1-123-C1/C2, ammonia converter feed/efluent exchanger 1-121-C, dan
ammonia converter effluent cooler 1-124-C. Lalu, didinginkan lebih lanjut di
dalam ammonia unitized chiller 1-120-C sampai temperatur –17,8 oC. Produk
43

ammonia akan terkondensasi di ammonia separator 1-106-F. Gas yang


mengandung sedikit ammonia akan dialirkan kembali ke chiller 1-120-C sebelum
di daur ulang ke ammonia converter oleh syn-gas compressor 1-103-J.
Sebagian gas dikeluarkan (purging) secara kontinyu dari syn-loops system
untuk menghindari akumulasi gas inert (terutama metan dan argon). Sebenarnya
kehadiran gas inert ini tidak mengganggu proses sintesis ammonia. Akan tetapi,
akumulasi gas inert yang berlebihan akan menurunkan temperatur gas proses di
ammonia converter, hal ini tidak diinginkan pada proses sintesis ammonia. Jika
gas inert dibiarkan terakumulasi terlalu banyak di dalam sistem, reaksi
pembentukan ammonia akan berkurang. Akan tetapi, pembuangan purge gas yang
berlebihan akan mengurangi produk karena kehilangan N2 dan H2. Oleh karena
itu, purge gas ini kemudian diserap dengan air di high pressure ammonia
scrubber 1-104-E pada ammonia recovery unit (ARU) untuk memisahkan
kandungan ammonia-nya. Gas proses kemudian dikirim ke hydrogen recovery
unit (HRU) atau ke fuel gas system.
Beberapa kondisi operasi yang berpengaruh terhadap kerja dari synthesis
loop adalah sebagai berikut:
1) Tekanan operasi diatur dengan menaikkan speed dari syn-gas compressor
(103-J). Dengan naiknya speed 103-J akan menaikkan tekanan discharge-
nya sehingga tekanan di syn-loop akan naik. Tekanan syn-loop di
naikkan pada saat kondisi tekanan yang sama dengan sebelumnya maka
kesetimbangan akan naik bersamaan dengan kenaikan tekanan. Kecepatan
reaksi dan konversi akan meningkat oleh kenaikan tekanan.
2) Temperatur masuk bed-1 diatur melalui pertukaran panas di ammonia
converter feed/effluent exchanger (121-C) dan by pass di ammonia
converter effluent /steam generation (123-C).
3) Temperatur operasi di syn-loop harus dijaga karena reaksi pembentukan
ammonia bersifat eksotermis, artinya bila reaksi terjadi jauh pada kondisi
kesetimbangan, temperatur turun maka konversi dan kecepatan reaksi juga
turun. Sedangkan apabila reaksi terjadi mendekati kesetimbangan, kenaikan
temperatur akan menurunkan konversi.
4) Inert gas dalam loop di jaga dengan mengatur jumlah purge gas dan
44

memperbaiki kerja dari seksi reforming agar CH4 leak turun.


5) Jumlah flow purge gas dijaga konstan. Kenaikkan jumlah purge gas akan
menurunkan produksi dan menaikkan tekanan syn loop.
6) Kandungan ammonia inlet ammonia converter di jaga rendah. Bila
kandungan ammonia tinggi maka reaksi akan berkurang. Sebaiknya dijaga
rendah dengan mengatur beban NH3 refrigerant compressor dinaikan.

5. Refrigerant System (Pendinginan)


Ammonia yang dihasilkan dalam reaksi sintesis ammonia akan dengan
sangat cepat mencapai suatu jumlah yang dapat mengganggu jalannya reaksi.
Oleh karena itu, produk ammonia harus secara kontinyu dikeluarkan/dipisahkan
dari aliran gas proses melalui rangkaian cooler, chiller, dan separator untuk
mengkondensasikan produk ammonia. Ammonia yang terbentuk dalam ammonia
converter 1-105-D dipisahkan dari komponen yang lain dengan cara pendinginan
bertahap, karena temperatur titik embun Ammonia lebih besar dari komponen
yang lain maka ammonia akan mengembun terlebih dahulu sehingga dapat
dipisahkan dari komponen yang lain.
Temperatur gas inlet separator 1-106-F adalah –17,8 oC. Temperatur yang
dingin ini akan mendinginkan dan mengembunkan ammonia dari gas proses
sehingga menurunkan kadar ammonia di dalam gas proses dari 17,2%-mol
menjadi 2,34%-mol. Ammonia cair yang terkumpul di separator 1-106-F
selanjutnya dikirim ke 1-107-F untuk melalui proses pemurnian produk. Ammonia
cair yang dipisahkan dari gas sintesis mengandung sejumlah pengotor berupa gas-
gas terlarut. Refrigeration system pada proses pemurnian produk ammonia
berfungsi ganda. Pertama untuk mem-flash ammonia cair secara berulang-ulang
pada tekanan rendah untuk melepaskan gas-gas terlarut. Kedua, sebagai bagian
yang terintegrasi dari sistem refrijerasi, chiller berfungsi mengambil panas dari
gas sintesis untuk mendapatkan produk ammonia dari syn- loops. Proses ini
memanfaatkan tekanan dan temperatur yang berbeda-beda pada masing-masing
tingkat refrijerasi.
Produk Ammonia murni akan ditampung pada Ammonia storage tank
dengan daya tampung 5000 Metrik Ton, tekanan 30 mmH 2O dan temperatur -30
45

o
C sebagai cold ammonia.

6. Purge Gas Recovery Unit (PGRU)


PGRU merupakan unit yang berfungsi mengolah purge gas dari 1-108-F
pabrik Ammonia, dimana purge gas tersebut masih mengandung NH3 dan H2 yang
masih dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan produksi dan efisiensi
pabrik.
a. Ammonia Recovery Unit (ARU)
Akumulasi gas inert yang dipisahkan (purge gas) dilewatkan ke dalam
ammonia recovery unit (ARU). Tujuan dari proses tersebut adalah untuk
mengambil kembali NH3 yang ikut terbawa di dalam purge gas dari syn-loops dan
purge gas dari refrigeration system. Akumulasi gas-gas inert yang terpisah dari
ammonia dibuang (purge) dalam dua tahap, yaitu high pressure purge gas yang
dikirim ke hydrogen recovery unit (HRU) sebagai bahan baku dan low pressure
purge gas yang sudah diambil. kandungan ammonia-nya dikirim ke primary
reformer sebagai tambahan bahan bakar.
Produk ammonia (hot product) dikirim ke pabrik urea sebagai bahan baku
pembuatan urea dan sisanya (cold product) dikirim tangki penyimpan ammonia
(NH3 Storage).
b. Hydrogen Recovery Unit (HRU)
High pressure purge gas dari ammonia recovery unit (ARU) dikirim ke
hydrogen recovery unit (HRU). Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan
kembali gas H2 yang terikut dari syn-loops purge gas. Proses di HRU tersebut
dilangsungkan di dalam cold box untuk memisahkan H2 dari tail gas (metan,
CH4). Produk H2 yang dihasilkan akan dikirim kembali ke ammonia converter
untuk menambah produksi ammonia sedangkan tail gas (metan, CH4) yang
dihasilkan sebagai by product dikirim ke primary reformer sebagai tambahan
bahan bakar.

7. Utillity System
Sistem utilitas sebagai penunjang dalam proses produksi ammonia, yaitu
dalam memenuhi kebutuhan steam dan udara sebagai berikut.
a. Steam System
46

Sistem kukus/ steam beserta peralatan proses lainnya seperti demin plant
dan deaerator merupakan bagian yang penting dalam suatu pabrik. Salah satu
faktor penentu keberhasilan proses produksi ammonia adalah ekses energi yang
tinggi yang digunakan sebagai pembangkit kukus di dalam sistem pembangkitan
kukus (steam generation system) sebagai sumber tenaga (power) untuk proses.
Kukus ini dihasilkan pada berbagai peralatan digunakan sebagai power dan
keluarannya berupa kukus yang tekanannya lebih rendah.
Kukus jenuh (saturated steam) tekanan tinggi 126,5 kg/cm2 dihasilkan dari
steam drum 1-101-F. Saturated steam ini dinaikkan derajat superheat-nya di
dalam superheater menjadi superheated steam pada temperatur 510 oC dan
tekanan 123 kg/cm2 (kukus tekanan tinggi, high pressure steam, HP Steam). HP
Steam ini dibangkitkan pada primary waste heat boiler 1-101-C, HTS effluent
waste heat boiler 1-103-C1/C2 dan ammonia converter effluent steam generator 1-
123-C. HP steam ini digunakan untuk menggerakkan syn-gas compressor 1-103-J.
Ketersediaan HP steam dijaga dengan auxiliary boiler 1-101-B. Auxiliary boiler
1-101-B juga dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan kukus saat start up
pabrik ammonia. Kukus bertekanan menengah (medium pressure steam, MP
steam) bertekanan 42,2 kg/cm2 dan temperatur 375 oC dihasilkan dari turbin
ekstraksi kompresor udara 1-101-J, turbin kompresor syn-gas 1-103-J, dan HP
steam let down. MP steam digunakan sebagai kukus proses, penggerak turbin
menengah, dan pasokan kukus (export steam) ke pabrik utilitas.
Kukus bertekanan rendah (low pressure steam, LP steam) bertekanan 3,5
kg/cm2 dan temperatur 210 oC dihasilkan dari exhaust turbin menengah, flash
steam dari steam blow down drum 1-156-F, dan MP steam let down. LP steam
digunakan sebagai pemanas, power ejector, dan deaerating boiler feed water.
b. Boiler Feed Water (BFW)
Steam yang keluar dari extraction turbine dikondensasikan sebagai
process condensate untuk kemudian disirkulasikan kembali menjadi air umpan
boiler. Process condensate tersebut mengandung senyawa-senyawa pengotor yang
tidak diizinkan terkandung di dalam air umpan boiler. Oleh karena itu, process
condensate tersebut dialirkan ke dalam process condensate stripper dan ke dalam
condensate polisher 1-102-U untuk menghilangkan senyawa Fe, Cu, SiO 2, dan
47

senyawa campuran lainnya dengan menggunakan resin penukar ion (kation dan
anion).
Make up feed water steam drum adalah air demin yang dipasok dari water
treatment plant di pabrik utilitas. Demin water digabungkan dengan kondensat
dari condensate polisher 1-102-U. Campuran ini kemudian dipanaskan di CO2
stripper quench/LP BFW exchanger 1-132-C, lean solution/LP BFW exchanger 1-
109-C, dan LTS effluent/LP BFW exchanger 1-106-C sebelum masuk ke
deaerator.
Di dalam deaerator, make up water dan condensate dimasukkan di bagian
atas bejana, kemudian dilucuti dengan cara pemanasan dengan LP steam yang
diinjeksikan. Gas yang dilucuti dibuang secara kontinyu dari bagian atas tray.
Senyawa hidrazin diinjeksikan ke feed water di outlet deaerator untuk
menghilangkan sisa senyawa oksigen. Feed water yang sudah dilucuti kemudian
dialirkan ke bawah menuju tangki penyimpanan. Feed water ini dipompakan
dengan HP BFW pump 1-104-J/JA ke steam drum 1-101-F. Steam drum 1-101-F
merupakan bagian dari HP steam system. Steam drum tersebut memiliki steam
scrubbing cyclones dan demister untuk memastikan produk yang kering.
c. Plant Air dan Instrument Air
Pada kondisi normal, udara pabrik dipasok dari compressor air 1-101-J
atau dari pabrik utilitas melalui line udara pabrik. Pasokan udara tersebut
digunakan untuk hose connection. Kompresor udara stand by di pabrik utilitas
disediakan dari outlet compressor interstage cooler 1-101-JCA. Udara pabrik
dipasok tanpa dikeringkan terlebih dahulu sedangkan udara instrumen dilewatkan
ke air drier sebelum dikembalikan ke pabrik untuk pemakaian instrumentasi.
Udara instrumen yang kering dimasukkan ke line udara instrumen,
kemudian dilewatkan melalui header udara instrumen utama yang menjangkau
seluruh pabrik. Pada operasi normal, udara instrumen berasal dari air compressor
1-101-J dan melewati unit penurun tekanan untuk mendapatkan tekanan yang
diinginkan. Udara ini kemudian dikeringkan dan dikembalikan ke pabrik
ammonia.
48

2.2.2. Proses Produksi Urea


Pabrik PUSRI-IB dirancang untuk memproduksi 1.725 ton urea perhari
dengan menggunakan proses Advance Constant Energy Saving (ACES). Urea
yang dihasilkan berbentuk prill yaitu butiran padat dengan lapisan agak keras
pada bagian luarnya.
Secara garis besar, proses pembuatan urea dengan proses ACES terbagi
dalam beberapa seksi sebagai berikut:
1. Syntesis Section (Seksi sintesis), peralatan utama:
a. Reaktor Urea 2-DC-101
b. CO2 Stripper 2-DC-202
c. Carbamate Condenser 2-EA-101 & 2-EA-102
d. Scrubber 2-DA-102
2. Purification Section (Seksi purifikasi/dekomposisi), peralatan utama:
a. High Pressure Decomposer 2-DA-201
b. Low Pressure Decomposer 2-DA-202
c. Urea Solution SeparatorFA-205
3. Seksi kristalisasi dan pembutiran, peralatan utama:
a. Concentrator & Crystalizer 2-FA-202
b. Centrifuge 2-GF-201
c. Fluidizing Dryer 2-FF-301
d. Cyclone 2-FC-301
e. Melter 2-EA-301
f. Fluidizing Cooler 2-EC-302
g. Prilling Tower 2-FJ-301
3. Seksi recovery, peralatan utama:
a. High Pressure Absorber 2-EA-401A & 2-EA-402B
b. Low Pressure Absorber 2-EA-402
c. Washing Column 2-DA-401
4. Seksi Process Condensate Treatment, peralatan utama:
a. Process Condensate Stripper 2-DA-501
b. Urea Hydrolyser 2-DA-502
c. Surface Condenser 2-EA-501 & 2-EA-502
49

d. Process Condensate Tank 2-FA-501

1. Synthesis Section (Seksi Sintesis)


Bahan baku ammonia liquid dikirim oleh pabrik ammonia dan dimasukkan
ke ammonia reservoir (FA-105) di pabrik urea dengan kondisi operasi dijaga pada
tekanan 20 kg/cm2 dan temperature 30 oC. Kemudian dari FA-105 ammonia
liquid di pompa dengan ammonia boost-up pump (GA-103 A/B) sampai tekanan
25 kg/cm2 untuk disesuaikan sebagai minimal tekanan suction ammonia feed
pump (GA-101 A/B). GA-103 A/B adalah pompa centrifugal yang menggunakan
motor listrik sedangkan GA-101 A/B adalah pompa centrifugal yang
menggunakan tenaga steam medium (MS) pressure (42 kg/cm2) untuk
menggerakkan turbin, sebagai penggerak impeller untuk melakukan pemompaan.
Oleh GA-101 A/B ammonia liquid akan dipompa sampai tekanan 180 kg/cm2
agar dapat masuk ke dalam reactor (DC-101) yang terlebih dahulu akan melewati
tube side ammonia preheater (EA-103) untuk menaikkan temperatur ammonia
liquid menjadi 70oC dengan dikontakkan dengan hot water di shell side.
Bahan baku gas CO2 didapat dari salah satu proses di pabrik ammonia dan
dikirim dengan kondisi tekanan 0,7 kg/cm2 dan temperature 33 oC. Kondisi itu
menyesuaikan dengan minimal kondisi suction CO2 compressor (GB-101) tingkat
pertama. GB-101 akan memberikan tekanan sampai 170 kg/cm 2 (pada discharge
tingkat empat) dan akan masuk ke bottom stripper (DA-101) sebagai media
stripping. Udara untuk tujuan pasivasi continue ikut dimasukkan pada suction
compressor tingkat 2. Jumlah udara diatur dengan flow control (FICA-156). Flow
rate udara harus dijaga kandungan O2 dalam flow gas CO2 antara 0,45-0,55%
volume. Penambahan udara itu dimaksudkan untuk membentuk lapisan
passivation pada stainless steel sehingga dapat bertahan dari korosi gas CO2.
Untuk tujuan starting, dipasang line CO2 blow off dengan control tekanan (PRC-
153) yang dipasang pada vent CO2 melalui CO2 vent silencer ke atmosfir. GB-101
adalah kompresor tipe centrifugal dengan tenaga penggerak steam turbin (42
kg/cm2).
Larutan carbamate recycle dari seksi recovery dipompa sampai
tekanan
50

190 kg/cm2 dengan carbamate feed pump (GA-102A/B) dan dimasukkan ke


scrubber (DA-102), carbamate condenser (EA-102) dan carbamate condenser
(EA-101). Tipe GA-102 A/B adalah centrifugal dan digerakkan oleh steam turbin
(42 kg/cm2).
a. Reaktor Urea (2-DC-101)
Reaktor (DC-101) adalah sebuah vessel vertical yang memiliki 9 interval
baffle plate jenis sieve tray dan dinding bagian dalam dilapisi dengan Stainless
Steel 316-L UG (Urea Grade). Dari data design reactor mampu beroperasi
maksimal di temperature 220 oC dan tekanan 184 kg/cm2. Berdasarkan bentuknya
reaktor DC-101 berbentuk tangki, untuk prosesnya reaktor DC-101 proses
kontinyu. Di dalam reaktor terjadi reaksi antara ammonia (NH3) dengan karbon
dioksida (CO2) membentuk ammonium carbamate (NH2COONH4) dengan reaksi
eksotermis kemudian akan diikuti dengan reaksi dehidrasi carbamate menjadi
urea dengan reaksi endotermis. Reaksi pembentukan urea sebagai berikut :

2NH3(g) + CO2(g) ⇌ NH2COONH4(g) Q = + 38000 kkal

NH2COONH4(g) ⇌ CO(NH2)2(g) + H2O(g) Q = - 5000 kkal


Reaksi di atas merupakan reaksi autotermis dengan reaksi pertama merupakan
reaksi eksotermis yang menghasilkan carbamate. Sedangkan reaksi kedua
merupakan reaksi endotermis dimana terjadi reaksi dehidrasi carbamate menjadi
urea. Panas yang dihasilkan oleh reaksi pertama dimanfaatkan untuk reaksi
kedua.
Proses sintesis urea dilakukan pada reaktor bertekanan dan bertemperatur
tinggi. Kondisi operasi di reaktor dijaga pada tekanan 175 kg/cm 2 dan temperatur
190oC dengan rasio umpan NH3/CO2 = 4,0 dan H2O/CO2 = 0,46. Ada beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap keberlangsungan reaksi di atas, di antaranya
sebagai berikut:
1) Kemurnian bahan baku NH3 dan CO2
Semakin tinggi kemurnian bahan baku (reaktan), maka proses sintesis urea
akan semakin baik.
2) Tekanan dan Temperatur di dalam reaktor
Jika tekanan di dalam reaktor naik, maka konversi CO2 akan meningkat.
Akan tetapi hidrolisis urea dan pembentukan biuret juga akan meningkat. Jika
51

temperatur di dalam reaktor naik, maka laju reaksi akan meningkat. Akan
tetapi laju korosi juga akan meningkat pada temperatur tinggi.
3) Kelebihan (ekses) ammonia
Jika kelebihan (ekses) ammonia di dalam reaktor naik, maka konversi CO2
akan meningkat. Akan tetapi konversi CO2 yang terlalu tinggi akan meningkatkan
beban (load) pada tahap recovery.
4) Kandungan air
Jika kandungan air di dalam reaktor meningkat, maka konversi CO 2 akan
menurun. Walaupun demikian, kemungkinan terjadinya pemadatan reaktan dan
produk (solidifikasi) dapat dihindari.
5) Waktu tinggal di dalam reactor
Waktu tinggal di dalam reaktor dipengaruhi oleh kondisi operasi yaitu
tekanan dan temperatur. Jika tekanan dan temperatur menurun (rendah), maka
waktu tinggal di dalam reaktor akan meningkat (semakin lama).
b. CO2 Stripper (2-DA-101)
CO2 stripper berfungsi untuk memisahkan kelebihan ammonia dan
menguraikan ammonium karbamat yang tidak terkonversi di reaktor urea melalui
pemanasan dengan cara pemanasan menggunakan steam dan CO2 sebagai media
pelucut pada tekanan operasi sama dengan tekanan operasi reaktor urea.
Temperatur stripper bagian atas dirancang pada 194 oC, sedangkan temperatur
stripper bagian bawah dirancang pada 177 oC.
Selama proses pelucutan, terjadi dua buah reaksi samping yang harus
diperhatikan, yaitu reaksi hidrolisis urea dan pembentukan biuret. Reaksi
hidrolisis urea dinyatakan dengan persamaan reaksi berikut:
CO(NH2)2(g) + H2O(g) ⇌ CO2(g) + 2NH3(g)

Reaksi hidrolisis urea akan mengakibatkan perolehan produk urea menjadi


berkurang. Oleh karena itu, kondisi di stripper harus dijaga agar hidrolisis urea
yang terjadi minimal. Hidrolisis urea akan meningkat pada kondisi temperatur
tinggi, tekanan rendah, dan waktu tinggal (residence time) yang lama.
Biuret merupakan reaksi samping lain yang harus diperhatikan. Biuret
terbentuk pada tekanan parsial ammonia yang rendah dan temperatur di atas 110
o
C dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
52

2CO(NH2)2(g) ⇌ NH2CONHCONH2(g) + NH3(g)

Reaksi pembentukan biuret merupakan reaksi reversible yang dipengaruhi


oleh temperatur, konsentrasi ammonia, dan waktu tinggal. Reaksi pembentukan
biuret akan meningkat pada konsentrasi urea yang tinggi (pekat) dan konsentrasi
ammonia yang rendah.
c. Carbamate Condenser (2-EA-101 dan 2-EA-102)
Campuran gas dari bagian atas stripper dikirim ke carbamate condenser 2-
EA-101 dan 2-EA-102. Kedua unit tersebut dioperasikan secara paralel, campuran
gas dikondensasikan dan diserap oleh larutan penyerap (karbamat). Panas yang
dilepaskan oleh reaksi pembentukan karbamat dan kondensasi ammonia di
carbamate condenser dimanfaatkan untuk membangkitkan steam bertekanan
rendah 5,5 kg/cm2 pada carbamate condenser 2-EA-101 dan sebagai pemanas
larutan urea dari stripper pada carbamate condenser 2-EA-102.
Carbamate condenser dirancang pada tekanan yang sama dengan tekanan
operasi reaktor. Temperatur pada channel bagian atas dan larutan yang
meninggalkan carbamate condenser tergantung pada laju alir dari larutan urea
daur ulang dan campuran gas, sebagai berikut:
a) Temperatur channel bagian atas : 180–190 oC (normal 183 oC)
b) Temperatur channel bagian bawah : 170–180 oC (normal 176 oC)
1) Pembuatan steam di carbamate condenser (EA-101)
Kondensat dari saturation drum (FA-102) dikirim ke steam drum (FA-
103). Kondensat disirkulasikan melalui steam drum dan shell side EA-101 untuk
memproduksi steam tekanan 5,5 kg/cm2. Produksi steam pada EA-101
dikembalikan ke steam drum bersama-sama dengan kondensat, dimana steam
dipisahkan dan dimasukkan ke sistem tekanan rendah. Apabila temperatur EA-
101 tinggi maka temperatur pada reaktor meningkat dan sebaliknya. Steam yang
dihasilkan diperlukan kontrol terhadap tekanannya. Peningkatan tekanan steam
akan menurunkan kalor yang diserap dari EA-101,dan hal ini akan mengakibatkan
peningkatan pada temperatur bawah reaktor.
2) Temperatur outlet shell dari carbamate condenser (EA-102)
EA-102 berfungsi mengabsorbsi gas menggunakan larutan karbamat
recycle dan panas reaksi dimanfaatkan untuk memanaskan larutan urea sebelum
53

masuk ke HP decomposer. Larutan karbamat yang terbentuk diproses lebih lanjut


pada reaktor membentuk urea. Larutan urea dipanaskan pada bagian shell, dengan
pemanasan ini karbamat yang tersisa akan terurai menjadi ammonia dan
CO2. Temperatur reaksi perlu dikontrol, karena proses ini mempengaruhi
kondisi proses pada reaktor dan HP decomposer. Apabila temperatur rendah maka
temperatur reaktor dan HP decomposer turun. Penurunan temperatur pada
HP decomposer akan menambah beban pada tahap purifikasi. Larutan urea yang
dipanaskan pada bagian shell EA-102 dialirkan ke tahap purifikasi.

d. Scrubber (2-DA-102)
Unit scrubber 2-DA-102 berfungsi untuk menyerap gas ammonia dan CO2
yang keluar dari bagian atas reaktor urea dengan menggunakan larutan karbamat
daur ulang yang berasal dari high pressure absorber 2-EA-401 B. Scrubber
dirancang pada tekanan yang sama dengan tekanan operasi reaktor urea dan
temperatur scrubber bagian bawah dirancang pada 175–180 oC. Jika temperatur
bagian bawah stripper tinggi, maka penyerapan ammonia dan CO2 oleh larutan
karbamat daur ulang cukup baik.

2. Purification Section (Seksi Purifikasi/Dekomposisi)


Seksi purifikasi/dekomposisi berfungsi untuk memisahkan urea yang
dihasilkan pada seksi sintesis dari campuran hasil reaksi (mengandung urea,
biuret, amonium karbamat, air, dan ekses ammonia) via dekomposisi amonium
karbamat pada tekanan rendah dengan menggunakan panas yang dihasilkan dari
penurunan tekanan tersebut melalui reaksi:
NH4COONH2 ⇌ CO2 + 2NH3
Penguraian amonium karbamat dilakukan pada temperatur 120–160 oC. Selama
proses penguraian amonium karbamat, terdapat dua buah reaksi samping yang
harus diperhatikan, yaitu reaksi samping hidrolisis urea dan pembentukan biuret.
Dekomposisi amonium karbamat dilakukan pada dua tahap dengan tekanan dan
temperatur operasi yang berbeda yaitu 17 kg/cm 2; 160 oC di high pressure
decomposer (HPD) dan 2,3 kg/cm2; 130 oC di low pressure decomposer (LPD).
Setiap tingkatan dekomposer di seksi purifikasi berhubungan dengan tingkatan
absorber di seksi recovery. Gas yang keluar dari bagian atas HPD akan dikirim ke
54

high pressure absorber (HPA), sedangkan gas yang keluar dari bagian atas LPD
akan dikirim ke low pressure absorber (LPA).
a. High Pressure Decomposer (2-DA-101)
High Pressure Decomposer 2-DA-101 terdiri dari bagian separator dan
falling film heater. Panas yang dibutuhkan untuk mendekomposisikan amonium
karbamat dan ekses ammonia dipasok dari carbamate condenser 2-DA-102 dan
falling film heater.
Tekanan dan temperatur merupakan faktor utama yang harus diperhatikan
dalam pengoperasian HPD. Tekanan HPD dirancang pada 17 kg/cm 2, sedangkan
temperatur HPD dirancang pada 158 oC. Jika tekanan HPD tinggi, maka jumlah
gas ammonia dan CO2 di dalam larutan yang keluar dari bagian bawah HPD akan
meningkat sehingga akan menambah beban LPD dan seksi recovery. Jika
temperatur tinggi, maka proses dekomposisi akan semakin baik. Akan tetapi,
reaksi samping hidrolisis urea, pembentukan biuret, dan korosi peralatan akan
meningkat pada temperatur tinggi.
b. Low Pressure Decomposer (2-DA-102)
Tekanan LPD dirancang pada 2,3 kg/cm2, sedangkan temperatur LPD
dirancang pada 117 oC. Tekanan LPD dijaga pada tekanan rendah kandungan
ammonia dan CO2 di dalam larutan menjadi minimal sedangkan temperatur LPD
dijaga pada temperatur tinggi dengan tetap memperhatikan masalah kecepatan
korosi peralatan, reaksi samping hidrolisis urea, dan pembentukan biuret. Selain
itu, pada LPD diinjeksikan gas CO2 untuk meningkatkan efisiensi dekomposisi
dan mengurangi penggunaan air sebagai penyerap di absorber dan kondenser
sehingga kandungan air di dalam larutan karbamat daur ulang yang akan
dimasukkan ke dalam reaktor rendah.
c. Urea Solution Separator
Urea Solution Separator (FA-205) berfungsi untuk memisahkan gas dan
larutan urea yang berasal dari LPD sebelum masuk ke crystalizer. Pada alat ini
menggunakan tekanan 0,3 kg/cm2 dimana gas akan naik ke atas dan liquidnya
akan ditampung di tank urea.

3. Seksi Kristalisasi dan Pembutiran


55

Seksi kristalisasi berfungsi untuk mengolah larutan urea yang keluar dari
dekomposer. Larutan urea tersebut kemudian dikristalkan di dalam vacum
crystalyzer 2-FA-202 pada tekanan 73 mmHg (vakum) dan temperatur 65 oC.
Kristal urea yang terbentuk dipisahkan dengan menggunakan centrifuge 2-GF-201
dan dikeringkan dengan menggunakan udara panas hingga kandungan airnya
kurang dari 0,3%-berat.
Untuk menjaga agar kandungan biuret di dalam kristal urea tetap rendah,
sejumlah mother liquor (larutan pekat) yang mengandung banyak biuret didaur
ulang untuk menyerap ammonia dan CO2 di seksi recovery. Mother liquor
tersebut akhirnya dikirim kembali ke reaktor untuk mereaksikan biuret menjadi
urea dengan ekses ammonia dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

NH2CONHCONH2 + NH3 ⇌ 2CO(NH2)2

Kristal urea kering kemudian dikirim ke bagian atas prilling tower 2-IA-301
melewati fludizing dryer 2-FF-301 dengan bantuan FD fan 2-GB-301 dan ID fan
2-GB-302. Kristal urea kering tersebut kemudian dilelehkan di dalam melter 2-
EA-301 menggunakan pemanas steam pada temperatur 138 oC. Lelehan urea
tersebut dialirkan ke distributor untuk membentuk butiran urea karena adanya
pendinginan oleh udara di prilling tower 2-IA-301.
Udara untuk fluidizing dryer berasal dari forced fan for dryer (GB-301).
Sebelum menuju fluidizing dryer udara tersebut akan dipanaskan dengan melalui
air heater for dryer (EC-301) menggunakan media pemanas steam condensate
dan steam bertekanan rendah. Temperatur udara yang masuk akan dikontrol oleh
TICA-301 untuk menjaga temperature agar tidak melebihi 130 oC pada inlet dari
dryer karena dapat menyebabkan kristal urea akan meleleh. (Titik leleh urea
adalah 132,7 oC).
Bongkahan dari kristal urea yang terbentuk di dalam fluidizing dryer (FF-
301) akan dipisahkan dan dikumpulkan oleh agitator. Kemudian bongkahan-
bongkahan tersebut akan dikirimkan ke dissolving tank (FA-302) dan akan
dilarutkan di dalam sana. Larutan di FA-302 dicampur dengan larutan yang
dikirim dari dissolving tank (FA-303) dan akan dipompakan oleh dissolving tank
pump (GA-303 A/B) menuju mother liquor tank (FA-203) atau ke ammonium
56

carbonate solution tank (FA-401). Kemudian larutan tersebut akan di-


recovery dengan dikirimkan ke crystallizer (FA-202) dan sebagai media penyerap
di seksi recovery. Kristal-kristal urea yang sudah kering akan diangkat ke atas
melalui pneumatic pipe menuju ke bagian atas prilling tower (IA-301) kemudian
kristal-kristal tersebut akan terkumpul di dalam cyclone (FC-301). Kristal tersebut
akan turun ke bawah menuju ke screw conveyor for melter (JD-301 A/B) yang
kemudian akan dikirimkan menuju ke melter (EA-301). Udara dari Cyclone akan
dikirim ke dust chamber (FC-302) dengan melalui induced fan for dryer (GB-
302). Udara yang masuk ke dalam Dust Chamber (FC-302) akan di-scrub oleh air
untuk menyerap debu urea yang ikut terbawa.
Udara yang dikirim ke dust chamber (FC-302) akan di-dedusting oleh dust
recovery system dimana terdiri dari spray nozzle for packed bed (FJ-302), packed
bed for dust recovery (FD- 304), dan demister for prilling tower (FD-305). Udara
yang telah dibersihkan di system dust recovery tersebut akan dikeluarkan menuju
atmosfer oleh induced fan for prilling tower (GB- 304 A-F).
Di dalam melter (EA-301), kristal urea akan meleleh dan menjadi urea
cair/molten urea yang kemudian akan mengalir ke bawah menuju head tank (FA-
301) dengan terlebih dahulu melewati strainer (FD-301). Untuk menjaga
temperature kondisi operasi sedikit di atas temperature titik leleh urea yaitu
132,7 oC dan juga menjaga agar waktu tinggal molten urea tersebut sependek
mungkin. Laju alir dari steam bertekanan rendah ke melter (EA-301) dikontrol
oleh PIC-301. Lelehan urea dari head tank (FA-301) akan didistribusikan oleh
distributor (FJ-301 A-I), dan dari distributor akan dijatuhkan ke bawah di
dalam prilling tower (IA-301) yang akan didinginkan dan dipadatkan
membentuk butiran-butiran. Meskipun ada 9 distributor yang disiapkan tetapi
pada keadaan normal operasi dengan 100% produksi hanya diperlukan 7 atau 8
distributor secara design. Saat molten urea jatuh turun di dalam tower, akan
didinginkan oleh udara yang naik ke atas yang datang dari blower for fluidizing
cooler (GB-303). Sebelum ke GB-303, udara tersebut terlebih dahulu melalui air
heater for fluidizing cooler (EC-302) dan kemudian setelah itu bercampur dengan
udara di bagian bawah dari tower.
57

Peralatan-peralatan pengumpul debu urea dimaksudkan untuk


meminimalisir polusi udara. Dust chamber (FC-302) ditujukan untuk mengurangi
laju polusi dan menahan partikel-partikel urea yang sangat halus. Spray nozzle dan
packed bed juga digunakan untuk scrubbing. Kemudian udara yang keluar ke
atmosfer oleh induced fan for prilling tower (GB-304 A-F) namun setelah kabut
air/water mist dari seksi scrubbing telah dieliminasi oleh demister for prilling
tower (FD-305).
Circulating pump for dust recovery (GA-302 A/B) digunakan untuk
mensirkulasikan urea solution dari pump ke spray nozzle for packed bed (FJ-
302). Overflow dari pump akan dikirim ke dissolving tank (FA-303) yang berguna
untuk menjaga level solution di dalam pump.
Butiran-butiran urea tadi akan terkumpul dan didinginkan di atas fluidizing
cooler (FD-302) yang ada di bagian bawah dari tower, dan overflow akan menuju
ke trommel (FD-303) dimana akan dipisahkan butiran-butiran urea yang oversize
dari produk. Oversize urea tersebut akan dilarutkan oleh larutan dari dust chamber
(FC-302) di dalam dissolving tank (FA-303) dan larutan tersebut akan dikirim
menuju ke dissolving tank (FA-302) oleh dissolving tank pump (GA-304). Produk
urea tersebut kemudian dikirim ke unit penyimpanan dan pengantongan urea
(PPU).
4. Seksi Recovery
Seksi recovery untuk menyerap sisa gas ammonia dan CO2 yang keluar dari
seksi dekomposisi dengan menggunakan air dan larutan urea di dalam absorber,
kemudian didaur ulang ke reaktor urea. Peralatan utama di seksi recovery adalah
high pressure absorber, low pressure absorber, dan washing column.
a. Low Pressure Absorber 2-EA-402
Kondisi operasi low pressure absorber 2-EA-402 ditentukan oleh kondisi
gas ammonia dan CO2 dari LPD yang diserap dengan sempurna oleh larutan dari
washing column 2-DA-401 bagian atas. Larutan yang masuk ke LPA adalah
larutan yang mengandung campuran karbamat, ammonia, dan air. Kelarutan
karbamat tergantung pada temperatur, jika konsentrasi karbamat meningkat secara
signifikan, maka karbamat yang mengendap akan semakin banyak sehingga dapat
menyebabkan kebuntuan pipa dan pompa. Oleh karena itu, konsentrasi gas CO 2 di
58

dalam absorber harus selalu dikendalikan dengan menambahkan demin water ke


LPA sebagai tambahan media penyerap CO2.
b. High Pressure Absorber 2-EA-401 A/B
Sistem HPA terdiri dari dua high pressure absorber 2-EA-401 A dan 2-EA-
401 B dan sebuah washing column 2-DA-401. Gas ammonia dan CO2 dari HPD
masuk ke HPA bagian bawah lalu ke HPA bagian atas. Pada HPA bagian bawah,
sekitar 70% gas akan terserap sedangkan sisanya diserap di HPA bagian atas. HPA
dioperasikan pada tekanan sedikit di bawah tekanan operasi HPD dengan
temperatur bagian atas 93 oC dan temperatur bagian bawah 108 oC. Gas yang
keluar dari bagian atas HPA akan dimasukkan ke dalam washing column 2- DA-
401 yang terdiri atas dua bagian. Bagian bawah digunakan untuk menyerap
kandungan ammonia dan CO2 dengan menggunakan larutan yang berasal dari
LPA pada temperatur 67 oC. Sedangkan bagian atas digunakan untuk menyerap
kandungan ammonia dan CO2 dengan menggunakan mother liquor dari seksi
kristalisasi pada temperatur 62 oC.

5. Seksi Process Condensate Treatment (PCT)


Seksi ini di desain untuk meminimalkan polusi. Setiap komponen yang
dapat menimbulkan permasalahan polusi akan dikembalikan ke dalam proses.
Kebanyakan polusi yang timbul dari pabrik urea adalah gas ammonia dan urea
mist. Jika semua itu bisa tertangkap dan dapat dikembalikan ke dalam proses
maka dapat mengurangi penambahan raw material, terutama konsumsi ammonia
per ton produk urea akan meningkat.
Uap air yang terevaporasi ketika pada proses pemekatan urea di seksi
kristalisasi akan dikondensasikan oleh surface condenser (EA-501 dan EA-502)
dalam keadaan vacum dengan membawa urea mist, gas NH3 dan CO2 untuk
menjadi process condensate. Kemudian process condensate tersebut akan menuju
process condensate stripper (DA-501) dan urea hydrolizer (DA-502) untuk
diolah. Condensate yang telah diolah (clean process condensate) akan
dikeluarkan dari battery limit pabrik urea. Gas NH3 dan CO2 dipisahkan dari
process condensate dengan cara stripping akan dikembalikan ke LPD (DA-202)
di seksi purifikasi. Pada data design jumlah clean process condensate yang dapat
59

dihasilkan oleh Process Condensate Stripper (DA-501) adalah 28 ton/jam, dan


kondensat yang dikirim ke Dust Chamber (FC-302) di bagian atas Prilling
Tower sebagai make-up air adalah 16 ton/jam.
Pada data design, air akan teruapkan pada tekanan di bawah 72,5
mmHg vacuum di seksi kristalisasi. Kemudian uap air tersebut akan
dikondensasikan di first surface condenser (EA-501) dan second surface
condenser (EA-502). Gas yang tidak terkondensasi pada EA-502 akan keluar
melalui second ejector (EE-502) menuju ke final absorber (DA-503) untuk
dilakukan penyerapan atau recovery gas NH3 dan CO2 sebelum akhirnya gas
dikeluarkan menuju atmosfer. First ejector (EE-501) digunakan steam tekanan 5
kg/cm2 sebagai tenaga penggeraknya, sedangkan second ejector (EE-502)
menggunakan steam tekanan 22 kg/cm2. Tekanan vacum yang dihasilkan oleh EE-
501 dan EE-502 adalah tekanan vacuum yang terukur pada unit crystallizer (FA-
202). Untuk menjaga tekanan tidak terlalu vacum digunakan udara sebagai vacum
breaker dengan dikontrol oleh PRCA-203.
Gas yang mengandung NH3 dan CO2 dari urea solution separator (FA-205)
akan menuju ke flash gas condenser (EA-506) untuk dikondensasikan pada
keadaan vacum. Gas yang tidak terkondensasi di flash gas condenser (EA-506)
akan menuju first surface condenser (EA-501) seperti pada penjelasan di atas.
Process condensate dari surface condenser dikumpulkan dan disimpan di
dalam process condensate tank (FA-501). Kemudian dari FA-501 akan dikirim
ke process condensate stripper (DA- 501) oleh process condensate pump (GA-
501 A/B). GA-501 A/B juga akan mensirkulasikan process condensate dari FA-
501 ke final absorber (DA-503) yang digunakan sebagai penyerap disana. DA-
503 adalah sebuah packed column dan berfungsi untuk menyerap gas NH3 dan
CO2 dari Urea Solution Tank (FA-201) dan Carbonate Solution Tank (FA- 401).
Pada process condensate stripper (DA-501) terdapat internal part berupa
sieve tray dan secara desain beroperasi pada tekanan 2,8 kg/cm 2. Kondensat akan
terpisah dari gas NH3 dan CO2 yang terlarut di dalamnya dengan cara stripping
menggunakan steam. Process condensate stripper mendapat panas dari reboiler
for DA-501 (EA-507). Gas yang keluar akan menuju ke LPD (DA-202) di seksi
purifikasi untuk recovery NH3 dan CO2.
60

Process condensate dari bagian atas DA-501 akan dikirim ke urea


hydrolizer (DA-502) setelah dipanaskan pada preheater for DA-502 (EA-505) dan
dipompakan oleh urea hydrolizer feed pump (GA- 502 A/B). Dari desain, DA-502
dioperasikan pada tekanan 16 kg/cm2 dan temperature 195 oC, untuk dapat
menghidrolisa urea menjadi NH3 dan CO2.
Kemudian process condensate dikembalikan ke bagian bawah dari DA-
501 untuk dilakukan pemisahan terhadap NH3 dan CO2 dengan stripping
kembali. Pada akhirnya, akan didapat clean process condensate setelah treatment
dengan kandungan urea dan ammonia hanya sekitar 5 ppm dari data desain.
Setelah itu akan dijadikan sebagai pemanas untuk memanaskan feed process
condensate di preheater for DA-501 (EA-504). Sebagian dari clean process
condensate akan dikirim ke dust chamber untuk make-up air pada dust
recovery system dan sisanya akan dikeluarkan dari pabrik urea menuju ke pabrik
utilitas. Faktor penting yang perlu dikendalikan dalam seksi ini yaitu:
1) Kondensat dari Concentration Section
Process condensate akan di stripping dengan steam heating dan
kandungan urea yang masih tersisa akan di dekomposisi dengan proses hydrolysis.
Treated condensate yang telah bebas ammonia dari bagian atas process
condensate stripper akan diproses lebih jauh di hydrolyzer. Pada bagian bawah
dari process condensate stripper digunakan untuk menjadikan kondensat tersebut
telah bebas dari ammonia dan urea. Sedangkan gas yang mengandung hasil
dekomposisi di seksi ini akan dikirimkan ke LPD (DA- 202) untuk me-
recovery NH3 dan CO2 dan juga sebagai sumber panas untuk proses dekomposisi
disana. Pemanasan dengan menggunakan steam di process condensate stripper
dikontrol sesuai kondidi operasi di LPD (DA-202).
2) Kondisi operasi di Urea Hydrolyzer
Larutan yang keluar dari bagian atas process condensate stripper
selanjutnya kan dikirimkan untuk diolah di urea hydrolyzer yang sebelumnya
dilewatkan terlebih dahulu ke preheater for urea hydrolyzer. Proses yang terjadi
yaitu mengubah urea menjadi NH3 dan CO2 seperti berikut:
NH2CONH2 + H2O → 2NH3 + CO2
Reaksi tersebut disebut sebagai reaksi hidrolisa urea dan terjadi pada kondisi
61

temperatur tinggi dan waktu tinggal yang lama. Kondisi operasi yang optimum
dari desain urea hydrolyzer berdasarkan pada hasil eksperimen pihak TEC dan
dijelaskan melalui grafik. Sehingga diputuskan untuk mencapai kondisi optimal
diperlukan untuk menjaga kondisi operasi di urea hydrolyzer, adalah pada
temperature 200 oC, tekanan 18 kg/cm2, dan waktu tinggal selama 30 menit.

2.3 Diagram Alir Proses


Diagram alir proses pembuatan ammonia dan pembuatan urea pada pabrik
PT Pupuk Sriwidjaja Palembang secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan
Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Ammonia


(Sumber: Pabrik Ammonia IB PT PUSRI, 2023)
62

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Urea


(Sumber: Pabrik Urea IB PT PUSRI, 2023)

Anda mungkin juga menyukai